Inhibitor Tirosinase Ekstrak Metanol Berbagai Bagian Pohon Jabon dan Mangium

INHIBITOR TIROSINASE EKSTRAK METANOL
BERBAGAI BAGIAN POHON JABON DAN MANGIUM

RAHMAH UTAMI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Inhibitor
Tirosinase Ekstrak Metanol Berbagai Bagian Pohon Jabon dan Mangium adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Rahmah Utami
NIM E24090052

ABSTRAK
RAHMAH UTAMI. Inhibitor Tirosinase Ekstrak Metanol Berbagai Bagian Pohon
Jabon dan Mangium. Dibimbing oleh RITA KARTIKA SARI dan IRMANIDA
BATUBARA.
Jabon dan mangium saat ini merupakan jenis tanaman kehutanan yang
sedang dikembangkan di hutan rakyat. Limbah yang dihasilkan selama proses
pemanfaatan hasil hutan mencapai 75%, berupa daun, kulit, dan kayu. Salah satu
cara untuk meningkatkan nilai guna limbah tersebut adalah dengan memanfaatkan
zat ekstraktif yang terkandung dalam berbagai bagian pohon tersebut sebagai
penghambat kerja enzim tirosinase. Bagian pohon yang diekstraksi adalah daun,
kulit, gubal, dan teras. Proses ekstraksi yang digunakan adalah metode sokletasi
dengan pelarut metanol selama 12 jam. Rendemen ekstrak yang dihasilkan
berkisar antara 0.89-13.02%, dengan rendemen terendah terdapat pada gubal
mangium dan tertinggi pada daun jabon. Ekstrak kulit mangium merupakan
ekstrak yang memiliki aktivitas inhibitor tirosinase terbaik, dengan nilai IC50

sebesar 129.81 ppm untuk reaksi monofenolase atau tiga kali lebih besar dari
kontrol positif (38.45 ppm) dan 240.88 ppm untuk reaksi difenolase atau dua kali
lebih besar dari kontrol positif (102.11 ppm). Golongan senyawa yang terkandung
dalam ekstrak kulit mangium yang diduga berperan sebagai inhibitor tirosinase
adalah flavonoid.
Kata kunci: Difenolase, inhibitor tirosinase, jabon, mangium, monofenolase.

ABSTRACT
RAHMAH UTAMI. Methanol Extract of Tyrosinase Inhibitors of Different Parts
of The Tree Jabon and Mangium. Supervised by RITA KARTIKA SARI and
IRMANIDA BATUBARA
Jabon and mangium are currently planted in community forest. The wastes
resulted from the utilization of forest products can reach 75%, including leaves
barks, and woods. One of the ways to increase value of those wastes can be done
by utilizing the extractive compounds contained in wood waste as tyrosinase
inhibitor. Parts of tree which were extracted consist of leaves, barks, sapwood,
and heartwood. The extraction method used in this research was soxhletation
using methanol for 12 hours. The yield of extracts was 0.89-13.02%, with the
lowest yield from sapwood of mangium and the highest was resulted by jabon’s
leaves. Mangium bark extract had the highest activity as inhibitors of tyrosinase,

with the value of IC50 was 129.81 ppm for the monophenolase reaction or three
times higher than kojic acid (38.45 ppm) and 240.88 ppm for the diphenolase
reaction or two times higher than kojic acid (102.11 ppm). The compounds
contained within mangium bark extracts were expected to be inhibitor of
tyrosinase, which was classified to flavonoids.
Key words: Diphenolase, jabon, mangium, monophenolase, tyrosinase inhibitor

INHIBITOR TIROSINASE EKSTRAK METANOL BERBAGAI
BAGIAN POHON JABON DAN MANGIUM

RAHMAH UTAMI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Inhibitor Tirosinase Ekstrak Metanol Berbagai Bagian Pohon Jabon
dan Mangium
Nama
: Rahmah Utami
NIM
: E24090052

Disetujui oleh

Dr Ir Rita Kartika Sari, MSi
Pembimbing I

Dr Irmanida Batubara, SSi, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh


Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

ludul Skripsi: Inhibitor Tirosinase Ekstrak Metanol Berbagai Bagian Pohon labon
dan Mangium
Nama
: Rahmah Utami
: E24090052
NIM

Disetujui oleh

dイ セ k ィゥ Gmsゥ

Dr Irrnanida Batubara, SSi, MSi
Pembimbing II


Pembimbing I

Tanggal Lulus:

o

MA

20n

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 ini berjudul Inhibitor tirosinase
ekstrak metanol dari berbagai bagian pohon jabon dan mangium.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Rita kartika Sari, MSi dan Dr
Irmanida Batubara, SSi MSi selaku pembimbing yang telah mencurahkan waktu
dan ilmunya untuk membimbing saya. Di samping itu, penulis juga ingin
menyampaikan terimakasih kepada Ketua Laboratorium Kimia Hasil Hutan
beserta seluruh teknisi, dan Kepala Pusat Studi Biofarmaka beserta seluruh teknisi

yang telah memberikan izin serta bantuan untuk penulis sehingga karya ilmiah ini
dapat terselesaikan dengan baik. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada
seluruh staf Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB atas semua
pelayanan terbaik yang pernah penulis terima.
Selanjutnya penghormatan dan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis
berikan kepada orang tua dan keluarga tercinta yang telah mencurahkan cinta serta
dukungannya baik moril maupun materil. Kepada teman-teman terbaikku Devi
Armilasari, Jamilyadhatus Sholiha, Lisa Adina Pratiwi, Eka Wijayanti,
Hendriyadi, Endang Ginong Pratidina, Sylvaagropastura, THH 46, BIRENA,
Tsabat Arsy, IMTR, Pocut Baren, dan Al-Iffah yang telah bersedia menjadi
keluarga kedua untuk penulis ketika penulis menempuh pendidikan di IPB.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014
Rahmah Utami

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2


Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Bahan

3

Alat

3

Penyiapan Bahan Baku

3


Ekstraksi

3

Uji Aktivitas Inhibitor Tirosinase

4

Prosedur Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Identifikasi Jenis Pohon

6


Rendemen Ekstrak

7

Aktivitas Inhibitor Tirosinase

8

Kandungan Fitokimia

9

SIMPULAN DAN SARAN

11

Simpulan

11

Saran

11

DAFTAR PUSTAKA

11

LAMPIRAN

14

RIWAYAT HIDUP

21

DAFTAR TABEL
1 Hasil penentuan rendemen ekstrak berbagai bagian pohon jabon dan
mangium
2 Nilai IC50 sampel sebagai inhibitor tirosinase
3 Hasil pengujian fitokimia ekstrak metanol kulit mangium

7
8
10

DAFTAR GAMBAR
1 Karakteristik berbagai bagian pohon jabon (A. cadamba)
2 Karakteristik berbagai bagian pohon mangium (A. mangium)

6
6

DAFTAR LAMPIRAN
1 Gambar hasil pengujian Elisa reader
2 Perhitungan % penghambatan enzim tirosinase
3 Hasil identifikasi spesies pohon

14
14
20

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam berbagai proses produksi keberadaan limbah sangat tidak bisa
dihindari, begitu pula pada bidang kehutanan. Syafii (2008) menyatakan bahwa
limbah yang dihasilkan dari proses pemanfaatan hasil hutan mencapai 75%, terdiri
atas limbah pada saat pemanenan sebesar 50% dan limbah industri sebesar 25%.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, industri hasil hutan harus menerapkan
konsep ‘the whole tree utilization’, yaitu memanfaatkan seluruh bagian pohon
(daun, kulit, ranting, akar, cabang, dan lain lain) maupun kandungan yang terdapat
dalam kayu (lignin, selulosa, zat ekstraktif, hemiselulosa, dan lain lain). Salah satu
komponen kimia yang potensial untuk dikembangkan adalah zat ekstraktif sebagai
sediaan kosmetik khususnya pemutih kulit.
Pemanfaatan zat ekstraktif sebagai pemutih kulit sangat potensial
dikembangkan di Indonesia, karena adanya kecenderungan sebagian masyarakat
Indonesia untuk memiliki warna kulit yang lebih cerah. Sebagai negara yang
beriklim tropis, Indonesia selalu mendapat pasokan sinar matahari secara penuh.
Kondisi lingkungan yang seperti ini menyebabkan sebagian besar masyarakatnya
memiliki warna kulit yang kecoklatan. Meskipun warna kulit pada umumnya
sangat dipengaruhi oleh jumlah melanin yang terkandung dalam kulit, tetapi
paparan sinar matahari juga sangat berperan penting dalam proses aktivasi enzim
yang mensintesis pigmen melanin sehingga menyebabkan warna kulit menjadi
semakin kecoklatan (Batubara dan Adfa 2013). Enzim yang berperan dalam
mensintesis pigmen melanin adalah tirosinase (Chang 2009). Oleh karena itu,
perlu dieksplorasi zat ekstraktif yang dapat berperan sebagai inhibitor tirosinase.
Hingga saat ini, senyawa kimia yang digunakan oleh industri kosmetika
sebagai inhibitor tirosinase umumnya berbahaya jika digunakan dalam kurun
waktu yang lama. Senyawa-senyawa tersebut adalah hidrokuinon, asam kojat, dan
benzaldehid-o-alkiloksim. Asam kojat sangat berbahaya jika digunakan terus
menerus karena asam kojat bersifat karsinogenik, sedangkan hidrokuinon sangat
berbahaya karena akan menyebabkan iritasi kulit, kulit memerah, panas, dan gatal
(Miyazawa et al. 2006; Al-Ash’ary et al. 2010). Pemutih kulit yang berasal dari
bahan alami seperti zat ekstraktif dari suatu tumbuhan sangat perlu dikembangkan
karena terbukti mampu menghambat kerja enzim pencoklatan kulit dan aman
digunakan. Beberapa penelitian sebelumnya mengenai pemanfaatan zat ekstraktif
sebagai pemutih kulit adalah senyawa artokarpanon dalam getah pohon nangka
(Arthocarpus heterophyllus), golongan senyawa flavanoid dalam pohon bakau
(Rhizhopora apiculata) dan nyiri (Xylocarpus granatum) yang dapat berperan
sebagai inhibitor tirosinase (Arung et al. 2006; Darusman et al. 2011; Rahayu
2012).
Penelitian mengenai pemanfaatan zat ekstraktif dari pohon jabon
(Anthocephalus cadamba Miq.) dan mangium (Acacia mangium Willd.) sebagai
inhibitor tirosinase belum pernah dilakukan sebelumnya. Studi pustaka
menunjukkan beberapa pemanfaatan zat ekstraktif dari pohon jabon sebagai
sediaan obat, diantaranya ekstrak metanol kulit jabon sebagai antikanker
(Armilasari 2013). Chandrashekar dan Prasanna (2009) serta Acharrya et al.

2
(2011) menyebutkan bahwa ekstrak akar dan daun jabon memiliki aktivitas
sebagai antimikroba. Analisis fitokimia secara kualitatif yang dilakukan oleh
peneliti sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak metanol kulit jabon terdeteksi
mengandung kelompok senyawa alkaloid, flavanoid, karbohidrat, dan glikosida
(Gurjar et al. 2010). Sedangkan, ekstrak metanol berbagai bagian pohon mangium
terdeteksi mengandung kelompok senyawa alkaloid, flavanoid, triterpenoid, tanin,
dan saponin (Sari et al. 2013). Berdasarkan penelitian Ismail et al. (2010), ekstrak
metanol kulit mangium memiliki aktivitas sebagai antioksidan yang kuat dan
antimikroba terhadap bakteri E. coli yang rendah. Selain itu, mangium juga
memiliki aktivitas sebagai antijamur (Mihara et al. 2005). Penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa senyawa-senyawa dari kelompok flavanoid memiliki
aktivitas sebagai inhibitor tirosinase (Sasaki dan Yoshizaki 2002; Jeong dan Shim
2004; Chang 2009). Oleh karena itu, pohon jabon dan mangium berpotensi
mengandung zat ekstraktif yang memiliki aktivitas sebagai inhibitor tirosinase.
Pertimbangan lain dalam pemilihan jabon dan mangium pada penelitian
ini karena kedua jenis ini merupakan jenis pohon yang sedang dikembangkan
pada hutan tanaman rakyat sehingga mudah ditemukan. Selain itu, kedua jenis ini
dipilih karena memiliki riap tumbuh yang tinggi (cepat tumbuh), kemampuan
beradaptasi terhadap berbagai tempat tumbuh yang tinggi, serta perlakuan
silvikultur yang relatif mudah (Krisnawati et al. 2011).
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Menetapkan rendemen ekstrak metanol hasil ekstraksi berbagai bagian pohon
jabon dan mangium.
b. Menetapkan aktivitas ekstrak sebagai inhibitor tirosinase dan ekstrak teraktif
sebagai inhibitor tirosinase.
c. Menganalisis komponen kimia ekstrak yang berperan sebagai inhibitor
tirosinase secara kualitatif.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai manfaat
pohon jabon dan mangium sebagai tumbuhan obat, khususnya sebagai sediaan
kosmetik pemutih kulit alami sehingga pohon jabon dan mangium dapat
dimanfaatkan secara optimal.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan September hingga November 2013.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor; Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas Matematika dan
IPA, Institut Pertanian Bogor; Herbarium Bogoriense bidang Botani Pusat
Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor, dan Pusat
Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

3
Bahan
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini berupa limbah daun, kulit,
kayu jabon berdiameter 25 cm, dan kayu mangium berdiameter 30 cm yang
diperoleh dari kilang penggergajian sekitar Bogor, Jawa Barat. Bahan lain yang
digunakan adalah metanol, akuades, enzim tirosinase yang berasal dari jamur
(sigma, 333 u/mL), dimetil sulfoksida (DMSO), L-3,4-dihidroksifenilalanin (LDOPA), L-Tirosin, buffer natrium fosfat, dan asam kojat.
Alat
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini meliputi, willey mill,
saringan bertingkat, oven, desikator, seperangkat alat soklet, rotary vacuum
evaporator, timbangan, kertas saring, benang, alat gelas, pH meter, micro pipet,
micro plate 96 well, Elisa reader, dan aluminium foil.
Penyiapan Bahan Baku
Bahan baku yang yang diperoleh berupa daun, kulit, dan kayu
dikeringudarakan dahulu sebelum dicacah. Setelah itu, seluruh bahan dimasukkan
ke dalam oven dengan suhu 40-60 oC selama ± 2 jam (daun) dan ± 24 jam (kulit
dan kayu). Seluruh bahan tersebut digiling menggunakan willey mill dan disaring
hingga diperoleh serbuk yang berukuran 40-60 mesh. Untuk memastikan
kebenaran jenis pohon yang digunakan, bagian daunnya diidentifikasi di
Herbarium Bogoriense bidang Botani Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor.
Penentuan Kadar Air
Penentuan kadar air bahan baku dilakukan secara gravimetri (Haygreen
dan Bowyer 1996). Bahan yang berupa serbuk sebanyak ± 2 g (BB) dimasukkan
ke dalam oven dengan suhu 103±2 oC selama 24 jam hingga bobotnya konstan
dan diperoleh bobot kering tanur (BKT) serbuk. Kadar air bahan ditentukan
dengan menggunakan rumus berikut:

BB - BKT
KA(%) =

 100%

BKT

Keterangan:
KA= Kadar air (%)
BB= Bobot awal (g)
BKT= Bobot kering tanur (g)

Ekstraksi
Sebanyak 25-30 g serbuk yang telah diketahui kadar airnya dimasukkan ke
dalam timbel dan diekstraksi dengan metode sokletasi menggunakan pelarut
metanol sebanyak 400 mL selama ± 12 jam pada suhu 65 oC. Setelah itu, ekstrak
yang diperoleh dipekatkan menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu 40
o
C, tekanan 400 mmHg dan kecepatan putaran tingkat 4 hingga volumenya

4
berkurang menjadi 100 mL. Sebanyak 10 mL dari ekstrak pekat tersebut
ditimbang untuk mengetahui bobotnya, kemudian dikeringkan dalam oven pada
suhu 103±2 oC selama 24 jam hingga bobotnya konstan dan diperoleh bobot
kering tanur (BKT) ekstrak. Tujuannya untuk mengetahui konsentrasi ekstrak
dalam larutan 100 mL tersebut. Sisa ekstrak pekat sebanyak 90 mL dikeringkan
dalam oven pada suhu 40 oC untuk pengujian inhibitor tirosinase dan analisis
kimianya. Rendemen ekstrak yang terkandung dalam bahan dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut:

BKTa
Rendemen Ekstrak (%) =

 100%

BKTb

Keterangan:
BKTa= Berat kering tanur ekstrak (g)
BKTb= Berat kering tanur serbuk (g)

Uji Aktivitas Inhibitor Tirosinase
Pengujian aktivitas inhibitor tirosinase ini mengacu pada metode yang
telah dilakukan oleh Batubara et al. (2010). Pembuatan larutan ekstrak pada
berbagai konsentrasi dilakukan dengan melarutkan 2 mg ekstrak padat
menggunakan DMSO hingga didapat konsentrasi sebesar 2000 ppm. Ekstrak ini
merupakan stok yang nantinya akan diencerkan dalam buffer natrium fosfat (50
mM dan pH 6.5). Konsentrasi ekstrak yang digunakan pada pengujian ini adalah
31.25-2000 ppm. Pengujian ini menggunakan asam kojat sebagai kontrol positif
dan diuji pada konsentrasi 7.8125-500 ppm. Asam kojat dipilih karena merupakan
inhibitor tirosinase yang memiliki daya hambat dan kestabilan paling tinggi dalam
suatu kosmetik pencerah kulit (Miyazawa et al. 2006).
Pengujian ini menggunakan plate dengan 96 sumur, pada lubang-lubang
sumur tersebut dimasukkan ekstrak dari berbagai konsentrasi sebanyak 70 µL
lalu ditambahkan dengan 30 µL tirosinase, masing-masing konsentrasi dilakukan
dengan tiga kali ulangan. Setelah itu, plate disimpan di dalam ruangan inkubasi
yang bertemperatur (37 oC) selama 5 menit. Selanjutnya, ditambahkan substrat (2
mM L-tirosin dan 12 mM L-DOPA) sebanyak 110 µL ke dalam tiap-tiap lubang
sumur, kemudian disimpan kembali plate tersebut ke dalam ruang inkubasi
selama 30 menit. Panjang optik dari tiap sumur kemudian ditentukan
menggunakan Elisa reader pada panjang gelombang 492 nm. Selanjutnya,
konsentrasi dari masing-masing ekstrak yang dapat menghambat setengah dari
aktivitas tirosinase (IC50) tersebut ditentukan dengan cara membandingkan
absorbans sampel tanpa penambahan ekstrak dengan penambahan ekstrak pada
panjang gelombang 492 nm.
Antara enzim tirosinase dengan kedua substrat yang digunakan akan
menghasilkan reaksi yang berbeda, yaitu reaksi monofenolase dan difenolase.
Monofenolase adalah reaksi antara enzim dengan substrat L-tirosin, dimana enzim
dapat mengubah L-tirosin menjadi L-DOPA, selanjutnya enzim tersebut
mengubah L-DOPA menjadi dopakuinon yang disebut dengan reaksi difenolase.
Setelah itu, dopakuinon akan membentuk melanin yang memicu terjadinya
pencoklatan pada kulit (Lithiwitayawuid 2008). Reaksi yang terjadi antara enzim

5
tirosinase dengan substrat L-tirosin atau L-DOPA pada penelitian ini dapat terlihat
dengan adanya warna coklat (Lampiran 1) yang disebut dengan dopakrom
(Miyazawa et al. 2006). Perhitungan nilai absorbansi pada kedua reaksi tersebut
dihitung menggunakan rumus:
Absorbansi monofenol= B – A
Keterangan:
B= Absorbansi monofenolase
A= Absorbansi sampel+enzim

Absorbansi difenol= C – A
Keterangan:
C= Absorbansi difenolase
A= Absorbansi sampel+enzim

Cara menghitung % penghambatan menggunakan rumus sebagai berikut:

X-Y
%Inhibisi monofenolase =

 100%

X

Keterangan:
X= Absorbansi terkoreksi blanko
Y= Absorbansi terkoreksi monofenol

W-V
%Inhibisi difenolase =

 100%

W

Keterangan:
W= Absorbansi terkoreksi blanko
V= Absorbansi terkoreksi difenol

Uji Fitokimia
Pengujian fitokimia dilakukan secara kualitatif mengacu pada Harborne
(1987). Pengujian hanya dilakukan pada ekstrak yang memiliki aktivitas inhibitor
enzim tirosinase tertinggi, yang meliputi: uji alkaloid, flavanoid, fenol
hidrokuinon, tanin, saponin, triterpenoid, dan steroid.
Prosedur Analisis Data
Data yang diperoleh dari pengujian aktivitas inhibitor tirosinase yang telah
dilakukan diolah menggunakan persamaan regresi yang diperoleh dari hubungan
antara konsentrasi ekstrak uji dengan persen penghambatan pada tingkat 50 %
(IC50) secara deskriptif.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Jenis Pohon
Hasil identifikasi Herbarium Bogoriense bidang Botani Pusat Penelitian
Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong, Bogor
menunjukkan kebenaran bahwa contoh daun dari pohon yang digunakan dalam
penelitian ini adalah jabon (A. cadamba Miq.) dan mangium (A. mangium Willd.).
Pohon jabon yang digunakan pada penelitian ini memiliki kulit batang
yang berwarna abu-abu, kasar, dan sedikit beralur (Gambar 1). Hal serupa juga
dinyatakan oleh Krisnawati et al. (2011), bahwa kulit batang jabon berwarna abuabu, mulus, dan beralur. Kayu jabon berwarna kuning kecoklatan dengan bagian
teras dan gubal yang sulit untuk dibedakan. Daun jabon berukuran besar,
berwarna hijau mengkilap, berpasangan dan berbentuk oval-lonjong. Bunganya
biseksual dan buahnya merupakan buah majemuk, berbentuk bulat, dan lunak.
Kayu magium yang digunakan pada penelitian ini memiliki warna coklat
tua untuk bagian teras, dan coklat muda untuk bagian gubal. Kulit mangium
berwarna cokelat tua, kasar, dan beralur dalam (Gambar 2). Anakan mangium
yang baru berkecambah memiliki daun majemuk, namun setelah beberapa minggu
daun majemuk tersebut hilang dan tangkai daunnya berubah menjadi filodia.
(Krisnawati et al. 2011).

a (kulit batang)

b (daun)

c (buah)

Gambar 1 Karakteristik berbagai bagian pohon jabon (A. cadamba)
(foto: bersumber dari Krisnawati et al. 2011).

a (kulit batang)

b (filodia)

c (anakan)

Gambar 2 Karakteristik berbagai bagian pohon mangium (A. mangium)
(foto: bersumber dari Krisnawati et al. 2011).

7
Rendemen Ekstrak
Ekstraksi berbagai bagian pohon jabon dan mangium dalam metanol
menghasilkan rendemen ekstrak yang beragam. Tabel 1 menunjukkan bahwa
rendemen ekstrak yang dihasilkan berkisar antara 0.89-13.02%, dengan rendemen
tertinggi dihasilkan dari ekstraksi daun jabon (13.02%) dan rendemen ekstrak
terendah diperoleh dari gubal mangium (0.89%). Fengel dan Wegener (1995)
menyatakan bahwa rendemen zat ekstraktif yang dihasilkan dapat berbeda pada
tiap sampel, karena dipengaruhi oleh tempat tumbuh, jenis pohon, umur pohon,
bahkan bagian dalam pohon. Fenomena yang sama juga terjadi pada peneliti lain.
Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2012) menunjukkan bahwa ekstraksi
berbagai bagian pohon surian (Toona sinensis) menghasilkan rendemen ekstrak
dalam etanol yang berbeda, dimana ekstrak daun, kulit kayu, kayu teras, dan kayu
gubal berturut-turut 13, 7, 6 dan 4%. Perbedaan lain yang dapat dilihat adalah
wujud fisik dari seluruh ekstrak yang dihasilkan. Perbedaan rendemen dan wujud
fisik ekstrak menunjukkan bahwa kandungan zat ekstraktif berbagai bagian pohon
tersebut berbeda meskipun diekstraksi menggunakan pelarut yang sama.
Tabel 1 Rendemen dan wujud fisik ekstrak berbagai bagian pohon jabon dan
mangium
Jenis pohon Bagian pohon Rendemen (%)
Wujud fisik ekstrak

Jabon

Daun

13.02

padatan kering, tidak beraroma,
hijau kehitaman

Kulit

2.22

padatan kental, beraroma, coklat
kehitaman.

Kayu

1.22

padatan kental, beraroma,
cokelat kehitaman.

Daun

10.72

padatan kental, beraroma, hijau
kehitaman.

Kulit

4.40

padatan kering, tidak beraroma,
coklat kehitaman.

Gubal

0.89

padatan kering, tidak beraroma,
coklat muda.

Teras

2.50

padatan kental, beraroma, coklat
kehitaman.

Mangium

Rendemen ekstrak pada bagian daun dari pohon jabon dan mangium lebih
tinggi dibandingkan dengan bagian pohon lainnya (Tabel 1). Hal ini disebabkan
oleh adanya senyawa klorofil atau zat hijau daun yang ikut terekstraksi oleh
metanol. Berdasarkan wujud fisik ekstrak daun yang berwarna hijau kehitaman
juga menunjukkan adanya senyawa klorofil yang terekstraksi. Harborne (1987)
menyatakan bahwa sebagian besar klorofil terdistribusi dalam daun dan dapat
larut dalam pelarut organik seperti etanol, aseton, metanol, eter, dan kloroform.

8
Bagian kulit merupakan bagian pohon yang memiliki kadar ekstrak
tertinggi kedua setelah daun. Kandungan zat ekstraktif dalam kulit lebih tinggi
dibandingkan dengan bagian kayu. Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan
konstituen-konstituen lipofil dan hidrofil dalam kulit yang dapat larut oleh pelarut
organik. Hasil penelitian Gao (2007) pada berbagai bagian pohon Chamaecyparis
lawsoniana juga menunjukkan bahwa kadar ekstrak bagian kulit (7%) lebih tinggi
dibandingkan kayu teras (4%).
Aktivitas Inhibitor Tirosinase
Pengujian aktivitas inhibitor tirosinase dilakukan pada seluruh ekstrak
pohon jabon dan mangium, untuk mengetahui ekstrak dengan daya hambat
terbaik. Baik tidaknya suatu ekstrak dalam menghambat kerja enzim tirosinase
dilihat dari nilai IC50 nya. IC50 (inhibitor concentration) adalah kemampuan
ekstrak yang diujikan dalam menghambat kerja enzim tirosinase sebesar 50%.
Hasil perhitungan nilai IC50 dari seluruh ekstrak terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Nilai IC50 sampel sebagai inhibitor tirosinase
IC50 (ppm)
Jenis pohon
Bagian pohon
Monofenolase
Difenolase
Daun
>1000
>1000
Jabon
Kulit
>1000
>1000
Kayu
867.36
>1000
Daun
320.82
976.04
Kulit
129.81
240.88
Mangium
Gubal
>1000
935.66
Teras
>1000
>1000
Kontrol Positif
38.45
102.11
Tabel 2 menunjukkan bahwa pada sampel dari pohon jabon, hanya ekstrak
bagian kayu saja yang memiliki aktivitas sebagai inhibitor tirosinase. Hal ini
dikarenakan ekstrak kayu jabon memiliki nilai IC50 paling rendah (867.36 ppm)
atau tiga belas kali lebih besar dari kontrol positif (Tabel 2). Namun ekstrak ini
memiliki kelemahan, yaitu hanya aktif menghambat enzim tirosinase pada reaksi
monofenolase saja, sedangkan pada reaksi difenolase ekstrak kayu jabon tidak
aktif dalam menghambat enzim tirosinase, terlihat dari nilai IC50 yang diperoleh
>1000 ppm (Batubara dan Adfa 2013). Ekstrak yang baik dalam menghambat
aktivisas tirosinase seharusnya dapat menghambat kerja enzim pada kedua tahap
awal dalam pembentukan melanin, baik monofenolase maupun difenolase
(Rahayu 2012). Oleh karena itu, ekstrak kayu jabon tidak memiliki aktivitas
sebagai inhibitor tirosinase yang baik.
Dibandingkan dengan jabon, ekstrak yang berasal dari berbagai bagian
pohon mangium memiliki tingkat keaktifan yang lebih tinggi. Hal ini ditentukan
dari jumlah sampel yang berpotensi sebagai inhibitor tirosinase lebih besar, yaitu
daun, kulit, dan gubal mangium (Tabel 2). Ekstrak gubal mangium mampu
menghambat enzim tirosinase dengan IC50 sebesar 935.66 ppm pada reaksi
difenolase, sedangkan pada reaksi monofenolase ekstrak gubal mangium tidak
dapat menghambat aktivitas enzim karena memiliki IC50 >1000 ppm. Seperti

9
halnya pada ekstrak kayu jabon, ekstrak gubal mangium juga hanya mampu
menghambat kerja enzim pada salah satu reaksi saja. Sehingga ekstrak gubal
magium tidak dapat dikatakan sebagai inhibitor tirosinase yang baik.
Ekstrak daun mangium dapat menghambat kerja enzim tirosinase pada
kedua reaksi pembentukan melanin dengan IC50 sebesar 320.82 ppm untuk
monofenolase dan sebesar 976.04 ppm untuk difenolase. Meskipun ekstrak daun
mangium mampu menghambat kerja enzim tirosinase pada kedua reaksi
pembentukan melanin, tetapi bukan inhibitor tirosinase terbaik. Hal ini disebabkan
oleh nilai IC50 pada ekstrak daun mangium bukanlah yang terendah. Batubara dan
Adfa (2013) menyatakan bahwa, semakin rendah nilai IC50 suatu ekstrak semakin
baik pula aktivitas ekstrak dalam menghambat enzim. Dari ketiga ekstrak tersebut,
ekstrak yang memiliki aktivitas sebagai inhibitor tirosinase terbaik adalah kulit
mangium terlihat dari nilai IC50 terendah dan aktif pada kedua reaksi
(monofenolase dan difenolase). Nilai IC50 yang dimiliki oleh ekstrak kulit
mangium adalah 129.81 ppm pada reaksi monofenolase dan 240.88 ppm pada
reaksi difenolase. Hal yang sama juga terjadi pada peneliti lain. Penelitian yang
dilakukan oleh Batubara et al. (2010) pada 35 jenis tanaman obat di Indonesia
menunjukkan bahwa ekstrak etanol dan metanol 50% dari tanaman Intsia
palembanica adalah ekstrak yang memiliki aktivitas inhibitor tirosinase terbaik,
karena memiliki nilai IC50 (10.4 ppm dan 40.4 ppm) yang terendah dan mendekati
nilai IC50 dari kontrol positif (asam kojat) sebesar 11.3 dan 40.2 ppm. Hasil dari
ekstrak kulit mangium ini masih lebih baik dibandingkan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rahayu (2012) dan saat ini sudah mulai dikembangkan sebagai
pemutih kulit. Penelitian Rahayu (2012) menggunakan ekstrak kayu bakau
(Rhizophora apiculata) dengan nilai IC50 sebesar 201.72 ppm (monofenolase)
dan 419.22 ppm (difenolase).
Kandungan Fitokimia
Hasil pengujian fitokimia pada ekstrak metanol kulit mangium
menunjukkan bahwa semua golongan senyawa yang menjadi parameter dalam
pengujian terdeteksi keberadaannya. Golongan senyawa paling banyak yang
terkandung dalam ekstrak kulit mangium adalah alkaloid, diikuti dengan golongan
senyawa flavonoid dan fenol hidrokuinon terbanyak kedua (Tabel 3). Golongan
senyawa yang diduga memiliki aktivitas sebagai inhibitor tirosinase adalah
flavonoid, sesuai dengan pernyataan Chang (2009) bahwa senyawa golongan
flavonoid merupakan salah satu golongan senyawa yang aktif sebagai penghambat
tirosinase. Nangka (Artocarpus sp.) juga memiliki potensi sebagai inhibitor
tirosinase karena mengandung senyawa fenol dari golongan flavonoid yang lebih
besar dibandingkan senyawa non fenol dari golongan triterpenoid dan steroid
(Nomura dan Aida 1998 dalam Al-Ash’ary et al. 2010).

10
Tabel 3 Hasil pengujian fitokimia ekstrak metanol kulit mangium
Sampel
Komponen fitokimia
Keterangan
Alkaloid
++++
Flavonoid
+++
Fenol hidrokuinon
+++
Kulit mangium
Steroid
+
Triterpenoid
+
Tanin
+
Saponin
++
Keterangan: +: hasil uji positif lemah, ++: hasil uji positif sedang, +++: hasil uji positif kuat,
++++: hasil uji positif sangat kuat

Flavonoid banyak tersebar pada bagian bunga, daun, biji, dan kulit kayu
suatu tanaman. Senyawa-senyawa yang termasuk dalam golongan flavonoid dan
berperan sebagai penghambat tirosinase diantaranya adalah kuersetin (5,7,3',4'tetrahidroksiflavonol), mirisetin (5,7,3',4',5'-pentahidroksi-flavonol), kaemferol
(5,7,4'-trihidroksiflavonol), galangin (5,7-dihidroksiflavonol), morin, buddlenoid
A, dan buddlenoid B ( Xie et al. 2003 dalam Chang 2009). Ekstrak metanol daun
singkong (Manihot utilissima) juga memiliki aktivitas sebagai inhibitor tirosinase
karena mengandung senyawa kuersetin (Fatmawati et al. 2010). Penelitian yang
dilakukan oleh Kalsom et al. (2001) untuk mengidentifikasi senyawa flavonol
yang terkandung dalam daun mangium menunjukkan bahwa terdapat senyawa
kuersetin-3-glukosida, kuersetin-3- diglukosida dan juga kaemferol-3,7dirhamnosida dan kaemferol-7,4’-digalaktosida. Hal ini memungkinkan adanya
senyawa sejenis yang terdapat pada ekstrak kulit mangium yang memiliki
aktivitas sebagai inhibitor tirosinase. Selain itu, flavonoid juga berfungsi sebagai
antioksidan, pemberi warna kuning atau merah dan biru pada tanaman, serta
melindungi tanaman dari serangan mikroba dan hama (Das dan Talukdar 2010).
Alkaloid merupakan suatu golongan senyawa organik terbanyak yang
berasal dari alam dan sebagian besar terdapat di tumbuhan. Golongan senyawa
alkaloid merupakan hasil metabolisme dari tumbuh-tumbuhan dan digunakan
sebagai cadangan bagi sintesis protein (Carey 2006). Alkaloid sangat bermanfaat
dalam bidang kesehatan, salah satunya dapat berfungsi sebagai antioksidan
(Husnah et al. 2009). Penelitian Minarti et al. (2002) menunjukkan bahwa
senyawa siamin dari golongan alkaloid yang terkandung dalam pohon johar
(Cassia siamea) berfungsi sebagai antioksidan. Selain itu, alkaloid juga berfungsi
untuk memicu sistem saraf, menaikkan atau menurunkan tekanan darah, dan
melawan infeksi mikroba (Carey 2006).
Sebagian besar senyawa organik bahan alam adalah senyawa aromatik.
Fenol hidrokuinon merupakan salah satu kelompok senyawa yang tergolong
dalam senyawa aromatik yang memiliki cincin benzen. Kelompok senyawa fenol
hidrokuinon bermanfaat sebagai antibakteri, sesuai dengan penelitian Arifuddin et
al. (2004) yang menyatakan bahwa fenol hidrokuinon yang berasal dari ekstrak
buah Sonneratia casseolaris aktif sebagai antibakteri Vibrio harveyi (patogen
pada udang windu). Selain itu, fenol hidrokuinon juga bermanfaat sebagai
antifungal (Tsoukatou et al. 2002) serta antioksidan (Aknin et al. 1999).

11

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ekstraksi berbagai bagian pohon jabon dan mangium dengan metode
sokletasi selama 12 jam menggunakan pelarut metanol menghasilkan rendemen
yang beragam. Rendemen tersebut berturut-turut 13.02, 2.22, dan 1. 22% untuk
pohon jabon, sedangkan ekstrak dari berbagai bagian pohon mangium berturutturut 10.72, 4.40, 2.50, dan 0.89%.
Ekstrak yang memiliki aktivitas sebagai inhibitor tirosinase adalah kayu
jabon, gubal mngium, daun mangium, dan kulit mangium. Dari keempat ekstrak
tersebut, yang berperan sebagai inhibitor terbaik adalah kulit mangium, dengan
IC50 sebesar 129.81 ppm untuk monofenolase dan 240.88 ppm untuk difenolase.
Analisis fitokimia yang dilakukan menunjukkan bahwa ekstrak kulit
mangium terdeteksi mengandung alkaloid, flavonoid, fenol hidrokuinon, steroid,
triterpenoid, tanin, dan saponin.
Saran
Perlu dilakukan isolasi dan identifikasi senyawa aktif yang berperan
sebagai inhibitor tirosinase.

DAFTAR PUSTAKA
Acharyya S, Rathore DS, Kumar HKS, Panda N. 2011. Screening of
Anthocephalus cadamba (Roxb) Miq. root for antimicrobial and
anthelmintic activities. IJRPB. 2(1): 279-300.
Aknin M, Dayan TLA, Rudi A, Kashman Y, Gaydou EM. 1999. Hydroquinone
antioxidant from the Indian Ocean tunicate Aplidium savignyi. J Agri.
Food. Chem. 47: 4175-4177.
Al-Ash’ary MN, Supriyanti FMT, Zackiyah. 2010. Penetuan pelarut terbaik dalam
mengekstraksi senyawa bioaktif dari kulit batang Artocarpus heterophyllus.
J Sains Tek. Kim. 1(2): 150-158.
Arifuddin, Sukenda, Dana D. 2004. Manfaat bahan aktif hidrokuinon dari buah
Soneratia casseolaris untuk mengendalikan infeksi buatan Vibrio harveyi
pada udang windu, Penaeus monodon FAB. J Akuakul. Indones. 3(1): 2935.
Armilasari D. 2013. Aktivitas antikanker ekstrak metanol berbagai bagian pohon
jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Arung ET, Shimizu K, Kondo R. 2006. Inhibitory effect of artocarpanone from
Artcocarpus heterophyllus on melanin biosynthesis. Biol. Pharm. Bull.
29(9): 1966-1969.

12
Batubara I, Darusman LK, Mitsunaga T, Rahminiwati M, Djauhari E. 2010.
Potency of medicinal plants as tyrosinase inhibitor and antioxidant agent. J
Biol. Sci. 10(2): 138-144.
Batubara I, Adfa M. 2013. Potensi daun kayu bawang (Protium javanicum)
sebagai penghambat kerja enzim tirosinase. J Sains Mat. 1(2): 52-56.
Carey FA. 2006. Organic Chemistry, 6th ed. New York (US): McGraw Hill.
Chandrashekar KS, Prasanna KS. 2009. Antimicrobial activity of Anthocephalus
cadamba Linn. JCPR 1(1): 268-270.
Chang TS. 2009. An updated review of tyrosinase inhibitor. Int. J Mol. Sci. 10:
2440-2475.
Darusman LK, Batubara I, Lopolisa C. 2011. Screening marker components of
tyrosinase inhibitor from Xylocarpus granatum Stem. Valensi 2(3): 409413.
Das PS , Talukdar AD. 2010. Phytochemical screening and bioactivity evaluation
of Homalonema aromatica (Roxb.) Schott. AUJST 6(1): 71-74.
Fatmawati A, Aswad M, Kolobani MN, Manggau MA, Alam G. 2010. Efektivitas
beberapa bahan alam sebagai bahan pemutih kulit: studi in vitro
penghambatan aktivitas enzim tirosinase. J Bahan Alam Indones. 7(4):
219-223.
Fengel D, Wegener G. 1995. Kayu : Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi.
Sastrohamidjoju H, penerjemah, Prawirohatmodjo S. editor. Yogjakarta
(ID): Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Wood,Chemistry,
Ultrastructure, Reactions.
Gao H. 2007. Chemical analysis of extract from port-oford cedar wood and bark
[tesis]. Louisiana (US): Louisiana State University
Gurjar H, Jain SK, Nandanwar R, Sahu VK. 2010. Phytochemical screening on
the stem bark of Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq. IJPSR 1(7): 108115.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Padmawinata K. Soedira I, Penerjemah. Bandung (ID): ITB.
Terjemahan dari: Phytochemical Methods.
Haygreen JG, Bowyer JL. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu: Suatu Pengantar.
Sutjipto AH, penerjemah; Soenardi P, editor. Yogyakarta (ID): UGM Pr.
Terjemahan dari: Forest Product and Wood Science, An Introduction. Ed
ke-3.
Husnah M, Barroroh H, Hayati EK. 2009. Identifikasi dan uji aktivitas golongan
senyawa antioksidan ekstrak kasar buah pepino (Solanum muricatum
Aiton) berdasarkan variasi pelarut. E journal UIN malang 7: 1-6.
Ismail, Nazariah CA, Othman AS. 2010. Antimicrobial and antioxidant studies of
Acacia mangium leaves extracts. ICAST 2(5): 27-30.
Jeong CH, Shim KH. 2004. Tyrosinase inhibitor isolated from the leaves of
Zanthoxylum piperitum. Biosci 68(9): 1984-1987.
Kalsom YU, Khairuddin HI, Zakri MM. 2001. Flavonol glycosides from leaves of
Acacia mangium and related species. MJAS 7 (1): 109-112.
Krisnawati H, Kallio M, Kanninen M. 2011. Acacia mangium Willd.: Ekologi,
Silvikultur dan Produktivitas [Internet]. Bogor (ID): CIFOR [diunduh
2013 Juni 23]. Tersedia pada: http://www.cifor.org/pdf_files.

13
Krisnawati H, Kallio M, Kanninen M. 2011. Anthocephalus cadamba Miq.:
Ekologi, Silvikultur dan Produktivitas [Internet]. Bogor (ID): CIFOR
[diunduh 2013 Juni 23]. Tersedia pada: http://www.cifor.org/pdf_files.
Lithitwitayawuid K. 2008. Stillbenes with tyrosinase inhibitory activity. Curr. Sci.
94: 44-52.
Mihara R, Barry KM, Mohammed CL, Mitsunaga T. 2005. Comparison of
antifungal and antioxidant activities of Acacia mangium and A.
auriculiformis heartwood extracts. J. Chem. Ecol. 31(4): 789-804.
Minarti DP, Kardono LBS, Wahyudi B. 2002. Penapisan kimia senyawa-senyawa
alkaloid dalam ekstrak daun johar (Cassia siamea L.). Jakarta (ID):
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, LIPI.
Miyazawa, Mitsuo, Tamura N. 2006. Inhibitory compound of tyrosinase activity
from the sprout of Polygonum hydropiper L. J. Biol. Pharm.Bull. 30 (3):
595-597.
Rahayu E. 2012. Aktivitas gabungan ekstrak bakau (Rhizophora apiculata),
alamanda (Allamanda schottii), dan binahong (Anredera cordifolia)
terhadap enzim tirosinase [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sasaki K, Yoshizaki F. 2002. Nobiletin as a tyrosinase inhibitor from the peel of
Citrus fruit. J Biol. Pharm. Bull. 25(6): 806-808.
Sari RK. 2012. Bioaktivitas zat ekstraktif kayu teras suren (Toona sureni Merr.)
pada posisi kayu yang berbeda dalam btang pohon [disertasi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Sari RK, Darmawan W, Nawawi DS. 2013. Eksplorasi senyawa antikanker dari
limbah industri senyawa kayu rakyat [laporan penelitian]. Unggulan
Perguruan Tinggi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Syafii W. 2008. Peningkatan Efisiensi Pemanfaatan Hasil Hutan Melalui
Penerapan “the Whole Tree Utilization”. Di dalam: Pemikiran Guru Besar
Institut Pertanian Bogor, Perspektif Ilmu-ilmu Pertanian dalam
Pembangunan Nasional. Bogor (ID): Penebar Swadaya dan IPB Pr. hlm
187-191.
Tsoukatou M, Hellio C, Vagias C, Harvala C, Roussis V. 2002. Chemical defense
and antifouling of three Mediterranian sponges of the genus Ircinia. ZFN
54: 161-171.

14

LAMPIRAN
Lampiran 1 Gambar hasil pengujian Elisa reader

pencoklatan
Lampiran 2 Perhitungan % penghambatan enzim tirosinase

Konsentrasi
(ppm)
2000
1000
500
250
125
62.5
31.25
Blanko

Absorbansi
A
0.612
0.356
0.217
0.17
0.127
0.139
0.118
0.079

B
0.854
0.701
0.595
0.601
0.496
0.604
0.719
0.684

C
0.806
0.713
0.544
0.523
0.405
0.402
0.386
0.355

Daun Jabon
Absorbansi
terkoreksi
(B-A) (C-A)
0.242
0.194
0.345
0.357
0.378
0.327
0.431
0.353
0.369
0.278
0.465
0.263
0.601
0.268
0.605
0.276

% Inhibisi
Monofenolase
60
42.975
37.520
28.760
39.008
23.140
0.661

Keterangan: A: Sampel+enzim, B: monofenolase, C: difenolase

Absorbansi Monofenolase = B – A
= Absorbansimonofenolase – Absorbansisampel+enzim
= 0.854 – 0.612
= 0.242
Absorbansi Difenolase

=C–A
= Absorbansidifenolase – Absorbansisampel+enzim
= 0.806 – 0.612
= 0.194

Difenolase
29.710
-29.347
-18.478
-27.898
-0.724
4.710
2.898

15

X-Y

%Inhibisi monofenolase =

 100%
X
0.605 - 0.242

=

 100%

0.605

= 60
70
60
50
40
30
20
10
0
-10 0
-20
-30
-40

y = 11,14ln(x) - 28,354
R² = 0,816
y = 5E-05x2 - 0,0827x + 5,032
R² = 0,8862 Series1
Series2
Log. (Series1)
1000

2000

Poly. (Series2)

3000

Keterangan: Biru= monofenolase, Merah= difenolase

Berdasarkan kurva di atas, diperoleh persamaan garis
y= 11.14 ln(x) – 28.354
dengan: x = [sampel]
y = % inhibisi difenolase
Untuk menentukan IC50 monofenolase ekstrak metanol daun jabon, maka
dimasukkan nilai y = 50
y = 11.14 ln(x) – 28.354
50 = 11.14 ln(x) – 28.354
x = 1134.08 ppm
Jadi, nilai IC50 monofenolase ekstrak metanol daun jabon sebesar 1124.08 ppm

Konsentrasi
(ppm)
2000
1000
500
250
125
62,5
31,25
Blanko

Absorbansi
A
0.245
0.135
0.112
0.094
0.094
0.107
0.106
0.088

B
0.312
0.452
0.478
0.521
0.533
0.486
0.614
0.611

C
0.334
0.334
0.368
0.378
0.361
0.366
0.383
0.375

Kulit Jabon
Absorbansi
terkoreksi
(B-A) (C-A)
0.067
0.089
0.317
0.199
0.366
0.256
0.427
0.284
0.439
0.267
0.379
0.259
0.508
0.277
0.523
0.287

% Inhibisi
monofenolase
87.189
39.388
30.019
18.355
16.061
27.533
2.868

Difenolase
68.989
30.662
10.801
1.045
6.968
9.756
3.484

16
100
y = 0.0362x + 11.098
R² = 0.9164

90
80
70
60

Series1

50

Series2

40

Linear (Series1)

30

Linear (Series2)

20
10

y = 0.0328x + 0.2002
R² = 0.9508

0
0

500

1000

1500

2000

2500

Keterangan: Biru= monofenolase, Merah= difenolase

Konsentrasi
(ppm)
2000
1000
500
250
125
62.5
31.25
Blanko

Absorbansi
A
0.188
0.117
0.087
0.067
0.064
0.049
0.047
0.045

B
0.198
0.424
0.465
0.471
0.456
0.56
0.671
0.645

C
0.209
0.281
0.305
0.307
0.308
0.319
0.313
0.32

Kayu Jabon
Absorbansi
terkoreksi
(B-A)
(C-A)
0.01
0.021
0.307
0.164
0.378
0.218
0.404
0.24
0.392
0.244
0.511
0.27
0.624
0.266
0.6
0.275

120
y = 0,0417x + 13,831
R² = 0,8795

100
80

Series1
60

Series2

40

Linear (Series1)
Linear (Series2)

20
0
0

1000

2000

3000

y = 0.0444x + 0.9258
R² = 0.9894

-20
Keterangan: Biru= monofenolase, Merah= difenolase

% Inhibisi
Monofenolase
98.333
48.833
37
32.667
34.667
14.833
-4

Difenolase
92.363
40.363
20.727
12.727
11.272
1.818
3.272

17

Konsentrasi
(ppm)
2000
1000
500
250
125
62.5
31.25
Blanko

Absorbansi
A
0.449
0.232
0.187
0.119
0.089
0.069
0.059
0.049

B
0.622
0.404
0.413
0.441
0.481
0.467
0.537
0.627

C
0.696
0.457
0.372
0.357
0.342
0.325
0.322
0.326

Daun Mangium
Absorbansi
% Inhibisi
terkoreksi
(B-A) (C-A) Monofenolase Difenolase
0.173
0.247
70.069
10.830
0.172
0.225
70.242
18.772
0.226
0.185
60.899
33.212
0.322
0.238
44.290
14.079
0.392
0.253
32.179
8.664
0.398
0.256
31.141
7.581
0.478
0.263
17.301
5.054
0.578
0.277

100
y = 13,666ln(x) - 28,865
R² = 0,9571

50
0
-50

0

500

1000

1500

2000

2500
Series1

-100

Series2

-150

Log. (Series1)

-200

Poly. (Series2)

-250
y = 4E-13x5 - 1E-09x4 + 1E-06x3 - 0,0003x2 +
0,0699x + 3,5078
-350
R² = 0,9985
Keterangan: Biru= monofenolase, Merah= difenolase
-300

Konsentrasi
(ppm)
2000
1000
500
250
125
62.5
31.25
Blanko

Absorbansi
A
0.436
0.213
0.14
0.096
0.074
0.063
0.055
0.043

B
0.399
0.26
0.269
0.287
0.392
0.445
0.572
0.655

C
0.404
0.251
0.237
0.248
0.261
0.304
0.313
0.317

Kulit Mangium
Absorbansi
% Inhibisi
terkoreksi
(B-A) (C-A) Monofenolase Difenolase
-0.037 -0.032
106.045
111.678
0.047
0.038
92.320
86.131
0.129
0.097
78.921
64.598
0.191
0.152
68.790
44.525
0.318
0.187
48.039
31.751
0.382
0.241
37.581
12.043
0.517
0.258
15.522
5.839
0.612
0.274

18
120

y = 21,213ln(x) - 53,224
R² = 0,9906

100

y = 25,669ln(x) - 90,776
R² = 0,9784
Series1

80
60
40

Series2

20
0
-20

0

1000

2000

3000

Keterangan: Biru= monofenolase, Merah= difenolase

Konsentrasi
(ppm)
2000
1000
500
250
125
62.5
31.25
Blanko

Absorbansi
A
0.087
0.07
0.065
0.051
0.051
0.049
0.054
0.043

B
0.138
0.381
0.439
0.432
0.392
0.42
0.406
0.557

100

C
0.143
0.426
0.534
0.576
0.565
0.536
0.748
0.736

Gubal Mangium
Absorbansi
% Inhibisi
terkoreksi
(B-A) (C-A)
Monofenolase Difenolase
0.051
0,056
90.077
91.919
0.311
0,356
39.494
48.629
0.374
0,469
27.237
32.323
0.381
0,525
25.875
24.242
0.341
0,514
33.657
25.829
0.371
0,487
27.821
29.725
0.352
0,694
31.517
-0.144
0.514
0,693

y = 2E-05x2 - 0,0158x + 31,029
R² = 0,9885

80

Series1

60

Series2
40
Poly. (Series1)
20

Linear (Series2)

0
0
-20

1000

2000

3000

y = 0,0378x + 14,632
R² = 0,9023

Keterangan: Biru= monofenolase, Merah= difenolase

19

Konsentrasi
(ppm)

Absorbansi
A
0.109
0.105
0.092
0.076
0.064
0.051
0.059
0.044

2000
1000
500
250
125
62.5
31.25
Blanko

B
0.233
0.443
0.596
0.614
0.41
0.544
0.62
0.538

100

C
0.24
0.494
0.544
0.573
0.583
0.575
0.735
0.705

Teras Mangium
Absorbansi
% Inhibisi
terkoreksi
(B-A) (C-A) Monofenolase Difenolase
0.124
0.338
0.504
0.538
0.346
0.493
0.561
0.494

0.131
0.389
0.452
0.497
0.519
0.524
0.676
0.661

74.898
31.578
-2.024
-8.906
29.959
0.202
-13.562

80.181
41.149
31.618
24.810
21.482
20.726
-2.269

y = -3E-08x3 + 9E-05x2 - 0,0377x +
3,6389
R² = 0,7903

80
60

Series1
Series2

40
Poly. (Series1)
Linear (Series2)

20
0
0

500

1000

1500

2000

2500

y = 0.0337x + 11.972
R² = 0.9082

-20
Keterangan: Biru= monofenolase, Merah= difenolase

Konsentrasi
(ppm)
500
250
125
62,5
31.25
15.625
7.8125
Blanko

Asam Kojat
Absorbansi
terkoreksi

Absorbansi
A
0.06
0.052
0.065
0.049
0.064
0.068
0.049
0.046

B
0.051
0.058
0.135
0.126
0.315
0.471
0.512
0.526

C
0.142
0.248
0.355
0.536
0.696
0.73
0.675
0.749

(B-A)
-0.009
0.006
0.07
0.077
0.251
0.403
0.463
0.48

(C-A)
0.082
0.196
0.29
0.487
0.632
0.662
0.626
0.703

% Inhibisi
Monofenolase
101.875
98.75
85.416
83.958
47.708
16.041
3.541

Difenolase
88.335
72.119
58.748
30.725
10.099
5.832
10.953

20
Lampiran 3 Hasil identifikasi spesies pohon

21

RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara dari pasangan
Bapak H. Tarno, SP dan Hj. Yusmah. Penulis dilahirkan di Binjai, Aceh Tamiang
pada tahun 1991. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Swasta Patra Nusa, Aceh
Tamiang dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Jurusan Hasil
Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama di bangku kuliah penulis aktif diberbagai kegiatan yang menunjang
akademik. Pada bidang akademik penulis beserta kelompok memperoleh dana
penelitian dari DIKTI pada ajang Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang
penelitian pada tahun 2011 dan 2012 . Tahun 2011 penulis melaksanakan Praktik
Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Gunung Tangkuban Perahu dan Cikeong,
Jawa Barat. Tahun 2012 penulis melaksanakan Praktik Pengelolaan Hutan (PPH)
di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi, Jawa Barat. Tahun 2013
peulis melaksanakan praktik kerja lapang (PKL) di Taman Sringanis, Bogor, Jawa
Barat. Selain itu, penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah Pendidikan Agama
Islam pada tahun 2011-2012. Pada tahun pertama (TPB) penulis merupakan Ketua
Divisi BBQ Dewan Musholla Gedung A1, penulis juga anggota dari Organisasa
Mahasiswa Daerah (OMDA) Aceh periode 2009-2010. Penulis aktif sebagai
pengurus Bimbingan Remaja dan Anak-anak (BIRENA) Al-Hurriyyah IPB pada
tahun 2010-2011. Pada tahun 2010-2011 penulis menjadi staf divisi IFC (Islamic
Forester Center) di Lembaga Dakwah Fakultas (LDF) Fakultas Kehutanan.
Penulis menjadi bendahara umum di OMDA Aceh, BIRENA, dan sekretaris divisi
IFC periode 2011-2012.
Dalam menyelesaikan studi di IPB, penulis melakukan penelitian yang
berjudul Inhibitor Tirosinase Ekstrak Metanol Berbagai Bagian Pohon Jabon dan
Mangium, dibawah bimbingan Dr Ir Rita Kartika Sari, MSi dan Dr Irmanida
Batubara, SSi MSi.