Karakterisasi dan Aktivitas Sitotoksik Terhadap Sel Hela Nanopartikel Kurkuminoid Temulawak

KARAKTERISASI DAN AKTIVITAS SITOTOKSIK TERHADAP
SEL HeLa NANOPARTIKEL KURKUMINOID TEMULAWAK

RIKI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakterisasi dan Aktivitas
Sitotoksik terhadap Sel HeLa Nanopartikel Kurkuminoid Temulawak adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, November 2015
Riki
NIM G851130301

RINGKASAN
RIKI. Karakterisasi dan Aktivitas Sitotoksik terhadap Sel HeLa Nanopartikel
Kurkuminoid Temulawak. Dibimbing oleh LAKSMI AMBARSARI dan
LATIFAH K. DARUSMAN.
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tanaman obat yang
banyak digunakan di Indonesia sebagai obat tradisional dalam pengobatan berbagai
macam penyakit. Ekstrak temulawak diketahui mengandung senyawa bioaktif
berupa kurkuminoid yang berpotensi sebagai antikanker. Oleh karena itu, perlu
dilakukan uji penapisan awal aktivitas antikanker dengan metode Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT). Senyawa yang toksik berdasarkan metode BSLT seringkali
berkorelasi positif sebagai antikanker.
Penggunaan ekstrak kurkuminoid temulawak sebagai antikanker sangat
menjanjikan, namun aplikasi klinisnya sangat terbatas karena bioavailabilitasnya
yang rendah. Salah satu upaya yang dikembangkan untuk mengatasi masalah
tersebut adalah menggabungkan kurkuminoid ke dalam sistem pembawa

nanopartikel lemak padat. Nanoemulsi kurkuminoid temulawak telah berhasil
dibuat dan diuji aktivitasnya sebagai antioksidan dan antiinflamasi. Namun,
penggunaan nanoemulsi sebagai sediaan obat sangat terbatas karena tidak stabil
dalam waktu penyimpanan yang cukup lama, sehingga perlu dibuat sediaan
nanopartikel dalam bentuk serbuk. Serbuk nanopartikel kurkuminoid temulawak
diharapkan dapat digunakan sebagai obat antikanker, sehingga perlu dilakukan uji
aktivitasnya terhadap sel HeLa.
Penelitian ini bertujuan mengkarakterisasi dan menguji aktivitas antikanker
serviks serbuk nanopartikel kurkuminoid temulawak. Kurkuminoid diekstraksi dari
rimpang temulawak dengan metode maserasi kemudian dianalisis dengan High
Performance Liquid Chromatography (HPLC). Pembuatan nanopartikel
kurkuminoid terdiri atas tiga tahapan utama yaitu pembuatan emulsi, homogenisasi
dan ultrasonikasi. Nanopartikel dikarakterisasi dengan parameter indeks
polidispersitas (IP), ukuran partikel, morfologi dan efisiensi penjerapan.
Rendemen ekstrak yang diperoleh dari hasil ekstraksi sebesar 8.32%. Hasil
analisis HPLC menunjukkan ekstrak mengandung bisdemetoksikurkumin,
demetoksikurkumin, dan kurkumin dengan rincian kadar bisdemetoksikurkumin
sebesar 2.299 mg/g, demetoksikurkumin sebesar 13.658 mg/g dan kurkumin
sebesar 55.729 mg/g. Serbuk nanopartikel yang diperoleh sebanyak 1.201 dengan
ukuran 648.4 ± 95 nm. Nilai IP nanopartikel sebesar 0.219 yang menunjukkan

ukuran partikel cukup seragam. Ukuran nanopartikel yang cukup seragam juga
terlihat dari hasil analisis Transmission Electron Microscopy (TEM). Dari hasil
perhitungan diperoleh efisiensi penjerapan kurkuminoid dalam nanopartikel
sebesar 29.8%.
Berdasarkan hasil uji BSLT diperoleh nilai Lethal Consentration (LC50)
nanopartikel sebesar 828.78 ppm dan ekstrak temulawak sebesar 213.24 ppm. Baik
ekstrak maupun nanopartikel termasuk kategori cukup toksik karena LC50 berada
pada rentang 31 ppm < LC50 ≤ 1000 ppm. Tingkat toksisitas ekstrak temulawak
ciemas pada penelitian ini lebih rendah daripada ekstrak ciemas hasil penelitian
sebelumnya yaitu 90.33 ± 23.9 ppm. Serbuk nanopartikel kurkuminoid temulawak
mempunyai efek toksik karena memiliki LC50 lebih kecil dari 1000 ug/ml, sehingga

dapat diteliti lebih lanjut efeknya toksiknya terhadap sel kanker. Efek toksik
terhadap sel kanker diuji menggunakan sel hela dengan metode MTT [3-(4,5dimetiltiazolil-2)-2,5-difeniltetrazolium bromida]. Hasil uji MTT menunjukkan
bahwa sediaan serbuk nanopartikel menghambat pertumbuhan sel meningkat
seiring dengan bertambahnya konsentrasi sampel. Namun pada perlakuan dengan
ekstrak, terjadi peningkatan penghambatan pertumbuhan sel sampai pada
konsentrasi 62.5 ppm kemudian mengalami penurunan seiring dengan
bertambahnya konsentrasi ekstrak. Serbuk nanopartikel kurkuminoid memiliki
kemampuan penghambatan pertumbuhan sel hela yang lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak. Serbuk nanopartikel kurkuminoid dapat mengambat pertumbuhan
sel hela sebesar 93.43% pada konsentrasi 2 ppm, sedangkan ekstrak kurkuminoid
dapat menghambat pertumbuhan sel hela sebesar 93.30% pada konsentrasi 62.5
ppm.
Sebagai kesimpulan, nanopartikel yang diperoleh memiliki ukuran yang
relatif kecil dan seragam namun efisiensi penjerapan kurkuminoid yang cukup
rendah. Serbuk nanopartikel dan ekstrak kurkuminoid temulawak memiliki
aktivitas antikanker serviks dengan kemampuan penghambatan pertumbuhan sel
hela oleh nanopartikel lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak.
Kata kunci: antikanker, bioavailabilitas, kurkuminoid, nanopartikel lemak padat,
temulawak.

SUMMARY
RIKI. Characterization and Cytotoxic Activity aginst HeLa Cells of Temulawak
Curcuminoid Nanoparticles. Supervised by LAKSMI AMBARSARI and
LATIFAH K. DARUSMAN.
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) is a medicinal plant which is
widely used in Indonesia as a traditional medicine in the treatment of various
diseases. Temulawak extracts contains curcuminoids which have anticancer
potential. Therefore, it is necessary to test the initial screening anticancer activity

by the method of Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Toxic compounds based
BSLT method is often positively correlated as anticancer.
Curcuminoid of temulawak is very promising as anti-cancer, however
clinical application of curcuminoid has been limited due to its low bioavailability.
One of the efforts that can be developed to solve this problem is incorporated
curcuminoids into Solid Lipid Nanoparticles (SLN) carriers system. Curcuminoid
nanoemulsion has been successfully made and tested as an antioxidant and antiinflammatory activity. However, the use of nanoemulsion as medicinal preparations
is very limited because it is not stable in storage for a long time, so that preparations
of nanoparticles need to be made in powder form. Powder of temulawak
curcuminoids nanoparticles are expected to be used as an anti-cervical cancer drugs,
so it is necessary to test the activity against HeLa cells.
The objective of this study was to characterize and test the anti- cervical
cancer activity of temulawak curcuminoid nanoparticles. Curcuminoid extracted
from the rhizome of temulawak with maceration method then analyzed by High
Performance Liquid Chromatography (HPLC). Manufacture of curcuminoid
nanoparticles consists of three main stages, namely the manufacture of emulsion,
homogenization and ultrasonication. Nanoparticles was characterized with
indicators Polydispersity Index (PI), particle size, morpholgy, and entrapment
efficiency.
The yield of the extract obtained from the extraction of 8.32%. The results

of HPLC analysis showed the extract containing bisdemethoxycurcumin,
demethoxycurcumin, and curcumin with details bisdemethoxycurcumin levels of
2.299 mg/g, demethoxycurcumin for 13.658 mg/g and curcumin for 55.729 mg/g.
The nanoparticles powder obtained as many as 1.201 with a size of 648.4 ± 95 nm.
PI nanoparticles value of 0.219 showing the particle size distribution is a fairly
uniform particle size. A uniform size distribution of nanoparticles as observed by
Transmission Electron Microscopy (TEM). The entrapment efficiency of
curcuminoid in nanoparticles was about 86.02%.
Based on results of BSLT obtained nanoparticles Lethal Consentration
(LC50) value of 828.78 ppm and 213.24 ppm of temulawak extract. Either extracts
or nanoparticles are categorized quite toxic because LC50 is in the range 31 < LC50
≤ 1000 ppm. The level of toxicity Ciemas temulawak extract in this study is lower
than Ciemas temulawak extract results of previous studies that 90.33 ± 23.9 ppm.
Temulawak curcuminoid nanoparticles have a toxic effect because it has a smaller
LC50 1000 µg/mL, so it can be further investigated its toxic effect on cancer cells.
Toxic effects on cancer cells was tested using hela cells by MTT assay. MTT assay
results showed that the nanoparticles powder inhibits hela cells growth increases

with the concentration of the sample. While on treatment with the extract, an
increase in cell growth inhibition at concentrations up to 62.5 ppm and then

decreased with increasing concentrations of the extract. Curcuminoid nanoparticles
powder have the ability hela cells growth inhibition higher than the extract. About
93.43% hela cells were inhibited at a concentration of 2 ppm of the curcuminoid
nanoparticles, whereas about 93.30% hela cells were inhibited at a concentration of
62.5 ppm of the curcuminoid extract.
In conclusion, the nanoparticles obtained have a relatively small size and
uniform with kurkuminoid adsorption efficiency is quite low. Nanoparticles powder
and curcuminoid temulawak extracts have anti-cervical cancer activity with the
ability hela cell growth inhibition of curcuminoid nanoparticles have higher than
the extract.
Keyword: anti-cancer, bioavailability, curcuminoid, solid lipid nanoparticles,
temulawak.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KARAKTERISASI DAN AKTIVITAS SITOTOKSIK TERHADAP SEL
HeLa NANOPARTIKEL KURKUMINOID TEMULAWAK

RIKI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Biokimia

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Mega Safithri, M.Si

Judul Tesis : Karakterisasi dan Aktivitas Sitotoksik terhadap Sel HeLa Nanopartikel

Kurkuminoid Temulawak
Nama
: Riki
NIM
: G851130301

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Laksmi Ambarsari, MS
Ketua

Prof. Dr Ir. Latifah K. Darusman, MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Biokimia


Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr drh Maria Bintang, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat,
berkah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penelitian ini
berjudul : Karakterisasi dan Aktivitas antikanker Serviks Nanopartikel Kurkminoid
Temulawak. Penelitian ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi
di Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Laksmi Ambarsari dan Prof. Dr.
Ir. Latifah K. Darusman sebagai komisi pembimbing yang banyak memberi bimbingan
dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian dan karya penelitian ini.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf Program Studi Biokimia dan

semua pihak yang telah ikut membantu dan berkontribusi dalam berbagai hal selama
penyelesaian penelitian dan karya ilmiah. Terima kasih pula kepada teman-teman Biokimia
atas bantuan dan kebersamaannya, kepada pihak-pihak lainnya yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu. Penulis menyampaikan terima kasih dan rasa hormat setinggitingginya kepada orang tua dan keluarga besar tercinta atas doa, pengorbanan, pengertian
dan dukungan moril yang tidak ternilai selama ini.
Penelitian ini didanai oleh Hibah Penelitian Batch I Program Penelitian Riset
Andalan Perguruan Tinggi dan Industri (RAPID) tahun anggaran 2015 nomor:
083/SP2H/PL/Dit.Litabmas/II/2015 yang diketuai Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS.
Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis, civitas
akademika, peneliti, pemerintah dan semua pihak yang terkait, sehingga mampu
memperkaya hasanah keilmuan di masa mendatang.

Bogor, November 2015
Riki
G851130301

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar belakang
Rumusan masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis
Manfaat Penelitian
METODE
Tempat dan waktu penelitian
Alat dan Bahan
Prosedur Penelitian
HASIL
Rendemen dan kadar kurkuminoid ekstrak temulawak Ciemas
Karakterisasi nanopartikel kurkuminoid temulawak
Toksisitas terhadap larva udang
Sitotoksisitas terhadap sel HeLa
PEMBAHASAN
Kurkuminoid ekstrak temulawak Ciemas
Nanopartikel kurkuminoid temulawak tersalut asam palmitat
Karakterisasi nanopartikel kurkuminoid temulawak
Aktivitas antikanker nanopartikel kurkuminoid temulawak
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iv
iv
1
1
2
2
2
2
3
3
3
3
5
5
6
6
7
8
8
9
11
12
14
14
14
15
20

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Kromatogram HPLC
Morfologi nanopartikel kurkuminoid temulawak
Nilai LC50 oleh perlakuan ekstrak dan nanopartikel
Persentase inhibisi sel hela
Sel hela tanpa perlakuan dan dengan perlakuan nanopartikel
Struktur kimia komponen kurkuminoid

6
7
7
8
8
9

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Diagram alir penelitian
Penentuan rendemen ekstrak
Serbuk nanopartikel kurkuminoid temulawak
Absorbansi standar dan kurkuminoid terjerap
Hasil uji BSLT
Hasil uji PSA
Hasil uji MTT

20
21
21
21
22
23
24

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tanaman obat yang
banyak digunakan di Indonesia sebagai obat tradisional dalam pengobatan berbagai
macam penyakit antara lain gangguan hati, sembelit, diare, disentri, gangguan
lambung, wasir dan gangguan kulit (Hwang et al. 2000). Temulawak diketahui
mengandung senyawa bioaktif berupa kurkuminoid (Cahyono et al. 2011). Beberapa
penelitian melaporkan bahwa kurkuminoid memiliki efek farmakologis antara lain
antioksidan (Jayaprakasha et al. 2006), antialergi (Matsuda et al. 2004), antidemensia
(Lim et al. 2001), antiinflamasi (Banerjee et al, 2003), dan antikanker (Piantino et al.
2009; Li et al. 2013). Telah dilaporkan juga bahwa ekstrak temulawak yang
mengandung kurkuminoid memiliki aktivitas antioksidan (Simanjuntak et al. 2008;
Nurcholis et al. 2012; Wijayanto 2013) dan antiinflamasi (Nurcholis et al. 2012;
Maulia 2014). Aktivitas inflamasi merupakan komponen penting dari perkembangan
tumor. Banyak kanker muncul dari daerah inflamasi, iritasi kronis dan infeksi (Basnet
& Basnet 2012). Berdasarkan uraian tersebut mengindikasikan bahwa ekstrak
kurkuminoid temulawak berpotensi sebagai antikanker. Oleh karena itu, perlu
dilakukan uji penapisan awal aktivitas antikanker terhadap ekstrak kurkuminoid
temulawak. Metode yang sering digunakan adalah uji toksisitas dengan Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT). Metode ini cepat, murah, prosedurnya sederhana dan hasilnya
dapat dipercaya. Senyawa yang toksik berdasarkan metode BSLT seringkali
berkorelasi positif sebagai antikanker (Meyer et al. 1982; Alam 2002).
Penggunaan ekstrak kurkuminoid temulawak sebagai antikanker sangat
menjanjikan. Banyak penelitian menunjukkan bahwa gabungan beberapa komponen
bioaktif dapat memberikan efek sinergis sehingga meningkatkan aktivitas. Namun,
aplikasi klinis kurkuminoid sangat terbatas karena sulit larut dalam air dan sistem
bioavailabilitasnya yang rendah. Penggabungan kurkuminoid dengan makromolekul,
formulasi nano, siklodekstrin, liposom dan hidrogel telah terbukti meningkatkan
kelarutannya dalam air, dengan demikian meningkatkan waktu sirkulasi dan
bioavailabilitasnya (Dhule et al. 2012). Salah satu cara yang telah dikembangkan
adalah menggabungkan kurkuminoid ke dalam sistem pembawa nanopartikel lemak
padat (Waghmare et al. 2012). Mujib (2011) melakukan penelitian nanoemulsi
kurkuminoid temulawak tersalut lemak padat yang memperoleh nanoemulsi dengan
ukuran 199.03 ± 67.62 nm dan efisiensi penjerapan kurkuminoid sebesar 77.65%.
Nanoemulsi kurkuminoid temulawak memiliki aktivitas yang signifikan sebagai
antioksidan dan antiinflamasi (Wahid 2013; Maulia 2014). Hasil uji toksisitas akut
terhadap tikus sprague-dawley betina menunjukkan bahwa nanoemulsi kurkuminoid
temulawak tidak bersifat toksik (Ayuningtyas 2013). Namun, nanoemulsi tidak stabil
dalam waktu penyimpanan yang cukup lama (Shah et al. 2014), sehingga perlu dibuat
sediaan dalam bentuk serbuk. Sediaan serbuk obat memiliki beberapa keuntungan
antara lain mudah terdispersi, mudah dalam pemberian dosis dan stabil secara kimia.

Serbuk nanopartikel kurkuminoid temulawak diharapkan dapat digunakan
sebagai obat antikanker, sehingga perlu dilakukan uji aktivitasnya terhadap sel kanker.
Penelitian ini akan menguji aktivitas antikanker menggunakan sel HeLa. Penggunaan
sel tumor HeLa (sel tumor serviks) sebagai sel uji mengacu pada data WHO (2013)
yang menunjukkan tingginya tingkat kejadian penderita kanker serviks di dunia. Setiap
tahun, lebih dari 270.000 wanita meninggal karena kanker serviks. Kanker serviks
adalah penyakit kanker kedua terbesar yang dialami oleh wanita di dunia.
Perumusan Masalah
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tanaman obat yang
secara luas digunakan di Indonesia sebagai obat tradisional dalam pengobatan berbagai
macam penyakit. Ekstrak temulawak mengandung kurkuminoid yang telah diketahui
memiliki aktivitas antikanker dan antiinflamasi sehingga berpotensi digunakan sebagai
obat antikanker serviks. Namun, aplikasi klinis kurkuminoid sangat terbatas karena
bioavailabilitasnya yang rendah. Untuk mengatasi masalah tersebut, kurkuminoid
digabungkan ke dalam sistem pembawa nanopartikel lemak padat. Nanoemulsi
kurkuminoid temulawak tersalut asam palmitat telah berhasil dibuat dan diuji
aktivitasnya sebagai antioksidan dan antiinflamasi (Wahid 2013; Maulia 2014).
Namun, penggunaan nanoemulsi sebagai sediaan obat sangat terbatas karena tidak
stabil dalam waktu penyimpanan yang cukup lama, sehingga sediaan nanopartikel
dibuat dalam bentuk serbuk. Untuk mengetahui mutu sediaan nanopartikel maka perlu
dikarakterisasi dengan parameter indeks polidispersitas (IP), ukuran partikel,
morfologi dan efisiensi penjerapan. Aktivitas antikanker nanopartikel diuji
menggunakan sel HeLa dengan metode MTT assay.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengkarakterisasi serbuk nanopartikel kurkuminoid
temulawak dan menguji aktivitasnya terhadap sel HeLa.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang mutu sediaan
serbuk nanopartikel kurkuminoid sebagai sistem pembawa obat dan dapat dijadikan
sebagai obat antikanker serviks.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah nanopartikel kurkuminoid
temulawak memiliki ukuran kurang dari 200 nm dan seragam dengan efisiensi
penjerapan kurkuminoid di atas 70%. Pada uji sitotoksisitas, serbuk nanopartikel
kurkuminoid memiliki kemampuan penghambatan pertumbuhan sel HeLa yang lebih
tinggi dibandingkan dengan ekstrak.

2 METODE

Bahan
Bahan yang digunakan adalah simplisia temulawak Ciemas dari Pusat Studi
Biofarmaka (PSB), etanol 96%, n-heksan, asam palmitat (MERCK), poloksamer 188
(BASF), air Reverse Osmosys (RO), larutan metanol 99.99 %, maltodekstrin, sel HeLa,
doxorubicin, medium RPMI 1640, Fetal Calf Serum (FCS), streptomisin, penisilin,
dimetil sulfoksida (DMSO), HCl 0.1 N dalam isopropanol, MTT [3-(4,5dimetiltiazolil-2)-2,5- difeniltetrazolium bromida], tripsin, air laut dan air suling.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik, batch
pemanas, hotplate, pengaduk magnet, homogenizer (Dispergierstation TB.10 IKA),
ultrasonic processor (130 Watt 20 kHz, Cole-Parmer), mikrosentrifus (MIKRO 200R,
Hettich Zentrifugen), freeze dryer, particle size analyzer (Delsa NanoC, Beckman
Coulter), sentrifus, spektrofotometer UV-Vis (Ocean Optic USB4000), Transmission
Electron Microscopy (TEM) JEOL JEM 1400, pipet mikro, aerator, lampu TL dan alatalat gelas.
Prosedur Penelitian
Ekstraksi Temulawak (Sutrisno et al. 2008)
Sebanyak 100 g serbuk simplisia temulawak ukuran 40 mesh dimaserasi
dengan 1 L etanol 96% selama 24 jam. Maserat disaring dan filtratnya dikumpulkan
dalam labu ekstraksi. Ekstrak etanol hasil maserasi difraksinasi cair-cair dengan nheksana (1:1). Fraksi etanol yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan penguap
putar.
Analisis Kurkuminoid dengan HPLC (Jayaprakasha et al. 2002)
Sampel kurkuminoid hasil ekstraksi ditimbang sebanyak 50 mg dan dilarutkan
dengan metanol sampai volume 50 mL kemudian diencerkan 50 kali. Larutan dielusi
secara gradien pada HPLC, laju alir 1 ml/menit, dan detektor UV 425 nm. Standar
kurkuminoid dibuat dengan konsentrasi 0.5 ppm. Fase gerak terdiri dari metanol, asam
asetat 2%, asetonitril.
Produksi Nanopartikel Kurkuminoid Temulawak (Ekaputra 2013)
Fase lemak yang terdiri atas 1.0 g asam palmitat dan 0.1 g ekstrak kurkuminoid
dipanaskan sampai suhu 750C dan diultrasonikasi selama 5 menit. Fase berair yang
terdiri atas 0.5 g poloksamer 188, 0.5 g maltodekstrin dan 100 mL air reverse osmosis
(RO) dipanaskan pada suhu yang sama (750C) sambil diaduk. Fase lemak didispersikan
ke dalam fase berair kemudian diaduk pada suhu 750C selama 5 menit. Emulsi yang
dihasilkan dihomogenisasi dengan kecepatan 13500 rpm selama 5 menit kemudian

didinginkan pada suhu 10oC selama 1 jam. Emulsi diultrasonikasi dengan amplitudo
20% kemudian dikeringbekukan untuk mendapatkan serbuk nanopartikel.
Efisiensi Penjerapan (Yadav et al. 2008)
Dispersi nanopartikel kurkuminoid disentrifugasi dengan kecepatan 14000 rpm
pada suhu 4oC selama 40 menit dan supernatannya didekantasi. Residu dicuci dengan
metanol kemudian disentrifugasi kembali. Supernatan diukur absorbansinya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 425 nm. Larutan standar kurkuminoid
dibuat dari ekstrak kurkuminoid yang dilarutkan dalam larutan metanol. Efisiensi
penjerapan dihitung dengan persamaan:
K
y
% Efisiensi penjerapan =

%
K
y
Konsentrasi kurkuminoid terjerap dihitung menggunakan persamaan regresi
linear dari deret standar kurkuminoid.

Analsis Ukuran (Luo et al. 2006) dan Morfologi Nanopartikel
Diameter Nanopartikel ekstrak kurkuminoid ditentukan dengan Photon
Correlation Spectroscopy (PCS) menggunakan sebuah instrument laser light scattering
(LS230; COULTER) dengan sudut 90o pada suhu 25oC. Data analisis ukuran partikel
ditentukan menggunakan distribusi volume. Analisis morfologi menggunakan
Transmission Electron Microscopy (TEM) JEOL JEM 1400.
Uji Toksisitas Terhadap Larva Udang
Sebanyak 10 mg telur udang Arthemia salina Leach direndam dalam 400 mL
air laut yang telah disaring, kemudian diberi pencahayaan lampu TL dan diaerasi
selama 48 jam sampai telur udang menetas dan siap diujicobakan. Setelah larva udang
siap diujicobakan, sampel uji berupa nanopartikel dan kurkuminoid temulawak
disiapkan untuk konsentrasi 1000 ppm, 500 ppm, 100 ppm dan 10 ppm. Perlakuan
terhadap larva udang dilakukan dengan cara memasukkan 900 µL air laut yang berisi
10 larva ke dalam plate kemudian masing-masing ditambahkan 100 µL sampel uji.
Setiap sampel dilakukan ulangan sebanyak tiga kali. Tingkat kematian larva dihitung
pada setiap konsentrasi kemudian nilai LC50 dianalisis melalui persamaan regresi linear
antara konsentrasi dan persentase mortalitas.
Uji Sitotoksisitas terhadap Sel HeLa (Sari 2012)
Sel HeLa ditumbuhkan dalam medium penumbuh yang terdiri dari campuran
DMEM, FBS 10%, penisilin 100 U/mL, dan streptomisin 100 µg/mL dengan
konsentrasi 5000 sel dalam 100 ul media penumbuh pada suhu 37% sampai sel
mencapai konfluen 50%. Sel yang telah mencapai konfluen 50% (24 jam) dimasukkan
ke dalam plate biakan 96 sumur (96 wells tissue culture plate) kemudian ditambahkan
sampel uji sebanyak 100 µL/sumur dengan tiga kali pengulangan, lalu diinkubasi pada
suhu 37ºC selama 48 jam. Sampel yang diujikan berupa nanopartikel dan ekstrak
kurkuminoid masing-masing dengan konsentrasi 2000, 1000, 500, 250, 125, 62.5,
31.25, 15.625 ppm. Setelah 48 jam, reagen MTT (5 mg/mL) ditambahkan sebanyak 10
µL per sumur dan diinkubasi kembali pada suhu 37ºC selama 4 jam. Kristal formazan

yang terbentuk dilarutkan dengan penambahan HCl 0.1 N dalam isopropanol.
Pembacaan nilai absorbansi dilakukan pada panjang gelombang 595 nm. Hasil uji
berupa serapan kemudian dikonversikan dalam bentuk persen penghambatan
berdasarkan persamaan berikut:
OD
−OD
% Penghambatan =

%
OD

3

HASIL

Volt

Rendemen dan Kadar Kurkuminoid Ekstrak Temulawak Ciemas
Rendemen ekstrak yang diperoleh dari hasil ekstraksi sebesar 8.32%. Ekstrak
dianalisis menggunakan HPLC untuk memastikan komponen utama yang terkandung
pada ekstrak etanol rimpang temulawak yaitu kurkuminoid. Standar kurkuminoid yang
digunakan adalah standar kurkuminoid komersial yang memiliki tiga komponen yaitu
bisdemetoksikurkumin, demetoksikurkumin, dan kurkumin dengan waktu retensi (Rt)
berturut-turut 7.890 menit, 8.507 menit, dan 9.157 menit (Jayaprakarsha et al. 2002).
Kromatogram HPLC menunjukkan ekstrak mengandung bisdemetoksikurkumin,
demetoksikurkumin, dan kurkumin (Gambar 1). Berdasarkan hasil perhitungan, kadar
kurkuminoid temulawak Ciemas sebesar 71.686 mg/g dengan rincian kadar
bisdemetoksikurkumin sebesar 2.299 mg/g, demetoksikurkumin sebesar 13.658 mg/g
dan kurkumin sebesar 55.729 mg/g.

Kurku
min
Demet
oksi
Bisdem
etoksi
M

Volt

enit
a)

Menit
Gambar 1 Kromatogram HPLC (a) Ekstrak temulawak dan (b) standar
b)

kurkuminoid

Karakterisasi Nanopartikel Kuruminoid Temulawak
Nanopartikel yang diperoleh sebanyak 1.201 gram (Lampiran 3). Nanopartikel
dikarakterisasi dengan parameter Indeks Polidispersitas (IP), ukuran partikel,
morfologi dan efisiensi penjerapan. Nilai IP nanopartikel sebesar 0.216 dengan ukuran
648.4 ± 95 nm. Pengamatan morfologi nanopartikel dengan TEM ditunjukkan pada
Gambar 2. Nanopartikel tampak berupa bulatan-bulatan hitam. Efisiensi penjerapan
kurkuminoid dalam nanopartikel sebesar 29.8% (Tabel 1).
Tabel 1 Ukuran Partikel, Indeks Polidispersitas dan Efisiensi Penjerapan
Karakterisasi
Nanopartikel
Kurkuminoid
648.4 ± 95.0
Ukuran Partikel (nm)
0.216
Indeks Polidispersitas (IP)
29.8
Efisiensi Penjerapan (%)

Gambar 2 Morfologi nanopartikel kurkuminoid temulawak
Toksisitas Terhadap Larva Udang
Toksisitas ekstrak dan nanopartikel kurkuminoid temulawak diuji
menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Tingkat toksisitas
ditentukan dari nilai LC50. Dari analisis regresi antara konsentrasi dan persentase
mortalitas, nilai LC50 nanopartikel sebesar 828.78 ppm dan ekstrak temulawak sebesar
213.24 ppm (Gambar 3).

1000
900
800

L C50 (ppm)

700
600
500
400
300
200
100
0

Gambar 3 Nilai LC50 oleh perlakuan ekstrak ( ) dan nanopartikel ( )
Sitotoksisitas terhadap Sel HeLa
Uji sitotoksisitas terhadap sel HeLa menggunakan metode MTT. Hasil uji MTT
ekstrak dan nanopartikel berupa nilai absorbansi dari beberapa konsentrasi yang
kemudian dikonversi menjadi persen inhibisi (Gambar 4).
120
100

% Inhibisi

80
60
40
20
0
15,6
-20

31,25

62,5

125

250

500

1000

2000

Konsentrasi (ppm)

-40
-60

Gambar 4 Persentase inhibisi sel HeLa pada beberapa konsentrasi.
▲ Nanopartikel kurkuminoid

■ Ekstrak,

Hasil perlakuan terhadap sel dapat diamati melalui mikroskop (Gambar 5). Selsel yang hidup dan yang mati dapat dibedakan berdasarkan bentuknya. Sel-sel yang
hidup tampak melekat di bagian permukaan media tumbuh, saling menempel, dan
bentuknya jelas sebagaimana bentuk sel epitel. Sedangkan sel-sel yang telah
mengalami penghambatan dan mati tampak lepas dari permukaan media tumbuh, tidak
saling menempel dan tampak terdegradasi.

b) dengan nanopartikel
a) HeLa (a) Tanpa perlakuan (b) Perlakuan
Gambar 5 Sel

4

PEMBAHASAN

Kurkuminoid Ekstrak Temulawak Ciemas
Kurkuminoid merupakan salah satu bahan bioaktif utama dalam temulawak
yang berkhasiat sebagai obat (Hwang 2006). Kurkuminoid berperan pada penampakan
warna kuning tanaman curcuma yang terdiri atas tiga komponen utama yaitu kurkumin,
demetoksikurkumin, and bisdemetoksikurkumin (Gambar 6) (Mishra 2009).

Kurkumin

Demetoksikurkumin

Bisdemetoksikurkumin
Gambar 6 Struktur kimia komponen kurkuminoid

Kurkuminoid diperoleh dengan mengekstraksi simplisia temulawak dengan
metode maserasi menggunakan pelarut etanol kemudian difraksinasi cair-cair dengan
n-heksan. Ekstraksi dilakukan dengan etanol dimaksudkan agar senyawa kurkuminoid
tersari dengan baik (Jayaprakasha et al. 2002; Pothitirat & Gritsanapan 2005; Cahyono
2013). Etanol juga merupakan pelarut terbaik untuk mengekstrak simplisia tumbuhan
untuk tujuan obat herbal (Faraouq 2003). Ekstrak etanol yang diperoleh difraksinasi
cair-cair menggunakan n-heksana untuk menghilangkan komponen non polar lain yang
ikut terekstrak. Hasil analisis HPLC menunjukkan bahwa ekstrak temulawak dari
daerah
Ciemas
mengandung
kurkumin,
demetoksikurkumin,
and
bisdemetoksikurkumin (Gambar 1) dengan munculnya kromatogram dengan waktu
retensi 7.887 menit, 8.507 menit dan 9.153 menit.
Berdasarkan luas puncak pada kromatogram (Gambar 1) diketahui bahwa
kurkumin merupakan komponen terbesar pada kurkuminoid temulawak dari Ciemas.
Berbeda dengan standar, komponen terbesar pada kurkuminoid adalah
bisdemetoksikurkumin. Jika dibandingkan dengan rendemen ekstrak, kadar
kurkuminoid pada ekstrak cukup rendah yang hanya sebesar 7.16%. Ini menunjukkan
ekstrak yang diperoleh tidak hanya mengandung kurkuminoid tetapi juga komponen
lain. Komponen-komponen tersebut ikut terekstrak pada saat proses ekstraksi.
Temulawak diketahui mengandung beberapa komponen antara lain kurkuminoid, pati,
lemak dan protein (Suwiah 1991; Basalmah 2006).
Berdasarkan hasil penelitian ini juga diketahui bahwa temulawak dari daerah
Ciemas memiliki kadar kurkuminoid yang berbeda dengan daerah lain seperti
sukabumi dan wonogiri. Kadar kurkuminoid temulawak Ciemas sebesar 71.686 mg/g
sedangkan dari sukabumi dan wonogiri masing-masing sebesar 31.27 mg/g dan 75.78
mg/g (Nurcholis et al. 2012; Maulia 2014). Kemampuan suatu tanaman dalam
memproduksi metabolit sekunder termasuk kurkuminoid dipengaruhi oleh banyak
faktor diantaranya genetik, lingkungan, dan keseimbangan nutrisi karbon sehingga
kadar kurkuminoid temulawak dari daerah yang berbeda cenderung berbeda (Laitinen
et al. 2005; Lerdau 2002).
Nanopartikel Kurkuminoid Temulawak Tersalut Asam Palmitat
Nanopartikel Lemak padat (NLP) merupakan koloid pembawa sub mikron
dengan rentang ukuran 50 sampai 1000 nm, yang disusun oleh lipid fisiologis, yang
telah didispersikan dalam air atau larutan surfaktan berair. NLP terbentuk dari matriks
inti lipid padat yang distabilkan oleh surfaktan dan molekul lipofilik yang terlarut.
Kelompok lipid yang digunakan antara lain trigliserida (seperti tristearin, tripalmitin,
trilaurin), monogliserida (seperti gliseril monostearat), asam lemak (seperti asam
stearat, asam palmitat, asam oleat), steroid (seperti kolesterol), dan lilin (seperti setil
palmitat) (Rawat et al. 2011).
Beberapa metode yang telah dikembangkan untuk pembuatan NLP antara lain
homogenisasi tekanan tinggi, mikroemulsi, difusi emulsi pelarut, evaporasi
emulsifikasi pelarut, pengadukan kecepatan tinggi, dan ultrasonikasi. Teknik baru yang
juga digunakan dalam pembuatan NLP antara lain fluida superkritis, kontraktor

membran, injeksi pelarut, dan teknik emulsi ganda (Parhi & Suresh 2010). Pada
penelitian ini, nanopartikel kurkuminoid temulawak tersalut asam palmitat dibuat
dengan menggabungkan teknik homogenisasi kecepatan tinggi dan ultrasonikasi.
Penggabungan kedua teknik ini memiliki beberapa keuntungan antara lain sediaan
nanopartikel yang diperoleh memiliki ukuran partikel yang lebih kecil, peralatan yang
sederhana dan efektif untuk skala lab (Asawale et al. 2014).
Pembuatan nanopartikel kurkuminoid temulawak terdiri atas tiga tahapan
utama yaitu pembuatan emulsi, homogenisasi dan ultrasonikasi. Emulsi dibuat dengan
mencampurkan fase lemak (asam palmitat dan kurkuminoid) dengan fase air (air RO,
maltodekstrin dan poloksamer 188) pada suhu 75˚C. Formulasi dilakukan pada suhu
75˚C, yaitu ± 10˚C di atas titik leleh asam palmitat (63˚C) dimana fase lemak berada
pada kondisi cair ketika didispersikan ke dalam fase berair sehingga lemak cair akan
terdispersi dalam bentuk tetesan-tetesan kecil pada fase berair yang distabilkan oleh
pengemulsi (Anton et al. 2008). Poloksamer berfungsi sebagai pengemulsi yang
menstabilkan, mengontrol proses kristalisasi dan memperbaiki stabilitas kinetik
struktur partikel yang dihasilkan (Weiss et al. 2008). Polaksamer sering digunakan
sebagai pengemulsi pada formula obat karena tidak beracun, tidak menyebabkan iritasi
dan tidak dimetabolisme dalam tubuh (Rowe et al. 2009). Maltodekstrin berperan
sebagai bahan pengisi untuk membantu proses pengeringan sehingga sediaan
nanopartikel dapat dibuat dalam bentuk serbuk kering (Utomo 2013). Maltodekstrin
mempunyai kemampuan sebagai perekat, tidak memiliki warna dan bau yang tidak
enak serta tidak toksik (Jufri et al. 2004).
Emulsi yang diperoleh dihomogenisasi pada suhu rendah untuk menyatukan
fase lemak dengan fase air hingga homogen dan memecah partikel yang besar menjadi
lebih kecil. Hasil homogenisasi didinginkan agar tetesan-tetesan lemak yang terdispersi
pada fase cair dapat sesegera mungkin mengkristal dengan ukuran partikel kecil
sebelum tetesan-tetesan tersebut menggumpal kembali menjadi tetesan-tetesan yang
lebih besar (Anton et al. 2008). Untuk memperkecil ukuran, emulsi diultrasonikasi
pada amplitudo 20% yang merupakan kondisi ultrasonikasi terbaik tanpa merusak
stabilitas emulsi tersebut (Mujib 2011). Pada proses ultrasonikasi dihasilkan
gelombang ultrasonik yang menyebabkan aliran cairan berkecepatan sangat tinggi oleh
kavitasi ultrasonik sehingga membuat partikel-partikel bertubrukan satu sama lain
hingga kecepatan 1000 km/jam. Hal tersebut menyebabkan rusaknya gaya van der
Waals bahkan ikatan utama dalam partikel sehingga partikel besar mengalami
pengikisan atau pengecilan ukuran (Hielscher 2005).
Karakterisasi Nanopartikel Kurkuminoid Temulawak
Karakterisasi merupakan hal yang sangat penting untuk mengetahui mutu suatu
sediaan nanopartikel dalam penggunaannya sebagai pembawa obat. Nanopartikel
dikarakterisasi dengan parameter Indeks Polidispersitas (IP), ukuran partikel,
morfologi dan efisiensi penjerapan. Ukuran partikel dari nanopartikel lemak padat
berkaitan erat dengan penyerapannya di dalam tubuh. Kecilnya ukuran partikel akan
meningkatkan luas permukaaan yang menyebabkan kelarutan tinggi sehingga
memudahkan partikel tersebut untuk diserap kedalam tubuh (Awad et al. 2008) dan

meningkatkan efektivitas pengobatan (Yen et al. 2008). Nanopartikel kurkuminoid
temulawak yang diperoleh sebesar 648.4 ± 95 nm. Ukuran tersebut masih berada dalam
rentang ukuran nanopartikel lemak padat yang yaitu 50-1000 nm (Ekambram et al.
2012). Namun, ukuran nanopartikel yang diperoleh lebih besar dibandingkan dengan
hasil penelitian sebelumnya. Mujib (2011) dan Ekaputra (2013) memperoleh
nanopartikel kurkuminoid temulawak masing-masing 199.03 ± 67.62 nm dan 166.17 ±
39.64 nm. Pada penelitian ini, nanopartikel ditambahkan maltodekstrin sebagai bahan
pengisi sehingga terjadi pertambahan ukuran. Penelitian ini sejalan dengan penelitian
Huda (2012) yang melakukan pembuatan nanopartikel kurkumin tersalut lipid padat
dengan penambahan maltodekstrin, mendapatkan ukuran rata-rata 690.4 nm.
Dewantari et al (2013) juga melaporkan bahwa nanopartikel ekstrak sirih merah yang
ditambahkan dengan bahan pengisi maltodekstrin memiliki ukuran yang lebih besar
dibandingkan dengan tanpa bahan pengisi.
Keseragaman ukuran partikel ditentukan dari nilai indeks polidispersitas (IP)
partikel tersebut. Indeks polidispersitas adalah nilai yang menyatakan distribusi ukuran
partikel. Nilai IP kurang dari 0.3 menunjukkan bahwa ukuran partikel mempunyai
distribusi yang sempit (Yen et al. 2008). Dari hasil analisis PSA diperoleh nilai IP
nanopartikel 0.219 (Tabel 1) yang menunjukkan ukuran partikel berada pada distribusi
yang sempit. Ukuran nanopartikel yang cukup seragam terlihat dari hasil analisis TEM
(Gambar 2).
Terdapat korelasi antara efisiensi penjerapan dengan pelepasan obat, efisiensi
penjerapan yang tinggi akan meningkatkan pelepasan obat (Sonaje et al. 2008). Oleh
karena itu, efisiensi penjerapan kurkuminoid dalam nanopartikel perlu diketahui.
Kurkuminoid yang terjerap ditentukan dengan metode langsung yaitu mengukur
jumlah kurkuminoid yang terjerap dalam fase lemak. Dari hasil perhitungan diperoleh
efisiensi penjerapan kurkuminoid dalam nanopartikel sebesar 29.8% (Tabel 1) yang
lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Mujib (2011) dan Ekaputra (2013)
yang mendapatkan efisiensi penjerapan kurkuminoid masing-masing sebesar 77.65%
dan 86.02%. Hal ini disebabkan karena kurukuminoid dalam fase lemak tidak larut
sempurna sehingga sebagian kurkuminoid tidak terjerap. Menurut Parhi dan Suresh
(2010), efisiensi penjerapan dipengaruhi oleh kelarutan senyawa bioaktif di dalam
lemak cair. Apabila tidak larut sempurna dalam lemak cair, maka sebagian senyawa
bioaktif akan terlepas dari matriks lemak dan terlarut dalam media pendispersi yang
distabilkan oleh pengemulsi.
Aktivitas Antikanker Nanopartikel Kurkuminoid Temulawak
Penapisan awal tingkat toksisitas nanopartikel kurkuminoid temulawak diuji
menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). BLST merupakan metode
yang sering digunakan untuk penapisan awal bahan yang toksik seperti ekstrak fungi,
tumbuhan, logam berat, pestisida, substansi toksin dari sianobakteri (Carballo et al.
2002). Uji toksisitas dengan metode BSLT ini memiliki cakupan aktivitas farmakologi
yang luas, cepat, murah, prosedurnya sederhana dan hasilnya dapat dipercaya. Selain
itu, metode ini sering digunakan sebagai metode penapisan senyawa antikanker karena
bahan yang toksik menurut metode ini seringkali berkorelasi positif sebagai antikanker.

Tingkat toksisitas ditentukan dari nilai LC50. Suatu fraksi atau ekstrak dikatakan aktif
bila mempunyai nilai LC50 ≤ 1000 µg/mL (Meyer 1982; Alam 2002). Berdasarkan hasil
uji BSLT diperoleh LC50 nanopartikel sebesar 828.78 ppm dan ekstrak temulawak
sebesar 213.24 ppm (Gambar 4). Jika dikonversi berdasarkan konsentrasi ekstrak,
nilai LC50 nanopartikel sebesar 0.83 ppm sedangkan ekstrak sebesar 213.24 ppm. Ini
menunjukkan bahwa nanopartikel lebih toksik dibandingkan dengan ekstrak. Meyer et
al (1982) menyatakan bahwa ekstrak dengan LC50 < 30 ppm termasuk kategori sangat
toksik, sedangkan 31 ppm < LC50 ≤ 1000 ppm termasuk kategori cukup toksik. Dengan
demikian, baik ekstrak maupun nanopartikel termasuk kategori cukup toksik karena
LC50 berada pada rentang 31 ppm < LC50 ≤ 1000 ppm. Tingkat toksisitas ekstrak
temulawak Ciemas pada penelitian ini lebih rendah daripada ekstrak Ciemas hasil
penelitian sebelumnya yaitu 90.33 ± 23.9 ppm (Permasku 2014). Perbedaan tingkat
toksisitas ini disebabkan oleh perbedaan kandungan komponen bioaktif pada
temulawak walaupun dari aksesi yang sama.
Ekstrak dan nanopartikel kurkuminoid temulawak mempunyai efek toksik
karena memiliki LC50 lebih kecil dari 1000 ug/ml, sehingga dapat diteliti lebih lanjut
efeknya toksiknya terhadap sel kanker. Efek toksik terhadap sel kanker diuji
menggunakan sel HeLa dengan metode MTT. Sel HeLa merupakan sel yang
diturunkan dari sel epitel kanker rahim (serviks) yang diisolasi dari rahim wanita
penderita kanker leher rahim bernama Henrietta Lacks. Sel ini merupakan sel epitelial
yang terifeksi oleh Human Paviloma Virus (HPV) tipe 18. Sel ini bersifat immortal dan
sangat agresif sehingga mudah untuk dikultivasi. Sel HeLa dapat tumbuh dalam
berbagai media kultur sel, tetapi semua sel HeLa diturunkan dari keturunan yang sama
(Goodwin & DiMaio 2000).
Metode MTT didasarkan pada prinsip kolorimetri. Dalam sel hidup, senyawa
MTT yang berwarna kuning dan larut air akan direduksi oleh enzim mitokondrial
reduktase membentuk formazan berwarna biru yang tidak larut air. Intensitas warna
biru yang terbentuk berbanding lurus dengan jumlah sel hidup yang aktif melakukan
metabolisme. Kadar dari formazan ditetapkan secara spektrofotometrik dengan
panjang gelombang 595 nm (Mosmann 1983). Hasil pengukuran serapan berdasarkan
uji MTT menunjukkan adanya aktivitas penghambatan pertumbuhan sel HeLa akibat
pengaruh paparan sampel. Aktivitas penghambatan tertinggi oleh perlakuan sediaan
nanopartikel pada konsentrasi 2000 ppm dengan persentase inhibisi 93.43%,
sedangkan oleh ekstrak pada konsentrasi 62.5 ppm dengan persentase inhibisi 93.30%.
Jika dikonversi berdasarkan konsentrasi ekstrak, maka aktivitas penghambatan
tertinggi oleh perlakuan nanopartikel pada konsentrasi 2 ppm sedangkan oleh ekstrak
pada konsentrasi 62.5 ppm. Ini menunjukkan bahwa kemampuan nanopartikel
kurkuminoid dalam menghambat pertumbuhan sel HeLa lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak, sejalan dengan hasil uji BSLT yang menunjukkan nanopartikel lebih
toksik dibandingkan dengan ekstrak. Hal ini disebabkan karena nanopartikel dapat
masuk ke dalam sel membawa kurkuminoid dengan mekanisme endositosis.
Nanopartikel diproses melalui interaksi spesifik antara permukaan nanopartikel dan
reseptor permukaan sel yang selanjutnya mengaktifkan berbagai jalur pensinyalan.
Selain mekanisme endositosis, nanopartikel juga dapat masuk ke dalam sel melalui
penetrasi bilayer pasif. Kemampuan nanopartikel untuk melekat dan melewati

membran sel bergantung pada karakteristik fisikokimianya berupa ukuran, komposisi
dan muatan permukaannya. Nanopartikel yang ukurannya kecil (< 200 nm) mudah
melewati membran sel, sedangkan yang berukuran besar dapat melewati membran
dengan menginduksi deformasi membran sel (Tsuda et al. 2015). Komposisi dan
muatan partikel mempengaruhi pengambilan partikel. Partikel yang hidrofob akan
diabsorbsi lebih cepat daripada partikel yang permukaanya bersifat hidrofil.
Meningkatkan hidrofobisitas partikel menambah permeabilitas melalui mukus tetapi
mengurangi translokasi melalui dan melintasi sel absorbsi. Karena itu, kesetimbangan
sifat hidrofil-lipofil optimum merupakan sifat yang perlu dimiliki matriks penyusun
nanopartikel (Bhardwaj & Kumar 2006).
Gambar 4 merupakan kurva hubungan antara konsentrasi sampel dan
persentase inhibisi terhadap sel HeLa. Pada perlakuan dengan nanopartikel, terdapat
nilai persentase inhibisi yang negatif yaitu pada konsentrasi 15.6 ppm sampai 62.5
ppm. Artinya, tingkat pertumbuhan sel perlakuan lebih tinggi dibandingkan sel kontrol.
Hal ini disebabkan pembacaan absorbansi oleh spektrofotometer dipengaruhi warna zat
bioaktif. Berdasarkan kurva tersebut juga diketahui bahwa terdapat perbedaan
kecenderungan aktivitas penghambatan pertumbuhan sel antara sediaan nanopartikel
dengan ekstrak. Sediaan nanopartikel menunjukkan aktivitas penghambatan
pertumbuhan sel meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi sampel.
Pertambahan jumlah konsentrasi akan meningkatkan jumlah senyawa sehingga tingkat
toksisitas semakin meningkat. Namun pada perlakuan dengan ekstrak, terjadi
peningkatan penghambatan pertumbuhan sel sampai pada konsentrasi 62.5 ppm
kemudian mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya konsentrasi ekstrak.
Fenomena ini kemungkinan disebabkan ekstrak bersifat menghambat pertumbuhan sel
pada konsentrasi rendah tetapi menstimulasi pertumbuhan sel pada konsentrasi tinggi
(Sajuthi 2001).
Mekanisme penghambatan kurkuminoid temulawak terhadap sel HeLa belum
diketahui. Namun, penelitian menunjukkan bahwa kurkumin sebagai salah satu
komponen kurkuminoid temulawak sangat berperan dalam meregulasi aktvitas jalur
NF-κB dan Akt pada sel HeLa yang memicu terjadinya proses apoptosis dan
menghambat proliferasi sel (Sreekanth et al. 2011). Mekanisme lain yang mungkin
adalah menghambat aktivitas telomerase. Sel kanker serviks yang diinfeksi HPV
diketahui mengekspresikan onkogen E6. Protein E6 menstimulasi aktivitas enzim
telomerase (DeFilippis et al. 2003). Ramachandran et al (2002) melaporkan bahwa
kurkumin mampu menghambat aktivitas telomerase pada sel kanker payudara MCF-7.
Kurkumin juga diketahui menghambat aktivitas telomerase pada sel neuroblastoma
manusia (Aravindan et al. 2011). Hal ini juga didukung hasil simulasi docking yang
menunjukkan kurkumin memiliki interaksi dengan kestabilan yang baik terhadap
enzim 12-lipoksigenase yang berperan pada proses inflamasi (Syahputra 2014).

5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Nanopartikel kurkuminoid temulawak dari Ciemas telah berhasil
dikarakterisasi dan diuji aktivitasnya terhadap sel line kanker serviks. Nanopartikel
yang diperoleh memiliki ukuran 648.4 ± 95 nm. Ukuran nanopartikel cukup seragam
dengan indeks polidispersitas 0.216. Efisiensi penjerapan kurkuminoid dalam
nanopartikel sebesar 29.80%. Baik ekstrak maupun nanopartikel termasuk kategori
cukup toksik karena LC50 berada pada rentang 31 ppm < LC50 ≤ 1000 ppm. Serbuk
nanopartikel dan ekstrak kurkuminoid temulawak memiliki aktivitas terhadap sel
HeLa. Serbuk nanopartikel kurkuminoid dapat mengambat pertumbuhan sel HeLa
sebesar 93.43% pada konsentrasi 2 ppm, sedangkan ekstrak kurkuminoid dapat
menghambat pertumbuhan sel HeLa sebesar 93.30% pada konsentrasi 62.5 ppm.
Saran
Ekstrak temulawak Ciemas sangat sedikit larut dalam fase lemak sehingga
perlu dilakukan optimasi pada saat ultrasonikasi. Pada penentuan efisiensi penjerapan,
pellet nanopartikel kurkuminoid perlu disentrifugasi 3-4 kali. Tahap lanjutan pada
pengujian secara in vivo sangat diperlukan sehingga sediaan nanopartikel kurkumnoid
temulawak dapat digunakan sebagai sediaan obat antikanker serviks.

DAFTAR PUSTAKA

Alam G. 2002. Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) sebagai bioassay dalam isolasi
senyawa bioaktif dari bahan alam. Majalah Farmasi dan Farmakologi. 6(2):432435.
Ayuningtyas N. 2013. Karakterisasi dan toksisitas akut nanopartikel kurkuminoid
tersalut lemak padat terhadap tikus Sprague-Dawley betina [Skripsi]. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Anton N, Benoit JP, Saulnier P. 2008. Design and production of nanoparticles
formulated from nano-emulsion templates–a review. J Control Rel. 128: 185–
199.
Aravindan N, Veeraraghavan J, Madhusoodhanan R, Herman T, Natarajan M. 2011.
Curcumin regulates low-linear energy transfer γ-radiationinduced NF-κBdependent telomerase activity in human neuroblastoma cells. Int J Radiat Oncol
Biol Phys. 79(4):1206–1215.
Asawale RH, Meshram JH, Kumbhar VB. 2014. Solid lipid nanoparticle as drug
delivery system: an overview. Pharmacie Globale (IJCP). 5(1):1-10.
Awad T, Helgason T, Kristbergsson K, Decker EA, Weiss J, McClements DJ. 2008.
Solid lipid nanoparticles as delivery systems for bioactive food components.
Food Biophys. 3:146–154.
Banerjee M, Tripathi LM, Srivastava VM, Puri A, Shukla R. 2003. Modulation of
inflammatory mediators by ibuprofen and curcumin treatment during chronic
inflammation in rat. Immunopharm. Immunotox. 25:213–224.
Bhardwaj V. and Kumar MNVR. 2006. Nanoparticle technology for drug delivery;
Polymeric nanoparticles for oral drug delivery. Taylor and Francis Group. New
York. E-book. http://ajprd.com/downloadebooks_pdf/49.pdf.
Basalmah RS. 2006. Optimalisasi kondisi ekstraksi kurkuminoid temulawak: waktu,
suhu, dan nisbah. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Basnet P and Basnet NS. 2012. Curcumin: A Challenge in cancer treatment-A review.
JNPA.26(1):19-47.
Cahyono B, Huda MDK, Limantara L. 2011. Pengaruh proses pengeringan rimpang
temulawak (curcuma xanthorriza roxb) terhadap kandungan dan komposisi
kurkuminoid. Reaktor. 13(3):165-171.
Carballo J, Hernandez-Inda ZL, Perez P, and Garcia-Gravalos MD, 2002. A
comparison between two brine shrimp assays to detect in vitro cytotoxicity in
marine natural products. BMC Biotechnol. 2(1): 17 pp.
Dewantari KT, Yuliani S, Yasni S. 2013. Ekstraksi dan karakterisasi nanopartikel
ekstrak sirih merah (Piper crocatum). J Pas Pan. 10(2):58-65.
DeFillippis RA, Goodwin EC, Wu L, DiMaio D. 2003. Endogenous human
papillomavirus E6 and E7 proteins differentially regulate proliferation,
senescence, and apoptosis in HeLa cervical carcinoma cells. J Virol. 77(2):15511563.
Dhule SS, Penfornis P, Frazier T, Walker R, Fieldman J, Tan G, He J, Alb A, John V,
Pochampally R. 2012. Kurkumin-loaded gamma(γ)-cyclodextrin liposomal

nanoparticles as delivery vehicles for osteosarcoma. Nanomed: Nanotech, Biol,
and Med. 8:440-451.
Ekambaram P, Sathali AAH, Priyanka K. 2012. Solid lipid nanoparticles: A review.
Sci. Revs. Chem. Commun. 2(1):80-102.
Ekaputra HR. 2013. Optimisasi dan karakterisasi nanokurkuminoid tersalut asam
palmitat [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Faraouq. 2003. Ekstrak sebagai salah satu pengembangan bentuk obat tradisional.
Dalam: Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXIII. Jakarta.
Hal: 45-52.
Goodwi EC, DiMaio D. 2000. Repression of human papillomavirus oncogenes in HeLa
cervical carcinoma cells causes the orderly reactivation of dormant tumor
suppressor pathways. Biochem. 97(23):125-136.
Hielscher T. 2005. Ultrasonic production of nano-size dispersions and emulsions.
women
[Internet].
[diunduh
20
Mei
2015].
Tersedia
pada
http://www.hielscher.com.
Hwang J, Shim J, Pyun Y. 2000. Antibacterial activity of xanthorrhizol from curcuma
xanthorrhiza against oral pathogens. Fitoterapia. 71: 321-323.
Hwang, J.K. 2006. Xanthorrizol; A new bioactive natural compound. Departement of
Biotechnology, Yonsei University, Yonsei.
Huda M. 2012. Pembuatan nanopartikel lipid padat untuk meningkatkan laju disolusi
kurkumin [Skripsi]. Depok: Universitas Indonesia.
Jayaprakasha GK, Jaganmohan RL, Sakariah KK. 2002. Improved HPLC method for
the determination of curcumin, demethoxycurcumin and bisdemethoxycurcumin.
J Agric Food Chem. 50:3668–3672.
J