Penapisan Ekstrak Daun Famili Zingiberaceae Sebagai Inhibitor Tirosinase Dan Antioksidan

PENAPISAN EKSTRAK DAUN FAMILI ZINGIBERACEAE
SEBAGAI INHIBITOR TIROSINASE DAN ANTIOKSIDAN

YUNI KARTIKA

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penapisan Ekstrak
Daun Famili Zingiberaceae sebagai Inhibitor Tirosinase dan Antioksidan adalah
benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Yuni Kartika
NIM G44110037

ABSTRAK
YUNI KARTIKA. Penapisan Ekstrak Daun Famili Zingiberaceae sebagai
Inhibitor Tirosinase dan Antioksidan. Dibimbing oleh IRMANIDA BATUBARA
dan LATIFAH K DARUSMAN.
Penapisan atas daun Zingiberaceae telah dilakukan sebagai inhibitor
tirosinase dan antioksidan. Kadar total antosianin, klorofil, karotenoid, tanin, dan
flavonoid ditentukan menggunakan metode spektroskopi. Metode penapisan
antioksidan menggunakan 1,1-difenil-2-pikril hidrazil (DPPH) dan penapisan
inhibitor tirosinase menggunakan substrat L-tirosina (monofenolase) dan LDOPA (difenolase). Ekstrak metanol daun temulawak (Curcuma xanthorrhiza)
lebih aktif sebagai antioksidan daripada ekstrak lainnya dengan nilai IC50 281.85
mg/L dan hubungannya dengan kadar tanin ialah 22.76%. Ekstrak etil asetat dari
daun bangle hantu (Zingiber purpureum) memiliki aktivitas inhibisi monofenolase
82.86% dan hubungannya dengan kadar karotenoid ialah 52.02%. Ekstrak etil
asetat daun temu putih (Curcuma zedoaria) memiliki aktivitas inhibisi difenolase
90.20% dan hubungannya dengan kadar flavonoid ialah 39%. Jadi, dari 10 daun

spesies Zingiberaceae, temulawak lebih berpotensi sebagai antioksidan, sementara
bangle hantu dan temu putih lebih berpotensi sebagai inhibitor tirosinase.
Kata kunci: antioksidan, inhibitor tirosinase, penapisan, Zingiberaceae

ABSTRACT
YUNI KARTIKA. Screening on Extract of Zingiberaceae Leaves for Tyrosinase
and Antioxidant Inhibitors. Supervised by IRMANIDA BATUBARA and
LATIFAH K DARUSMAN.
Zingiberaceae leaves have been screened as tyrosinase and antioxidant
inhibitors. The total anthocyanins, chlorophyll, carotenoids, tannins, and
flavonoids content of Zingiberaceae leaves were determined by spectrometric
method. The antioxidant inhibition was using 1,1-diphenyl-2-picryl hydrazyl
(DPPH) assay and that for tyrosinase inhibition used L-tyrosine (monophenolase)
and L-DOPA (diphenolase) substrates. Methanol extract of temulawak leaf
(Curcuma xanthorrhiza) was the most active antioxidant with IC50 281.85 mg/L.
Its correlation with tannins content was 22.76%. The ethyl acetate extract of
bangle hantu (Zingiber purpureum) leaves exhibited 82.86% for monophenolase
inhibition and its correlation with carotenoids content was 52.02%. The ethyl
acetate extract of temu putih (Curcuma zedoaria) leaves was 90.20% for diphenol
inhibition and the correlation with flavonoids content was 39%. Therefore, among

10 species of Zingiberaceae, temulawak leaves is the most potential for
antioxidant, meanwhile bangle hantu and temu putih leaves are most potential for
tyrosinase inhibitors.
Keywords: antioxidant, screening, tyrosinase inhibitors, Zingiberaceae

PENAPISAN EKSTRAK DAUN FAMILI ZINGIBERACEAE
SEBAGAI INHIBITOR TIROSINASE DAN ANTIOKSIDAN

YUNI KARTIKA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kimia
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyusun laporan hasil penelitian ini.
Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 ini berjudul Penapisan
Ekstrak Daun Famili Zingiberaceae sebagai Inhibitor Tirosinase dan Antioksidan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Irmanida Batubara dan Ibu
Latifah K Darusman selaku pembimbing atas segala ilmu, bimbingan, dan
dukungan yang telah diberikan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas batuan dana yang
diberikan melalui beasiswa Bidikmisi dari tahun 2011 sampai 2015 sehingga
penelitian ini dapat berjalan dengan baik. Di samping itu, ungkapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada seluruh pegawai Pusat Studi Biofarmaka (PSB)
dan Laboratorium Kimia Analitik atas masukan-masukan teknis selama penelitian.
Terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, Adik, dan semua teman kimia
48 khususnya Aldi, Riesta, dan Mbak Zahra atas dukungan akademik dan teknis
selama penelitian.
Penulis berharap laporan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan
ilmu pengetahuan.


Bogor, Agustus 2015
Yuni Kartika

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Metode
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air dan Abu
Ekstraksi
Kadar Antosianin
Kadar Klorofil
Kadar Karotenoid
Kadar Tanin
Kadar Flavonoid

Antioksidan
Inhibitor Tirosinase
Hubungan antara Kadar Senyawa Fitokimia dan Antioksidan
Hubungan antara Kadar Senyawa Fitokimia dan Inhibisi Monofenolase
Hubungan antara Kadar Senyawa Fitokimia dan Inhibisi Difenolase
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
3
3
3
5
5
6

7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
20
26

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

5
6
7

Kadar air dan kadar abu
Rendemen ekstraksi
Nilai IC50 sampel sebagai antioksidan
% inhibisi sampel 250 mg/L sebagai inhibitor tirosinase
Hubungan antara aktivitas antioksidan dan kadar senyawa fitokimia
Hubungan antara inhibisi monofenolase dan kadar senyawa fitokimia
Hubungan antara inhibisi difenolase dan kadar senyawa fitokimia

6
7
13
14
15
16
17


DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Biosintesis melanin
Antosianin dalam larutan sampel
Klorofil dalam larutan sampel
Karotenoid dalam larutan sampel
Tanin dalam larutan sampel
Flavonoid dalam larutan sampel
Penangkapan radikal DPPH

2
8
8

9
10
11
12

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Bagan alir penelitian
Contoh penghitungan kadar air
Contoh penghitungan kadar abu
Contoh penghitungan rendemen
Contoh penghitungan kadar antosianin

Contoh penghitungan kadar klorofil dan karotenoid
Kurva standar katekin dan contoh penghitungan tanin dalam sampel
Kurva standar kuersetin dan contoh penghitungan flavonoid dalam
sampel
9 Contoh penghitungan %inhibisi dan IC50 antioksidan dalam sampel
10 Contoh penghitungan % inhibisi tirosinase

20
21
21
21
21
22
23
23
24
25

PENDAHULUAN
Pemutih kulit merupakan zat yang dapat mengurangi intensitas warna pada
kulit manusia. Salah satu cara memutihkan kulit menggunakan kosmetik dengan
membantu pengelupasan lapisan tanduk dari lapisan epidermis. Jika tidak terjadi
pengelupasan maka sel-sel kulit yang mati akan mengakibatkan kulit menjadi
kusam, kasar, kotor, berpori lebar, dan tejadi penumpukan pigmen kulit (Mursito
2002). Cara lain untuk terjadinya pemutihan kulit ialah dengan menghambat
proses enzimatik. Tirosinase merupakan enzim yang terlibat dalam proses
pigmentasi. Mekanismenya adalah enzim tirosinase mengatalisis tirosina menjadi
3,4-dihidroksifenilalanina (DOPA), kemudian DOPA dioksidasi menjadi
dopakuinon selanjutnya terjadi reaksi yang menghasilkan pigmen eumelanin atau
feomelanin (Gambar 1) (Likhitwitayawuid 2008). Pada proses pigmentasi ini
sering kali menghasilkan spesies oksigen reaktif (SOR) yang dapat meningkatkan
pembentukan pigmen melanin. Selain menghambat proses enzimatik, senyawa
antioksidan juga dibutuhkan untuk mengendalikan SOR.
Senyawa-senyawa untuk menghambat proses enzimatik dan antioksidan
dapat diambil dari tanaman Zingiberaceae yang memiliki banyak spesies dan
dapat tumbuh di Indonesia. Contohnya ialah temulawak (Curcuma xanthorrhiza)
yang berasal dari Indonesia kemudian tersebar ke negara-negara lain. Penentuan
satu spesies yang lebih berpotensi sebagai inhibitor tirosinase dan antioksidan
sangat diperlukan karena setiap tanaman obat memiliki efek farmakologi yang
berbeda dan spesifikasi khasiat yang sangat unik (Mahendra 2006). Oleh karena
itu, penapisan dilakukan pada 10 spesies daun famili Zingiberaceae dengan cara
penentuan kadar antosianin, klorofil, karotenoid, tanin, dan flavonoid yang
dihubungkan dengan aktivitas antioksidan serta inhibitor tirosinase. Senyawa
polifenol seperti flavonoid, klorofil, tanin, dan antosianin memiliki kemampuan
sebagai antioksidan dengan cara menangkap radikal bebas, selain itu senyawa
flavonoid teridentifikasi sebagai inhibitor tirosinase (Batubara et al. 2015).
Klorofil adalah pigmen hijau yang ditemukan pada kebanyakan tumbuhan, alga,
dan sianobakteria. Klorofil sensitif terhadap cahaya, panas, oksigen, dan degradasi
kimia. Klorofil memiliki kemampuan sebagai antioksidan, mekanismenya antara
lain (i) efek antioksidan berasal dari struktur porfirinnya, (ii) Mg dapat
memperkuat aktivitas antioksidan klorofil jika dalam bentuk terkelat, (iii) klorofil
mereduksi radikal bebas DPPH, (iv) radikal π-kation dihasilkan oleh klorofil
ketika dioksidasi dalam sistem metil linoleat (Endo et al. 1985). Selain itu,
karotenoid juga aktif sebagai antioksidan dengan memiliki ikatan rangkap dua
yang banyak dan terkonjugasi.
Rimpang famili Zingiberaceae merupakan bahan utama pembuatan jamu
(Duryatmo 2003). Produk samping panen rimpang ialah daun yang masih sedikit
pemanfaatannya. Daun merupakan bagian tanaman yang berfungsi sebagai tempat
fotosintesis. Hasil fotosintesis akan disebar ke seluruh bagian tanaman. Untuk
pertumbuhan daun, akar akan menyalurkan unsur hara dari tanah. Dengan
hubungan tersebut maka ada beberapa senyawa kimia yang akan tersebar di
seluruh bagian tanaman dan daun dapat digunakan sebagai sumber alami baru
sebagai pemutih kulit. Maserasi merupakan proses yang paling tepat untuk
ekstraksi senyawa dengan cara perendaman. Proses perendaman serbuk dengan

2

Gambar 1 Biosintesis melanin
pelarut akan melunak susunan sel, sehingga zat yang mudah larut akan melarut
(Ansel 2011). Metode maserasi bertingkat dipilih agar seluruh senyawa dalam
daun dapat terekstrak. Pada penelitian ini kadar antosianin, klorofil, karotenoid,
tanin, dan flavonoid ditentukan dengan metode spektroskopi, serta aktivitas
antioksidan dan inhibitor tirosinase ditentukan pada seluruh ekstrak. Selain itu,
dilakukan penetapan golongan senyawa dan spesies daun yang berperan dan
berpotensi sebagai antioksidan dan inhibitor tirosinase.

3

BAHAN DAN METODE
Aktivitas inhibisi enzim tirosinase dan antioksidan dari 10 spesies daun
famili Zingiberaceae dianalisis dengan beberapa tahap, yaitu koleksi dan
preparasi sampel, penentuan kadar air dan kadar abu, ekstraksi sampel dengan
metode maserasi, penentuan kadar antosianin, klorofil, karotenoid, tanin,
flavonoid, pengujian aktivitas antioksdan, dan inhibitor tirosinase (Lampiran 1).

Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan antara lain, micro-plate reader, oven, tanur, dan
alat-alat kaca lainnya. Bahan yang digunakan antara lain 10 spesies daun famili
Zingiberaceae: temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.), jahe merah (Zingiber
officinale Roscoe), temu kunci (Boesenbergia rotunda (L.) Mansf.), kapulaga
(Elettaria cardamomum (L.) Maton Syn.Amonum cardamomum L.), lempuyang
(Zingiber montamum (J.könig) Link ex A. Dietr. Syn.Zingiber zerumbet (L.)
Roscoe ex Sm.), bangle hantu (Zingiber purpureum Roscoe), kunyit (Curcuma
longa L.), lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd.), temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.), temu putih (Curcuma zedoaria (Christm.) Roscoe syn.
Curcuma pallida Lour. (Heyne)), n-heksana, etil asetat, metanol, etanol, aseton,
standar kuersetin, standar asam askorbat, standar asam kojat, HCl pekat, vanillin,
buffer tris pH 7.8, AlCl3 10%, CH3COONa 1 M, buffer fosfat pH 6.5, DPPH,
DMSO (dimetil sulfoksida), enzim tirosinae, substrat L-tirosin, substrat L-DOPA,
dan bahan-bahan kimia lainnya.

Metode
Pengumpulan dan Pengeringan Sampel (Depkes 2008)
Daun famili Zingiberaceae diambil di Kebun Pusat Studi Biofarmaka IPB,
Cikabayan, Dramaga, Bogor. Daun dipotong-potong dan dikeringkan pada suhu
40 °C. Daun yang sudah kering diserbukkan dan disaring dengan ukuran 60 mesh
di SEA FAST IPB.
Penentuan Kadar Air (AOAC 2007)
Cawan porselin dikeringkan di dalam oven pada suhu 105−110 °C selama
15 menit, kemudian diletakkan di dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang
hingga diperoleh bobot konstan. Sebanyak 2 g sampel diletakkan dalam cawan
yang telah dikeringkan tersebut, lalu dipanaskan di dalam oven pada suhu
105−110 °C hingga diperoleh bobot konstan. Kadar air dapat dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut:
adar air
Keterangan: A: bobot sampel (g)
B: bobot sampel kering (g)

100

4
Penentuan Kadar Abu (AOAC 2007)
Cawan porselin dikeringkan di dalam oven selama 30 menit pada suhu
100−105 °C, lalu dimasukkan ke dalam tanur, setelah 30 menit cawan didinginkan
di dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 2 g sampel diletakkan dalam cawan
yang telah dikeringkan tersebut, lalu dibakar menggunakan pembakar bunsen
hingga tidak berasap. Kemudian diabukan di dalam tanur pada suhu 600 °C
hingga sempurna. Setelah itu, didinginkan di dalam desikator dan ditimbang.
Kadar abu dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
adar a u

100

Keterangan: A: bobot sampel kering (g)
B: bobot abu (g)
Ekstraksi
Metode ektraksi yang digunakan ialah maserasi bertingkat. Serbuk daun
ditimbang 50 g dan ditambahkan 250 mL pelarut. Urutan pelarut yang
ditambahkan ialah n-heksana, etil asetat, dan metanol. Ekstraksi dilakukan tiga
kali ulangan. Rendemen dihitung dengan persamaan berikut:
eksrtak pekat
endemen
o ot sampel
Kadar Total Antosianin (Sims dan Gamon 2002)
Larutan ekstrak 100 mg/L dibuat dengan pelarut metanol:HCl:akuades
(90:1:1) kemudian dikocok dan absorbans diukur panjang gelombang 650 nm dan
529 nm. Kadar antosianin dihitung dengan persamaan berikut:
adar antosianin
0 288 650
529
Kadar antosianin dalam satuan %b/b (g/g) ekstrak.
Kadar Klorofil dan Karotenoid (Sims dan Gamon 2002)
Larutan ekstrak 100 mg/L dibuat dengan aseton:larutan buffer tris pH 7.8
(8:2) kemudian dikocok dan absorbans diukur pada panjang gelombang 470 nm,
537 nm, 647 nm, dan 663 nm. Kadar klorofil dihitung dengan persamaan berikut:
adar antosianin
0 08173 537 0 00697 647 0 002228 663
adar klorofil a 0 01373 663 0 000897 537 0 003046 647
adar klorofil
0 02405 647 0 004305 537 0 005507 663
adar klorofil total
adar klorofil a adar klorofil
( 470 17 1 kadar klorofil total 9 479 kadar antosianin
adar karotenoid
119 26
konsentrasi klorofil dan karotenoid dalam satuan %b/b (mg/g) ekstrak.
Analisis Kandungan Tanin (Formagio et al. 2014)
Larutan ekstrak 125 µL dicampurkan dengan 250 µL (vanillin 4% dalam
etanol) lalu diaduk. Sebanyak 125 µL HCl pekat ditambahkan pada campuran
tersebut dan diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit. Campuran diambil
sebanyak 250 µL kemudian dimasukkan ke dalam sumur (96-plate well),

)

5
absorbans diukur pada panjang gelombang 500 nm. Katekin digunakan sebagai
standar. Kadar tanin dalam satuan (%b/b (g/g)) ekstrak.
Kadar Flavonoid (Chang et al. 2002)
Total flavonoid diukur dengan uji kolorimetrik aluminium klorida.
Sebanyak 125 µL larutan ekstrak dicampurkan dengan 375 µL etanol, 25 µL
AlCl3 10%, 25 µL CH3COONa 1 M, dan 700 µL akuades. Kemudian campuran
diaduk dan diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit. Sebanyak 250 µL
campuran dimasukkan ke dalam sumur (96-plate well) dan absorbans diukur pada
panjang gelombang 415 nm. Kuersetin digunakan sebagai standar. Kadar
flavonoid dalam satuan (%b/b (g/g)) ekstrak.
Uji Aktivitas Antioksidan (Salazar-Aranda et al. 2011)
Sampel dilarutkan dengan etanol sehingga diperoleh variasi konsentrasi.
Sebanyak 100 µL larutan sampel dan 100 µL larutan DPPH (125 µM)
dimasukkan ke dalam sumur (96-well plate). Setelah 30 menit inkubasi, absorbans
diukur pada panjang gelombang 517 nm. Kontrol positif yang digunakan ialah
asam askorbat. Aktivitas antioksidan dihitung dengan persamaan berikut:
inhi isi( ) [

(

langko

(

sampel

langko )

)

] 100

Uji Inhibisi Tirosinase (Batubara dan Adfa 2013)
Ekstrak dilarutkan dengan DMSO, kemudian diencerkan dengan buffer
fosfat 50 mM (pH 6.5) menjadi 250 mg/L. Sebanyak 70 µL larutan ekstrak
dimasukkan ke dalam sumur (96-well plate), ditambahkan 30 µL enzim tirosinase
(Sigma, 333 Unit mL-1 dalam larutan buffer fosfat), dan campuran diinkubasi
selama 5 menit. Setelah itu, ditambahkan sebanyak 110 µL substrat (L-tirosin 2
mM atau L-DOPA 12 mM) dan campuran diinkubasi pada suhu 37 °C selama 30
menit. Absorbans diukur pada panjang gelombang 492 nm. Asam kojat digunakan
sebagai kontrol positif. Aktivitas inhibisi dihitung dengan persamaan berikut:
( kontrol negatif
sampel )
inhi isi
[
] 100
( kontrol negatif )

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air dan Abu
Kadar air dan kadar abu dari simplisia daun merupakan parameter kualitas
obat herbal. Bahan mineral (abu) meliputi K, Ca, Mg, Na, P, dan S, serta unsur
mikro 1–10% berat kering. Kadar air dan kadar abu pada daun lebih tinggi
daripada perakaran (Susanto 2005).
Penentuan kadar air dan kadar abu dalam sampel menggunakan metode
gravimetri. Daun famili Zingiberaceae yang telah diserbukkan memiliki kadar air
yang beragam mulai dari 4.86% hingga 10.41% (Tabel 1). Penghitungan kadar air
berdasarkan perbandingan bobot kering dan basah dari sampel (Lampiran 2).

6

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Tabel 1 Kadar air dan kadar abu
Daun
Kadar Air
Kadar Abu
(%)
(%)
Temu Hitam
8.82
10.67
Temu Putih
5.59
11.62
Kapulaga
6.36
10.92
Lempuyang
6.80
10.02
Jahe Merah
4.86
14.39
Kunyit
8.82
9.64
Lengkuas
7.44
9.64
Temulawak
9.22
8.63
Temu Kunci
7.60
10.55
Bangle Hantu
10.41
11.23

Menurut Kemenkes (1994), kadar air bangle hantu melebihi batas maksimum
kadar air untuk bahan baku obat tradisional, yaitu 10%. Kadar air menjadi acuan
untuk dilakukan maserasi sampel dan digunakan sebagai faktor koreksi bobot
rendemen. Selain kadar air, kadar abu dari simplisia daun ditentukan untuk
mengetahui kandungan mineral dalam sampel. Semakin tinggi kadar abu maka
kandungan mineral akan semakin tinggi. Dari 10 spesies daun memiliki
kandungan mineral yang kurang dari 20%, kadar abu yang paling tinggi ialah
daun jahe merah dibandingkan dengan daun-daun yang lainnya (Tabel 1).
Penghitungan kadar abu berdasarkan bobot kering sampel ditampilkan pada
Lampiran 3. Unsur-unsur mineral dalam tanah ditingkatkan melalui pemupukan
dan pengapuran sehingga menghasilkan tanaman yang lebih berkualitas. Kadar air
dan kadar abu suatu tanaman dipengaruhi oleh tempat tumbuh, pemupukan
(Hadipoentyanti E dan Syahid SF 2007), dan musim.

Ekstraksi
Metode maserasi digunakan untuk ekstraksi zat aktif dalam sampel daun,
karena sederhana dan dapat meminimumkan kerusakan komponen yang tidak
tahan panas, meskipun membutuhkan pelarut yang banyak dan rendemen sedikit
(Meloan 1999). Ekstraksi bertingkat dilakukan pada sampel dengan urutan pelarut
n-heksana, etil asetat, dan metanol, dengan harapan semua senyawa kimia dalam
daun dapat terekstrak. Pemekatan ekstrak menggunakan penguap putar pada suhu
yang relatif rendah sekitar 40 °C untuk menjaga agar senyawa yang sudah
terkestrak tidak rusak.

7

No

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Tabel 2 Rendemen ekstraksi
Daun
Rendemen (%)
Etil
n-heksana
Metanol
asetat
Temu Hitam
3.16
2.78
9.72
Temu Putih
2.33
2.38
8.78
Kapulaga
4.82
3.40
10.14
Lempuyang
2.42
2.03
5.12
Jahe Merah
3.72
3.34
4.50
Kunyit
3.22
1.89
5.61
Lengkuas
2.13
1.92
4.23
Temu Lawak
3.92
2.92
8.49
Temu Kunci
2.20
1.36
5.86
Bangle Hantu 2.07
1.71
3.81

Penentuan rendemen ekstrak berdasarkan pada perbandingan ekstrak pekat
yang didapatkan dengan sampel kering (Lampiran 4). Rendemen ekstrak yang
dihasilkan sangat beragam mulai dari 1.71% hingga 10.14%, hal ini disebabkan
perbedaan zat aktif yang larut dalam pelarutnya. Rendemen ekstrak metanol lebih
besar dibandingkan ekstrak pelarut lainnya (Tabel 2).

Kadar Antosianin
Metode spektroskopi digunakan untuk menentukan kadar antosianin dalam
ekstrak pekat daun Zingiberaceae. Antosianin diekstraksi menggunakan metanol
dalam keadaan asam. Dalam daun, antosianin ditemukan pada jaringan mesofil
dan pada epidermis dalam, kadarnya lebih tinggi dalam daun muda karena laju
fotosintesis yang masih rendah.
Pada panjang gelombang 529 nm, serapan antosianin bertumpang tindih
dengan klorofil, sehingga penentuan kadar antosianin dalam ekstrak dikoreksi
dengan serapan klorofil (Lampiran 5). Ekstrak pelarut etil asetat memiliki kadar
antosianin yang lebih tinggi, kemudian diikuti dengan pelarut metanol, dan yang
terakhir ialah n-heksana (Gambar 2), hal ini disebabkan kepolaran antosianin
berada di antara etil asetat dan metanol. Kadar antosianin dalam ekstrak sangat
beragam, mulai dari ekstrak n-heksana daun kapulaga, yaitu 0.06% (b/b) hingga
ekstrak etil asetat daun lengkuas, yaitu 2.73% (b/b) menurut Sims dan Gamon
(2002) kadar antosianin dalam daun sekitar 3%. Antosianin dalam daun
merupakan pigmen merah yang dapat menyerap kelebihan cahaya atau sinar UV,
selain itu antosianin diduga dapat menangkap ROS. Hasil pengujian seluruh
ekstrak daun famili Zingiberaceae mengandung antosianin yang dapat digunakan
sebagai antioksidan, dengan cara menangkap radikal bebas dari DPPH. Selain itu,
antosianin dalam sampel diduga dapat digunakan sebagai inhibitor tirosinase
karena kemungkinan senyawa antosianin dalam ekstrak memiliki gugus fungsi
yang sama dengan L-tirosin atau L-DOPA.

8

Gambar 2 Antosianin dalam larutan sampel. THT (temu hitam), TPT (temu
putih), KPL (kapulaga), LPY (lempuyang), JMR (jahe merah),
KNY (kunyit), LKS (lengkuas), TLK (temulawak), TKC (temu
kunci), BHT (bangle hantu).

Kadar Klorofil
Penentuan kadar klorofil pada sampel, dengan cara mengekstraksinya oleh
aseton dalam keadaan basa. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kadar antosianin,
karena serapan maksimum dari klorofil berada di sekitar spektrum merah dan biru
yang bertumpang tindih dengan serapan antosianin. Degradasi antosianin dalam
larutan basa bergantung pada waktu dan gugus penyubstitusinya (Sims dan
Gamon 2002).
Klorofil dalam daun terdiri atas klorofil a dan klorofil b, perbedaannya ialah

Gambar 3 Klorofil dalam larutan sampel. THT (temu hitam), TPT (temu putih),
KPL (kapulaga), LPY (lempuyang), JMR (jahe merah), KNY
(kunyit), LKS (lengkuas), TLK (temulawak), TKC (temu kunci),
BHT (bangle hantu).

9
gugus substituen pada cincin porfirin dan panjang gelombang yang digunakan
untuk mengukurnya juga berbeda. Berdasarkan strukturnya, klorofil tidak terlalu
polar dan juga bukan nonpolar. Hasil penapisan kadar klorofil total pada 10
spesies daun Zingiberaaceae sangat beragam, mulai dari 0.02% dalam ekstrak
metanol daun lengkuas hingga 0.56% dalam ekstrak etil asetat daun lengkuas.
Pada umumnya ekstrak etil asetat memiliki kadar yang lebih tinggi dibandingkan
ekstrak pelarut lainnya (Gambar 3). Pada penghitungan kadar klorofil ada
beberapa faktor koreksi, hal ini disebabkan adanya tumpang tindih dari absorbans
klorofil dan antosianin (Lampiran 6).
Dalam daun klorofil merupakan pigmen fotosintesis yang digunakan untuk
menangkap sinar matahari. Dengan adanya kandungan klorofil dalam sampel
diduga bahwa sampel dapat digunakan untuk menangkap radikal bebas dengan
cara mendonorkan elektron, tanpa terbentuknya radikal bebas yang reaktif.

Kadar Karotenoid
Penentuan kadar karotenoid menggunakan metode yang sama dengan kadar
klorofil. Namun, panjang gelombang maksimum untuk mengukur absorbans dari
karotenoid ialah 470 nm berbeda dengan panjang gelombang maksimum klorofil.
Pada panjang gelombang ini terjadi tumpang tindih spektrum karotenoid, klorofil,
dan antosianin, sehingga dalam penghitungan kadar karotenoid diperlukan nilai
koreksi (Lampiran 6).
Karotenoid dalam daun terdapat karotena (karotenoid yang terdiri atas atom
karbon dan hidrogen) dan xantofil (karotenoid yang terdiri atas atom karbon,
hidrogen, dan oksigen). Berdasarkan strukturnya yang sebagian besar merupakan
hidrokarbon maka karotenoid lebih banyak terekstrak dalam pelarut n-heksana
dan etil asetat. Hasil penapisan dari 10 spesies daun famili Zingiberaceae sangat
beragam, tetapi pada umumnya kadar karotenoid dalam ekstrak etil asetat lebih
tinggi dibandingkan ekstrak lainnya dan ekstrak metanol memiliki kadar

Gambar 4 Karotenoid dalam larutan sampel. THT (temu hitam), TPT (temu
putih), KPL (kapulaga), LPY (lempuyang), JMR (jahe merah),
KNY (kunyit), LKS (lengkuas), TLK (temulawak), TKC (temu
kunci), BHT (bangle hantu).

10
karotenoid yang paling rendah. Hal ini berarti dalam famili Zingiberaceae
memiliki kadar xantofil yang lebih tinggi dibandingkan karotena. Kadar
karotenoid tertinggi ada dalam ekstrak etil asetat daun bangle hantu, yaitu 0.55%
(Gambar 4) dan hampir tidak ada dalam ekstrak metanol daun lengkuas dan jahe
merah. Dalam daun, karotenoid merupakan pigmen kuning yang dapat digunakan
untuk menangkap energi berlebih dari matahari. Berdasarkan strukturnya
karotenoid memiliki ikatan rangkap yang banyak dan terkonjugasi sehingga dapat
digunakan untuk menangkap radikal bebas.

Kadar Tanin
Tanin merupakan senyawa polifenol yang bertindak sebagai metabolit
sekunder. Tanin terdiri atas tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin
terkondensasi terbentuk karena proses kondensasi pada flavanol atau sering
disebut dengan proantosianidin. Penentuan kadar tanin terkondensasi dengan
metode vanillin-HCl. Prinsipnya ialah vanillin terprotonasi dalam asam,
membentuk karbokation dan bereaksi dengan flavonoid. Senyawa antara yang
dihasilkan mengalami reaksi dehidrasi dan menghasilkan warna merah (Salunkhe
et al. 1990). Manfaat dari tanin terkondensasi antara lain sebagai antioksidan dan
mengurangi risiko kanker. Kapasitas bioaktivitas dari tanin bergantung pada
struktur dan derajat polimerisasi. Spesies tanaman memiliki struktur dan kadar
yang berbeda.
Penghitungan kadar tanin dalam sampel menggunakan persamaan garis dari
deret standar katekin (Lampiran 7). Hasil penapisan kadar tanin dalam 10 spesies
daun famili Zingiberaceae sangat beragam. Pada umumnya ekstrak etil asetat
memiliki kadar tanin yang lebih tinggi dibandignkan dengan pelarut lainya
(Gambar 5). Ekstak etil asetat daun kapulaga memiliki kadar yang lebih tinggi
dibandingkan ekstrak daun lainnya, yaitu 11.60%. Adanya tanin terkondensasi

Gambar 5 Tanin dalam larutan sampel. THT (temu hitam), TPT (temu putih),
KPL (kapulaga), LPY (lempuyang), JMR (jahe merah), KNY
(kunyit), LKS (lengkuas), TLK (temulawak), TKC (temu kunci),
BHT (bangle hantu).

11
dalam seluruh ekstrak diduga bahwa seluruh ekstrak memiliki aktivitas sebagai
antioksidan dan inhibitor tirosinase.

Kadar Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa fenolik yang bertindak sebagai metabolit
sekunder dalam tumbuhan. Pada umumnya gugus hidroksil menjadi substituen
senyawa flavonoid sehingga bersifat polar. Flavonoid merupakan salah satu
pigmen tumbuhan, sehingga dapat dtentukan kadarnya menggunakan teknik
spektroskopi ultraviolet-tampak (UV-Vis). Panjang gelombang yang digunakan
ialah 415 nm. Pelarut yang sesuai untuk mengekstraksi flavonoid antara lain
etanol, metanol, etil asetat, atau campuran pelarut lainnya (Markham 1988).
Penentuan kadar flavonoid melibatkan reaksi kompleksasi dengan
aluminium sebagai ion pusat. Reaksi kompleksasi dapat berlangsung pada suhu
ruang, tetapi sangat bergantung pada media dan pH. Kompleks flavonoid dan
aluminium termasuk stabil. Menurut Malesev dan Kuntic (2007) penentuan kadar
kuersetin dan morin dapat menggunakan logam aluminium.
Penentuan kadar flavonoid dalam sampel menggunakan persamaan garis
dari larutan standar kuersetin (Lampiran 8). Hasil penapisan kadar flavonoid pada
10 spesies daun famili Zingiberaceae sangat beragam, tetapi secara umum ekstrak
etil asetat memiliki kadar yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak metanol. Kadar
flavonoid tertinggi ada dalam ekstrak etil asetat dari daun kapulaga, yaitu 1.67%,
diikuti oleh ekstrak temu putih dengan kadar flavonoid 1.47% (Gambar 6).
Dengan kadar flavonoid tersebut, diduga bahwa ekstrak dapat berpotensi sebagai
antioksidan atau inhibitor tirosinase.

Gambar 6 Flavonoid dalam larutan sampel. THT (temu hitam), TPT (temu
putih), KPL (kapulaga), LPY (lempuyang), JMR (jahe merah),
KNY (kunyit), LKS (lengkuas), TLK (temulawak), TKC (temu
kunci), BHT (bangle hantu).

12
Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron atau reduktan.
Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi,
dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Antioksidan
dapat berupa enzim, vitamin, dan senyawa lain. Antioksidan enzimatis merupakan
sistem pertahanan utama (primer) terhadap kondisi stres oksidatif, bekerja dengan
cara mencegah terbentuknya senyawa radikal bebas baru. Di samping antioksidan
enzimatis, ada juga antioksidan nonenzimatis yang dapat berupa senyawa nutrisi
maupun nonnutrisi yang disebut dengan antioksidan sekunder. Vitamin dan
senyawa fenolik termasuk dalam antioksidan sekunder. Daun famili
Zingiberaceae yang diuji di antaranya mengandung senyawa antioksidan tersebut.
Penentuan aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH,
mekanismenya ialah senyawa antioksidan akan bereaksi dengan radikal stabil
DPPH sehingga intensitas warna ungu akan berkurang (Gambar 7). Warna ungu
dari DPPH memiliki serapan maksimum pada panjang gelombang 517 nm.
Sehingga semakin tinggi aktivitas antioksidan maka serapannya akan rendah.
Aktivitas antioksidan dalam sampel digambarkan dengan konsentrasi
inhibisi 50% (IC50). Penghitungan nilai IC50 melibatkan deret konsentrasi dari
larutan standar asam askorbat atau larutan ekstrak (Lampiran 9). Hasil penapisan
antioksidan ekstrak kasar dari 10 spesies daun famili Zingiberaceae memilki
aktivitas antioksidan yang sangat beragam. Ekstrak n-heksana memiliki aktivitas
antioksidan yang rendah, diduga karena rendahnya kadar senyawa fitokimia
dibandingkan ekstrak etil asetat dan metanol. Dari seluruhnya, ekstrak metanol
daun temulawak memilki aktivitas antioksidan yang terbaik dengan nilai IC50
281.85 mg/L. Hasil penapisan sebelumnya, ekstrak metanol daun temulawak
memiliki kadar tanin 8.44%, kadar antosianin 1.86%, dan kadar flavonoid 0.73%.
Ekstrak lainnya yang berpotensi ialah ekstrak daun jahe merah dengan nilai IC50
282.64 mg/L. Dalam ekstrak etil asetat daun jahe merah terdapat kadar tanin
5.40%, kadar antosianin 0.84%, kadar flavonoid 0.88%, kadar klorofil 0.20%, dan
kadar karotenoid 0.15%. Aktivitas antioksidan ekstrak etil asetat daun jahe merah
lebih tinggi walaupun dengan kadar senyawa fitokimia yang lebih rendah
dibandingkan ekstrak lainnya, hal ini diduga struktur tanin, antosianin, flavonoid,
dan karotenoid dalam daun jahe merah berbeda dengan daun lainnya. Dengan
adanya perbedaan kadar senyawa fitokimia dalam daun-daun yang berpotensi

Gambar 7 Penangkapan radikal DPPH

13

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Tabel 3 Nilai IC50 sampel sebagai antioksidan
Daun
IC50 (mg/L)
n-heksana Etil asetat Metanol
Temu Hitam
>500
>500
479.89
Temu Putih
>500
484.46
>500
Kapulaga
>500
>500
>500
Lempuyang
>500
>500
>500
Jahe Merah
398.69
282.64
>500
Kunyit
>500
381.30
292.77
Lengkuas
>500
>500
431.40
Temulawak
>500
432.70
281.85
Temu Kunci
>500
>500
377.54
Bangle Hantu >500
>500
>500
Standar asam
6.24
askorbat

sebagai antioksidan, maka diduga ada satu kadar senyawa yang lebih
memengaruhi aktivitasnya pada masing-masing ekstrak.

Inhibitor Tirosinase
Tirosinase (monofenolase atau difenolase, EC 1.14.18.1) atau polifenol
oksidase merupakan metaloenzim yang terlibat dalam proses pigmentasi, dengan
mengubah substrat L-tirosin menjadi DOPA dan mengubah substrat L-DOPA
menjadi dopakuinon (Gambar 1). Reaktivitas yang tinggi dari DOPA atau
dopakuinon menyebabkan reaksi polimerisasi spontan membentuk melanin
(pigmen warna coklat). Pigmentasi dapat dikurangi dengan menghambat aktivitas
tirosinase, salah satunya menggunakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat
dalam tanaman. Senyawa yang sering digunakan untuk menghambat tirosinase
ialah asam kojat.
Penentuan kemampuan inhibitor tirosinase pada ekstrak menggunakan 2
substrat dengan konsentrasi ekstrak 250 mg/L. Reaksi antara enzim dan substrat
akan menghasilkan warna coklat. Adanya inhibisi dari sampel, akan menyebabkan
intensitas warna coklat berkurang. Penghitungan % inhibisi ditampilkan pada
Lampiran 10. Hasil penapisan ekstrak kasar 10 spesies daun famili Zingiberaceae
sangat beragam. Secara umum aktivitas inhibisi dari ekstrak lebih tinggi pada
monofenolase dibandingkan difenolase. Daun temu putih berpotensi sebagai
inhibitor tirosinase. Pada ekstrak n-heksana daun temu putih mampu menginhibisi
61.26% monofenolase dan 61.96% difenolase (Tabel 4). Hasil penapisan kadar
senyawa fitokimia, ekstrak n-heksana daun temu putih memiliki kadar klorofil
0.08%, kadar karotenoid 0.12%, kadar antosianin 0.41%, kadar flavonoid 0.18%,
dan kadar tanin 0.19%. Selain itu, ekstrak etil asetat daun temu putih menginhibisi
90.20% difenolase lebih tinggi dibandingkan standar asam kojat (Tabel 4), di
dalam ekstrak tersebut terdapat kadar klorofil 0.22%, kadar karotenoid 0.18%,
kadar antosianin 1.91%, kadar flavonoid 1.47%, dan kadar tanin 10.22%. Daun

14

Tabel 4 % inhibisi sampel 250 mg/L sebagai inhibitor tirosinase
No Daun
%Inhibisi monofenolase
%Inhibisi difenolase
nEtil
Metanol
nEtil
Metanol
heksana asetat
heksana asetat
1
Temu Hitam 49.78
41.41
54.19
23.43
16.34 40.59
2
Temu Putih
61.26
46.60
16.99
61.96
90.20 19.05
3
Kapulaga
31.19
46.53
24.26
34.75
41.53 21.19
4
Lempuyang
19.05
12.80
16.37
7.64
10.96 14.70
5
Jahe Merah
51.47
15.71
26.86
8.90
12.14 25.73
6
Kunyit
24.46
41.30
16.85
34.75
31.00 21.19
7
Lengkuas
27.27
55.84
41.56
5.29
12.88 15.88
8
Temulawak
29.94
37.72
35.33
21.51
22.24 21.32
9
Temu Kunci 37.02
67.79
39.90
26.82
38.13 35.56
10 Bangle Hantu 36.14
82.86
77.14
26.03
41.78 28.29
11 Standar asam
kojat
85.57
67.68

lain yanng berpotensi sebagai inhibitor tirosinase ialah daun bangle hantu. Inhibisi
monofenolase ekstrak etil asetat dan metanol daun bangle hantu berturut-turut
ialah 82.86% dan 77.14% (Tabel 4). Nilai inhibisi monofenolase ektrak etil asetat
daun bangle hantu tidak jauh berbeda dengan standar asam kojat. Aktivitas
inhibisi monofenolase ekstrak metanol lebih rendah dibandingkan ekstrak etil
asetat diduga dari hasil penapisan sebelumnya, yakni kadar senyawa fitokimia
ekstrak metanol lebih rendah dibandingkan ekstrak etil asetat. Selain daun temu
putih dan bangle hantu, ekstrak metanol daun temu hitam juga berperan dalam
menginhibisi difenolase dengan nilai 40.59% (Tabel 4). Dalam ekstrak metanol
daun temu hitam terdapat kadar klorofil 0.17%, kadar karotenoid 0.08%, kadar
antosianin 1.41%, kadar flavonoid 0.82%, dan kadar tanin 5.93%. Dengan adanya
perbedaan kadar senyawa fitokimia dalam daun-daun yang berpotensi sebagai
inhibitor tirosinase, maka diduga ada satu kadar senyawa yang lebih memengaruhi
aktivitasnya pada masing-masing ekstrak.

Hubungan antara Kadar Senyawa Fitokimia dan Antioksidan
Dari dugaan sebelumnya, bahwa adanya perbedaan kadar senyawa fitokimia
sehingga dapat memengaruhi aktivitas antioksidan pada masing-masing ekstrak
maka dilakukan penentuan nilai hubungan antara kadar senyawa dan antioksidan.
hubungan antara aktivitas antioksidan dan kadar senyawa fitokimia ialah terbalik,
hal ini karena aktivitas antioksidan (sumbu y) digambarkan oleh nilai IC 50 yang
berarti semakin tinggi nilai IC50 maka aktivitasnya semakin rendah, sedangkan
kadar senyawa fitokimia (sumbu x) digambarkan dengan persentase. Jadi
diharapkan semakin tinggi kadar senyawa maka aktivitasnya semakin tinggi. Dari
hasil penentuan nilai hubungan, aktivitas antioksidan berhubungan dengan kadar
klorofil 0.3049 (ekstrak n-heksana), kadar antosianin 0.1353 (ekstrak etil asetat),
dan kadar tanin 0.2276 (ekstrak metanol) lebih tinggi dibandingkan dengan kadar

15
Tabel 5 Hubungan antara aktivitas antioksidan dan kadar senyawa fitokimia
Senyawa
n-heksana
Etil asetat
Metanol
Klorofil

y = -9879.6x +
1934.3

y = -818.14x +
967.26

y = 209.6x + 463.3

R² = 0.3049
Karotenoid y = -3001.7x +
1490.2

R² = 0.088
y = -644.86x +
873.25

R² = 0.0096
y = 89.071x +
478.96

Antosianin

R² = 0.1426
y = -153.17x +
1065.2

R² = 0.0662
y = -268.18x +
1122.4

R² = 0.0005
y = -21.273x +
504.66

Tanin

R² = 0.0053
R² = 0.1353
y = 71.924x + 869.93 y = 118.02x 374.53

Flavonoid

R² = 0.0452
R² = 0.2457
R² = 0.2276
y = 162.47x + 937.32 y = 573.9x + 15.753 y = 151.81x +
383.12
R² = 0.0016

R² = 0.1274

R² = 0.0058
y = -36.469x +
636.55

R² = 0.0658

senyawa lainnya (Tabel 5). Mekanisme antioksidan dari antosianin ialah
berdasarkan transfer elektron yang bergantung pada struktur kimia dari antosianin.
Aktivitas antioksidan dari antosianin akan menurun dengan berkurangnya gugus
hidroksil dan terkelat logam (Miguel 2011). Hal ini disebabkan, atom hidrogen
dari hidroksil dapat didonorkan untuk radikal bebas. Antosianin dalam anggur
merah sangat berperan untuk mempelajari potensinya sebagai antioksidan
(Radovanovic dan Radovanovic 2010). Menurut Sabli et al. (2012) spesies
Etlingera dari famili Ziingiberaceae memiliki aktivitas antioksidan yang lebih
tinggi dibandingkan spesies lainnya, senyawa fenolik berpengaruh pada aktivitas
antioksidan.

Hubungan antara Kadar Senyawa Fitokimia dan Inhibisi Monofenolase
Hasil dan pembahasan sebelumnya menduga bahwa adanya perbedaan kadar
senyawa fitokimia berhubungan dengan aktivitas inhibisi monofenolase pada
masing-masing ekstrak maka dilakukan penentuan nilai hubungan dari kedua
parameter tersebut. Hubungan yang terjadi antar kedua parameter ialah
berbanding lurus, yang berarti semakin tinggi aktivitas inhibisi maka semakin
tinggi kadar senyawa, hal ini disebabkan inhibisi monofenolase (sumbu y) dan
kadar senyawa (sumbu x) digambarkan dalam persentase. Aktivitas inhibisi
monofenolase berhubungan dengan kadar karotenoid 0.5302 (ekstrak etil asetat)
dan kadar flavonoid 0.3893 (ekstrak metanol), sedangkan inhibisi monofenolase
tidak memiliki hubungan lurus dengan kadar senyawa pada ekstrak n-heksana
(Tabel 6). Pada penelitian-penelitian membuktikan bahwa senyawa flavonoid aktif

16
Tabel 6 Hubungan antara inhibisi monofenolase dan kadar senyawa fitokimia
Senyawa
n-heksana
Etil asetat
Metanol
Klorofil

y = -19.385x +
38.618

y = 101.32x +
9.4958

y = -5.8724x +
35.49

R² = 0.0026
Karotenoid y = -60.127x +
46.859

R² = 0.5261
y = 92.443x +
17.402

R² = 0.0004
y = 16.011x +
34.256

R² = 0.1272
y = -2.296x + 37.947

R² = 0.5302
y = 19.686x +
12.514

R² = 0.0007
y = 7.5119x +
27.222

Tanin

R² = 0.0027
y = -1.5786x +
39.303

R² = 0.2841
y = 2.9615x +
18.353

R² = 0.0359
y = 3.3588x +
20.783

Flavonoid

R² = 0.0484
y = -22.803x +
43.576

R² = 0.0603
y = 29.662x +
10.437

R² = 0.0962
y = 52.303x +
0.6037

R² = 0.0696

R² = 0.1326

R² = 0.3893

Antosianin

sebagai inhibitor tirosinase, contohnya flavonol dan auron yang dikonfirmasi
dengan spektrum inframerah (Batubara et al. 2015).

Hubungan antara Kadar Senyawa Fitokimia dan Inhibisi Difenolase
Dugaan sebelumnya yang menyatakan bahwa perbedaan kadar senyawa
fitokimia dapat memengaruhi inhibisi difenolase, maka nilai korelasi dari kedua
parameter tersebut ditentukan dengan hubungan linear pada masing-masing
ekstrak. Hubungan antara inhibisi difenolase (sumbu y) dan kadar senyawa
(sumbu x) ialah berbanding lurus, karena kedua parameter tersbut digambarkan
dalam nilai persentase, yang berarti semakin tinggi inhibisi difenolase maka
semakin tinggi juga kadar senyawa fitokimia. Inhibisi difenolase memiliki
hubungan dengan kadar flavonoid 0.0202 (ekstrak n-heksana), kadar flavonoid
0.39 (ekstrak etil asetat), dan kadar karotenoid 0.243 (ekstrak metanol) lebih
tinggi dibandingkan dengan kadar senyawa lainnya (Tabel 7). Pada penelitian
Batubara dan Adfa (2013), diduga senyawa kuersetin berperan dalam
penghambatan kerja enzim tirosinase.

17
Tabel 7 Hubungan antara inhibisi difenolase dan kadar senyawa fitokimia
Senyawa
n-heksana
Etil asetat
Metanol
Klorofil

y = -58.958x +
30.766

y = -20.98x +
39.039

y = 50.186x +
19.682

R² = 0.0177
y = -9.6921x +
34.596

R² = 0.1474
y = 126.13x +
18.926

Antosianin

R² = 0.238
y = -10.553x +
30.572

R² = 0.0046
y = 4.8356x +
23.773

R² = 0.243
y = 0.4653x +
23.871

Tanin

R² = 0.0362
y = -0.1647x +
25.372

R² = 0.0135
y = 5.293x - 15.652

R² = 0.0007
y = 1.3764x +
18.546

Flavonoid

R² = 0.0003
R² = 0.1513
y = 15.323x + 20.524 y = 57.404x 34.896

R² = 0.0872
y = 13.064x +
15.772

R² = 0.0202

R² = 0.131

R² = 0.0155
Karotenoid y = -102.69x +
42.358

R² = 0.39

SIMPULAN DAN SARAN
Pengujian aktivitas antioksidan dan inhibitor tirosinase pada 10 spesies daun
dari famili Zingiberaceae telah dilakukan. Penapisan kuantitatif senyawa
antosianin berkisar dari 0.06% hingga 2.73%, klorofil berkisar dari 0.02% hingga
0.56%, karotenoid dari 0.01% hingga 0.55%, tanin dari 0.08% hingga 11.22%,
dan falvonoid berkisar dari 0.13% hingga 1.67% pada seluruh ekstrak. Perbedaan
kadar senyawa tersebut dapat memengaruhi aktivitas antioksidan dan inhibitor
tirosinase. Ekstrak kasar metanol temulawak berpotensi sebagai antioksidan
dengan nilai IC50 281.85 mg/L, aktivitasnya masih 50 kali lebih rendah jika
dibandingkan dengan standar asam askorbat dan hubungannya dengan kadar tanin
ialah 22.76%. Pada konsentrasi 250 mg/L, aktivitas inhibisi monofenolase ekstrak
kasar etil asetat bangle hantu sama dengan standar asam kojat, yaitu 82.86% dan
hubungannya dengan kadar karotenoid ialah 52.02%. Sementara itu, ekstrak kasar
etil asetat daun temu putih menghambat difenolase 90.20%, lebih tinggi
dibandingkan standar asam kojat dan hubunganya dengan kadar flavonoid ialah
39%. Untuk meningkatkan aktivitas antioksidan dan inhibitor tirosinase dari daun
temulawak, bangle hantu, dan temu putih maka diperlukan proses pemurnian dari
ekstrak yang berpotensi tersebut.

18

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2007. Official Methods of
AOAC Intrnational. Revisi ke-2. Volume ke-1. Maryland (US): AOAC.
Ansel HC. 2011. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta (ID): UI-Press
Batubara I, Adfa M. 2013. Potensi daun kayu bawang (Protium javanicum)
sebagai penghambat kerja enzim tirosinase. J Sains dan Matematika.
1(2):52–56.
Batubara I, Julita I, Darusman LK, Muddathir AM, Mitsunaga T. 2015. Flower
bracts of temulawak (Curcuma xanthorrhiza) for skin care: anti-acne and
whitening agents. Procedia Chemistry. 14(2015):216–224.
Chang C, Yang M, Wen H, Chern J. 2002. Estimation of total flavonoid content in
propolis by two complementary colorimetric methods. J of Food and Drug
Analysis. 10(3):178–182.
[Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Farmakope Herbal
Indonesia Ed.1. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Duryatmo S. 2003. Aneka Ramuan Berkhasiat dari Temu-Temuan. Jakarta (ID):
Puspa Swara.
Endo Y, Usuki R, dan Kaneda T. 1985. Antioxidant effects of chlorophyll and
pheophytin on the autoxidation of oils in the dark. II. the mechanism of
antioxidative action of chlorophyll. J Americ Oil Chem Society. 62(9):1387–
1390.
Formagio ASN, Volobuff CRF, Santiago M, Cardoso CAL, Vieira MDC, Pereira
ZV. 2014. Evaluation of antioxidant activity, total flevonoids, tannins and
phenolic compounds in Psychotria leaf extracts. Antioxidants. 3(40):745757.
Hadipoentyanti E, Syahid SF. 2007. Respon temulawak (Curcuma xanthirrhiza
Roxb.) hasil rimpang kultur jaringan generasi kedua terhadap pemupukan. J
Littri. 13(3):106–110.
[Kemenkes RI] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 1994. Persyaratan
Obat Tradisional. Jakarta (ID): Kemenkes RI.
Kurniawati PT, Soetjipto H, Limantara L. 2007. Antioxidant and antibacterial
activities of bixin pigment from annatto (Bixa orellana L.) seeds. Indo J
Chem. 7(1):88–92.
Likhitwitayawuid K. 2008. Stilbenes with tyrosinase inhibitory activity. Current
Sci 94:44–52.
Mahendra B. 2006. Panduan Meracik Herbal. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Malesev D, Kuntic V. 2007. Investigation of metal-flavonoid chelates and the
determination of flavonoids via metal-flavonoid complexing reaction. J Serb
Chem Soc. 72(10):921–939.
Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung (ID): ITB
Meloan CE. 1999. Chemical Separation. Principle, Techniques and Expremints.
Kanada (CA): John Wiley and Sons.
Miguel MG. 2011. Anthocyanins: antioxidant and/or anti-inflammatory activities.
J Appl Pharmac Sci. 1(6):7–15.
Mursito B. 2002. Tampil Percaya Diri dengan Ramuan Tradisional. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.

19
Radovanovic B, Radovanovic A. 2010. Free radical scavenging activity and
anthocyanin profile of carbenet sauvignon wines from the balkan region.
Molecules. 15(6):4213-4226.
Sabli F, Mohamed M, Rahmat A, Ibrahim H, Bakar MFA. 2012. Antioxidant
properties of selected Etlingera and Zingiber species (Zingiberaceae) from
Borneo Island. J Biol Chem. 6(1):1-9.
Salazar-Aranda R, Perez-opez LA, Lopez-Arroyo J, Alanis-Garza BA, de Torres
NW. 2011. Antimicrobial and antioxidant activities of plants from Northeast
of Mexico. Evidence-Based Complement and Alternative Medic. 2011:1-6.
Salunkhe DK, Chavan JK, Kadam SS. 1990. Dietary Tannins Consequences And
Remedies. Boca Raton (US): CRC Press.
Sims DA, Gamon JA. 2002. Relationships betweem leaf pigment content and
spectral reflectance across a wide range of species, leaf structures and
developmental stages. Remote Sensing of Environment. 81(2002): 337-354.
Susanto R. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Yogyakarta (ID): Kanisius

20
Lampiran 1 Bagan alir penelitian

10 spesies daun famili Zingiberaceae
Dicuci, dikeringkan, dan digiling
Serbuk daun

Uji kadar air dan kadar abu
Persen kadar air dan kadar abu

10 Ekstrak n-heksana
l

Maserasi bertingkat pada
serbuk yang sama dengan
urutan pelarut n-heksana, etil
asetat, dan metanol

10 Ekstrak etilasetat

Setiap ekstrak diuji kadar klorofil, karotenoid,
tanin, antosianin, dan flavonoid, serta diuji
penapisan aktivitas antioksidan dan inhibitor
tirosinase
Kadar senyawa dan jenis
daun yang berpotensi

10 Ekstrak metanol

21
Lampiran 2 Contoh penghitungan kadar air
Contoh Penghitungan
Menggunakan data temu putih ulangan 1
2 0023 1 8979
adar air
100
2 0023
adar air 5 45
5 45 5 52 5 80
ata rata
3
ata rata 5 59
Lampiran 3 Contoh penghitungan kadar abu
Contoh penghitungan
Menggunakan data temu hitam ulangan 1
o ot kering

o ot sampel – ( o ot sampel
8 82
o ot kering 2 0010 – (2 0010
)
100
o ot kering 1 8246
0 1951
adar a u
100
1 8246
adar a u 10 69

kadar air
)
100

Lampiran 4 Contoh penghitungan rendemen
Menggunakan data temu hitam n-heksana ulangan 1
kadar air
o ot kering o ot sampel – ( o ot sampel
)
100
8 82
o ot kering 50 0442 – (50 0442
)
100
o ot kering 45 6303
eksrtak pekat
endemen kering
100
o ot kering
1 5049
endemen kering
100
45 6303
endemen kering 3 31
Lampiran 5 Contoh penghitungan kadar antosianin
Menggunakan data temu hitam n-heksana ulangan 1
adar antosianin 529
0 288 650
adar antosianin
0 288
adar antosianin 0 0094 mg
mg
1
1m
1000 m
100
adar antosianin
o ot ekstrak

22
1

0 0095 mg

1m

1000 m

adar antosianin
adar antosianin 0 95

11 40

0 0114 g
(mg g

(

100

Lampiran 6 Contoh penghitungan kadar klorofil dan karotenoid
Menggunakan data temu hitam n-heksana ulangan 1
adar antosianin ter awa (0 08173 537
0 00697 647
0 002228 663
adar antosianin ter awa (0 08173 0 0325
0 00697 0 0297
0 002228 0 0809
adar antosianin 0 0023 mg
adar klorofil a ( 0 01373 663
0 000897 537
0 003046
adar klorofil a ( 0 01373 0 0809
0 000897 0 0325
0 003046 0 0297
adar klorofil a 0 0010 m
adar klorofil ( 0 02405 647
0 004305 537
0 005507
adar klorofil ( 0 02405 0 0297
0 004305 0 0325
0 005507 0 0809
adar klorofil 0 0001 m
adar total klorofil
adar klorofil a adar klorofil
adar klorofil total 0 0010 0 0001
adar klorofil total 0 0011
1
mg
1m
1000 m
100
adar total klorofil
o ot ekstrak
1
0 0011 mg
1m 11 90
1000 m
konsentrasi klorofil
100
0 0119 g
konsentrasi klorofil 0 11 (
(mg g))
470

adar karotenoid
adar karotenoid

0 1688

adar karotenoid 0 0014
mg

kadar karotenoid

( 17 1 kadar klorofil total
( 17 1 0 0011

119 26

1

1m

1000 m

o ot ekstrak

0 0014 mg

kadar karotenoid
kadar karotenoid 0 14 mg g

1

1000 m

1m

0 0119 g

11 90

100

663

9 479 kadar antosianin

119 26
9 479 0 0023 )

100

647

)

23
Lampiran 7 Kurva standar katekin dan contoh penghitungan tanin dalam sampel

1,2
y = 0,0003x + 0,1046
R² = 0,9723

Absorbans

1
0,8

0,6
0,4
0,2
0
0

1000

2000
Konsentrasi (mg/L)

3000

4000

Contoh penghitungan tanin dalam ekstrak
Menggunakan data temu hitam n-heksana
y 0 0003x 0 1046
y a sor ans
x konsentrasi
0 290 0 0003x 0 1046
mg
x konsentrasi tanin 618 00
mg

adar tanin

1g

1

1000 mg

1000 m

618 00 mg

kadar tanin
kadar tanin 2 58g g

0 5m

o ot ekstrak
1g

1

1000 mg

1000 m

0 0120 g

100

0 5m

100

Lampiran 8 Kurva standar kuersetin dan contoh penghitungan flavonoid dalam
sampel

2,5
y = 0.0043x + 0.0235
R² = 0.9994

Absorbans

2
1,5

1
0,5
0
0

100

200
300
400
Konsentrasi (mg/L)

500

600

24
Contoh penghitungan flavonoid dalam ekstrak
Menggunakan data Temu hitam n-heksana
terkoreksi

sampel

langko

0 059
terkoreksi 0 523
terkoreksi 0 464
y 0 0043x 0 0235
y a sor ans, sampel menggunakan absorbans terkoreksi
x konsentrasi
0 464 0 0043x 0 0235
mg
x konsentrasi flavonoid 102 44
mg

adar flavonoid

1g

1

1000 mg

1000 m

o ot ekstrak

102 44 mg

konsentrasi tanin
konsentrasi tanin 0 43

0 5m

(

1g

1

1000 mg

1000 m

0 0120 g
(g g))

100
0 5m

100

Lampiran 9 Contoh penghitungan %inhibisi dan IC50 antioksidan dalam sampel
Menggunakan data temu hitam metanol konsentrasi 500 mg/L
( kontrol negatif
sampel )
inhi isi( ) [
] 100
( kontrol negatif )
0 363 0 178
inhi isi( ) [
] 100
0 363
inhi isi( ) 50 96
60,00
y = 0.0781x + 12.42
R² = 0.9978

% inhibisi

50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
0

Konsentrasi inhibisi 50 %

y