Model Kolaborasi Penangkaran Jalak Bali Basis Masyarakat di Desa Sumberklampok, Bali
MODEL KOLABORASI PENANGKARAN JALAK BALI
BERBASIS MASYARAKAT DI DESA
SUMBERKLAMPOK, BALI
MARIA EDNA HERAWATI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Model Kolaborasi
Penangkaran Jalak Bali Berbasis Masyarakat di Desa Sumberklampok, Bali
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Maria Edna Herawati
NIM E34090100
ABSTRAK
MARIA EDNA HERAWATI. Model Kolaborasi Penangkaran Jalak Bali Basis
Masyarakat di Desa Sumberklampok, Bali. Dibimbing oleh SAMBAS BASUNI
dan BURHANUDDIN MASYUD.
Penangkaran jalak bali berbasis masyarakat merupakan salah satu upaya
memposisikan masyarakat sebagai pelaku konservasi agar dapat mengelola
sumberdaya secara lestari. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan praktik
kolaborasi penangkaran yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Sumberklampok.
Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei-Juni 2013 di Desa Sumberklampok,
Bali. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi langsung, dan
studi kepustakaan, kemudian dianalisis dan dijabarkan secara deskriptif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kolaborasi terjadi antara masyarakat, Taman
Nasional Bali Barat, Yayasan SEKA, dan Asosiasi Pelestari Curik Bali. Organiasi
penangkar dilakukan oleh masyarakat yaitu Manuk Jegeg yang berperan sebagai
pengelola serta penghubung antar penangkar dan aktor lain. Organisasi ini
didampingi oleh Taman Nasional Bali Barat,dan Yayasan SEKA serta didukung
oleh Asosiasi Pelestari Curik Bali. Penangkaran kolaboratif yang menitikberatkan
pada peran masyarakat dalam menjalankan teknik penangkaran berhasil
mengembangbiakan anakan jalak bali.
Kata kunci: jalak bali, kolaborasi, penangkaran, Sumberklampok
ABSTRACT
MARIA EDNA HERAWATI. Collaboration model of Bali Starling Captive
Breeding Based on Community in Sumberklampok Village, Bali. Supervised by
SAMBAS BASUNI and BURHANUDDIN MASYUD.
Community-based captive breeding of bali starling had been initiated in
Sumberklampok Village to encourage local people as the main actor of jalak bali
conservation in order to manage sustainability of natural resources around them.
The study aimed to describe collaborative practices and jalak bali captive
breeding techniques that implemented by local community of Sumberklampok
village was conducted on May-June 2013. Various data collected through
interviews, direct observation and literature study were analyzed and explained
descriptively. Result of study shows that collaboration has been firmly practiced
among community, West Bali National Park, Yayasan SEKA, and Asosiasi
Pelestari Curik Bali. The Manuk Jegeg is a specific local organization that acted
as manager and liaison between the breeders and the other stakeholders. This
organization advised by West Bali National Park, Yayasan SEKA and supported
by Asosisasi Pelestari Curik Bali. Collaborative captive breeding of bali starling
who focused on the role of the people running the technique captivity successfully
created next generation of bali starling.
Keywords: bali starling, captive breeding, collaboration, Sumberklampok
MODEL KOLABORASI PENANGKARAN JALAK BALI
BERBASIS MASYARAKAT DI DESA
SUMBERKLAMPOK, BALI
MARIA EDNA HERAWATI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan Mei-Juni 2013 ini ialah kolaborasi, dengan judul
Model Kolaborasi Penangkaran Jalak Bali Berbasis Masyarakat di Desa
Sumberklampok, Bali.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Sambas Basuni MS
dan Bapak Dr Ir Burhanuddin Masyud selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan arahan, Dr Efi Yuliati Yovi S.Hut M.Life,Env.Sc dan Dr Ir Arzyana
Sunkar M.Sc atas saran yang diberikan. Terima kasih kepada Balai Taman
Nasional Bali Barat, Kelompok Penangkar Manuk Jegeg, Bapak Sugiyanto,
Bapak Nana, Bapak Misnawi, Bapak Ismu, dan Kenny yang telah membantu
selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
keluarga tercinta, keluarga besar Himakova, keluarga besar Anggrek Hitam, dan
sahabat atas segala doa dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2014
Maria Edna Herawati
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Lokasi dan Waktu
2
Alat dan Bahan
2
Prosedur Pengumpulan Data
2
Prosedur Analisis Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4
Kondisi Lokasi Penelitian
4
Kelembagaan Penangkaran
5
Aktor (stakeholder) Penangkaran Jalak Bali Berbasis Masyarakat
6
Proses Kolaborasi Penangkaran Jalak Bali
7
Organisasi Penangkaran
8
Mekanisme Hubungan Antar Aktor
10
Kinerja Penangkaran Jalak Bali Berbasis Masyarakat
12
SIMPULAN DAN SARAN
19
Simpulan
19
Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
20
LAMPIRAN
22
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
Jenis data dan metode pengumpulan data
Identifikasi aktor dan peran dalam penangkaran jalak bali
Hak dan kewajiban aktor
Ukuran dan lokasi kandang biak jalak bali
Jenis, intensitas dan jumlah pakan jalak bali
Populasi di penangkaran jalak bali berbasis masyarakat tahun 2013
Presentase daya tetas telur, tingkat perkembangbiakan, dan angka kematian
Rataan presentase persepsi masyarakat
3
6
11
13
14
15
16
17
DAFTAR GAMBAR
1 Peta hubungan antar stakeholder penangkaran jalak bali
12
2 Kandang penangkaran masyarakat: (a) kandang biak; (b) kandang pemeliharaan
12
3 Pakan jalak bali (a) jangkrik; (b) konsentrat
14
4 Anakan jalak bali (Doc: penangkar)
15
DAFTAR LAMPIRAN
1 Surat perjanjian kerjasama/MoU antara penangkar, Taman Nasional Bali Barat
dan Asosiasi Pelestari Curik Bali
22
2 Surat perjanjian kerjasama antara kelompok penangkar dan Taman Nasional
Bali Barat
23
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jalak bali (Leucopsar rothschildi) merupakan satwa khas Indonesia yang
penyebarannya secara alami hanya berada di Pulau Bali. Burung ini masuk dalam
kategori jenis yang dilindungi oleh pemerintah dan perdagangannya diatur dalam
CITES Appendix I, kelompok yang terancam kepunahan dan dilarang untuk
diperdagangkan. Populasinya dari tahun ke tahun mengalami penurunan sehingga
menuju kepunahan. Menurut Kurniasih (1997), penyebab utama menurunnya
populasi jalak bali di Taman Nasional Bali Barat (TNBB) adalah terganggu
keseimbangan lingkungan yang disebabkan antara lain oleh perburuan liar,
penurunan kualitas lingkungan hidup dan kebakaran hutan. Selain itu pencurian
jalak bali yang terjadi pada tahun 2000 telah mengakibatkan hilangnya 39 ekor
jalak bali di TNBB. Hasil inventarisasi TNBB pada tahun 2011 jumlah jalak bali
di alam tersisa 12 ekor.
Upaya konservasi dapat dilakukan secara insitu maupun eksitu. Upaya
secara eksitu telah dilakukan di Taman Nasional Bali Barat berupa pembinaan
populasi yang dilakukan untuk tujuan pre-release dalam Proyek Penyelamatan
Jalak Bali. Upaya pelestarian secara eksitu dilakukan melalui kegiatan
penangkaran jalak bali. Tujuan usaha pelestarian (konservasi) jalak bali yang
dikembangkan melalui program penangkaran adalah untuk meningkatkan populasi
jalak bali dengan tetap menjaga kemurnian genetiknya (Masy’ud 1992).
Penangkaran eksitu juga dilakukan oleh masyarakat Bali yaitu di Desa
Sumberklampok. Desa Sumberklampok adalah salah satu desa yang menjadi
perhatian pengelola karena keberadaannya berbatasan langsung dengan habitat
alami jalak bali, dan merupakan desa yang berada dalam daerah penyangga di
kawasan TNBB (Gustave et al. 2008). Desa Sumberklampok juga merupakan
salah satu habitat alami burung jalak bali. Alikodra (1987) menyebutkan daerah
penyebaran jalak bali salah satunya adalah Tegal Bunder, di Desa
Sumberklampok. Penangkaran jalak bali di Desa Sumberklampok merupakan
perwujudan kolaborasi antara TNBB dengan masyarakat.
TNBB memprakarsai proses inisiasi ke masyarakat untuk mengatasi
masalah konservasi jalak bali dan membangun hubungan baik dengan masyarakat.
Proses inisiasi ini dimulai sejak tahun 2010 melalui kegiatan penangkaran jalak
bali berbasis masyarakat. Masyarakat lokal diposisikan sebagai pelaku utama
dalam kegiatan konservasi jalak bali. Hal ini berarti memberikan kesempatan bagi
masyarakat agar dapat mengelola dan menjaga sumberdaya alam di TNBB secara
lestari. Perkembangan kolaborasi dan teknik penangkaran jalak bali di Desa
Sumberklampok ini belum diketahui sehingga perlu adanya penelitian mengenai
model kolaborasi yang terjadi dengan mengidentifikasi proses kolaborasi
penangkaran.
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan proses dan praktek kolaborasi
penangkaran jalak bali yang dilakukan di Desa Sumberklampok yang terdiri dari 2
2
komponen yaitu: kelembagaan penangkaran dan proses kolaborasi, serta kinerja
penangkaran jalak bali berbasis masyarakat.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai informasi untuk dijadikan sebagai
dasar dalam melakukan upaya peningkatan kapasitas masyarakat dalam
memperbaiki penangkaran jalak bali berbasis masyarakat baik dalam manajemen
kolaborasi maupun aspek teknik penangkarannya.
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di Desa Sumberklampok, Kabupaten Buleleng, Bali.
Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni 2013.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah kuesioner, panduan wawancara, alat tulis, alat
perekam, dan kamera. Objek penelitian adalah kegiatan penangkaran jalak bali,
masyarakat Desa Sumberklampok, LSM dan pengelola TNBB.
Prosedur Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah proses kolaborasi dan praktek penangkaran
yang terdiri dari 2 komponen: kelembagaan penangkaran dan proses kolaborasi,
serta kinerja penangkaran. Jenis data dan metode pengumpulan data secara detail
untuk setiap komponen dijelaskan pada Tabel 1.
Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa teknik yaitu:
1. Wawancara mendalam, wawancara dilakukan kepada informan penangkaran
jalak bali. Pemilihan informan dilakukan dengan memilih informan awal
yaitu para penangkar jalak bali. Jumlah penangkar yang diwawancarai ada 12
orang yang merupakan orang-orang pertama yang memiliki izin
menangkarkan jalak bali. Kemudian dilakukan wawancara lanjutan kepada
orang-orang yang memiliki peran dalam penangkaran jalak bali ini yaitu
pengelola TNBB dan Yayasan SEKA, dan BKSDA Bali. Pemilihan informan
lanjutan ini berdasarkan informasi dari masyarakat penangkar untuk
memperluas deskripsi informasi.
2. Observasi langsung dilakukan mengacu pada Mitchel et al. (2000), untuk
mengecek atau mendapatkan gambaran langsung kondisi penangkaran jalak
bali di masing-masing penangkar. Objek observasi adalah kegiatan
penangkaran yang dilakukan oleh penangkar meliputi aspek kandang, pakan,
kesehatan, keberhasilan perkembangbiakan.
3. Penelusuran pustaka berupa data profil desa dan laporan/ penelitian lain yang
pernah dilakukan di lokasi penelitian. Selain itu dilakukan penelusuran
3
dokumen antara lain perjanjian antara kelompok penangkar dan pihak lain,
untuk mengetahui isi perjanjian dan pelaksanaannya.
4. Penyebaran kuesioner dilakukan kepada masyarakat penangkar dan nonpenangkar untuk mengetahui persepsi masyarakat mengenai penangkaran
jalak bali yang ada di Desa Sumberklampok. Responden berjumlah 30 orang,
hal ini mengacu pada Sugiyono (2007) menyatakan bahwa jumlah sampel
dalam penelitian sosial minimal 30 orang.
No
1
2
Tabel 1 Jenis data dan metode pengumpulan data
Komponen
Peubah
Sumber
Metode
data
pengumpulan
data
Kelembagaan - Peraturan perundang- Masyarakat
Wawancara
penangkaran
undangan
penangkar,
mendalam,
dan proses - Stakeholder
penelusuran
yang petugas
kolaborasi
TNBB,
pustaka
terkait dan perannya
- Keorganisasian
Yayasan
- Kesepakatan
SEKA
stakeholder
dalam
penangkaran
- Koordinasi antar pihak
yang terkait
- Proses
dialog
stakeholder
Kinerja
- Jumlah unit penangkar Masyarakat
Wawancara
penangkaran - Pakan
penangkar
mendalam,
jalak
bali - Kandang
observasi
berbasis
- Perawatan kesehatan
langsung
masyarakat
- Keberhasilan
perkembangbiakan
- Pengetahuan
Masyarakat
Wawancara,
masyarakat terhadap penangkar
kuesioner
jalak bali
dan
non- Pengetahuan
penangkar
masyarakat terhadap
penangkaran jalak bali
- Sikap
masyarakat
terhadap penangkaran
jalak bali
- Motivasi masyarakat
menangkarkan
jalak
bali
(masyarakat
penangkar)
4
Prosedur Analisis Data
Data yang diperoleh dari berbagai informan dan hasil observasi dilakukan
melalui tiga tahapan pengolahan yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan (Miles dan Huberman, 1992). Data dianalisis secara deskriptif
mengenai aktor dan perannya, organisasi, mekanisme hubungan para aktor.
Keberhasilan penangkaran dianalisis dengan mengolah data secara kuantitatif
dengan menggunakan rumus (North & Bell 1990):
a. Presentase daya tetas telur
b.
Keterangan
a = Σ telur yang berhasil menetas
b = Σ keseluruhan telur yang dihasilkan betina produktif
Presentase angka kematian tiap kelas umur
c.
Keterangan
M = Σ anak yang mati tiap kelas umur
Mt = Σ total anak keseluruhan tiap kelas umur
Tingkat perkembangbiakan
Keterangan
I = Σ induk yang bertelur
It = Σ total induk
Ketiga data tersebut menggunakan kriteria nilai sebagai berikut:
0% - 30% : Rendah
31% - 60% : Sedang
61% - 100% : Tinggi
Hasil analisis mengenai keberhasilan dan perspektif masyarakat kemudian
dikaitkan sebagai unsur-unsur yang ada dalam kolaborasi berbasis masyarakat dan
menjadi bahan pertimbangan dalam pengembangan penangkaran jalak bali
berbasis masyarakat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Lokasi Penelitian
Desa Sumberklampok merupakan desa yang berada di Kecamatan
Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Desa ini memiliki batas sebelah
utara Laut Bali, sebelah selatan hutan negara, sebelah timur Kecamatan Seririt,
dan sebelah barat Kabupaten Jembrana. Desa terdiri dari tiga banjar dinas yaitu
Banjar Dinas Sumberklampok, Banjar Dinas Tegal Bunder, dan Banjar Dinas
Sumber Batok. Desa Sumberklampok memiliki luas wilayah 593,4 hektar ini
terdiri pemukiman dan ladang yang masih menjadi perdebatan karena desa ini
masih termasuk dalam tanah milik pemerintah. Desa berada di ketinggian 4,5-7,5
5
meter di atas permukaan laut termasuk dalam iklim tropis dengan curah hujan
78,5 mm yang memiliki 4 bulan hujan dengan suhu rata-rata harian 32oC.
Desa Sumberklampok memiliki lokasi berada sepanjang jalan raya utama
Pulau Bali. Hal ini membuat aksesibilitas menuju desa ini relatif mudah.
Perjalanan menuju desa dapat dilakukan dengan menggunakan kendaraan pribadi
maupun angkutan umum yang ditempuh selama 15 menit. Rumah penduduk
berada di bagian utara dan selatan jalan raya. Selain rumah warga, bagian selatan
jalan raya juga merupakan lahan garapan warga yang status kepemilikan lahan
adalah milik Departemen Kehutanan. Jumlah penduduk desa 3.184 orang yang
terdiri dari 1.590 laki-laki dan 1.594 perempuan, yang tersebar dalam 896 kepala
keluarga. Hampir seluruh penduduk bermata pencaharian sebagai petani yaitu
92%.
Kelembagaan Penangkaran
Salah satu faktor kunci keberhasilan dari suatu kegiatan adalah
kelembagaan. Peranan utama kelembagaan adalah untuk mengurangi
ketidakteraturan dengan menentukan suatu struktur yang stabil bagi interaksi
manusia. Secara spesifik suatu kelembagaan harus dapat menjadi wahana akses
secara adil terhadap input faktor, mampu memberikan aturan main dan acuan
secara adil bagi setiap stakeholder dalam kelembagaan guna mencapai efisiensi
dan efektivitas dalam alokasi sumber daya kepada semua unsur yang terlibat, dan
mampu mendistribusikan hasil proses pemanfaatan sumber daya untuk mencapai
tujuan yang dikehendaki. Secara umum kelembagaan adalah aturan main (rule of
the game) baik formal maupun informal, yang mengikat aktor sosial dalam
jejaring pada kerangka kerja normatif bersama yang dikodifikasi melalui hukum,
kode etik informal, norma maupun kesepakatan (Putro et al. 2012). Mengacu pada
berbagai sumber, Lesorogol (2008) menjelaskan bahwa kelembagaan sangat
penting karena memudahkan dan memungkinkan terjadinya relasi antar anggota
kelompok sosial dengan memberikan informasi yang terpercaya mengenai
bagaimana seseorang akan bertindak dalam situasi tertentu.
Kelembagaan sebagai aturan main di antaranya berupa kebijakan-kebijakan
yang mengatur tentang penangkaran satwa liar. Kebijakan tersebut diwujudkan
dalam peraturan pemerintah yaitu:
1. PP No.7 Tahun 1998 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
2. PP No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwaliar
3. Keputusan Menteri Kehutanan No. 447/Kpts-II/2003 tentang Tata Usaha
Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwaliar
4. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.19/Menhut-II/2005 tentang
Penangkaran Tumbuhan dan Satwaliar
5. Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 421/Kpts/Um/8/70 tanggal 26
Agustus 1970 tentang perlindungan jalak bali di Indonesia.
Sebagian besar peraturan yang ada di atas mengatur mengenai satwa liar,
penangkaran menjadi salah satu bentuk pamanfaatan yang dapat dilakukan
terhadap satwa liar tersebut. Penangkaran dibahas lebih lanjut mengenai perolehan
indukan, mekanisme perolehan izin sampai perdagangannya. Peraturan yang
dibuat pemerintah menjadi dasar hubungan yang dilakukan masyarakat penangkar
6
dengan pihak-pihak lain, terutama dengan Balai Konservasi Sumberdaya Alam,
karena lembaga ini memiliki tupoksi dalam pelestarian dumberdaya alam.
Aktor (stakeholder) Penangkaran Jalak Bali Berbasis Masyarakat
Eden and Ackermann dalam Bryson (2004) menyebutkan bahwa
stakeholders merupakan orang atau kelompok yang mempunyai power (kekuatan)
untuk mempengaruhi secara langsung masa depan suatu organisasi. Stakeholder
yang diidentifikasi pada penangkaran jalak bali berbasis masyarakat tergolong
dalam kelompok key-player, yaitu kelompok yang memiliki keterlibatan langsung
terhadap kegiatan penangkaran (Tabel 2).
Tabel 2 Identifikasi aktor dan peran dalam penangkaran jalak bali
Tahapan
Aktor
Peran
kegiatan
Pra penangkaran
BKSDA Bali
- Sosialisasi penangkaran jalak bali
- Perizinan penangkaran jalak bali
TNBB
- Sosialisasi penangkaran jalak bali
- Action plan pelestarian jalak bali
- Perizinan penangkran jalak bali
- Pendampingan kepada masyarakat
- Memfasilitasi
masyarakat
belajar
penangkaran
Pemerintah
- Mendukung pelestarian burung jalak
provinsi
bali
APCB
- Peminjaman indukan jalak bali
- Memfasilitasi
masyarakat
belajar
penangkaran
Yayasan SEKA
- Pemberdayaan masyarakat desa
- Pendampingan kelompok
- Memfasilitasi
masyarakat
dalam
kegiatan pengorganisasian
Kepala desa
- Perizinan penangkaran di wilayah desa
Kelompok
- Mengakomodir masyarakat yang ingin
penangkar
menangkarkan burung jalak bali
Pelaksanaan
BKSDA
- Monitoring dan evaluasi penangkaran
penangkaran
TNBB
- Monitoring dan evaluasi penangkaran
- Pendamping teknik penangkaran
- Sumber pendanaan penangkaran
APCB
- Monitoring penangkaran
Yayasan SEKA
- Pendamping
pengorganisasian
penangkaran
- Pendamping inovasi dan pengembangan
kegiatan
Kelompok
- Mengakomodir kegiatan penangkaran
penangkar
jalak bali
- Inovasi dan pengembangan kegiatan
Keterangan: BKSDA (Balai Konservasi Sumberdaya Alam), TNBB (Taman Nasional Bali Barat),
APCB (Asosiasi Pelestari Curik Bali)
7
Hasil identifikasi aktor diperoleh 7 pihak yang terlibat pada tahap prapenangkaran dan 5 pihak yang terlibat pada tahap pelaksanaan penangkaran.
Aktor yang berperan dalam jalak bali berbasis masyarakat adalah Taman Nasional
Bali Barat (TNBB), Yayasan SEKA, Asosiasi Pelestari Curik Bali (APCB), Balai
Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Bali, kepala desa Sumberklampok,
pemerintah provinsi Bali (gubernur), dan kelompok penangkar.
Kelompok pemerintah berada di wilayah Bali memiliki kepentingan dalam
melestarikan salah satu icon Bali tersebut. Pada BKSDA Bali pelestarian satwa ini
terkait dengan salah satu tanggung jawab BKSDA dalam mengawasi dan
memantau peredaran satwa langka tersebut. Sedangkan kepentingan TNBB yang
tinggi terhadap pelestarian jalak bali terkait dengan habitatnya yang hanya berada
di wilayah TNBB.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang turut berperan dalam
pengelolaan penangkaran adalah Yayasan SEKA dan APCB. Kedua LSM ini
bergerak di bidang yang berbeda. Yayasan SEKA melaksanakan kegiatannya di
bidang masyarakat melalui program kerja yang telah dilaksanakan salah satunya
di Desa Sumberklampok dalam pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan
pendidikan, pelatihan, dan pengorganisasian masyarakat. Sedangkan APCB
memiliki program pada pelestarian jalak bali yang juga bekerja sama dengan
taman nasional.
Proses Kolaborasi Penangkaran Jalak Bali
Proses penangkaran jalak bali berbasis masyarakat terdiri atas dua, yaitu
pra-penangkaran dan pelaksanaan penangkaran. Pra-penangkaran merupakan
proses dimana masyarakat didorong dan dipersiapkan untuk menjadi stakeholder
utama dalam pengelolaan penangkaran jalak bali berbasis masyarakat.
Pra penangkaran dimulai dari adanya komunikasi antara TNBB dan
masyarakat mengenai jalak bali. Komunikasi yang diwujudkan dalam kunjungan
personal ke masyarakat yang dibangun oleh TNBB untuk mengajak dan
memotivasi masyarakat untuk melestarikan jalak bali. Masyarakat yang
mendukung konservasi jalak bali kemudian membentuk kelompok penangkar.
Pada tahap komunikasi, masyarakat bersama dengan TNBB mengidentifikasi
pihak-pihak yang perlu diajak berpartisipasi dalam penangkaran.
Selanjutnya dilakukan follow up atas
kunjungan tersebut dengan
diadakannya pelatihan penangkaran yang diadakan bekerja sama dengan APCB
pada tanggal 25-27 November 2010 di Desa Sumberklampok dan kunjungan ke
penangkar milik Mario Blanco dan Agus Kasmono di Gianyar, bertujun untuk
memberikan pengetahuan mengenai cara dan teknik menangkarkan jalak bali.
Kemudian masyarakat diberi kesempatan langsung untuk mempraktekan
pengetahuan tersebut melalui kegiatan magang yang dilaksanakan di Pembinaan
Populasi Jalak Bali di taman nasional. Selama kurang lebih 3 hari (9-14 Februari
2011) setiap penangkar melakukan aktivitas penangkaran di taman nasional.
Penambahan pengetahuan mengenai penangkaran dilakukan dengan melakukan
studi banding penangkaran di Klaten dan Nganjuk. Selama 3 hari (21-24 April
2011) masyarakat diajak untuk melihat langsung pengelolaan penangkaran mulai
dari awal sampai pengelolaan hasilnya.
8
Setelah adanya kegiatan sosialisasi dan pelatihan, masyarakat mulai
mengambil inisiatif sendiri dalam mewujudkan penangkaran. Masyarakat mulai
mengurus surat izin penangkaran dan surat izin usaha kelompok penangkar. Hal
ini seperti diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.19/MenhutII/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwaliar bahwa setiap penagkar
harus memiliki izin dari petugas setempat karena burung yang akan ditangkarkan
merupakan jenis burung dilindungi. Administrasi yang dibutuhkan oleh kelompok
penangkar antara lain adalah (1) Izin Penangkaran, (2) Izin Usaha, (3) Izin Edar,
(4) Sertifiksi Burung. Terkait dengan partisipasi dalam kolaborasi tahap
masyarakat ini termasuk dalam partisipasi tingkat 6 ketika masyarakat mobilisasi
dengan kemauan sendiri (self-mobilization) (Nanang dan Devung, 2004).
Proses pelaksanaan penangkaran merupakan proses dimana masyarakat
didorong untuk mensukseskan penangkaran tersebut. Pada pelaksanaan
penangkaran masyarakat penangkar menjadi pelaku utama yang menjalankan
penangkaran. Kegiatan pelaksanaan penangkaran yang dilakukan masyarakat
meliputi kegiatan pemeliharaan dan pengembangbiakan. Pada proses ini
masyarakat Kesuksesan pelaksanaan penangkar tergantung dari penguasaan
masyarakat terhadap teknik penangkaran.
Dukungan yang berasal dari aktor lain dalam penangkaran berbasis
masyarakat ditunjukkan dalam kegiatan monitoring dan evaluasi. Selain dilakukan
oleh kelompok penangkar sendiri, monitoring dan evaluasi juga dilakukan oleh
TNBB dan BKSDA. Monitoring dilakukan berdasarkan hasil laporan yang dibuat
oleh masyarakat penangkar, stoodbook, dan observasi langsung yang dilakukan
TNBB dan BKSDA. Pada pelaksanaan monitoring dan evaluasi, TNBB memiliki
orang-orang yang ditunjuk secara khusus untuk mengawasi sekaligus
mendampingi penangkaran yang cukup sering mengunjungi penangkar.
Sedangkan pada BKSDA, monitoring dalam bentuk kunjungan ke penangkar
dilakukan sekali dalam setahun. Pengawasan yang dilakukan BKSDA hanya
sebatas pada pengawasan administrasi sehingga kurang melekat pada penangkar.
Organisasi Penangkaran
Organisasi adalah sistem peran, aliran aktivitas dan proses (pola hubungan
kerja) dan melibatkan beberapa orang sebagai pelaksana tugas yang didisain untuk
menjalankan tujuan bersama (Torang, 2012). Organisasi menjadi bagian dari
kelembagaan dijalankan oleh kelompok penangkar yang beranggotakan penangkar
dari Desa Sumberklampok. Adanya kelompok membantu masyarakat dalam
mengelola administrasi dan sebagai tempat berbagi pengalaman memelihara
burung jalak bali.
Organisasi adalah suatu sistem struktur hubungan interpersonal. Agar
organisasi dapat berjalan, maka diperlukan struktur organisasi. Struktur akan
mengatur pola interaksi dan koordinasi pola interaksi individu atau sekelompok
individu dalam organisasi. Kelompok ini dijalankan oleh kepengurusan yang
terdiri atas pengurus harian (ketua, sekretaris, bendahara) dan anggota. Struktur
kepengurusan kelompok disesuaikan dengan kegiatan yang dilakukan oleh
masyarakat. Sampai saat ini kegiatan yang dijalankan oleh masyarakat masih
seputar perkembangbiakan, dimana memerlukan koordinator dalam perekapan
data hasil perkembangbiakan yang dapat dibantu oleh adanya sekretaris. Menurut
9
Mundayat et. al (2005) struktur kepengurusan lembaga masyarakat desa tergolong
sederhana berdasarkan kebutuhan yang ada.
Kebutuhan akan pengurus dipilih dan dilakukan secara musyawarah dilihat
dari latar belakang (suku), kemampuan, tanggung jawab dan kemauan kerja.
Pengurus yang dipilih mewakili keberadaan suku yang ada di Desa
Sumberklampok yaitu Bali dan Madura. Pada awal pembentukannya, pengurus
yang terpilih merupakan orang-orang yang telah memiliki pengalaman dalam
keorganisasian, dengan latar belakang perangkat desa dan perangkat adat. Adanya
pengalaman ini diharapkan menjadi faktor pendukung keberhasilan tujuan
penangkaran jalak bali berbasis masyarakat ini.
Keberhasilan dalam mencapai tujuan tidak lepas dari peran serta anggota
kelompok penangkar. Keikutsertaan anggota dilakukan dalam diskusi yang
dilakukan setiap satu bulan. Bahan diskusi setiap bulannya meliputi hasil
keberhasilan perkembangbiakan, kendala dan masalah dalam penangkaran, serta
kegiatan jangka panjang penangkaran. Meskipun latar belakang yang sama yaitu
pecinta burung, namun anggota sebagai orang utama yang menjalankan
penangkaran memiliki ketrampilan yang berbeda dalam menangkarkan sehingga
ketrampilan tersebut perlu dibagikan kepada anggota yang belum berhasil.
Keanggotaan kelompok tidak otomatis berlaku pada semua masyarakat desa
melainkan harus melalui mekanisme pendaftaran terlebih dahulu. Bagi masyarakat
yang ingin menjadi anggota diharuskan mendaftarkan diri dan bersedia menaati
aturan yang telah disepakati kelompok. Masyarakat yang menjadi anggota
sebagian besar memiliki kesamaan hobi terhadap burung. Pada selanjutnya
keanggotaan meluas karena adanya hubungan kekerabatan anggotanya.
Selain pengaturan organisasi struktural, diketahui juga adanya
pendampingan kepada kelompok penangkar. Pendampingan ini dilakukan oleh
TNBB dan Yayasan SEKA. Pendampingan yang dilakukan oleh TNBB dilakukan
sejak pra penangkaran sampai sekarang seputar teknik penangkaran dan berbagi
pengalaman mengenai hambatan dalam menangkarkan jalak bali. TNBB menjadi
pendamping masyarakat dalam teknik penangkaran karena keberhasilannya dalam
mengembangbiakan burung jalak bali di pembinaan populasi Tegal Bunder.
Sedangkan pendampingan mengenai administrasi dilakukan oleh Yayasan SEKA
yang dilakukan pada awal pembentukan organisasi dengan memberikan
pengarahan mengenai pengetahuan organisasi dan terus berlanjut sampai
sekarang. Pendamping juga diikutsertakan diskusi bulanan untuk memberikan
saran dan kritik yang membangun penangkaran pada masa yang akan datang.
Kelompok penangkar diberi nama Manuk Jegeg (MJ) yang kemudian
menjadi lembaga resmi berjalannya kegiatan penangkaran jalak bali. Kelompok
penangkar ini juga menjadi membantu masyarakat dalam mendukung kegiatan
penangkaran terutama dalam mengkoordinasi para penangkar dan usaha
kelompok. Kelompok ini dilengkapi dengan surat izin usaha kecil yang dibuat
oleh petugas setempat dan dikukuhkan oleh kepala desa setempat.
Kegiatan yang dilakukan kelompok penangkar dilakukan dalam rangka
usaha peningkatan ekonomi masyarakat dan pelestarian burung jalak bali.
Kegiatan tersebut dirumuskan dalam 3 tujuan utama kelompok yaitu: (1)
meningkatkan taraf hidup anggota (ekonomi); (2) mengembangkan desa wisata
berbasis penangkaran jalak bali (3) melestarikan jalak bali di Bali Barat (ekologi).
10
Tujuan ini diwujudkan dalam kegiatan penangkaran, wisata, dan pembinaan
habitat jalak bali di Desa Sumberklampok. Kegiatan-kegiatan ini kemudian
mengalami pengembangan, penangkarannya yang tidak lagi sebatas
mengembangbiakkan jalak bali saja, namun juga jenis burung lain seperti kacer,
kenari, dan murai. Kemudian kegiatan wisata saat ini mulai menunjukkan
perkembangan dengan adanya kunjungan dari wisatawan. Pembinaan habitat
dilakukan melalui dibuatnya peta lokasi dimana burung jalak bali akan
dilepasliarkan. Pembinaan habitat juga mulai dilakukan masyarakat dengan
membuat persemaian bersama.
Pelaksanaan kegiatan selama ini dilakukan berdasarkan program kerja
tahunan yang telah dirumuskan pada awal kepengurusan. Namun dalam
pelaksanaannya masih belum ada pembagian penanggungjawabannya. Hampir
seluruh kegiatan diakomodir oleh pengurus harian.
Mekanisme Hubungan Antar Aktor
Gardner dan Stern (1996) dalam Sardjono (2004) menyatakan bahwa
keberhasilan suatu pengembangan sistem pengelolaan sumberdaya oleh
masyarakat dapat berlangsung lama dan lestari tergantung pada karakteristik
sumberdaya, kelompok masyarakat dalam menggunakan sumberdaya, aturan main
yang dikembangkan serta aksi pemerintah. Proses dialog ditunjukkan dari
hubungan kerjasama dalam pengelolaan penangkaran. Hubungan kerjasama ada
yang tertulis dan kerjasama yang tidak tertulis. Hubungan kerjasama yang
memiliki peraturan tertulis ada dalam MoU yang disepakati dan dilaksanakan oleh
pihak-pihak terkait. Berdasarkan penelusuran dokumen yang dilakukan terdapat
beberapa perjanjian/MoU yang mengikat stakeholder antara lain:
1. Izin penangkaran yang dibuat oleh BKSDA untuk penangkar.
2. Perjanjian kerjasama antara Penangkar-APCB-TNBB
3. Perjanjian antara Penangkar-APCB tentang peminjaman indukan burung jalak
bali
4. Perjanjian antara Kelompok penangkar-TNBB tentang pinjaman gedung
sekretariat Manuk Jegeg
5. Perjanjian kerjasama antara Kelompok Penangkar-TNBB tentang dana bantuan
modal kerja pengembangan desa konservasi dari Direktorat Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.
Kolaborasi merupakan kerjasama yang memiliki pembagian hak dan
kewajiban pada setiap pihaknya. Berdasarkan kesepakatan yang dibuat dapat
diperoleh hasil pembagian hak dan kewajiban tiap aktornya. Berbasis masyarakat
ditekankan bahwa sebagian besar kegiatan dilakukan oleh masyarakat penangkar.
Hal ini menuntut konsekuensi beban hak dan tanggung jawab yang harus
ditanggung lebih banyak dari aktor yang lainnya (Tabel 3).
Hubungan kerjasama tidak tertulis banyak dilaksanakan oleh pendamping
dan masyarakat. Pendamping merupakan orang-orang dari unsur pemerintah dan
unsur LSM yang menyediakan diri untuk membantu masyarakat dalam
menangkarkan jalak bali. Hubungan ini sudah terjalin semenjak proses prapenangkaran melalui komunikasi personal. Hal ini menumbuhkan kepercayaan
dan rasa optimisme pada masyarakat dalam mewujudkan penangkaran. Pada
proses selanjutnya, kegiatan penangkaran akan dikembangkan sesuai dengan
11
tujuannya. Vangen dan Hunxman (2003) mengemukakan bahwa dengan menjadi
bagian dalam pembangunan kepercayaan akan meningkatkan kemungkinan bahwa
mitra akan memiliki harapan positif tentang tindakan bersama di masa depan.
Tabel 3 Hak dan kewajiban aktor
Aktor
Hak
Kewajiban
BKSDA
- Pengawasan peredaran satwa - Melakukan evaluasi penangkaran
langka
- Melakukan monitoring rutin
- Memberikan izin penangkaran penangkar
- Mencabut izin penangkaran
- Memberikan sanksi
TNBB
- Melakukan pengawasan atas - Memberikan sosialisasi kepada
pinjaman
dana
kepada masyarakat
- Memberikan
pendampingan
kelompok penangkar
- Melakukan teguran kepada kepada kelompok penangkar
kelompok penangkar
- Melakukan monev setiap 6 bulan
- Membantu
kelompok sekali,
bersama
kelompok
penangkar dalam monev
penangkar
APCB
- Memberikan teguran kepada - Memberikan pinjaman indukan
penangkar
- Memastikan kesehatan burung
- Mengambil indukan
Kelompok - Menentukan ukuran kandang - Memberikan laporan kepada
penangkar - Memperpanjang
izin BKSDA
penangkaran jalak bali
- Memberikan laporan kepada
- Menentukan
pola TNBB
pemeliharaan jalak bali
- Menyelesaikan
masalah
- Mendapatkan
pinjaman berdasarkan mufakat
burung sesuai kesepakatan
- Memberikan sepasang anakan
- Memilih kepada siapa untuk jalak bali hasil penangkaran
bekerja sama
kepada APCB
- Mengembalikan indukan jalak
bali
- Membuat stoodbook jalak bali
hasil penangkaran
- Memberikan
jaminan
atas
peminjaman indukan
Proses dialog selama pelaksanaan penangkaran dapat diamati dari adanya
kesepahaman anturan yang dibuat yang mengikat baik penangkar maupun aktor
lain. Kesepahaman ini dijalankan berdasarkan kerjasama yang telah dibuat. Salah
satu kesepakatan yang dibuat adalah adanya controlling yang dilakukan oleh aktor
lain seperti APCB, BKSDA, dan TNBB dimana kelompok penangkar
menjalankan kewajibannya dengan membuat laporan perkembangan kegiatan
penangkaran. Beberapa kewajiban diwujudkan dalam bentuk tertulis seperti
laporan bulanan anakan dan stoodbook, sedangkan kewajiban lain diwujudkan
dalam pendampingan terhadap kelompok penangkar. Hubungan dan koordinasi
para aktor terkait penangkaran dapat digambarkan pada Gambar 1.
12
TNBB
BKSDA
Kelompok penangkar
Yayasan SEKA
Kepala desa
APCB
Pemerintah Bali
Hubungan dengan MoU
Hubungan tanpa MoU
Gambar 1 Peta hubungan antar stakeholder penangkaran jalak bali
Kinerja Penangkaran Jalak Bali Berbasis Masyarakat
Teknik Penangkaran
Kandang
Pada penangkaran berbasi masyarakat ini terdapat 2 jenis kandang yang
dimiliki masyarakat, yaitu kandang biak dan kandang pemeliharaan (Gambar 2).
Kandang biak memiliki tujuan untuk tempat berkembang biak. Kandang biak
memiliki fungsi sebagai tempat bertelur, mengeram, menetaskan dan mengasuh
piyik (Setio dan Takandjaji, 2006). Kandang biak diisi oleh sepasang indukan
jalak bali.
Kandang pemeliharaan merupakan kandang yang digunakan untuk
meletakkan anakan jalak bali. Kandang bagi anakan dipisahkan menurut umur.
Bagi anakan berusia 0-2 bulan diletakkna dalam kandang pemeliharaan yang
dilengkapi dengan lampu yang memiliki fungsi sebagai inkubator.bagi anakan
yang berusia lebih dari 2 bulan ditempatkan bersama 1-3 ekor dalam 1 kandang
pemeliharaan.
Kegiatan sanitasi dan pembersihan penting dilakukan karena memiliki
pengaruh penting terhadap kondisi kesehatan satwa (Setio dan Takandjandi,
2006). Pembersihan kandang dilakukan 2 kali seminggu sampai satu bulan sekali,
dilihat dari kebersihan lantai kandang. Apabila ada fasilitas yang kotor atau rusak
akan segera dibersihkan dan diganti sehingga tidak mengganggu kenyamanan
burung. Fasilitas yang rutin dicek adalah gowok. Gowok merupakan tempat
dimana burung meletakkan telurnya. Penggantian gowok biasa dilakukan oleh
penangkar tiap 3 bulan sekali.
a
b
Gambar 2 Kandang penangkaran masyarakat: (a) kandang biak; (b) kandang
pemeliharaan
13
Tabel 4 Ukuran dan lokasi kandang biak jalak bali
No
Nama
Ukuran (m) Jumlah
Lokasi
Keterangan
penangkar
(ruang)
kandang
Kandang biak
1 Penangkar 1
2 x 1,2 x 2,3
4
Luar rumah Kandang
2 Penangkar 2
1,8 x 1 x 2,3
3
Luar rumah dilengkapi
3 Penangkar 3
1,5 x 1 x 1,8
5
Luar rumah dengan tempat
4 Penangkar 4
1,5 x 1,8 x 2
2
Luar rumah makan, minum,
5 Penangkar 5
2 x 1,6 x 2
2
Luar rumah bertengger,
6 Penangkar 6
1,5 x 1,8 x 2
2
Luar rumah sarang,
dan
7 Penangkar 7
1,5 x 1 x 2
2
Luar rumah tempat mandi.
8 Penangkar 8
1,5 x 1 x 2
2
Luar rumah
9 Penangkar 9
1,5 x 1 x 2
3
Dalam rumah
10 Penangkar 10 1,5 x 1 x 2
4
Luar rumah
11 Penangkar 11 1,5 x 1 x 2
2
Luar rumah
12 Penangkar 12 1,5 x 1 x 2
2
Dalam rumah
Kandang pemeliharaan
1
Penangkar 1, 40x40x60
2-3
Luar rumah Kandang
2, 3, 5, 12
cm
dilengkapi
dengan tempat
makas, minum,
bertengger, dan
tempat mandi.
Pakan
Jalak bali merupakan satwa arboreal yang menghabiskan hampir seluruh
waktunya di pohon dan semak belukar. Pola makan burung ini berbeda setiap
musimnya namun secara keseluruhan pakan jalak bali di alam terdiri dari
invertebrata dan sayuran (Collar et al. 2001). Pada penangkaran pakan jalak bali
diatur dalam pola makan yang teratur. Pemberian pakan dilakukan berdasarkan
usia burung meliputi jenis, intensitas dan jumlah pakan (Tabel 5). Pada burung
yang berusia lebih dari 1 tahun diberikan berbagai jenis pakan. Jenis pakan yang
diberikan penangkar ada dua yaitu pakan utama dan pakan tambahan. Pakan
utama merupakan pakan yang biasa diberikan kepada burung, sedangkan pakan
tambahan merupakan tambahan pakan yang diberikan pada burung pada masamasa tertentu.
Pakan utama yang diberikan terdiri dari konsentrat, buah-buahan, dan
serangga (Gambar 3). Konsentrat yang biasa digunakan penangkar adalah pur 521
dan kroto kristal. Pemilihan jenis buah yang diberikan berdasarkan kemudahan
buah tersebut didapatkan dan kandungan mineralnya seperti kalium, magnesium,
fosfor, besi, dan kalsium (Stover, 1987). Pakan utama serangga yang diberikan
adalah jangkrik. Jangkrik dipilih karena memiliki kandungan protein yang cukup
tinggi sebesar 58-62,5% (Nakagaki et al. 1987). Pakan tambahan berupa serangga
yang diberikan pada saat burung sedang mengeram dan saat berumur 1-4 bulan.
Variasi pakan tambahan yang diberikan penangkar antara lain telur semut (kroto)
dan ulat hongkong. Kroto banyak digemari oleh burung-burung pemakan
serangga. Jenis kroto yang diberikan kepada burung adalah kroto basah yang
memiliki kandungan air teringgi (78,72%) namun kandungan gizi yang
14
terkandung gizi yang baik, terutama protein, yaitu 47,80%. Pakan ulat hongkong
mengandung zat kitin yang membuat burung lebih cepat dewasa (Davies 1978
dalam Ridwan 2000). Namun, dalam pemberian pakan ulat hongkong, penangkar
perlu berhati-hati karena pemberian yang berlebihan dapat menyebabkan mencret,
bulu rontok, dan kematian (Soemarjoto, 2003).
Tabel 5 Jenis, intensitas dan jumlah pakan jalak bali
Jenis pakan
Intensitas
Jumlah per
Kegunaan
per hari
hari per
pasang
Pakan utama
- Konsentrat
1 kali
10 gr
Sumber energi
- Buah
1 kali
1 buah
Menambah tenaga bagi
pisang/pepaya
burung
- Jangkrik
1-3 kali
15-20 ekor
Sumber
energi,
Meningkatkan birahi
Pakan tambahan
- Telur semut
1 kali
Meningkatkan
intensitas
bunyi pada burung
- Ulat
1 kali
Menambah volume burung
hongkong
Pakan anakan
- Campuran
Setiap 3-4
konsentrat,
jam
air, dan telur
semut
a
b
Gambar 3 Pakan jalak bali (a) jangkrik; (b) konsentrat
Kesehatan
Upaya pemeliharaan kesehatan dilakukan dengan tindakan pencegahan yaitu
pemberian pakan yang teratur dan bergizi serta pemberian vitamin setiap 2
minggu sekali pada air minum dan air mandi. Selain itu penggantian air minum
dan mandi yang teratur juga dilakukan dalam menjaga kesehatan burung jalak
bali. Para penangkar mengungkapkan bahwa burung ini suka mandi, setiap air
mandi burung diganti maka burung jalak bali akan segera mandi. Hal ini
dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit pada burung.
Salah satu syarat penangkaran adalah adanya tenaga medis yang mengawasi
kesehatan burung. Penyakit yang muncul pada burung jalak bali antara lain rontok
bulu dan lumpuh. Salah satu penyebab rontok bulu tersebut adalah kutu. Menurut
15
Wibowo (2010) menyatakan bahwa infestasi kutu pada burung biasanya sering
terjadi pada folikel rambut sehingga akan menyebabkan kerusakan serta
kerontokan bulu. Penanggulangan rontok bulu pada burung dilakukan dengan
pembersihan kandang dan pemberian vitamin pada air mandi. Kelumpuhan pada
burung dialami oleh penangkar, kelumpuhan ini adalah peristiwa burung tidak
dapat berjalan, seringkali burung yang mengalami kelumpuhan mengalami
kematian. Kelumpuhan beberapa kali dialami penangkar namun tidak diketahui
cara penanggulangannya. Identifikasi penyebab kelumpuhan tidak dapat
dilakukan.
Keberhasilan Reproduksi
Jumlah total burung jalak bali yang ada di penangkaran jalak bali di
masyarakat per Mei 2013 adalah sebanyak 64 ekor yang terdiri dari 30 ekor
indukan dan 34 ekor anakan (Tabel 6). Jumlah anakan pada tiap penangkar tidak
sama dikarenakan tidak semua induk sudah bereproduksi dan menghasilkan
anakan.
Gambar 4 Anakan jalak bali (Doc: penangkar)
Tabel 6 Populasi di penangkaran jalak bali berbasis masyarakat tahun 2013
Kelas umur
Jumlah (ekor)
Keterangan
0-1 tahun
10
Anakan
1-2 tahun
24
Anakan
3-4 tahun
8
Indukan
4-5 tahun
6
Indukan
5-6 tahun
1
Indukan
6-7 tahun
1
Indukan
7-8 tahun
4
Indukan
Tidak diketahui
10
Indukan
Teknik reproduksi dilakukan semi-alami sebagian besar dilakukan oleh
penangkar pada proses penentuan jenis kelamin, pemilihan indukan, penjodohan,
dan perawatan anakan. Perawatan anakan pada indukan hanya dilakukan 1
minggu pertama, pada usia lebih dari itu maka perawatan dilakukan oleh
penangkar. Permasalahan pembuangan anak oleh indukan umum ditemukan di
penangkaran sehingga semakin cepat anakan dipisahkan dari indukan maka
semakin baik. Keberhasilan reproduksi penangkaran jalak bali masyarakat
disajikan pada Tabel 7.
16
Tabel 7
Presentase daya tetas telur, tingkat perkembangbiakan, dan angka
kematian
Persentase (%)
Tahun
Daya tetas telur
Angka kematian Tingkat perkembangbiakan
2011
29,16
75
40
2012
48,802
74,07
60
2013
85,71
17,64
33,33
Rata-rata
54,55
55,57
44,44
Kategori
Sedang
Sedang
Sedang
Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa setiap tahun daya tetas telur
mengalami peningkatan. Jumlah telur yang dapat dihasilkan oleh burung setiap
berbiak adalah 2-3 telur. Angka kematian yang terjadi pada anakan burung jalak
bali mengalami penurunan. Hal ini berarti bahwa jumlah anakan yang hidup
semakin banyak. Kematian tertinggi dialami pada tahun 2012 dimana kematian
anakan terjadi pada usia 0-1 tahun pada saat asuhan induk.
Tingkat perkembangbiakan indukan mengalami penurunan. Tahun 2013, 5
pasang dari 15 pasang indukan dapat berkembang biak. Hal ini terkait dengan usia
burung yang dimiliki oleh masyarakat penangkar bervariasi antara 2-8 tahun.
Masa hidup burung jalak bali di penangkaran memiliki usia yang lebih panjang,
yakni mencapai 11 tahun. Namun, pada usia tersebut burung tidak dapat
menghasilkan telur. Usia burung lebih dari 5 tahun dapat dikatakan tidak cocok
untuk penangkaran karena dianggap tua. Masyud (2010) memprioritaskan usia
burung yang dijadikan bibit adalah yang berusia muda untuk meminimalisir stres.
Collar et al. (2001) menyebutkan bahwa usia burung yang berkisar antara 3-5
tahun memiliki kemampuan tertinggi dalam bereproduksi.
Faktor penentu keberhasilan jalak bali di penangkaran masyarakat
ditentukan oleh kandang, pakan, dan usia indukan. Kedua faktor ini dipengaruhi
penangkar baik dari letak kandang, kebersihan, pemberian pakan, dan pemberian
obat dan vitamin. Beberapa kondisi yang mengurangi keberhasilan
perkembangbiakan burung di Desa Sumberklampok antara lain:
Letak kandang yang berada dekat dengan kebisingan dan aktivitas manusia.
Burung yang sedang breeding memiliki tingkat sensitivitas yang lebih tinggi.
Sehingga diperlukan kondisi yang mendukung agar dapat bereproduksi
dengan baik untuk mengurangi stres pada burung. Beberapa penangkar
memiliki kandang dekat dengan salah satu jalan raya utama di Bali. Selain itu
beberapa penangkar meletakkan kandang di dalam rumah yang dimana
aktivitas manusia sering dilakukan, misalnya di dekat dapur.
Usia indukan burung. Usia burung yang melebihi 5 tahun ada 6 ekor. Usia
lebih dari 5 tahun merupakan usia dimana kemampuan reproduksi menurun.
Pada setiap proses keterlibatan pihak lain selain masyarakat sangat penting
untuk menghasilkan penangkar yang berkualitas. Keterlibatan pihak lain berada
masih berada pada aspek administrasi, monitoring dan evaluasi. Keterlibatan
pihak lain pada teknik penangkaran secara langsung ditekankan pada
pendampingan dan pemberian saran yang dilakukan oleh kelompok pemerintah
dan LSM.
Teknik penangkaran jalak berada dalam pengelolaan penangkaran jalak
bali berbasis masyarakat baik dalam pra-penangkaran maupun pelaksanaan
17
penangkaran. Teknik penangkaran yang dilakukan meliputi kandang, pakan,
kesehatan, dan perkembangbiakan. Teknik penangkaran banyak pada kegiatan
pemeliharaan. Pemeliharaan ini dilakukan secara swadaya oleh masyarakat.
Teknik penangkaran yang dilakukan oleh masyarakat dapa dikatakan berhasil
karena telah menghasilkan 34 anakan jalak bali. Hasil analisis mengenai
keberhasilan penangkaran dari aspek teknis penangkaran membutuhkan
pergantian indukan jalak bali. Kebutuhan indukan dikoordinasikan dengan aktor
lain yaitu APCB dan dikonsultasikan dengan TNBB.
Persepsi Masyarakat terhadap Penangkaran Jalak Bali di Desa
Sumberklampok
Karakteristik masyarakat penangkar dilihat dari etnis, usia, pekerjaan, dan
tingkat pendidikan. Masyarakat penangkar 67% berasal dari etnis Madura dan
33% dari etnis Bali. Penangkar memiliki usia berkisar 30-70 tahun, 72% berusia
30-50 tahun dan 28% berusia >50 tahun. Kegiatan penangkaran dapat dikatakan
bukan sebagai kegiatan utama penangkar karena pekerjaan utama para penangkar
adalah petani sebanyak 61%, wiraswasta sebanyak 28%, dan karyawan sebanyak
11%. Berkaitan dengan mata pencaharian, tingkat pendidikan penangkar rendah
hanya sampai SD sebanyak 44%, SMP sebanyak 28%, SMA sebanyak 22%, dan
hanya 6% yang mencapai perguruan tinggi.
Karakteristik masyarakat non-penangkar dari etnis usia, pekerjaan, dan
tingkat pendidikan. Masyarakat non-penangkar 33% berasal dari etnis Madura dan
67% berasal dari etnis Bali. Masyarakat non-penangkar memiliki usia. Pekerjan
penangkar terdiri atas 80% petani, pegawai 3%, dan lainnya (buruh, pedagang,
pelajar) 17%. Berkaitan dengan mata pencaharian, tingkat pendidikan penangkar
rendah hanya sampai SD sebanyak 93%, SMP sebanyak 3%, SMA sebanyak 3%.
No
Tabel 8 Rataan presentase persepsi masyarakat
Persepsi masyarakat
Penangkar
(n=18)
Aspek pengetahuan
1
Masyarakat pernah melihat jalak bali
100
2
Status jalak bali
100
3
Habitat jalak bali
100
4
Jalak bali dilindungi
100
Aspek pengetahuan terhadap penangkaran jalak bali di desa
1
Masyarakat tahu penangkaran jalak bali
100
2
Orang-orang yang menangkarkan jalak
100
bali
3
Lama penangkaran 2 tahun
100
4
Tujuan penangkaran
100
5
Manfaat penangkaran
100
Aspek sikap terhadap penangkaran jalak bali di desa
1
Perolehan manfaat penangkaran
44,44
2
Terganggu akibat penangkaran
0
3
Dukungan terhadap penangkaran
100
Nonpenangkat
(n=30)
100
100
76,67
100
76,67
76,67
76,67
57,89
6,67
0
0
100
18
Peran masyarakat dalam penangkaran jalak bali di Desa Sumberklampok
sangat besar. Jika dilihat dari identifikasi stakeholder, masyarakat berada pada
semua proses berjalannya penangkaran dari awal sampai akhir. Persepsi
masyarakat mengenai penangkaran jalak bali dapat dilihat dari 3 aspek yaitu
pengetahuan mengenai jalak bali, pengetahuan mengenai penangkaran, dan sikap
yang ditunjukkan masyarakat (Tabel 8).
Berdasarkan data pada tabel tidak ada perbedaan yang besar antara
penangkar dan non-penangkar. Hampir seluruhnya memiliki pengetahuan
mengenai burung jalak bali terutama dalam identifikasi jalak bali dan
perlindungannya. Pengetahuan mengenai jalak bali ini diketahui melalui
pengalaman masyarakat sendiri berjumpa dengan burung tersebut. Responden
mengakui bahwa jalak bali dulunya pernah tinggal di desa. Sedangkan
pengetahuan mengenai perlindungan jalak bali diperoleh melalui sosialisasi
taman nasional. Informasi yang sampai kepada seseorang menyebabkan individu
yang bersangkutan membentuk persepsi, dimulai dengan pemilihan atau
penyaringannya, kemudian informasi yang masuk tersebut disusun menjadi satu
kesatuan yang bermakna, dan akhirnya terjadilah interpretasi mengenai fakta
keseluruhan informasi ini. Asngari (1984) dalam Zulfarina (2003) menyatakan
bahwa pada fase interpretasi, pengalaman masa silam memegang peranan penting.
Berdasarkan hasil wawancara, pengetahuan masyarakat penangkar dan
non-penangkar memiliki perbedaan. Pengetahuan masyarakat non-penangkar
mengenai kegiatan penangkaran jalak bali di desa cukup tinggi. Hal ini
ditunjukkan dengan presentase jumlah orang yang tahu mengenai penangkaran
jalak bali ada 76,67%. Hal ini juga sebanding dengan kepahaman masyarakat akan
lamanya penangkaran tersebut berjalan yakni 76,67% mengatakan bahwa
penangkaran telah berjalan 1-2 tahun yang lalu. Pengetahuan masyarakat nonpenangkar terhadap penangkaran dipengaruhi oleh sosialisasi yang dilakukan
sebelumnya dan interaksi antar masyarakat. Sosialisasi penangkaran dilakukan
kepada orang-orang yang memiliki ketertarikan/hobi pada burung. Beberapa
orang yang menghadiri sosialisasi ini merupakan orang-orang yang dulunya
mendapat bantuan bibit perkutut dari taman nasional.
Sikap masyarakat diidentifikasi dari adanya perolehan manf
BERBASIS MASYARAKAT DI DESA
SUMBERKLAMPOK, BALI
MARIA EDNA HERAWATI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Model Kolaborasi
Penangkaran Jalak Bali Berbasis Masyarakat di Desa Sumberklampok, Bali
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Maria Edna Herawati
NIM E34090100
ABSTRAK
MARIA EDNA HERAWATI. Model Kolaborasi Penangkaran Jalak Bali Basis
Masyarakat di Desa Sumberklampok, Bali. Dibimbing oleh SAMBAS BASUNI
dan BURHANUDDIN MASYUD.
Penangkaran jalak bali berbasis masyarakat merupakan salah satu upaya
memposisikan masyarakat sebagai pelaku konservasi agar dapat mengelola
sumberdaya secara lestari. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan praktik
kolaborasi penangkaran yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Sumberklampok.
Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei-Juni 2013 di Desa Sumberklampok,
Bali. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi langsung, dan
studi kepustakaan, kemudian dianalisis dan dijabarkan secara deskriptif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kolaborasi terjadi antara masyarakat, Taman
Nasional Bali Barat, Yayasan SEKA, dan Asosiasi Pelestari Curik Bali. Organiasi
penangkar dilakukan oleh masyarakat yaitu Manuk Jegeg yang berperan sebagai
pengelola serta penghubung antar penangkar dan aktor lain. Organisasi ini
didampingi oleh Taman Nasional Bali Barat,dan Yayasan SEKA serta didukung
oleh Asosiasi Pelestari Curik Bali. Penangkaran kolaboratif yang menitikberatkan
pada peran masyarakat dalam menjalankan teknik penangkaran berhasil
mengembangbiakan anakan jalak bali.
Kata kunci: jalak bali, kolaborasi, penangkaran, Sumberklampok
ABSTRACT
MARIA EDNA HERAWATI. Collaboration model of Bali Starling Captive
Breeding Based on Community in Sumberklampok Village, Bali. Supervised by
SAMBAS BASUNI and BURHANUDDIN MASYUD.
Community-based captive breeding of bali starling had been initiated in
Sumberklampok Village to encourage local people as the main actor of jalak bali
conservation in order to manage sustainability of natural resources around them.
The study aimed to describe collaborative practices and jalak bali captive
breeding techniques that implemented by local community of Sumberklampok
village was conducted on May-June 2013. Various data collected through
interviews, direct observation and literature study were analyzed and explained
descriptively. Result of study shows that collaboration has been firmly practiced
among community, West Bali National Park, Yayasan SEKA, and Asosiasi
Pelestari Curik Bali. The Manuk Jegeg is a specific local organization that acted
as manager and liaison between the breeders and the other stakeholders. This
organization advised by West Bali National Park, Yayasan SEKA and supported
by Asosisasi Pelestari Curik Bali. Collaborative captive breeding of bali starling
who focused on the role of the people running the technique captivity successfully
created next generation of bali starling.
Keywords: bali starling, captive breeding, collaboration, Sumberklampok
MODEL KOLABORASI PENANGKARAN JALAK BALI
BERBASIS MASYARAKAT DI DESA
SUMBERKLAMPOK, BALI
MARIA EDNA HERAWATI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan Mei-Juni 2013 ini ialah kolaborasi, dengan judul
Model Kolaborasi Penangkaran Jalak Bali Berbasis Masyarakat di Desa
Sumberklampok, Bali.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Sambas Basuni MS
dan Bapak Dr Ir Burhanuddin Masyud selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan arahan, Dr Efi Yuliati Yovi S.Hut M.Life,Env.Sc dan Dr Ir Arzyana
Sunkar M.Sc atas saran yang diberikan. Terima kasih kepada Balai Taman
Nasional Bali Barat, Kelompok Penangkar Manuk Jegeg, Bapak Sugiyanto,
Bapak Nana, Bapak Misnawi, Bapak Ismu, dan Kenny yang telah membantu
selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
keluarga tercinta, keluarga besar Himakova, keluarga besar Anggrek Hitam, dan
sahabat atas segala doa dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2014
Maria Edna Herawati
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Lokasi dan Waktu
2
Alat dan Bahan
2
Prosedur Pengumpulan Data
2
Prosedur Analisis Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4
Kondisi Lokasi Penelitian
4
Kelembagaan Penangkaran
5
Aktor (stakeholder) Penangkaran Jalak Bali Berbasis Masyarakat
6
Proses Kolaborasi Penangkaran Jalak Bali
7
Organisasi Penangkaran
8
Mekanisme Hubungan Antar Aktor
10
Kinerja Penangkaran Jalak Bali Berbasis Masyarakat
12
SIMPULAN DAN SARAN
19
Simpulan
19
Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
20
LAMPIRAN
22
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
Jenis data dan metode pengumpulan data
Identifikasi aktor dan peran dalam penangkaran jalak bali
Hak dan kewajiban aktor
Ukuran dan lokasi kandang biak jalak bali
Jenis, intensitas dan jumlah pakan jalak bali
Populasi di penangkaran jalak bali berbasis masyarakat tahun 2013
Presentase daya tetas telur, tingkat perkembangbiakan, dan angka kematian
Rataan presentase persepsi masyarakat
3
6
11
13
14
15
16
17
DAFTAR GAMBAR
1 Peta hubungan antar stakeholder penangkaran jalak bali
12
2 Kandang penangkaran masyarakat: (a) kandang biak; (b) kandang pemeliharaan
12
3 Pakan jalak bali (a) jangkrik; (b) konsentrat
14
4 Anakan jalak bali (Doc: penangkar)
15
DAFTAR LAMPIRAN
1 Surat perjanjian kerjasama/MoU antara penangkar, Taman Nasional Bali Barat
dan Asosiasi Pelestari Curik Bali
22
2 Surat perjanjian kerjasama antara kelompok penangkar dan Taman Nasional
Bali Barat
23
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jalak bali (Leucopsar rothschildi) merupakan satwa khas Indonesia yang
penyebarannya secara alami hanya berada di Pulau Bali. Burung ini masuk dalam
kategori jenis yang dilindungi oleh pemerintah dan perdagangannya diatur dalam
CITES Appendix I, kelompok yang terancam kepunahan dan dilarang untuk
diperdagangkan. Populasinya dari tahun ke tahun mengalami penurunan sehingga
menuju kepunahan. Menurut Kurniasih (1997), penyebab utama menurunnya
populasi jalak bali di Taman Nasional Bali Barat (TNBB) adalah terganggu
keseimbangan lingkungan yang disebabkan antara lain oleh perburuan liar,
penurunan kualitas lingkungan hidup dan kebakaran hutan. Selain itu pencurian
jalak bali yang terjadi pada tahun 2000 telah mengakibatkan hilangnya 39 ekor
jalak bali di TNBB. Hasil inventarisasi TNBB pada tahun 2011 jumlah jalak bali
di alam tersisa 12 ekor.
Upaya konservasi dapat dilakukan secara insitu maupun eksitu. Upaya
secara eksitu telah dilakukan di Taman Nasional Bali Barat berupa pembinaan
populasi yang dilakukan untuk tujuan pre-release dalam Proyek Penyelamatan
Jalak Bali. Upaya pelestarian secara eksitu dilakukan melalui kegiatan
penangkaran jalak bali. Tujuan usaha pelestarian (konservasi) jalak bali yang
dikembangkan melalui program penangkaran adalah untuk meningkatkan populasi
jalak bali dengan tetap menjaga kemurnian genetiknya (Masy’ud 1992).
Penangkaran eksitu juga dilakukan oleh masyarakat Bali yaitu di Desa
Sumberklampok. Desa Sumberklampok adalah salah satu desa yang menjadi
perhatian pengelola karena keberadaannya berbatasan langsung dengan habitat
alami jalak bali, dan merupakan desa yang berada dalam daerah penyangga di
kawasan TNBB (Gustave et al. 2008). Desa Sumberklampok juga merupakan
salah satu habitat alami burung jalak bali. Alikodra (1987) menyebutkan daerah
penyebaran jalak bali salah satunya adalah Tegal Bunder, di Desa
Sumberklampok. Penangkaran jalak bali di Desa Sumberklampok merupakan
perwujudan kolaborasi antara TNBB dengan masyarakat.
TNBB memprakarsai proses inisiasi ke masyarakat untuk mengatasi
masalah konservasi jalak bali dan membangun hubungan baik dengan masyarakat.
Proses inisiasi ini dimulai sejak tahun 2010 melalui kegiatan penangkaran jalak
bali berbasis masyarakat. Masyarakat lokal diposisikan sebagai pelaku utama
dalam kegiatan konservasi jalak bali. Hal ini berarti memberikan kesempatan bagi
masyarakat agar dapat mengelola dan menjaga sumberdaya alam di TNBB secara
lestari. Perkembangan kolaborasi dan teknik penangkaran jalak bali di Desa
Sumberklampok ini belum diketahui sehingga perlu adanya penelitian mengenai
model kolaborasi yang terjadi dengan mengidentifikasi proses kolaborasi
penangkaran.
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan proses dan praktek kolaborasi
penangkaran jalak bali yang dilakukan di Desa Sumberklampok yang terdiri dari 2
2
komponen yaitu: kelembagaan penangkaran dan proses kolaborasi, serta kinerja
penangkaran jalak bali berbasis masyarakat.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai informasi untuk dijadikan sebagai
dasar dalam melakukan upaya peningkatan kapasitas masyarakat dalam
memperbaiki penangkaran jalak bali berbasis masyarakat baik dalam manajemen
kolaborasi maupun aspek teknik penangkarannya.
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di Desa Sumberklampok, Kabupaten Buleleng, Bali.
Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni 2013.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah kuesioner, panduan wawancara, alat tulis, alat
perekam, dan kamera. Objek penelitian adalah kegiatan penangkaran jalak bali,
masyarakat Desa Sumberklampok, LSM dan pengelola TNBB.
Prosedur Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah proses kolaborasi dan praktek penangkaran
yang terdiri dari 2 komponen: kelembagaan penangkaran dan proses kolaborasi,
serta kinerja penangkaran. Jenis data dan metode pengumpulan data secara detail
untuk setiap komponen dijelaskan pada Tabel 1.
Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa teknik yaitu:
1. Wawancara mendalam, wawancara dilakukan kepada informan penangkaran
jalak bali. Pemilihan informan dilakukan dengan memilih informan awal
yaitu para penangkar jalak bali. Jumlah penangkar yang diwawancarai ada 12
orang yang merupakan orang-orang pertama yang memiliki izin
menangkarkan jalak bali. Kemudian dilakukan wawancara lanjutan kepada
orang-orang yang memiliki peran dalam penangkaran jalak bali ini yaitu
pengelola TNBB dan Yayasan SEKA, dan BKSDA Bali. Pemilihan informan
lanjutan ini berdasarkan informasi dari masyarakat penangkar untuk
memperluas deskripsi informasi.
2. Observasi langsung dilakukan mengacu pada Mitchel et al. (2000), untuk
mengecek atau mendapatkan gambaran langsung kondisi penangkaran jalak
bali di masing-masing penangkar. Objek observasi adalah kegiatan
penangkaran yang dilakukan oleh penangkar meliputi aspek kandang, pakan,
kesehatan, keberhasilan perkembangbiakan.
3. Penelusuran pustaka berupa data profil desa dan laporan/ penelitian lain yang
pernah dilakukan di lokasi penelitian. Selain itu dilakukan penelusuran
3
dokumen antara lain perjanjian antara kelompok penangkar dan pihak lain,
untuk mengetahui isi perjanjian dan pelaksanaannya.
4. Penyebaran kuesioner dilakukan kepada masyarakat penangkar dan nonpenangkar untuk mengetahui persepsi masyarakat mengenai penangkaran
jalak bali yang ada di Desa Sumberklampok. Responden berjumlah 30 orang,
hal ini mengacu pada Sugiyono (2007) menyatakan bahwa jumlah sampel
dalam penelitian sosial minimal 30 orang.
No
1
2
Tabel 1 Jenis data dan metode pengumpulan data
Komponen
Peubah
Sumber
Metode
data
pengumpulan
data
Kelembagaan - Peraturan perundang- Masyarakat
Wawancara
penangkaran
undangan
penangkar,
mendalam,
dan proses - Stakeholder
penelusuran
yang petugas
kolaborasi
TNBB,
pustaka
terkait dan perannya
- Keorganisasian
Yayasan
- Kesepakatan
SEKA
stakeholder
dalam
penangkaran
- Koordinasi antar pihak
yang terkait
- Proses
dialog
stakeholder
Kinerja
- Jumlah unit penangkar Masyarakat
Wawancara
penangkaran - Pakan
penangkar
mendalam,
jalak
bali - Kandang
observasi
berbasis
- Perawatan kesehatan
langsung
masyarakat
- Keberhasilan
perkembangbiakan
- Pengetahuan
Masyarakat
Wawancara,
masyarakat terhadap penangkar
kuesioner
jalak bali
dan
non- Pengetahuan
penangkar
masyarakat terhadap
penangkaran jalak bali
- Sikap
masyarakat
terhadap penangkaran
jalak bali
- Motivasi masyarakat
menangkarkan
jalak
bali
(masyarakat
penangkar)
4
Prosedur Analisis Data
Data yang diperoleh dari berbagai informan dan hasil observasi dilakukan
melalui tiga tahapan pengolahan yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan (Miles dan Huberman, 1992). Data dianalisis secara deskriptif
mengenai aktor dan perannya, organisasi, mekanisme hubungan para aktor.
Keberhasilan penangkaran dianalisis dengan mengolah data secara kuantitatif
dengan menggunakan rumus (North & Bell 1990):
a. Presentase daya tetas telur
b.
Keterangan
a = Σ telur yang berhasil menetas
b = Σ keseluruhan telur yang dihasilkan betina produktif
Presentase angka kematian tiap kelas umur
c.
Keterangan
M = Σ anak yang mati tiap kelas umur
Mt = Σ total anak keseluruhan tiap kelas umur
Tingkat perkembangbiakan
Keterangan
I = Σ induk yang bertelur
It = Σ total induk
Ketiga data tersebut menggunakan kriteria nilai sebagai berikut:
0% - 30% : Rendah
31% - 60% : Sedang
61% - 100% : Tinggi
Hasil analisis mengenai keberhasilan dan perspektif masyarakat kemudian
dikaitkan sebagai unsur-unsur yang ada dalam kolaborasi berbasis masyarakat dan
menjadi bahan pertimbangan dalam pengembangan penangkaran jalak bali
berbasis masyarakat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Lokasi Penelitian
Desa Sumberklampok merupakan desa yang berada di Kecamatan
Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Desa ini memiliki batas sebelah
utara Laut Bali, sebelah selatan hutan negara, sebelah timur Kecamatan Seririt,
dan sebelah barat Kabupaten Jembrana. Desa terdiri dari tiga banjar dinas yaitu
Banjar Dinas Sumberklampok, Banjar Dinas Tegal Bunder, dan Banjar Dinas
Sumber Batok. Desa Sumberklampok memiliki luas wilayah 593,4 hektar ini
terdiri pemukiman dan ladang yang masih menjadi perdebatan karena desa ini
masih termasuk dalam tanah milik pemerintah. Desa berada di ketinggian 4,5-7,5
5
meter di atas permukaan laut termasuk dalam iklim tropis dengan curah hujan
78,5 mm yang memiliki 4 bulan hujan dengan suhu rata-rata harian 32oC.
Desa Sumberklampok memiliki lokasi berada sepanjang jalan raya utama
Pulau Bali. Hal ini membuat aksesibilitas menuju desa ini relatif mudah.
Perjalanan menuju desa dapat dilakukan dengan menggunakan kendaraan pribadi
maupun angkutan umum yang ditempuh selama 15 menit. Rumah penduduk
berada di bagian utara dan selatan jalan raya. Selain rumah warga, bagian selatan
jalan raya juga merupakan lahan garapan warga yang status kepemilikan lahan
adalah milik Departemen Kehutanan. Jumlah penduduk desa 3.184 orang yang
terdiri dari 1.590 laki-laki dan 1.594 perempuan, yang tersebar dalam 896 kepala
keluarga. Hampir seluruh penduduk bermata pencaharian sebagai petani yaitu
92%.
Kelembagaan Penangkaran
Salah satu faktor kunci keberhasilan dari suatu kegiatan adalah
kelembagaan. Peranan utama kelembagaan adalah untuk mengurangi
ketidakteraturan dengan menentukan suatu struktur yang stabil bagi interaksi
manusia. Secara spesifik suatu kelembagaan harus dapat menjadi wahana akses
secara adil terhadap input faktor, mampu memberikan aturan main dan acuan
secara adil bagi setiap stakeholder dalam kelembagaan guna mencapai efisiensi
dan efektivitas dalam alokasi sumber daya kepada semua unsur yang terlibat, dan
mampu mendistribusikan hasil proses pemanfaatan sumber daya untuk mencapai
tujuan yang dikehendaki. Secara umum kelembagaan adalah aturan main (rule of
the game) baik formal maupun informal, yang mengikat aktor sosial dalam
jejaring pada kerangka kerja normatif bersama yang dikodifikasi melalui hukum,
kode etik informal, norma maupun kesepakatan (Putro et al. 2012). Mengacu pada
berbagai sumber, Lesorogol (2008) menjelaskan bahwa kelembagaan sangat
penting karena memudahkan dan memungkinkan terjadinya relasi antar anggota
kelompok sosial dengan memberikan informasi yang terpercaya mengenai
bagaimana seseorang akan bertindak dalam situasi tertentu.
Kelembagaan sebagai aturan main di antaranya berupa kebijakan-kebijakan
yang mengatur tentang penangkaran satwa liar. Kebijakan tersebut diwujudkan
dalam peraturan pemerintah yaitu:
1. PP No.7 Tahun 1998 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
2. PP No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwaliar
3. Keputusan Menteri Kehutanan No. 447/Kpts-II/2003 tentang Tata Usaha
Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwaliar
4. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.19/Menhut-II/2005 tentang
Penangkaran Tumbuhan dan Satwaliar
5. Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 421/Kpts/Um/8/70 tanggal 26
Agustus 1970 tentang perlindungan jalak bali di Indonesia.
Sebagian besar peraturan yang ada di atas mengatur mengenai satwa liar,
penangkaran menjadi salah satu bentuk pamanfaatan yang dapat dilakukan
terhadap satwa liar tersebut. Penangkaran dibahas lebih lanjut mengenai perolehan
indukan, mekanisme perolehan izin sampai perdagangannya. Peraturan yang
dibuat pemerintah menjadi dasar hubungan yang dilakukan masyarakat penangkar
6
dengan pihak-pihak lain, terutama dengan Balai Konservasi Sumberdaya Alam,
karena lembaga ini memiliki tupoksi dalam pelestarian dumberdaya alam.
Aktor (stakeholder) Penangkaran Jalak Bali Berbasis Masyarakat
Eden and Ackermann dalam Bryson (2004) menyebutkan bahwa
stakeholders merupakan orang atau kelompok yang mempunyai power (kekuatan)
untuk mempengaruhi secara langsung masa depan suatu organisasi. Stakeholder
yang diidentifikasi pada penangkaran jalak bali berbasis masyarakat tergolong
dalam kelompok key-player, yaitu kelompok yang memiliki keterlibatan langsung
terhadap kegiatan penangkaran (Tabel 2).
Tabel 2 Identifikasi aktor dan peran dalam penangkaran jalak bali
Tahapan
Aktor
Peran
kegiatan
Pra penangkaran
BKSDA Bali
- Sosialisasi penangkaran jalak bali
- Perizinan penangkaran jalak bali
TNBB
- Sosialisasi penangkaran jalak bali
- Action plan pelestarian jalak bali
- Perizinan penangkran jalak bali
- Pendampingan kepada masyarakat
- Memfasilitasi
masyarakat
belajar
penangkaran
Pemerintah
- Mendukung pelestarian burung jalak
provinsi
bali
APCB
- Peminjaman indukan jalak bali
- Memfasilitasi
masyarakat
belajar
penangkaran
Yayasan SEKA
- Pemberdayaan masyarakat desa
- Pendampingan kelompok
- Memfasilitasi
masyarakat
dalam
kegiatan pengorganisasian
Kepala desa
- Perizinan penangkaran di wilayah desa
Kelompok
- Mengakomodir masyarakat yang ingin
penangkar
menangkarkan burung jalak bali
Pelaksanaan
BKSDA
- Monitoring dan evaluasi penangkaran
penangkaran
TNBB
- Monitoring dan evaluasi penangkaran
- Pendamping teknik penangkaran
- Sumber pendanaan penangkaran
APCB
- Monitoring penangkaran
Yayasan SEKA
- Pendamping
pengorganisasian
penangkaran
- Pendamping inovasi dan pengembangan
kegiatan
Kelompok
- Mengakomodir kegiatan penangkaran
penangkar
jalak bali
- Inovasi dan pengembangan kegiatan
Keterangan: BKSDA (Balai Konservasi Sumberdaya Alam), TNBB (Taman Nasional Bali Barat),
APCB (Asosiasi Pelestari Curik Bali)
7
Hasil identifikasi aktor diperoleh 7 pihak yang terlibat pada tahap prapenangkaran dan 5 pihak yang terlibat pada tahap pelaksanaan penangkaran.
Aktor yang berperan dalam jalak bali berbasis masyarakat adalah Taman Nasional
Bali Barat (TNBB), Yayasan SEKA, Asosiasi Pelestari Curik Bali (APCB), Balai
Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Bali, kepala desa Sumberklampok,
pemerintah provinsi Bali (gubernur), dan kelompok penangkar.
Kelompok pemerintah berada di wilayah Bali memiliki kepentingan dalam
melestarikan salah satu icon Bali tersebut. Pada BKSDA Bali pelestarian satwa ini
terkait dengan salah satu tanggung jawab BKSDA dalam mengawasi dan
memantau peredaran satwa langka tersebut. Sedangkan kepentingan TNBB yang
tinggi terhadap pelestarian jalak bali terkait dengan habitatnya yang hanya berada
di wilayah TNBB.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang turut berperan dalam
pengelolaan penangkaran adalah Yayasan SEKA dan APCB. Kedua LSM ini
bergerak di bidang yang berbeda. Yayasan SEKA melaksanakan kegiatannya di
bidang masyarakat melalui program kerja yang telah dilaksanakan salah satunya
di Desa Sumberklampok dalam pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan
pendidikan, pelatihan, dan pengorganisasian masyarakat. Sedangkan APCB
memiliki program pada pelestarian jalak bali yang juga bekerja sama dengan
taman nasional.
Proses Kolaborasi Penangkaran Jalak Bali
Proses penangkaran jalak bali berbasis masyarakat terdiri atas dua, yaitu
pra-penangkaran dan pelaksanaan penangkaran. Pra-penangkaran merupakan
proses dimana masyarakat didorong dan dipersiapkan untuk menjadi stakeholder
utama dalam pengelolaan penangkaran jalak bali berbasis masyarakat.
Pra penangkaran dimulai dari adanya komunikasi antara TNBB dan
masyarakat mengenai jalak bali. Komunikasi yang diwujudkan dalam kunjungan
personal ke masyarakat yang dibangun oleh TNBB untuk mengajak dan
memotivasi masyarakat untuk melestarikan jalak bali. Masyarakat yang
mendukung konservasi jalak bali kemudian membentuk kelompok penangkar.
Pada tahap komunikasi, masyarakat bersama dengan TNBB mengidentifikasi
pihak-pihak yang perlu diajak berpartisipasi dalam penangkaran.
Selanjutnya dilakukan follow up atas
kunjungan tersebut dengan
diadakannya pelatihan penangkaran yang diadakan bekerja sama dengan APCB
pada tanggal 25-27 November 2010 di Desa Sumberklampok dan kunjungan ke
penangkar milik Mario Blanco dan Agus Kasmono di Gianyar, bertujun untuk
memberikan pengetahuan mengenai cara dan teknik menangkarkan jalak bali.
Kemudian masyarakat diberi kesempatan langsung untuk mempraktekan
pengetahuan tersebut melalui kegiatan magang yang dilaksanakan di Pembinaan
Populasi Jalak Bali di taman nasional. Selama kurang lebih 3 hari (9-14 Februari
2011) setiap penangkar melakukan aktivitas penangkaran di taman nasional.
Penambahan pengetahuan mengenai penangkaran dilakukan dengan melakukan
studi banding penangkaran di Klaten dan Nganjuk. Selama 3 hari (21-24 April
2011) masyarakat diajak untuk melihat langsung pengelolaan penangkaran mulai
dari awal sampai pengelolaan hasilnya.
8
Setelah adanya kegiatan sosialisasi dan pelatihan, masyarakat mulai
mengambil inisiatif sendiri dalam mewujudkan penangkaran. Masyarakat mulai
mengurus surat izin penangkaran dan surat izin usaha kelompok penangkar. Hal
ini seperti diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.19/MenhutII/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwaliar bahwa setiap penagkar
harus memiliki izin dari petugas setempat karena burung yang akan ditangkarkan
merupakan jenis burung dilindungi. Administrasi yang dibutuhkan oleh kelompok
penangkar antara lain adalah (1) Izin Penangkaran, (2) Izin Usaha, (3) Izin Edar,
(4) Sertifiksi Burung. Terkait dengan partisipasi dalam kolaborasi tahap
masyarakat ini termasuk dalam partisipasi tingkat 6 ketika masyarakat mobilisasi
dengan kemauan sendiri (self-mobilization) (Nanang dan Devung, 2004).
Proses pelaksanaan penangkaran merupakan proses dimana masyarakat
didorong untuk mensukseskan penangkaran tersebut. Pada pelaksanaan
penangkaran masyarakat penangkar menjadi pelaku utama yang menjalankan
penangkaran. Kegiatan pelaksanaan penangkaran yang dilakukan masyarakat
meliputi kegiatan pemeliharaan dan pengembangbiakan. Pada proses ini
masyarakat Kesuksesan pelaksanaan penangkar tergantung dari penguasaan
masyarakat terhadap teknik penangkaran.
Dukungan yang berasal dari aktor lain dalam penangkaran berbasis
masyarakat ditunjukkan dalam kegiatan monitoring dan evaluasi. Selain dilakukan
oleh kelompok penangkar sendiri, monitoring dan evaluasi juga dilakukan oleh
TNBB dan BKSDA. Monitoring dilakukan berdasarkan hasil laporan yang dibuat
oleh masyarakat penangkar, stoodbook, dan observasi langsung yang dilakukan
TNBB dan BKSDA. Pada pelaksanaan monitoring dan evaluasi, TNBB memiliki
orang-orang yang ditunjuk secara khusus untuk mengawasi sekaligus
mendampingi penangkaran yang cukup sering mengunjungi penangkar.
Sedangkan pada BKSDA, monitoring dalam bentuk kunjungan ke penangkar
dilakukan sekali dalam setahun. Pengawasan yang dilakukan BKSDA hanya
sebatas pada pengawasan administrasi sehingga kurang melekat pada penangkar.
Organisasi Penangkaran
Organisasi adalah sistem peran, aliran aktivitas dan proses (pola hubungan
kerja) dan melibatkan beberapa orang sebagai pelaksana tugas yang didisain untuk
menjalankan tujuan bersama (Torang, 2012). Organisasi menjadi bagian dari
kelembagaan dijalankan oleh kelompok penangkar yang beranggotakan penangkar
dari Desa Sumberklampok. Adanya kelompok membantu masyarakat dalam
mengelola administrasi dan sebagai tempat berbagi pengalaman memelihara
burung jalak bali.
Organisasi adalah suatu sistem struktur hubungan interpersonal. Agar
organisasi dapat berjalan, maka diperlukan struktur organisasi. Struktur akan
mengatur pola interaksi dan koordinasi pola interaksi individu atau sekelompok
individu dalam organisasi. Kelompok ini dijalankan oleh kepengurusan yang
terdiri atas pengurus harian (ketua, sekretaris, bendahara) dan anggota. Struktur
kepengurusan kelompok disesuaikan dengan kegiatan yang dilakukan oleh
masyarakat. Sampai saat ini kegiatan yang dijalankan oleh masyarakat masih
seputar perkembangbiakan, dimana memerlukan koordinator dalam perekapan
data hasil perkembangbiakan yang dapat dibantu oleh adanya sekretaris. Menurut
9
Mundayat et. al (2005) struktur kepengurusan lembaga masyarakat desa tergolong
sederhana berdasarkan kebutuhan yang ada.
Kebutuhan akan pengurus dipilih dan dilakukan secara musyawarah dilihat
dari latar belakang (suku), kemampuan, tanggung jawab dan kemauan kerja.
Pengurus yang dipilih mewakili keberadaan suku yang ada di Desa
Sumberklampok yaitu Bali dan Madura. Pada awal pembentukannya, pengurus
yang terpilih merupakan orang-orang yang telah memiliki pengalaman dalam
keorganisasian, dengan latar belakang perangkat desa dan perangkat adat. Adanya
pengalaman ini diharapkan menjadi faktor pendukung keberhasilan tujuan
penangkaran jalak bali berbasis masyarakat ini.
Keberhasilan dalam mencapai tujuan tidak lepas dari peran serta anggota
kelompok penangkar. Keikutsertaan anggota dilakukan dalam diskusi yang
dilakukan setiap satu bulan. Bahan diskusi setiap bulannya meliputi hasil
keberhasilan perkembangbiakan, kendala dan masalah dalam penangkaran, serta
kegiatan jangka panjang penangkaran. Meskipun latar belakang yang sama yaitu
pecinta burung, namun anggota sebagai orang utama yang menjalankan
penangkaran memiliki ketrampilan yang berbeda dalam menangkarkan sehingga
ketrampilan tersebut perlu dibagikan kepada anggota yang belum berhasil.
Keanggotaan kelompok tidak otomatis berlaku pada semua masyarakat desa
melainkan harus melalui mekanisme pendaftaran terlebih dahulu. Bagi masyarakat
yang ingin menjadi anggota diharuskan mendaftarkan diri dan bersedia menaati
aturan yang telah disepakati kelompok. Masyarakat yang menjadi anggota
sebagian besar memiliki kesamaan hobi terhadap burung. Pada selanjutnya
keanggotaan meluas karena adanya hubungan kekerabatan anggotanya.
Selain pengaturan organisasi struktural, diketahui juga adanya
pendampingan kepada kelompok penangkar. Pendampingan ini dilakukan oleh
TNBB dan Yayasan SEKA. Pendampingan yang dilakukan oleh TNBB dilakukan
sejak pra penangkaran sampai sekarang seputar teknik penangkaran dan berbagi
pengalaman mengenai hambatan dalam menangkarkan jalak bali. TNBB menjadi
pendamping masyarakat dalam teknik penangkaran karena keberhasilannya dalam
mengembangbiakan burung jalak bali di pembinaan populasi Tegal Bunder.
Sedangkan pendampingan mengenai administrasi dilakukan oleh Yayasan SEKA
yang dilakukan pada awal pembentukan organisasi dengan memberikan
pengarahan mengenai pengetahuan organisasi dan terus berlanjut sampai
sekarang. Pendamping juga diikutsertakan diskusi bulanan untuk memberikan
saran dan kritik yang membangun penangkaran pada masa yang akan datang.
Kelompok penangkar diberi nama Manuk Jegeg (MJ) yang kemudian
menjadi lembaga resmi berjalannya kegiatan penangkaran jalak bali. Kelompok
penangkar ini juga menjadi membantu masyarakat dalam mendukung kegiatan
penangkaran terutama dalam mengkoordinasi para penangkar dan usaha
kelompok. Kelompok ini dilengkapi dengan surat izin usaha kecil yang dibuat
oleh petugas setempat dan dikukuhkan oleh kepala desa setempat.
Kegiatan yang dilakukan kelompok penangkar dilakukan dalam rangka
usaha peningkatan ekonomi masyarakat dan pelestarian burung jalak bali.
Kegiatan tersebut dirumuskan dalam 3 tujuan utama kelompok yaitu: (1)
meningkatkan taraf hidup anggota (ekonomi); (2) mengembangkan desa wisata
berbasis penangkaran jalak bali (3) melestarikan jalak bali di Bali Barat (ekologi).
10
Tujuan ini diwujudkan dalam kegiatan penangkaran, wisata, dan pembinaan
habitat jalak bali di Desa Sumberklampok. Kegiatan-kegiatan ini kemudian
mengalami pengembangan, penangkarannya yang tidak lagi sebatas
mengembangbiakkan jalak bali saja, namun juga jenis burung lain seperti kacer,
kenari, dan murai. Kemudian kegiatan wisata saat ini mulai menunjukkan
perkembangan dengan adanya kunjungan dari wisatawan. Pembinaan habitat
dilakukan melalui dibuatnya peta lokasi dimana burung jalak bali akan
dilepasliarkan. Pembinaan habitat juga mulai dilakukan masyarakat dengan
membuat persemaian bersama.
Pelaksanaan kegiatan selama ini dilakukan berdasarkan program kerja
tahunan yang telah dirumuskan pada awal kepengurusan. Namun dalam
pelaksanaannya masih belum ada pembagian penanggungjawabannya. Hampir
seluruh kegiatan diakomodir oleh pengurus harian.
Mekanisme Hubungan Antar Aktor
Gardner dan Stern (1996) dalam Sardjono (2004) menyatakan bahwa
keberhasilan suatu pengembangan sistem pengelolaan sumberdaya oleh
masyarakat dapat berlangsung lama dan lestari tergantung pada karakteristik
sumberdaya, kelompok masyarakat dalam menggunakan sumberdaya, aturan main
yang dikembangkan serta aksi pemerintah. Proses dialog ditunjukkan dari
hubungan kerjasama dalam pengelolaan penangkaran. Hubungan kerjasama ada
yang tertulis dan kerjasama yang tidak tertulis. Hubungan kerjasama yang
memiliki peraturan tertulis ada dalam MoU yang disepakati dan dilaksanakan oleh
pihak-pihak terkait. Berdasarkan penelusuran dokumen yang dilakukan terdapat
beberapa perjanjian/MoU yang mengikat stakeholder antara lain:
1. Izin penangkaran yang dibuat oleh BKSDA untuk penangkar.
2. Perjanjian kerjasama antara Penangkar-APCB-TNBB
3. Perjanjian antara Penangkar-APCB tentang peminjaman indukan burung jalak
bali
4. Perjanjian antara Kelompok penangkar-TNBB tentang pinjaman gedung
sekretariat Manuk Jegeg
5. Perjanjian kerjasama antara Kelompok Penangkar-TNBB tentang dana bantuan
modal kerja pengembangan desa konservasi dari Direktorat Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.
Kolaborasi merupakan kerjasama yang memiliki pembagian hak dan
kewajiban pada setiap pihaknya. Berdasarkan kesepakatan yang dibuat dapat
diperoleh hasil pembagian hak dan kewajiban tiap aktornya. Berbasis masyarakat
ditekankan bahwa sebagian besar kegiatan dilakukan oleh masyarakat penangkar.
Hal ini menuntut konsekuensi beban hak dan tanggung jawab yang harus
ditanggung lebih banyak dari aktor yang lainnya (Tabel 3).
Hubungan kerjasama tidak tertulis banyak dilaksanakan oleh pendamping
dan masyarakat. Pendamping merupakan orang-orang dari unsur pemerintah dan
unsur LSM yang menyediakan diri untuk membantu masyarakat dalam
menangkarkan jalak bali. Hubungan ini sudah terjalin semenjak proses prapenangkaran melalui komunikasi personal. Hal ini menumbuhkan kepercayaan
dan rasa optimisme pada masyarakat dalam mewujudkan penangkaran. Pada
proses selanjutnya, kegiatan penangkaran akan dikembangkan sesuai dengan
11
tujuannya. Vangen dan Hunxman (2003) mengemukakan bahwa dengan menjadi
bagian dalam pembangunan kepercayaan akan meningkatkan kemungkinan bahwa
mitra akan memiliki harapan positif tentang tindakan bersama di masa depan.
Tabel 3 Hak dan kewajiban aktor
Aktor
Hak
Kewajiban
BKSDA
- Pengawasan peredaran satwa - Melakukan evaluasi penangkaran
langka
- Melakukan monitoring rutin
- Memberikan izin penangkaran penangkar
- Mencabut izin penangkaran
- Memberikan sanksi
TNBB
- Melakukan pengawasan atas - Memberikan sosialisasi kepada
pinjaman
dana
kepada masyarakat
- Memberikan
pendampingan
kelompok penangkar
- Melakukan teguran kepada kepada kelompok penangkar
kelompok penangkar
- Melakukan monev setiap 6 bulan
- Membantu
kelompok sekali,
bersama
kelompok
penangkar dalam monev
penangkar
APCB
- Memberikan teguran kepada - Memberikan pinjaman indukan
penangkar
- Memastikan kesehatan burung
- Mengambil indukan
Kelompok - Menentukan ukuran kandang - Memberikan laporan kepada
penangkar - Memperpanjang
izin BKSDA
penangkaran jalak bali
- Memberikan laporan kepada
- Menentukan
pola TNBB
pemeliharaan jalak bali
- Menyelesaikan
masalah
- Mendapatkan
pinjaman berdasarkan mufakat
burung sesuai kesepakatan
- Memberikan sepasang anakan
- Memilih kepada siapa untuk jalak bali hasil penangkaran
bekerja sama
kepada APCB
- Mengembalikan indukan jalak
bali
- Membuat stoodbook jalak bali
hasil penangkaran
- Memberikan
jaminan
atas
peminjaman indukan
Proses dialog selama pelaksanaan penangkaran dapat diamati dari adanya
kesepahaman anturan yang dibuat yang mengikat baik penangkar maupun aktor
lain. Kesepahaman ini dijalankan berdasarkan kerjasama yang telah dibuat. Salah
satu kesepakatan yang dibuat adalah adanya controlling yang dilakukan oleh aktor
lain seperti APCB, BKSDA, dan TNBB dimana kelompok penangkar
menjalankan kewajibannya dengan membuat laporan perkembangan kegiatan
penangkaran. Beberapa kewajiban diwujudkan dalam bentuk tertulis seperti
laporan bulanan anakan dan stoodbook, sedangkan kewajiban lain diwujudkan
dalam pendampingan terhadap kelompok penangkar. Hubungan dan koordinasi
para aktor terkait penangkaran dapat digambarkan pada Gambar 1.
12
TNBB
BKSDA
Kelompok penangkar
Yayasan SEKA
Kepala desa
APCB
Pemerintah Bali
Hubungan dengan MoU
Hubungan tanpa MoU
Gambar 1 Peta hubungan antar stakeholder penangkaran jalak bali
Kinerja Penangkaran Jalak Bali Berbasis Masyarakat
Teknik Penangkaran
Kandang
Pada penangkaran berbasi masyarakat ini terdapat 2 jenis kandang yang
dimiliki masyarakat, yaitu kandang biak dan kandang pemeliharaan (Gambar 2).
Kandang biak memiliki tujuan untuk tempat berkembang biak. Kandang biak
memiliki fungsi sebagai tempat bertelur, mengeram, menetaskan dan mengasuh
piyik (Setio dan Takandjaji, 2006). Kandang biak diisi oleh sepasang indukan
jalak bali.
Kandang pemeliharaan merupakan kandang yang digunakan untuk
meletakkan anakan jalak bali. Kandang bagi anakan dipisahkan menurut umur.
Bagi anakan berusia 0-2 bulan diletakkna dalam kandang pemeliharaan yang
dilengkapi dengan lampu yang memiliki fungsi sebagai inkubator.bagi anakan
yang berusia lebih dari 2 bulan ditempatkan bersama 1-3 ekor dalam 1 kandang
pemeliharaan.
Kegiatan sanitasi dan pembersihan penting dilakukan karena memiliki
pengaruh penting terhadap kondisi kesehatan satwa (Setio dan Takandjandi,
2006). Pembersihan kandang dilakukan 2 kali seminggu sampai satu bulan sekali,
dilihat dari kebersihan lantai kandang. Apabila ada fasilitas yang kotor atau rusak
akan segera dibersihkan dan diganti sehingga tidak mengganggu kenyamanan
burung. Fasilitas yang rutin dicek adalah gowok. Gowok merupakan tempat
dimana burung meletakkan telurnya. Penggantian gowok biasa dilakukan oleh
penangkar tiap 3 bulan sekali.
a
b
Gambar 2 Kandang penangkaran masyarakat: (a) kandang biak; (b) kandang
pemeliharaan
13
Tabel 4 Ukuran dan lokasi kandang biak jalak bali
No
Nama
Ukuran (m) Jumlah
Lokasi
Keterangan
penangkar
(ruang)
kandang
Kandang biak
1 Penangkar 1
2 x 1,2 x 2,3
4
Luar rumah Kandang
2 Penangkar 2
1,8 x 1 x 2,3
3
Luar rumah dilengkapi
3 Penangkar 3
1,5 x 1 x 1,8
5
Luar rumah dengan tempat
4 Penangkar 4
1,5 x 1,8 x 2
2
Luar rumah makan, minum,
5 Penangkar 5
2 x 1,6 x 2
2
Luar rumah bertengger,
6 Penangkar 6
1,5 x 1,8 x 2
2
Luar rumah sarang,
dan
7 Penangkar 7
1,5 x 1 x 2
2
Luar rumah tempat mandi.
8 Penangkar 8
1,5 x 1 x 2
2
Luar rumah
9 Penangkar 9
1,5 x 1 x 2
3
Dalam rumah
10 Penangkar 10 1,5 x 1 x 2
4
Luar rumah
11 Penangkar 11 1,5 x 1 x 2
2
Luar rumah
12 Penangkar 12 1,5 x 1 x 2
2
Dalam rumah
Kandang pemeliharaan
1
Penangkar 1, 40x40x60
2-3
Luar rumah Kandang
2, 3, 5, 12
cm
dilengkapi
dengan tempat
makas, minum,
bertengger, dan
tempat mandi.
Pakan
Jalak bali merupakan satwa arboreal yang menghabiskan hampir seluruh
waktunya di pohon dan semak belukar. Pola makan burung ini berbeda setiap
musimnya namun secara keseluruhan pakan jalak bali di alam terdiri dari
invertebrata dan sayuran (Collar et al. 2001). Pada penangkaran pakan jalak bali
diatur dalam pola makan yang teratur. Pemberian pakan dilakukan berdasarkan
usia burung meliputi jenis, intensitas dan jumlah pakan (Tabel 5). Pada burung
yang berusia lebih dari 1 tahun diberikan berbagai jenis pakan. Jenis pakan yang
diberikan penangkar ada dua yaitu pakan utama dan pakan tambahan. Pakan
utama merupakan pakan yang biasa diberikan kepada burung, sedangkan pakan
tambahan merupakan tambahan pakan yang diberikan pada burung pada masamasa tertentu.
Pakan utama yang diberikan terdiri dari konsentrat, buah-buahan, dan
serangga (Gambar 3). Konsentrat yang biasa digunakan penangkar adalah pur 521
dan kroto kristal. Pemilihan jenis buah yang diberikan berdasarkan kemudahan
buah tersebut didapatkan dan kandungan mineralnya seperti kalium, magnesium,
fosfor, besi, dan kalsium (Stover, 1987). Pakan utama serangga yang diberikan
adalah jangkrik. Jangkrik dipilih karena memiliki kandungan protein yang cukup
tinggi sebesar 58-62,5% (Nakagaki et al. 1987). Pakan tambahan berupa serangga
yang diberikan pada saat burung sedang mengeram dan saat berumur 1-4 bulan.
Variasi pakan tambahan yang diberikan penangkar antara lain telur semut (kroto)
dan ulat hongkong. Kroto banyak digemari oleh burung-burung pemakan
serangga. Jenis kroto yang diberikan kepada burung adalah kroto basah yang
memiliki kandungan air teringgi (78,72%) namun kandungan gizi yang
14
terkandung gizi yang baik, terutama protein, yaitu 47,80%. Pakan ulat hongkong
mengandung zat kitin yang membuat burung lebih cepat dewasa (Davies 1978
dalam Ridwan 2000). Namun, dalam pemberian pakan ulat hongkong, penangkar
perlu berhati-hati karena pemberian yang berlebihan dapat menyebabkan mencret,
bulu rontok, dan kematian (Soemarjoto, 2003).
Tabel 5 Jenis, intensitas dan jumlah pakan jalak bali
Jenis pakan
Intensitas
Jumlah per
Kegunaan
per hari
hari per
pasang
Pakan utama
- Konsentrat
1 kali
10 gr
Sumber energi
- Buah
1 kali
1 buah
Menambah tenaga bagi
pisang/pepaya
burung
- Jangkrik
1-3 kali
15-20 ekor
Sumber
energi,
Meningkatkan birahi
Pakan tambahan
- Telur semut
1 kali
Meningkatkan
intensitas
bunyi pada burung
- Ulat
1 kali
Menambah volume burung
hongkong
Pakan anakan
- Campuran
Setiap 3-4
konsentrat,
jam
air, dan telur
semut
a
b
Gambar 3 Pakan jalak bali (a) jangkrik; (b) konsentrat
Kesehatan
Upaya pemeliharaan kesehatan dilakukan dengan tindakan pencegahan yaitu
pemberian pakan yang teratur dan bergizi serta pemberian vitamin setiap 2
minggu sekali pada air minum dan air mandi. Selain itu penggantian air minum
dan mandi yang teratur juga dilakukan dalam menjaga kesehatan burung jalak
bali. Para penangkar mengungkapkan bahwa burung ini suka mandi, setiap air
mandi burung diganti maka burung jalak bali akan segera mandi. Hal ini
dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit pada burung.
Salah satu syarat penangkaran adalah adanya tenaga medis yang mengawasi
kesehatan burung. Penyakit yang muncul pada burung jalak bali antara lain rontok
bulu dan lumpuh. Salah satu penyebab rontok bulu tersebut adalah kutu. Menurut
15
Wibowo (2010) menyatakan bahwa infestasi kutu pada burung biasanya sering
terjadi pada folikel rambut sehingga akan menyebabkan kerusakan serta
kerontokan bulu. Penanggulangan rontok bulu pada burung dilakukan dengan
pembersihan kandang dan pemberian vitamin pada air mandi. Kelumpuhan pada
burung dialami oleh penangkar, kelumpuhan ini adalah peristiwa burung tidak
dapat berjalan, seringkali burung yang mengalami kelumpuhan mengalami
kematian. Kelumpuhan beberapa kali dialami penangkar namun tidak diketahui
cara penanggulangannya. Identifikasi penyebab kelumpuhan tidak dapat
dilakukan.
Keberhasilan Reproduksi
Jumlah total burung jalak bali yang ada di penangkaran jalak bali di
masyarakat per Mei 2013 adalah sebanyak 64 ekor yang terdiri dari 30 ekor
indukan dan 34 ekor anakan (Tabel 6). Jumlah anakan pada tiap penangkar tidak
sama dikarenakan tidak semua induk sudah bereproduksi dan menghasilkan
anakan.
Gambar 4 Anakan jalak bali (Doc: penangkar)
Tabel 6 Populasi di penangkaran jalak bali berbasis masyarakat tahun 2013
Kelas umur
Jumlah (ekor)
Keterangan
0-1 tahun
10
Anakan
1-2 tahun
24
Anakan
3-4 tahun
8
Indukan
4-5 tahun
6
Indukan
5-6 tahun
1
Indukan
6-7 tahun
1
Indukan
7-8 tahun
4
Indukan
Tidak diketahui
10
Indukan
Teknik reproduksi dilakukan semi-alami sebagian besar dilakukan oleh
penangkar pada proses penentuan jenis kelamin, pemilihan indukan, penjodohan,
dan perawatan anakan. Perawatan anakan pada indukan hanya dilakukan 1
minggu pertama, pada usia lebih dari itu maka perawatan dilakukan oleh
penangkar. Permasalahan pembuangan anak oleh indukan umum ditemukan di
penangkaran sehingga semakin cepat anakan dipisahkan dari indukan maka
semakin baik. Keberhasilan reproduksi penangkaran jalak bali masyarakat
disajikan pada Tabel 7.
16
Tabel 7
Presentase daya tetas telur, tingkat perkembangbiakan, dan angka
kematian
Persentase (%)
Tahun
Daya tetas telur
Angka kematian Tingkat perkembangbiakan
2011
29,16
75
40
2012
48,802
74,07
60
2013
85,71
17,64
33,33
Rata-rata
54,55
55,57
44,44
Kategori
Sedang
Sedang
Sedang
Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa setiap tahun daya tetas telur
mengalami peningkatan. Jumlah telur yang dapat dihasilkan oleh burung setiap
berbiak adalah 2-3 telur. Angka kematian yang terjadi pada anakan burung jalak
bali mengalami penurunan. Hal ini berarti bahwa jumlah anakan yang hidup
semakin banyak. Kematian tertinggi dialami pada tahun 2012 dimana kematian
anakan terjadi pada usia 0-1 tahun pada saat asuhan induk.
Tingkat perkembangbiakan indukan mengalami penurunan. Tahun 2013, 5
pasang dari 15 pasang indukan dapat berkembang biak. Hal ini terkait dengan usia
burung yang dimiliki oleh masyarakat penangkar bervariasi antara 2-8 tahun.
Masa hidup burung jalak bali di penangkaran memiliki usia yang lebih panjang,
yakni mencapai 11 tahun. Namun, pada usia tersebut burung tidak dapat
menghasilkan telur. Usia burung lebih dari 5 tahun dapat dikatakan tidak cocok
untuk penangkaran karena dianggap tua. Masyud (2010) memprioritaskan usia
burung yang dijadikan bibit adalah yang berusia muda untuk meminimalisir stres.
Collar et al. (2001) menyebutkan bahwa usia burung yang berkisar antara 3-5
tahun memiliki kemampuan tertinggi dalam bereproduksi.
Faktor penentu keberhasilan jalak bali di penangkaran masyarakat
ditentukan oleh kandang, pakan, dan usia indukan. Kedua faktor ini dipengaruhi
penangkar baik dari letak kandang, kebersihan, pemberian pakan, dan pemberian
obat dan vitamin. Beberapa kondisi yang mengurangi keberhasilan
perkembangbiakan burung di Desa Sumberklampok antara lain:
Letak kandang yang berada dekat dengan kebisingan dan aktivitas manusia.
Burung yang sedang breeding memiliki tingkat sensitivitas yang lebih tinggi.
Sehingga diperlukan kondisi yang mendukung agar dapat bereproduksi
dengan baik untuk mengurangi stres pada burung. Beberapa penangkar
memiliki kandang dekat dengan salah satu jalan raya utama di Bali. Selain itu
beberapa penangkar meletakkan kandang di dalam rumah yang dimana
aktivitas manusia sering dilakukan, misalnya di dekat dapur.
Usia indukan burung. Usia burung yang melebihi 5 tahun ada 6 ekor. Usia
lebih dari 5 tahun merupakan usia dimana kemampuan reproduksi menurun.
Pada setiap proses keterlibatan pihak lain selain masyarakat sangat penting
untuk menghasilkan penangkar yang berkualitas. Keterlibatan pihak lain berada
masih berada pada aspek administrasi, monitoring dan evaluasi. Keterlibatan
pihak lain pada teknik penangkaran secara langsung ditekankan pada
pendampingan dan pemberian saran yang dilakukan oleh kelompok pemerintah
dan LSM.
Teknik penangkaran jalak berada dalam pengelolaan penangkaran jalak
bali berbasis masyarakat baik dalam pra-penangkaran maupun pelaksanaan
17
penangkaran. Teknik penangkaran yang dilakukan meliputi kandang, pakan,
kesehatan, dan perkembangbiakan. Teknik penangkaran banyak pada kegiatan
pemeliharaan. Pemeliharaan ini dilakukan secara swadaya oleh masyarakat.
Teknik penangkaran yang dilakukan oleh masyarakat dapa dikatakan berhasil
karena telah menghasilkan 34 anakan jalak bali. Hasil analisis mengenai
keberhasilan penangkaran dari aspek teknis penangkaran membutuhkan
pergantian indukan jalak bali. Kebutuhan indukan dikoordinasikan dengan aktor
lain yaitu APCB dan dikonsultasikan dengan TNBB.
Persepsi Masyarakat terhadap Penangkaran Jalak Bali di Desa
Sumberklampok
Karakteristik masyarakat penangkar dilihat dari etnis, usia, pekerjaan, dan
tingkat pendidikan. Masyarakat penangkar 67% berasal dari etnis Madura dan
33% dari etnis Bali. Penangkar memiliki usia berkisar 30-70 tahun, 72% berusia
30-50 tahun dan 28% berusia >50 tahun. Kegiatan penangkaran dapat dikatakan
bukan sebagai kegiatan utama penangkar karena pekerjaan utama para penangkar
adalah petani sebanyak 61%, wiraswasta sebanyak 28%, dan karyawan sebanyak
11%. Berkaitan dengan mata pencaharian, tingkat pendidikan penangkar rendah
hanya sampai SD sebanyak 44%, SMP sebanyak 28%, SMA sebanyak 22%, dan
hanya 6% yang mencapai perguruan tinggi.
Karakteristik masyarakat non-penangkar dari etnis usia, pekerjaan, dan
tingkat pendidikan. Masyarakat non-penangkar 33% berasal dari etnis Madura dan
67% berasal dari etnis Bali. Masyarakat non-penangkar memiliki usia. Pekerjan
penangkar terdiri atas 80% petani, pegawai 3%, dan lainnya (buruh, pedagang,
pelajar) 17%. Berkaitan dengan mata pencaharian, tingkat pendidikan penangkar
rendah hanya sampai SD sebanyak 93%, SMP sebanyak 3%, SMA sebanyak 3%.
No
Tabel 8 Rataan presentase persepsi masyarakat
Persepsi masyarakat
Penangkar
(n=18)
Aspek pengetahuan
1
Masyarakat pernah melihat jalak bali
100
2
Status jalak bali
100
3
Habitat jalak bali
100
4
Jalak bali dilindungi
100
Aspek pengetahuan terhadap penangkaran jalak bali di desa
1
Masyarakat tahu penangkaran jalak bali
100
2
Orang-orang yang menangkarkan jalak
100
bali
3
Lama penangkaran 2 tahun
100
4
Tujuan penangkaran
100
5
Manfaat penangkaran
100
Aspek sikap terhadap penangkaran jalak bali di desa
1
Perolehan manfaat penangkaran
44,44
2
Terganggu akibat penangkaran
0
3
Dukungan terhadap penangkaran
100
Nonpenangkat
(n=30)
100
100
76,67
100
76,67
76,67
76,67
57,89
6,67
0
0
100
18
Peran masyarakat dalam penangkaran jalak bali di Desa Sumberklampok
sangat besar. Jika dilihat dari identifikasi stakeholder, masyarakat berada pada
semua proses berjalannya penangkaran dari awal sampai akhir. Persepsi
masyarakat mengenai penangkaran jalak bali dapat dilihat dari 3 aspek yaitu
pengetahuan mengenai jalak bali, pengetahuan mengenai penangkaran, dan sikap
yang ditunjukkan masyarakat (Tabel 8).
Berdasarkan data pada tabel tidak ada perbedaan yang besar antara
penangkar dan non-penangkar. Hampir seluruhnya memiliki pengetahuan
mengenai burung jalak bali terutama dalam identifikasi jalak bali dan
perlindungannya. Pengetahuan mengenai jalak bali ini diketahui melalui
pengalaman masyarakat sendiri berjumpa dengan burung tersebut. Responden
mengakui bahwa jalak bali dulunya pernah tinggal di desa. Sedangkan
pengetahuan mengenai perlindungan jalak bali diperoleh melalui sosialisasi
taman nasional. Informasi yang sampai kepada seseorang menyebabkan individu
yang bersangkutan membentuk persepsi, dimulai dengan pemilihan atau
penyaringannya, kemudian informasi yang masuk tersebut disusun menjadi satu
kesatuan yang bermakna, dan akhirnya terjadilah interpretasi mengenai fakta
keseluruhan informasi ini. Asngari (1984) dalam Zulfarina (2003) menyatakan
bahwa pada fase interpretasi, pengalaman masa silam memegang peranan penting.
Berdasarkan hasil wawancara, pengetahuan masyarakat penangkar dan
non-penangkar memiliki perbedaan. Pengetahuan masyarakat non-penangkar
mengenai kegiatan penangkaran jalak bali di desa cukup tinggi. Hal ini
ditunjukkan dengan presentase jumlah orang yang tahu mengenai penangkaran
jalak bali ada 76,67%. Hal ini juga sebanding dengan kepahaman masyarakat akan
lamanya penangkaran tersebut berjalan yakni 76,67% mengatakan bahwa
penangkaran telah berjalan 1-2 tahun yang lalu. Pengetahuan masyarakat nonpenangkar terhadap penangkaran dipengaruhi oleh sosialisasi yang dilakukan
sebelumnya dan interaksi antar masyarakat. Sosialisasi penangkaran dilakukan
kepada orang-orang yang memiliki ketertarikan/hobi pada burung. Beberapa
orang yang menghadiri sosialisasi ini merupakan orang-orang yang dulunya
mendapat bantuan bibit perkutut dari taman nasional.
Sikap masyarakat diidentifikasi dari adanya perolehan manf