PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

(1)

ABSTRAK

PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

Oleh

Danang Arif Maullana

Perubahan tutupan lahan pada Taman Nasional Way Kambas (TNWK) terjadi secara cepat. Data mengenai perubahan penutupan lahan tahun 1996, 2002, dan 2010 di TNWK dianalisis dengan menggunakan teknik penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG). Analisa juga meliputi perubahan penutupan lahan pada setiap zonasi pengelolaan taman nasional.

Penelitian ini dilaksanakan pada Juni-September 2012. Data yang dikumpulkan berupa citra Landsat ETM+ dan TM (1996, 2002, dan 2010), titik verifikasi lapangan, dan data atribut berupa zonasi kawasan. Data spasial diolah dengan menggunakan software Erdas imagine versi 8.5 dan Arc View versi 3.3, sedangkan data atribut diolah secara diskriptif dan dianalisa secara kualitatif. Tipe penutupan lahan di Taman Nasional Way Kambas dikelompokkan menjadi 9 kelas yaitu hutan, hutan lahan basah, lahan basah, semak, alang-alang, lahan terbuka, badan air, ladang, dan tidak ada data (awan dan bayangan awan). Penutupan lahan terluas pada zona rimba dan pemanfaatan intensif adalah


(2)

(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan penutupan lahan merupakan informasi yang penting di dalam pengelolaan kawasan hutan. Perubahan yang terjadi dari beberapa kurun waktu tertentu perlu diketahui agar membantu memberikan tambahan informasi dalam menentukan pengelolaan ke arah yang lebih baik.

Menurut Dinas Kehutanan Provinsi Lampung (2002), laju degradasi hutan di Provinsi Lampung sangat mengkhawatirkan yaitu sebesar 23,837 ha/tahun. Luas kawasan lindung dan konservasi yang perlu direhabilitasi sebesar 47,5% termasuk di dalamnya Taman Nasional Way Kambas. Windet. al.,(1979) dalam BBTNWK (2011) menyebutkan bahwa Taman Nasional Way Kambas memiliki hutan rawa terbesar di Pulau Sumatera. Selain itu, taman nasional ini menjadi Pusat Konservasi Gajah (PKG) dan SRS (Suaka Rhino Sumatera) semi-insitu Badak Sumatera satu-satunya di Indonesia.

Untuk membantu melestarikan potensi-potensi tersebut perlu dilakukan penelitian yang berbasis pemantauan perubahan penutupan lahan. Penginderaan jauh adalah salah satu metode untuk mengidentifikasi objek di permukaan bumi tanpa kontak langsung dengan objeknya sehingga erat kaitannya dengan pemantauan tutupan


(4)

lahan. Teknologi ini dapat membantu proses pengukuran dan inventarisasi hutan secara tepat dan akurat bahkan untuk area yang luas.

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa dinamika perubahan penutupan lahan yang terjadi sehingga dapat menjadi bahan masukan bagi pengelola Taman Nasional Way Kambas dalam menentukan skema pengelolaan kawasan.

B. Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Seberapa besar perubahan tutupan lahan di Taman Nasional Way Kambas (TNWK) dari tahun 1996, 2002, dan 2010 ?

2. Bagaimana hubungan antara penutupan lahan dengan penggunaan lahan berdasarkan zonasi pengelolaan di Taman Nasional Way Kambas (TNWK) ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan penutupan lahan yang terjadi di kawasan Taman Nasional Way Kambas (TNWK) dari tahun, 1996, 2002, dan 2010 serta menganalisa perubahan penutupan dan penggunaan lahan pada zonasi pengelolaan di Taman Nasional Way Kambas (TNWK).

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sebagai bahan pertimbangan bagi pihak pengelola Taman Nasional Way Kambas (TNWK), terutama dalam hal penilaian penutupan lahan.


(5)

E. Kerangka pemikiran

Taman Nasional Way Kambas ditujukan untuk melindungi hutan hujan tropis di Pulau Sumatra dan kekayaan hayatinya. Kawasan taman nasional ini memiliki ekosistem dan kekayaan sumberdaya alam yang beragam sehingga perlu pengelolaan yang baik agar tetap lestari.

Ancaman dan gangguan baik dari dalam maupun luar taman nasional berpotensi dalam perubahan penggunaan fungsi lahan hutan sehingga menimbulkan dampak negatif yang berakibat pada habitat satwa terganggu dan kelangkaan jenis flora dan fauna. Selain di dalam kawasan hutan, masyarakat sekitar hutan akan terkena dampak secara tidak langsung berupa kekeringan, naiknya suhu permukaan bumi, dan sulitnya prediksi musim hujan dan kemarau yang mempengaruhi produksi pertanian dan perkebunan.

Oleh sebab itu, pemanfaatan teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu cara yang dapat digunakan dalam mendeteksi perubahan lahan dari tahun ke tahun dengan cepat dan akurat sehingga mengahasilkan suatu informasi mengenai sebaran (distribusi) penggunaan lahan.

Data-data yang dikumpulkan dari citra Landsat dalam kurun waktu 1996, 2002, dan 2010 dibandingkan berdasarkan kelas-kelas penutupan lahan. Penilaian perubahan lahan tersebut disajikan dalam bentuk tabel dan nantinya akan dianalisa dari masing-masing tahun dan zonasi pengelolaannya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi yang bermanfaat dalam menentukan arah pengelolaan taman nasional.


(6)

Kerangka penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema kerangka penelitian. Potensi perubahan penutupan lahan

Penginderaan jauh

Perbandingan perubahan penutupan lahan 1996, 2002, dan 2010

Analisis perubahan penutupan lahan dengan penggunaan lahan berdasarkan zonasi pengelolaan

Rekomendasi ke pihak pengelola TNWK


(7)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penutupan Lahan dan Perubahannya

Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalamLo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya tampak secara langsung dari citra penginderaan jauh. Tiga kelas data secara umum yang tercakup dalam penutupan lahan yaitu:

1. Struktur fisik yang dibangun oleh manusia,

2. Fenomena biotik seperti vegetasi alami, tanaman pertanian, dan kehidupan binatang,

3. Tipe pembangunan.

Penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu (Lillesand & Kiefer, 1990). Informasi penutupan lahan dapat dikenali secara langsung dengan menggunakan penginderaan jauh, sedangkan informasi tentang kegiatan manusia pada lahan (penggunaan lahan) tidak selalu dapat ditafsir secara langsung dari penutupan lahannya.

Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang karena manusia mengalami kondisi yang berubah pada waktu yang berbeda (Lillesand & Kiefer, 1990). Deteksi perubahan mencakup penggunaan fotografi udara yang berurutan di atas wilayah tertentu dari fotografi tersebut sehingga peta penggunaan lahan


(8)

untuk setiap waktu dapat dipetakan dan dibandingkan (Lo, 1995). Campbell (1983) dalam Lo (1995) menambahkan bahwa peta perubahan penutupan lahan antara dua periode waktu biasanya dapat dihasilkan.

B. Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis merupakan suatu sistem berdasarkan komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografi (georeference) dalam hal pemasukan, manajemen data, memanipulasi, dan menganalisis serta pengembangan produk dan percetakan (Aronoff, 1989). Sedangkan Bern (1992) dalam Prahasta (2005) mengemukakan bahwa Sistem Informasi Geografis merupakan sistem komputer yang digunakan untuk memanipulasi data geografi. Sistem ini diimplementasikan dengan perangkat keras dan perangkat lunak komputer untuk akusisi dan verifikasi data, kompilasi data, penyimpanan data, perubahan dan updating data, manajemen dan pertukaran data, manipulasi data, pemanggilan dan presentasi data, analisa data.

Menurut Rind (1992) dalam Prabowo et al. (2005) menyatakan bahwa Sistem Informasi Geografis merupakan sekumpulan perangkat keras komputer (hardware), perangkat lunak (software), data-data geografis, dan sumberdaya manusia yang terorganisir, yang secara efisien mengumpulkan, menyimpan, meng-update, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua bentuk data yang bereferensi geografis.


(9)

C. Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand & Kiefer, 1990). Informasi yang diperoleh dengan menangkap dan merekam pantukan cahaya atau sumber energi lain kemudian menginterpretasi, menganalisa, dan mengaplikasikan data yang terekam.

Bentuk hasil yang diperoleh dari penginderaan jauh berupa citra. Proses pengambilannya memerlukan sumber energi, perjalanan energi melalui atmosfer, interaksi antara energi dengan kenampakan di muka bumi, sensor warna pesawat terbang atau satelit, dan hasil pembentukan baik dalam bentuk piktorial (citra) atau numerik. Hasil dari proses tersebut perlu diinterpetrasikan agar memperoleh data atau informasi (Lillesand & Kiefer, 1990).

Klasifikasi kesesuaian maksimum (Maximum-likehood/Gaussian Clasfication) dalam peningkatannya dilakukan dengan mengganti parameter interval sederhana dengan parameter statistik (varian dan korelasi piksel daerah contoh), dengan asumsi bahwa distribusi sampel adalah normal. Setiap daerah contoh dijabarkan dengan nilai rerata aritmatiknya dan parameter matrik kovarian (Sutanto, 1986).

D. Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh untuk Penggunaan Lahan

Kebutuhan teknologi penginderaan jauh yang dipadukan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk tujuan inventarisasi dan pemantauan sangat penting terutama bila dikaitkan dengan pengumpulan data yang secara cepat dan akurat.


(10)

Pengumpulan data dengan teknologi penginderaan jauh dapat mengurangi bahkan menghilangkan pengaruh subjektivitas. Mengingat luasnya dan banyaknya variasi wilayah Indonesia, sejalan dengan kemajuan teknologi informasi, maka aplikasi penginderaan jauh dan SIG sangat tepat. Kedua teknologi tersebut dapat dipadukan untuk meningkatkan kemampuannya dalam hal pengumpulan data, manipulasi data, analisis data, dan menyediakan informasi spasial secara terpadu (Wahyunto, 2007).

Aplikasi penginderan jauh digunakan untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan kondisi penutupan vegetasi dan atau penggunaan lahan saat ini (present land use/land cove) yang didapatkan dengan cara interpetaasi citra satelit. Dari proses tersebut didapatkan informasi mengenai sebaran (distribusi) dan kondisi penutupan lahan dan vegetasi permanen. Penginderaan jauh merupakan teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk menyediakan peta yang mutakhir dengan waktu, tenaga, dan biaya yang relatif lebih kecil untuk kawasan yang luas. Salah satu data penginderaan jauh merupakan data digital sehingga memerlukan pengolaannya untuk memperoleh informasi yang disajikan dalam peta tematik.

E. Citra Landsat

Dari sekian banyak satelit penginderaan jauh yang sering digunakan untuk pemetaan penutupan lahan adalah Landsat (Land Satelit). Seri Landsat yang dikenal pertama kali adalah Earth Resource Technology Satelit (ERTS). Penggunaan nama dan satelit yang kemudian disingkat menjadi Landsat ini dimulai sejak satelit ini digunakan untuk mempelajari lautan dan daerah pesisir (Butler et al, 1988). Seri satelit ini terdiri dari dua generasi pertama yang terdiri


(11)

dari Landsat 1, Landsat 2, dan Landsat 3 dan generasi kedua yang terdiri dari Landsat 4 dan Landsat 5. Landsat generasi kedua mempunyai orbit pola sunsynchronous yaitu orbitnya akan melewati tempat-tampat yang terletak pada lintang yang sama dan dalam waktu lokal yang sama pula. Periode orbitnya 98.5 menit dengan inklinasi 98.58º salah satu sensor dari Landsat adalah Thematic Mapper (TM).

F. Karakteristik Landsat TM

Citra Landsat TM ini digunakan dalam penelitian karena memiliki spasial dan resolusi spektral yang baik yang disajikan oleh sensor ini. Sebagai pengetahuan yang baik, Landsat TM memiliki informasi spektral dari kenampakan tiga band yaitu biru, hijau, dan panjang gelombang merah (Riano, 2002). Pemetaan dan inventarisasi sumberdaya lahan suatu daerah melalui tutupan lahan dengan menggunakan data citra satelit dilakukan untuk membantu perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian progam pembangunan melalui basis data potensi tutupan lainnya dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya lahan secara optimal (Rahmad, 2002).

Kelemahan citra landsat terletak pada sensornya yang bersifat pasif. Kualitas data yang dihasilkan oleh sensor-sensor landsat tergantung pada gangguan atmosfer saat perekaman. Awan, kabut, asap, dan gangguan atmosfer lainnya akan mengakibatkan menurunnya kualitas data yang dihasilkan terutama di daerah tropis sekitar khatulistiwa terdapat penutupan awan yang tinggi dan merata hampir sepanjang tahun. Pada akhir tahun 2002, sensor pemindai Landsat 7 Enhanced Thematic Mapper+ (ETM+) mengalami kerusakan. Akibatnya, timbul


(12)

kesalahan yang disebut stripping yakni garis tanpa data yang terletak vertikal searah garis pemindai.

G. Metode Interpetrasi Citra

Klasifikasi citra merupakan suatu proses yang dilakukan untuk mengelompokkan suatu objek pada citra dengan cara mengidentifikasi kenampakan objek pada citra (Lillesand dan Kiefer, 1990). Klasifikasi citra merupakan metode pengkelasan objek-objek di permukaan bumi dan ditampilkan dalam citra. Metode klasifikasi yang biasa digunakan yakni :

1. Klasifikasi tidak terbimbing (Unsupervised classification)

Klasifikasi tak terbimbing merupakan proses pengkelasan yang didasarkan pada informasi gugus-gugus spektral yang tidak bertumpang susun pada ambang jarak (threshold distance) tertentu pada saluran-saluran yang digunakan. Hasil dari klasifikasi belum diketahui identitasnya karena didasarkan hanya pengelompakan secara natural. Untuk menentukan identitas yang tepat, hasil klasifikasi dibandingkan dengan data referensi berupa data penggunaan lahan. Pemberian nama kelas memerlukan pengetahuan mengenai jenis penutupan lahan yang terdapat pada daerah tersebut, jika tidak diperlukan data referensi ataupun data survey (Howard, 1996).

2. Klasifikasi terbimbing

Klasifikasi terbimbing mengelompokkan nilai piksel berdasarkan informasi penutupan lahan aktual di permukaan bumi. Data interpetrasi citra berupa


(13)

klasifikasi piksel berdasarkan spektralnya. Setiap kelas piksel dicari kaitan antara objek atau gejala di permukan bumi.

Adapun metode pengkelasan yang sering digunakan yaitu metode kemiripan maksimum (Maxsimum likelihood). Asumsi yang digunakan dalam metode kemiripan maksimum ini, bahwa objek homogen selalu menampilkan histogram yang terdistribusi normal (Bayesian).

3. Pengukuran akurasi

Pengukuran akurasi merupakan suatu cara untuk mengevaluasi tingkat keakurasian hasil klasifiasi yang telah dilakukan. Nilai akurasi dapat dibagi menjadi dua yaitu akurasi secara keseluruhan (overall accuracy) yang diartikan sebagai total kelas yang diklasifikasikan dibagi dengan total kelas referensi, sedangakan nilai akurasi kategori individu dibagi lagi menjadi dua bagian yakni produser’s accuracy dan useraccuracy(Jaya, 2010).

Produser’s accuracymerupakan jumlah elemen kelas yang diklasifikasikan secara benar dibagi dengan elemen referensi untuk kategori. Sedangakan, user’s accuracy adalah elemen yang diklasifikasikan secara benar untuk setiap kategori dibagi dengan total elemen yang diklasifikasikan ke dalam kategori tersebut. Penilaian tingkat akurasi dilakukan dengan cara membandingkan data yang diperoleh dari hasil pengecekan lapangan (ground truth) dengan klasifikasi yang diperoleh.


(14)

Persamaan matematika untuk menghitung nilaioverall accuracysebagai berikut :

= × 100% Dimana :

OA = overall accuracy N = jumlah total piksel

Xii = nilai sel pada barisidan kolomi.

r = jumlah baris atau kolom pada matrik kesalahan.

Persamaan matematika yang digunakan untuk menghitung nilai kappa accuracy sebagai berikut :

=

+

1 +

K = kappa accuracy

N = jumlah total piksel.

Xii = jumlah sel pada barisIdan kolomi.

Xi+ = jumlah nilai kolom dalam baris ke l.

X+i = jumlah nilai baris dalam kolom kei.


(15)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan September 2012 yang berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way Kambas ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebenunan Nomor 670/KPTS-II/1990 tanggal 26 Agustus 1999 dengan luas 125.621,30 ha. Secara geografis terletak antara 4.3705.160dan 105.330105.540.

B. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian yaitu GPS (Global Positioning System), kamera DSLR SONY Alpha 230, alat tulis, dan seperangkat komputer yang dilengkapi dengansoftwareErdas Imagine 8.5 dan Arc View 3.3.

C. Batasan Penelitian

Batasan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Wilayah penelitian didasarkan pada Peta Batas Taman Nasional Way Kambas (TNWK) yang berasal dari Balai Taman Nasioanal Way Kambas (TNWK).


(16)

2. Hasil penelitian ini dibatasi sampai tahap pengidentifikasian dan analisis perubahan penutupan lahan yang terjadi di Taman Naasional Way Kambas (TNWK) dengan menggunakan citra Landsat dari tahun 1996, 2002 , dan 2010.

D. Pengumpulan Data

1. Data Spasial

Data spasial merupakan data yang bersifat keruangan yang terdiri dari data Peta Batas TNWK, Peta TNWK, citra Landsat TM dan Landsat ETM+ tahun pengambilan 1996, 2002, dan 2010. Data - data tersebut berasal dari Balai Taman Nasional Way Kambas dan situs resmi dari NASA yakni http://glovis.usgs.gov/. Selanjutnya data tersebut dianalisis untuk mengetehaui perubahan lahan.

Data Ground Control Point (GCP) merupakan data yang menyatakan posisi keberadaan sesuatu di permukaan bumi dalam bentuk titik koordinat. Data tersebut dapat diperoleh dari survey di lapangan. Selanjutnya data GCP ini digunakan sebagai salah satu bahan dalam interpetrasi citra dengan klasifikasi terbimbing (Supervised Clasification).

2. Data Atribut

Data atribut merupakan data yang berbentuk tulisan atau angka-angka. Data yang dibutuhkan untuk penelitian ini berupa data zonasi pengelolaan di Taman Nasional Way Kambas (TNWK).


(17)

E. Metode dan Cara Kerja 1. Pemasukan Data

Pemasukan data dilakukan dengan bantuan alat scanner dan seperangkat komputer yang dilengkapi dengan software Erdas Imagine 8.5 dan Arc View 3.3 yang menghasilkan keluaran berupa data digital. Data ini digunakan sebagai acuan wilayah penelitian dan koreksi geometrik pada pengolahan citra.

2. Pengolahan citra

Data citra Landsat TM dan ETM+ yang diperoleh diolah menggunakan softwer Erdas Imagine 8.5. tahap-tahap pengolahan yang dilakukan sebagai berikut :

a. Perbaikan citra (Image restoration)

Data citra yang diperoleh dilakukan pengkoreksikan untuk menghilangkan kesalahan radiometrik dan geometrik. Kesalahan radiometrik bertujuan untuk memperbaiki data bias pada nilai digital piksel yang diakibatkan oleh ganguan atmosfir ataupun kesalahan sensor. Koreksi geometrik bertujuan untuk menyesuaikan posisi citra sesuai dengan kondisi geografi di permukaan bumi.

Penentuan tipe proyeksi dan sistem koordinat dilakukan terlebih dahulu untuk penyeragaman data-data selama penelitian. Proyeksi yang digunakan adalah Universal Transverse Mercator (UTM) dan sistem koordinat geografi menggunakan garis latitude (garis Timur-Barat) dan garis longitude (garis Utara-Selatan).


(18)

Langkah selanjutnya melakukan proses resampling dengan metode nearestneighbour. Nilai digital piksel yang diisikan dari citra ke citra yang akan dikoreksi adalah nilai-nilai digital tiap piksel yang memiliki nilai/lokasi terdekat.

b. Pemotongan citra (Subset image)

Pemotongan citra dilakukan dengan memotong wilayah yang dijadikan objek penelitian. Wilayah yang masuk ke dalam area dipotong dengan Area of Interest (AOI)berupa batas kawasan Taman Nasional Way Kambas (TNWK).

c. Klasifikasi citra (Image classification)

Sebelum melakukan pengklasifikasian penetapan kelas-kelas spektral perlu dilakukan, kemudian membuat aturan penetapan kelas-kelas spektral yang terliput oleh citra satelit. Pembagian kelas didasarkan pada kondisi penutupan lahan sebenarnya di lapangan dan dibatasi sesuai dengan kebutuhan pengklasifikasian. Klasifikasi citra dibagi kedalam dua tahap yaitu klasifikasi tak terbimbing (unsupervised classification) dan klasifikasi terbimbing (supervised classification). Klasifikasi tak terbimbing dilakukan sebelum pengecekan lapangan, sedangkan klasifikasi terbimbing dilakukan setelah pengecekan lapangan.

d. Pemeriksaan lapangan (Ground Check)

Kegiatan yang dilakukan dalam pengecekan lapangan adalah pengambilan titik koordinat pada tiap kelas dengan bantuan alat GPS Garmin tipe navigasi. Jumlah titik koordinat yang diambil sebanyak 210 titik dengan pembagian setiap masing-masing kelas 30 titik koordinat kecuali awan dan bayangan awan.


(19)

e. Pengukuran akurasi (accuracy assessment)

Akurasi citra dilakukan untuk mengevaluasi tingkat keakurasian hasil klasifikasi. Nilai akurasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai akurasi secara keseluruhan (overall accuracy) dan akurasi kappa (kappa accuracy). Penilaian tingkat akurasi dilakukan dengan membandingkan data yang diperoleh dari hasil pengecekan di lapangan (ground check).


(20)

Uraian pengelolaan citra satelit dapat dijelaskan melalui gambar 2.

Citra Landsat Peta Digital Rupa

Bumi

Koreksi Radiometrik dan Geometrik

Peta Digital

Batas Citra terkoreksi

Subset Image

Klasifikasi Tak Terbimbing (Unsupervised clasification )

Diterima Akurasi Citra Hasil Klasifikasi

Gambar 2. Proses pengolahan citra. Ground Truth (Cek Lapangan)

Klasifikasi Terbimbing (Supervised clasification )

Peta Penutupan Lahan overlay

tidak


(21)

F. Analisis Perubahan Penutupan Lahan

Hasil citra yang telah diklasifikasi dari periode 1996, 2002, dan 2010 akan dianalisa dengan melakukan overlay pada setiap peta, sehingga akan terlihat perubahan penutupan selama kurun waktu tersebut. Perubahan-perubahan yang terjadi disajikan dalam bentuk tabel dan grafik untuk memudahkan dalam melihat perubahan penutupan lahan.

G. Analisis Penggunaan Lahan Berdasarkan Zona Pengelolaan

Peta penutupan lahan yang telah dihasilkan akan dibandingkan dengan peta zonasi kawasan Taman Nasional Way Kambas dan data-data tentang zonasi. Kemudian dianalisa berdasarkan tutupan lahan dari tahun ke tahun.


(22)

A. Kesimpulan

Penutupan lahan di Taman Nasional Way Kambas dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) kelas yaitu hutan, hutan lahan basah, semak, alang-alang, lahan terbuka, lahan basah, ladang, badan air, dan no data. Pada tahun 1996-2002 penutupan lahan hutan mengalami perubahan terbesar menjadi menjadi no data sebesar 6.795,3 ha sedangkan pada tahun 2002-2010 penutupan lahan hutan mengalami perubahan terbesar menjadi hutan lahan basah sebesar 5.568,6 ha.

Penutupan lahan pada zona rimba dan zona pemanfaatan intensif didominasi oleh alang-alang sedangkan zona khusus konsevasi dan zona inti didominasi berupa hutan.

B. Saran

Untuk memperoleh informasi yang tepat dan akurat diperlukan citra yang mempunyai resolusi spasial yang lebih baik dan penutupan awan sedikit sehingga memudahkan dalam proses interpetrasi citra untuk memantau perubahan penutupan lahan.


(23)

DAFTAR PUSTAKA

Aronoff, S. 1989. Geographic Information Systems A Management Perspective. Otawa. WDI Publication.

Balai Taman Nasional Way Kambas. 2008. Buku Zonasi Taman Nasional Way Kambas. Lampung.

Balai Besar Taman Nasional Way Kambas. 2011. Rencana Strategis Taman Nasional Way Kambas 2004-2010. Lampung.

Butler, M.J.A., M.C. Mouchat., V. Berale., and C. LeBlanc. 1988. Aplication Of The Remote Sensing Technology To Marine Fisheries: An Introductory Manual. FAO Fisheries Technology.

Chomitz dan M. Kenneth. 2007. Dalam sengketa ? Perluasan Pertanian, Pengentasan Kemiskinan, dan Lingkungan di Hutan Tropis. Salemba Empat. Jakarta.

Darmawan, A. 2002. Perubahan Penutupan Lahan di Cagar Alam Rawa Danau (skripsi). Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Departemen Kehutanan. 1999. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 199 Tentang Kehutanan.

Departemen Kehutanan. 2002.Data dan Informasi Kehutanan Propinsi Lampung. Badan Planologi Kehutanan. Jakarta.

Hasibuan, Bunga Raumanen. 2009.Evaluasi Progam Pemberdayaan Masyarakat di sekitar Taman Nasional Way Kambas. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Howard, J. A. 1996. Penginderaan Jauh untuk Sumberdaya Hutan Teori dan Aplikasi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Jaya. I.N.S. 2002. Penginderaan Jauh Satelit untuk Kehutanan. Laboratorium Inventarsisasi Hutan, Jurusan Manjemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB Jaya, I.N.S. 2010. Analisis Citra Digital : Prespektif Penginderaan Jauh untuk


(24)

Khalil, B. 2009. Analisis Perubahan Penutupan Lahan Di Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Lillesand, T.M. dan Kiefer. F.W. 1990.Penginderan Jauh dan Interpetrasi Citra. Alih Bahasa. R. Dubahri. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Lo CP. 1995. Pengindeaan Jauh Terapan. Terjemahan. Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia.

Pudjiharta, A., Widyati E., Adalina Y., dan Syarifudin. 2008. Teknik Rehabilitasi Lahan Alang-Alang. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. Prabowo, D.A., Nugroho T., Palapa, dan Ardiansyah H. 2005. Modul Pengenalan

GIS, GPS, dan Remote Sensing. Jakata : Dept. GIS, FWI.

Prahasta, E. 2005. Konsep-Konsep Dasar: Sistem Informatika Geografi. Informatika. Bandung.

Prahasta, E. 2009. Sistem Informasi Geografis: Tutorial Arcview. Informatika Bandung.

Rahmi, J. 2009. Hubungan Kerapatan Tajuk dan Penggunaan Lahan Berdasarkan Analisis Citra Satelit Dan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser. Sumatra Utara: Progam Studi Manajemen Hutan, Departemen Kehutanan. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara. Riano, P. 2002. Generation of Fuel Type Maps from Landsat TM Images and

Ancillary Data in Mediterranean Ecosystems.

Sinambela, P. N. 2011. Pemetaan Perubahan Tutupan Lahan Kabupaten Toba Samosir. Universitas Sumatera Utara. Sumut.

Sutanto. 1986. Penginderan Jauh Jilid I. Gadjah Mada University Press. Bulaksumur, Yogyakarta.

Yusri, Amrizal.2011.Perubahan Penutupan Lahan dan Analisis Faktor Penyebab Perambahan Kawasan Taman Nasional Gunung Cermai. IPB. Bogor.

Sumber Internet

Departemen Kehutanan. 2006. Peraturan Mentri Kehutanan Nomor: P.56/Menhut-II/2006 Tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional.6 Mei 2012. http:// www.dephut.go.id/

Rahmad. 2002. Inventarisasi Sumber Daya Lahan Kabupaten Pelalawan dengan Menggunakan Data Citra Satelit. Volume V. 2 Mei 2012. (No. 1).http://www.unri.ac.id/ jurnal/jurnal_natur/vol15(1)/Rahmad.pdf.


(25)

Wayunto. 2007. Peranan Citra Satelit Dalam Penentuan Potensi Lahan. 25 Mei 2012. http://www.litbang.deptan.go.id/warta-ip/pdf-file/wahyunto-13.html.


(1)

Uraian pengelolaan citra satelit dapat dijelaskan melalui gambar 2.

Citra Landsat Peta Digital Rupa

Bumi

Koreksi Radiometrik dan Geometrik

Peta Digital

Batas Citra terkoreksi

Subset Image

Klasifikasi Tak Terbimbing (Unsupervised clasification )

Diterima Akurasi Citra Hasil Klasifikasi

Gambar 2. Proses pengolahan citra. Ground Truth (Cek Lapangan)

Klasifikasi Terbimbing (Supervised clasification )

Peta Penutupan Lahan overlay

tidak


(2)

19

F. Analisis Perubahan Penutupan Lahan

Hasil citra yang telah diklasifikasi dari periode 1996, 2002, dan 2010 akan dianalisa dengan melakukan overlay pada setiap peta, sehingga akan terlihat perubahan penutupan selama kurun waktu tersebut. Perubahan-perubahan yang terjadi disajikan dalam bentuk tabel dan grafik untuk memudahkan dalam melihat perubahan penutupan lahan.

G. Analisis Penggunaan Lahan Berdasarkan Zona Pengelolaan

Peta penutupan lahan yang telah dihasilkan akan dibandingkan dengan peta zonasi kawasan Taman Nasional Way Kambas dan data-data tentang zonasi. Kemudian dianalisa berdasarkan tutupan lahan dari tahun ke tahun.


(3)

A. Kesimpulan

Penutupan lahan di Taman Nasional Way Kambas dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) kelas yaitu hutan, hutan lahan basah, semak, alang-alang, lahan terbuka, lahan basah, ladang, badan air, dan no data. Pada tahun 1996-2002 penutupan lahan hutan mengalami perubahan terbesar menjadi menjadi no data sebesar 6.795,3 ha sedangkan pada tahun 2002-2010 penutupan lahan hutan mengalami perubahan terbesar menjadi hutan lahan basah sebesar 5.568,6 ha.

Penutupan lahan pada zona rimba dan zona pemanfaatan intensif didominasi oleh alang-alang sedangkan zona khusus konsevasi dan zona inti didominasi berupa hutan.

B. Saran

Untuk memperoleh informasi yang tepat dan akurat diperlukan citra yang mempunyai resolusi spasial yang lebih baik dan penutupan awan sedikit sehingga memudahkan dalam proses interpetrasi citra untuk memantau perubahan penutupan lahan.


(4)

49

DAFTAR PUSTAKA

Aronoff, S. 1989. Geographic Information Systems A Management Perspective. Otawa. WDI Publication.

Balai Taman Nasional Way Kambas. 2008. Buku Zonasi Taman Nasional Way Kambas. Lampung.

Balai Besar Taman Nasional Way Kambas. 2011. Rencana Strategis Taman Nasional Way Kambas 2004-2010. Lampung.

Butler, M.J.A., M.C. Mouchat., V. Berale., and C. LeBlanc. 1988. Aplication Of The Remote Sensing Technology To Marine Fisheries: An Introductory Manual. FAO Fisheries Technology.

Chomitz dan M. Kenneth. 2007. Dalam sengketa ? Perluasan Pertanian, Pengentasan Kemiskinan, dan Lingkungan di Hutan Tropis. Salemba Empat. Jakarta.

Darmawan, A. 2002. Perubahan Penutupan Lahan di Cagar Alam Rawa Danau (skripsi). Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Departemen Kehutanan. 1999. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 199 Tentang Kehutanan.

Departemen Kehutanan. 2002.Data dan Informasi Kehutanan Propinsi Lampung. Badan Planologi Kehutanan. Jakarta.

Hasibuan, Bunga Raumanen. 2009.Evaluasi Progam Pemberdayaan Masyarakat di sekitar Taman Nasional Way Kambas. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Howard, J. A. 1996. Penginderaan Jauh untuk Sumberdaya Hutan Teori dan Aplikasi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Jaya. I.N.S. 2002. Penginderaan Jauh Satelit untuk Kehutanan. Laboratorium Inventarsisasi Hutan, Jurusan Manjemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB Jaya, I.N.S. 2010. Analisis Citra Digital : Prespektif Penginderaan Jauh untuk


(5)

Khalil, B. 2009. Analisis Perubahan Penutupan Lahan Di Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Lillesand, T.M. dan Kiefer. F.W. 1990.Penginderan Jauh dan Interpetrasi Citra. Alih Bahasa. R. Dubahri. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Lo CP. 1995. Pengindeaan Jauh Terapan. Terjemahan. Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia.

Pudjiharta, A., Widyati E., Adalina Y., dan Syarifudin. 2008. Teknik Rehabilitasi Lahan Alang-Alang. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. Prabowo, D.A., Nugroho T., Palapa, dan Ardiansyah H. 2005. Modul Pengenalan

GIS, GPS, dan Remote Sensing. Jakata : Dept. GIS, FWI.

Prahasta, E. 2005. Konsep-Konsep Dasar: Sistem Informatika Geografi. Informatika. Bandung.

Prahasta, E. 2009. Sistem Informasi Geografis: Tutorial Arcview. Informatika Bandung.

Rahmi, J. 2009. Hubungan Kerapatan Tajuk dan Penggunaan Lahan Berdasarkan Analisis Citra Satelit Dan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser. Sumatra Utara: Progam Studi Manajemen Hutan, Departemen Kehutanan. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara. Riano, P. 2002. Generation of Fuel Type Maps from Landsat TM Images and

Ancillary Data in Mediterranean Ecosystems.

Sinambela, P. N. 2011. Pemetaan Perubahan Tutupan Lahan Kabupaten Toba Samosir. Universitas Sumatera Utara. Sumut.

Sutanto. 1986. Penginderan Jauh Jilid I. Gadjah Mada University Press. Bulaksumur, Yogyakarta.

Yusri, Amrizal.2011.Perubahan Penutupan Lahan dan Analisis Faktor Penyebab Perambahan Kawasan Taman Nasional Gunung Cermai. IPB. Bogor.

Sumber Internet

Departemen Kehutanan. 2006. Peraturan Mentri Kehutanan Nomor: P.56/Menhut-II/2006 Tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional.6 Mei 2012. http:// www.dephut.go.id/

Rahmad. 2002. Inventarisasi Sumber Daya Lahan Kabupaten Pelalawan dengan Menggunakan Data Citra Satelit. Volume V. 2 Mei 2012. (No. 1).http://www.unri.ac.id/ jurnal/jurnal_natur/vol15(1)/Rahmad.pdf.


(6)

51

Wayunto. 2007. Peranan Citra Satelit Dalam Penentuan Potensi Lahan. 25 Mei 2012. http://www.litbang.deptan.go.id/warta-ip/pdf-file/wahyunto-13.html.