Aktivitas Antiinflamasi Sediaan Nanopartikel Ekstrak Kurkuminoid Temulawak Tersalut Asam Palmitat secara In Vivo

AKTIVITAS ANTIINFLAMASI SEDIAAN NANOPARTIKEL
EKSTRAK KURKUMINOID TEMULAWAK TERSALUT
ASAM PALMITAT SECARA IN VIVO

PRADITA MAULIA

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas Antiinflamasi
Sediaan Nanopartikel Ekstrak Kurkuminoid Temulawak Tersalut Asam Palmitat
secara In Vivo adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Pradita Maulia
NIM G84100006

4

ABSTRAK
PRADITA MAULIA. Aktivitas Antiinflamasi Sediaan Nanopartikel Ekstrak
Kurkuminoid Temulawak Tersalut Asam Palmitat secara In Vivo. Dibimbing oleh
WARAS NURCHOLIS dan POPI ASRI KURNIATIN.
Rimpang temulawak mengandung kurkuminoid yang memiliki aktivitas
farmakologis sebagai antiinflamasi. Akan tetapi, secara oral bioavailabilitas
kurkuminoid sangat rendah di dalam tubuh tikus dan manusia. Masalah ini dapat
diatasi dengan penggabungan senyawa kurkuminoid ke dalam sistem koloid
pembawa yaitu nanopartikel lemak padat, lebih dikenal sebagai solid lipid
nanoparticle (SLN). Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antiinflamasi

sediaan nanopartikel ekstrak kurkuminoid temulawak tersalut asam palmitat secara
in vivo. Aktivitas antiinflamasi nanopartikel diuji dengan melihat kemampuan
sediaan nanopartikel dalam mengurangi pembengkakan (edema) pada kaki tikus
akibat induksi karagenan 1%. Nanopartikel kurkuminoid temulawak berhasil dibuat
dengan rata-rata ukuran sebesar 99.78 nm dan indeks polidispersitas sebesar
0.3550. Sediaan nanopartikel kurkuminoid temulawak dapat meningkatkan
aktivitas antiinflamasi senyawa kurkuminoid. Hasil penelitian menunjukkan
persentase daya antiinflamasi sediaan nanopartikel kurkuminoid temulawak
Wonogiri terbesar setara dengan Na-diklofenak.
Kata kunci: antiinflamasi, asam palmitat, kurkuminoid, nanopartikel

ABSTRACT
PRADITA MAULIA. In Vivo Anti-Inflammatory Activity of Temulawak
Curcuminoid Extract Nanoparticles Coated with Palmitic Acid. Supervised by
WARAS NURCHOLIS and POPI ASRI KURNIATIN.
Temulawak rhizome contains curcuminoid which have pharmacological
activities as an anti-inflammatory. However, oral bioavailability of curcuminoid are
very low in the rat and human body. This problem can be overcome by the
incorporation of curcuminoid compounds in colloidal carrier systems known as
solid lipid nanoparticle (SLN). The objective of this research was to determine the

in vivo anti-inflammatory activity of temulawak curcuminoid extract nanoparticles
coated with palmitic acid. The in vivo anti-inflammatory activity of this
nanoparticle was evaluated by measuring the ability of nanoparticles in reducing
swelling (edema) in paw rats because of carrageenan induced 1%. Nanoparticles of
curcuminoid temulawak successfully made with the average size of 99.78 nm and
polydispersity index of 0.3550. Nanoparticles curcuminoid can increase the antiinflammatory activity of curcuminoid compounds. The results confirmed, the
largest percentage of anti-inflammatory power of nanoparticle curcuminoid extract
equivalent to Na-diclofenac.
Keywords: anti-inflammatory, curcuminoids, nanoparticles, palmitic acid

6

AKTIVITAS ANTIINFLAMASI SEDIAAN NANOPARTIKEL
EKSTRAK KURKUMINOID TEMULAWAK TERSALUT
ASAM PALMITAT SECARA IN VIVO

PRADITA MAULIA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Aktivitas Antiinflamasi Sediaan Nanopartikel Ekstrak Kurkuminoid
Temulawak Tersalut Asam Palmitat secara In Vivo
Nama
: Pradita Maulia
NIM
: G84100006

Disetujui oleh

Waras Nurcholis, SSi, MSi


Popi Asri Kurniatin, SSi, Apt, MSi

Pembimbing I

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Made Artika, MAppSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

8

PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, pencipta semesta alam
yang telah mencurahkan nikmat dan karunia-Nya yang begitu banyak dalam
kehidupan penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian ini sesuai

dengan waktu yang telah direncanakan. Tema yang dipilih ialah mengenai
antiinflamasi dengan judul Aktivitas Antiinflamasi Sediaan Nanopartikel Ekstrak
Kurkuminoid Temulawak Tersalut Asam Palmitat secara In Vivo. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Februari hingga bulan Mei 2014 di Laboratorium Pusat
Studi Biofarmaka, Taman Kencana, Bogor dan Laboratorium Kimia Fisik,
Departemen Kimia, IPB, Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan pada Bapak Waras Nurcholis, SSi, MSi dan
Ibu Popi Asri Kurniatin, SSi, Apt, MSi selaku pembimbing pertama dan kedua yang
telah memberikan banyak masukan baik bersifat teori maupun praktek. Ucapan
terimakasih juga penulis sampaikan kepada Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI)
atas beasiswa BIDIK MISI yang telah diberikan kepada penulis. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis, keluarga besar Pusat
Studi Biofarmaka (PSB), drh. Dian, Pak Mul, Mas Ndi, Mbak Lela, Bu Nunuk,
Staff Laboratorium Kimia Fisik, Pak Mail, Teman dekat, Naila, Mbak Rini, Aji,
Gia, Ayu, Lidya, Emi, Sylvia, dan semua teman-teman Biokimia 47, serta temanteman Escifion atas do’a, dukungan, dan dorongan semangat dalam penulisan
penelitian ini.
Penulis sadar bahwa tulisan dalam skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu saran maupun kritik yang bersifat membangun
penulis harapkan dari semua pihak. Semoga penelitian ini bermanfaat.


Bogor, September 2014
Pradita Maulia

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Alat
Bahan
Prosedur Penelitian
HASIL
Kadar Air dan Rendemen Ekstrak Temulawak Wonogiri
Kadar Kurkuminoid Ekstrak Temulawak Wonogiri
Karakterisasi Nanopartikel Kurkuminoid Tersalut Asam Palmitat
Volume Kaki Tikus Setelah Induksi Karagenan 1%
Persentase Daya Antiinflamasi
PEMBAHASAN
Ekstrak Rimpang Temulawak
Kadar Kurkuminoid Ekstrak Temulawak

Nanopartikel Kurkuminoid Tersalut Asam Palmitat
Volume Edema Kaki Tikus Setelah Induksi Karagenan 1%
Persentase Daya Antiinflamasi
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

1
2
2
2
2
2
5
5
5
5

6
7
7
7
8
9
10
11
13
13
13
13
16
25

10

DAFTAR GAMBAR
1 Kadar senyawa kurkuminoid pada temulawak Wonogiri
5

2 Emulsi nanopartikel kurkuminoid tersalut lemak padat
6
3 Kurva perbandingan volume edema rata-rata tiap kelompok terhadap
waktu setelah induksi karagenan 1%
6
4 Kurva persentase daya antiinflamasi rata-rata tiap kelompok terhadap
waktu setelah induksi karagenan
7
5 Biosintesis prostaglandin
11

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Gambaran umum penelitian

Kadar air simplisia
Rendemen hasil ekstraksi
Kadar kurkuminoid ekstrak temulawak Wonogiri
Dosis dan volume pemberian ekstrak pada tikus
Volume kaki tikus jam ke-0 sampai jam ke-6 pada semua kelompok
perlakuan
7 Volume edema kaki tikus jam ke-0 sampai jam ke-6 pada semua
kelompok perlakuan
8 Persentase daya antiinflamasi rata-rata pada semua kelompok
perlakua
9 Dokumentasi alat pletismometer

17
18
18
18
22
23
24
25
25

PENDAHULUAN
Inflamasi atau radang merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh
untuk menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada tempat cedera
serta mempersiapkan keadaan selanjutnya yang dibutuhkan untuk memperbaiki
jaringan. Selama proses inflamasi, biasanya akan menimbulkan bengkak, nyeri,
kemerahan, panas, dan terganggunya fungsi jaringan (Hidayati et al. 2008). Jika hal
ini terjadi secara berlebihan, maka akan menimbulkan efek buruk bagi penderita,
salah satunya nyeri yang amat sangat. Masyarakat sering menggunakan obat-obatan
sintetik antiinflamasi golongan non-steroid atau yang lebih dikenal dengan nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs), seperti asam asetilsalisilat atau
aspirin, ibuprofen, dan natrium diklofenak untuk mengatasi rasa nyeri akibat
peradangan.
Obat-obatan NSAIDs bekerja dengan cara menghambat enzim
siklooksigenase yang berperan pada biosintesis prostaglandin yang merupakan
mediator atau substansi radang. Akan tetapi, penggunaan NSAIDs dalam jangka
panjang dapat mengakibatkan berbagai efek samping, yaitu gangguan saluran
cerna, kerusakan pada ginjal, dan gangguan kardiovaskuler (Haghighi et al. 2005).
Oleh sebab itu, penggunaan obat tradisional dapat menjadi salah satu alternatif.
Salah satu tanaman yang dapat digunakan untuk menggantikan obat sintetik
antiinflamasi adalah temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.). Rimpang
temulawak diketahui mempunyai kandungan metabolit sekunder berupa
kurkuminoid yang diketahui memiliki aktivitas farmakologis sebagai antiinflamasi
(Quiles et al. 2002). Kurkuminoid yang terkandung dalam temulawak asal
Wonogiri sebesar 20.04 mg/g dengan aktivitas antiinflamasi yang diuji secara in
vitro, pada konsentrasi 100 ppm memiliki persen inhibisi sebsar 47.45% (Kusuma
2012). Aktivitas farmakologis lain kurkuminoid adalah chemosensitising,
radiosensitising, penyembuhan luka, antijamur, antimikroba, imunomodulator,
antioksidan, antihepatotoksik, dan antikanker (Narlawar et al. 2008).
Kurkuminoid mempunyai efek biologis, tetapi secara oral bioavailabilitas
kurkuminoid sangat rendah di dalam tubuh tikus dan manusia (Chirio et al. 2011).
Masalah ini dapat diatasi dengan penggabungan senyawa kurkuminoid ke dalam
sistem koloid pembawa (Ekambaram et al. 2012). Sistem koloid pembawa
digunakan karena bioavailabilitas obat atau vaksin mengalami hambatan epithelial
pada jalur gastrointestinal dan terdegradasi dalam jalur gastrointestinal oleh enzim
pencernaan (Jung 2000). Salah satu sistem penghantaran obat adalah nanopartikel
lemak padat, lebih dikenal sebagai solid lipid nanoparticle (SLN). Mujib (2011)
melakukan penelitian tentang nanopartikel kurkuminoid tersalut lemak padat dan
menghasilkan efisiensi penjerapan nanopartikel kurkuminoid yang tinggi yaitu
sebesar 77.65% dengan ukuran (199.03 ± 67.62) nm.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antiinflamasi sediaan
nanopartikel ekstrak kurkuminoid temulawak tersalut asam palmitat secara in vivo.
Sediaan nanopartikel ini diharapkan mampu menghambat terjadinya inflamasi
melalui pengurangan edema pada kaki tikus yang diinduksi karagenan 1%.

2

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Pusat Studi Biofarmaka,
Taman Kencana-Bogor dan Laboratorium Kimia Fisik, Departemen Kimia, IPB.
Penelitian ini berlangsung dari bulan Fabruari sampai Mei 2014.

Alat
Alat-alat yang digunakan adalah peralatan kaca, penguap putar (Buchi R114), batch pemanas, hotplate, pengaduk magnet (magnet stirrer), penyaring
vakum, homogenizer (Dispergierstation TB.10 IKA), ultrasonic processor (130
Watt 20 kHz, Cole-Parmer), particle size analyzer (Delsa NanoC, Beckman
Coulter), kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC Water 2487 Dual λ Absorbance
Detector, Hitachi), kandang tikus, pletismometer, sarung tangan, sonde oral,
timbangan tikus, dan coolbox.

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah rimpang temulawak asal Wonogiri
dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB), asam palmitat (Merck), poloksamer 188
(BASF), air reverse osmosys (RO), tikus putih jantan galur Sparague Dawley yang
diperoleh dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berumur 2 bulan,
sehat, memiliki aktivitas normal, dan mempunyai bobot badan antara 189 gram-285
gram, etanol 96%, n-heksana, karagenan 1% dalam larutan garam fisiologis (NaCl
0.9%), box kandang tikus, natrium diklofenak, pakan standar, dan sekam.

Prosedur Penelitian
Pengukuran Kadar Air (AOAC 2005)
Cawan porselin kosong yang telah bersih dikeringkan di dalam oven pada
suhu 105ºC selama 30 menit. Cawan tersebut kemudian didinginkan di dalam
eksikator dan ditimbang sebagai bobot cawan kosong. Sebanyak 3 g serbuk
simplisia ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan, kemudian dikeringkan pada
suhu 105ºC selama 3 jam di dalam oven. Setelah itu, cawan yang berisi simplisia
didinginkan dalam eksikator dan ditimbang kembali sebagai bobot kering sampel.
Penentuan kadar air sampel dilakukan sebanyak tiga kali ulangan sampai bobot
simplisia konstan.
B-(C-A)
Kadar Air (%) =
x100%
A
B
C
A

= bobot sampel (gram)
= bobot cawan + isi (gram)
= bobot cawan kosong

3

Ekstraksi Kurkuminoid (Sutrisno et al. 2008)
Serbuk rimpang temulawak kering sebanyak 100 g diekstraksi secara
maserasi dengan etanol 96% selama 24 jam perbandingan 1:10. Ekstrak disaring
dan filtratnya dikumpulkan dalam labu ekstraksi. Ekstrak etanol hasil maserasi
diekstraksi cair-cair dengan n-heksana (1:1). Fraksi etanol kemudian dipekatkan
dengan penguap putar (rotary evaporator).
Analisis Kurkuminoid Rimpang Temulawak dengan HPLC (Jayaprakasha et
al. 2002)
Sebanyak 0.05 g sampel ditimbang dan dilarutkan ke dalam 50 mL metanol.
Larutan disaring dengan kertas saring 0.45 µm, kemudian dimasukkan ke dalam
vial HPLC. Sebanyak 20 µL diinjeksikan ke dalam kolom HPLC. Standar
kurkuminoid dibuat dengan konsentrasi 0.5 ppm. Fase diam yang digunakan adalah
senyawa C18, sedangkan fase geraknya adalah metanol. Panjang diameter kolom
25 x 4.6 mm, laju alir 1 mL/menit, panjang gelombang 254 nm, dan menggunakan
detektor UV.
Rumus perhitungan kurkuminoid:
luas area sampel
[Injeksi] (ppm)
x [standar]
=
luas area standar

Kadar Kurkuminoid mg/g

=

[inject] x volume pelarut x FP
berat sampel x

Pembuatan Sediaan Nanopartikel Ekstrak Kurkuminoid Temulawak Tersalut
Asam Palmitat (Mujib 2011)
Fase lemak yang terdiri atas 1.0 g asam palmitat dan 0.1 g pasta
kurkuminoid temulawak Wonogori dipanaskan pada suhu 75oC lalu diaduk dengan
sonikator di dalam batch pemanas. Fase berair yang terdiri atas 0.5 g poloksamer
188 dan 100 mL air reverse osmosys (RO) dipanaskan pada suhu 75oC lalu diaduk
menggunakan stirer magnetik. Fase lemak kemudian didispersikan ke dalam fase
berair. Campuran fase lemak dan fase berair lalu diaduk di atas hotplate dengan
stirer magnetik pada suhu 75℃ selama 5 menit. Emulsi nanokurkuminoid yang
dihasilkan kemudian dihomogenisasi dengan kecepatan 13500 rpm selama 5 menit.
Emulsi nanokurkuminoid kemudian disaring menggunakan penyaring vakum.
Emulsi kemudian didinginkan pada suhu dingin, dengan cara ditempatkan pada
wadah berisi air dan es batu. Sebanyak 25 mL emulsi nanokurkuminoid diambil
dari stok awal, diletakkan ke dalam botol kaca kecil untuk diultrasonikasi dengan
amplitudo 20% selama 1 jam. Hal ini dilakukan hingga semua emulsi
nanokurkuminoid tersonikasi. Pembuatan nanopartikel kosong juga sama akan
tetapi tanpa penambahan ekstrak kurkuminoid temulawak Wonogiri.
Ukuran Partikel (Pang et al. 2007)
Emulsi kurkuminoid-SLN yang dihasilkan ditentukan ukuran partikelnya
menggunakan particle size analyzer (PSA) berdasarkan distribusi jumlah.
Hewan Coba dan Rancangan Percobaan (Modifikasi dari Hakim et al. 2008
dan Prayoga 2008)
Hewan coba yang digunakan dalam percobaan adalah tikus galur Sparague
Dawley yang sebelumnya telah diadaptasikan selama satu minggu dalam kandang

4

percobaan Pusat Studi Biofarmaka (PSB). Adaptasi hewan coba bertujuan untuk
menyeragamkan cara hidup dan makannya. Tikus yang digunakan dalam percobaan
sebanyak 25 ekor yang dibagi menjadi lima kelompok secara acak. Masing-masing
kelompok terdiri atas lima ekor tikus. Selain itu bobot badan tikus diukur untuk
menentukan dosis ekstrak yang akan diberikan pada tikus tersebut. Sebelum
perlakuan kaki tikus diberi tanda batas pada lututnya untuk menyamakan persepsi
pembacaan pada setiap jamnya. Kemudian volume awal kaki tikus diukur dengan
pletismometer (Va). Selanjutnya telapak kaki kiri belakang tikus dibuat meradang
(inflamasi) dengan menyuntikkan 0.1 mL larutan karagenan 1% b/v (dalam pelarut
NaCl fisiologis 0.9%) secara subplantar (Gupta et al. 2003). Satu jam setelah
induksi edema dengan karagenan, volume kaki diukur lagi (V0) dan masing-masing
kelompok tikus diberi perlakuan per oral.
Kelompok I merupakan kelompok kontrol negatif yang hanya diberi larutan
salin NaCl 0.9%. Kelompok II merupakan kontrol positif atau pembanding, tikus
diberi obat antiinflamasi yaitu natrium diklofenak dengan dosis 27 mg/kg BB.
Kelompok III merupakan kelompok tikus yang diberi perlakuan nanopartikel
kosong 250 mg/kg BB. Kelompok IV merupakan kelompok tikus yang diberi
ekstrak kurkuminoid temulawak dengan dosis 100 mg/kg BB. Sedangkan kelompok
V yang diberi sediaan nanopartikel ekstrak kurkuminoid temulawak dengan dosis
100 mg/kg BB. Selanjutnya volume kaki tikus diukur setiap satu jam selama enam
jam setelah induksi karagenan 1% (Vt) untuk mengetahui volume edema kaki tikus
yang terjadi setiap jamnya (Vu).
Analisis Data Persentase Daya Antiinflamasi (Raji et al. 2002)
Data yang diperoleh dianalisis untuk mengetahui persentase daya
antiinflamasi dari setiap perlakuan. Pertama dilakukan perhitungan untuk
mengetahui volume edema yang terbentuk akibat induksi karagenan yang
diinjeksikan pada kaki tikus. Volume edema dihitung dari selisih volume kaki tikus
sebelum dan setelah diinjeksi dengan karagenan 1% pada waktu tertentu. Rumus
volume edema:
Vu = Vt – Va
Keterangan:
Vu : Volume edema kaki tikus pada waktu tertentu
Vt : Volume kaki tikus setelah diradangkan dengan karagenan 1%
Va : Volume awal kaki tikus sebelum diradangkan dengan karagenan 1%
Persentase daya antiinflamasi rata-rata pada setiap kelompok perlakuan dan
setiap waktu pengamatan (1, 2, 3, 4, 5, dan 6) dihitung dengan menggunakan rumus:
Persentase daya antiinflamasi = (1-

a-x
b-y

) x 100%

Keterangan:
a: Rata-rata volume kaki tikus setelah diradangkan pada kelompok yang diberi
sediaan/perlakuan
x: Rata-rata volume kaki tikus sebelum diradangkan pada kelompok yang diberi
sediaan/perlakuan
b: Rata-rata volume kaki tikus sesudah diradangkan pada kelompok kontrol negatif
y: Rata-rata volume kaki tikus sebelum diradangkan pada kelompok kontrol negatif

5

HASIL

Kadar Air dan Rendemen Ekstrak Temulawak Wonogiri
Penentuan kadar air simplisia temulawak dilakukan dengan cara
mengeringkan simplisia temulawak pada suhu 105°C sampai bobot temulawak
yang dikeringkan konstan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, kadar air
rimpang temulawak Wonogiri yang diuji sebesar 8.55%. Kadar air hasil penelitian
ini sudah sesuai dengan standar mutu simplisia yaitu dibawah 10% (Katno et al.
2008). Kadar air ini akan menjadi faktor koreksi bobot pada saat penentuan
rendemen. Hasil pengukuran rendemen ekstrak temulawak sebesar 10.579 %.
Kadar Kurkuminoid Ekstrak Temulawak Wonogiri
Analisis HPLC dilakukan untuk memastikan komponen utama yang
terkandung pada ekstrak etanol rimpang temulawak Wonogiri adalah kurkuminoid,
yang menunjukkan bahwa ekstraksi sudah dilakukan dengan baik. Kurkuminoid
memiliki tiga senyawa, yaitu kurkumin, demetoksi kurkumin, dan bisdemetoksi
kurkumin (Hwang 2006). Berdasarkan pengukuran yang dilakukan, didapatkan
kromatogram HPLC pada Lampiran 4. Hasil pembacaan kromatogram
menunjukkan kadar kurkuminoid temulawak Wonogiri sebesar 75.78 mg/g dengan
rincian kadar bisdemetoksi sebesar 1.73 mg/g, demetoksi sebesar 24.625 mg/g dan
kurkumin sebesar 49.425 mg/g. Hasil pengukuran HPLC senyawa kurkuminoid
ekstrak temulawak Wonogiri dapat dilihat pada Gambar 1.
Kadar senyawa (mg/g)

60
49.425

50
40
30

24.625

20
10

1.73

0
Bisdemetoksi Demetoksi

Kurkumin

Senyawa

Gambar 1 Kadar senyawa kurkuminoid pada temulawak Wonogiri. Bisdemetoksi
kurkumin ( ), demetoksi kurkumin ( ), dan kurkumin ( )
Karakterisasi Nanopartikel Kurkuminoid Tersalut Asam Palmitat
Parameter karakterisasi nanopartikel meliputi rataan ukuran partikel dan
nilai indeks polidispersitas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui ratarata ukuran nanopartikel kurkuminoid temulawak sebesar 99.78 nm dengan indeks
polidispersitas sebesar 0.3550, sedangkan nanopartikel kosong sebesar 298.78 nm
dengan indeks polidispersitas sebesar 1.4890. Hasil pengukuran partikel
nanopartikel kurkuminoid serta nanopartikel kosong menggunakan alat particle
size analyzer Delsa NanoC (Beckman Coulter) disajikan pada Tabel 1. Gambar 2

6

membandingkan antara nanopartikel kurkuminoid dengan nanopartikel asam
palmitat, warna pada nanopartikel kurkuminoid terlihat lebih kuning karena masih
terdapat kurkuminoid yang terlarut pada media pendispersi.
Tabel 1 Distribusi ukuran partikel dan efisiensi penjerapan
Karakterisasi
Nanopartikel Kurkuminoid Nanopartikel kosong
Rata-rata Ukuran Partikel
99.78
298.78
(nm)
Indeks Polidispersitas (IP)
0.3550
1.4890

Gambar 2 Emulsi nanopartikel kurkuminoid tersalut lemak padat (kiri) dan
emulsi nanopartikel kosong (kanan)

Volume Kaki Tikus Setelah Induksi Karagenan 1%
Khasiat antiinflamasi nanopartikel diuji terhadap tikus galur Sparague
Dawley dengan melihat kemampuan ekstrak dalam mengurangi pembengkakan
(edema) pada kaki tikus akibat induksi karagenan 1% dengan pengukuran
menggunakan alat pletismometer. Pengukuran dilakukan setiap satu jam sekali
selama enam jam untuk mengetahui efektifitas dari masing-masing perlakuan.
Gambar 3 menunjukkan perbandingan volume edema rata-rata kelompok tikus
terhadap waktu.
0.12

Volume Edema (mL)

0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
0

1

2

3

4

5

6

Waktu (jam)

Gambar 3 Kurva perbandingan volume edema rata-rata tiap kelompok terhadap
waktu setelah induksi karagenan 1%. Kontrol negatif (
), kontrol
positif Na-diklofenak 27 mg/kg BB ( ), nanopertikel kosong 250
mg/kg BB ( ), ekstrak kurkuminoid temulawak Wonogiri 100 mg/kg
BB ( ), nanopartikel kurkuminoid temulawak Wonogiri ( )

7

Persentase Daya Antiinflamasi
Persentase daya antiinflamasi pada setiap perlakuan dihitung berdasarkan
pengurangan edema pada kaki tikus. Pengukuran edema kaki tikus dilakukan satu
jam setelah perlakuan oral. Pengukuran dilakuakan setiap jam selama enam jam,
yaitu dari jam ke-1 hingga jam ke-6. Persentase daya antiinflamasi ini didapat
dengan menggunakan kontrol negatif sebagai pembandingnya. Perhitungan
persentase daya antiinflamasi dapat dilihat pada Lampiran 8. Persentase daya
antiinflamasi untuk masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4.
70.00
60.00

% Daya Antiinflamasi

50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
-10.00

1

2

3

4

5

6

-20.00
-30.00
-40.00

Waktu (Jam)

Gambar 4 Kurva persentase daya antiinflamasi rata-rata tiap kelompok terhadap
waktu setelah induksi karagenan 1%. Kontrol positif Na-diklofenak 27
mg/kg BB ( ), nanopertikel kosong 250 mg/kg BB ( ), ekstrak
kurkuminoid temulawak Wonogiri 100 mg/kg BB ( ), nanopartikel
kurkuminoid temulawak Wonogiri ( )

PEMBAHASAN
Ekstrak Rimpang Temulawak
Rimpang temulawak yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari aksesi
Wonogiri. Rimpang temulawak tersebut dipanen pada 9 bulan setelah masa tanam
di daerah Sukabumi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Adzkia (2006)
kandungan kurkuminoid tertinggi dicapai pada bulan ke-9 karena kadar air
menurun drastis apabila dibandingkan pada bulan sebelumnya yang memungkinkan
sintesis kurkuminoid terjadi pada saat tanaman mengalami kekurangan air.
Rimpang temulawak kemudian dirajang dan dikeringkan. Pengeringan dilakukan
untuk menguapkan kadar air bahan terutama air kapiler yang memiliki sifat air
bebas dan mudah diuapkan. Adanya air kapiler dapat meningkatkan pertumbuhan
mikroorganisme sehingga mengganggu ketahanan suatu bahan dalam
penyimpanan. Selain itu, proses pengeringan dapat menghilangkan aktivitas enzim

8

yang dapat menguraikan lebih lanjut kandungan zat aktif (Mahapatra & Nguyen
2009).
Rimpang temulawak yang sudah kering dibuat menjadi serbuk. Serbuk
simplisia temulawak diukur kadar airnya untuk mengetahui kualitas suatu bahan.
Hasil penelitian menunjukkan kadar air rerata simplisia temulawak dari aksesi
Wonogiri sebesar 8.9607%. Kadar air serbuk temulawak ini sudah baik karena
kadar air yang baik dari suatu bahan yang telah dikeringkan ialah kurang dari 10%,
karena pada tingkat tersebut waktu simpannya relatif lama dan sampel terhindar
dari kontaminasi mikroorganisme (Winarno 1997). Kadar air ini akan digunakan
sebagai faktor koreksi untuk penentuan rendemen ekstrak.
Metode ekstraksi yang digunakan untuk mengekstrak kurkuminoid dari
simplisia temulawak adalah maserasi. Simplisia temulawak diekstraksi dengan
menggunakan pelarut etanol 96% teknis selama 24 jam pada suhu ruang.
Berdasarkan penelitian Aan (2004) waktu perendaman 24 jam pada suhu ruang
menghasilkan ekstrak lebih banyak. Semakin lama waktu ekstraksi maka semakin
lama juga waktu kontak antara pelarut dan bahan baku sehingga proses penetrasi
pelarut ke dalam sel bahan baku akan semakin baik yang menyebabkan semakin
banyaknya senyawa yang berdifusi keluar sel (Basalmah 2006).
Pemilihan pelarut etanol 96% teknis mengacu pada Harborne (1987) bahwa
untuk bahan kering ekstraksi dapat dilakukan dengan menggunakan campuran
alkohol dan air dengan berbagai perbandingan. Menurut Faraouq (2003)
menyatakan bahwa etanol merupakan pelarut terbaik untuk ekstraksi simplisia
tumbuhan untuk tujuan herbal dan mudah diuapkan. Selain itu, etanol juga
merupakan pelarut yang dapat mengekstrak kurkuminoid dalam kondisi yang
optimal karena etanol bersifat cenderung polar sehingga mampu mengekstrak
kurkuminoid yang bersifat semipolar (Photitirat & Gritsanapan 2004). Selanjutnya,
filtrat etanol temulawak diekstraksi cair-cair menggunakan pelarut heksana.
Penggunaan n-heksana teknis bertujuan agar komponen nonpolar lain yang ikut
terekstrak dapat dihilangkan. Pelarut n-heksana juga dapat menghilangkan minyak
atsiri (Jayaprakasha et al. 2002). Fraksi etanol selanjutnya dipekatkan dengan
penguap putar. Hasil ekstraksi diperoleh rendemen ekstrak sebesar 10.579% dalam
bentuk pasta (Lampiran 2). Rendemen ini diperoleh setelah dikurangi faktor koreksi
berupa kadar air sampel.

Kadar Kurkuminoid Ekstrak Temulawak
Kurkuminoid terdiri atas dua komponen utama, yaitu kurkumin dan
desmetoksikurkumin. Sedangkan satu komponen lainnya adalah bisdemetoksi
kurkumin (Hwang 2006). Berdasarkan penelitian Jayaprakasha et al. (2006),
menunjukkan bahwa bioaktivitas antioksidan dari kurkumin lebih tinggi
dibandingkan dengan desmetoksikurkumin. Produktivitas metabolit kurkuminoid
merupakan perkalian biomassa temulawak dengan kadar kurkuminoid (Nurcholis
2008). Analisis kandungan kurkuminoid rimpang temulawak dilakukan
menggunakan instrumen HPLC merk HITACHI. Berdasarkan pengukuran yang
dilakukan, kadar kurkuminoid temulawak Wonogiri sebesar 75.78 mg/g dengan
rincian kadar bisdemetoksi sebesar 1.73 mg/g, demetoksi sebesar 24.625 mg/g dan
kurkumin sebesar 49.425 mg/g. Kurkuminoid diketahui memiliki aktivitas biologi

9

dan farmakologi sebagai antiinflamasi (Chattopadhyay 2004). Semakin besar kadar
kurkuminoid dalam ekstrak, maka semakin besar pula aktivitas antiinflamasinya.
Kadar kurkuminoid ekstrak temulawak Wonogiri hasil pengukuran sebesar
75.78 mg/g lebih besar daripada kadar ekstrak temulawak Wonogiri hasil penelitian
sebelumnya yaitu sebesar 20.04 mg/g (Kusuma 2012). Perbedaan produksi
metabolit sekunder pada suatu tanaman dipengaruhi oleh banyak faktor
diantaranya, genetik, enzim, umur tanaman, dan interaksi lingkungan baik biotik
maupun abiotik serta cara ekstraksinya. Faktor-faktor tersebut yang mempengaruhi
suatu mekanisme biokimiawi komplek dalam memproduksi bioaktif kurkuminoid
sehingga kadar kurkuminoid berbeda dari setiap rimpang temulawak walaupun
berasal dari aksesi yang sama. Produksi suatu bioaktif dalam tanaman dapat terjadi
melalui proses metabolisme normal maupun metabolisme tidak normal.
Metabolisme normal dapat terjadi melalui peningkatan metabolit primer, sedangkan
metabolisme tidak normal merupakan mekanisme biokimia tertentu akibat respon
dari lingkungannya, misalnya cekaman lingkungan. Cekaman lingkungan dapat
meningkatkan produksi bioaktif tertentu dalam tanaman, dalam hal ini kurkuminoid
(Nurcholis 2008).

Nanopartikel Kurkuminoid Tersalut Asam Palmitat
Komposisi bahan untuk membuat nanopartikel kurkuminoid tersalut lemak
padat yang digunakan dalam penelitian ini merupakan formula terbaik hasil
penelitian Mujib (2011), yaitu perbandingan asam palmitat dengan kurkuminoid
terbaik adalah 1:0.1 dengan volume 100 mL. Penggunaan asam palmitat dalam
penelitian ini mengacu pada pembuatan nanopartikel kurkuminoid yang telah
dilakukan oleh Mujib (2011) serta mikropartikel kurkuminoid oleh Yadav (2008).
Selain itu, asam palmitat merupakan asam lemak yang meningkat
bioavailabilitasnya pada mencit (Xie 2011). Ukuran partikel dari nanopartikel
lemak padat berkaitan erat dengan penyerapannya di dalam tubuh. Kecilnya ukuran
partikel akan meningkatkan luas permukaaan yang menyebabkan kelarutan tinggi.
Tingginya kelarutan memudahkan partikel tersebut untuk diserap oleh tubuh (Awad
et al. 2008). Tabel 1 memperlihatkan ukuran nanopartikel kurkuminoid sebesar
99.78 nm dan nanopartikel kosong sebesar 298.78 nm. Ukuran tersebut masih baik
karena masuk dalam rentang ukuran nanopartikel lemak padat yang baik yaitu 501000 nm (Musthaba et al. 2009).
Ukuran nanopartikel kurkuminoid yang kecil diharapkan memiliki tingkat
penyerapan yang tinggi di dalam tubuh. Nilai IP mampu menunjukkan keseragaman
distribusi ukuran partikel, bila nilai IP kurang dari 0.3 maka ukuran partikel
memiliki distribusi yang sempit (Yen et al. 2008). IP nanopartikel kurkuminoid
sebesar 0.3550, IP ini masih termasuk baik karena masih tidak terlalu jauh dari 0.3
yang menunjukkan ukuran partikel berada pada distribusi yang sempit dan
mengindikasikan proses pembuatan emulsi yang baik. Nilai IP nanopartikel kosong
sebesar 1.489 (Tabel 1), lebih besar dari 0.3 yang mengindikasikan proses
pembuatan emulsi yang kurang baik. Akan tetapi, nanopartikel kosong ini masih
bisa digunakan untuk uji in vivo sebagai nanopartikel kosong untuk pembanding
terhadap nanopartikel kurkuminoid karena ukurannya masih berada dalam rentang
yang baik yaitu sebesar 298.78 nm. Ukuran tersebut masih baik karena masuk

10

dalam rentang ukuran partikel nanopartikel lemak padat yang baik yaitu 50-1000
nm (Musthaba et al. 2009).
Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat perbedaan warna pada kedua
nanopartikel. Nanopartikel kosong berwarna putih karena tidak ada senyawa
kurkuminoid yang ditambahkan, sedangkan nanopartikel kurkuminoid berwarna
kuning karena ditambah dengan ekstrak kurkuminoid temulawak Wonogiri.
Kurkuminoid atau diferuloilmetana merupakan pigmen kuning yang berasal dari
rimpang tanaman, salah satunya temulawak. Kurkuminoid mengandung gugus
fenolik dan ikatan terkonjugasi ganda, yang tidak stabil terhadap cahaya dan pH
rendah (Anand et al. 2007). Warna kuning mengindikasikan tidak semua ekstrak
kurkuminoid tersalut asam palmitat. Ketika fase lemak (lemak cair dan zat aktif)
didispersikan ke dalam fase berair (air dan pengemulsi) dengan metode
homogenisasi, fase lemak akan terdispersi dalam bentuk tetesan-tetesan kecil.
Apabila zat aktif tidak larut sempurna dalam lemak cair, maka sebagian zat aktif
akan terlepas dari matriks lemak dan terlarut dalam media pendispersi yang
distabilkan oleh pengemulsi (Parhi & Suresh 2010). Hal inilah yang terjadi pada
nanopartikel kurkuminoid sehingga emulsi terlihat berwarna kuning yang
disebabkan oleh kurkuminoid yang terdapat pada media pendispersi.

Volume Edema Kaki Tikus Setelah Induksi Karagenan 1%
Khasiat antiinflamasi diuji terhadap tikus Sparague Dawley jantan dengan
melihat kemampuan ekstrak dalam mengurangi pembengkakan (edema) pada kaki
tikus akibat induksi karagenan 1% dengan pengukuran menggunakan alat
pletismometer. Gambar 3 merupakan kurva hubungan volume edema rata-rata tiap
kelompok perlakuan terhadap waktu setelah induksi karagenan 1%. Berdasarkan
gambar tersebut diketahui bahwa kelompok perlakuan Na-diklofenak dan
nanopartikel kurkuminoid temulawak mengalami penurunan volume edema yang
konsisten daripada perlakuan yang lain. Penggunaan Na-diklofenak dalam
penelitian ini adalah sebagai pembanding (kontrol positif) terhadap perlakuan yang
lain karena Na-diklofenak secara komersil telah terbukti memiliki kemampuan
antiinflamasi. Diklofenak adalah turunan fenilasetat, obat ini merupakan
penghambat siklooksigenase yang relatif non selektif dan kuat, serta mampu
mengurangi bioavaibilitas asam arakidonat. Obat ini memiliki efek antiinflamasi,
analgesik, dan atipiretik. Obat ini diakumulasi di cairan sinovia serta cepat
diabsorbsi setelah pemberian oral dan mempunyai waktu paruh yang pendek yaitu
1-3 jam (Katzung 2004).
Kelompok nanopartikel kurkuminoid menurunkan edema secara signifikan
pada jam ke-2. Penurunan volume edema ini sangat kontras jika dibandingkan
dengan penurunan volume edema pada kelompok perlakuan yang lain. Hal ini
dikarenakan partikel ekstrak yang digunakan berukuran nano atau kecil. Ukuran
partikel berkaitan erat dengan penyerapannya di dalam tubuh. Kecilnya ukuran
partikel akan meningkatkan luas permukaaan yang menyebabkan kelarutan tinggi.
Tingginya kelarutan memudahkan partikel tersebut untuk diserap oleh tubuh (Awad
et al. 2008). Hal inilah yang menyebabkan pada jam ke-2 ekstrak nanopartikel
kurkuminoid dapat menurunkan edema kaki tikus secara signifikan karena
diperkirakan ekstrak nanopartikel kurkuminoid telah terlarut di dalam darah hewan

11

coba. Selain itu, adanya penyalut asam palmitat pada nanopartikel kurkuminoid
meningkatkan bioavaibilitasnya di dalam tubuh karena secara oral bioavailabilitas
kurkuminoid sangat rendah di dalam tubuh tikus dan manusia (Chirio et al. 2011).

Persentase Daya Antiinflamasi
Proses inflamasi dimulai dari stimulus yang akan mengakibatkan kerusakan
sel, sebagai reaksi terhadap kerusakan sel maka sel tersebut akan melepaskan
beberapa fosfolipid yang diantaranya adalah asam arakidonat yang merupakan
prekursor dari sejumlah besar mediator inflamasi. Setelah asam arakidonat tersebut
bebas akan diaktifkan oleh beberapa enzim, diantaranya siklooksigenase dan
lipooksigenase. Enzim siklooksigenase merubah asam arakidonat ke dalam bentuk
yang tidak stabil (hidroperoksid dan endoperoksid) yang selanjutnya dimetabolisme
menjadi leukotrin, prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan (Gambar 5). Bagian
prostaglandin dan leukotrin bertanggung jawab terhadap gejala-gejala peradangan
(Katzung 2004). Berdasarkan Gambar 4 dapat diketahui persentase daya
antiinflamasi rata-rata pada setiap kelompok perlakuan dari jam ke-1 hingga jam
ke-6. Persentase daya antiinflamasi didapatkan dari perbandingan terhadap
perlakuan kontrol negatif. Persentase daya antiinflamasi rata-rata pada kontrol
positif perlakuan Na-diklofenak dari jam ke-1 hingga jam ke-6 berturut-turut
sebesar 0.00, 0.00, 28.57, 57.14, dan 60%. Belum terjadi pengurangan edema kaki
tikus pada jam ke-1 hingga jam ke-2 sehingga persentase daya antiinflamasi sebesar
0%. Persentase daya antiinflamasi terbesar terdapat pada jam ke-6. Tingginya
persentase daya antiinflamasi ini dikarenakan Na-diklofenak merupakan obat
sintetik antiinflamasi golongan non-steroid atau yang lebih dikenal dengan nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs).
Trauma/luka pada sel
Gangguan membran

Fosfolipid

Enzim lipooksigenase

Asam arakidonat

Hidroperoksida

Enzim siklooksigenase

Endoperoksida

Leukotrin
Prostaglandin

Tromboksan

Gambar 5 Biosintesis prostaglandin (Katzung 2004)

Prostasiklin

12

Obat-obatan NSAIDs menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi
asam arakidonat menjadi prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan yang
berperan dalam menimbulkan peradangan terganggu (Gambar 5). Diklofenak
diabsorbsi cepat dan sempurna setelah pemberian oral dengan konsentrasi plasma
obat ini tercapai setelah 2-3 jam. Bioavaibilitasnya sekitar 50% akibat metabolisme
lintas pertama yang cukup besar. Diklofenak diakumulasi di cairan sinovial setelah
pemberian oral (Wilmana 2007). Persentase daya antiinflamasi perlakuan
nanopartikel kosong dari jam ke-1 hingga jam ke-6 berturut turut sebesar 14.29,
0.00, 14.29, 28.57, -20, dan 0%. Perlakuan nanopartikel kosong menunjukkan
persentase daya antiinflamasi yang cukup baik pada awalnya akan tetapi terus
menurun hingga tidak ada aktivitas sama sekali pada jam ke-6. Adanya persentase
daya antiinflamasi di awal diperkirakan karena aktivitas dari asam palmitat yang
ternyata juga bisa berperan sebagai agen antiinflamasi. Asam palmitat bekerja
dengan cara menghambat aktivitas enzim siklooksigenase yang merupakan
katalisator bagi asam arakidonat untuk menghasilkan prostaglandin, prostasiklin,
dan tromboksan yang berperan dalam menimbulkan peradangan atau inflamasi
(Calixto et al.2003).
Perlakuan ekstrak kurkuminoid menghasilkan persentase daya antiinflamasi
dari jam ke-1 hingga jam ke-6 beturut turut sebesar 0.00, -16.67, 14.29, 14.29, 0.00,
dan 0%. Aktivitas antiinflamasi terjadi dari jam ke-3 sampai jam ke-4, akan tetapi
tidak terjadi aktivitas setelah jam ke-4 hingga jam ke-6. Hal ini dikarenakan secara
oral bioavailabilitas kurkuminoid sangat rendah di dalam tubuh tikus dan manusia
sehingga jumlah ekstrak kurkuminoid yang berhasil mencapai sirkulasi sistemik
dalam bentuk aktif/utuh lebih sedikit (Chirio et al. 2011). Mekanisme kurkuminoid
sebagai agen antiinflamasi adalah dengan menghambat produksi prostaglandin
yang dapat diperantarai melalui penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase
(Erlina et al. 2007). Persentase daya antiinflamasi rata-rata pada pemberian sediaan
nanopertikel ekstrak kurkuminoid temulawak berturut-turut sebesar -28.57, 33.33,
28.57, 42.86, 20, dan 60%. Persentase daya antiinflamasinya terus meningkat dari
jam ke-1 hingga jam ke-6 dengan persentase daya antiinflamasi tertinggi terjadi
pada jam ke-6 sebesar 60%. Persentase daya antiinflamasi ini besarnya sama seperti
perlakuan Na-diklofenak. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan nanopartikel efektif
untuk menggantikan obat-obatan sintetik Na-diklofenak untuk mengobati
inflamasi.
Hal ini dikarenakan nanopartikel kurkuminoid yang partikelnya berukuran
kecil sehingga lebih cepat masuk ke dalam sirkulasi darah. Kecilnya ukuran partikel
akan meningkatkan luas permukaaan yang menyebabkan kelarutan tinggi.
Tingginya kelarutan memudahkan partikel tersebut untuk diserap kedalam tubuh
(Awad et al. 2008). Tingginya daya antiinflamasi nanopartikel kurkuminoid juga
disebabkan karena penyalut yang melindungi ekstrak nanopartikel kurkuminoid
yang bioavailabilitasnya rendah dari degradasi enzim pencernaan. Diketahui bahwa
obat yang bioavailabilitasnya rendah akan mengalami hambatan epithelial pada
jalur gastrointestinal dan terdegradasi dalam jalur gastrointestinal oleh enzim
pencernaan (Jung 2000). Penyalut yang digunakan berupa asam palmitat yang
diketahui juga mempunyai aktivitas sebagai antiinflamasi ini akan melindungi
ekstrak kurkuminoid sehingga berhasil mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk
aktif/utuh. Hal inilah yang menyebabkan daya antiinflamasi nanopartikel
kurkuminoid temulawak sama seperti perlakuan Na-diklofenak.

13

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Sediaan nanopartikel ekstrak kurkuminoid temulawak Wonogiri berhasil
dibuat dengan ukuran 99.78 nm. Sediaan nanopartikel tersebut dapat meningkatkan
aktivitas antiinflamasi senyawa kurkuminoid. Persentase daya antiinflamasi
sediaan nanopartikel kurkuminoid temulawak Wonogiri terbesar setara dengan Nadiklofenak.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan hingga diperoleh produk berupa obat
yang nantinya dapat dipasarkan kepada masyarakat agar masyarakat dapat
merasakan khasiat dari nanopartikel kurkuminoid temulawak untuk mengobati
antiinflamasi secara langsung.

DAFTAR PUSTAKA
Aan. 2004. Pengaruh Waktu, Suhu, dan Nisbah Bahan Baku Pelarut pada Ekstraksi
Kurkumin dari Temulawak dengan Pelarut Aseton [skripi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Adzkia MA. 2006. Pola Akumulasi Kurkumin Rimpang Induk Temulawak
(Curcuma xanthorriza Roxb.) pada Berbagai Masa Tanam dan Perlakuan
Budidaya Tanam [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Anand P, Kunnumakkara AB, Newman RA, Aggarwal BB. 2007. Bioavailability
of Curcumin: Problems and Promises. Molecular Pharmaceutics 4:807-818.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of
Analysis of The Association Analytical of Chemist. Arlington (US): The
Association of Official Analysis Chemist, Inc.
Awad T, Helgason T, Kristbergsson K, Decker EA, Weiss J, McClements DJ. 2008.
Solid Lipid Nanoparticles as Delivery Systems for Bioactive Food
Components. Food Biophysics. 3:146–154.
Basalmah, Rahmat Sulaeman. 2006. Optimalisasi Kondisi Ekstraksi Kurkuminoid
Temulawak: Waktu, Suhu, dan Nisbah. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Calixto JB, Otuki MF, Santos ARS. 2003. Anti-inflamatory Compound of Plant
origin. Planta Med, 69:973-983.
Chattopadhyay I, Biswas K, Bandyopadhyay U, Banerjee RK. 2004. Turmeric and
Curcumin: Biological Action and Medicinal Application. Current Science
87:44–53.

14

Chirio D, Gallarate M, Peira E, Battaglia L, Serpe L, Trotta M. 2011. Formulation
of Curcumin-Loaded Solid Lipid Nanoparticles Produced by Fatty Acids
Coacervation Technique. Journal of Microencapsulation 28(6):537-548.
Ekambaram P, Sathali AAS, Priyanka K. 2012. Solid Lipid Nanoparticles: A
Review. Scientific Reviews and Chemical Communications. 2(1):80-102.
Erlina R, I Atmasari, dan Yanwirasti. 2007. Efek anti inflamasi ekstrak etanol
kunyit (Curcuma domestika val.) pada tikus putih jantan galur wistar.
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi. 2(12):112-115.
Faraouq. 2003. Ekstrak sebagai salah satu pengembangan bentuk obat tradisional.
Dalam: Prosiding Seninar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXIII.
Jakarta. Hal: 45-52.
Gupta M, Mazumder U, Ramanathan SK, Thangavel SK. 2003. Studies on antiinflammatory, analgesic, and anti-pyretic properties of methanol extract
of Caesalpinia bonducella leaves in experimental animal models. Iran. J
Pharmacol Ther, 2, 30-34.
Haghighi M, Khalvat A, Toliat T, Jallaei S. 2005. Comparing the effects of ginger
(Zingiber officinale) extract and ibuprofen on patients with osteoarthritis.
Archives of Iranian Medicine. Vol. 8(4): 267-71.
Hakim LT, Wahyuningtyas N, Wahyuni AS. 2008. Efek antiinflamasi ekstrak
patikan kebo (Euphorbia Hirta L.) pada tikus putih jantan. Pharmacon 9:
1-5.
Harborne JB. 1996. Metode Fitokimia, Cara menganalisis Tanaman. Bandung
(ID): Penerbit ITB.
Hidayati NA, Listyawati S, Setyawan AD. 2008. Kandungan kimia dan uji
antiinflamasi ekstrak etanol Lantana camara L. pada tikus putih (Rattus
novergicus L.). Bioteknologi 5: 10-17.
Hwang JK. 2006. Xanthorrizol; A new Bioactive Natural Compound. Yonsei:
Departemen of Biotechnology, Yonsei University.
Jayaprakasha GK, Rao LJ, Sakariah KK. 2002. Improved HPLC method for
determination
of
curcumin,
demethoxycurcumin,
and
bisdemethoxycurcumin. Food Chemistry. 50:3668-3672.
Jung T. 2000. Biodegradable Nanoparticles for Oral Delivery of Peptide: is there a
role for polymer to affect mucosal uptake. European Journal of
Pharmaceutics and Biopharmaceutics 50:147-160.
Katno, Kusumadewi AW. Sutjipto. 2008. Pengaruh waktu pengeringan terhadap
kadar tanin daun jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.). J Tumb Obat
Indones. 1(1):38-46.
Katzung BG. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 8. Jakarta (ID): Salemba
Medika.
Kusuma RW. 2012. Aktivitas Antioksidan dan Antiinflamasi In Vitro serta
Kandungan Kurkuminoid dari Temulawak dan Kunyit Asal Wonogiri
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Mahapatra AK, Nguyen CN. 2009. Drying of Medical Plants. ISHS Acta
Horticulture. 756: International Symposium on Medical and
Nutraceautical Plants.
Mujib MA. 2011. Pencirian Nanopartikel Kurkuminoid Tersalut Lemak Padat
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

15

Musthaba MS, Sanjula B, Sayeed A, Alka A, Javed A. 2009. Status of Novel Drug
Delivery Technology for Phytotherapeutics. India: Hamdard University.
Narlawar J, Marcus P, Stefanie L, Karlheinz B, Sabine K, Thomas D, Sascha W,
Eckhard M, Boris S. 2008. Curcumin-Derived Pyrazoles and Isoxazoles:
Swis Army Knives or Blunt Tools for Alzheimer’s Disease. Chem Med
Chem 3:165-172.
Nurcholis W. 2008. Profil senyawa penciri bioaktivitas tanaman kunyit pada
agrobiofisik berbeda [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pang X, Cui F, Tian J, Chen J, Zhou J, Zhou W. 2009. Preparation and
Characterization of Magnetic Solod Lipid Nanoparticles Loaded with
Ibuprofen. Asian Journal of Pharmaceutical Science 4:132–137.
Parhi R, Suresh P. 2010. Production of Solid Lipid Nanoparticles-Drug Loading
and Release Mechenism. Journal of Chemical and Pharmacheutical
Research 2:211–227.
Pothitirat W, Gritsanapan W. 2006. Variation of biactive components in Curcuma
longa in Thailand. Current Science 91: 1397-1400.
Prayoga S. 2008. Efek antiinflamasi ekstrak etanol daun kumis kucing
(Orthosiphon stamineus Benth.) pada tikus putih jantan galur wistar
[skripsi]. Surakarata: Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Quiles JL, Mesa MD, Tortosa CLR, Aguilera CM, Battio M, Gil A, Tortosa MCR.
2002. Curcuma longa Extract Supplementation Reduces Oxidative Stress
and Attenuates Aortic Fatty Streak Development in Rabbits. Arteriolscler
Thromb Biol 22: 1225-1231.
Raji, Udoh US, Oluwadara OO, Akinsomiyose OS, Awobajo O, Adheshoga K.
2002. Anti-inflammatory and analgesic properties of the rhizome extract
of Zingiber officinale. African Journal of Biomedical Research. 5, 121124.
Sutrisno, Sukarianingsih D, Saiful M, Putrika A, Kusumaningtyas DI. 2008.
Curcuminoids from Curcuma xanthorriza Roxb: Isolation,
Characterization, Identification, and Analysis of Antioxidant Activity.
Proceedings of The First International Symposium on Temulawak, Bogor,
27–29 Mei 2008.
Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka
Utama.
Xie et al. 2011. Acute Toxicity Study of Tilmicosin-Loaded Hydrogenated Castor
Oil-Solid Lipid Nanoparticles. Particle and Fibre Toxicology. 8:33-43.
Yadav V, Vinay P, Sarasija S, Yadav S. 2008. Curcumin Loaded Palmitic Acid
Microparticles. InPharm Communique 1:15-18.
Yen FL, Wu TH, Lin LT, Cham TM, Lin CC. 2008. Nanoparticles formulation of
Cucuta chijnensis prevents acetaminophen-induced hepatotoxicity in rats.
Food and Chemical Toxicology 46: 1771–1777.

16

LAMPIRAN

17

Lampiran 1 Gambaran umum penelitian

Preparasi Sampel

Isolasi ekstrak
kurkuminoid temulawak

Pengukuran HPLC

Pembuatan sediaan nanopartikel
ekstrak kurkuminoid temulawak
tersalut asam palmitat

Pengukuran PSA

Uji antiinflamasi secara in vivo,
kelompok percobaan

Kelompok
tikus 1

Kelompok
tikus 2

Kelompok
tikus 3

Adaptasi hewan uji
Induksi karagenan 1%

Perlakuan per oral

Analisis daya antiinflamasi

Kelompok
tikus 4

Kelompo
k tikus 5

18

Lampiran 2 Kadar air simplisia
Sampel temulawak
Wonogiri

Ulangan
1
2
3

Kadar air (%)
8.66
8.47
8.53

Rata-rata (%)
8.55

Lampiran 3 Rendemen hasil ekstraksi
Bobot sampel kering

Rendemen temulawak (%)

= bobot sampel – (bobot sampel x kadar air)
= 100 g – (100 g x 8.55%)
= 91.45 g
Bobot ekstrak
=
x 100%
bobot sampel
=

9.6745 g
91.45 g

x 100%

= 10.579 %
Lampiran 4 Kadar kurkuminoid ekstrak temulawak Wonogiri
a. Kromatogram standar

Hasil UV-VIS
Waktu retensi (menit)
7.910
8.543
9.200
Total

Area
353516
297192
313138
973946

% area
36.30
30.51
33.19
100.00

b. Kromatogram ekstrak temulawak Wonogiri

Tinggi
31938
24567
23371
79876

% tinggi
39.98
30.76
29.26
100.00

19

Hasil UV-VIS
Waktu retensi (menit)
4.277
5.833
7.897
8.533
9.193
Total

Area
8545
6606
32724
392435
865600
1305910

% area
0.65
0.51
2.51
30.05
66.28
100.00

Tinggi
928
593
2926
34916
65529
104589

% tinggi
0.89
0.57
2.80
33.09
62.65
100.00

Kadar kurkuminoid
Nama
sampel

Senyawa

Wonogiri

Bisdemetoksi
Demetoksi
Kurkumin

Luas
area
standar
(%)
36.30
30.51
33.19

Luas
area
sampel
(%)
2.51
30.05
66.28

[injeksi]
(ppm)

[sampel]
mg/g

Total
kurkuminoid
(mg/g)

0.0346
0.4925
0.9885

1.73
24.625
49.425

75.78

Contoh perhitungan:
[Injeksi] =
=

Luas area sampel
luas area standar
2.51
36.30

x [standar]

x 0.5 ppm

= 0.0346 ppm

[Sampel] =
=

[injeksi] x volume injeksi x FP
Berat sampel x 1000
0.0346 ppm X 50 mL x 50
0.05 mg x 1000

= 1.73 mg/g

22

Lampiran 5 Dosis dan volume pemberian ekstrak pada tikus
No.
Dosis (mg/kg Dosis
Vol. ekstrak +
BB (gram)
tikus
BB)
air RO (mL)
(mL)
1
246
Air salin
500
0.5
2
226
Air salin
500
0.5
Kontrol negatif
3
224
Air salin
500
0.5
4
241
Air salin
500
0.5
5
215
Air salin
500
0.5
1
267
27
3.61
1
2
252
27
3.4
1
Na-diklofenak
3
232
27
3.13
1
4
255
27
3.44
1
5
247
27
3.33
1
1
235
250
58.75
0.5
2
241
250
60.25
0.5
Nano kosong
(nanopartikel
3
245
250
61.25
0.5
asam palmitat)
4
241
250
60.25
0.5
5
230
250
57.50
0.5
1
236
100
23.6
0.5
2
226
100
22.6
0.5
Ekstrak
3
243
100
24.3
0.5
kurkuminoid
4
238
100
23.8
0.5
5
236
100
23.6
0.5
1
212
100
21.20
0.5
2
219
100
21.90
0.5
Nanopertikel
3
219
100
21.90
0.5
kurkuminoid
4
222
100
22.20
0.5
5
237
100
23.70
0.5
 Contoh perhitungan (nanopertikel kurkuminoid temulawak):
Berat badan tikus
= 212 gram
Dosis
= 100 mg/kg BB
100 mg
x 212 g
Dosis yang diberikan
=
Perlakuan

1000 g



= 21.2 mg
Sediaan nanopartikel kurkuminoid temulawak dibuat dengan konsentrasi 0.1 g
ekstrak kurkuminoid dalam 100 mL RO water. Sediaan ini konsentrasinya
dianggap 100% dengan bobot jenis 1 g/mL, sehingga:
. mg
x 1 mL
Volume ekstrak yang diberikan =
=



1g
. mg

1000 mg

x 1 mL

= 21.2 mL
Ekstrak yang diberikan dilarutkan dalam RO water sehingga volumenya tepat
0.5 mL
Na-diklofenak dilarutkan dalam RO water sehingga volumenya tepat 1 mL
karena Na-diklofenak agak sukar larut dalam air.

23

Lampiran 6 Volume kaki tikus jam ke-0 sampai jam ke-6 pada semua kelompok
perlakuan
Volume telapak kaki tikus (mL)
Perlakuan
N
Va
V0
V1
V2
V3
V4
V5
V6
Kontrol
1
0.75 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85
0.8
0.8
negatif
2
0.8 0.85 0.85
0.8 0.85
0.8
0.8
0.8
(air salin)
3
0.7 0.75 0.75 0.75 0.75
0.8 0.75 0.75
4
0.7 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75
5
0.65 0.75 0.75 0.75 0.