Teknik Penyiapan Lahan oleh Masyarakat Sekitar Hutan Taman Nasional Way Kambas Provinsi Lampung.

TEKNIK PENYIAPAN LAHAN OLEH MASYARAKAT
SEKITAR HUTAN TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS
PROVINSI LAMPUNG

CHRISTINE DELLA PRASETYA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Teknik Penyiapan
Lahan oleh Masyarakat sekitar Hutan Taman Nasional Way Kambas Provinsi
Lampung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Christine Della Prasetya
NIM E44110041

ABSTRAK
CHRISTINE DELLA PRASETYA. Teknik Penyiapan Lahan oleh Masyarakat
Sekitar Hutan Taman Nasional Way Kambas Provinsi Lampung. Dibimbing oleh
LAILAN SYAUFINA.
Taman Nasional Way Kambas (TNWK) merupakan kawasan konservasi
berupa taman nasional yang terdapat di Provinsi Lampung. Salah satu gangguan
yang dialami TNWK adalah kebakaran hutan yang terjadi beberapa waktu
terakhir. Kebakaran tersebut diduga dipicu akibat kegiatan pembukaan lahan yang
dilakukan masyarakat sekitar TNWK. Dampak kebakaran tersebut tidak hanya
menimbulkan kerugian di bidang lingkungan, tetapi juga berdampak di bidang
ekonomi dan sosial. Ada dua cara penyiapan lahan yang dilakukan oleh
masyarakat Kecamatan Rajabasa Lama, yaitu teknik tebas-bakar dan tanpa bakar
(zero burning). Penyiapan lahan baik menggunakan teknik tebas-bakar (slash and
burn) maupun dengan teknik tanpa bakar (zero burning) memiliki tahapan

pelaksanaannya masing-masing. Penilaian efisiensi biaya menurut analisis
finansial dengan menghitung Benefit Cost Ratio (BCR) yang dilakukan, diperoleh
hasil bahwa teknik tanpa bakar lebih efisien dibanding teknik tebas-bakar dengan
nilai BCR masing-masing 2.45 dan 2.24.
Kata kunci: Taman Nasional Way Kambas, teknik penyiapan lahan.

ABSTRACT
CHRISTINE DELLA PRASETYA. The Land Preparation Technique by
Community Living Surrounding Way Kambas National Park in Lampung
Province. Supervised by LAILAN SYAUFINA.
Way Kambas National Park (TNWK) is the conservation area in the form
of a national park located at Lampung Province. One of the problems experienced
in TNWK is a forest fire that occurred. The fire seems to be triggered by land
clearing activities conducted by community in TNWK. The fire may affect
environmental condition as well as economic and social condition. The impact of
fire will not only resulted in losses in the field of the environment, but also have
an impact in the field of economic and social. There are two models of land
preparation conducted by the District community in Rajabasa Lama, namely slash
and burn technique and zero burning technique. Both land preparation with slash
and burn technique and zero burning technique having its implementation each

stage. According to financial assessment of cost efficiency analysis by counting
Benefit Cost Ratio (BCR), the results that preparation of land with zero burning
technique more efficient than slash and burn technique to the value of each BCR
respectively 2.45 and 2.24.
Keywords: Way Kambas National Park, preparation of land technique.

TEKNIK PENYIAPAN LAHAN OLEH MASYARAKAT
SEKITAR HUTAN TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS
PROVINSI LAMPUNG

CHRISTINE DELLA PRASETYA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa oleh
karena limpahan kasih dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Teknik
Penyiapan Lahan oleh Masyarakat sekitar Hutan Taman Nasional Way Kambas”
dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya atas bantuan yang telah diberikan oleh
berbagai pihak, yakni:
1. Keluarga terutama ayah Drs Timbul Suwarno, MPd dan Ibu Veronica Hari
Murni serta kedua adik Davina Nathania Prasetya dan Davita Nathania
Prasetya atas dukungan dan doa yang tiada henti.
2. Ibu Dr Ir Lailan Syaufina, MSc sebagai Dosen Pembimbing atas masukan dan
bimbingan dalam penelitian dan penulisan skripsi.
3. Semua Dosen dan staff di Departemen Silvikultur atas ilmu yang diberikan.
4. Saudara dan teman-teman di Kost Pondok Putri, Fakultas Kehutanan, dan
Silvikultur 48 atas dukungan semangat yang diberikan.
5. Pengelola Taman Nasional Way Kambas yang telah banyak membantu dan

mendampingi selama penelitian ini berlangsung.
6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan
dukungannya kepada penulis dalam menyelesaikan usulan penelitian ini.
Penulis berharap hasil penelitian ini dapat memberikan informasi yang tepat
sehingga dapat digunakan sebagai bahan rekomendasi dalam upaya melakukan
pencegahan kebakaran sejak dini.

Bogor, Agustus 2015
Christine Della Prasetya

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN


viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan

2

Manfaat Penelitian

2

METODE


2

Waktu dan Tempat

2

Alat dan Bahan

2

Prosedur Penelitian

2

Analisis Data

3

HASIL DAN PEMBAHASAN


4

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

4

Sejarah Kebakaran Hutan dan Lahan di Taman Nasional Way Kambas

6

Demografi Lokasi Penelitian

6

Karakteristik Responden

8

Kajian Penyiapan Lahan


11

Analisis Ekonomi

17

SIMPULAN DAN SARAN

18

Simpulan

18

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA


19

LAMPIRAN

21

RIWAYAT HIDUP

28

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

9
10

Pekerjaan tambahan masyarakat Kecamatan Rajabasa Lama
Status responden Kecamatan Rajabasa Lama di dalam keluarga
Status kependudukan responden Kecamatan Rajabasa Lama
Status kependudukan responden dengan pekerjaan pokok sebagai
petani di Kecamatan Rajabasa Lama
Luas kepemilikan lahan responden dengan pekerjaan pokok sebagai
petani
Uji simultan antara tingkat pendidikan, umur, dan asal dengan perilaku
penyiapan lahan
Uji parsial antara asal peladang dengan perilaku penyiapan lahan
Jadwal kegiatan pertanian dengan teknik tebas-bakar di Kecamatan
Rajabasa Lama
Jadwal kegiatan pertanian dengan teknik tanpa bakar di Kecamatan
Rajabasa Lama
Analisis finansial menurut perilaku penyiapan lahan per hektar oleh
masyarakat di Kecamatan Rajabasa Lama

8
10
11
11
11
14
14
15
17
18

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Peta lokasi TNWK, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung
Peta areal kerja Balai Taman Nasional Way Kambas
Pekerjaan pokok masyarakat Kecamatan Rajabasa Lama
Tingkat pendidikan responden Kecamatan Rajabasa Lama
Tingkat pendidikan responden dengan pekerjaan pokok sebagai petani
Kecamatan Rajabasa Lama
Sebaran umur responden di Kecamatan RajabasaLama
Sebaran umum responden dengan pekerjaan pokok sebagai petani di
Kecamatan Rajabasa Lama
Perilaku penyiapan lahan oleh masyarakat di Kecamatan Rajabasa
Lama
Teknik pembakaran tumpukan (pile burning)
Rata-rata curah hujan dan jumlah hari hujan di Kecamatan Rajabasa
Lama dalam tahun 2014

4
5
7
8
9
10
10
13
15
16

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Kuisioner
Daftar responden
Hasil regresi logistik dengan uji simultan
Dokumentasi penelitian

21
25
26
27

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Taman Nasional Way Kambas (TNWK) merupakan kawasan konservasi
berupa taman nasional yang terdapat di Provinsi Lampung. TNWK ditetapkan
melalui Surat Keputusan Menteri Nomor 670/Kpts-II/1999 tanggal 26 Agustus
1999. TNWK memiliki luas kurang lebih 125.631,31 hektar. TNWK sempat
ditetapkan sebagai kawasan pelestarian alam untuk melindungi kawasan yang
kaya akan berbagai satwa liar, diantaranya gajah Sumatera (Elephas sumatranus),
harimau Sumatera (Panthera tigris), tapir (Tapirus indicus), dan masih banyak
jenis lainnya (TNWK 2012).
Seiring dengan berjalannya waktu, terutama setelah ditetapkannya sebagai
kawasan suaka margasatwa, TNWK banyak menerima gangguan hutan. Kawasan
ini bahkan mengalami kerusakan habitat yang cukup berat selama 20 tahun pada
tahun 1968-1974. Kerusakan tersebut timbul ketika kawasan ini dibuka untuk
pemukiman dan pertanian akibat bertambahnya penduduk sekitar TNWK.
Kebutuhan lahan untuk HPH dan kebutuhan akan lahan pemukiman dan pertanian
bagi masyarakat merupakan gangguan utama yang dialami TNWK.
Salah satu gangguan yang dialami TNWK adalah kebakaran hutan yang
terjadi beberapa waktu terakhir. Kebakaran tersebut diduga dipicu akibat kegiatan
pembukaan lahan yang dilakukan masyarakat sekitar TNWK. Hal tersebut
menimbulkan dampak terutama asap tidak hanya dirasakan oleh masyarakat
dalam negeri saja, tetapi oleh sebagian Negara di sekitar Indonesia. Dampak
kebakaran tersebut tidak hanya menimbulkan kerugian di bidang lingkungan,
tetapi juga berdampak di bidang ekonomi dan sosial.
Provinsi Lampung merupakan daerah dengan lahan pertanian dan perkebunan
yang cukup luas, namun ketersediaan lahan tidak mencukupi. Oleh karena itu,
salah satu strategi untuk memenuhi kebutuhan akan lahan tersebut adalah dengan
membuka lahan-lahan baru (Onrizal 2005). Pembukaan lahan pertanian dan
perkebunan ini kerap kali menggunakan kawasan hutan. Namun, beberapa pihak
tidak bertanggung jawab cenderung membuka lahan untuk perkebunan dan
pertanian ini dengan cara membakar hutan. Beberapa daerah yang rawan akan
kebakaran hutan dan lahan salah satunya di sekitar TNWK.
Berbagai metode pembukaan lahan telah dipraktekkan. Teknik tebang dan
bakar (slash and burn) merupakan metode yang umum digunakan masyarakat
karena dianggap mudah, murah, dan cepat dibandingkan teknik tanpa membakar.
Namun seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya pengelolaan
sumberdaya alam tanpa merusak lingkungan dan isu penurunan kerusakan
lingkungan serta pencemaran asap di udara yang dikaitkan dengan kegiatan
pembakaran dalam pembukaan lahan maka berbagai upaya dilakukan untuk
mencari alternatif pembukaan lahan yang lebih baik (Onrizal 2005). Oleh karena
itu penelitian ini penting dilakukan untuk mengkaji kegiatan penyiapan lahan
yang dilakukan masyarakat dan memberikan solusi atas permasalahan tersebut.

2

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis tahapan penyiapan lahan yang
dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan TNWK dan menganalisis biaya
penyiapan lahan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar TNWK.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan informasi mengenai
cara penyiapan lahan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan TNWK
beserta analisis usaha tani yang diperoleh, sehingga dapat bermanfaat untuk
melakukan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan berbasis masyarakat.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Januari hingga bulan Maret 2015.
Penelitian ini dilakukan di Desa Transpram Timur, Margoroto Timur, dan
Margoroto Barat, Kecamatan Rajabasa Lama yang terdapat di wilayah TNWK,
Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung.
Alat dan Bahan Penelitian
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah informasi mengenai
kegiatan yang berkaitan dengan pembukaan lahan di sekitar TNWK Provinsi
Lampung, sumber data hotspot satelit NOAA18 Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan RI bulan Mei-Juni 2014 sebagai pedoman dalam menentukan
lokasi penelitian, gambaran umum lokasi penelitian (Taman Nasional Way
Kambas) dan sekitarnya, daftar pertanyaan atau kuisioner.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan (kuisioner),
komputer atau laptop dengan software Microsoft Excel dan SPSS 16.0, alat tulis,
alat hitung, dan kamera untuk dokumentasi.
Prosedur Penelitian
Kegiatan penelitian tentang penyiapan lahan oleh masyarakat sekitar hutan
Taman Nasional Way Kambas di Provinsi Lampung ini dimulai dengan
menentukan lokasi yang akan diambil sebagai lokasi penelitian. Penentuan lokasi
ini dilakukan secara purposive sampling berdasarkan data hotspot yang diperoleh
dari sumber data hotspot satelit NOAA18 Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan RI. Lokasi yang dipilih yaitu yang memiliki hotspot paling banyak
dimana data hotspot tersebut mengindikasikan kejadian kebakaran atau early
detection system (Solichin et al. 2007). Penentuan jumlah responden atau sampel

3
agar memiliki keterwakilan terhadap populasi yang diteliti menurut pendekatan
Cochran (1991) jika populasi tidak diketahui, maka dapat ditentukan sampel
minimal 30 unit, semakin banyak sampel akan semakin baik karena data akan
semakin mendekati sebaran normal. Penelitian ini mengambil jumlah responden
sebanyak 30 orang yang berasal dari tiga desa, yaitu Desa Transpram Timur,
Margoroto Timur, dan Margoroto Barat, Kecamatan Rajabasa Lama, Kabupaten
Lampung Timur, Provinsi Lampung. Data lengkap responden akan dibahas dalam
bab hasil dan pembahasan. Responden dipilih dengan metode snowball sampling.
Tahap selanjutnya yaitu mengumpulkan beberapa data berupa:
1. Karakteristik rumah tangga peladang yang meliputi nama, umur, jumlah
anggota keluarga, tingkat pendidikan, dan mata pencaharian
2. Data potensi ekonomi keluarga (kepemilikan modal) meliputi luas ladang serta
sarana dan prasarana yang dimiliki
3. Pendapatan rumah tangga
4. Keadaan fisik lingkungan meliputi letak, keadaan tanah, topografi, dan
kelerengan lahan
5. Kalender musiman atau kegiatan perladangan dari penentuan lahan hingga
panen
6. Jenis tanaman yang ditanam oleh peladang
Selanjutnya pengambilan data primer dilakukan dengan wawancara terstruktur
menggunakan daftar pertanyaan atau kuisioner kepada pemilik ladang dan tokoh
masyarakat dan observasi lapang. Data yang telah terkumpul kemudian diolah
menggunakan analisis sistem tabulasi untuk menghitung pendapatan rata-rata
peladang setiap tahunnya.
Analisis Data Penelitian
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kelayakan usaha dengan
perhitungan Benefit Cost Ratio (BCR). Perhitungan BCR dilakukan dengan
membandingkan hasil benefit dan cost yang telah diperoleh pada pengumpulan data
sebelumnya. Jika nilainya 1 maka
proyek tersebut ekonomis atau feasible, dan jika BCR=1 maka proyek tersebut
marjinal (tidak rugi dan tidak untung).
Rumus perhitungan Benefit Cost Ratio (BCR) adalah sebagai berikut:

Benefit Cost Ratio (BCR) = Benefit – disbenefit
cost
dimana: Benefit : Keuntungan yang diperoleh oleh masyarakat dalam bentuk uang
Disbenefit : Kerugian yang ditanggung oleh masyarakat dalam bentuk
uang
Cost : Pengeluaran yang harus diadakan untuk pelaksanaan proyek dalam
bentuk uang (Sagita 2010).

4
HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Secara administrasi TNWK terletak di Kabupaten Lampung Timur dengan
daerah penyangga yang berbatasan dengan Kabupaten Tulang Bawang, Lampung
Tengah dan Lampung Timur (Gambar 1). TNWK terdiri atas 10 kecamatan dan
37 desa. TNWK terletak di wilayah bagian timur Provinsi Lampung, antara 4˚37’
- 5˚16’ Lintang Selatan dan 105˚33’ - 105˚54’ Bujur Timur. Berdasarkan
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.03/Menhut- II/2007 tanggal 1 Februari
2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional,
Balai TNWK merupakan UPT yang berada dibawah dan bertanggung jawab
kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam ( Dirjen
PHKA) dengan tugas menyelenggarakan konservasi sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya dan pengelolaan di kawasan-kawasan konservasi.

Gambar 1 Peta lokasi TNWK, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi
Lampung (Sumber TNWK 2012)

5

Gambar 2 Peta areal kerja Balai Taman Nasional Way Kambas (Sumber: TNWK
2013)
TNWK secara administratif pemerintahan keseluruhan berada di Kabupaten
Lampung Timur dengan menempati 30% dari luas wilayah Kabupaten Lampung
Timur. Kawasan TNWK berbatasan langsung dengan 37 desa, 11 kecamatan, dan
3 kabupaten, yaitu Lampung Timur, Lampung Tengah, dan Tulang Bawang. Desa
membentang dari wilayah selatan sampai ke utara yang terletak di bagian barat
kawasan dan pada bagian timur kawasan dibatasi oleh pantai timur laut Jawa
(Gambar 2). Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), TNWK termasuk dalam 2
kelompok DAS, yaitu DAS Abar-Kambas dan DAS Way Seputih. Berdasarkan
analisa oleh Badan Pertahanan Nasional (BPN) dengan menggunakan citra

6
landsat, diketahui bahwa badan air (sungai, rawa-rawa yang rutin tergenang air)
yang berada di TNWK sekitar ± 4 500 hektar. Pada umumnya, TNWK memiliki
topografi datar di wilayah timur sampai dengan sedikit bergelombang yang
terdapat pada bagian barat kawasan dengan ketinggian 50 mdpl tepatnya di
Kecamatan Purbolinggo. Studi lahan di TNWK dilakukan oleh Badan Penelitian
dan Pengembangan Tanah, Departemen Pertanian. Diketahui bahwa tanah
wilayah TNWK terdiri dari grup alluvial, grup marine, dan grup dataran tuf
masam. Kawasan TNWK memiliki curah hujan rata-rata 2000 mm/tahun dengan
periode musim kemarau dalam satu tahun adalah 3 bulan dan musim penghujan 8
bulan per tahun. Berdasarkan klasifikasi Schimdt-Ferguson, kawasan TNWK
termasuk dalam tipe iklim B (BTNWK 2012).
Kebakaran Hutan dan Lahan di Taman Nasional Way Kambas
Posko Siaga Pencegahan Kebakaran Hutan BKSDA Provinsi Lampung tahun
2014 memantau adanya 562 titik panas dari bulan Januari hingga November 2014
di Provinsi Lampung. Jumlah ini lebih besar dibandingkan jumlah toleransi titik
panas yang ditetapkan oleh Direktorat Jendral Perlindungan Kebakaran Hutan
(Dirjen PHKA) yaitu sebesar 421 titik. Ground check penting dilakukan oleh
BKSDA untuk memastikan apakah titik panas tersebut adalah kejadian kebakaran
hutan dan lahan atau bukan kejadian kebakaran.
Jumlah titik panas tahun 2014 terbesar terdapat pada Kabupaten Mesuji
sejumlah 165 titik panas, kemudian yang kedua adalah Kabupaten Tulang Bawang
sebesar 97 titik panas, ketiga adalah Kabupaten Way Kanan sejumlah 77 titik,
keempat adalah Kabupaten Lampung Timur sejumlah 76 titik panas, dan kelima
adalah Kabupaten Lampung Tengah sejumlah 56 titik panas. Kabupaten Lampung
Timur dimana TNWK berada memiliki jumlah hotspot terbanyak keempat di
Provinsi Lampung dengan 76 hotspot. Setelah pelaksanaan ground check oleh
BKSDA diperoleh hasil bahwa dari 76 hotspot tersebut sebanyak 61 titik panas
terdapat di kawasan TNWK dan sekitarnya (Data ground check BKSDA 2014).
Kejadian kebakaran di TNWK termasuk yang tertinggi di antara Taman
Nasional lain di Indonesia. Berdasarkan data Unit Pelaksana Teknis (UPT)
TNWK, luas kebakaran di kawasan TNWK dari tahun 2012-2014 mengalami
peningkatan. Luas Kebakaran terendah di kawasan TNWK tahun 2012 seluas 101
hektar dan tertinggi tahun 2014 seluas 2408 hektar.
Demografi Lokasi Penelitian
Tingkat kepadatan penduduk di daerah sekitar Taman Nasional Way Kambas
(TNWK) tergolong rendah. Dari 37 desa yang mengelilingi kawasan tersebut,
tingkat kepadatan penduduknya berada pada kisaran 200-300 orang/km2. Jumlah
penduduk paling banyak berada di Desa Rantau Jaya Udik II dan jumlah
penduduk yang paling sedikit berada di Desa Labuhan Ratu IX. Keadaan
penduduk daerah penyangga sekitar TNWK berdasarkan sex ratio atau jenis
kelamin, terdapat kecenderungan bahwa kuantitas penduduk perempuan dewasa
lebih besar daripada penduduk laki-laki dewasa. Sedangkan pada usia anak-anak,
jumlah anak laki-laki lebih besar daripada jumlah anak perempuan (BTNWK
2012).

7
Terdapat 11 kecamatan yang berada di sekitar TNWK. Sebagian besar
masyarakat pada 11 kecamatan tersebut merupakan transmigran dari Pulau Jawa.
Mata pencaharian yang dominan yaitu dari sektor pertanian yang diperoleh dari
lahan marjinal. Permasalahan yang dihadapi sampai saati ini adalah hasil produksi
yang rendah, sehingga kesejahteraan masyarakat belum mengalami perbaikan
yang diharapkan. Pengelolaan lahan pertanian dilakukan baik oleh masyarakat
maupun oleh perusahaan yang bergerak di bidang pertanian/perkebunan (BTNWK
2012).
Budaya penggunaan lahan secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu
budaya lokal (asli) dan pendatang. Penduduk asli umumnya menggunakan lahan
hanya melalui pola pertanian lahan kering. Pola pertanian lahan kering ini berupa
kebun lada, kelapa, durian, karet, kelapa sawit, dan singkong. Penduduk
pendatang umumnya menggunkan pola pertanian lahan basah berupa persawahan.
Pola ini dilakukan khususnya oleh penduduk yang berasal dari Pulau Jawa. Para
pendatang ini juga umumnya menggunakan lahan untuk pemukiman dan
menggunakan pekarangannya untuk ditanami tanaman untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari. Secara garis besar, pemanfaatan lahan di daerah
penyangga TNWK dibagi menjadi 2, yaitu singkong dan tanaman perkebunan
seperti karet dan kelapa sawit (TNWK 2012).
Secara struktur perekonomian, peranan sektor pertanian masih mendominasi
di daerah sekitar TNWK. Hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara dengan
responden di Kecamatan Rajabasa Lama, di mana 70% masyarakat berprofesi
sebagai peladang dan lainnya berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS),
karyawan swasta dan tukang bangunan (Gambar 3) 87% menggunakan hasil
panennya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari selain untuk dijual.
Sedangkan ada juga masyarakat yang menjadikan bertani sebagai pekerjaan
tambahan sebesar 30% (Tabel 1). Sektor lainnya, seperti industri dan jasa masih
belum memberikan peranan yang penting. Sedangkan di sektor perdagangan
masih berkisar pada usaha perdagangan kecil. Dominansi sektor pertanian yang
diperoleh dari lahan marjinal memberikan masalah tersendiri yaitu hasil produksi
yang rendah, sehingga kesejahteraan masyarakat sekitar TNWK sebagian besar
belum mengalami perbaikan perekonomian yang diharapkan.

Gambar 3 Pekerjaan pokok masyarakat Kecamatan Rajabasa Lama

8
Tabel 1 Pekerjaan tambahan masyarakat Kecamatan Rajabasa Lama
No
1
2
3
4
5
6

Pekerjaan tambahan
Petani
Peternak
Wiraswasta (bengkel)
Sopir truk
Buruh
Tidak memiliki pekerjaan
Tambahan
Jumlah

Jumlah (orang) Persentase (%)
9
30
5
17
2
7
1
3
1
3
12
40
30

100

Karakteristik Responden
Tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Rajabasa Lama tergolong sedang.
Sebesar 57% masyarakat di Kecamatan ini memiliki pendidikan terakhir pada
tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan 30% masyarakatnya berpendidikan
Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan lainnya berpendidikan Diploma, Sekolah
Dasar (SD), dan tidak bersekolah (Gambar 4).
Kemudian dari keseluruhan responden, 21 orang memiliki pekerjaan pokok
sebagai peladang, dan 9 orang lainnya menjadikan bertani sebagai pekerjaan
tambahan. Dari 21 responden yang memiliki pekerjaan pokok sebagai peladang,
diperoleh hasil bahwa 48% peladang berpendidikan akhir SMA dan paling rendah,
yaitu sebesar 0% peladang berpendidikan akhir Diploma. Namun, hal yang
disayangkan yang dapat dilihat dari Gambar 5 ini adalah peladang yang tidak
bersekolah (9%) lebih besar dari peladang yang berpendidikan akhir SD. Oleh
karena itu, pada Bab Kajian Penyiapan Lahan akan dibahas apak ada korelasi
tingkat pendidikan peladang dengan teknik penyiapan lahan yang digunakan.

Gambar 4 Tingkat pendidikan responden Kecamatan Rajabasa Lama

9

Gambar 5 Tingkat pendidikan responden dengan pekerjaan pokok sebagai
petani
Pada Gambar 6 sebaran umum responden dimulai dari 30-40 tahun. Namun,
sebaran umum peladang justru paling banyak berusia >60 tahun. Pada umur ini
merupakan umur tidak produktif untuk bekerja. Sedangkan untuk kelas umur
peroduktif yaitu 30-40 tahun hanya sebesar 16.67%. Jika dilihat dari responden
yang memiliki pekerjaan pokok sebagai peladang, yaitu sebanyak 21 orang, maka
pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa peladang yang paling banyak adalah yang
berusia >60 tahun sebesar 57% dan paling rendah pada usia 30-40 tahun.
Hal ini disebabkan masyarakat Kecamatan Rajabasa Lama setelah berumur di
atas 20 tahun atau setelah lulus SMA banyak yang bertransmigrasi ke luar kota
untuk mencari pekerjaan atau memiliki pekerjaan bukan sebagai peladang
sehingga ladang yang sudah ada masih digarap oleh orang tuanya. Pada usia ini
juga masyarakat di sana mulai mencari pekerjaan yang dianggap lebih layak dan
memberi penghasilan lebih tinggi selain menjadi peladang, misalnya sebagai
Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau sebagai karyawan swasta (Gambar 3).
Para peladang di Kecamatan ini sebesar 93% merupakan kepala keluarga dan
7% lainnya merupakan ibu rumah tangga. Ibu rumah tangga yang dimaksud di
sini adalah Ibu yang sudah tidak memiliki suami yang berprofesi sebagai peladang
(Tabel 2). Para ibu rumah tangga ini menjadikan kegiatan bertani sebagai kegiatan
pokok karena meneruskan warisan tanah peninggalan keluarga atau suaminya
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

10

Gambar 6 Sebaran umur responden Kecamatan Rajabasa Lama

Gambar 7 Sebaran umur responden dengan pekerjaan pokok sebagai petani
Tabel 2 Status responden Kecamatan Rajabasa Lama di dalam keluarga
No
1
2

Status
Kepala keluarga
Istri
Total

Jumlah (orang)
28
2
30

Persentase (%)
93
7
100

Menurut Balai Taman Nasional Way Kambas (2012), sebagian besar
masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah TNWK merupakan transmigran.
Transmigran yang menempati Kecamatan Rajabasa Lama ini berasal dari Pulau
Jawa yang sudah tinggal dalam waktu beberapa puluh tahun. Pada Tabel 3 dapat
dilihat bahwa sebesar 83% responden merupakan transmigran dan hanya 17%
yang merupakan penduduk asli. Responden yang memiliki pekerjaan pokok
sebagai petani juga terdiri dari 20 orang transmigran dan hanya satu orang
penduduk asli (Tabel 4).

11
Hal ini nantinya yang akan mempengaruhi perilaku penyiapan lahan yang
dilakukan mengingat masyarakat pendatang atau transmigran tidak memiliki
kearifan lokal jika menyiapkan lahan dengan membakar. Oleh karena itu, pada
Bab Kajian Penyiapan Lahan akan dilihat apakah keberadaan transmigran yang
jauh kebih banyak dibanding penduduk asli ini akan mempengaruhi perilaku
penyiapan lahan yang digunakan.
Tabel 3 Status kependudukan responden Kecamatan Rajabasa Lama
No
1
2

Asal
Penduduk asli
Transmigran
Total

Jumlah (orang)
5
25
30

Persentase (%)
17
83
100

Tabel 4 Status kependudukan responden dengan pekerjaan pokok sebagai petani
No
1
2

Asal
Penduduk asli
Transmigran
Total

Jumlah (orang)
1
20
21

Persentase (%)
5
95
100

Kepemilikan lahan peladang di Kecamatan Rajabasa Lama ini paling sedikit
seluas 0.5 hektar dan paling luas seluas 5 hektar. Luasan lahan antara 2-2.74
hektar memiliki jumlah orang paling banyak, yaitu sejumlah 8 orang dan yang
paling sedikit bahkan tidak ada yaitu lahan seluas 3.5-4.24 hektar (Tabel 5). Lahan
seluas lebih dari 0.5 hektar di Kecamatan Rajabasa Lama ini biasanya terletak
menyebar, tidak dalam satu hamparan. Hal ini juga yang mendorong beberapa
petani melakukan pembakaran karena petani beranggapan lahan yang mereka
bakar kecil. Petani yang melakukan pembakaran adalah petani yang memiliki luas
ladang 2.75-4.24 hektar.
Tabel 5 Luas kepemilikan lahan responden dengan pekerjaan pokok sebagai
petani
No
1
2
3
4
5
6

Luas
0.50-1.24
1.25-1.99
2.00-2.74
2.75-3.49
3.50-4.24
4.25-5.00
Total

Jumlah (orang)
6
3
8
2
0
2
21

Persentase (%)
29
14
38
10
0
10
100

Kajian Penyiapan Lahan
Mengingat banyaknya masyarakat Kecamatan Rajabasa Lama berprofesi
sebagai petani, yaitu sebesar 70% (Gambar 3), maka tidak dapat dipungkiri bahwa
kebutuhan akan lahan pertanian semakin meningkat. Begitupun kebutuhan akan
tempat tinggal dan pekarangan karena banyaknya transmigran yang tinggal di

12
kecamatan Rajabasa Lama. Oleh karena itu, beberapa metode pembukaan
lahanpun dipraktekkan, yang paling umum adalah teknik tebas-bakar (slash and
burn) dan teknik tanpa bakar (zero burning).
Teknik tebas-bakar memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan
dari teknik tebas-bakar adalah persentase areal yang dimanfaatkan lebih besar
karena vegetasi sebagian besar habis dibakar, sehingga tidak diperlukan tempat
untuk menumpuk sisa-sisa vegetasi. Kelemahan dari teknik tebas-bakar ini, yaitu
menyebabkan hilangnya bahan organik, meningkatkan laju erosi, mengurangi
infiltrasi air, hilangnya fauna tanah, menurunnya sifat fisik dan kimia tanah, dan
menimbulkan polusi udara akibat asap yang dihasilkan (Neary et al. 2005).
Teknik tebas-bakar diharapkan mengacu pada local wisdom atau kearifan
lokal setempat yang merupakan warisan turun temurun dari leluhur di suatu
daerah. Maksudnya adalah agar pembakaran yang dilakukan tidak semata-mata
untuk membersihkan suatu hamparan lahan tanpa kendali. Pembakaran terkendali
adalah penggunaan api secara terkendali terhadap bahan bakar baik alami maupun
yang sudah dimodifikasi pada lokasi yang telah ditentukan luas dan batasannya
untuk mencapai tujuan pengelolaan lahan yang telah direncanakan dan dilakukan
pada kondisi cuaca yang cocok (Syaufina 2008). Beberapa hal yang harus
disesuaikan dalam melakukan pembakaran terkendali adalah tujuan pembakaran,
bahan bakar, topografi, dan kondisi cuaca terutama arah angin dan curah hujan.
Demikian juga dengan teknik tanpa bakar juga memiliki kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan teknik tanpa bakar ini lebih banyak dibandingkan teknik
tebas-bakar, terutama untuk menjaga kualitas lahan di masa yang akan datang.
Kelebihan teknik tanpa bakar, yaitu melindungi lapisan humus dan mulsa,
mempertahankan kelembaban tanah, meningkatkan kandungan bahan organik
tanah yang dapat meningkatkan kesuburan tanah, tidak menimbulkan polusi udara
akibat asap, menjaga pH tanah, dan mengurangi biaya pemeliharaan setelah
penanaman karena tidak adanya unsur hara yang hilang akibat pembakaran dan
tercuci akibat pemadatan tanah (Verna dan Jayakumar 2012). Sedangkan,
kelemahan dari teknik tanpa bakar ini adalah untuk pembukaan lahan yang luas
maka dibutuhkan alat berat terutama untuk kegiatan penebangan dan perumpukan,
sehingga membutuhkan modal yang besar serta operator alat berat yang terampil
agar tidak merusak lapisan tanah yang dibersihkan (Onrizal 2005).
Berdasarkan data pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa sebesar 83% masyarakat
yang tinggal di Kecamatan Rajabasa Lama merupakan transmigran. Peraturan
Pemerintah Nomor 4 pasal 17 tahun 2001 menjelaskan bahwa penyiapan lahan
menggunakan api hanya diperbolehkan bagi masyarakat lokal/asli setempat yang
tercantum dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Provinsi, di mana masyarakat asli
itu memiliki kearifan lokal sendiri dalam perilaku penyiapan lahan menggunakan
api. Oleh karena itu, pendudu transmigran tidak boleh menggunakan teknik tebasbakar untuk menyiapkan lahan karena tidak memiliki kearifan lokal sebagaimana
yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 pasal 17 tahun 2001.
Kondisi lapangan di Kecamatan Rajabasa Lama terdapat 83% masyarakat
menggunakan teknik penyiapan lahan tanpa bakar dan 17% masih menggunakan
teknik tebas bakar untuk menyiapkan lahan (Gambar 8). Namun, masyarakat yang
menggunakan teknik tebas bakar ini tidak hanya masyarakat lokal saja, para
transmigran juga sebagian masih menggunakan teknik tebas-bakar ini karena dari
keseluruhan responden yang masih memakai teknik tebas-bakar berpendapat

13
bahwa teknik ini lebih cepat, murah, dan mudah. Mereka juga berpendapat bahwa
luas lahan yang dibuka juga tidak terlalu besar. Sebesar 60% responden juga
berpendapat bahwa mereka tidak mengetahui adanya sanksi bagi masyarakat yang
masih menggunakan teknik tebas-bakar dalam penyiapan lahannya kecuali
penduduk asli setempat. Sedangkan sebesar 84% masyarakat yang menggunakan
teknik tanpa bakar setuju menggunakan teknik ini karena ramah lingkungan.

Gambar 8 Perilaku penyiapan lahan oleh masyarakat Kecamatan Rajabasa
Lama
Berdasarkan hasil yang ditunjukkan oleh Gambar 8 terdapat 17% masyarakat
masih menggunakan teknik membakar dalam kegiatan penyiapan lahannya. Hal
ini kemudian dianalisis apakah ada pengaruh antara tingkat pendidikan, umur, dan
asal peladang dalam perilaku penyiapan lahan. Selanjutnya dilakukan perhitungan
regresi logistik berupa uji simultan untuk melihat pengaruh tersebut.
Ada 3 karakteristik yang akan diuji korelasinya terhadap perilaku penyiapan
lahan. Tingkat pendidikan peladang yang 48% merupakan lulusan SMA (Gambar
5) diduga dapat mempengaruhi teknik penyiapan lahan. Begitupun dengan
karakteristik umur peladang yang didominasi umur di atas 60 tahun sebesar 57%
(Gambar 7) dan asal peladang yang 95% merupakan transmigran (Tabel 4) diduga
mempengaruhi perilaku penyiapan lahan dengan membakar.
Setelah diuji dengan regresi logistik pada selang kepercayaan 95% diperoleh
hasil bahwa dari ketiga karakteristik peladang tersebut hanya asal peladang yang
berpengaruh nyata terhadap perilaku membakar (Tabel 6). Pada tabel tersebut
menunjukkan bahwa signifikasi (P-value) yang memiliki nilai lebih kecil dari
alpha (berpengaruh nyata terhadap perilaku penyiapan lahan), hanya asal
peladang yang secara statistik mempengaruhi perilaku penyiapan lahan.

14
Tabel 6 Uji simultan antara tingkat pendidikan, umur, dan asal peladang dengan
perilaku penyiapan lahan
No
Parameter
Signifikasi
Alpha
1
Pendidikan
0.077
2
Umur
0.162
0.05
3
Asal
0.018*
Keterangan: * berpengaruh nyata terhadap teknik penyiapan lahan
Hasil uji simultan menunjukkan bahwa hanya asal yang berpengaruh nyata
terhadap perilaku penyiapan lahan. Nilai P-value asal peladang sebesar 0.018
lebih kecil dari alpha (0.05) yang artinya asal berkorelasi terhadap perilaku
penyiapan lahan. Oleh karena itu, uji lanjut berupa uji parsial dilakukan untuk
melihat seberapa besar asal peladang mempengaruhi perilaku penyiapan lahan.
Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa perilaku penyiapan lahan yang
dipengaruhi oleh asal adalah teknik membakar. Asal peladang yang
mempengaruhi teknik membakar adalah penduduk asli. Berdasarkan uji parsial
yang dilakukan diperoleh hasil bahwa penduduk asli dapat berpotensi menaikkan
perilaku membakar sebesar 1.587 kali. Pernyataan ini dapat dilihat pada nilai β
pada Tabel 7.
Tabel 7 Uji parsial antara asal peladang dengan perilaku penyiapan lahan
No
Asal
β
Parameter estimate
Penduduk asli
1.587
1
Membakar
Transmigran
0.000
2
Penduduk transmigran yang menggunakan teknik tebas-bakar tentunya tidak
memiliki kearifan lokal dalam pelaksanaan penyiapan lahan. Oleh karena itu,
mereka hanya berbekal pengetahuan mereka sendiri maupun pengetahuan cara
membakar di daerah asal mereka lalu kemudian diterapkan di sini. Keseluruhan
responden yang menggunakan teknik tebas-bakar menggunakan teknik pile
burning dalam pelaksanaan penyiapan lahan (Gambar 9). Tumpukan biasanya
dibuat 3 tumpukan sisa-sisa penebasan agar lebih mudah. Tumpukan tersebut
ukurannya bervariasi tergantung dari jumlah dan ukuran vegetasi yang ditebas,
namun biasanya memiliki ketinggian atau ketebalan setinggi maksimal 50 cm agar
proses pengeringan bahan bakar juga optimal.

15

Gambar 9 Teknik pembakaran tumpukan (pile burning)
keterangan:
: Tumpukan bahan bakar
: Batas areal yang dibakar
Penyiapan lahan dengan teknik tebas-bakar memiliki tahapan mulai dari
pemilihan lokasi hingga panen dalam satu tahun. Tahapan tersebut terdiri dari: (1)
pemilihan lokasi, (2) pembersihan lahan, (3) perumpukan dan pengeringan bahan
bakar, (4) pembakaran, (5) pembakaran ulang, (6) pengolahan tanah, (7) menugalmenanam, (8) pemeliharaan, dan (9) pemanenan (Tabel 8). Tahapan tersebut
dilakukan pada bulan-bulan tertentu dan sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca
(Gambar 9).
Tabel 8 Jadwal kegiatan pertanian dengan teknik tebas-bakar Kecamatan Rajabasa
Lama
No

Kegiatan

Bulan dalam tahun (Januari-Desember)
J

1

Pemilihan lokasi

2

Pembersihan
lahan
Perumpukan dan
pengeringan
bahan bakar
Pembakaran

3

4

8

Pembakaran
ulang
Pengolahan
tanah
Menugalmenanam
Pemeliharaan

9

Pemanenan

5
6
7

F

M

A

M

J

J

A

S

O

N

Keterangan
D
10 hari
21-40 hari

1-2 hari pukul
4-6 pagi
1-2 hari pukul
4-6 pagi
2-3 hari
2-3 hari
1 MST hingga
menjelang panen
-

16
Penyiapan lahan menggunakan teknik tebas bakar ini sangat dipengaruhi oleh
kondisi iklim terutama curah hujan. Pemilihan lokasi biasanya dilakukan
menjelang musim kemarau atau pada musim peralihan musim hujan ke musim
kemarau. Kegiatan utama yaitu pengeringan bahan bakar dan pembakaran
dilakukan saat curah hujan sangat rendah, yaitu pada bulan September-Oktober
(Gambar 10). Kemudian kegiatan muali dari pengolahan tanah hingga penanaman
dilakukan pada akhir musim kemarau atau pada musim peralihan musim kemarau
ke musim hujan. Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa rata-rata curah hujan dan
hari hujan tertinggi yaitu pada bulan Januari dengan rata-rata curah hujan 700 mm
dan rata-rata hari hujan 20 hari dalam satu bulan. Rata-rata curah hujan serta hari
hujan terendah yaitu pada bulan Oktober dimana tidak terjadi hujan sama sekali
(jumlah hari hujan = 0) dengan curah hujan rata-rata 0 mm.

Gambar 10 Rata-rata curah hujan dan jumlah hari hujan di Kecamatan
Rajabasa Lama pada tahun 2014
Selain teknik tebas-bakar, teknik tanpa bakar juga memiliki tahapannya
sendiri dalam satu tahun. Tahapan-tahapan tersebut, yaitu: (1) pemilihan lokasi,
(2) pembersihan lahan, (3) penyemprotan herbisida, (4) pengolahan tanah, (5)
menugal-menanam, (6) pemeliharaan, dan (7) pemanenan (Tabel 9). Pelaksanaa
penyiapan lahan dengan teknik tanpa bakar ini sudah menggunakan alat berat,
seperti traktor untuk penggemburan lahannya. Namun, dalam kegiatan penebasan
dan perumpukan masih secara manual. Teknik ini biasanya diterapkan oleh
masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan Taman Nasional Way
Kambas sehingga alat-alat yang dibutuhkan didanai oleh Pemerintah Daerah.

17
Tabel 9 Jadwal kegiatan pertanian dengan teknik tanpa bakar Kecamatan Rajabasa
Lama
No

Kegiatan

Bulan dalam tahun (Januari-Desember)
J

F

M

A

M

J

J

A

S

O

N

Keterangan
D

1

Pemilihan lokasi

-

2

Pembersihan lahan

14 hari

3

1-2 hari

4

Penyemprotan
herbisida
Pengolahan tanah

5

Menugal-menanam

2-3 hari

6

Pemeliharaan

7

Pemanenan

1 MST hingga
menjelang
panen
-

3-5 hari

Analisis Ekonomi
Penilaian kelayakan usaha tani untuk membandingkan efisiensi biaya dengan
teknik tebas-bakar dan teknik tanpa bakar maka dilakukan perhitungan analisis
finansial seperti pada Tabel 10. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa
penyiapan lahan dengan teknik tanpa bakar dan teknik tebas-bakar keduanya
memiliki nilai BCR>1. Nilai Benefit Cost Ratio (BCR) teknik tebas bakar yaitu
2.24 dan teknik tanpa bakar memiliki nilai 2.45. Menurut Ar Riza et al. (2010),
nilai BCR >1 sudah menunjukkan efisisensi biaya yang baik.
Teknik tebas-bakar memiliki efisiensi yang baik namun total produksi,
penerimaan, dan keuntunganny lebih rendah dibandingkan dengan teknik tanpa
bakar. Hasil tersebut disebabkan karena penyiapan lahan dengan membakar akan
mengakibatkan penurunan kualitas lahan. Penurunan kualitas lahan ini salah
satunya penurunan kandungan hara akibat pencucian yang diakibatkan oleh
menurunnya KTK dan meningkatnya laju erosi permukaan (Onrizal 2005). Akibat
lain dari hal ini adalah meningkatnya kebutuhan akan pupuk terutama untuk rotasi
tanam kedua dan seterusnya karena pada rotasi tanam berikutnya akan terjadi
penurunan produktivitas tanaman seiring dengan menurunnya kualitas lahan.

18
Tabel 10 Analisis finansial menurut perilaku penyiapan lahan per hektar oleh
masyarakat di Kecamatan Rajabasa Lama untuk komoditas singkong
Penyiapan lahan

Tanpa bakar

Membakar

1

1

750 000

500 000

Pengadaan bahan tanam

1 350 000

1 350 000

Upah tenaga kerja

2 500 000

1 500 000

300 000

450 000

4 900 001

3 800 001

Luas areal (hektar)
Pengeluaran
(Rupiah)

Sarana prasarana

Pemeliharaan
Total pengeluaran (Rupiah)
Produksi (ton)

35

25

Penerimaan (Rupiah)

12 000 000

8 500 000

Keuntungan (Rupiah)

11 700 000

8 050 000

2.45

2.24

Layak usaha

Layak usaha

BCR
Keterangan

Informasi yang dapat diperoleh dari Tabel 10 adalah penyiapan lahan baik
dengan membakar maupun tanpa bakar memiliki nilai BCR>1 dimana menurut
Sagita (2010) nilai tersebut menandakan efisiensi biaya yang baik dan layak
usaha. Namun, yang membedakan hasil dari penyiapan lahan tanpa bakar dan
membakar adalah dari total produksi, penerimaan, dan keuntungan teknik tanpa
bakar lebih tinggi daripada teknik membakar walaupun total pengeluarannya lebih
besar. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa penyiapan lahan dengan teknik
tanpa bakar tidak menurunkan produksi dari waktu ke waktu sehingga total
penerimaan dan keuntungan yang diperoleh peladang lebih tinggi dibandingkan
peladang yang menggunakan teknik membakar. Hasil tersebut seperti yang
dijelaskan sebelumnya bahwa pembakaran akan menurunkan produktivitas lahan
dalam jangka waktu yang panjang terutama jika digunakan berkali-kali dan setiap
penyiapan lahannya melakukan pembakaran.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penyiapan lahan baik menggunakan teknik tebas-bakar (slash and burn)
maupun dengan teknik tanpa bakar (zero burning) memiliki tahapan
pelaksanaannya masing-masing. Tahapan penyiapan lahan dengan teknik tebasbakar, yaitu: (1) pemilihan lokasi, (2) pembersihan lahan, (3) perumpukan dan
pengeringan bahan bakar, (4) pembakaran, (5) pembakaran ulang, (6) pengolahan
tanah, (7) menugal-menanam, (8) pemeliharaan, dan (9) pemanenan. Tahapan
penyiapan lahan dengan teknik tanpa bakar, yaitu: (1) pemilihan lokasi, (2)
pembersihan lahan, (3) penyemprotan pestisida, (4) pengolahan tanah, (5)
menugal-menanam, (6) pemeliharaan, dan (7) pemanenan. Penilaian efisiensi
biaya menurut analisis finansial dengan menghitung Benefit Cost Ratio (BCR)
yang dilakukan, diperoleh nilai BCR untuk teknik penyiapan lahan tanpa bakar

19
dan tebas-bakar masing-masing sebesar 2.45 dan 2.24. Namun, teknik tanpa bakar
memiliki jumlah keuntungan, penerimaan, dan produksi lebih tinggi dibanding
teknik tebas-bakar.
Saran
Perlu dilakukan analisis finansial untuk teknik penyiapan lahan tanpa bakar
terutama di derah-daerah yang masih banyak menggunakan api untuk penyiapan
lahan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat
bahwa teknik tanpa bakar memiliki efisiensi biaya yang lebih baik unutk pertanian
jangka panjang serta untuk menekan laju kebakaran hutan dan lahan untuk
kegiatan pertanian maupun perkebunan.

DAFTAR PUSTAKA
Ar-Riza I, Dakhyar N, dan Yanti RD. 2010. Penerapan teknologi tanpa bakar
untuk meningkatkan produksi jagung di lahan gambut. Prosiding Pekan
Serealia Nasional halaman 287-293.
[BTNWK] Balai Taman Nasional Way Kambas. 2012. Sekilas Informasi Taman
Nasional Way Kambas Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung.
Lampung: Balai Taman Nasional Way Kambas.
[BTNWK] Balai Taman Nasional Way Kambas. 2013. Sekilas Informasi Taman
Nasional Way Kambas Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung.
Lampung: Balai Taman Nasional Way Kambas.
Cochran GW. 1991. Teknik Penarikan Sampel (Terjemahan) Jilid III. Depok: UI
Press.
Heriyansah. 1995. Uji coba pembukaan lahan pemukiman transmigrasi pada lahan
basah tanpa (minimum) pembakaran di SP-5 Mesuji Atas, Propinsi Lampung
[skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Ikrosnaeni S. 2006. Pendapatan petani peladang berpindah di sekitar Hak
Pengusahaan Hutan (HPH) PT Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat
[skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Ikhramsyah J. 2004. Kearifan tradisional dalam penyiapan ladang (studi kasus
masyarakat tradisional Baduy Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar,
Kabupaten Lebak, Propinsi Banten) [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Maswadi, Maulidi, Wini F, Shenny O, Rini H, Dwi R, Dwi Z, Ari KH, Kuno H,
Anna SK, Sahat IM. 2014. Tipologi sebaran perilaku pembakaran lahan
gambut di Kabupaten Kubu Raya dan Kabupaten Bengkayang Provinsi
Kalimantan Barat. Journal Social Economic Agriculture 3(1): 1-13.
Neary DG, Kevin CR, Leonardo FDB. 2005. Summary and research needs.
USDA Forest Service Gen. Tech. Rep. RMRS-GTR-42 4:209-212.
Onrizal. 2005. Pembukaan Lahan dengan dan tanpa bakar [skripsi]. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Sagita GD. 2010. Analisis manfaat biaya pembangunan jalan arteri raya SiringPorong [skripsi]. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

20
Syaufina L. 2008. Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia Perilaku Api,,
Penyebab, dan Dampak Kebakaran. Malang: Bayumedia Publishing.
Solichin, Hasanuddin, Christiana. 2007. Panduan Pengumpulan Informasi
Kebakaran Hutan dan Lahan melalui Internet. Palembang (ID): SSFFMP.
Tatra GJ. 2009. Penggunaan api pada masyarakat adat dalam pembukaan lahan
studi kasus di Desa Lapodi Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton Propinsi
Sulawesi Tenggara [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Verna S, Jayakumar S. 2012. Impact of forest fire on physical, chemical, and
biological properties review[prosiding]. Proceedings of the International
Academy of Ecology and Environmental Sciences 2(3):168-176.

21

LAMPIRAN
Lampiran 1

KUISIONER
KAJIAN PENYIAPAN LAHAN MASYARAKAT SEKITAR HUTAN
TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS PROPINSI LAMPUNG

Tabel 1 Identitas surveyor
Nama

Christine Della Prasetya

Lokasi
(Dusun/Desa/Kec.)
Tanggal/bulan/ tahun

Tabel 2 Identitas responden
Nomor responden
Nama
Umur
Jenis kelamin

Laki-Laki / Perempuan

Alamat dan nomor telepon

Jumlah anggota keluarga
Status dalam keluarga
Pendidikan terakhir
Mata pencaharian pokok
Mata pencaharian tambahan
(jika ada)
Pendapatan

dari

mata

pencaharian pokok
Pendapatan

dari

mata

pencaharian tambahan (jika
ada)

22
A. PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PENYIAPAN LAHAN DI
SEKITAR KAWASAN TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS
1. Menurut saudara, penyiapan lahan dilakukan untuk kegiatan perladangan guna
ditanami tanaman pertanian
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Tidak setuju
2. Menurut saudara, kegiatan perladangan di sekitar kawasan TN Way Kambas
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Tidak setuju
3. Menurut saudara, kegiatan perladangan di sekitar kawasan TN Way Kambas
merupakan kegiatan utama
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Tidak setuju
4. Menurut saudara, kegiatan perladangan memberikan keuntungan yang lebih
besar dibandingkan pekerjaan lainnya
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Tidak setuju
5. Berapa kali saudara telah melakukan kegiatan pembukaan lahan untuk
perladangan?
a. 1 kali
b. 1-5 kali
c. >5 kali
6. Berapa kali saudara melakukan pembukaan lahan selama satu tahun?
a. 1 kali
b. 2-3 kali
c. >3 kali
7. Saudara merupakan masyarakat asli di desa ini
A. Ya
b. Tidak (transmigran)
8. Bagaimana cara saudara membuka lahan untuk perladangan?
a. Membersihkan secara manual tanpa bakar (penebasan dan lain-lain)
b. Membakar
c. Lainnya, jelaskan…
(jika jawabannya a lanjutkan ke nomor 9, jika jawabannya b lanjutkan ke
nomor 10-13)
9. Menurut saudara, teknik penyiapan lahan yang saudara lakukan karena ramah
lingkungan
a. Sangat setuju
b. Setuju
c.
Tidak
setuju,
jelaskan……
10. Apakah saudara sebelumnya telah mengetahui cara penyiapan lahan dengan
teknik zero burning?
a. Ya
b. Tidak

23
11. Menurut saudara, teknik penyiapan lahan dengan membakar karena lebih
cepat, mudah, dan murah
a. Sangat setuju
b. Setuju
c.
Tidak
setuju,
jelaskan……
12. Bagaimana pola pembakaran yang saudara lakukan
a. Ring firing
b. Pile burning
jelaskan…….

c.

Lainnya,

13. Apakah saudara mengetahui adanya sanksi terkait penyiapan lahan dengan
membakar?
a. Ya
c. Tidak
14. Berapa lama waktu yang saudara butuhkan untuk penyiapan lahan tersebut?
a. 7 hari
A.

KAJIAN EKONOMI

1. Apa saja peralatan yang saudara gunakan untuk penyiapan lahan?
Tabel 3 Daftar peralatan yang digunakan dan biaya pengadaannya
No
1
2
3
4
5
6
7

Nama alat

Biaya pengadaan

TOTAL

2. Apa saja jenis tanaman yang terdapat di ladang saudara
Tabel 4 Jenis tanaman dan analisis biaya pada luasan yang dikelola
No

Jenis
tanaman

Luas
areal
(Ha)

Biaya Pengeluaran
Biaya
Biaya
Upah
pengadaan pemeliha tenaga
benih/bibit raan
kerja

TOTAL

Volume
per
panen

Pemanfaatan
(dijual/
dikonsumsi
sendiri)

Harga
jual
(Rp)

Total
peneri
maan
(Rp)

24
3. Apa jenis pekerjaan yang saudara lakukan disaat menunggu hasil panen dari
ladang?
Tabel 4 Jenis pekerjaan lainnya
Jenis pekerjaan
No

Hasil
yang
diperoleh
(Rp)

Taksiran
pengeluaran
(Rp)

Taksiran
penerimaan
(Rp)

Taksiran
pendapatan
(Rp)

4. Bagaimana tata waktu kegiatan perladangan yang saudara lakukan?
Tabel 5 Tata waktu kegiatan perladangan masyarakat sekitar TN Way Kambas tanpa
membakar
No

Kegiatan
Jan

1
2
3
4
5
6
7

Feb

Mar

Apr

Mei

Bulan dalam tahun
Jun Jul Ags Sep

Okt

Nov

Des

Okt

Nov

Des

Pemilihan lokasi
Pembersihan lahan
Penggemburan tanah
Membuat pondok
Menugal-menanam
Pemeliharaan
Pemanenan

Tabel 6 Tata waktu kegiatan perladangan masyarakat sekitar TN Way Kambas
dengan membakar
No

Kegiatan
Jan

1
2
3
4
5
6
7

Pemilihan lokasi
Pembakaran
Pengolahan
tanah
pasca pembakaran
Membuat pondok
Menugal-menanam
Pemeliharaan
Pemanenan

Feb

Mar

Apr

Mei

Bulan dalam tahun
Jun Jul Ags Sep

25
Lampiran 2 Daftar responden
No Nama
Jumlah
responden
anggota
keluarga
1
Marfu'ah
4
2
Rabiman
4
3
Sulis
3
4
Tholib
2
5
Novendy H
3
6
Dawis
5
7
Mujakir
3
8
Bambang
4
9
Bagio
4
10 Edi
4
11 Wahono
4
12 Pardi
4
13 Sri
6
14 Maryono
2
15 Sutrisno
2
16 Cornelius Agni S
4
17 Mardi Sanyoto
5
18 Mujiono
4
19 Mulyadi
3
20 Sucipto
5
21 Sulaiman
2
22 Banakir
5
23 Muslimin
3
24 Ahmad Ghozali
4
25 Bambang S
4
26 Sunarto
3
27 Kaserin
2
28 Sharil Shidiq
4
29 Syafi'i
3
30 Dwi Leksono
6

Luas lahan Jumlah
(hektar)
jenis yang
ditanam
3
1
4.75
3
0.5
1
5
3
1
1
1
1
1.5
1
1
1
4
2
8
2
1.5
1
2
1
1.75
3
2
1
1
1
1.5
1
3
1
1
1
3
2
1
1
2.5
2
2
2
2
1
2
2
1
1
2
2
1.5
2
1.5
2
2
2
1
1

Teknik
penyiapan
lahan
Tanpa bakar
Membakar
Tanpa bakar
Membakar
Tanpa bakar
Tanpa bakar
Tanpa bakar
Tanpa bakar
Membakar
Membakar
Tanpa bakar
Membakar
Tanpa bakar
Tanpa bakar
Tanpa bakar
Tanpa bakar
Tanpa bakar
Tanpa bakar
Tanpa bakar
Tanpa bakar
Tanpa bakar
Tanpa bakar
Tanpa bakar
Tanpa bakar
Tanpa bakar
Tanpa bakar
Tanpa bakar
Tanpa bakar
Tanpa bakar
Tanpa bakar

26
Lampiran 3 Hasil regresi logistik
KORELASI ASAL PELADANG DENGAN TEKNIK PENYIAPAN LAHAN
Likelihood Ratio Tests
Effect

Model Fitting Criteria

Likelihood Ratio Tests

-2 Log Likelihood of ChiReduced Model
Square
Intercept
Asal

4,990a
6.947

0.000
1,957

Alpha
df
0
1

Sig.
.

0.05

0.162

KORELASI PENDIDIKAN PELADANG DENGAN TEKNIK PENYIAPAN
LAHAN
Likelihood Ratio Tests
Effect

Model Fitting Criteria

Likel