Analisis Profitabilitas Usaha dan Nilai Tambah Produk Sate Bandeng pada UKM Sate Bandeng di Kota Serang Banten

ANALISIS PROFITABILITAS USAHA DAN NILAI TAMBAH
PRODUK SATE BANDENG PADA UKM SATE BANDENG DI
KOTA SERANG BANTEN

FEBRI TESA PUSPITASARI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Profitabilitas Usaha dan
Nilai Tambah Produk Sate Bandeng pada UKM Sate Bandeng di Kota Serang adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian
Bogor.
Bogor, Juni 2014

Febri Tesa Puspitasari
NIM H34100087

ABSTRAK

FEBRI TESA PUSPITASARI. Analisis Profitabilitas Usaha dan Nilai Tambah
Produk Sate Bandeng pada UKM Sate Bandeng di Kota Serang. Dibimbing oleh
NETTI TINAPRILLA.
Sate bandeng adalah salah satu hasil olahan ikan bandeng yang merupakan makanan khas
Banten. Rata-rata sate bandeng dilakukan dalam skala usaha kecil dan menengah yang
masuk ke dalam industri rumah tangga. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis
profitabilitas usaha sate bandeng dengan membandingkan kedua usaha terhadap tingkat
profitabilitas dan menganalisis nilai tambah usaha sate bandeng untuk setiap usaha
sejenis. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode survey. Lokasi penelitian
dilakukan secara sengaja dengan memilih UKM sate bandeng Ratu Toety dan UKM sate
bandeng Hj. Mariyam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua usaha ini mampu

menghasilkan laba. Nilai profitabilitas usaha Ratu Toety sebesar 28 persen lebih besar
dibandingkan usaha Hj. Mariyam sebesar 26,7 persen. Analisis nilai tambah
menunjukkan kedua usaha ini menghasilkan nilai tambah yang tidak jauh berbeda. Nilai
tambah usaha Ibu Ratu Toety sebesar Rp 39 467.00 atau sebesar 41.8 persen, sedangkan
usaha Ibu Hj Mariyam sebesar Rp 39 172.00 atau 41.5 persen.

Kata kunci: industri rumah tangga, profitabilitas, sate bandeng, nilai tambah

ABSTRACT

FEBRI TESA PUSPITASARI. Business Profitability Analysis and Value Added
Products Satay Milkfish in Home Industries Satay Milkfish in Serang. Supervised
by NETTI TINAPRILLA.
Satay milkfish is one of the processed milk fish which is a typical food of Banten.
Average satay milkfish done in small and medium scale enterprises into the home
industry. The purpose of this research is to analyze the profitability of the satay milkfish
business and to analyze value -added business satay milkfish for every kind of business.
This research used survey method. The location of the research is taken with purposive
method with selecting Ratu Toety business and Hj. Mariyam business. The results
showed that the two businesses are able to generate profits. The business Ratu Toety

profitability ratios of 29.1 percent greater than the business Hj. Mariyam 27.8 percent.
The analysis showed the added value of two businesses generate value added is not much
different. Value-added businesses Ratu Toety of Rp 39 467.00 or by 41.8 percent, while
business Mariyam Hj Rp 39 172.00 or 41.5 percent.
Keywords : home industry, profitability, satay milkfish, value-added

vi

ANALISIS PROFITABILITAS USAHA DAN NILAI TAMBAH
PRODUK SATE BANDENG PADA UKM SATE BANDENG
DI KOTA SERANG BANTEN

EBRI TESA PUSPITASARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis


DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

vii

Judul Skripsi : Analisis Profitabilitas Usaha dan Nilai Tambah Produk Sate
Bandeng pada UKM Sate Bandeng di Kota Serang Banten
Nama
: Febri Tesa Puspitasari
NIM
: H34100087

Disetujui oleh

Dr Ir Netti Tinaprilla, MM
Dosen Pembimbing


Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, M Si
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: ............

viii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini adalah
profitabilitas dan nilai tambah, dengan judul Analisis Profitabilitas Usaha dan
Nilai Tambah Produk Sate Bandeng pada UKM Sate Bandeng di Kota Serang
Banten.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Netti Tinaprilla, MM selaku
pembimbing, serta Ir Popong Nurhayati, MM yang telah banyak memberikan
arahan, saran, kesabaran, dan waktu kepada penulis selama penulisan skripsi.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr Amzul Rifin, SP. MA selaku dosen
penguji utama dan Anita Primaswari W., SP, M Si selaku dosen penguji komisi
pendidikan yang telah banyak memberikan saran dan masukan kepada penulis
untuk perbaikan skripsi ini, serta kepada Dr Ir Rr Heny Kuswanti Suwarsinah, M
Ec selaku wali akademik selama masa perkuliahan. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Ibu Ratu Toety, Pak Soekarno, Ibu Ari, dan Pak
Amung selaku pemilik UKM Sate Bandeng yang telah membantu selama
pengumpulan data. Orang tua tercinta Syachrul dan Tati Herawati, kaka tersayang
Putri Tesa Kharisma, S Pd dan adik tercinta Ahmad Aldi Nugraha, serta Rifki
Hamin Firmasyah, A Md yang selalu memberi doa, dukungan, semangat, materi,
dan semua pengorbanannya dengan penuh rasa sayang kepada penulis. Terima
kasih kepada Brilia Wulantika, Kartika Tirta Arum, Aprin, dan Septiani yang
telah berjuang bersama-sama dan telah memberi semangat kepada penulis.
Ungkapan terima kasih juga kepada Rahma Fitri, Nur Agustiyanah, Kiki Fitria
Ambarwangi, Bangarani, Khairunissa Rahmah, Astari, Rahmahwati dan temanteman agribisnis 47 lainnya atas seluruh dukungan dan kebersamaannya.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juni 2014

Febri Tesa Puspitasari


ix

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

5

Tujuan Penelitian

7

Manfaat Penelitian

7

TINJAUAN PUSTAKA

7


Profitabilitas Komoditas Perikanan

7

Nilai Tambah Komoditas Perikanan

9

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis

10
10

Konsep Biaya

10

Konsep Harga Jual


11

Analisis Profitabilitas

12

Analisis Nilai Tambah

15

Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN

16
17

Lokasi dan Waktu Penelitian

17


Jenis dan Sumber Data

17

Metode Pengolahan dan Analisis Data

18

Analisis Biaya Produksi

18

Analisis Profitabilitas

19

Analisis Nilai Tambah

19

GAMBARAN UMUM USAHA
Gambaran Umum Usaha Sate Bandeng Ratu Toety

20
20

Pengadaan Bahan Baku

22

Tenaga Kerja

22

Peralatan Produksi dan Proses Produksi

22

x

Gambaran Umum Usaha Sate Bandeng Hj Mariyam

26

Pengadaan Bahan Baku

27

Tenaga Kerja

27

Peralatan Produksi dan Proses Produksi

27

PEMBAHASAN DAN HASIL

30

Struktur Biaya

30

Biaya Tetap

30

Biaya Variabel

34

Total Biaya

36

Volume Penjualan

37

Analisis Profitabilitas

37

Analisis Nilai Tambah

47

SIMPULAN DAN SARAN

50

Simpulan

50

Saran

51

DAFTAR PUSTAKA

51

LAMPIRAN

54

xi

DAFTAR TABEL
1 Jumlah Produksi Perikanan di Indonesia Tahun 2008-1012 (ton)
1
2 Tingkat Konsumsi Ikan Masyarakat Indonesia
1
3 Jumlah Produksi Ikan Bandeng di Indonesia
2
4 Komposisi Kandungan Gizi Bandeng per 100 gram
2
5 Perkembangan Jumlah Pelaku Usaha dan Penyerapan Tenaga Kerja Menurut
Skala Usaha Tahun 2011-2012
3
6 Perkembangan Nilai PDB Menurut Skala Usaha pada Tahun 2011-2012 Atas
Dasar Harga Berlaku (dalam Rp. Miliar)
4
7 Daftar UKM yang Memproduksi Sate Bandeng di Wilayah Kota Serang Tahun
2012
5
8 Perhitungan Nilai Tambah Menurut Metode Hayami
20
9 Inventarisasi Peralatan Produksi Sate Bandeng Usaha Ratu Toety
23
10 Inventarisasi Peralatan Produksi Sate Bandeng Usaha Hj Mariyam
28
11 Biaya Tetap Usaha Sate Bandeng Ratu Toety per Tahun
30
12 Biaya Tetap Usaha Sate Bandeng Hj Mariyam per Tahun
32
13 Biaya Variabel Usaha Sate Bandeng Ratu Toety per Tahun
34
14 Biaya Variabel Usaha Sate Bandeng Hj Mariyam per Tahun
35
15 Total Biaya Usaha Sate Bandeng per Tahun
36
16 Perbandingan Titik Impas dengan Kondisi Aktual Usaha Sate Bandeng Ratu
Toety
39
17 Perbandingan Titik Impas dengan Kondisi Aktual Usaha Sate Bandeng Hj
Mariyam
42
18 Perbandingan Perhitungan Biaya Usaha Sate Bandeng per Tahun
46
19 Analisis Nilai Tambah Produk Sate Bandeng
47

DAFTAR GAMBAR
1 Titik Impas, Laba dan Volume Penjualan
2 Diagram Kerangka Pemikiran
3 Alur Proses Pengolahan Sate Bandeng
4 Titik Impas Produk Sate Bandeng Ratu Toety
5 Titik Impas Produk Sate Bandeng Hj Mariyam
6 Kurva Titik Impas Antara Usaha Ratu Toety dan Hj Mariyam

13
17
25
40
43
45

DAFTAR LAMPIRAN
1 Inventarisasi Peralatan Produksi Sate Bandeng Ratu Toety
2 Inventarisasi Peralatan Produksi Sate Bandeng Hj Mariyam
3 Biaya Tidak Langsung Usaha Sate Bandeng Ratu Toety per Tahun
4 Biaya Tidak Langsung Usaha Sate Bandeng Hj Mariyam per Tahun
5 Penggunaan Bahan Baku Utama dan Bahan Baku Pendukung Produksi Sate
Bandeng Ratu Toety per Tahun
6 Penggunaan Bahan Baku Utama dan Bahan Baku Pendukung Produksi Sate
Bandeng Hj Mariyam per Tahun

55
55
55
56
56
57

xii

7 Perhitungan Beberapa Faktor dalam analisis tambah pada Tabel 18
8 Dokumentasi Tempat Usaha

58
60

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki sumber daya perikanan yang cukup besar. Besarnya
sumber daya perikanan tidak hanya di dominasi oleh perikanan tangkap saja,
namun juga perikanan budi daya. Setiap tahun produksi perikanan baik perikanan
tangkap maupun budi daya selalu mengalami peningkatan. Karena itu, sektor
perikanan di Indonesia memiliki potensi besar sebagai produk unggulan ekspor1.
Berdasarkan data yang di peroleh, jumlah produksi perikanan pada tahun 2012
meningkat 6 404 895 ton dari tahun 2008 seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Jumlah produksi perikanan di Indonesia tahun 2008-1012 (ton)
Jenis
Perikanan

5 714 271

5 811 510

Pertumbuhan
Rata-rata
2.85

6 976 750

9 451 700

26.64

12 691 021

15 263 210

12.19

Tahun
2008

2009

2010

Perikanan
5 003 115
5 107 971
5 384 418
Tangkap
Perikanan
3 855 200
4 708 563
6 277 924
Budi daya
Jumlah
8 858 315
9 816 534 11 662 342
Produksi
Perikanan
Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2013

2011

2012

Potensi perikanan budi daya bernilai lebih prospektif dibandingkan
perikanan tangkap. Bisnis di bidang perikanan budi daya lebih baik karena sektor
perikanan budi daya lebih terukur dan hasilnya lebih terjamin2. Jumlah produksi
ikan yang meningkat disebabkan karena adanya dukungan dari tingkat konsumsi
yang terus meningkat. Sebagian besar hasil produksi tersebut digunakan sebagai
bahan baku pengolahan hasil perikanan. Permintaan terhadap ikan yang terus
mengalami peningkatan terlihat dari tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia.
Pada tahun 2012 tingkat konsumsi masyarakat Indonesia mencapai 33.89
kg/kapita/tahun atau bertambah sebesar 4.81 kg/kapita/tahun dari tingkat
konsumsi masyarakat Indonesia tahun 2009 seperti yang terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia
Tahun
per Kapita (Kg/Kap/Th)
2009
29.08
2010
30.48
2011
32.25
2012
33.89
Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2013
1

KKP. 2012. Perikanan Berpotensi Angkat Perekonomian RI Jadi Nomor Tujuh Dunia.
http://www.kkp.go.id//.
2
KKP. 2013. Kadin Jalin Kerja sama dengan KKP dan Provinsi Batam Kembangkan Budi daya
Air Laut. http://www.djpb.kkp.go.id//

2
Manfaat ikan yang sangat baik bagi tubuh masyarakat mendorong
masyarakat Indonesia untuk mengkonsumsi ikan lebih banyak. Ikan sebagai salah
satu komoditas yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia,
terutama dari kemampuannya yang memiliki kandungan gizi yang tinggi.
Kandungan zat gizi tersebut adalah protein, lemak, vitamin, mineral, karbohidrat,
serta kadar air. Pada proses pendistribusian dan pengolahannya, ikan sebagai
salah satu bahan pangan yang cepat mengalami proses pembusukan yang
disebabkan oleh bakteri dan mikroorgaanisme. Hal ini karena komposisi ikan
seperti kandungan air yang tinggi dan kondisi lingkungan yang memungkinkan
sebagai tempat pertumbuhan mikroba pembusuk. Kondisi lingkungan tersebut
meliputi suhu, pH, oksigen, kadar air, waktu simpan dan kondisi kebersihan
sarana dan prasarana.
Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal) adalah ikan pangan populer di
Asia Tenggara (Sudradjat, 2011). Ikan jenis air payau ini memiliki prospek yang
cukup baik untuk dikembangkan karena banyak digemari masyarakat. Hal ini
karena ikan bandeng memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis
ikan lainnya yaitu rasa yang cukup enak dan gurih, rasa daging yang netral dan
tidak mudah hancur jika dimasak (Sudradjat,2011). Selain itu, harganya yang
terjangkau oleh semua kalangan masyarakat.
Setiap tahun jumlah produksi ikan bandeng cenderung meningkat seiring
pula dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein
hewani. Pada tahun 2011, jumlah produksi ikan bandeng mencapai 467 044 ton.
Angka ini terus meningkat dari empat tahun sebelumnya pada tahun 2007.
Adapun jumlah produksi ikan bandeng di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Jumlah produksi ikan bandeng di Indonesia
Tahun
Volume (ton)
2007
263 138
2008
277 004
2009
328 191
2010
421 757
2011
467 044
Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2013

Menurut Susanto (2010), ikan bandeng memiliki kandungan nutrisi yang
lengkap dan digolongkan sebagai ikan berprotein tinggi dan berlemak rendah.
Kompisisi kandungan gizi ikan bandeng per 100 gram dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Komposisi kandungan gizi bandeng per 100 gram3
Komponen
Nutrisi dan kalori kadar air
Kandungan kalori makanan
Kadar protein
Kadar lemak
Kadar abu
Karbohidrat
Dietary fiber
3

http://www.calorie-counter.net.

Kadar
70.85 gram
148 kkal/ 3.5 oz
20.53 gram
6.73 gram
1.14 gram
0 gram
0 gram

3
Tabel 4 menunjukkan dalam 100 gram bandeng nutrisi dan kadar air sebesar
70.85 gram dan kalori makanan 148 kkal/3.5 oz. Ikan bandeng memiliki
kandungan gizi yang jauh lebih baik dibandingkan ikan salmon yang telah
mendunia. Kandungan lemak ‘sehat’ dalam perut bandeng cukup tinggi sebesar
6.73 gram sehingga bisa menjadi pilihan tertinggi untuk dikonsumsi. Di sisi lain,
ikan bandeng memiliki kelemahan yaitu kurang praktis untuk di konsumsi
terutama oleh anak-anak dan golongan usia lanjut. Hal ini disebabkan bau
lumpur yang terdapat pada daging ikan bandeng serta duri-durinya yang sulit
dibersihkan (Sudradjat, 2011). Karena itu, diperlukannya suatu cara penanganan
dalam memanfaatkan ikan bandeng, yaitu dengan mengolah ikan bandeng
menjadi suatu produk yang memiliki nilai tambah.
Usaha pengolahan ikan bandeng telah banyak dijumpai di beberapa daerah.
Rata-rata olahan ikan bandeng dilakukan dalam skala usaha kecil dan menengah
(UKM) yang masuk ke dalam indutri rumah tangga. UKM memiliki peranan
penting bagi perekonomian suatu negara termasuk Indonesia. Banyaknya industri
kecil dan kerajinan rumah tangga yang di serap dari banyaknya usaha dan tenaga
kerja ini dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Perkembangan jumlah pelaku usaha dan penyerapan tenaga kerja menurut
skala usaha tahun 2011-2012
No.

1.

Skala
Usaha

Jumlah Pelaku Usaha
(Unit)
2011*)
2012**)
55 206 444 56 534 592
54 559 969 55 856 176

%

Jumlah Tenaga Kerja
(Orang)
2011*)
2012**)
101 722 458
107 657 509
94 957 797
99 859 517

5.83
5.16

4 535 970

15.71

3 262 023

14.67

3 150 645

8.97

UMKM
2.41
Usaha
2.38
Mikro
Usaha
602 195
629 418 4.52
3 919 992
Kecil
Usaha
44 280
48 997 10.65
2 844 669
Menengah
2.
Usaha
4 952
4 968 0.32
2 891 224
Besar
Jumlah
55 211 396 56 539 560
2.41
104 613 681
Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM, 2013
Keterangan : *) Angka Sangat Sementara **) Angka Prediksi

110 808 154

%

5.92

Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa jumlah UMKM semakin meningkat
dibandingkan usaha besar. Pengaruh dari jumlahnya yang semakin meningkat,
membuat Usaha Kecil Menengah memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap
PDB tahun 2011-2012 atas dasar harga berlaku, dengan jelas dapat terlihat pada
Tabel 6.

4
Tabel 6 Perkembangan nilai PDB menurut skala usaha pada tahun 2011-2012 atas
dasar harga berlaku (dalam Rp. Miliar)
No.

Skala Usaha

1.

UMKM
Usaha Mikro
Usaha Kecil
Usaha
Menengah
Usaha Besar
Total

2.

Tahun 2011 *)
Jumlah
Pangsa
(%)
4 303 571.5
57.94
2 579 388.4
34.73
722 012.8
9.72
1 002 170.3
13.49

Tahun 2012 *)
Jumlah
Pangsa
(%)
4 869 568.1
59.08
2 951 120.6
35.81
798.122,2
9.68
1 120 325.3
13.59

565 996.7
371 732.2
76 109.4
118 155.0

13.15
14.41
10.54
11.79

3 123 514.6
7 427 086.1

3 372 296.1
8 241 864.3

248 781.5
814 778.2

7.96
10.97

42.06

40.92

Perkembangan
Jumlah
%

Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM, 2013
Keterangan : *) Angka Sangat Sementara **) Angka Prediksi

Secara statistik, terlihat bahwa kontribusi UKM terhadap PDB nasional
adalah yang terbesar, dengan jumlah persentase perkembangan dari tahun 2011
menuju tahun 2012 sebesar 13.1 persen. Jumlah perkembangan yang jauh lebih
besar dibandingkan dengan usaha besar yaitu 7.96 persen. Karena itu, UKM
sebagai salah satu sektor yang perlu mendapat perhatian dan dukungan dari semua
pihak, agar UKM dapat terus berkembang. Hal tersebut karena UKM memang
jelas sangat memiliki peranan penting bagi perekonomian suatu negara, termasuk
didalamnya usaha pengolahan ikan bandeng.
Keragaman masyarakat mengkonsumsi ikan bandeng berbeda cara
penyajiannya antar daerah di Indonesia, sehingga masing-masing menjadi produk
makanan unggulan bagi daerah tertentu hingga saat ini. Seperti halnya di Serang
Banten yang dikenal dengan sate bandengnya, Jawa Timur dengan bandeng
asapnya, Semarang cukup ternama dengan bandeng prestonya, dan Sulawesi
Selatan dengan bandeng bakarnya (Sudradjat, 2011).
Usaha pengolahan ikan bandeng yang berbentuk UKM saat ini sudah
semakin meningkat. Karena itu, semakin berkembangnya usaha kecil olahan ikan
bandeng di dukung oleh ketersediaan ikan bandeng segar yang terus mengalami
peningkatan. Peningkatan tersebut di dukung karena banyaknya UKM berbagai
olahan bandeng yang semakin meningkat di Indonesia, salah satunya sate
bandeng.
Sate bandeng adalah salah satu hasil olahan ikan bandeng. Usaha
pengolahan ikan bandeng ini telah banyak dijumpai di beberapa daerah,
khususnya di daerah Banten. Olahan ikan bandeng ini memberikan nilai tambah
bagi ikan bandeng itu sendiri. Karena itu, diperlukannya analisis nilai tambah
untuk mengukur seberapa besar nilai tambah yang dihasilkan dari sate bandeng itu
sendiri.
Nilai tambah diukur dari nilai produksi dan nilai biaya antara bahan baku
dengan bahan dasar serta bahan penunjang lainnya untuk menghasilkan produk
tersebut. Agar tujuan perusahaan dapat tercapai yaitu mencapai laba yang
maksimal dan efisien. Biaya yang dikeluarkan perusahaan diusahakan sekecil
mungkin agar dapat mencapai laba yang maksimal dan efisien. Karena itu,
perusahaan harus mengetahui keadaan profitabilitas perusahaannya, agar dapat
mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meningkatkan atau paling tidak
mempertahankan profit yang telah dicapai perusahaan untuk masa mendatang.

5
Usaha kecil menghasilkan profit yang rendah atau mendekati titik impas
(Mulyadi, 1999). Profit yang mendekati titik impas dibutuhkan analisis
profitabilitas guna mengetahui keadaan profitabilitas perusahaan itu sendiri.
Profit adalah keuntungan yang diperoleh perusahaan dari hasil penjualan setelah
dikurangi modal dan biaya produksi lainnya, sedangkan profitabilitas merupakan
kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan,
total aktiva, dan modal sendiri (Mulyadi, 1999).
Perumusan Masalah
UKM sate bandeng merupakan UKM yang bergerak dalam bidang
pengolahan ikan bandeng yang saat ini terus berkembang. UKM sate bandeng ini
juga sebagai salah satu usaha yang memproduksi makanan khas daerah Banten.
Sebagai makanan khas daerah, banyak pesaing yang tidak ingin kalah untuk
berbisnis sate bandeng. Hal tersebut, menjadikan tantangan bagi masing-masing
UKM sate bandeng untuk terus berkembang. Berdasarkan data Dinas
Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Serang Tahun 2012, terdapat
beberapa industri kecil yang memproduksi sate bandeng. Berikut daftar usaha
kecil yang memproduksi sate bandeng dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Daftar UKM yang memproduksi sate bandeng di wilayah kota Serang
tahun 2012
No.

Nama Usaha

Satuan

1.
Sate Bandeng Cepi Awaludin
Tusuk
2.
Sate Bandeng Ratu Toety
Tusuk
3.
Sate Bandeng Ibu Aliyah
Tusuk
4.
Sate Bandeng Ibu Mariam
Tusuk
5.
Sate Bandeng Ibu Mamah
Tusuk
6.
Sate Bandeng Ibu Oneng
Tusuk
7.
Sate Bandeng Heri
Tusuk
8.
Sate Bandeng Hj. Mariyam
Tusuk
9.
Sate Bandeng Alimu Saeful Muluk
Tusuk
10.
Sate Bandeng Ika Sartika
Tusuk
11.
Sate Bandeng Neneng Sofiah
Tusuk
12.
Sate Bandeng Ani
Tusuk
13.
Sate Bandeng Marsinah
Tusuk
14.
Sate Bandeng Mulyati
Tusuk
15
Sate Bandeng Hj. Sopiah
Tusuk
16.
Sate Bandeng Midah Dahmalia
Tusuk
17.
Sate Bandeng Rimadi
Tusuk
18.
Sate Bandeng Uun Haeraotul Waroh
Tusuk
Sumber : Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi, 2013

Kapasitas
Produksi/Tahun
28 200
47 500
25 200
21 000
18 000
18 750
15 000
109 000
18 000
15 000
13 600
1 000
18 000
28 000
6 240
28 000
1 800
1 800

Dua sampel UKM usaha sate bandeng dipilih dengan pertimbangan kedua
usaha yang memiliki total penjualan yang lebih besar. Di samping itu, kedua
usaha tersebut memiliki total produksi yang jauh berbeda, sehingga dapat dengan
mudah dilihat usaha mana yang lebih optimal. Kedua usaha tersebut adalah UKM
sate bandeng Ratu Toety dan UKM sate bandeng Hj Mariyam.

6
Setiap usaha memiliki potensi dan peluang untuk mengembangkan
usahanya, namun usaha sate bandeng juga dihadapkan pada beberapa kendala.
Pertama, potensi untuk menciptakan persaingan usaha cukup tinggi, karena
dengan adanya peluang pasar yang besar membuat usaha-usaha sejenis untuk
mudah memproduksi sate bandeng.
Biasanya usaha pengolahan memiliki peluang keuntungan nilai tambah bagi
komoditas itu sendiri dan tingkat profitabilitas yang lebih dibandingkan usaha
produk non olahan. Hal tersebut karena produk olahan memiliki nilai tambah yang
tinggi. Seperti halnya komoditas perikanan, produk yang mudah busuk dan rusak
ini dibutuhkan suatu penanganan agar memiliki nilai guna yang tinggi.
Komoditas perikanan yang mudah rusak dan busuk seperti ikan bandeng ini
membutuhkan penanganan yang cepat untuk menjaga kualitas sesuai dengan yang
diinginkan konsumen. Salah satu penanganan yang dapat dilakukan dengan
mengolah produk tersebut. Pengolahan memiliki tujuan yaitu mengoptimalkan
setiap input yang digunakan untuk menghasilkan output sesuai dengan keinginan
konsumen agar dapat menciptakan nilai tambah bagi suatu produk dan nilai guna
bagi konsumen. Nilai tambah menyatakan pertambahan nilai suatu komoditas
karena adanya input fungsional yaang diberlakukan pada komoditi yang
bersangkutan (Hayami, 1987). Besarnya nilai tambah dipengaruhi oleh besarnya
harga input, biaya produksi, teknik produksi dan harga output.
Kedua, bahan utama pada produksi sate bandeng adalah ikan bandeng. Dari
tahun ke tahun, permintaan ikan bandeng mengalami kenaikan selama sepuluh
tahun terakhir sebesar 6.33% rata-rata per tahun4. Setiap saat harga ikan bandeng
terus mengalami fluktuatif.
Fluktuasi harga bahan baku utama yang mempengaruhi besarnya biaya
produksi berdampak pada pertumbuhan keuntungan yang diperoleh karena biaya
bahan baku utama berkontribusi cukup besar pada total biaya variabel. Tak hanya
itu, harga bahan baku pendukung juga berpengaruh terhadap biaya produksi sate
bandeng, seperti harga bawang. Akhir-akhir ini, harga bawang mengalami
kenaikan mendorong harga input yang dikeluarkan meningkat. Karena itu, sate
bandeng juga mengalami kenaikan harga.
Kenaikan biaya produksi membuat harga jual pun meningkat. Kenaikan
harga jual akan berpengaruh pada tingkat profitabilitas yang di peroleh semakin
menurun. Penentuan harga jual didasarkan pada kenaikan biaya produksi dan
tingkat persaingan yang tinggi. Dengan adanya harga jual yang meningkat
membuat pemintaan konsumen menurun. Dengan begitu, maka diperlukan
manajemen keuangan agar dapat mengatur seberapa optimalnya tingkat harga jual
ditentukan sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. Dengan cara meminimalisir
biaya produksi dan memaksimumkan profit dengan input yang ada.
Selain itu, pada setiap skala usaha yang berbeda memiliki tingkat
profitabilitas yang berbeda pula. Karena itu, dibutuhkan perbandingan antar skala
usaha sejenis untuk melihat apakah dengan skala usaha yang besar akan memiliki
tingkat profitabilitas usaha yang besar pula.

4

www.bi.go.id

7
Jadi, dari penjelasan tersebut bahwa profitabilitas sangat terkait dengan nilai
tambah. Profitabilitas dipengaruhi oleh harga input dan jumlah input yang
dibutuhkan. Oleh sebab itu, penelitian ini perlu dilakukan.
Berdasarkan uraian tersebut maka terlihat beberapa pokok permasalahan
yang ingin dikaji dalam penelitian ini, antara lain:
1. Bagaimana tingkat profitabilitas yang di peroleh dari kedua UKM sate
bandeng dengan mengambil studi kasus pada total produksi usaha yang
berbeda? Seberapa besar kenaikan profit jika total penerimaan meningkat?
2. Seberapa besar nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan ikan
bandeng menjadi sate bandeng dari masing-masing UKM?

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis profitabilitas usaha sate bandeng dengan membandingkan
kedua usaha terhadap tingkat profitabilitas yang di peroleh dan
mengidentifikasi kenaikan profit jika total penerimaan meningkat.
2. Menganalisis nilai tambah usaha sate bandeng untuk setiap usaha sejenis.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berguna bagi :
1. Bagi industri sate bandeng di Kota Serang, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi dan masukan bagi manajemen dalam pengembangan
usahanya dan menerapkan rencana produksi yang baik yang sesuai dengan
batas kemampuan perusahaan, serta dapat memberikan pengetahuan mengenai
nilai tambah yang dapat diperoleh dari usaha yang sedang dijalankan.
2. Bagi mahasiswa, penelitian ini dapat memberikan gambaran dan perbandingan
terhadap teori yang di peroleh selama perkuliahan serta memberikan
pengalaman dan tambahan wawasan dalam penelitian dan penulisan ilmiah.
3. Bagi masyarakat luas, penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam mengetahui
keadaan UKM, tingkat profitabilitas, dan pengembangannya di Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA
Profitabilitas Komoditas Perikanan
Ramli (2009) menganalisis mengenai biaya produksi dan titik impas
pengolahan ikan dengan menggunakan metode Break Event Point, yang terkait
profitabilitas perusahaan olahan ikan Patin, yaitu ikan salai Patin, fillet salai Patin,
dan nugget ikan Patin. Harga pokok produksi ikan salai Patin sebesar Rp 29
800.00 per kg, fillet salai Patin sebesar Rp 37 210.00 per kg dan untuk nugget Rp

8
879.00 perbungkus. Harga jual masing-masing produk; ikan salai Patin Rp 35
000.00/kg, fillet salai Patin Rp 45 000.00/kg dan nugget Rp 1 000.00/bungkus
sehingga ada keuntungan yang diperoleh darri masing-masing produk. Titik impas
penjualan yang diperoleh sebesar Rp 6 542 062.00 titik aman perusahaan 74.44%
dengan tingkat profitabilitas sebesar 4.78% atau Rp 25 595 000.00. Hasil
penelitian memperlihatkan bahwa pengolahan ikan patin cukup menjanjikan untuk
diusahakan namun produk ikan salai patin dan fillet salai Patin lebih menjanjikan
dibandingkan dengan olahan nugget yang memiliki keuntungan yang lebih
rendah.
Penelitian lain mengenai profitabilitas dilakukan oleh Ramli dan Zuraidah
(2009), yang meneliti tentang harga pokok produksi dan titik impas pengolahan
ikan kayu. Biaya produksi yang diperlukan perusahaan untuk sekali produksi
sebanyak 200kg sekitar Rp 3 578 000.00. proses produksi ikan kayu dilakukan
sebanyak tiga kali dalam sebulan dengan total biaya produksi sekitar 600 kg atau
dengan nilai produksi Rp 16 620 000.00. Setelah dilakukan perhitungan laba rugi
dari produksi yang dilakukan diperoleh tingkat keuntungan sebesar 20.09%.
Dengan titik impas dicapai pada tingkat penjualan sebesar Rp 6 052 699.00. Hasil
penelitian ini memperlihatkan bahwa usaha pengolahaan ikan kayu layak
dilaksanakan.
Penelitian yang sama terkait komoditas perikanan mengenai profitabilitas
dilakukan oleh Pudjanarso (2012), meneliti tentang nilai tambah menggunakan
metode Hayami dan profitabilitas menggunakan titik impas pada agribisnis
pemindangan ikan laut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi nilai tambah
positif akibat proses pengolahan yaitu Rp 1 369.00 rata-rata per kilogram dan
ratio nilai tambah 23.35% rata-rata per kilogram. Analisis titik impas pada proses
pengolahan di peroleh rata-rata 40 kg dengan biaya dan penerimaan sebesar Rp
271 571.00 sehingga rasio keuntungan 16.70% rata-rata per kilogram. Hal ini
menunjukkan rasio nilai tambah lebih besar dibandingkan rasio keuntungan yang
berarti bahwa agribisnis pemindangan ikan laut memberikan prospek yang baik
karena masih ada keuntungan meskipun seluruh biaya tenaga kerja telah terkover.
Selain itu, penelitian mengenai profitabilitas dilakukan oleh Santi, meneliti
tentang profitabilitas usaha agroindustri keripik belut sawah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa biaya total rata-rata yang dikeluarkan oleh pengusaha keripik
belut tahun 2009 sebesar Rp 55 727 827.00. Penerimaaan rata-rata yang diperoleh
setiap pengusaha adalah Rp 58 921 650.00 dan keuntungan rata-rata yang
diperoleh sebesar Rp 3 193 823.00 per bulan. Usaha agroindustri keripik belut
sawah di Kabupaten Klaten dikatakan menguntungkan dengan nilai profitabilitas
5.73%.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Ratnawati (2010), meneliti tentang
analisis usaha pembesaran ikan nila merah di kolam air deras. Hasil penelitiannya
menyatakan bahwa biaya total rata-rata yang dikeluarkan petani ikan untuk usaha
pembesaran ikan nilai merah sebesar Rp 49 074 295.36 untuk sekali proses
pembesaran ikan. Besarnya penerimaan rata-rata yang dipeeroleh petani ikan
adalah Rp 51 461 465.83. keuntungan yang diperoleh petani ikan senilai Rp 2 387
170.47 dengan tingkat profitabilitas 4.86 % untuk sekali proses pembesaran ikan.

9
Besarnya nilai koefisien variasi usaha pembesaran ikan nila merah di kolam
air deras adalah 0.67 dan batas bawah minus Rp 827 755.83. Berarti bahwa usaha
pembesaran ikan nila merah di kolam air deras mempunyai peluang kerugian.
Efisiensi usaha pembesaran ikan nila merah di kolam air deras adalah senilai 1.05
sehingga dapat dikatakan bahwa usaha pembesaran ikan nila merah di kolam air
deras di Kabupaten Klaten efisien.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terhadap penelitian
terdahulu, dapat disimpulkan bahwa usaha olahan ikan lebih tinggi profitabilitas
yang dihasilkan dibandingkan usaha ikan segar. Keuntungan yang diperoleh
usahapun besar dibandingkan usaha ikan segar.

Nilai Tambah Komoditas Perikanan
Helda (2004) melakukan penelitian tentang nilai tambah pengolahan ikan
teri di Pulau Pasaran Provinsi Lampung menggunakan metode Hayami. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa usaha pengolahan ikan teri menguntungkan,
walaupun masih dilakukan secara sederhana atau tradisional. Akan tetapi, usaha
ini memberikan nilai tambah bagi produk, pendapatan tenaga kerja serta
keuntungan pengolah. Nilai tambah dari pengolahan produk yang di peroleh
pengolah ikan teri adalah Rp 950.82 per kg, dengan rata-rata rasio nilai tambah
sebesar 18.16 persen. Marjin yang di peroleh pengolah sebesar Rp 1 342.67 per kg
yang terdiri dari pendapatan tenaga kerja sebesar 6.73 persen, sumbangan input
lain sebesar 29.18 persen dan tingkat keuntungan sebesar 64.09 persen. Balas jasa
yang terbesar dari adanya kegiatan pengolahan ini diberikan pada keuntungan
perusahaan, artinya bahwa pengolah di industri ini memiliki tingkat keuntungan
yang besar dengan adanya kegiatan tersebut. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
pada industri pengolahan ini lebih padat modal.
Ramli dan Anggarini (2012) melakukan penelitian mengenai nilai tambah
pengolahan ikan salai patin menggunakan metode Hayami. Hasil penelitiannya
menyatakan bahwa nilai tambah ekonomi yang di peroleh dari mengolah ikan
Patin segar menjadi ikan salai Patin sebesar Rp 2 926.00 per kg atau sebesar 17.73
persen dengan perolehan keuntungan sebesar Rp 1 726.00 per kg dan dengan
marjin sebesar Rp 3 500.0 per kg dari ikan segarnya. Sedangkan untuk imbalan
tenaga kerja dengan penghasilan sebesar Rp 1 200.00 tiap kg ikan salai yang
dihasilkan.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terhadap penelitian
terdahulu, dapat disimpulkan bahwa suatu komoditas yang dimanfaatkan lebih
beragam untuk diolah biasanya memiliki kualitas yang lebih tinggi. Karena
komoditas apapun yang diolah pasti memiliki nilai tambah yang lebih dari
komoditas itu sendiri. Semakin banyak olahan yang di dapat, semakin tinggi nilai
tambah suatu komoditas itu sendiri. Nilai tambah suatu produk dapat
meningkatkan nilai guna bagi konsumen.
Berdasarkan penelitian di atas memiliki beberapa persamaan dan perbedaan
dengan penelitian ini. Persamaan yang mendasar adalah beberapa penelitian

10
terdahulu dan penelitian ini menganalisis tingkat profitabilitas suatu usaha
produksi dengan menghitung titik impas dan profitabilitas. Perhitungan titik impas
untuk melihat suatu usaha dihadapkan pada kerugian atau tidak. Dan melihat
kapan suatu usaha mampu menutupi biaya produksinya. Pada penelitian mengenai
analisis nilai tambah menghitung dengan menggunakan metode Hayami.
Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah
membandingkan dari beberapa usaha yang sejenis untuk melihat apakah skala
produksi yang besar akan menghasilkan profitabilitas dan nilai tambah yang besar
pula dibandingkan skala produksi yang lebih rendah. Karena itu, penelitian ini
perlu dilakukan untuk menjadi referensi pada penelitian selanjutnya. Penelitian ini
juga dilakukan pada usaha pengolahan sate bandeng karena sebelumnya belum
pernah ada yang meneliti mengenai profitabilitas dan nilai tambah dari usaha sate
bandeng.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Biaya
Salah satu unsur yang penting dalam menganalisis nilai tambah pengolahan
adalah biaya. Menurut Supriyono (2000), biaya merupakan harga perolehan yang
digunakan atau dikorbankan dalam rangka memperoleh tujuan penghasilan
atau revenue yang akan dipakai sebagai pengurang penghasilan. Istilah lain
tentang biaya adalah jumlah uang dinyatakan dari sumber-sumber (ekonomi) yang
dikorbankan terjadi dan akan terjadi untuk mendapatkan sesuatu atau mencapai
tujuan tertentu (Hamanto, 1992).
Biaya merupakan objek yang di catat, digolongkan, di ringkas dan disajikan
oleh akuntansi biaya. Biaya sebisa mungkin dikendalikan agar tidak terjadi
pemborosan. Semakin efisien menggunakan biaya maka akan semakin terbuka
untuk mendapatkan laba maksimal. Ada banyak cara yang digunakan untuk
menggolongkan biaya untuk memenuhi kebutuhan manajemen dalam mengelola
usahanya dan sekaligus menjadi tolak ukur untuk membuat keputusan. Pentingnya
penggolongan biaya bagi manajemen disebabkan oleh aktivitas suatu usaha itu
menggunakan sumberdaya yang terbatas, penggunaan sumber daya tersebut
memerlukan adanya pengorbanan ekonomis. Karena itu terdapat berbagai macam
penggolongan biaya menurut para ahli. Menurut Mulyadi (2007), penggolongan
biaya digolongkan ke dalam lima golongan yaitu:
1. Penggolongaan menurut objek pengeluaran
Penggolongan ini merupakan yang paling sederhana, berdasarkan penjelasan
singkat mengenai suatu objek pengeluaran, misalnya nama objek pengeluaran
yang berhubungan dengan telepon, maka semua pengeluaran yang
berhubungan dengan telepon disebut biaya telepon.
2. Penggolongan menurut fungsi pokok dalam perusahaan

11
Di dalam perusahaan manufaktur, ada tiga fungsi pokok, yaitu fungsi produksi,
fungsi penawaran, dan fungsi administrasi dan umum. Karena itu, di dalam
perusahaan manufaktur, biaya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok,
yaitu: (a) Biaya produksi merupakan biaya yang terjadi untuk mengolah bahan
baku menjadi produk jadi yang siap di jual, (b) Biaya pemasaran yaitu biayabiaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk, (c) Biaya
administrasi dan umum adalah biaya yang mengkoordinasikan kegiatan
produksi dan pemasaran produk.
3. Penggolongan menurut hubungan biaya dengan suatu yang dibiayai
Biaya dapat dihubungkan dengan sesuatu yang dibiayai atau objek
pembiayaan. Jika perusahaan mengolah bahan baku menjadi produk jadi, maka
sesuatu yang dibiayai tersebut adalah produk. Sedangkan jika perusahaan
menghasilkan jasa maka sesuatu yang dibiayai tersebut adalah jasa. Dalam
hubunngan dengan sesuatu yang dibiayai tersebut, biaya di bagi menjadi dua
golongan yaitu: (a) Biaya langsung adalah biaya yang terjadi karena adanya
sesuatu yang dibiayai, (b) Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadi tidak
hanya disebabkan oleh adanya sesuatu yang dibiayai.
4. Penggolongan menurut perilaku dalam kaitannya dengan perubahan volume
kegiatan
Penggolongan biaya sesuai dengan aktivitas perusahaan terutama dengan
tujuan perencanaan, pengendalian serta pengembangan keputusan. Berdasarkan
perilakunya terhadap kegiatan perusahaan biaya dapat dikelompokkan menjadi
: (a) Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap tidak dipengaruhi
perubahan volume kegiatan sampai tingkat kegiatan tertentu, (b) Biaya variabel
merupakan biaya yang jumlah totalnya berubah secara sebanding dengan
volume kegiatan, (c) Biaya semi variabel, biaya yang jumlah totalnya berubah
tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan, (d) Biaya semifixed
merupakan biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu dan
berubah dengan jumlah yang konstan pada volume produksi tertentu.
5. Penggolongan menurut jangka waktu manfaatnya
Atas dasar jangka waktu manfaatnya, biaya dapat di bagi menjadi dua, yaitu:
(a) Pengeluaran modal adalah biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu
periode akuntansi, (b) Pengeluaran pendapatan adalah biaya yang hanya
mempunyai manfaat dalam periode akuntansi terjadinya pengeluaran tersebut.
Konsep Harga Jual
Penentuan harga jual produk harus dilakukan dengan pertimbangan dan
perhitungan yang tepat, karena sangat mempengaruhi bagaimana pengelolaan
keuangan dan strategi pemasaran perusahaan. Kekeliruan dalam menetapkan
harga juah akan dapat berpengaruh pada kerugian yang dihadapkan pada
perusahaan. Jika harga jual terlalu rendah, maka perusahaan akan mengalami
kerugian. Namun, jika harga jual yang ditetapkan terlalu tinggi, maka produk
yang di jual tidak akan laku di pasaran sehingga perusahaan akan rugi.
Penentuan harga jual berhubungan dengan kebijakan penentuan harga jual
dan keputusan penentuan harga jual. Kebijakan penentuan harga jual menyatakan
pada sikap manajeman terhadap penentuan harga jual produk atau jasa.

12
Keputusan penentuan harga jual merupakan penentuan harga jual produk atau jasa
pada umumnya di buat untuk jangka pendek yang dipengaruhi oleh penentuan
harga jual, pemanfaatan kapasitas dan tujuan perusahaan. Keputusan penentuan
harga jual di buat oleh perusahaan biasanya di buat berulang-ulang karena
dipengaruhi faktor internal dan faktor eksternal. Tujuan dilakukan perubahan
harga jual yaitu agar harga jual baru dapat mencerminkan biaya saat ini atau
bahkan mungkin biaya masa depan, kondisi pasar, pesaing, laba yang diharapkan
dan sebagainya (Arifin, 2007).
Faktor yang dapat berpengaruh pada penentuan harga jual adalah biaya.
Dengan biaya dapat dilihat batas bawah suatu harga dimana harga ditentukan,
kerugian dapat terjadi jika harga jual berada di bawah biaya suatu produk
(Mulyadi, 2001). Karena itu, dalam mengambil keputusan penentuan harga jual
diperlukannya informasi biaya produk atau jasa.
Terdapat dua pendekatan yang bisa digunakan dalam melakukan penentuan
harga jual, yaitu pendekatan biaya dan pendekatan pasar. Pendekatan biaya
ditentukan dengan menghitung seluruh biaya per unit, ditambah dengan jumlah
tertentu untuk menutup laba yang diinginkan pada unit tersebut atau disebut
dengan marjin. Penetapan harga juga berdasarkan permintaaan pasar dengan
mempertimbangkan biaya, dimana suatu usaha dalam kondisi titik impas jika
pendapatan sama dengan ongkos produksinya. Pendekatan pasar tidak
berdasarkan biaya, namun disini harga menentukan biaya bagi perusahaan.
Perusahaan menentukan harga sama atau lebih tinggi maupun lebih rendah dari
tingkat harga dalam persaingan (Swastha, 1998).

Analisis Profitabilitas
Analisis titik impas selalu berada pada bagian perencanaan dan pengawasan
keuangan. Karena itu, analisis titik impas sering kali dijadikan tolok ukur bagi
manajemen dalam meningkatkan pengawasan serta perencanaan dan
pengembangan terhadap produk usahanya. Analisis titik impas sering disebut
sebagai cost-volume-profit analysis. Apabila suatu perusahaan hanya memiliki
biaya variabel, tidak akan muncul masalah tersebut sehingga analisis titik impas
tidak ada gunanya. Masalah titik impas baru saat suatu perusahaan memiliki biaya
tetap dan biaya variabel. Besarnya biaya variabel secara totalitas akan mengalami
perubahan sesuai dengan perubahan volume produksi, sedangkan besarnya biaya
tetap secara totalitas tidak mengalami perubahan meskipun ada perubahan volume
produksi (Sugiono, 2009). Manfaat dalam memahami dan menghitung analisis
titik impas adalah sebagai berikut (Kuswandi, 2005):
1. Mengetahui hubungan volume penjualan, harga jual, biaya produksi dan biayabiaya lain serta mengetahui laba rugi perusahaan.
2. Sarana merencanakan laba
3. Alat pengendalian kegiatan operasi yang sedang berjalan
4. Bahan pertimbangan dalam menentukan harga jual dan mengambil keputusan
yang berkaitan dengan kebijakan perusahaan, misalnya menentukan usaha
yang perlu dihentikan atau harus tetap dijalankan ketika perusahaan dan
kondisi tidak mampu menutup biaya-biaya tunai.

13
Penentuan titik impas perusahaan dengan menggunakan data kuantitas harga,
pendapatan, serta biaya tetap dan biaya variabel. Rumus titik impas yang biasa
digunakan adalah sebagai berikut (Kuswandi, 2005):
Laba Operasi = P.Q – (TVC + TFC)

Kondisi impas adalah saat laba operasi sama dengan nol, maka:
(P.Q) – (TVC + TFC)
(P.Q) – (AVC.Q)
Q (P – AVC)

=0
= TFC
= TFC

BEP (Impas dalam unit)

=

=

BEP (Impas dalam rupiah)
Keterangan :
Q
: Kuantitas produk
P
: Harga jual produk
TVC
: Biaya total variabel
TFC
: Biaya total tetap
AVC : Biaya rata-rata variabel





V
P

Gambar 1 Titik impas, laba dan volume penjualan
Sumber: Mulyadi (2001)
Keterangan:
TR
TC
TVC
TFC
P
Q

: Penerimaan total (Rp)
: Biaya total (Rp)
: Biaya variabel total (Rp)
: Biaya tetap total (Rp)
: Pendapatan, biaya
: Volume penjualan

Gambar 1 menunjukkan bahwa penentuan titik impas juga dapat ditentukan
dengan metode grafis. Metode ini menentukan titik pertemuan antara garis
pendapatan penjualan dengan garis dalam suatu grafik. Titik pertemuan antara
garis biaya dengan garis pendapatan penjualan merupakan titik impas.
Grafik titik impas menjelaskan bahwa titik impas terjadi pada perpotongan
TR dengan TC yang ditunjukkan oleh titik output Q. Tingkat penjualan lebih kecil
dari Q, maka perusahaan akan mengalami kerugian yang berarti bahwa hasil

14
penjualan tidak dapat menutupi biaya total yang telah dikeluarkan. Sebaliknya
perusahaan akan mendapatkan keuntungan jika penjualan lebih besar dr Q, yang
artinya hasil penjualan lebih besar dari biaya total yang lebih dikeluarkan. Titik
impas dapat berubah dengan adanya perubahan harga input, output, dan
teknologi.
Setelah mengetahui nilai titik impas, maka selanjutnya dapat diketahui
tingkat profitabilitas yaitu kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba. Laba
atau profit merupakan keuntungan yang diperoleh perusahaan dari hasil penjualan
setelah dikurangi modal dan biaya produksi lainnya. Menurut Hansen dan Mowen
(2001), profit adalah ukuran yang membedakan antara apa yang perusahaan
masukan untuk membuat dan menjual produk dengan apa yang diterimanya.
Tujuan perusahaan adalah memperoleh laba. Kemampuan perusahaan
memperoleh laba atau profitabilitas adalah suatu ukuran dalam persentase yang
digunakan untuk menilai sejauh mana perusahaan mempu menghasilkan laba pada
tingkat yang dapat diterima. Angka profitabilitas dinyatakan antara lain dalam
laba sebelum atau sesudah pajak, laba investasi, pendapatan per saham, dan laba
penjualan. Profitabilitas juga mempunyai arti penting dalam usaha
mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka panjang, karena
profitabilitas menunjukkan apakah perusahaan tersebut mempunyai prospek yang
baik di masa yang akan datang. Karena itu, setiap perusahaan akan selalu
berusaha meningkatkan profitabilitasnya, karena semakin tinggi tingkat
profitablititas suatu perusahaan maka kelangsungan hidup perusahaan tersebut
akan lebih terjamin.
Analisis profitabilitas bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam memperoleh laba, baik dalam hubungannya dengan penjualan, aset,
maupun modal sendiri. hasil profitabilitas dapat dijadikan sebagai tolok ukur
maupun gambaran tentang efektivitas kinerja manajemen ditinjau dari keuntungan
yang diperoleh dibandingkan dengan hasil penjualan dan investasi perusahaan.
Menurut Mulyadi (1999), besarnya tingkat profitabilitas diperoleh dari
perkalian Margin Income Ratio (MIR) dengan Margin Of Safety (MOS). Tingkat
penurunan produksi atau penjualan yang dapat ditoleransi merupakan nilai dari
MOS (Mulyadi, 1999). Secara matematis, marginal of safety dapat ditulis sebagai
berikut:
MOS (%) =



x 100%

Angka marginal of safety (MOS) ini berhubungan langsung dengan laba
apabila dihubungkan dengan marginal income ratio (MIR). Dengan demikian,
semakin besar nilai MOS dan MIR dari suatu usaha, maka akan semakin besar
nilai kemampuan usaha dalam memperoleh keuntungan, begitupun sebaliknya.
Dapat disimpulkan rumus matematis perhitungan nilai profitabilitas adalah
sebagai berikut:
Π (%) = MOS x MIR x 100%

MIR (marginal income ratio) adalah bagian hasil penjualan yang tersedia
untuk menutup biaya tetap dan laba. Menurut Mulyadi (1999), secara matematis
rumus untuk menghitung nilai MIR adalah:

15
MIR (%) =



y

x 100%

Keterangan :
MOS : Margin Of Safety (%)
MIR
: Margin Income Ratio (%)
Π
: profitabilitas perusahaan (%)
BEP
: Nilai impas (Rp)
TR
: Penerimaan total (Rp)

Di samping titik impas dan marginal of safety, ada satu parameter lagi yang
disebut degree of operating leverage (DOL) yang memberikan ukuran dampak
perubahan pendapatan penjualan terhadap profit pada tingkat penjualan tertentu.
Degree of operating leverage (DOL) ini akan dengan cepat mengetahui dampak
setiap usulan kegiatan yang menyebabkan perubahan pendapatan penjualan
terhadap profit perusahaan (Mulyadi,1993). Degree of operating leverage di
hitung dengan rumus berikut ini:
Degree of operating leverage =

Laba kontribusi di dapat dari pendapatan penjualan yang sudah dikurangi
dengan biaya variabel atau laba yang belum dikurangi dengan biaya tetap. Angka
degree of operating leverage dapat digunakan untuk melihat setiap perubahan
pendapatan penjualan dapat diketahui dengan cepat dampak perubahannyaa
terhadap profit. Hal tersebut karena laba kontribusi berubah sebanding dengan
perubahan pendapatan penjualan (Mulyadi, 1993).

Analisis Nilai Tambah
Industri pengolahan selain berperan untuk mengolah suatu produk menjadi
bentuk lain yang lebih menarik dan lebih mudah dimanfaatkan atau bahkan siap
langsung untuk dikonsumsi (Sukatjo, 2008). Menurut Hayami (1987)
mendefinisikan nilai tambah sebagai pertambahan nilai suatu komoditas karena
adanya input fungsional yang diberlakukan pada komoditas yang bersangkutan.
Input fungsional tersebut berupa proses perubahan bentuk (form utility),
pemindahan tempat (place utility), maupun penyimpanan (time utility). Menurut
Wasis (2001), nilai tambah adalah selisih antara nilai produksi dengan nilai biaya
antara bahan baku dengan bahan dasar, dan bahan penunjang lainnya yang
terpakai untuk menghasilkan produk tersebut.
Sudiyono (2002), menyatakan bahwa pada kegiatan subsistem pengolahan
alat analisis yang sering digunakan adalah analisis nilai tambah. Analisis nilai
tambah merupakan metode perkiraan sejauh mana bahan baku yang mendapat
perlakuan mengalami perubahan nilai. Tujuan dari analisis nilai tambah adalah
untuk mengukur balas jasa yang diterima pelaku sistem (pengolah) dan
kesempatan kerja yang dapat diciptakan oleh sistem tersebut.
Suatu komoditas yang memperoleh perlakuan mengalami perubahan nilai
sehingga menimbulkan nilai tambah, yang dipengaruhi oleh teknologi yang
digunakan dalam proses pengolahan. Besarnya nilai tambah karena adanya proses

16
pengolahan yang didapat dari pengurangan nilai output yang dihasilkan dengan
biaya bahan baku dan input lainnya terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak
termasuk tenaga kerja. Nilai tambah tersebut merupakan imbalan bagi tenaga
kerja, sumbangan input lainnya dan keuntungan bagi pengolah.
Perhitungan nilai tambah dengan dua cara yaitu dengan menghitung nilai
tambah selama proses pengolahan dan menghitung nilai tambah selama proses
pemasaran (Hayami et al. 1987). Nilai tambah dipengaruhi oleh faktor teknis dan
non teknis (faktor pasar).
Faktor teknis terdiri atas jumlah dan kualitas bahan baku serta input
penyerta, kualitas produk, penerapan teknologi, kapasitas produksi, dan
penggunaan unsur tenaga kerja. Faktor pasar meliputi harga bahan baku, harga
jual output, upah tenaga kerja, modal investasi, informasi pasar, dan nilai input
lain. Komponen pendukung dalam analisis nilai tambah, yaitu faktor konversi,
faktor koefisien tenaga kerja, dan nilai produk. Faktor konversi menunjukkan
banyaknya output yang dihasilkan dari satu satuan input. Faktor koefisien tenaga
kerja menunjukkan banyaknya tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk
mengolah satu satuan input. Nilai produk menunjukkan nilai output yang
dihasilkan dari satu satuan input (Hayami et al., 1987).

Kerangka Pemikiran Operasional
UKM sate bandeng sebagai salah satu usaha pengolahan makanan khas
Banten, yaitu makanan khas Banten mempunyai tujuan pada umumnya yaitu
mempertahankan keuntungan yang didapat. UKM