Flood hazard and risk analysis using geomorphological approach and its application for land use planned evaluation on Sintang City area, West Borneo

ANALISIS DAERAH BAHAYA DAN RESIKO BANJIR
BERDASARKAN KARAKTERISTIK GEOMORFOLOGI
DAN APLIKASINYA UNTUK EVALUASI
TATA RUANG KOTA SINTANG

Oleh :

MUHAMMAD PRAMULYA
A156070021

ILMU PERENCANAAN WILAYAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Daerah Bahaya Dan Resiko
Banjir Berdasarkan Karakteristik Geomorfologi Dan Aplikasinya Untuk Evaluasi
Tata Ruang Kota Sintang adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi

manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor,

Mei 2011

MUHAMMAD PRAMULYA
NIM. A156070021

ABSTRACT
Flood hazard and risk analysis using geomorphological approach and its
application for land use planned evaluation on Sintang City area, West Borneo.
Supervised by KOMARSA GANDASASMITA and BOEDI TJAHJONO
The Sintang City, located in West Borneo, is annually inundated by flood during
rainy season. The city itself is growing in the Y-junction of two big river i.e.
Kapuas and Melawi, or geomorphologically it is growing in the major floodplain
of those rivers. In 1963, flood disaster has occurred during several days,
inundating most of settlements and there were many of victims and damages.

Although in the last recent years the floods are moderate, but such big event could
be repeated in the future time. Study of flood and mitigation will be important for
the study area for reducing disaster. The aims of this research are to (1) analyses
and mapping of flood hazard and risk zones and (2) to analysis and evaluate the
Sintang’s land use planned (RDTRK) based on flood hazard. Geomorphological
approach is used for analyzing flood hazard based on morphogenesis and
morphology parameters, and history of floods. The flood hazard map will be used
together with actual land use map for analyzing flood risk. Scoring of
geomorphological and land use parameters is applied and GIS spatial analyses
(overlay) is used for assessing hazard, risk, and evaluation of RDTRK. The results
indicating that 0,8% area of Sintang classified as very low of hazard, 57,2% low,
31,5% moderate, and 10,5% high. It represent that most of area of the city is really
hazardous areas of flooding, it match to its morphogenetic landforms of study area
dominated by fluvial landforms. According to risk analysis result, there are 0,9%
of city’s area has very low risk of flooding, 70,1% low, 22,5% moderate, and
6,5% high. These two later classes wholly cover developed areas, such as
residential, office, and commercial areas, signifying that all developed areas in the
city will be threated moderately to highly by flood hazard. The risk analysis of
RDTRK is divided in two, namely the RDTRK’s actual risk and the RDTRK’s
potential risks successively represented the planned area that has been realized

and those for not realized yet. The result shows that 352 Ha developed areas,
1.435 Ha vegetated areas, and 10 Ha developing agricultural area classified as
moderate to high actual risk, while 1.467 Ha developed areas, 178 Ha vegetated
areas, and 745 Ha developing agricultural area classified as moderate to high
potential risk. These figures demonstrated that the greatest extend of potential risk
possed by developed areas planned. Hence RDTRK should be re-evaluated
together with mitigation planned in order to minimize the extend of risk. Flood
mitigation program will be an urgently program, such as building of rivers dykes
or drainage canals of study area, and reboisation of upland areas of Kapuas and
Melawi watersheds.
Keywords: geomorphology, landform, flood, hazard, risk, GIS, land use planning

RINGKASAN
MUHAMMAD PRAMULYA. Analisis Daerah Bahaya Dan Resiko Banjir
Berdasarkan Karakteristik Geomorfologi Dan Aplikasinya Untuk Evaluasi Tata
Ruang Kota Sintang. Dibimbing oleh KOMARSA GANDASASMITA dan
BOEDI TJAHJONO
Kota Sintang adalah salah satu kota di Indonesia yang sering terkena banjir,
dimana banjir pada tahun 1963 merupakan peristiwa terbesar. Kota ini terus
berkembang hingga sekarang terlihat dari perkembangan kota dari waktu ke

waktu dan pertambahan penduduknya. Hasilnya permukiman semakin bertambah
meskipun sesungguhnya banyak yang dibangun di atas daerah rawan banjir.
Kondisi ini menyebabkan upaya-upaya penanggulangan bencana banjir sangat
diperlukan dan salah satu bentuk upaya awal dari penanggulangan bencana adalah
melakukan identifikasi daerah-daerah bahaya dan resiko banjir. Penelitian ini
bertujuan: (1) melakukan pemetaan daerah bahaya dan resiko banjir Kota Sintang,
dan (2) melakukan analisis dan evaluasi rencana detail tata ruang Kota Sintang
(RDTRK) berbasis bahaya banjir. Pendekatan geomorfologi digunakan dalam
metode penelitian melalui analisis bentuklahan (morfogenesis, morfologi) dan
sejarah banjir sebagai parameter penilaian. Metode analisis spasial GIS (overlay)
digunakan untuk menilai tingkat bahaya dan resiko banjir, serta untuk analisis dan
evaluasi RDTRK. Dalam analisis ini digunakan metode pembobotan dan skoring
terhadap parameter-parameter yang dinilai. Dalam penilaian, kelas bahaya dan
resiko banjir dikelaskan menjadi empat, yaitu tinggi, sedang, rendah, dan sangat
rendah (aman). Hasil analisis memperlihatkan bahwa bahaya banjir kelas tinggi
mencapai luasan sekitar 442 Ha atau sekitar 10,5% dari luas total daerah
penelitian, bahaya kelas sedang 31,5%, bahaya kelas rendah 57,2%, dan bahaya
kelas sangat rendah 0,8%. Adapun hasil analisis resiko menunjukkan bahwa kelas
resiko tinggi mencapai luasan sekitar 274 Ha (6,5%), kelas sedang 22,5%, kelas
rendah 70,1%, dan kelas sangat rendah 0,9%. Untuk kawasan perencanaan

(RDTRK) analisis resiko dibedakan menjadi dua, yaitu resiko aktual RDTRK
(kawasan yang sudah terealisasi) dan resiko potensial RDTRK (kawasan yang
belum terealisasi). Untuk kawasan yang sudah terealisasi dan yang mempunyai
kelas resiko aktual sedang hingga tinggi meliputi kawasan terbangun (352 Ha),
kawasan bervegetasi (1.434 Ha), dan kawasan pengembangan pertanian (10 Ha),
sedangkan untuk kawasan yang belum terealisasi dan mempunyai kelas resiko
potensial sedang hingga tinggi meliputi 1.467 Ha kawasan terbangun, 178 Ha
kawasan bervegetasi, dan 745 Ha kawasan pengembangan pertanian. Dari angkaangka tersebut terlihat bahwa kawasan terbangun mempunyai luasan resiko
potensial terbesar. Untuk itu RDTRK daerah penelitian perlu dievaluasi ulang
beserta program mitigasinya agar perencanaan tersebut tidak menambah luasan
kawasan yang beresiko. Program mitigasi bencana banjir merupakan program
utama yang mendesak untuk segera direalisasikan di daerah penelitian, seperti
membuat tanggul (dyke), menambah saluran drainase kota, maupun perbaikan
kondisi daerah hulu seperti reboisasi di DAS Kapuas dan DAS Melawi.
Kata kunci: geomorfologi, bentuklahan, banjir, bahaya, risiko, tata ruang

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Agustus 1981 di Kota Pontianak,
Provinsi Kalimantan Barat. Penulis adalah putra pertama dari empat bersaudara
dari Bapak Ir. H.M. Alamsyah, HB dan Ibu Hj. Nonsaliana. Pada tahun 1999
penulis mulai menempuh pendidikan tinggi di Jurusan Agronomi Fakultas
Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak dan lulus pada tahun 2004. Tahun
2007 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan S2 di Institut Pertanian
Bogor pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah atas bantuan pendidikan
dari Direktorat Pendidikan tinggi yang berada di bawah Departemen Pendidikan
Tinggi Nasional dan atas tugas belajar dari Fakultas Pertanian Universitas
Tanjungpura.
Pada tahun 2006 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di

Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura pada Prodi D3 Perkebunan dan sejak
tahun 2006 hingga sekarang, penulis tetap bertugas di Fakultas Pertanian
Universitas Tanjungpura.

ANALISIS DAERAH BAHAYA DAN RESIKO BANJIR
BERDASARKAN KARAKTERISTIK GEOMORFOLOGI
DAN APLIKASINYA UNTUK EVALUASI
TATA RUANG KOTA SINTANG

MUHAMMAD PRAMULYA

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010


Judul Tesis

: Analisis Daerah Bahaya Dan Resiko Banjir Berdasarkan
Karakteristik Geomorfologi Dan Aplikasinya Untuk Evaluasi
Tata Ruang Kota Sintang
Nama
: MUHAMMAD PRAMULYA
NIM
: A156070021
Program Studi : Ilmu Perencanaan Wilayah

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc
Ketua

Dr. Boedi Tjahjono, DEA
Anggota


Diketahui

Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: 8 November 2010

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Alhamdulillah atas pertolongan, petunjuk dan ijin Allah SWT penulis
dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis daerah bahaya dan resiko
banjir berdasarkan karakteristik geomorfologi dan aplikasinya untuk evaluasi

tata ruang Kota Sintang” dengan lancar. Tesis ini ditulis berdasarkan hasil
penelitian penulis dan terwujud berkat bantuan dari berbagai pihak, maka pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc dan Dr. Boedi Tjahjono, DEA sebagai
Komisi Pembimbing yang telah mencurahkan segenap waktu, pemikiran serta
dengan sabar memberi pengarahan mulai dari persiapan penelitian hingga
selesainya penulisan tesis ini.
2. Dr. Ir. Setia Hadi, MS selaku penguji luar komisi yang telah memberi koreksi
dan masukan bagi perbaikan penulisan tesis ini.
3. Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor atas bantuan dan kerjasamanya.
4. Universitas Tanjungpura yang telah memberikan izin untuk mengikuti
program tugas belajar ini.
5. Terima kasih diucapkan kepada Subdit Ketenagakerjaan Ditjen Dikti
Kepmendiknas yang telah memberikan beasiswa BPPS tahun 2007-2009.
6. Rektor Universitas Tanjungpura, Dekan beserta staf pengajar dan pegawai
lainnya di Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura yang telah memberikan
dukungan serta ijin untuk melaksanakan tugas belajar di Institut Pertanian
Bogor
7. Pimpinan beserta staf Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat, Balai

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BP-DAS) Kalimantan Barat, Bappeda
Kabupaten Sintang atas bantuan informasi dan data yang diberikan kepada
penulis untuk kelancaran dalam penyelesaian tesis ini.
8. Segenap Dosen pengajar pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas bimbingan dan dukungan
semangatnya.
9. Ayahanda Ir. H. M. Alamsyah, HB dan Ibunda Nonsaliana, istriku tercinta
Oktiana Budi Astria, SP serta adik-adikku Dwi Novitasari, SP., Muhammad
Andhika Akbar, S.Si dan Yustina Octifanny yang selalu mendukung dan
mendoakan penulis di setiap saat demi kelancaran studi penulis.
10. Teman-teman di Laboratorium Kartografi dan Penginderaan Jauh,
Departemen Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor terutama
mba Renny dan mas manijo yang telah menjadi mitra diskusi membantu
kelancaran teknis penulis.

ii

11. Rekan-rekan sesama kelas Reguler dan khusus Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Angkatan
2006, 2007, dan 2008 atas bantuan dan saran-sarannya serta kebersamaan
selama proses belajar hingga selesai. telah saling memberikan dorongan
semangat, kekompakkan dan kebersamaan yang tidak terlupakan.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan
dukungannya.
Penulis menyadari keterbatasan ilmu dan kemampuan penulis sehingga
dalam penulisan ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran
yang membangun sangat penulis hargai, dan semoga tulisan ini nantinya dapat
bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Bogor, Mei 2011

MUHAMMAD PRAMULYA

iii

DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ………….…………………………..….…………………
i
DAFTAR ISI ………………………………………………………….
iii
DAFTAR TABEL ………………………………..….………………..
v
DAFTAR GAMBAR …………………………………………............
vi
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………..
vii
PENDAHULUAN …………………………………………………….
Latar Belakang ……………………………..........................................
Perumusan Masalah …………….………………..................................
Tujuan dan Manfaat Penelitian..............................................................

1
1
2
3

TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………............
Banjir ………………………………………………….........................
Faktor-faktor yang Menyebabkan Banjir……………………………...
Bahaya dan Resiko Banjir................. ……………................................
Penggunaan Lahan.................................................................................
Geomorfologi.........................................................................................
Penginderaan Jauh..................................................................................
Sistem Informasi Geografis....................................................................
Penataan Ruang......................................................................................

4
4
4
5
6
7
8
9
10

METODE PENELITIAN ........................................... ..........................
Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………….............................
Data dan Alat……………....………….................................................
Kerangka Pemikiran...............................................................................
Diagram Alir Penelitian.........................................................................

12
12
12

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN.....................................
Luas dan Letak Wilayah........................................................................
Topografi................................................................................................
Penggunaan Lahan.................................................................................
Kependudukan.......................................................................................

24
24
26
26
27

HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………….
Kawasan DAS Melawi dan Kapuas…………………………………...
Penggunaan Lahan di Hulu Kota Sintang..............................................
Geomorfologi Kota Sintang…………………….……………………..
Kejadian Banjir Kota Sintang……………………………..…………..
Wilayah Bahaya Banjir………………………………………………..
Wilayah Resiko Banjir………………………………………………...
Evaluasi Penataan Ruang Berdasarkan Bahaya dan Resiko Banjir…...

30
30
32
33
42
43
47
51

KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………
Kesimpulan……………………………………………………………

62
62

iv

Saran…………………………………………………………………

63

Halaman
GLOSARI…………………………………………………………….
64
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………
65
LAMPIRAN…………………………………………………………..
68

v

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Tabel 7
Tabel 8
Tabel 9
Tabel 10
Tabel 11
Tabel 12
Tabel 13
Tabel 14

Tabel 18
Tabel 19

Jenis dan Sumber Data Penelitian…………………………….
Skor Bentuk Lahan...................................................................
Skor Ketinggian Lahan.............................................................
Skor untuk Wilayah Genangan Banjir......................................
Tahap Penentuan Tingkat Bahaya Banjir dan Nilainya............
Nilai Tingkat Bahaya Banjir.....................................................
Nilai Elemen Penutupan/Penggunaan Lahan …………….......
Nilai Tingkat Resiko Banjir ……………………….…............
Nilai Tingkat Resiko……….………………............................
Nilai Elemen RDTRK...............................................................
Penentuan Kelas Potensi Resiko Banjir....................................
Nilai Tingkat Potensi Resiko Banjir………………………….
Luas Kawasan Kota Sintang…..……………………………...
Kemiringan Lereng dan Luas Lahan pada Masing-masing
Kelurahan……………………………………………………..
Luas Penggunaan Lahan Kawasan Kota Sintang Tahun 2006
Jumlah Penduduk Kota Sintang tahun 2001-2006....................
Perubahan Penggunaan Lahan pada DAS Kapuas dan Melawi
tahun 2004 dan 2009.....................……………………………
Bentuklahan Kota Sintang…….……..………………………
Kelas dan Luas Bahaya Banjir di Kota Sintang….…………...

Tabel 20

Daerah Bahaya Banjir pada Beberapa Kecamatan……..…….

Tabel 21

Data Hasil Wawancara Kejadian Bencana Banjir di Kota
Sintang.......................................................................................
Kelas Resiko Banjir Kota Sintang………………….…………
Daerah Resiko Banjir pada Beberapa Kecamatan…..…….…..
Luas (Ha dan %) Daerah Resiko (Realisasi RDTRK) dan
Potensi Resiko (Dalam Perencanaan)………………………...
Luas (Ha dan %) dan Potensi Resiko (RDTRK) untuk Lahan
Terbangun………………………………………….................
Luas (Ha dan %) dan Potensi Resiko (RDTRK) untuk Lahan
Bervegetasi……………………………………………………
Luas (Ha dan %) dan Potensi Resiko (RDTRK) untuk
Pengembangan Pertanian……………………………………..
Rekomendasi Solusi Mengatasi Banjir Di Kota Sintang……...

Tabel 15
Tabel 16
Tabel 17

Tabel 22
Tabel 23
Tabel 24
Tabel 25
Tabel 26
Tabel 27
Tabel 28

12
18
18
19
19
20
20
21
21
21
22
22
24
26
26
27
32
33
46
44
45
50
51
52
52
54
54
55

vi

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Gambar 9
Gambar 10
Gambar 11
Gambar 12
Gambar 13
Gambar 14
Gambar 15
Gambar 16
Gambar 17
Gambar 18
Gambar 19
Gambar 20
Gambar 21
Gambar 22
Gambar 23
Gambar 24
Gambar 25

Halaman
Peta Lokasi Penelitian....................................................................
14
Kerangka Pemikiran.......................................................................
15
Diagram Alir Penelitian.................................................................
23
Peta Administrasi Kota Sintang…………….................................
25
Peta Kelas Lereng………………………………………………..
28
Peta Penggunaan Lahan…………………..……….......................
29
Peta DAS Melawi dan Kapuas.......................................................
31
Peta Penutupan Lahan DAS Kapuas dan Melawi Tahun 2004.....
34
Peta Penutupan Lahan DAS Kapuas dan Melawi Tahun 2009….
35
Foto Bentuklahan Dataran Fluvial Terdegradasi (mining)............
38
Foto Bentuklahan Tanggul Alam (natural levee)….…….............
39
Peta Bentuklahan Kota Sintang..………….………….………….. 40
Peta Ketinggian Lahan Kota Sintang…….…………….………...
41
Foto Kejadian Banjir Tahun 2008 di Wilayah Kota Sintang.........
46
Peta Wilayah Genangan Banjir Kota Sintang................................
48
Peta Bahaya Banjir Kota Sintang..…….…………………………
49
Peta Resiko Banjir Kota Sintang …………………………..........
53
Pembuatan Tanggul (Dyke)……………………………………...
55
Membangun Sistem Drainase……………………………………
56
Pengurukan / Meninggikan Permukaan Tanah………………….
56
Membangun Rumah Panggung…..………………………...........
56
Rekomendasi Tindakan dalam Mengatasi Banjir………..………
57
Lokasi Inlet dan Tanggul Buatan/Dyke…………………………..
58
Drainase yang telah di bangun di Kecamatan Baning kota.....…..
59
Salah Satu Bentuk Tindakan Aktual Pencegahan Dini dari
Bencana Banjir oleh Masyarakat………………………………...
61

vii

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6

Halaman
Peta Penggunaan Lahan Kota Sintang……...………….…….. 69
Peta Rencana Detail Tata Ruang Kota Sintang…...………….. 70
Peta Resiko Aktual Kota Sintang……….……………………. 71
Peta Resiko Potensial Kota Sintang…………….……………. 72
Peta Realisasi Rencana Detail Tata Ruang Kota Sintang......... 73
Peta Resiko Aktual dan Potensi Resiko Banjir Kota Sintang... 74

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bencana alam adalah fenomena yang dapat terjadi dimana dan kapan saja.
Bencana terkadang tidak dapat diprediksi, meskipun dibantu dengan teknologi
masa kini. Indonesia merupakan salah satu negara yang banyak mengalami
bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam (gempa bumi, tsunami, banjir,
letusan gunung berapi, tanah longsor, angin ribut, dan lain-lain), maupun oleh
faktor non alam seperti akibat dari berbagai kegagalan teknologi dan ulah
manusia. Salah satu bencana alam yang sering melanda kota-kota di Indonesia
adalah bencana banjir. Bencana ini sering menelan korban jiwa dan dapat
mengakibatkan penderitaan masyarakat, serta kerugian harta benda, maupun
kerusakan lingkungan serta musnahnya hasil-hasil pembangunan yang telah
dicapai
Banjir menurut terminologi ilmiah merupakan suatu kondisi dimana di
suatu wilayah terjadi peningkatan jumlah air yang tidak tertampung dalam
saluran-saluran air atau tempat-tempat penampungan air sehingga meluap dan
menggenangi daerah di luar saluran, sungai, atau penampungan air tersebut
(Sudaryoko, 1987). Secara umum banjir dikatakan sebagai peristiwa tergenangnya
daratan (yang biasanya kering) karena volume air yang meningkat atau sebagai
fenomena alam yang terjadi karena adanya aliran air dalam jumlah besar dan
menggenangi wilayah atau sumber-sumber kehidupan manusia
Salah satu upaya awal dalam meminimalkan dampak negatif bencana
banjir adalah dengan mengidentifikasi daerah-daerah bahaya dan resiko banjir.
Data penginderaan jauh melalui berbagai pendekatan dapat digunakan untuk
mengidentifikasi daerah-daerah bahaya dan beresiko banjir secara cepat dan dapat
mencakup liputan yang luas. Sistem informasi geografis (SIG) merupakan teknik
yang sekarang banyak dipakai untuk menganalisis banjir maupun analisis-analisis
lain yang berkaitan dengan ruang.
Pemetaan daerah bahaya dan beresiko banjir menggunakan SIG dapat
dilakukan berdasarkan penilaian terhadap berbagai faktor yang erat kaitannya
dengan banjir. Menurut BAPPEDA Kabupaten Sintang (2006) salah satu faktor
penyebab banjir oleh manusia yaitu pertambahan penduduk, perilaku manusia

2

terhadap lingkungannya (pembalakan hutan, alih fungsi hutan untuk perkebunan,
dan meluasnya lahan kritis), dan berkurangnya daerah resapan air. Sedangkan
yang diakibatkan oleh faktor alam antara lain adalah curah hujan yang tinggi,
geometri saluran sungai (kemiringan dasar, meandering, bottle neck, sedimentasi,
kapasitas tampung), faktor pembendungan, dan faktor alam lainnya seperti
penurunan permukaan tanah.
Berdasarkan

aspek

geomorfologi,

bentuklahan-bentuklahan

seperti

dataran banjir, dataran rawa, dan dataran rendah lainnya merupakan dataran yang
mudah tergenang air. Bentuklahan tersebut dapat memberikan informasi tentang
tingkat kerawanan banjir beserta karakteristiknya (frekuensi, luas dan lama
genangan bahkan mungkin sumber penyebabnya) bila didukung dengan
pengamatan di lapangan. Maka dapat dikatakan bahwa, bentuklahan tersebut
dapat digunakan untuk memperkirakan sejarah perkembangan daerah tersebut
sebagai akibat terjadinya banjir (Oya, 1973 dalam Soeprapto, 1998). Sehingga
dari proses terbentuknya landform tersebut dapat diperoleh informasi mengenai
bahaya terhadap obyek-obyek yang ada diatasnya seperti permukiman, industri,
dan pusat pertumbuhan lainnya yang berada pada daerah banjir.
Analisis morfogenesis dan morfologi bentuklahan menjadi tumpuan utama
untuk identifikasi yang berkaitan dengan proses geomorfik masa lalu (banjir) dan
kemungkinan di waktu mendatang.
Perumusan Masalah
Secara historis Kota Sintang sering terlanda banjir. Kota ini terletak di
daerah dataran rendah yang berada di antara bukit-bukit kecil dengan bentuk
permukaan yang datar sampai landai. Sungai yang melalui kota ini adalah Sungai
Melawi dan Sungai Kapuas, pada tempat dimana kedua sungai ini bertemu terletak
Kota Sintang.
Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan waktu, maka terjadi
peningkatan kebutuhan penduduk akan permukiman di Kota Sintang. Permukiman
penduduk yang dulunya berada di sekitar pinggiran Sungai Kapuas, karena
memanfaatkan sungai tersebut sebagai jalur transportasi air. Namun sekarang
dengan terbukanya akses jalan, maka terjadi perubahan pola permukiman yang
berkembang menjauh dari pinggiran sungai dan mengikuti perkembangan jalan.

3

Hal ini menghadirkan permasalahan baru, yaitu permukiman baru justru berada
pada kawasan yang berpotensi banjir. Pemerintah daerah Kota Sintang dalam
melakukan perencanaan wilayah permukiman yang tersusun di dalam Rencana
Detail Tata Ruang Kota Sintang (RDTRK-Sintang), ternyata kurang memfasilitasi
masyarakat yang akan membangun permukiman atau melakukan investasi di
daerah yang sering terlanda banjir. Hal ini dikarenakan RDTRK-Sintang dibuat
tidak memandang bencana banjir sebagai aspek yang perlu diperhitungkan, Kota
Sintang pada kenyataannya dibangun di atas dataran banjir.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemetaan daerah
bahaya dan resiko banjir di kota ini sangat penting untuk dilakukan sebagai bagian
awal dari program mitigasi dan diperlukan untuk mengevaluasi rencana detail tata
ruang (RDTRK) Kota Sintang.
Tujuan Penelitian
Dengan memperhatikan perumusan masalah seperti tersebut di atas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Melakukan pemetaan daerah bahaya dan resiko banjir
2. Analisis dan evaluasi tata ruang Kota Sintang berdasarkan peta bahaya banjir
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan kepada pemerintah setempat, masyarakat, serta stakeholder yang akan
memanfaatkan ruang di Kota tentang daerah-daerah bahaya dan resiko banjir
serta menggugah pemahaman tentang pentingnya pelaksanaan mitigasi bencana
banjir di Kota Sintang.

TINJAUAN PUSTAKA
Banjir
Sunaryo et al (2004) mengemukakan bahwa banjir terjadi ketika volume
air tidak lagi tertampung dalam wadah yang seharusnya, sehingga menggenangi
daerah atau kawasan lain. Sedangkan menurut Diposaptono (2005) bencana banjir
merupakan hasil ulah campur tangan manusia (antropogenic) disebabkan karena
pengembangan kota yang sangat cepat akan tetapi tidak diimbangi dengan
pembangunan sarana drainase.
Menurut UNESCO (2008) banjir memiliki berbagai dampak yang tidak
diinginkan, antara lain berupa dampak fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan.


Dampak fisik adalah berupa kerusakan pada sarana-sarana umum seperti
perkantoran, pertokoan, dan lain-lain.



Dampak sosial mencakup kematian, resiko kesehatan, trauma mental,
menurunnya perekonomian, terganggunya kegiatan pendidikan (anak-anak
tidak dapat pergi ke sekolah), terganggunya aktifitas pelayanan publik,
kekurangan makanan, energi, air, dan kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya



Dampak ekonomi mencakup kehilangan materi, gangguan kegiatan ekonomi
(orang tidak dapat pergi bekerja, terlambat kerja) dan lain-lain.



Dampak lingkungan mencakup pencemaran air (oleh bahan pencemaran yang
dibawa oleh banjir) atau tumbuhan di sekitar sungai yang rusak akibat
terbawa air
Green Aceh Institute (2008) mengungkapkan bahwa kerugian ekonomi

akibat banjir biasanya merupakan kalkulasi nilai ekonomi terhadap kerusakan
berbagai bidang kehidupan masyarakat. Komponen yang dinilai mencakup sektor
perumahan, infrastruktur, sosial, kesehatan, ekonomi, lingkungan hidup,
pemerintah, dan keuangan perbankan. Secara lebih sederhana, kerugian biasanya
dipisahkan menjadi kerugian ekonomi langsung dan kerugian ekonomi yang tidak
langsung
Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Banjir
Menurut Maryono (2005), banjir yang terus berlangsung di Indonesia
disebabkan oleh empat hal:
1. Faktor hujan yang lebat, tetapi faktor ini tidak selamanya menyebabkan banjir

5

2. Menurunnya resistensi DAS terhadap banjir akibat perubahan tata guna lahan
3. Faktor kesalahan pembangunan alur sungai, seperti: pelurusan sungai,
pembetonan dinding dan pengerasan tepian/sempadan sungai
4. Faktor pendangkalan sungai dapat menyebabkan berkurangnya kapasitas
tampung sungai terhadap air, sehingga tidak mampu lagi mengalirkan air yang
melewatinya dan meluap (banjir).
Bencana banjir sering pula sebabkan oleh aktifitas manusia. Aktifitas
tersebut, seperti pembalakan hutan yang tak terkendali, pembukaan lahan untuk
pertanian dan perkebunan, pertambangan, dan lain-lain. Aktifitas-aktifitas tersebut
menyebabkan semakin luasnya lahan kritis yang berdampak pada semakin
meluasnya kawasan lahan terbuka yang biasanya didominasi oleh rerumputan dan
tanaman semak. Rehabilitasi lahan kritis itu sendiri membutuhkan biaya yang
sangat mahal dan waktu pemulihan bertahun-tahun. Kerusakan ini menyebabkan
kemampuan DAS dalam menyimpan dan melepas air menjadi menurun, sehingga
apabila curah hujan meningkat mulai terjadilah banjir dan sebaliknya pada musim
kemarau akan terjadi kekeringan.
Bahaya dan Resiko Banjir
Pengertian bahaya (hazard) dan resiko (risk) perlu dijabarkan disini agar
terdapat konsistensi dalam penggunaan dan pembahasannya. Bahaya adalah suatu
kejadian yang mengancam atau kejadian yang dapat menyebabkan kerusakan
secara potensial pada suatu wilayah (Coburn et al, 1994). Berdasarkan United
Nations-International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR), bahaya ini
dibedakan menjadi lima kelompok, yaitu:
1. Bahaya berdasarkan aspek geologi, antara lain gempa bumi, tsunami, gunung
api, dan longsor.
2. Bahaya berdasarkan aspek hidrometerologi, antara lain: banjir, kekeringan,
angin topan, dan gelombang pasang.
3. Bahaya berdasarkan aspek biologi, antara lain: wabah penyakit, hama dan
penyakit tanaman.
4. Bahaya berdasarkan aspek teknologi, antara lain: kecelakaan transportasi,
kecelakaan industri, dan kegagalan teknologi.

6

5. Bahaya berdasarkan aspek lingkungan, antara lain: kebakaran hutan,
kerusakan lingkungan, dan pencemaran limbah.
Resiko adalah akibat atau konsekuensi yang dapat terjadi akibat sebuah
proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang. Menurut
Bappenas (2009), pengertian resiko adalah perkiraan kerugian atau kehilangan
(nyawa manusia, kerusakan properti dan kerusakan aktifitas ekonomi) yang
disebabkan oleh bahaya di suatu wilayah pada waktu tertentu. Resiko suatu daerah
atau suatu objek terhadap suatu jenis bahaya dapat diperhitungkan tingkatannya.
Perhitungan resiko umumnya mempertimbangkan jenis dan besaran kehilangan
atau kerugian. Parameter umum yang digunakan adalah biaya ekonomi, karena
beberapa tipe kerugian dapat dikonversikan ke dalam biaya ekonomi. Efek yang
dianggap sebagai biaya ekonomi disebut sebagai kerugian tangible (dapat
diperhitungkan/dinilai), sedangkan yang tidak dapat dikonversikan ke dalam nilai
uang disebut kerugian intangible.
Penggunaan Lahan
Lahan oleh FAO didefinisikan sebagai lingkungan fisik yang meliputi
tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor-faktor tersebut
mempengaruhi potensi penggunaan di dalamnya, termasuk hasil kegiatan
manusia di masa lalu dan sekarang (Hardjowigeno dan Widiatmaka., 2007).
Penggunaan lahan adalah setiap campur tangan manusia terhadap lahan
dalam rangka memenuhi kebutuhannya, baik material maupun spiritual. Beberapa
faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah faktor ekonomi dan faktor
kelembagaan. Faktor ekonomi dicirikan oleh keuntungan, kondisi pasar dan
transportasi, sedangkan faktor kelembagaan dicirikan oleh hukum pertanahan,
situasi politik, sosial ekonomi, dan secara prosedural dapat dilaksanakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup.
Bagi seorang perencana, pengetahuan mengenai penggunaan lahan dan
penutupan lahan sangatlah penting dalam membuat keputusan yang berhubungan
dengan pengolahan sumberdaya lahan yang memperhatikan aspek lingkungan.
Penggunaan lahan (land use) dan penutupan lahan (land cover) merupakan dua
istilah yang sering diberikan pengertian yang sama, padahal keduanya mempunyai
pengertian yang berbeda. Menurut Lillesand dan Keifer (1994), penggunaan lahan

7

berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan, sedangkan penutup
lahan lebih berupa perwujudan fisik objek-objek yang menutupi lahan tanpa
mempersoalkan kegiatan manusia pada objek tersebut.
Rustiadi E et al. (1997), menyatakan bahwa penggunaan lahan merupakan
refleksi perekonomian dan preferensi masyarakat. Dengan menghubungkan
perekonomian dan preferensi masyarakat ini sehingga bersifat dinamis sejalan
dengan pertumbuhan penduduk dan dinamika pembangunan, maka penggunaan
lahan pun bersifat dinamis sehingga dapat berkembang ke arah peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan juga sebaliknya.
Perubahan penggunaan lahan dapat menguntungkan secara ekonomi
namun pada saat yang sama dari sisi ekologi dapat pula memberikan dampak
negative. Sebagai contoh peningkatan jumlah penduduk di Kalimantan Barat tidak
sebanding dengan ketersediaan lahan yang begitu luas, namun di Kalimantan
Barat lapangan pekerjaan sangat sempit serta minimnya keterampilan dan tingkat
pendidikan masyarkat. Hal ini dapat mendorong masyarakat melakukan
eksploitasi sumberdaya alam melalui pembalakan hutan (forest logging),
pengurangan areal tegakan hutan (deforestasi) dan pembukaan lahan pertanian
baru yang intensif di DAS. Kegiatan-kegiatan tersebut tidak menggunakan kaidah
konservasi, sehingga berdampak terhadap meningkatnya erosi dan tanah longsor
di kawasan tersebut. Kondisi seperti ini berperan mempercepat proses terjadinya
banjir di kawasan hilir DAS.
Geomorfologi
Dalam Wiradisastra et al. (2002) disebutkan bahwa geomorfologi terdiri
dari tiga suku kata pembentukannya yaitu Geo, Morpho, dan Logi yang berarti
ilmu mengenai bentuk permukaan bumi seperti yang telah banyak didefinisikan
oleh para ahli. Menurut Strahler dan Strahler (1987) geomorfologi merupakan
ilmu yang mempelajari tentang bentuklahan, termasuk sejarah dan proses
pembentukannya. Cooke (1974) mengatakan bahwa geomorfologi adalah ilmu
yang mempelajari bentuklahan, terutama tentang sifat alami, asal mula, proses
perkembangan, dan komposisi materialnya.
Jenis bentuklahan yang dikemukakan oleh Verstappen (1977) dan Zuidam
(1978) diklasifikasi ke dalam sembilan macam bentuk asal geomorfologi, yaitu

8

bentuk asal struktural, gunungapi, denudasional, fluvial, marine, glasial, aeolian,
pelarutan, dan bentuk asal organik. Dari ke 9 bentuk asal tersebut masih dapat
ditambahkan 2 bentuk asal lain yaitu lakustrin dan antropogenik.
Kajian geomorfologi sangat bermanfaat untuk berbagai bidang kehidupan
pembangunan sebagaimana dikemukakan oleh Sutikno (1995), diantaranya adalah
dipergunakan sebagai terapan dalam Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian,
Lingkungan, Pengembangan dan Perencanaan Pedesaan, Urbanisasi, dan lain-lain.
Dalam kaitannya dengan banjir, kajian terhadap bentuklahan menjadi sangat
penting karena melalui bentuklahan dapat dilakukan analisis terhadap daerahdaerah yang rentan terhadap banjir, yaitu dengan mempelajari morfogenesisnya,
seperti dataran banjir, dataran rawa dan dataran aluvial. Bentuklahan tersebut
merupakan bentuklahan fluvial yang rentan terhadap banjir, selain itu dari sisi
morfologi bentuklahan-bentuklahan tersebut mempunyai relief yang datar atau
kadang-kadang lebih rendah dari tinggi muka air sungai.
Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan
informasi mengenai objek dan lingkungannya dari jarak jauh tanpa sentuhan fisik
terhadap obyek, sehingga menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya
dapat diproses dan diinterpetasi guna membuahkan suatu data yang bermanfaat
untuk aplikasi di berbagai bidang, seperti Pertanian, Arkeolog, Kehutanan,
Goegrafi, Geologi, Perencanaan wilayah (Lo, 1995). Penginderaan jauh dapat
didefinisikan sebagai ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek,
daerah dan fenomena dengan jalan menganalisis langsung terhadap objek, daerah
atau fenomena yang diamati (Lillesand dan Kiefer, 1993). Objek yang diindera
adalah objek-objek yang ada dipermukaan bumi dan di antariksa. Penginderaan
terhadap objek-objek tersebut dilakukan dari jarak jauh oleh karena itu ilmu ini
disebut dengan penginderaan jauh (Sutanto, 1984)
Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh pada saat ini meningkat dengan
pesat. Ada beberapa alasan yang mendasari pemanfaatan penginderaan jauh antara
lain adalah (a) citra mengambarkan objek, daerah, gejala permukaan bumi dengan
wujud dan letak objek yang sama dengan permukaan bumi, relatif lengkap, dapat
meliputi daerah yang luas, dan bersifat permanen, (b) karakteristik objek yang

9

tidak nampak pada citra dimungkinkan untuk dikenali, (c) citra dapat diperoleh
secara tepat, dan (d) citra sering dibuat dengan periode ulang yang pendek
(Sutanto, 1984).
Penginderaan jauh sangat bermanfaat digunakan dalam kajian bahaya alam
dan mitigasi, khususnya untuk membantu dalam proses pemetaan wilayah yang
berpotensi terkena bencana alam. Penggunaan teknik penginderaan jauh,
diharapkan dapat menginventarisasi potensi sumberdaya alam serta dapat
mengetahui wilayah yang berpeluang dilanda bencana alam dalam kaitannya
dengan kondisi geomorfologis (bentuklahan).
Ada beberapa contoh mengenai manfaat dari penginderaan jauh. Data
penginderaan jauh ini mampu memberikan informasi kondisi bencana banjir
melalui pemantauan (Parwati et al, 2008). Sedangkan menurut Haryani et al
(2008) pengolahan data MTSAT-IR dapat menghasilkan informasi spasial tentang
peluang hujan lebat harian sehingga data ini dapat dijadikan untuk informasi
spasial dan pemantauan terhadap daerah rawan banjir secara harian.
Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem informasi yang
dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat
geografi. SIG dapat diasosiasikan sebagai peta yang berorde tinggi yang juga
dapat dioperasikan untuk menyimpan data non spasial. Disebutkan juga bahwa
SIG telah terbukti kehandalannya untuk merekam, menyimpan, mengelola,
menganalisa serta menampilkan data spasial baik dalam bentuk data biofisik
maupun sosial ekonomi. Star dan Estes (1990) dalam Barus dan Wiradisastra
(2000) mengemukakan bahwa secara umum SIG menyediakan fasilitas-fasilitas
untuk mengambil, mengelola, memanipulasi dan menganalisa data serta
menyediakan hasil baik dalam bentuk grafik maupun dalam bentuk data tabular,
pada intinya fungsi utama SIG adalah untuk mengelola data spasial.
SIG sangat bermanfaat dalam kajian bahaya dan resiko banjir, dengan
penggunaan teknologi tersebut dapat dilakukan analisis spasial dengan cepat dan
efisien, sehingga dapat dijadikan sebagai penyedia informasi mengenai faktorfaktor penyebab kemungkinan terjadinya bahaya dan resiko banjir. Selain hal
tersebut SIG juga dapat digunakan untuk menghasilkan peta turunan dari peta-

10

peta tematik lainnya berupa peta resiko dan peta bahaya banjir. Proses
penggabungan informasi tersebut dapat dilakukan dengan cara tumpang tindih
(overlay) untuk menurunkan informasi baru.
Penataan Ruang
Menurut definisi UU No.26 tahun 2007 tentang penataan ruang, ruang
adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai
satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk hidup lainnya melakukan
kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Sedangkan untuk pengertian
wilayah didefinisikan sebagai ruang yang mempunyai kesatuan geografis beserta
segenap unsur yang terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan

aspek

administratif atau

aspek

fungsional.

Maka

wilayah

mengandung arti sebagai aspek fungsional disebut kawasan. Undang-undang
tersebut membagi kawasan menjadi dua, yaitu kawasan lindung dan kawasan
budidaya. Kawasan lindung meliputi hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan
resapan air, sempadan pantai, sempadan kawasan sekitar waduk/danau, sempadan
sungai, daerah sekitar mata air, kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan
perairan lainnya, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional, taman hutan
raya, taman wisata alam, kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan, dan
kawasan rawan bencana (bahaya banjir, aliran lahar, gempa bumi, longsor,
tsunami). Kawasan budidaya meliputi kawasan indsutri, kawasan pariwisata, dan
kawasan tempat pertahanan keamanan.
Untuk Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam rencana tata ruang wilayah
ditetapkan harus mempunyai kawasan hutan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen
dari luas daerah aliran sungai. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI No 41
tahun 1999 tentang Kehutanan yang menyebutkan bahwa penyelenggaraan
kehutanan yang bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat adalah dengan
meningkatkan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) dan mempertahankan
kecukupan hutan minimal 30 % dari luas DAS dengan sebaran proporsional.
Sedangkan yang dimaksud dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan
sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan
anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan
air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, dimana batas

11

di darat merupakan pemisah topografis (UU No 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya
Air).
Berkaitan dengan penanganan banjir, Dirjen Penataan Ruang Departemen
Kimpraswil (2003), mengemukakan upaya penataan ruang yang harus didekati
secara sistemik tanpa dibatasi oleh batas-batas kewilayahan dan sektor. Oleh
karena itu dirumuskan 4 (Empat) prinsip hal pokok penataan ruang yang perlu
dipertimbangkan yaitu ; (a) holistik dan terpadu, (b) keseimbangan kawasan hulu
dan hilir, (c) keterpaduan penanganan secara lintas sektor dan lintas wilayah
dengan skala provinsi untuk keterpaduan lintas Kabupaten/Kota dan Skala
Kabupaten/Kota untuk keterpaduan lintas Kecamatan, serta (d) pelibatan peran
serta masyarakat mulai tahap perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian
pemanfaatan ruang. Hal ini sesuai dengan amanat UU 24/92 yang ditindak lanjuti
dengan PP 69/96 tentang pelaksanaan hak dan kewajiban, serta bentuk dan tata
cara peran serta masyarakat dalam penataan ruang (CIFOR 2002).

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kota Sintang (Gambar 1 dan Lampiran 1) yang
secara geografis terletak antara 0°09’ LU - 0°02’ LS dan 111°21’ BT - 111°36
BT. Secara administratif daerah penelitian dibatasi oleh daerah-daerah
administrasi lain yaitu di bagian :
Utara

: Kecamatan Binjai Hulu dan Kelam Permai, Kabupaten Sintang

Timur

: Kecamatan Dedai dan Kelam Permai, Kabupaten Sintang

Selatan

: Kecamatan Sei Tebelian dan Dedai, Kabupaten Sintang

Barat

: Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang

Waktu penelitian berlangsung dari bulan Maret sampai dengan
November 2009, yang meliputi pekerjaan laboratorium dan lapangan.
Data dan Alat
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data sekunder dan
primer (Tabel.1), sedangkan alat yang diperlukan meliputi seperangkat
komputer beserta piranti lunak seperti ARC GIS 9.3, ARC VIEW 3.2, dan
Global Positioning System (GPS) yang berturut-turut digunakan untuk proses
analisis spasial dan menentukan titik koordinat geografis di lapangan.
Tabel 1 Jenis dan Sumber Data Penelitian
No.

Sumber

Kegunaan

Skala / Resolusi

1.

Citra Ikonos 2006

Jenis Data

-

Intrepetasi landform dan landuse

Res. 1 m x 1m

2.

Citra Landsat 2004

-

Intrepetasi penggunaan lahan

Res. 30 m x 30 m

3.

Citra Landsat 2009

-

Intrepetasi penggunaan lahan

Res. 30 m x 30 m

4.

Peta Administrasi

Bappeda

Menentukan batas wilayah penelitian

1 : 50.000

5.

Peta RDTRK

Bappeda

Evaluasi tata ruang

1 : 30.000

6.

Wawancara

Penduduk

Pemetaan bahaya banjir

-

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

14

Kerangka Pemikiran
Banjir yang terjadi di Kota Sintang perlu dicermati faktor penyebabnya,
Harian Pontianak Post (2005) mencatat dalam 5 (lima) tahun terakhir banjir yang
terjadi tidak hanya menggenangi area permukiman di sekitar sungai, tetapi juga
masuk ke pusat kota. Fakta ini menunjukkan bahwa Kota Sintang berdiri diatas
dataran banjir
Pertambahan penduduk yang disertai terjadinya dengan meningkatnya
kebutuhan

masyarakat

akan

lahan

untuk

permukiman,

menyebabkan

berkembangnya permukiman-permukiman baru yang berdiri di atas bentuklahan
fluvial yang mempunyai bentuklahan datar dan sering digenangi air seperti dataran
banjir, dataran rawa, dan dataran alluvial.
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk memperoleh informasi
rinci mengenai daerah bahaya dan resiko banjir. sebagai bagian dari program
mitigasi dan dapat pula dipakai untuk evaluasi terhadap tata ruang Kota Sintang.
Keterbatasan data pendukung penelitian yang detil seperti peta bentuklahan,
peta rupa bumi, peta sebaran genangan banjir, data hidrologi, data iklim, dan lainlain, menyebabkan kesulitan dalam melakukan analisis bahaya banjir dan kajian
banjir secara detil. Namun ketersediaan Citra Ikonos Kota Sintang tahun 2006
banyak membantu untuk mengeksplorasi informasi yang dapat dikaitkan dengan
studi banjir, seperti bentuklahan dan penutupan lahan. Oleh karena itu pendekatan
yang diambil dalam penelitian ini adalah pendekatan geomorfologi yang mengkaji
bentuklahan (landform) sebagai basis untuk analisis daerah bahaya banjir. Aspek
bentuklahan yang utama dianalisis adalah aspek morfogenesis dan morfologi.
Morfogenesis mencerminkan proses-proses geomorfik yang terjadi di masa lalu,
saat sekarang, dan yang mungkin terjadi di masa mendatang khususnya untuk
proses fluvial (banjir). Aspek morfologi lebih menekankan pada unsur
morfometri, yaitu menyangkut elevasi permukaan lahan terhadap permukaan air
sungai normal (tidak banjir) seperti yang terjadi pada saat penelitian. Aspek
morfometri ini dilengkapi dengan penentuan daerah genangan banjir dan
frekuensinya yang didapat dari informasi penduduk setempat sebagai saksi
kejadian banjir di masa lalu. Jadi wilayah genangan yang diperoleh dalam

15

penelitian ini adalah han
anya terbatas dari informasi penduduk yang ditand
andai dengan
GPS.
Data bentuklahan,
n, elevasi, dan sebaran genangan banjir tersebut
ut kemudian
diolah dengan cara mem
emberikan skor pada setiap parameter, kemudian
an dilakukan
proses tumpang tindih (ooverlay) secara bertahap. Selanjutnya dilakukan
an penentuan
kelas bahaya banjir de
dengan metode rasional sehingga diperoleh peta
pe bahaya
banjir. Untuk mempero
roleh peta resiko banjir, maka elemen penggun
unaan lahan
diberi skor sesuai dengan
gan nilai kerugian yang dapat dialami jika penggu
gunaan lahan
tersebut terkena banjir
jir. Langkah berikutnya dapat dilakukan anali
alisis resiko
dengan metode rasiona
nal seperti dalam penentuan kelas bahaya ban
anjir namun
analisis tumpang tindihh ((overlay) dilakukan antara peta bahaya banjir dengan
d
peta
penggunaan lahan. Untu
ntuk melakukan evaluasi rencana tata ruang, maaka analisis
overlay dilakukan antara
ara peta bahaya banjir terhadap peta RDTRK sehin
hingga dapat
dilihat potensi resiko banjir terhadap penggunaan lahan aktual dan
da rencana
peruntukan ruang yangg ssudah ditentukan. Dari hasil analisis ini diharap
rapkan dapat
dilakukan evaluasi terha
hadap RDTRK dari sudut pandang bencana banjir
jir.

Gambar 2. Kerangka pemikiran

16

Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian dibagi ke dalam lima tahap, yaitu Persiapan Data,
Pengolahan Data Awal, Pekerjaan Lapangan, Pengolahan Data Akhir, Analisis
Data dan Penyajian Hasil.
1) Persiapan data
Pada tahap ini dilakukan studi kepustakaan dengan mempelajari literatur yang
ada hubungannya rencana penelitian, seperti hasil penelitian maupun jurnal
yang diperoleh di perpustakaan ataupun internet, dan juga peta-peta tematik
yang berkaitan dengan penelitian. Selanjutnya dilakukan orientasi lapangan
untuk mencari data dan informasi awal tentang ketersediaan data dan
permasalahan yang ada di daerah penelitian, serta mengadakan konsultasi awal,
penulisan proposal, perbaikan usulan penelitian, serta pengurusan ijin
penelitian maupun persiapan peralatan survey. Data yang dikumpulkan pada
penelitian ini berupa data primer (Citra Ikonos tahun 2006 dan Citra Landsat
tahun 2004-2009), sedangkan untuk data bentuklahan merupakan hasil analisis
dari citra ikonos.
2) Pengolahan Data Awal
Mencangkup proses pengolahan data primer dan sekunder di laboratorium.
Data primer berupa data penginderaan jauh Citra Ikonos Kota Sintang Tahun
2006 digunakan untuk intrepetasi penggunaan lahan aktual dan analisis
bentuklahan Kota Sintang, sedangkan peta-peta penggunaan lahan DAS
Melawi dan Kapuas tahun 2004 dan 2009 dihasilkan dari intrepetasi Citra
Landsat. Dari tahapan ini diperoleh peta tentatif yaitu penggunaan lahan aktual
Kota Sintang tahun 2006, penggunaan DAS Melaw