Modal Sosial Pekerja Sektor Informal Pedesaan (Kasus Desa Wates Jaya, Cigombong, Bogor, Jawa Barat)

MODAL SOSIAL PEKERJA SEKTOR INFORMAL
PEDESAAN
(Kasus Desa Wates Jaya, Cigombong, Bogor, Jawa Barat)

INDAH ERINA PRISKA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Modal Sosial
Pekerja Sektor Informal Pedesaan (Kasus Desa Wates Jaya, Cigombong, Bogor,
Jawa Barat) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015

Indah Erina Priska
NIM I34110047

ABSTRAK
INDAH ERINA PRISKA. Modal sosial pekerja sektor informal pedesaan (Kasus
Desa Wates Jaya, Cigombong, Bogor, Jawa Barat). Dibimbing oleh RILUS A.
KINSENG.
Modal sosial menjadi salah satu aspek penting dalam keberhasilan usaha
pekerja sektor informal pedesaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis stok
modal sosial pekerja sektor informal pedesaan, hubungan modal sosial dengan
tingkat keberhasilan usaha, dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
dinamika modal sosial. Penelitian dan proses pengambilan data dilakukan di Desa
Wates Jaya dengan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh pendekatan
kualitatif. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa stok modal sosial
pekerja sektor informal pedesaan secara umum berada dalam kategori sedang dan
unsur yang paling berperan adalah kepercayaan. Selain itu, hasil pengujian

statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara stok modal sosial pekerja
sektor informal pedesaan dengan tingkat keberhasilan usaha yang dijalankan.
Selanjutnya, faktor yang dinilai berperan dalam dinamika modal sosial adalah
kebijakan dan masuknya teknologi dalam kegiatan usaha yang dijalankan oleh
pekerja sektor informal pedesaan
Kata kunci: kepercayaan, jaringan, norma, keberhasilan usaha, sektor informal

ABSTRACT
INDAH ERINA PRISKA Social Capital of Rural Informal Worker (Case in
Wates Jaya Village, Cigombong, Bogor, Jawa Barat. Supervised by RILUS A.
KINSENG.
Social capital is one of the important aspects in business success of rural
informal workers. This study try to analyze stock social capital of rural informal
workers, relation of social capital with business success, and factors that caused
the dynamics of social capital. Research and data collection carried out in Wates
Jaya Village with a quantitative approach and supported by qualitative approach.
The results obtained indicate that the stock of social capital in rural informal
workers are in the medium category and the most instrumental element is trust.
Beside that, the results of statistical testing reveals that there is a relationship
between social capital of the rural informal workers with a success rate of a

business carried on. The factors assessed role in the dynamics of social capital is
the role and the inclusion of technology in business activities conducted by the
rural informal sector workers.
Keywords: trust, networks, norms, business success, the informal sector

MODAL SOSIAL PEKERJA SEKTOR INFORMAL
PEDESAAN
(Kasus Desa Wates Jaya, Cigombong, Bogor, Jawa Barat)

INDAH ERINA PRISKA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

Judul Skripsi : Modal Sosial Pekerja Sektor Informal Pedesaan (Kasus Desa
Wates Jaya, Cigombong, Bogor, Jawa Barat)
Nama
: Indah Erina Priska
NIM
: I34110047

Disetujui oleh

Dr Ir Rilus A. Kinseng, MA
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

m

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 ini
adalah modal sosial, dengan judul skripsi “Modal Sosial Pekerja Sektor Informal
Pedesaan (Kasus Desa Wates Jaya, Cigombong, Bogor, Jawa Barat)”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Rilus A. Kinseng, MA
selaku pembimbing skripsi yang telah banyak memberi saran, masukan, dan
bimbingan selama proses penyusunan skripsi. Penulis juga menyampaikan hormat
dan terima kasih kepada pengelola Taman Rekreasi Danau Lido, Aparat
Pemerintah Desa Wates Jaya, dan seluruh responden yang ada di Desa Wates Jaya
yang telah membantu penulis selama proses pengumpulan data. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah dan ibu tercinta, Izaan Zaari dan Nurpiah,
serta adik-adik tercinta, Sylvaria Florentika, Andi Samega, dan Nuansa Belavia,
yang senantiasa memberikan dukungan, semangat, dan doa kepada penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan, Ike

Rosmanita, Dwi Yuni Atik, Maria Magdalena Bagariang, teman satu bimbingan,
Ethaliani Karlinda, serta teman-teman KPM 48 yang telah memberikan dukungan
dan semangat dari awal proses penyusunan skripsi ini hingga dapat diselesaikan
dengan baik.
Semoga penelitian ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2015
Indah Erina Priska

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN


xi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Masalah Penelitian

2

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian


3

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka

5
5

Kerangka Pemikiran

13

Hipotesis Penelitian

14

PENDEKATAN LAPANG

19


Metode Penelitian

19

Lokasi dan Waktu Penelitian

19

Teknik Pengumpulan Data

20

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

20

GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

23


Kondisi Geografis

23

Kondisi Demografis

23

Kondisi Sosial dan Ekonomi

25

ANALISIS STOK MODAL SOSIAL PEKERJA SEKTOR INFORMAL
PEDESAAN

27

Karakteristik Pekerja Sektor Informal Pedesaan di Desa Wates Jaya

27


Modal Sosial Pekerja Sektor Informal Pedesaan

31

Stok Modal Sosial Pekerja Sektor Informal Pedesaan

46

HUBUNGAN MODAL SOSIAL DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN
USAHA PEKERJA SEKTOR INFORMAL PEDESAAN

49

Karakteristik Usaha Pekerja Sektor Informal Pedesaan

49

Tingkat Keberhasilan Usaha Pekerja Sektor Informal Pedesaan

52

Hubungan Modal Sosial dengan Tingkat Keberhasilan Usaha
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA DINAMIKA MODAL
SOSIAL

54
59

Tingkat pendidikan

61

Jenis Usaha

61

Kebijakan Pemerintah mengenai Pengelolaan Usaha Wisata

62

Masuk dan Berkembangnya Teknologi

63

SIMPULAN DAN SARAN

65

Simpulan

65

Saran

66

DAFTAR PUSTAKA

67

LAMPIRAN

71

RIWAYAT HIDUP

97

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

5
6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16
17

Unsur dan peranan modal sosial dalam berbagai aspek kehidupan
Jumlah dan persentase penduduk Desa Wates Jaya menurut kelompok
umur dan jenis kelamin Tahun 2014
Jumlah dan persentase penduduk Desa Wates Jaya menurut tingkat
pendidikan Tahun 2014
Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis pekerjaan di Desa
Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat,
Tahun 2014
Jumlah dan persentase responden berdasarkan karakteritik responden
Jumlah dan persentase pekerja sektor informal pedesaan menurut
tingkat kepercayaan di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014
Jumlah dan persentase pekerja sektor informal pedesaan menurut luas
jaringan di DesaWates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014
Jumlah dan persentase pekerja sektor informal menurut tingkat
ketaatan terhadap norma di DesaWates Jaya, Kecamatan Cigombong,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014
Jumlah dan persentase pekerja sektor informal pedesaan menurut stok
modal sosial di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014
Jumlah dan persentase pekerja sektor informal pedesaan menurut ratarata keuntungan perbulan di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014
Jumlah dan persentase pekerja sektor informal pedesaan menurut lama
usaha di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat, Tahun 2014
Jumlah dan persentase pekerja sektor informal pedesaan menurut ratarata modal usaha di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014
Jumlah dan persentase pekerja sektor informal pedesaan menurut
kepemilikan usaha dan tenaga kerja di Desa Wates Jaya, Kecamatan
Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014
Jumlah dan persentase pekerja sektor informal pedesaan menurut
tingkat
keberhasilan usaha di Desa Wates Jaya, Kecamatan
Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014
Uji korelasi Rank Spearman antara modal sosial dan tingkat
keberhasilan usaha pekerja sektor informal di Desa Wates Jaya,
Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014
Perkembangan tipe modal sosial pekerja sektor informal pedesaan di
Desa Wates Jaya
Jumlah dan persentase pekerja sektor informal pedesaan menurut jenis
kelamin dan modal sosial di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014

6
24
24

25
28

32

35

43

47

50

50

51

52

53

54
57

59

18

19

20

Jumlah dan persentase pekerja sektor informal pedesaan menurut
kelompok usia dan modal sosial di Desa Wates Jaya, Kecamatan
Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014
Uji korelasi tingkat pendidikan dengan stok modal sosial pekerja
sektor informal pedesaan di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014
Jumlah dan persentase pekerja sektor informal pedesaan menurut jenis
usaha dan modal sosial di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014

60

61

62

DAFTAR GAMBAR
1
2

Kerangka pemikiran
Jaringan yang dimiliki oleh penarik rakit Danau Lido

14
42

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Peta Desa Wates Jaya
Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2014-2015
Daftar kerangka sampling dan responden penelitian
Kuesioner penelitian
Panduan pertanyaan
Contoh hasil pengolahan data menggunakan uji statistik
Tulisan Tematik
Dokumentasi penelitian

71
72
73
78
85
87
90
95

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara berkembang yang tengah menggalakkan
program pembangunan. Pembangunan yang direncanakan mencakup berbagai
aspek mulai dari aspek pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, hingga ekonomi dan
ketenagakerjaan. Ketenagakerjaan terbagi kedalam dua sektor umum yaitu sektor
formal dan sektor informal. Undang-undang yang mengatur ketenagakerjaan di
Indonesia adalah UU No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Namun UU
mengenai ketenagakerjaan ini lebih banyak menjelaskan peraturan dan kebijakan
mengenai sektor formal. Hal ini dikemukakan oleh Hernawan (2012) yang
menyatakan bahwa “Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
hanya memberi tempat pada sektor formal sehingga hal-hal yang menyangkut
relasi pekerja dan pengusaha sudah terjangkau dalam konsep hubungan industrial
serta memiliki mekanisme kontrol yang jelas, karena sudah ada regulasinya.”
Kondisi ini cukup memprihatinkan mengingat sektor informal merupakan sektor
yang menyerap sebagian besar tenaga kerja Indonesia dewasa ini. Data yang
dihimpun oleh BPS hingga Agustus 2012 menunjukkan bahwa terdapat sekitar
44.2 juta orang (39.86 persen) bekerja pada sektor formal dan 66.6 juta orang
(60.14 persen) bekerja pada sektor informal.
Berkembangnya sektor informal di Indonesia dapat disebabkan oleh
beberapa hal seperti terbatasnya lapangan pekerjaan formal yang disediakan oleh
pemerintah untuk menampung tenaga kerja yang ada. Pembangunan tidak merata
yang menyebabkan jurang kesenjangan antara kota dan desa makin melebar juga
dinilai sebagai salah satu hal yang mendorong tumbuhnya sektor informal di
Indonesia. Data yang diperoleh BPS (2013) menunjukkan bahwa angka
kemiskinan di Indonesia adalah sebesar 28.07 juta orang (11.37 persen).
Berdasarkan jumlah tersebut diketahui bahwa jumlah penduduk miskin di daerah
perkotaan adalah 10.33 juta orang, sementara di daerah perdesaan sebesar 17.74
juta orang. Data yang diperoleh dari BPS ini menunjukkan bahwa angka
kemiskinan di Indonesia masih didominasi oleh penduduk yang berdomisili di
wilayah pedesaan yang sering kali terpingggirkan dalam perencanaan
pembangunan. Tingginya angka kemiskinan di wilayah pedesaan dapat
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah tuntutan ekonomi yang
semakin tinggi. Hal ini membuat masyarakat di wilayah pedesaan harus mencari
alternatif pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga.
Salah satu langkah yang dilakukan oleh masyarakat yang berdomisili di wilayah
pedesaan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga adalah bekerja di
sektor informal. Sektor informal menjadi pilihan yang dinilai tepat bagi mayoritas
penduduk pedesaan karena umumnya tidak memerlukan keterampilan yang
khusus dalam pelaksanaannya dan dapat dimulai dengan modal yang tidak terlalu
besar, seperti membuka warung kecil-kecilan, berjualan kue, dan sebagainya.
Lokasi tempat tinggal yang relatif strategis dan dilalui banyak orang juga
memberikan kesempatan kepada masyarakat sekitar untuk bergerak dalam sektor
informal. Hal-hal inilah yang kemudian dinilai sebagai faktor penarik khususnya
bagi masyarakat di wilayah pedesaan untuk bergerak dalam sektor informal.

2
Berkembangnya sektor informal di wilayah pedesaan juga dapat disebabkan
oleh kondisi pertanian yang kurang menguntungkan masyarakat pedesaan.
Masyarakat pedesaan umumnya tidak lepas dari kegiatan pertanian. Namun
kebijakan yang ada belum sepenuhnya berpihak kepada petani. Hal ini menjadi
relevan bila melihat harga barang-barang produksi pertanian yang melambung
tinggi, mulai dari harga pupuk, peralatan produksi pertanian, dan masih banyak
lagi. Selain itu, penguasaan petani terhadap lahan saat ini juga semakin sempit
sebagai akibat pembangunan infrastuktur penunjuang pertumbuhan ekonomi.
Kondisi ini cukup memprihatinkan mengingat penguasaan lahan akan menentukan
pendapatan petani. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Darwis (2008) yang menyatakan bahwa keragaan penguasaan lahan menjadi
faktor utama penentu pendapatan petani. Kondisi pertanian yang kurang berpihak
kepada masyarakat pedesaan serta penguasaan lahan yang semakin sempit dinilai
sebagai faktor pendorong masyarakat pedesaan bergerak dalam sektor informal
untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga.
Sektor informal yang semakin berkembang khususnya di wilayah pedesaan
akan memberikan pengaruh terhadap struktur, jaringan, dan tatanan masyarakat
desa. Mulanya, masyarakat yang berprofesi sebagai petani akan menghabiskan
waktunya untuk menggarap tanah yang mereka kelola. Namun setelah masyarakat
ikut turun dalam kegiatan sektor informal, mereka menjadi lebih sering
berkumpul dan berinteraksi dengan masyarakat lain khususnya para konsumen
dan masyarakat yang berprofesi sama dengan mereka. Hal ini tentu akan
menimbulkan ikatan-ikatan dan pola interaksi baru antar penduduk khususnya
yang memiliki profesi sejenis sebagai pekerja di bidang sektor informal. Pola
interaksi yang terbentuk antar penduduk tentu akan mempengaruhi pula
keberlangsungan kegiatan usaha yang dirintis oleh masyarakat. Pola interaksi ini
berhubungan dengan jaringan sosial yang merupakan salah satu unsur pembentuk
modal sosial. Jaringan yang terbentuk dan disertai dengan interaksi yang tinggi
akan menghasilkan kepercayaan antar masyarakat pekerja sektor informal
pedesaan. Nilai dan norma sebagai salah satu unsur modal sosial juga berperan
penting dalam menjamin modal sosial dan keberlangsungan usaha yang
dilaksanakan. Berbagai literatur sebelumnya menunjukkan bahwa modal sosial
memiliki peranan yang penting dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat,
mulai dari kegiatan rutin sehari-hari hingga kegiatan yang berkaitan dengan tradisi
dan budaya. Fukuyama seperti yang dikutip oleh Saam (2009) mengatakan bahwa
modal sosial memegang peranan penting dalam memperkuat kehidupan
masyarakat modern sebagai dasar pembangunan manusia, pembangunan,
ekonomi, sosial dan stabilitas politik. Oleh karena itu berdasarkan alasan yang
dikemukakan diatas, maka “Modal Sosial Pekerja Sektor Informal Pedesaan”
menjadi penting untuk dikaji dan dipelajari lebih lanjut.
Masalah Penelitian
Penduduk di wilayah pedesaan yang mulai beralih dari sektor pertanian
menuju sektor lain seperti sektor informal akan mengalami perubahan-perubahan
dan penyesuaian dengan lingkungan yang dihadapinya. Perubahan yang terjadi
dalam kehidupan masyarakat ini mencakup berbagai aspek termasuk aspek modal
sosial. Perubahan stok modal sosial dalam masyarakat menunjukkan bahwa modal

3
sosial merupakan salah-satu aspek yang bersifat dinamis dan tidak statis dalam
masyarakat. Perubahan stok modal sosial dalam masyarakat tentu disebabkan oleh
berbagai faktor baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal. Stok
modal sosial yang ada juga akan berdampak kepada tingkat keberhasilan usaha
yang dijalankan. Berdasarkan hal tersebut, maka masalah penelitian yang
dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana stok modal sosial pekerja sektor informal di Desa Wates Jaya,
Cigombong, Bogor, Jawa Barat?
2. Bagaimana hubungan modal sosial dengan tingkat keberhasilan usaha
pekerja sektor informal di Desa Wates Jaya, Cigombong, Bogor, Jawa
Barat?
3. Apa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya dinamika modal sosial
pekerja sektor informal di Desa Wates Jaya, Cigombong, Bogor, Jawa
Barat?

Tujuan Penelitian
Mengacu pada masalah penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya,
tujuan penelitian yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah untuk menjawab
rumusan masalah yang ada. Berdasarkan hal tersebut, tujuan yang terdapat dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis stok modal sosial pekerja sektor informal di Desa Wates
Jaya, Cigombong, Bogor, Jawa Barat.
2. Menganalisis hubungan modal sosial dengan tingkat keberhasilan usaha
pekerja sektor informal di Desa Wates Jaya, Cigombong, Bogor, Jawa
Barat.
3. Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya dinamika modal
sosial pekerja sektor informal di Desa Wates Jaya, Cigombong, Bogor,
Jawa Barat.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai
pihak yang ada. Penjelasan lebih lanjut mengenai manfaat hasil penelitian adalah
sebagai berikut:
1. Bagi akademisi, dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan rujukan dalam
melaksanakan penelitian lanjutan dengan cakupan bidang ilmu terkait.
Hasil penelitian juga diharapkan dapat menambah pengetahuan,
memperluas pengatahuan yang telah ada sebelumnya, dan sebagai
rekomendasi untuk meningkatkan stok modal sosial yang ada di suatu
wilayah.
2. Bagi pemerintah, dapat dijadikan sebagai bahan dan dasar dalam
menentukan kebijakan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.

4
3. Bagi swasta, penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan acuan
dalam menentukan langkah-langkah pengembangan usaha swasta agar
dapat diterima dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
4. Bagi masyarakat, dapat dijadikan sebagai sumber informasi mengenai
kondisi dan stok modal sosial yang ada di masyarakat.

5

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Konsep Modal Sosialosial
Modal sosial merupakan istilah berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari.
Meskipun bagi sebagian orang istilah modal sosial masih dinilai asing dan baru
dikembangkan pada awal abad ke-19, namun kenyataannya modal sosial telah
tumbuh dan berkembang sejak lama dalam kehidupan manusia. Banyak ahli yang
mencoba mendefinisikan modal sosial. Diantaranya adalah James S. Coleman.
Namun ia tidak mendefinisikan modal sosial secara eksplisit. Coleman (1988)
dalam tulisannya mengemukakan bahwa modal sosial didefinisikan berdasarkan
fungsinya. Lebih lanjut ia juga menyatakan bahwa modal sosial tidak hanya terdiri
dari satu entitas, tetapi merupakan gabungan dari berbagai entitas yang memiliki
dua elemen umum, yaitu aspek-aspek struktur sosial dan yang memfasilitasi
tindakan oleh aktor atau pelaku yang ada dalam struktur tersebut. Tokoh
berikutnya yang mencoba mendefinisikan modal sosial adalah Robert D. Putnam.
Putnam (1995) menyatakan bahwa modal sosial merupakan fitur organisasi sosial
yang terdiri dari jaringan, norma-norma, dan kepercayaan sosial yang
memfasilitasi koordinasi dan kerjasama yang saling menguntungkan. Putnam
(1995) menyatakan bahwa jaringan mendorong keterlibatan norma yang kuat,
bersifat timbal balik dan mendorong munculnya kepercayaan sosial. Komponenkomponen ini kemudian banyak dijadikan sebagai rujukan oleh banyak peneliti
dalam mengukur modal sosial yang ada di suatu wilayah tertentu. Hal ini bisa
dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Triutami (2013), Alfiasari (2006), dan
Rismawati (2010). Peneliti ini menggunakan jaringan, norma, dan kepercayaan,
dalam mengukur dan menganalisis modal sosial yang ada di wilayah penelitian
yang dilakukan oleh masing-masing peneliti.
Tokoh lainnya yang mencoba mendefinisikan modal sosial adalah
Fukuyama. Fukuyama seperti yang dikutip oleh Saam (2009) mengatakan bahwa
modal sosial memegang peranan penting dalam memperkuat kehidupan
masyarakat modern sebagai dasar pembangunan manusia, pembangunan ekonomi,
sosial dan stabilitas politik. Supriono seperti yang dikutip oleh Cahyono dan
Adhiatma (2012) menyatakan modal sosial merupakan hubungan hubungan yang
tercipta dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan
sosial masyarakat dalam spektrum yang luas, yaitu sebagai perekat sosial yang
menjaga kesatuan anggota masyarakat secara bersama-sama. Turner seperti yang
dikutip oleh Lawang (2005) juga mendefinisikan modal sosial sebagai kekuatankekuatan yang meningkatkan potensi untuk perkembangan ekonomi dalam suatu
masyarakat dengan menciptakan dan mempertahankan hubungan sosial dan pola
organisasi sosial.
Unsur dan Peranan Modal Sosialal
Modal sosial memiliki unsur atau elemen tersendiri yang menyusunnya
dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Coleman (1988) mengemukakan
bahwa terdapat tiga unsur modal sosial yang dapat diuji, diantaranya yaitu

6
kewajiban dan harapan, saluran komunikasi, dan norma sosial. Selain Coleman,
Robert D. Putnam juga mengemukakan unsur-unsur yang terdapat dalam modal
sosial. Putnam (1995) menekankan modal sosial pada tiga unsur, yaitu
kepercayaan, jaringan, dan norma sosial. Secara umum, pernyataan yang
dikemukakan oleh Coleman dan Putnam memiliki kesamaan. Adanya kewajiban
dan harapan yang dikemukakan oleh Coleman menggambarkan adanya
kepercayaan dalam masyarakat seperti yang dikemukakan oleh Putnam. Saluran
komunikasi menggambarkan adanya jaringan sosial, sedangkan unsur norma
sosial sama-sama ditetapkan sebagai unsur yang membentuk dan mempengaruhi
modal sosial yang ada di masyarakat. Meskipun pendapat kedua ahli ini memiliki
kesamaan, namun konsep yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendapat
yang dikemukakan oleh Putnam. Unsur-unsur dalam modal sosial memiliki
peranan yang penting dalam menjamin keberlangsungan hidup yang harmonis dan
berkelanjutan. Peranan ketiga unsur modal sosial dalam berbagai aspek kehidupan
dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1 Unsur dan peranan modal sosial dalam berbagai aspek kehidupan
Unsur atau elemen
Kepercayaan

Jaringan

Norma

Peranan

Pada sektor ekonomi, kepercayaan berperan
mempertahankan
sistem
pasar
dan
mendukung
keberlangsungan para pedagang dan pelaku usaha
(Rismawati 2010, Triutami 2013)

Perekat hubungan sosial antar masyarakat
(Setyawati dan Alam 2010, Cahyono dan Adhiatma 2012)

Menjamin keberlangsungan pengelolaan sumberdaya
alam serta mempertahankan kearifan lokal dan tradisi yang
ada (Mana dan Halim 2014)

Menumbuhkan semangat untuk berkumpul dan
berasosiasi dengan orang lain dalam kelompok masyarakat
secara sukarela (Cahyono dan Adhiatma 2012, Mana dan
Halim 2013)

Pada
sektor
ekonomi,
jaringan
menjamin
keberhasilan usaha (Rismawati 2010, Triutami 2013)

Sarana dan wadah untuk mendapatkan informasi
(Rismawati 2010, Triutami 2013)

Menjamin keberlangsungan sistem sosial yang
dikelola bersama (Rismawati 2010, Mana dan Halim 2014)

Memelihara kestabilan struktur sosial (Mana dan
Halim 2014)

Sebagai tata aturan bagi masyarakat untuk bertindak
dan bertingkah laku (Meniarta et al. 2009, Rismawati 2010,
Thobias et al. 2013)

Peranan unsur-unsur modal sosial seperti yang telah dikemukakan pada
Tabel 1 tentu akan berdampak pada kelangsungan dan keberlajutan sistem sosial
yang ada di masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan
oleh Cahyono dan Adhiatma (2012) yang menemukan bahwa modal sosial

7
mampu memperluas wawasan, pengalaman, kerukunan, meningkatkan swadaya
masyarakat, kelestarian lingkungan, kesehatan balita, persatuan antara warga,
tukar pengalaman, kekompakan, silaturahmi, kesinambungan program,
meningkatkan komunikasi, aspirasi masyarakat tertampung, dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Berikut akan dipaparkan lebih lanjut mengenai ketiga
unsur yang dikemukakan oleh Putnam tersebut.
Peranan Kepercayaan
1.
Peranan Kepercayaan
Menurut Lawang (2005), kepercayaan adalah hubungan antara dua pihak
atau lebih yang mengandung harapan yang menguntungkan salah satu atau kedua
belah pihak melalui interaksi sosial. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Thobias
et al. (2013) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara modal
sosial dan perilaku kewirausahaan subjek yang diteliti, dan modal sosial yang
paling berpengaruh adalah keyakinan atau kepercayaan terhadap lembaga
masyarakat dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Rismawati (2010) juga menunjukkan bahwa adanya kepercayaan
atau trust yang tinggi antar sesama pedagang pasar tiban mampu mempertahankan
sistem pasar dan mendukung keberlangsungan para pedagang. Kepercayaan yang
terjalin dan terbentuk antar anggota kelompok masyarakat tentunya melalui proses
dalam jangka waktu yang panjang. Kepercayaan ini terbentuk setelah adanya
interaksi yang lama dan panjang antar dua pihak atau lebih yang saling
berinteraksi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Setyawati dan Alam (2010)
menunjukkan bahwa masyarakat lebih percaya kepada penduduk lokal yang telah
mereka kenal sejak lama seperti dukun daripada penduduk non-lokal seperti
tenaga kerja di bidang medis yang bertugas di wilayah mereka dalam membantu
proses persalinan terutama di wilayah pedesaan. Hal ini telah menunjukkan bahwa
kepercayaan memiliki peranan yang sangat penting dalam proses interaksi dan
hubungan manusia. Pernyataan ini didukung pula oleh Lawang (2005) yang
menyatakan bahwa “kalau begitu kepercayaan itu merupakan konsep penting
dalam sistem”.
Peranan Jaringan
2.
Peranan Jaringan
Lawang (2005) menyatakan jaringan sosial dalam konsep modal sosial
adalah semua hubungan dengan orang atau kelompok lain yang memungkinkan
pengentasan masalah dapat berjalan secara efisien dan efektif. Lebih lanjut
Lawang (2005) menyatakan bahwa jaringan yang terbentuk pun bermacammacam, diantaranya adalah jaringan antar personal, jaringan antara individu dan
institusi, hingga jaringan antar institusi. Lawang (2005) juga menyatakan
beberapa fungsi dari jaringan sosial, yaitu fungsi informatif, fungsi koorditatif,
fungsi katalisator, fungsi akses, dan fungsi koordinasi. Fungsi informatif
memungkinkan setiap stakeholders dalam jaringan itu dapat mengetahui informasi
yang berhubungan dengan masalah, atau peluang, atau apapun yang berhubungan
dengan kegiatan usaha. Fungsi berikutnya adalah fungsi koorditatif yang tidak
dapat dipisahkan dari fungsi katalisator, dan fungsi akses. Fungsi koordinasi juga
harus didukung oleh fungsi-fungsi lainnya sehingga kapital sosial dapat berjalan
efektif. Berjalannya fungsi-fungsi jaringan sosial ini dalam kehidupan sehari-hari
dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Triutami (2013), yang
menganalisis peranan modal sosial dalam keberhasilan usaha industri kecil alas

8
kaki. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengusaha alas kaki telah memiliki
jaringan sosialnya masing-masing. Jaringan sosial yang dimiliki diantaranya
adalah para pekerja, kenalan pengusaha industri kecil alas kaki lainnya, jumlah
toko penyalur hasil produksi, kenalan dengan aparat pemerintahan, pelanggan,
dan masih banyak lagi . Jaringan-jaringan yang ada ini telah membantu pengusaha
industri kecil alas kaki dalam kegiatan usaha mereka, seperti informasi mengenai
peluang pasar, kondisi usaha, dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi
jaringan sosial telah berjalan dengan baik di kalangan pengusaha industri kecil
alas kaki.
Peranan jaringan sosial juga tampak pada penelitian yang dilakukan oleh
Alfiasari (2006) yang menunjukkan bahwa jaringan sosial berdasarkan hasil
penelitian menunjukkan hasil yang tinggi. Kondisi ini dikarenakan ikatan
pertetanggaan dan ikatan kekerabatan yang masih kental di wilayah penelitian.
Namun jaringan sosial dengan pihak yang berada di luar kelompok masih belum
terjalin dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa jaringan sosial yang dibentuk
tidak hanya didasarkan pada wilayah atau teritori dan kekeluargaan semata,
namun juga harus dikembangkan lebih luas agar dapat membantu kelompok
menyelesaikan permasalahan dan menemukan peluang yang dapat meningkatkan
kapasitas dan kapabilitas kelompok. Contoh lain dari berjalannya fungsi jaringan
sosial dapat dilihat pada penelitian yang dilakukan oleh Rismawati (2010). Hasil
penelitiannya mengenai modal sosial di kalangan pedagang pasar tiban
menunjukkan bahwa di kalangan pedagang terdapat sebuah paguyuban yang
mengatur dan mengorganisir kegiatan para pedagang. Jaringan yang terbentuk
dalam paguyuban ini mampu melakukan fungsi informasi dan koordinasi terutama
saat terjadi pemindahan lokasi pasar. Semua kegiatan dan pengorganisasian diatur
dengan baik oleh paguyuban. Hal ini menjadikan paguyuban pedagang menjadi
struktur yang dihargai dan dihormati bersama.
Peranan Norma
3.
Peranan Norma
Lawang (2005) mengemukakan bahwa norma tidak dapat dilepaskan dari
unsur lainnya yaitu jaringan sosial dan kepercayaan. Ia juga mengemukakan
bahwa salah satu sifat norma adalah bersifat resiprokal. Keterangan lebih lanjut
memberikan pemahaman bahwa muatan yang terdapat dalam norma menyangkut
hak dan kewajiban kedua belah pihak yang dapat menjamin keuntungan yang
diperoleh dari suatu kegiatan tertentu. Lawang (2005) juga menyatakan bahwa
norma yang ada dalam suatu kelompok atau masyarakat tidaklah terjadi hanya
dalam satu pertukaran saja dalam jaringan yang ada, tetapi terbina dalam waktu
yang lama. Oleh karena itu, pihak yang melanggar norma dan prinsip keadilan
akan menerima sanksi yang tegas dari masyarakat. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Rismawati (2010) menunjukkan bahwa adanya nilai dan norma
yang berlaku diantara para pedagang telah menjamin keberlangsungan pasar tiban.
Para pedagang di pasar tiban ini memegang nilai dan norma yang dijunjung
bersama seperti nilai kejujuran, nilai bekerja sebagai ibadah, nilai manfaat
bersama, nilai keputusan bersama, dan adanya kesepakatan mengenai pembagian
lokasi dagang. Nilai dan norma yang disepakati bersama ini kemudian berdampak
pada keteraturan fungsi yang berjalan di pasar tiban. Hasil penelitian yang
dilakukan Alfiasari (2006) juga menunjukkan bahwa adanya nilai dan norma yang

9
berlaku di kalangan masyarakat miskin dapat menjadi potensi yang sangat baik
untuk dikembangkan dalam rangka pengentasan kemiskinan.
Penelitian yang dilakukan oleh Mana dan Halim (2014) juga menunjukkan
bahwa nilai dan norma yang berlaku di masyarakat mampu mempertahankan
sistem sosial dan mengatur tata cara pengelolaan sumber daya yang ada di
wilayah mereka. Nilai dan norma yang dipegang oleh masyarakat sekitar adalah
nilai kerja (reso), nilai solidaritas (pesse), dan nilai kejujuran. Nilai ini diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari dan ketika bekerja yang akhirnya menimbulkan rasa
saling percaya antar warga dan menciptakan nilai kerjasama yang baik antar
nelayan. Namun fakta dilapangan menunjukkan bahwa nilai dan norma yang
berlaku di kalangan masyarakat tidak selalu berada pada tingkatan yang baik.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Triutami (2013) menunjukkan bahwa nilai
dan norma yang berlaku di kalangan para pengusaha industri kecil alas kaki
berada pada kondisi yang relatif rendah terutama dalam hal keberadaan dan
ketaatan terhadap aturan-aturan yang ada. Kondisi ini tentu dapat menjadi acuan
untuk dapat meningkatkan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat agar
modal sosial yang ada dapat mencapai level yang diharapkan.
Modal sosial yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat juga
memiliki beberapa jenis dan tipologi. Banyak ahli yang mencoba membedakan
jenis-jenis modal sosial yang ada di masyarakat. Salah satunya adalah Michael
Woolcock. Menurut Wolcock seperti yang dikutip oleh Prasetyo (2010) modal
sosial dapat dikategorikan menjadi tiga tipe yang terdiri dari social bonding,
social bridging, dan social linking. Social bonding diartikan sebagai jenis modal
sosial yang ditandai dengan adanya ikatan yang kuat atau perekat sosial dalam
suatu masyarakat, seperti ikatan kekerabatan, ketetanggaan, dan bisa saja masih
dalam satu etnis yang sama. Tipe kedua yang dikemukakan oleh Woolcock adalah
social bridging, dimana social bridging merupakan tipe modal sosial yang
dicirikan dengan adanya ikatan sosial yang muncul di dalam masyarakat dan
merupakan reaksi atas berbagai macam karakteristik masyarakat. Cakupan social
bridging lebih luas daripada social bonding dimana ikatan yang ada tidak hanya
didasarkan pada kekerabatan atau ketetanggaan saja, namun dapat lebih beragam
seperti lintas kelompok etnis yang berasal dari latar belakang yang berbeda. Tipe
ketiga adalah Social linking. Tipe ini menjelaskan bahwa terdapat hubungan
dengan level kekuatan sosial maupun status sosial yang beragam dalam
masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari hubungan antara elit politik dan masyarakat
umum, dimana masing-masing pihak mempunyai kepentingan dalam
melaksanakan hubungan sosial yang ada.
Dinamika Modal Sosial
Modal sosial sebagai suatu “modal” yang berada di kalangan masyarakat
tentu akan mengalami perubahan dan perkembangan untuk dapat menyesuaikan
diri dengan perkembangan zaman dan arus globalisasi yang ada. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Meniarta et al. (2009) menunjukkan bahwa mekanisme
sistem kesejahteraan sebagai salah satu bentuk modal sosial yang terdapat di Bali
telah mengalami pergeseran. Kegiatan yang selama ini didukung oleh modal
sosial telah berubah orientasinya menjadi kegiatan adat yang bertujuan untuk
mempertahankan tradisi saja. Hal ini disebabkan modal sosial yang sebelumnya
terinternalisasi dalam mekanisme sistem kesejahteraan masyarakat Bali telah

10
bersentuhan dengan sistem kesejahteraan yang berasal dari luar Bali, yaitu sistem
kesejahteraan pasar dan sistem kesejahteraan negara. Kedua sistem ini
menyebabkan sistem kesejahteraan masyarakat Bali harus menyesuaikan diri
dengan sistem lain yang ada. Penyesuaian inilah yang kemudian menghasilkan
sistem kesejahteraan baru dengan modal sosial yang tentu juga mengalami
perubahan dari kondisi sebelumnya. Putnam (1995) dalam tulisannya juga
mengemukakan bahwa beberapa kasus terkenal menunjukkan kondisi dimana
kebijakan publik telah menghancurkan jaringan dan norma-norma sosial yang
pada mulanya sangat efektif di kalangan masyarakat.
Pernyataan Putnam (1995) mengenai kebijakan publik dapat
menghancurkan jaringan dan norma-norma sosial yang ada di masyarakat juga
dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdullah (2014). Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Abdullah (2014) menunjukkan bahwa adanya
kebijakan publik dari pemerintah daerah untuk merelokasi penduduk di Pulau
Lae-Lae ke wilayah Kampung Nelayan, ternyata telah mengakibatkan
keterbongkaran dan kehancuran modal sosial masyarakat karena gagalnya
kebijakan relokasi tersebut. Kehancuran dan pelemahan modal sosial yang terjadi
dalam komunitas Pulau Lae-Lae dan Kampung Nelayan ini terutama dalam hal
kepercayaan, kebersamaan, kerjasama, serta nilai dan norma yang semula berlaku
di kalangan masyarakat komunitas Pulau Lae-Lae.
Dinamika modal sosial yang terjadi dalam berbagai aspek kehidupan
masyarakat tidak hanya dalam bentuk pergeseran atau pelemahan modal sosial.
Rismawati (2010) menyatakan dengan adanya paguyuban pedagang pasar tiban
(PARTI) kepercayaan dan jaringan para pedagang menjadi lebih kuat dan lebih
luas daripada sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa modal sosial yang ada
pada masyarakat tidaklah bersifat statis. Modal sosial dalam masyarakat lebih
bersifat dinamis dan sangat bergantung dengan lingkungan sosial dimana ia
tumbuh. Masyarakat juga memegang peranan penting dalam menjamin
keberlangsungan modal sosial. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
dinamika modal sosial akan dijelaskan pada subbab berikut ini.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dinamika Modal Sosial
Modal sosial yang tumbuh dan berkembang di masyarakat tentu akan
mengalami penyesuaian dengan lingkungannya. Penyesuaian yang terjadi ini
dapat berupa penguatan elemen atau unsur yang terdapat dalam modal sosial, atau
justru terjadi pengikisan yang dapat menyebabkan makin melemahnya modal
sosial. Putnam (1995) dalam tulisannya mencoba menguraikan faktor-faktor yang
menyebabkan terkikisnya modal sosial di masyarakat. Putnam (1995)
mengemukakan bahwa terkikisnya modal sosial di kalangan masyarakat Amerika
Serikat selama beberapa dekade terakhir disebabkan oleh banyaknya wanita yang
mulai memasuki dunia kerja dan memperoleh upah atau bayaran. Hal ini
menyebabkan jam kerja mingguan rata-rata Amerika telah meningkat secara
signifikan. Hasil penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa peningkatan jam
kerja ini telah mengurangi waktu dan energi yang tersedia untuk membangun
modal sosial dengan orang lain, sehingga hubungan dan interaksi antara satu
individu dengan individu lain semakin berkurang.
Faktor berikutnya yang dikemukakan oleh Putnam (1995) adalah revolusi
televisi dimana perkembangan televisi menjadi sangat cepat. Hal ini menyebabkan

11
banyak orang yang lebih suka menghabiskan waktu dengan menonton televisi
sendiri di rumah. Kegiatan ini tentu mengurangi waktu individu untuk dapat
melakukan interaksi sosial dengan orang lain karena kegiatan menonton tv
mampu menyita hampir sebagian besar waktu individu untuk berinteraksi dengan
orang lain. Lemahnya hubungan dan interaksi dengan pihak lain akan
menyebabkan lemahnya jaringan, norma, dan kepercayaan yang ada antar
individu. Hasil akhir yang diperoleh dari hal ini tentunya adalah melemahnya
modal sosial yang selama ini ada di masyarakat.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Cahyono dan Adhiatma (2012) juga
menunjukkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi dinamika modal sosial
khususnya dalam upaya peningkatan modal sosial masyarakat petani tembakau di
Wonosobo. Faktor-faktor yang dikemukakan tersebut diantaranya adalah
pembinaan kepada masyarakat sesuai dengan kebutuhannya, pembimbingan
dalam pemasaran, hasil produksi, pelatihan-pelatihan teknis bertani dan bercocok
tanam yang efektif, bantuan sarana dan prasarana (pupuk, alat rajang tembakau,
obat-obatan), dan pelatihan terkait dengan akses modal bagi para petani,
sedangkan faktor yang dikemukakan oleh Alfiasari (2006) yang dapat
mempengaruhi dinamika modal sosial khususnya adalah penguatan kepercayaan
dan pembentukan norma yang ada dalam masyarakat. Faktor lain yang dapat
menyebabkan terjadinya dinamika sosial adalah adanya kebijakan publik dari
pemerintah yang seringkali bersifat topdown dan tidak sesuai dengan kondisi yang
ada di masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Abdullah (2014) dimana modal sosial masyarakat mengalami pelemahan dan
keterbongkaran akibat gagalnya program pemerintah untuk merelokasi
masyarakat di Pulau Lae-Lae ke Kampung Nelayan. Masuknya sistem luar ke
dalam suatu masyarakat juga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi dinamika
modal sosial. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Meniarta et al. (2009) yang menunjukkan bahwa modal sosial masyarakat yang
selama ini mendukung sistem kesejahteraan di wilayah Banjar Pakraman telah
mengalami pergeseran akibat masuknya sistem pasar dan sistem negara di wilayah
tersebut.
Sektor Informal
Secara umum terdapat dua sektor dalam ketenagakerjaan, yaitu sektor
formal dan sektor informal. Manihuruk (2013) mengemukakan bahwa sektor
informal merupakan sektor yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah
yang relatif besar, terutama masyarakat kelas lapisan bawah dan berpendidikan
rendah. Lebih lanjut Manihuruk mengemukakan bahwa sektor informal
merupakan salah-satu aktivitas ekonomi yang membutuhkan modal yang relatif
kecil, tenaga kerja berasal dari keluarga, mudah dimasuki, dan merupakan pasar
yang tidak terorganisir. Hart (1973) mengemukakan bahwa perbedaan kesempatan
memperoleh penghasilan antara sektor formal dan informal terletak pada gaji yang
diperoleh oleh pekerja apakah bersifat permanen dan teratur atau tidak.
Kesempatan memperoleh penghasilan dari sektor informal sendiri terbagi menjadi
sektor informal yang sah dan tidak sah. Namun dalam penelitian ini hanya akan
dibahas sektor informal yang sah. Sektor informal sendiri terdiri dari berbagai
macam jenis pekerjaan. Hart (1973) mengemukakan jenis-jenis pekerjaan sektor
informal yang sah, diantaranya adalah sebagai berikut:

12
1. Kegiatan-kegiatan primer dan sekunder, seperti pertanian, perkebunan
yang berorientasi pasar, kontraktor bangunan dan kegiatan-kegiatan yang
berhubungan dengannya, pengrajin usaha sendiri, pembuat sepatu, penjahit,
pengusaha bir dan alkohol.
2. Usaha tersier dengan modal yang relatif besar, seperti perumahan,
transportasi, usaha-usaha untuk kepentingan umum, spekulasi barangbarang dagangan, kegiatan sewa menyewa.
3. Distribusi kecil-kecilan, seperti pedagang pasar, pedagang kelontong,
pedagang kaki lima, pengusaha makanan jadi, pelayan bar, pengangkut
barang, agen atas komisi, dan penyalur.
4. Jasa yang lain, seperti pemusik (ngamen), pengusaha binatu, penyemir
sepatu, tukang cukur, pembuang sampah, juru potret, pekerja reparasi
kendaraan maupun reparasi lainnya, makelar dan perantara (sistem
maigida di pasar, pengadilan, dan sebagainya)
5. Transaksi pribadi, seperti arus uang dan barang pemberian maupun
semacamnya, pinjam-meminjam, pengemis.
Suradi (2011) juga mengemukakan bahwa sektor informal meliputi semua
usaha komersial dan nonkomersial, yang tidak memiliki struktur formal dalam
organisasi dan operasinya. Hal ini menunjukkan bahwa sektor informal umumnya
bergerak dalam bidang yang mampu menyerap tenaga kerja relatif besar dan tidak
memiliki struktur yang formal. Menurut Munker dan Walter seperti yang dikutip
oleh Suradi (2011) sektor informal merupakan semua kegiatan usaha baik
komersial dan nonkomersial yang tidak memiliki struktur formal dalam organisasi
dan operasinya. Usaha-usaha yang dilakukan ini umumya tidak terdaftar, tidak
membayar pajak dan tidak mengikuti peraturan dan undang-undang yang berlaku.
Ini menunjukkan bahwa usaha-usaha tersebut tidak mempunyai akses kredit dan
asuransi formal, dan tidak bisa berharap mendapatkan perlindungan undangundang. Sektor informal mempunyai aturan-aturan budaya sendiri, hukum dan
kecakapan terapan tradisional, nilai dan pola sosial, cara-cara bertansaksi dan
berproduksi, sistem hubungan sosial dan kontrol sosialnya sendiri.
Munker dan Walter seperti yang dikutip oleh Suradi (2011) lebih lanjut
kemudian mengemukakan karakteristik sektor informal. Karakteristik sektor
informal ini terdiri dari beberapa hal seperti mudah dimasuki, ketergantungan
pada sumber daya asli, modal yang diperoleh secara lokal dan sedikit,
kepemilikan bersifat kekeluargaan, operasi skala kecil, kurang perencanaan, padat
karya dan teknologi yang diadaptasikan, produktivitas relatif rendah, biaya
produksi pasokan, produksi, harga dan kesesuaian anggaran pendanaan.
Kemudian keterampilan diperoleh dari sistem pendidikan nonformal, tetapi
biasanya melalui magang atau pelatihan singkat, pasar yang bebas regulasi dan
kompetitif atau mudah berubah. Suradi (2011) juga menyatakan bahwa sektor
informal pada kenyataannya mampu menjadi penopang ketidakmampuan negara
menyediakan lapangan pekerjaan bagi warga negaranya. Sektor informal mampu
menyerap tenaga kerja dengan pendidikan rendah dan tanpa keterampilan tinggi,
sehingga mampu mengurangi pengangguran dan setengah pengangguran di
Indonesia yang cenderung meningkat setiap tahun.
Suradi (2011) kemudian mengemukakan tiga peranan penting sektor
informal, diantaranya adalah sebagai berikut:

13
1.
2.

3.

menopang ketidakmampuan negara menyediakan lapangan pekerjaan bagi
warga negaranya,
mampu menyerap tenaga kerja dengan pendidikan rendah dan tanpa
keterampilan tinggi, dan mengurangi pengangguran dan setengah
pengangguran,
mengisi seluruh sudut perekonomian nasional, dari sektor pertanian dalam
arti luas, sektor industri, sektor perdagangan, dan sektor jasa lainnya.

Keberhasilan Usaha
Keberhasilan usaha merupakan suatu tahap dimana tercapainya tujuantujuan dan standar yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pelaku usaha. Menurut
Suryana seperti yang dikutip oleh Lestari (2013) keberhasilan usaha merupakan
keberhasilan dari bisnis dalam mencapai tujuannya. Munajat seperti yang dikutip
oleh Triutami (2013) mengemukakan bahwa keberhasilan usaha dapat
didefinisikan sebagai tingkat pencapaian atau pencapaian tujuan organisasi.
Hisrich dan Peter seperti yang dikutip oleh Darmawan (2004) menyatakan
terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam menumbuhkan usaha agar bisa
mencapai keberhasilan, yaitu :
1. pengendalian keuangan. Hal ini dapat dilakukan oleh pelaku usaha dengan
menekan biaya produksi yang dibutuhkan dan memaksimalkan penjualan
usaha yang ada; dan
2. pengendalian tenaga kerja. Hal ini dapat dilakukan dengan cara merekrut,
memotivasi dan mengarahkan tenaga kerja agar menjadi suatu tim yang
kuat.
Delery dan Doty seperti yang dikutip oleh Priyono (2010)
mengemukakan bahwa dalam mengukur tingkat keberhasilan usaha dapat
digunakan dengan indikator tingkat rata-rata profit margin, tingkat rata-rata
pertumbuhan penjualan, market share perusahaan, dan tingkat rata-rata ROA
(Return On Asset). Suryana seperti yang dikutip oleh Lestari (2013) mengemukan
bahwa terdapat beberapa indikator yang menentukan keberhasilan usaha
seseorang, yaitu modal, pendapatan, volume penjualan, output produksi, dan tenaga
kerja. Tambunan seperti yang dikutip oleh Darmawan (2004) juga
mengungkapkan bahwa keberhasilan usaha kecil dapat diukur dengan indikator
ketahanan usaha, pertumbuhan tenaga kerja, dan pertumbuhan penjualan.
Ketahanan usaha menunjukkan berapa lama suatu usaha bisa bertahan (survival)
sebagai salah satu faktor ukuran kesuksesan usaha kecil. Ketahanan usaha diukur
dengan indikator usia usaha sejak tahun berdiri hingga saat ini.

Kerangka Pemikiran
Modal sosial sebagai salah-satu komponen yang tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat memegang peranan penting dalam menjamin keberlangsungan
sistem yang ada dalam masyarakat. Modal sosial dibentuk oleh beberapa unsur
atau elemen yaitu kepercayaan, jaringan, serta nilai dan norma. Unsur atau elemen
ini kemudian akan berkaitan langsung dengan stok modal sosial yang ada di
dalam masyarakat. Stok modal sosial ini akan berbeda antara satu wilayah dengan
wilayah lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa unsur atau elemen modal sosial

14
memiliki peranan penting dalam menciptakan stok modal sosial dalam
masyarakat. Stok modal sosial yang ada dalam masyarakat juga dapat disebabkan
oleh berbagai faktor baik faktor yang berasal dari individu maupun faktor-faktor
yang berada di luar individu. Faktor-faktor individu yang dapat mempengaruhi
stok modal sosial yang ada dalam masyarakat diantaranya adalah jenis kelamin,
tingkat pendidikan, jenis usaha, dan lama usaha. Adapun faktor-faktor eksternal
yang dapat mempengaruhi stok modal sosial masyarakat adalah kebijakan
pemerintah serta masuk dan berkembangnya teknologi. Modal sosial yang ada ini
kemudian dapat berdampak pada berbagai hal, terutama berdampak pada tingkat
keberhasilan usaha bagi masyarakat yang bekerja di sektor informal. Pemaparan
secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 1.
Karakteristik
Individu
 Jenis Kelamin
 Usia
 Tingkat
Pendidikan
 Jenis Usaha

Stok Modal Sosial Pekerja
Sektor Informal Pedesaan
 Tingkat Kepercayaan
 Luas Jaringan
 Tingkat Ketaatan
terhadap Norma

Karakteristik
Non-individu
 Kebijakan
Pemerintah
 Berkembangnya
Teknologi

Tingkat Keberhasilan
Usaha

Ket:
= Berhubungan
= Dianalisis secara kualitatif
Gambar 1 Kerangka pemikiran
Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian terbagi dalam dua kategori, yaitu hipotesis uji dan
hipotesis pengarah. Hipotesis uji diantaranya adalaha sebagai berikut:
1. Diduga karakteristik individu berhubungan positif dengan stok modal
sosial pekerja sektor informal pedesaan.
2. Diduga stok modal sosial berhubungan atau berkolerasi positif terhadap
tingkat keberhasilan usaha.

15
Hipotesis pengarah yang terdapat dalam penelitian ini adalah diduga
karakteristik non individu berhubungan dengan stok modal sosial pekerja sektor
informal pedesaan.

Definisi Operasional
Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut:
1. Jenis kelamin yaitu pengkategorian menurut jenis seks responden yang terdiri
dari laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin merupakan data nominal, dimana
masing-masing jenis kelamin diberi kode sebagai berikut: 1= laki-laki; 2=
perempuan.
2. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang dijalani
oleh responden. Pendidikan responden merupakan data ordinal yang
dikategorikan dan diberi kode sebagai berikut: 1= tidak sekolah

Dokumen yang terkait

Alokasi waktu keluarga di pedesaan dan desa kota kasus di Dua Desa Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor, Jawa Barat

0 5 129

Peran Serta Sektor Informal Kepariwisataan di Selabintana dalam Memperluas Kesempatan Kerja di Pedesaan (Studi Kasus di Desa Sudajayagirang, Kec. Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat)

0 8 131

Pekerja Anak-Anak di Pedesaan (Peranan dan Dampak Anak Bekerja pada Rumahtangga Industri Kecil Sandal : Studi Kasus di Desa Mekar Jaya, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

1 19 120

Peranan Industri Kecil dalam Perluasan Kesempatan Kerja di Pedesaan (Kasus Industri Kecil Batako, di Desa Cigombong Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor)

0 11 98

Deindustrialisasi Pedesaan (Studi Kasus Desa Curug Bintang, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)

0 28 142

Analisis Sistem Usahatani Padi Sehat (Suatu Perbandingan, Kasus : Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)

0 11 194

Pemberdayaan perempuan melalui PNPM-P2KP (Kasus: KSM ekonomi desa Srogol, kecamatan Cigombong, kabupaten Bogor, provinsi Jawa Barat)

2 44 256

Diaspora Madura: Analisis Modal Sosial Dalam Usaha Sektor Informal Oleh Migran Madura di Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat

0 4 172

Konflik Perluasan Kawasan Konservasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor

0 6 93

Alokasi waktu keluarga di pedesaan dan desa kota kasus di Dua Desa Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor, Jawa Barat

0 3 119