Pemetaan Kerawanan Kebakaran Hutan Di Taman Nasional Way Kambas

PEMETAAN KERAWANAN KEBAKARAN HUTAN
DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

PUTRI AMALINA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemetaan Kerawanan
Kebakaran Hutan di Taman Nasional Way Kambas adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Putri Amalina
NIM E34110051

ABSTRAK
PUTRI AMALINA. Pemetaan Kerawanan Kebakaran Hutan di Taman Nasional Way
Kambas. Dibimbing oleh LILIK BUDI PRASETYO dan SITI BADRIYAH
RUSHAYATI.
Taman Nasional Way Kambas (TNWK) selalu mengalami kebakaran hutan,
terutama pada musim kemarau. Diperlukan dukungan dalam upaya mitigasi dan tindakan
berdasarkan sistem peringatan dini. Sistem informasi geografis dan penginderaan jauh
dapat diaplikasikan dalam mengembangkan peta kerawanan kebakaran untuk mendukung
hal tersebut. Beberapa metode telah dirumuskan, tetapi akurasinya dipertanyakan apabila
diaplikasikan pada lokasi yang berbeda terkait dengan keberagaman kondisi lokal.
Penelitian bertujuan menentukan formula pemetaan kerawanan kebakaran hutan di
TNWK. Variabel kebakaran hutan dibagi menjadi faktor alam dan faktor manusia. Faktor
alam terdiri dari tutupan lahan, indeks vegetasi, indeks kelembaban, dan suhu permukaan.

Faktor manusia terdiri dari jarak dari aksesibilitas dan pusat aktivitas masyarakat. Skoring
dan pembobotan dilakukan. Dua kasus pembobotan diuji, faktor manusia dan faktor alam
diberi bobot 0.9 dan 0.1, kemudian sebaliknya. Berdasarkan nilai agregat peta hasil
tumpang susun, kerawanan kebakaran hutan dikelompokkan ke dalam tingkat tinggi,
sedang, atau rendah. Evaluasi peta kerawanan dilakukan dengan menggunakan titik
kejadian kebakaran. Formula kasus kedua lebih akurat dan dapat diterima. Sebesar
42.57% dari daerah TNWK memiliki tingkat kerawanan tinggi, 47.83% sedang, dan
9.59% rendah. Hal tersebut berarti faktor alam (ketersediaan bahan bakaran) memiliki
peran penting memicu terjadinya kebakaran di TNWK.
Kata kunci: kebakaran hutan, kerawanan, penginderaan jauh, sistem informasi geografis,
Taman Nasional Way Kambas

ABSTRACT
PUTRI AMALINA. Forest Fire Vulnerability Mapping in Way Kambas National Park.
Supervised by LILIK BUDI PRASETYO and SITI BADRIYAH RUSHAYATI.
Way Kambas National Park (WKNP) always suffers from forest fire, especially
during dry season. Mitigation and action through early warning systems were required.
To support it, geographic information system and remote sensing can be applied to
develop a fire vulnerability map. Several methods have been formulated to develop fire
vulnerability maps, however its accuracy were questioned when it is applied to the other

areas due to local condition variabilities. This research aimed to determine a formula for
mapping the forest fire vulnerability in WKNP. Variables of forest fire were divided into
nature and human factors. Nature factor consists of land cover, vegetation index, moisture
index, and land surface temperature. Human factor consists of distance from community
centers and accessibilities. Scoring and weighting of variables were employed. Two cases
of weighting were examined, the human and nature factor were weighted 0.9 and 0.1 and
otherwise. Based on the aggregate value of overlaid maps, the forest fire vulnerability
were grouped into high, moderate, or low vulnerability level. Evaluation of vulnerability
maps were done by using forest fire occurence point data. The formula in the second case
was more accurate and acceptable. About 42.57% of WKNP areas were high
vulnerability level, 47.83% were moderate, and 9.59% were low. This implies the natural
factor (fuel aviability) has important role to the initial ignition of forest fire in WKNP.
Key words: forest fire, geographic information system, remote sensing, vulnerability,
Way Kambas National Park

PEMETAAN KERAWANAN KEBAKARAN HUTAN
DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

PUTRI AMALINA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta‟ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 hingga Juni
2015 ini adalah Kebakaran Hutan, dengan judul Pemetaan Kerawanan Kebakaran
Hutan di Taman Nasional Way Kambas.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Lilik Budi
Prasetyo, MSc dan Ibu Dr Ir Siti Badriyah Rushayati, MSi selaku dosen yang

telah membimbing penulis dengan baik, serta Bapak Suharno selaku pembimbing
lapang dari Balai Taman Nasional Way Kambas. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Keluarga Besar Balai Taman Nasional Way Kambas,
Rhino Protection UnitYayasan Badak Indonesia (RPUYABI), Yayasan
Penyelamatan dan Konservasi Harimau Sumatera (PKHS), Aliansi Lestari Rimba
Terpadu (AleRT), dan Bapak Budi Djati yang banyak membantu selama
pengumpulan data.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2015

Putri Amalina

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR


vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan

1

Manfaat Penelitian


2

METODE

2

Lokasi dan Waktu Penelitian

2

Alat

2

Bahan

3

Prosedur Analisis Data


3

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

7

Variabel dalam Penilaian Kerawanan Kebakaran Hutan di TNWK

8

Kerawanan Kebakaran Hutan di TNWK
SIMPULAN DAN SARAN

16
21


Simpulan

21

Saran

22

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

25

DAFTAR TABEL
1
2
3

4
5
6

Jenis dan sumber bahan penelitian
Skor variabel kerawanan kebakaran hutan di TNWK
Kelas kerawanan kebakaran hutan
Pembagian kelas kerawanan berdasarkan Persamaan 6
Pembagian kelas kerawanan berdasarkan Persamaan 7
Presentasi luas daerah rawan kebakaran di setiap resort

3
5
7
16
18
20

DAFTAR GAMBAR
1

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Peta lokasi penelitian
Peta tutupan lahan Taman Nasional Way Kambas tahun 2013
Presentasi tutupan lahan Taman Nasional Way Kambas tahun 2013
Peta sebaran suhu permukaan
Peta sebaran nilai indeks vegetasi
Peta sebaran nilai indeks kelembaban permukaan
Peta jarak dari jalan
Peta jarak dari sungai
Peta jarak dari permukiman
Peta jarak dari sawah
Peta jarak dari perkebunan
Peta jarak dari ladang
Peta kerawanan kebakaran menggunakan formulasi Persamaan 6
Peta kerawanan kebakaran menggunakan formulasi Persamaan 7
Curah hujan bulanan tahun 2013

2
8
10
11
11
12
13
13
14
15
15
16
17
19
21

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Bagan alir penelitian
Hasil uji klasifikasi tutupan lahan TNWK
Data iklim dari Stasiun BMKG di Masgar, Lampung Timur
Dokumentasi tipe-tipe tutupan lahan di TNWK
Dokumentasi kebakaran hutan di TNWK

25
26
28
30
31

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Taman Nasional Way Kambas (TNWK) memiliki nilai dan fungsi strategis
bagi konservasi alam, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya dan
pariwisata alam (BTNWK 2013). Taman Nasional Way Kambas merupakan
perwakilan hutan dataran rendah terluas di Sumatera (Partono et al. 2010,
BTNWK 2013). Keanekaragaman hayati di TNWK cukup beragam sesuai dengan
spektrum ekosistemnya (BTNWK 2012). Keutamaan dari kawasan TNWK adalah
sebagai habitat dari spesies prioritas konservasi menurut Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor P.57/Menhut-II/2008 yaitu harimau sumatera, badak sumatera,
gajah sumatera, tapir, beruang madu, sempidan, kuau raja, elang, rangkong,
mentok rimba, raja udang, dan kantung semar.
Kelebihan dari potensi sumberdaya alam yang dimiliki oleh TNWK juga
tidak lepas dari berbagai permasalahan dalam pengelolaan. Salah satu masalah
dalam pengelolaan TNWK adalah kebakaran hutan yang mengancam keutuhan
kawasan. Kebakaran terjadi setiap tahun di TNWK, baik pada musim hujan
maupun terutama pada musim kemarau (BTNWK 2013). Pada periode kekeringan
yang panjang, persediaan bahan bakaran terutama di hutan meningkat sehingga
kebakaran hutan dapat terjadi (Taufik et al. 2010). Kebakaran mengakibatkan
kerusakan hutan atau hasil hutan yang menimbulkan kerugian ekonomi dan atau
nilai lingkungan di TNWK. Sesuai keadaan tersebut, TNWK memerlukan
masukan bagi upaya mitigasi dan tindakan berdasarkan sistem peringatan dini
kebakaran hutan.
Sistem informasi geografis dan penginderaan jauh telah lama dimanfaatkan
untuk mendukung pengendalian kebakaran hutan. Salah satu bentuk
pemanfaatannya adalah untuk mengembangkan peta kerawanan kebakaran. Peta
kerawanan kebakaran merupakan suatu model spasial yang digunakan untuk
mempresentasikan kondisi di lapangan terkait dengan risiko terjadinya kebakaran
hutan (Jawad et al. 2015). Melalui peta tersebut dapat dilakukan kegiatan
pemantauan dan pencegahan kebakaran sedini mungkin. Beberapa metode telah
dirumuskan untuk menentukan tingkat kerawanan kebakaran hutan, namun
akurasinya dipertanyakan apabila diaplikasikan di daerah yang berbeda karena
keragaman kondisi lokal. Oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan untuk
menentukan tingkat kerawanan kebakaran hutan di TNWK sesuai dengan kondisi
lokal.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan:
1. Menentukan formula tingkat kerawanan kebakaran hutan di TNWK.
2. Memetakan tingkat kerawanan kebakaran hutan berdasarkan faktor alam yang
terdiri dari tipe tutupan lahan, indeks vegetasi, suhu permukaan, dan indeks
kelembaban permukaan, serta faktor gangguan manusia yang terdiri dari jarak
dari pusat aktivitas masyarakat serta tingkat aksesibilitas lokasi.

2
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi keruangan tentang
kerawanan kebakaran hutan melalui peta atau data, sebagai bahan pendukung
upaya mitigasi dan tindakan berdasarkan sistem peringatan dini kebakaran hutan
di TNWK.

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian terdiri dari dua. Lokasi pengumpulan data yaitu TNWK
(Gambar 1), sementara pengolahan data dilaksanakan di Laboratorium Analisis
Lingkungan dan Pemodelan Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan
dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian
yaitu pada bulan Februari sampai Juni 2015.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Alat
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari Global Positioning
System (GPS) model Garmin eTrex 30, kamera digital, alat tulis, buku lapang,
peta kerja, dan separangkat komputer yang dilengkapi dengan perangkat lunak
Erdas Imagine versi 9.1, ArcGis versi 9.3 dan Microsoft Office 2010.

3
Bahan
Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri dari data dan peta.
Bahan didapatkan dari pengecekan lapangan (groundcheck) dan sumber-sumber
data sekunder. Jenis dan sumber bahan penelitian dijelaskan pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis dan sumber bahan penelitian
No. Jenis bahan penelitian

Sumber

1

http://glovis.usgs.gov

2
3
4
5
6

7
8
9
10

Citra Landsat 8 path/row 123/63 dan
123/64 akuisisi 19 Oktober 2013
Peta batas kawasan TNWK
Peta aksesibilitas TNWK
Peta penggunaan lahan Lampung Timur
Peta administrasi Lampung Timur
Peta jalur patroli TNWK

Peta kejadian kebakaran di TNWK
Titik koordinat GPS lapangan
Data kejadian kebakaran di TNWK
Data jumlah curah hujan bulanan, hari
hujan bulanan, temperatur rata-rata
bulanan, dan kelembaban rata-rata
bulanan Lampung Timur

BTNWK
BTNWK
BTNWK
BTNWK
Yayasan Penyelamatan dan
Konservasi Harimau Sumatera
(PKHS) –TNWK
PKHS –TNWK
Groundcheck
BTNWK
Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika
(BMKG)

Prosedur Analisis Data
Analisis data meliputi analisis variabel penilaian kerawanan kebakaran
hutan di TNWK, analisis keruangan dan analisis atribut sebagaimana dijelaskan
dalam Lampiran 1. Analisis variabel penilaian kerawanan kebakaran hutan di
TNWK dilakukan dengan menganalisis citra Landsat dan analisis buffer terhadap
peta aksesibilitas TNWK dan peta penggunaan lahan Lampung Timur. Analisis
keruangan dan analisis atribut meliputi klasifikasi setiap variabel, pemberian skor,
kemudian penumpang susunan peta hasil analisis masing-masing variabel
menggunakan formula yang ditentukan. Hasil akhir dari analisis yang dilakukan
adalah suatu peta kerawanan kebakaran berdasarkan formula yang digunakan.
Analisis variabel penilaian kerawanan kebakaran hutan di TNWK
Pra pengolahan citra
Citra yang akan diklasifikasi harus melalui proses pra pengolahan citra. Pra
pengolahan citra terdiri dari koreksi geometri dan koreksi radiometri. Pra
pengolahan citra dilakukan untuk meningkatkan kualitas dari data citra yang akan
digunakan, sehingga memudahkan dalam proses analisis. Proses pra pengolahan
citra yang dilakukan meliputi penggabungan kanal, mosaik citra, koreksi
radiometri berupa haze reduction, transformasi koordinat, dan pemotongan citra
sesuai batas kawasan.

4
Analisis tipe tutupan lahan
Tutupan lahan menunjukkan perbedaan tipe vegetasi. Vegetasi
merepresentasikan total bahan bakar yang tersedia untuk api (Chuvieco dan
Congalton 1989). Teknik analisis tipe tutupan lahan yang umum digunakan
adalah klasifikasi terbimbing (supervised classification) dengan metode
klasifikasi peluang maksimum (maximum likelihood classifier). Kanal yang dapat
digunakan untuk analisis tutupan lahan pada Landsat 8 adalah kanal 1 sampai 7.
Evaluasi hasil klasifikasi dilakukan dengan uji akurasi (accuracy assessment)
menggunakan data titik koordinat GPS. Nilai akurasi keseluruhan (overall
accuracy) yang diterima berdasarkan kriteria dari United States Geological
Survey (USGS) adalah di atas 85% (Lillesand dan Kiefer 1990).
Analisis indeks vegetasi/normalized difference vegetation index (NDVI)
Indeks vegetasi (NDVI) merupakan representasi dari tingkat kehijauan
vegetasi (Sudiana dan Diasmara 2008). Rushayati et al. (2011) menyatakan bahwa
NDVI pada dasarnya didapat dari perhitungan besar radiasi matahari yang
terserap oleh tanaman, terutama bagian daun. Nilai NDVI dapat dihitung dari
kanal dengan sensor near-infrared dan red. Pada citra Landsat 8, NDVI diperoleh
dari analisis kanal 5 dan kanal 4 menggunakan Persamaan 1 (Sahu 2014).
NDVI = (Band 5-Band 4)/(Band 5+Band4) ..............(1)
Analisis indeks kelembaban permukaan/normalized difference moisture index
(NDMI)
Indeks kelembaban permukaan digunakan untuk mengevaluasi kelembaban
yang berbeda dari elemen suatu lansekap (Herbei et al. 2012). Jin dan Sader
(2005) menyatakan bahwa nilai NDMI dapat dihitung dari kanal dengan sensor
near-infrared dan shortwave. Pada citra Landsat 8, NDMI diperoleh dari analisis
kanal 5 dan kanal 6. Model yang digunakan untuk menghitung nilai NDMI yaitu
Persamaan 2.
NDMI = (Band 5-Band 6)/(Band 5+Band6) ............ (2)
Analisis suhu permukaan
Suhu permukaan dianalisis dari band 10 pada citra Landsat 8. Perhitungan
suhu permukaan dilakukan secara bertahap, yang dimulai dari menghitung nilai
radian spektral menggunakan Persamaan 3. Nilai radian spektral selanjutnya
dikonversi menjadi temperatur dalam satuan Kelvin (Persamaan 4). Nilai suhu
permukaan dinyatakan dalam satuan C, sehingga perlu dilakukan konversi nilai
menggunakan Persamaan 5.
L =MLQcal + AL .................... (3)
Keterangan:
L
= Nilai radian spektral (Watts/( m2*srad* m))
ML = Faktor pengkali spesifik band thermal
Qcal = Nilai digital citra spesifik band thermal
AL
= Faktor penambah spesifik band thermal

5
T = K2 / ln[(K1/L )+1] ................... (4)
Keterangan:
T
= Suhu (Kelvin)
L
= Nilai radian spektral (Watts/( m2*srad* m))
K1
= Konstanta (774.89)
K2
= Konstanta (1 321.08)
C = T-273 .................................... (5)
Keterangan:
C
= Suhu (C)
T
= Suhu (Kelvin)
Analisis jarak dari aksesibilitas dan pusat aktivitas masyarakat
Peta jarak dari aksesibilitas dan pusat aktivitas masyarakat dibuat dari peta
aksesibilitas TNWK dan peta penggunaan lahan di Lampung Timur. Peta-peta
tersebut bersumber dari Peta Rupa Bumi Indonesia. Metode yang digunakan
dalam menentukan jarak adalah euclidean distance.
Analisis keruangan dan atribut
Hasil analisis variabel penilaian kerawanan kebakaran hutan di TNWK
adalah peta tematik dari masing-masing variabel. Peta tersebut menunjukkan
karakteristik dari setiap variabel. Atribut dari peta-peta tematik selanjutnya
dianalisis berupa pemberian skor untuk setiap karakteristik (Tabel 2). Skor yang
diberikan menunjukkan pengaruh tiap karakteristik dari suatu variabel terhadap
kerawanan kebakaran hutan di TNWK.
Tabel 2 Skor variabel kerawanan kebakaran hutan di TNWK
Variabel
Tutupan
lahan

NDVI

NDMI

Karakteristik
Alang-alang (kering)
Hutan (agak kering)
Hutan rawa (lembab)
Hutan bakau (lembab)
Rawa (agak basah)
Badan air (basah)
NDVI>0.35
0.25 3000m
Jarak dari
Jarak ≤1000m
permukiman 1000m < Jarak ≤ 2000m
2000m < Jarak ≤ 3000m
Jarak > 3000m
Jarak dari
ladang

Sumber

5
4
3
2
1
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1

Tingkat
kerawanan
Sangat rawan
Rawan
Sedang
Tidak rawan
Sangat tidak rawan
Sangat rawan
Rawan
Sedang
Tidak rawan
Sangat tidak rawan
Sangat rawan
Rawan
Sedang
Tidak rawan
Sangat tidak rawan

5
4
3
2
5
4
3
2
5
4
3
2
5
4
3
2

Sangat rawan
Rawan
Sedang
Tidak rawan
Sangat rawan
Rawan
Sedang
Tidak rawan
Sangat rawan
Rawan
Sedang
Tidak rawan
Sangat rawan
Rawan
Sedang
Tidak rawan

Erten et al.
(2004)

Setyawan
(2015)

Jaiswal et
al. (2002)

Jaiswal et
al. (2002)

Erten et al.
(2004)

Erten et al.
(2004)

Erten et al.
(2004)

Peta tematik yang telah dianalisis atributnya kemudian ditumpang susunkan.
Peta hasil tumpang susun dianalisis kembali atributnya untuk menilai tingkat
kerawanan kebakaran. Penilaian dilakukan menggunakan formula dengan dua
kasus pembobotan berbeda terhadap variabel. Formula yang digunakan adalah
Persamaan 6 dan Persamaan 7. Persamaan 6 memberikan bobot tinggi (0.9) pada
variabel yang dikategorikan sebagai faktor pemicu kebakaran yang berhubungan
dengan manusia dan bobot rendah (0.1) untuk variabel yang dikategorikan sebagai
faktor pemicu kebakaran yang berhubungan dengan kondisi alam. Dasar
pembobotan ini adalah karena faktor utama pemicu terjadinya kebakaran hutan di
daerah tropis adalah aktivitas manusia (Adinugroho et al. 2005, Rianawati 2005,

7
Itoyo 2006, dan Akbar et al. 2011). Selanjutnya, Persamaan 7 menggunakan
bobot yang berbanding terbalik dengan Persamaan 6.
y= 0.1(x1+x2+x3+x4) + 0.9(x5+x6+x7+x8+x9+x10) .........................(6)
y= 0.9(x1+x2+x3+x4) + 0.1(x5+x6+x7+x8+x9+x10) .........................(7)
Keterangan:
y
= Skor kerawanan kebakaran hutan
x1
= Tutupan lahan
x2
= Suhu permukaan
x3
= Normalized difference vegetation index (NDVI)
x4
= Normalized difference moisture index (NDMI)
x5
= Jarak dari jalan
x6
= Jarak dari sungai
x7
= Jarak dari pemukiman
x8
= Jarak dari perkebunan
x9
= Jarak dari ladang
x10
= Jarak dari sawah
Skor kerawanan kebakaran hutan diklasifikasikan menjadi kelas tingkat
kerawanan tinggi, sedang, dan rendah. Pembagian kelas dilakukan dengan
menggunakan nilai tengah dan standar deviasi (Tabel 3). Peta kerawanan
kebakaran hutan berdasarkan masing-masing formula dievaluasi menggunakan
data akumulasi titik-titik kejadian kebakaran hutan di TNWK tahun 2011 sampai
2014. Jumlah titik kejadian kebakaran adalah 522 titik. Sebaran titik menunjukkan
ketelitian formula yang digunakan. Formula yang dapat diterima yaitu formula
dengan hasil yang menunjukkan bahwa titik kejadian kebakaran paling banyak
tersebar di daerah dengan tingkat kerawanan kebakaran tinggi, dan sebaliknya.

Skor y

Tabel 3 Kelas kerawanan kebakaran hutan
Tingkat kerawanan

ymin ≤ y < ( - ½SD)
( - ½SD) ≤ y < ( + ½SD)
y  ( + ½SD)

Tinggi
Sedang
Rendah

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terletak di dataran rendah. Topografi TNWK berada pada
ketinggian 0 sampai 50 m di atas permukaan laut (BTNWK 2012). Curah hujan
rata-rata dari data BMKG selama sepuluh tahun terakhir (2005 sampai 2014)
sebesar 2 101.37 mm/tahun. Terdapat empat tipe ekosistem utama di TNWK yaitu
ekosistem hutan hujan dataran rendah, ekosistem hutan rawa, ekosistem hutan
bakau, dan ekosistem hutan pantai (BTNWK 2012). Taman nasional ini menjadi

8
habitat bagi flora dan fauna terutama untuk „the big five mammals‟ di Indonesia
yaitu gajah sumatera, harimau sumatera, tapir, beruang, dan badak sumatera.
Taman Nasional Way Kambas memiliki luas 125 631.3 Ha sebagaimana
dinyatakan dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 670/Kpts-II/1999.
Taman Nasional Way Kambas merupakan taman nasional tipe A sesuai Peraturan
Menteri Kehutanan nomor P.03/Menhut-II/2007. Taman nasional tipe A memiliki
tiga seksi pengelolaan taman nasional (SPTN) yang membawahi dua belas resort
(RPTN). Batas-batas TNWK antara lain Laut Jawa, dua sungai besar (Way
Pegadungan dan Way Penet), dan 37 desa penyangga. Sebanyak 7 desa terletak
berdampingan dengan taman nasional yang dibatasi hanya dengan kanal
sepanjang 29 Km. Desa lainnya dibatasi dengan sungai.
Masyarakat di desa penyangga sebagian besar bermata pencaharian sebagai
petani, nelayan, dan buruh. Aktivitas masyarakat berpusat di balai desa, sawah,
kebun, dan ladang. Masyarakat memiliki banyak pilihan aksesibilitas menuju ke
dalam kawasan taman nasional. Aksesibilitas terdiri dari akses jalan darat, akses
sungai, dan akses laut. Masyarakat relatif leluasa memasuki TNWK untuk
mencari kayu, menangkap ikan, berburu, menggembala ternak, bahkan bertani,
yang keseluruhan hal tersebut tak lepas dari memori masyarakat yang masih lekat
dengan bebasnya mengakses kawasan ketika masih menjadi areal Hak
Pengusahaan Hutan (Setyawan 2013). Aktivitas masyarakat tersebut memicu
kebakaran di TNWK.
Kebakaran hutan di TNWK terjadi setiap tahun. Wilayah utara TNWK
memiliki karakteristik kebakaran yang tersebar cukup luas dan hampir setiap
tahun terbakar, sementara untuk wilayah selatan hanya di beberapa titik (Itoyo
2006). Data titik panas atau hotspot yang merupakan indikator umum untuk
mengetahui kebakaran (Vetrita et al. 2014) di TNWK menunjukkan kebakaran
sudah terjadi sejak tahun 1997. Kebakaran hutan menjadi salah satu prioritas
dalam kebijakan pengembangan dan pengelolaan kawasan TNWK sebagaimana
tercantum dalam Rencana Strategis TNWK periode 2009 sampai 2014.
Kegiatan pengendalian kebakaran hutan yang dilakukan oleh TNWK antara
lain pencegahan, pemadaman, penanganan pasca kebakaran hutan dan lahan, serta
penguatan kapasitas kelembagaan pengendalian kebakaran hutan. Pihak TNWK
bekerja sama dengan mitra taman nasional dan masyarakat desa penyangga dalam
pengadaan sarana dan prasarana pemantau dan pemadaman kebakaran hutan.
Meskipun sistem pencegahan dan pengendalian kebakaran tersedia, kebakaran
seringkali terjadi dan menyebar luas karena lokasi yang sulit dijangkau terkait
luasnya kawasan.
Variabel dalam Penilaian Kerawanan Kebakaran Hutan di TNWK
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) pada
tahun 2014 membuat petunjuk teknis (juknis) pemetaan kerawanan kebakaran
hutan tingkat provinsi dan nasional. Berdasarkan juknis PHKA, variabel yang
dipergunakan untuk pemetaan kerawanan kebakaran hutan meliputi tipe
penutupan lahan, fungsi kawasan, elevasi, jarak dari aksesibilitas, jarak dari
konsesi, jenis tanah, jarak dari ladang, dan kondisi iklim. Hal tersebut berbeda
dengan variabel yang digunakan dalam penelitian ini yang tidak menggunakan
variabel fungsi kawasan, elevasi, jarak dari konsesi, dan jenis tanah.

9
Pemetaan kerawanan terhadap kebakaran hutan di TNWK menggunakan
variabel yang merupakan faktor pemicu kebakaran di TNWK. Penyebab
kebakaran hutan sampai saat ini masih menjadi topik perdebatan (Colfer dan
Resosudarmo 2002). Penyebab terjadinya kebakaran bersifat lokal dan khas
menurut kondisi setempat, sehingga perlu kajian khusus untuk menentukannya
(Purnamasari 2011). Penentuan variabel pada penelitian ini mengacu pada konsep
segitiga api sebagaimana dijelaskan dalam Adinugroho et al. (2005). Faktor-faktor
yang digunakan sebagai variabel merupakan representasi dari segitiga api.
Tutupan lahan, indeks vegetasi, indeks kelembaban permukaan, dan suhu
permukaan merupakan faktor alam yang memicu terjadinya kebakaran hutan
sebagai bahan bakar dan oksigen. Sementara jarak dari aksesibilitas dan pusat
aktivitas masyarakat merupakan faktor manusia sebagai sumber api.
Tutupan lahan Taman Nasional Way Kambas
Tutupan lahan di TNWK dibagi menjadi kelas alang-alang, semak dan
belukar, rawa, hutan rawa, hutan bakau, hutan lahan kering, badan air, dan tidak
ada data (Gambar 2). Tutupan lahan yang masuk ke dalam kelas alang-alang dan
semak belukar meliputi tutupan lahan dengan vegetasi dominan alang-alang,
termasuk semak dan belukar. Tutupan lahan rawa yang dimaksud yaitu tutupan
lahan dengan vegetasi non pohon yang tergenang oleh air. Hutan bakau
merupakan hutan dengan vegetasi dominan berupa bakau yang terpengaruh
pasang surut air laut. Hutan rawa yang dimaksud adalah hutan rawa sekunder dan
hutan rawa primer yang merupakan hutan yang tergenang oleh air tawar dan
terletak di belakang hutan bakau. Tutupan lahan kelas hutan lahan kering yang
dimaksud dalam penelitian ini yaitu hutan dataran rendah lahan kering sekunder
dan sebagian kecil hutan primer yang ada. Kelas tidak ada data adalah piksel tidak
terklasifikasi/unclassified, awan, dan bayangan awan.

Tidak ada data

Gambar 2 Peta tutupan lahan Taman Nasional Way Kambas tahun 2013

10
Proporsi tutupan lahan di TNWK yang tertinggi adalah kelas hutan (42.9%)
dan terendah adalah kelas badan air (0.8%) sebagaimana ditunjukkan Gambar 3.
Hasil uji akurasi klasifikasi tutupan lahan yang dilakukan adalah 95.17%. Tutupan
lahan hutan di TNWK memang memiliki proporsi yang tertinggi sejak tahun 1996
(Maullana dan Darmawan 2014). Akan tetapi terjadi perubahan terhadap tutupan
lahan hutan yang menyebabkan kini tutupan lahan hutan mulai disusul dengan
tutupan lahan alang-alang (31.3%). Hasil penelitian Maullana dan Darmawan
(2014) menunjukkan bahwa perubahan tutupan lahan hutan menjadi tutupan lahan
lainnya di TNWK pada tahun 2002 sampai 2010 mencapai 51 657.3 ha atau 41%
dari luas kawasan TNWK. Ketika hutan rusak, alang-alang akan tumbuh
menggantikannya (Pudjiharta 2008).

semak dan
belukar

Hutan
lahan
kering

Gambar 3 Presentasi tutupan lahan Taman Nasional Way Kambas tahun 2013
Suhu permukaan
Suhu permukaan TNWK berkisar antara 16 sampai 26 C (Gambar 4). Suhu
permukaan yang dominan adalah kelas suhu 20 sampai 25 C. Persebaran suhu
permukaan di TNWK diduga karena dipengaruhi faktor topografinya yang relatif
datar. Vlassova et al. (2014) menyatakan bahwa kelerengan dan azimuth
mempengaruhi sudut radiasi matahari dan akan mempengaruhi suhu permukaan.
Hasil penelitian Vlassova et al. (2014) menunjukkan bahwa suhu suatu
permukaan pasca terbakar memiliki rentang -4 sampai 25 C. Semakin tinggi suhu
menunjukkan kebakaran semakin parah. Tingkat kebakaran yang parah memiliki
suhu permukaan rata-rata 30 C. Nurdiana dan Risdiyanto (2015) menyatakan
bahwa titik hotspot muncul pada rentang suhu permukaan 18 sampai 28 C,
terutama 24 sampai 26 C. Suhu permukaan juga dipengaruhi oleh kondisi
vegetasi di suatu lahan. Suhu permukaan di lahan yang terbuka dan lahan
terbangun akan lebih tinggi dibandingkan lahan yang tertutup vegetasi
(Rajeshwari dan Mani 2014, Rushayati et al. 2011).

11

Tidak ada data
Suhu