Sikap teologis pengurus MUI Kota Serang Banten terhadap agama-agama

(1)

SIKAP TEOLOGIS PENGURUS MUI KOTA SERANG BANTEN TERHADAP AGAMA-AGAMA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.i)

Oleh: Rifky Firdaus 109032100028

JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

SIKAP TEOLOGIS PENGURUS MUI KOTA SERANG BANTEN TERHADAP AGAMA-AGAMA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.i)

Oleh: Rifky Firdaus 109032100028

JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

(4)

i

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Sikap Teologis Pengurus MUI Kota Serang Banten”.

Bagi masyarakat Kota Serang sikap keberagamaan bukan merupakan suatu yang

baru, melainkan sebuah kekayaan yang tiada ternilai hagranya jika dapat dipelihara

dengan baik.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkap seberapa besar

masyarakat Kota Serang mengimplementasikan konsep keberagaman dalam sikap

toleransi dan pluralitasnya dalam kehidupan beragama, mengamati secara mendalam

proses implementasi konsep kebergmaan di Kota Serang serta mengetahui upaya

dalam menjaga krukunan antarumat beragama di Kota Serang. Untuk mencapai

tujuan tersebut peneliti menggunakan metode penelitian yaitu sebuah proses yang

meliputi pengumpulan data melalui observasi dan interview, interperstasi dan

historiografi.

Melalui metode penelitian tersebut dapat diuraikan hasil penelitian ini, yaitu:

Pertama, upaya untuk menjaga dan memberdayakan kerukunan hidup antarumat

beragama di Kota Serang masyarakat harus melakukannya dengan sikap telogis

keberagamaannya, dengan melihat hakikat dan substansi dari masing-masing agama.

Kedua, menjadikan sikap toleransi untuk modal dasar membangun dialog. Ketiga,


(5)

ii

kerja sama dalam bidang sosial, budaya dan ekonomi untuk memberdayakan

kerukunan hidup beragama dalam pembangunan nasional.

Bagi masyarakat Kota Serang, manfaat dari penelitian ini adalah memperluas

wacana dan pengetahuan tentang keberagaman, pluralisme agama dan sikap toleransi

untuk dijadikan bahan bagi usaha pengembangan kerukunan anterumat beragama di


(6)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil’alamin, tiada kata yang pantas diucapkan selain puji dan syukur kepada Allah Swt. Dia yang Maha Menciptakan, Maha Kuasa,

sebaik-baik Pemberi, dan Dialah yang memiliki segala kesempurnaan. Puji syukur kehadirat

Allah Swt atas segala nikmat dan kasih sayang-Nya, serta kemudahan yang telah

diberikan-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik

dan tepat pada waktunya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada

manusia yang paling agung, sempurna dan paling terjaga yaitu Nabi Muhammad

Saw, serta keluarga, para sahabat, dan para pengikut ajarannya.

Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan akademik

untuk mendapatkan gelar Sarjana pada Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah

Jakarta. Sangat disadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini, begitu banyak pihak

yang telah berperan secara langsung maupun tidak langsung, besar atau pun kecil,

baik secara perorangan maupun kelembagaan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah

berperan dalam proses penyelasain dan penulisan skripsi ini.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dra. Marzuqoh M.A, selaku

pembimbing skripsi. Bapak Hamid Nasuhi M. Ag. Dr selaku Pembimbing Akademik

dan kepada Bapak Drs. Media Zainul Bahri M.A selaku Ketua Jurusan Perbandingan


(7)

iv

Terimakasih juga penulis ucapkan kepada seluruh dosen Fakultas Ushuluddin

yang telah banyak mengajarkan, membimbing, dan memberikan ilmunya kepada

penulis selama menjalani kuliah ini dan nasihat untuk selalu terus belajar.

Seluruh data yang ada dalam skirpsi ini, sebagian berasal dari berbagai

koleksi di perpustakaan. Untuk itu, penulis ucapkan terimakasih kepada pimpinan,

staff, dan karyawan Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, Perpustakaan Utama, dan

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) tingkat Provinsi maupun

Kabupaten/Kota, Kementrian Agama (KEMENAG), Biro Kesra Provinsi Banten.

Terimakasih atas segala referensi yang ada sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

Terimakasih yang sedalam-dalamnya juga penulis ucapkan kepada Ayahanda

Ahmad Naziullah dan Ibunda Yasih Kurniasih S.Pd yang telah banyak mengajarkan

penulis tentang arti kesabaran, ketulusan, keikhlasan, dan pengobanan. Terimakasih

untuk selalu menjadi orang tua yang baik, yang tidak pernah berhenti untuk selalu

mendoakan, menyayangi, mendukung, memotivasi, dan menasehati penulis.

Terimaksih, terimakasih, dan terimakasih.

Terimakasih juga kepada Prof. Suparman Usman dan pengurus MUI Kota

Serang yang selalu mengarahkan dan memberikan informasi untuk penulis, Pedeta

Sijabat serta seluruh staf Gereja Bethel Indonesia (GBI) dan Gereja Katolik Indonesia


(8)

v

Tak lupa juga terimakasih penulis ucapkan kepada teman-teman seperjuangan,

Perbandingan Agama. terimakasih atas kebersamaannya, juga banyak membantu

penulis. Kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi, penulis ucapkan

banyak terimakasih. Semoga semua bantuan yang diberikan menjadi nilai ibadah dan

diberikan balasan oleh Allah Swt. Dengan sebaik-baik balasan. Akhirnya, mengingat

dan menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis

mengharapkan saran dan masukan para pembaca demi memperbaiki penulisan skripsi

ini. Terlepas dari berbagai kekurangannya, penulis mengaharapkan semoga tulisan ini

menjadi kontribusi positif bagi pengembangan tradisi keilmuan dan memperkaya

khazanah ilmu keislaman.

Jakarta, 16 Januari 2014

Penulis

Rifky Firdaus


(9)

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………i

KATA PENGANTAR ………iii

DAFTAR ISI ………...vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... …5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... …5

D. Tinjauan Pustaka ... …6

E. Landasan Teori ... …8

F. Metode Penelitian ... ..14

G. Sistematika Pembahasan ... ..16

BAB II TINJAUAN HISTORIS OBYEKTIF PLURALISME AGAMA A. Memahami Makna Pluralisme ... .18

B. Sejarah Pluralisme Agama ... .22

BAB III KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI KOTA SERANG BANTEN A. Hakikat Kerukunan Umat Beragama ………..29

B. MUI kota Serang………..………..32


(10)

vii

BAB IV MENJAGA KEHIDUPAN BERAGAMA DI KOTA SERANG BANTEN

A. Dari Toleransi ke Dialog ……….………..51

B. Membangun Dialog dengan Sikap Teologis di Kota Serang.………...………….………...56

1. Dialog Kehidupan ………...59

2. Dialog Kerja Sosial ………...60

3. Dialog Teologis ……….61

4. Dialog Spiritual ……….61

C. Sikap Teologis pengurus MUI Kota Serang………..67

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan………70

B. Saran………..71

DAFTAR PUSTAKA


(11)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Realitas dunia yang plural dan multikultural semakin disadari dan diyakini

oleh umat manusia. Kesadaran ini muncul karena umat manusia telah mampu

melihat jumlah etnis atau bangsa yang beragam di dunia ini. Kesadaran itu pula

mengalami perkembangan sesuai dengan episteme zamannya.1Akan tetapi,

tampaknya realitas yang plural dan multikultural ini belum disadari sepenuhnya,

dan kalaupun disadari hanya segelintir orang saja yang bisa menerimanya di

Indonesia. Kondisi semacam ini sebetulnya memiliki tingkat sensitifitas yang

cukup tinggi untuk munculnya berbagai konflik. Keadaan ini ibarat hutan di

musim kemarau panjang, yang siap terbakar kapan saja, ketika ada api yang

menyulut (baik sengaja ataupun tidak).

Hal ini merupakan tantangan tersendiri dalam sejarah perjalanan negara

kita. Indonesia yang populer dengan sebutan Negeri Seribu Pulau, ternyata bukan

hanya memiliki ribuan pulau, tetapai tidak kalah pula, pulau-pulau tersebut

didiami oleh ratusan suku (lebih kurang 300 suku) yang memiliki bahasa

1

Ada perbedaan karakteristik pluralisme masa lampau dengan modern.Pada masa lampau,

kesadaran pada pluralisme atau kemajemukan lebih bersifat “kuantitatif”.Berbagai agenda yang

dimiliki suku-suku bangsa yang mengagungkan mereka sebagai turunan dewata—dan sekaligus merendahkan eksistensi suku bangsa lain—telah menjadi bukti kesadaran pada pluralisme

ini.Semantara itu, kesadaran pluralisme di era modern ini sangat bercirikan “kualitatif”. Pluralisme

justru disadari sebagai akibat perubahan sosial yang dibawakan oleh apa yang dinamakan dengan

“pembangunan” atau modernisasi dan kemajuan peradaban (civilisasi). Lihat, Zakiyuddin Badawi,


(12)

2

sendiri pula. Sementara dalam hal agama, negeri ini pun menjadi bumi pertemuan

agama-agama besar. Bahkan tidak hanya agama-agama besar, tetapi juga ratusan

aliran kepercayaan. Dengan demikian, seperti di Kota Serang Banten tidak hanya

Islam, Katolik, Protestan, Budha tetapi khonghucu pun ada dengan bangunan

ibadah yang jaraknya berdekatan. Terlihat pluralitas dan heterogrnitas di Kota

Serang ini merupakan hal yang sudah lama ada sejak kerajaan Islam di Banten

berdiri, dan senantisa eksis sampai dewasa ini. Puralitas dan juga heterogenitas

demikian bukan merupakan sesuatu hal yang harus dienyahkan dari muka bumi,

tetapi kenyataan ini adalah sesuatu yang alami, yang dalam teologi Islam (ilmu

kalam) dipandang sebagai sesuatu yang begitu harus adanya, karena hal demikian

sudah menjadi sifat dasar makhluk, yakni keserbadaan. Sifat demikian, menurut

teologi islam, merupakan antonim dari sifat kemahaesaan Tuhan, hanya Tuhan

Yang Maha Esa, selain Dia adalah plural, sesuai dengan sifat dasarnya.

Bagi masyarakat Kota Serang, pluralitas demikian merupakan kekayaan

yang tiada ternilai harganya jika dapat dipelihara dengan baik, sehinga tidak

menimbulkan ekses-ekses negatif. Jika kita merujuk pada aturan illahi atas alam

semesta, niscaya tidak akan ada benturan satu sama lain.2 Alam semesta yang ada

di bawah aturan illahi berjalan demikian teratur, masing-masing berjalan di atas

garis edarnya, sehinga tidak menimbulkan perbenturan. Oleh sebab itu, tugas

manusia sebagai khalifah Allah tidak lain adalah bagaimana bisa memelihara

keteraturan, dan juga membuat peraturan-peraturan lanjutan yang lebih jelas; lebih

dari itu adalah memberikan pengertian yang dapat menumbuhkan kesadaran guna

2

Hasil Hasil interview dari berbagai elemen masyarakat yang dilakukan di Kota Serang secara objektif menjadikan pemeluk agama Islam, Budha, Konghucu dan Kristen untuk dijadikan sebagai objek kajian penelitian.


(13)

3

mengimplementasikan dalam memelihara keutuhan alam semesta dan lebih

khusus lagi menyangkut masyarakat plural Kota Serang Banten.

Agama merupakan kebenaran hakiki yang bersifat perennial,

kebenarannya juga bersifat timeless (istilah H. Smith). Agama adalah sesuatu

yang absolut dan eternal, yang berbicara tentang nilai-nilai, arti, dan tujuan

kehidupan, serta hal-hal yang berhubungan dengan kualitas spiritual (spiritual

quality) seseorang.3 Namun disayangkan, dalam perkembangan selanjutnya,

agama yang seharusnya berperan sebagai kekuatan rohani seseorang terperangkap

konflik pluralitas yang justru menjadi pendangkal kekuatan rohani itu sendiri.

Agama yang seharusnya membawa dan menebarkan kedamaian justru menjadi

sumber konflik yang berkepanjangan.4

Sebelum tragedi Cikeusik, Provinsi Banten memang dinyatakan sebagai

salah satu provinsi dengan tingkat kerukunan antar umat beragama yang tinggi.

Ini terbukti dari dianugrahkannya provinsi ini Amal Bhakti oleh Kementerian

Agama. Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah menegaskan selama ini pihaknya

memang terus membangun kebersamaan dan kerukunan umat beragama sehingga

tidak ada kejadian gangguan keamanan yang berkaitan dengan Suku Agama Ras

dan antargolongan (SARA). “Kerukunan umat beragama di Banten sudah

3

Pada hakikatnya manusia adalah makhluk spiritual dan rasional yang membutuhkan

agama sebagai dasar dalam kehidupan mereka.Abdul A’la, “Pendidikan Agama Ziarah Spiritual

Menuju Pluralisme”, dalam Melampaui Dialog Agama (Jakarta, Buku Kompas, April 2002), h. 48

4

Wilson menyebut bahwa agama lebih berbahaya dari pada candu (it’s much deadlier

than opium), ini lebih parah dari ungkapan Karl Marx yang mengatakan bahwa agama adalah candu masyarakat karena agama bukan hanya membuat manusia mabuk atau tertidur, tetapi justru membuat manusia itu buas, egois, dan mau menang sendiri. Kenyataannya tidak ada konflik besar di dunia dengan korban yang banyak tanpa melibatkan agama. Lihat, Wilson, Againts Religion, Why We Should Try to Live Without It ?(London: Chatto and Chardus, l992), h.1


(14)

4

terbangun sejak zaman kesultanan.Hal ini bisa dibuktikan dengan sejumlah

bangunan tempat ibadah yang saling berdekatan,” kata Atut. Terkait tragedi Cikeusik beberapa tahun lalu, Ratu Atut mengaku kejadiannya berlangsung cepat

dan tiba-tiba, sehingga mengagetkan berbagai kalangan yang telah berupaya

menjalin kebersamaan dan menghindarkan segala tindak kekerasan.

Sejumlah tokoh di Banten kemudian menggalakkan upaya-upaya

pemahaman kepada warga agar mendahulukan upaya musyawarah untuk

menyelesaikan berbagai persoalan.Sosialisasi dan pemahaman terus digalakkan

hingga ke seluruh kelurahan.“Intinya segenap elemen disini mengecam tindakan anarkis,” kata Lurah Cipocok Jaya TB. Hari Dakrita. Pemerintah Daerah bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI), Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan

sejumlah pihak terkait, menyambungnya dengan upaya optimalisasi kordinasi dan

komunikasi dalam pembinaan masyarakat.5

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengartikan pluralisme agama sebagai

sebuah paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dalam artian

mempunyai jalan keselamatan bagi pemeluknya, dan karenanya kebenaran setiap

agama adalah relatif. Oleh sebab itu setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim

bahwa hanya agamanyalah yang benar sedangkan yang lain salah. Pluralisme

agama juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk surga dan

akan hidup berdampingandi dalam surga kelak.6

Inti doktrinnya adalah untuk menghilangkan sifat eksklusif umatberagama.

Artinya dengan paham ini umat Islamdiharapkan tidak lagi bersikap fanatik,

merasa benar sendiri dan menganggap agama lain salah. Menurut John Hick,

5

www.issuu.com/komunika tanggal akses 20 Mei 2013.

6


(15)

5

tokoh pluralisme agama, diantara prinsip pluralisme agama menyatakan bahwa

agama lain adalah sama-sama jalan yang benar menuju kebenaran yang sama

(Other religions are equally valid ways to the same truth).7

Bertolak latar belakang masalah tersebut di atas, penulis tertarik untuk

mengkaji lebih jauh bagaimana impelementasi konsep plurslisme agama dalam

relasi agama-agama di Kota Serang Banten.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, maka

dalam penelitian ini dapat dirumskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana sikap teologis pengurus MUI Kota Serang Banten terhadap

agama-agama?

2. Bagaimana peranan MUI dan FKUB Kota Serang dalam memelihara

kerukunan umat beragama?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan Penelitian yang hendak dicapai dari penulisan ini adalah sebagai

berikut:

1. Mengetahui bagaimana sikap teologis pegurus MUI Kota Serang Banten.

2. Mendeskripsikan bagaimana peran MUI dan FKUB Kota Serang dalam

memeliiharaa kerukunan umat beragama.

7

Pendapat Hick ini telah diadopsi oleh sebagaian mahasiswa kita sehingga terjadilah justifikasi terhadap konsep pluralsme agama dengan menggunakan ayat-ayat Al- Qur'an.


(16)

6

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah memperkaya kajian-kajian

tentang sikap teologis seseorang dalam kerukunan umat beragama, dan juga untuk

menambah khazanah ilmu pengetahuan, khususnya kajian tentang hubungan antar

agama.

D. Tinjauan Pustaka

Studi tentang pluralisme agama pada dasarnya telah banyak dilakukan oleh

peneliti terdahulu. Ridho Mujtahidul, di dalam kayanya “Pluralisme Agama dalam Tafsir Al-Qur’an Modern (Kajian Tafsir Al-Manar dan Fi Zilalil Qur’an” memfokuskan pembahasanya mengenai pluralisme agama dan respon terhadap

pluralisme tersebut, peta paradigma tafsir Al-Qur’an modern serta pandangan tafsir Al-Manar and Fizilalil Qur’an yang menitikberatkaan pada sikap kehidupan beragama para pemeluk agama yang beragam di Indonesia.8

Penulis lain, Kurniawan, dalam skripsi berjudul “Pluralisme dan Dialog Antar Agama (Studi Atas Pemikiran Nurcholis Madjid” yang membahas tentang pluralisme menjadi faktor penting bagi dialog agama, serta pandangan Nurcholis

Madjid mengenai pluralisme dan dialog antar agama.9

Penulis lain, Syaifudin, “Pandangan Fazlur Rahman terhadap Pluralisme Agama” yakni membahas tentang pandangan Fazlur Rahman tentang kebenaran

8

Ridho, Mujtahidul, Pluralisme Agama dalam Tafsir Al-Qur’an Modern (Kajian Tafsir

Al-Manar dan Fi Zilalil Qur’an, Yogyakarta: 2002, h. 13

9

Kurniawan, Pluralisme dan Dialog Antar Agama (Studi Atas Pemikiran Nurkholis Madjid), skripsi. Universitas Islam Negri Sunan kali Jaga. Yogyakarta: 2003. h. 8


(17)

7

agama Islam serta hubungannya dengan agama-agama lain. Juga posisi Fazlur

Rahman di dalam paradigma dialog agama eksklisif, inklusif, pluralis.10

Berbeda kajian Suharlan, dalam skripsi berjudul“Konflik Antar Umat Beragama Dalam Pluralitas Agama di Indonesia” yang membahas tentang pluralisme di Indonesia dengan sebab terjadinya konflik antar umat beragama di

Indonesia khususnya Islam dengan Kristen.11

Husnul Wafa, juga dalam skripsinya berjudul ”Tasamuh Islam di Tengah Pluralitas Agama di Indonesia” membahas tentang tasamuh, keluasan dan batasannya. Konsep Islam tentang tasamuh antar umat beragama dan juga sejauh

mana Tasamuh Islam di manifestasikan dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara di Indonesia.12

Dan Asni Rikhaniyah, “Pluralisme Agama dan Implementasinya dalam

Pendidikan Islam” yang pembahasannya mefokuskan pada penerapan pluralisme

dari sudut pandang Al Quran dalam pendidikn islam.13

Berbeda dengan studi-studi di atas, studi ini secara teoritis menjelaskan

pola-pola hubungan antaragama dengan implementasi pluralisme untuk

mewujudkan kerukunan umat beragama, berdasarkan data yang sudah

dikumpulkan dalam sumber-sumber tertulis. Studi ini mengambil sekop wilayah

Kota Serang Banten. Dengan demikian, penelitian ini memiliki signifikansi yang

10

Syarifudin, Pandangan Fazlur Rahman Terhadap Pluralisme Agama, skripsi. Universitas Islam Negri Sunan kali Jaga. Yogyakarta: 2003h. 9

11

Suharlan, Konflik Antar Umat Beragama Dalam Pluralitas Agama di Indonesia, skripsi. Universitas Islam Negri Sunan kali Jaga. Yogyakarta 2001. h. 9.

12

Husnul Wafa, Tasamuh Islam Di Tengah Pluralitas Agama di Indonesia, skripsi. Universitas Islam Negri Sunan kali Jaga. Yogyakarta:1998, h. 7

13

Asni Rikhaniyah, Pluralisme Agama dan Implementasinya dalam Pendidikan Islam (Persepektif Al Quran). skripsi. Universitas Islam Negri Sunan kali Jaga. Yogyakarta: 2004. h. 5.


(18)

8

tinggi dan memberi kontribusi yang besar bagi masyarakat Indonesia umumnya

dan Kota Serang khususnya.

E. Landasan Teori

Pemikiran pluralisme agama muncul pada masa yang disebut dengan

Pencerahan Eropa, tepatnya pada abad ke-18 Masehi, masa yang sering disebut

sebagai titik permulaan bangkitnya gerakan pemikiran modern.Yaitu masa yang

diwarnai dengan wacana-wacana baru pergolakan pemikiran manusia yang

berorientasi pada superioritas akal (rasionalisme) dan pembebasan akal dari

kungkungan-kungkungan agama. Di tengah hiruk-pikuk pergolakan pemikiran di

Eropa yang timbul sebagai konsekuensi logis dari konflik-konflik yang terjadi

antara gereja dan kehidupan nyata di luar gereja, muncullah suatu paham yang

dikenal dengan “liberalisme”, yang komposisinya adalah kebebasan, toleransi, persamaan dan keragaman atau pluralisme.14

Sebenarnya kalau ditelusuri lebih jauh dalam peta sejarah peradaban

agama-agama dunia, kecenderungan sikap beragama yang pluralistik, dengan

pemahaman yang dikenal sekarang, sejatinya sama sekali bukan barang baru.

Cikal bakal pluralisme agama ini muncul di India pada akhir abad ke-15 dalam

gagasan-gagasan Kabir (1440-1518) dan muridnya, yaitu Guru Nanak

(1469-1538) pendiri “Sikhisme”. Hanya saja, pengaruh gagasan ini belum mampu menerobos batas-batas geografis regional, sehingga hanya populer di anak benua

India. Ketika arus globalisasi telah semakin menipiskan pagar-pagar kultural

Barat-Timur dan mulai maraknya interaksi kultural antar kebudayaan dan agama

14

Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, (Jakarta: Perspektif (Kelompok GEMA INSANI), 2005), h. 16-17.


(19)

9

dunia, kemudian di lain pihak timbulnya kegairahan baru dalam meneliti dan

mengkaji agama-agama Timur, khususnya Islam, yang disertai dengan

berkembangnya pendekatan-pendekatan baru kajian agama (scientific study of

religion), mulailah gagasan pluralisme agama berkembang secara pelan tapi pasti, dan mendapat tempat di hati para intelektual hampir secara universal.15

Yang perlu digarisbawahi di sini, gagasan pluralisme agama sebenarnya

bukan hasil dominasi pemikir Barat, namun juga mempunyai akar yang cukup

kuat dalam pemikiran agama Timur, khususnya dari India, sebagaimana yang

muncul pada gerakan-gerakan pembaruan sosioreligius di wilayah ini. Beberapa

peneliti dan sarjana Barat, seperti Parrinder dan Sharpe, justru menganggap bahwa

pencetus gagasan pluralisme agama adalah tokoh-tokoh dan pemikir-pemikir yang

berbangsa India. Rammohan Ray (1772-1833) pencetus gerakan Brahma Samaj

yang semula pemeluk agama Hindu, telah mempelajari konsep keimanan terhadap

Tuhan dari sumber-sumber Islam, sehingga ia mencetuskan pemikiran Tuhan Satu

dan persamaan antar agama. Sri Ramakrishna (1834-1886), seorang mistis

Bengali, setelah mengarungi pengembaraan spiritual antar agama (passing over)

dari agama Hindu ke Islam, kemudian ke Kristen dan akhirnya kembali ke Hindu

lagi, juga menceritakan bahwa perbedaan-perbedaan dalam agama-agama

sebenarnya tidaklah berarti, karena perbedaan tersebut sebenarnya hanya masalah

ekspresi. Bahasa Bangal, Urdu dan Inggris pasti akanmempunyai ungkapan yang

berbeda-beda dalam mendeskripsikan “air”, namun hakikat air adalah air. Maka menurutnya, semua agama mengantarkan manusia ke satu tujuan yang sama,

maka mengubah seseorang dari satu agama ke agama yang lain (prosilitisasi)

15


(20)

10

merupakan tindakan yang tidak menjustifikasi, di samping merupakan tindakan

yang sia-sia. Gagasan Ramakrishna, persahabatan dan toleransi penuh

antaragama, kemudian berkembang dan diterima hingga di luar anak benua India

berkat kedua muridnya, Keshab Chandra Sen (1838-1884) dan Swami

Vivekananda (1882-1902).16

Sen ketika mengunjungi Eropa sempat berjumpa dan berdiskusi dengan

Max Muller (1823-1900), Bapak ilmu Perbandingan Agama modern di Barat, dan

menyampaikan gagasan-gagasan gurunya. Vevikananda justru mempunyai

pengaruh lebih besar, dengan mendapatkan kesempatan menyampaikan

pesan-pesan gurunya di depanParlemen Agama Dunia (World’s Parliament of Religion) di Chicago, Amerika Serikat, tahun 1893. Upaya Swani Vevikananda tersebut

telah mendapat pujian yang luar biasa dari masyarakat Hindu dan mengangkat

namanya sebagai pahlawan nasional. Dengan demikian, dia berhak disebut

sebagai peletak dasar gerakan, yang oleh Parrinder disebut, Hindu Ortodok Baru

yang mengajarkan bahwa semua agama adalah baikdan kebenaran yang paling

tinggi adalah pengakuan terhadap keyakinan ini. Menyusul kemudian tokoh-tokoh

India lain seperti Mahatma Gandhi (1869-1948) dan Sarvepalli Radhakrishna

(1888-1975) yang juga menyaruarakan pemikiran pluralisme agama yang sama.

Sementara itu, dalam diskursus pemikiran Islam, pluralisme agama, masih

merupakan hal baru dan tidak mempunyai akar ideologis atau bahkan teologis

yang kuat. Gagasan pluralisme agama yang muncul lebih merupakan perspektif

baru yang ditimbulkan oleh proses penetrasi kultural Barat modern dalam dunia

Islam. Pendapat ini disepakati oleh realitas bahwa gagasan pluralisme agama

16


(21)

11

dalam wacana pemikiran Islam, baru muncul pada masa-masa pasca Perang Dunia

Kedua, yaitu ketika mulai terbuka kesempatan besar bagi generasi muda muslim

untuk mengenyam pendidikan di universitas-universitas Barat sehingga mereka

dapat berkenalan dan bergesekan langsung dengan budaya Barat.17

Kemudian di lain pihak gagasan pluralisme agama menembus dan

menyusup ke wacana pemikiran Islam melalui karya-karya pemikir mistik Barat

Muslim, seperti Rene Guenon (Abdul Wahid Yahya) dan Frithjof Schuon (Isa

Nuruddin Ahmad). Karya-karya mereka ini sangat erat dengan pemikiran dan

gagasan yang menjadi inspirasi dasar bagi tumbuh-kembangnya wacana

pluralisme agama di kalangan Islam. Barangkali Seyyed Hossein Nasr, seorang

tokoh Muslim Syi’ah moderat, merupakan tokoh yang bisa dianggap paling bertanggungjawab dalam mempopulerkan gagasan pluralisme agama di kalangan

Islam tradisional–suatu prestasi yang kemudian mengantarkannya pada sebuah posisi ilmiah kaliber dunia yang sangat bergengsi bersama-sama dalam deretan

nama-nama besar seperti Ninian Smart, John Hick, dan Annemarie Schimmel.18

Dalam Kristen memang John Hick-lah yang paling bertanggungjawab dalam

menyebarkan paham pluralisme agama ini.

17

Ibid. h. 30

18

Seorang pemikir Muslim kontemporer asal Amerika, Muhammad Longhausen,

menceritakan bahwa beliau pernah mengikuti perdebatan tentang “apakah seluruh agama berada

dalam kebenaran” yang diadakan antara Seyyed Hossein Nasr dan John Hick. Mereka berdua berbeda pendapat dalam poin penting tersebut–yang merupakan ‗barang asongan’ kaum pluralis. John Hick berusaha untuk menyelesaikan kontradiksi yang ada, yang mengharuskannya untuk membenarkan aqidah-aqidah Kristen (al- ‗aqâ’id al-Masîhiyyah).Sementar itu, Nasr membela

“keyakinan” bahwa pluralisme mengharuskannya mengandung dan menguasai kontradiksi tersebut. Lihat wawancara Dr. Muhammad Longhausen dalam jurnal Hayât Thayyibah, al-Ta„addudiyyah baynaal-Islâm wa al-Librâliyyah: Hiwâr fî al-Bunyi wa al-Munthaliqâ t, (Lebanon-Beirut: al-Hayât al-Thayyibah, edisi ke-11, thn. ke-4, 2003/1423), h. 24. Artinya, memang belum ada titik final di antara pendukung pluralisme agama ini.


(22)

12

Di dunia ini tidak ada budaya dan tradisi yang benar-benar dapat

mengisolasikan diri dari budaya dan tradisi lain atau luar. Realitas dari dunia

sekarang mencerminkan sebuah pluralisme di mana titik-titik perbedaan saling

melengkapi, saling memperkaya, dan akhirnya saling membutuhkan. Menurut

Ramundo Pannikar, pluralistik menunjuk pada kenyataan bahwa tidak ada lagi

budaya, ideologi maupun agama yang dapat mengklaim sebagai satu-satunya

sistem yang unik dan bahkan terbaik dalam pengertian absolut.19 Hal ini berarti

bahwa komunitas manusia tidak lagi hidup dalam sekat-sekat, sehingga setiap

persoalan manusia saat ini yang tidak dilihat dalam barometer kemajemukan

budaya adalah persoalan yang secara metodelogis salah letak.

Secara fenomenologis, pluralisme agama menunjuk pada fakta bahwa

sejarah agama menunjukkan sebuah pluralitas tradisi dan variasi. Secara filosofis,

pluralisme agama merupakan suatu teori yang merujuk pada hubungan antara

berbagai tradisi agama, perbedaan dan klaim-klaim kompetisinya.Teori ini berisi

bahwa agama-agama besar dunia memiliki konsepsi yang beragam dan persepsi

yang berbeda tentang Tuhan.20 Meskipun pada awalnya ide pluralisme berasal dari

Barat, namun secarapraktis pluralisme telah menjadi bagian integral dari sejarah

nenek moyang seperti yang ditunjukkan dalam sejarah kehidupan mereka di masa

lalu. Hidup bersama dan tradisi saling menghormati adalah bagian tradisi yang

telah berabad-abad menjadijiwa kehidupan masyarakat Indonesia. Kini dalam

Indonesia modern, pluralisme disadari sebagai bagian sangat penting untuk

mewujudkan integrasi nasional.

19Ramundo Pannikar, “ Dialog yang Dialogis”

Dalam Metodologi Studi Agama, Norma Permata (ed.), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), h. 98.

20Lihat John Hick “


(23)

13

Keragaman suku, agama, bahasa dan budaya bukan menjadi ancaman

disentegrasi tetapi justru menjadi chemical cohesion bagi kehidupan masyarakat

Indonesia. Pluralisme dapat menumbuhkan saling ketergantungan satu-sama lain.

Harold Coward, menyebutkan bahwa agama di masa depan adalah agama-agama

yang akan mampu hidup berdampingan secara menyenangkan dalam sebuah

komunitas dunia. Menurutnya, pluralisme akan selalu menuntut manusia

agarsaling membagi pemahaman partikular mengenai agama dengan orang lain.

Jika dilakukan dengan penuh simpatik dan rasa hormat terhadap pihak lain, saling

berbagi pemahaman seperti dapat menyebabkan perkembangan rohani dan

memperkaya semua pihak.21 Selain pandangan tersebut, ada teori lain tentang cara

memahami pluralisme, melalui filsafat perennial.

Menurut pandangan ini, bahwa penglihatan dan penghayatan realitas

agama pada tataran spiritual akan memberikan keuntungan ganda; pertama,

spiritual akan menyediakan keseimbangan bagi kehidupan manusia yang terus

menerus digerogoti oleh modernitas yang sekulerdan, kedua, dalam level

spiritualitas akan dapat dijalin hubungan yang harmonisantar berbagai agama.

Komaruddin Hidayat dan Wahyuni Nafis mengatakan: Kebenaran sejati itu hanya

satu, bersumber dan membantu pada Yang MahaBenar. Hanya saja, manifestasi

dari kebenaran itu selalu tampil dalam wujudyang plural.Di balik pluralitas itu ada

kebenaran yang tunggal, namun tidakmungkin diketahui secara tuntas oleh

manusia sebab realitas metafisis ontologi selalu berada di luar jangkauan manusia.

Oleh karena itu, semua agama selalu hadir menyapa manusia dengan bantuan

21


(24)

14

medium sejarah dan budaya. Dengan demikian, pluralitas pemahaman agama

merupakan keniscayaan teologis, psikologis dan historis.22

Penelitian ini termasuk dalam disiplin sosiologi sekaligus antropologi,

sehingga pendekatan utama yang dipergunakan di dalam tema ini akan dikaji

dengan pendekatan sosiologi dan antropologi, pendekatan ini diharapkan dapat

menghasilkan sebuah titik temu dan fakta yang mampu mengungkap upaya yang

berkaitan erat dengan implementasi sikap teoligis dan konsep pluralisme agama

terhadap kerukunan antar umat beragama. Kemudian dapat menjelaskan

hubungan, dan segi-segi dinamika sosial serta struktur sosial di dalam ineraksi

antarumat beragama.23 Kemudian perubahan sosial yang terjadi menurut Sartono

Kartodirdjo, dapat dilihat dari proses transformasi struktural, yaitu adanya proses

integrasi dan disintegrasi, atau disorganisasi dan reorganisasi yang silih berganti.

Dalam proses transformasi struktural yang terjadi mengubah secara fundamental

dan kualitatif jenis solidaritas yang menjadi ikatan kolektif, dari ikatan komunal

menjadi ikatan asosiasonal yang berupa organisasi komplek.24implementasi serta

hubungan itulah yang akan menciptakan suatu kerukunan antar umat beragama di

Kota Serang Banten yang menjadi objek skripsi ini.

F. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis memerlukan sebuah metode penelitian yang

berguna untuk memperoleh data yang akan dikaji. Metode pengumpulan data

22

Komaruddin Hidayat dan Wahyuni Nafis. Agama Masa Depan Menurut Filsafat

Perennial (Jakarta: Paramadina 1994), h.126.

23

Margaret, Sosiologi Kontemporer, terj. Yasogama, (Jakarta: Rajawali, 1984), h. 23

24

Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta: Gramedia, 1992), h. 161.


(25)

15

dalam kegiatan penelitian mempunyai tujuan mengungkap fakta mengenai

variabel yang diteliti. Tujuan untuk mengetahui (goal of knowing) haruslah

dicapai dengan menggunakan metode atau cara-cara yang akurat.25 Metode ini

meliputi tiga tahapan sebagai berikut:

1. Pengumpulan Sumber atau Heuristik

Heuristik sebagai tahap pertama dalam metode sejarah digunakan untuk

mengumpulkan informasi-informasi yang terkait dengan penelitian yang akan

dibahas. Untuk itu, pada tahap ini dilakukan cara-cara pengumpulan sumber

sebagai berikut:

a) Metode Observasi atau pengamatan dilakukan agar dapat memberikan

informasi atas suatu kejadian yang tidak dapat diungkapkan dan telah

menjadi kebiasaan masyarakat setempat. Di samping itu, metode

observasi juga digunakan sebagai langkah awal yang baik untuk

menjalin interaksi sosial dengan tokoh masyarakat dan siapa saja yang

terlibat dalam penelitian ini.

b) Metode Interview atau wawancara dilakukan dengan bertatap muka

dan mendengarkan secara langsung informasi-informasi dan

keterangan-keterangan. Penulis melakukan tanya jawab secara

langsung kepada pemuka masing-masing agama dan pengautnya,

orang yang mengetahui tentang PluralismeAgama dan kerukunan

antarumat Beragama. Menurut prosedurnya penulis melakukan wawancara bebas terpimpin yaitu kombinasi antara wawancara bebas

25


(26)

16

dan terpimpin dengan menyusun pokok-pokok permasalahan,

selanjutnya dalam proses wawancara berlangsung mengikuti situasi.26

2. Interpretasi

Dalam tahap ketiga ini, penulis melakukan analisis terhadap sumber

data yang telah diverifikasi dengan cara mengklasifikasikan sumber data di

bawah tema-tema tertentu. Apabila terdapat data yang berbeda dalam suatu

permasalahan yangsama maka peneliti membanding-bandingkan satu dengan

yang lainnya untuk menentukan yang lebih mendekati kebenaran.

Berdasarkan teori yang dipakai, penulis mencoba mengorganisasikan data

berdasarkan tema-tema yang dibuat dan kemudian ditarik kesimpulan.27

3. Historiografi

Sebagai tahap terakhir dalam metode sejarah, historiografi disini

merupakan cara penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian sejarah

yang telah dilakukan sehingga menjadi sebuah karangan sistematis yang

dapat dibaca orang lain dan di dalamnya mengandung pelukisan tentang

kehidupan suatu masyarakat dan kebudayaan di suatu daerah.28

G. Sistematika Pembahasan

Rangkaian pembahasan penelitian harus selalu sistematis dan saling

berkaitan satu dengan yang lain agar menggambarkan dan menghasilkan hasil

penelitian yang maksimal. Sistematika pembahasan ini adalah deskripsi

26

Cholid Narbuko, Metodologi Penelitian (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), h. 85.

27

Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1992), h. 67.

28


(27)

17

urutan penelitian yang digambarkan secara sekilas dalam bentuk bab-bab.Garis

besarnya, penelitian ini memuat tiga bagian yaitu pendahuluan pada bab pertama,

isi atau hasil penelitian terdapat di dalam bab dua, bab tiga dan bab empat,

sementara kesimpulan ada pada bab lima.

Bab Pertama,adalah pendahuluan yang merupakan latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka,

landasan teori, metode penelitian dan sistematika pembahasan. Bab ini adalah

kerangka pemikiran penelitian yang dimaksudkan untuk lebih memfokuskan

proses penelitian yang dilakukan.

Bab Kedua, membahas tentangpengertian dan sejarah perkembangan plualisme agama. Bab ini dimaksudkan memberikan gambaran tentangpengertian

pluralisme yang menjadi latar belakang Pemahaman Konsep Pluralisme Agama.

Pemaparan rangkaian arti pluralisme agama yang akandiimpemlmentasikan unuk

mencapai suatu kerukunan antar umat beragama.Bab ini sebagai aplikasi bab

pertama dan sebagai pengantar atas bab selanjutnya.

Bab Ketiga, membahas tentang Kerukunan Umat Beragama di Kota

Serang Banten. Yang di dasari dengan hakikat, hubungan dan peran pemuka

agama untuk meningkatkan kerukunan antaragama.

Bab Keempat, membahas Kehidupan Beragama di Kota Serang Banten. Yang didasari dengan sikap teologis, serta membangun dialog untuk mencapai

suatu pemahaman konsep pluralisme agama untuk sebuah kerukunan.

Bab Kelima, merupakan penutup yang berisi kesimpulan dari hasil pembahasan secara keseluruhan dan disertai dengan saran-saran.


(28)

18

BAB II

TINJAUAN HISTORIS OBYEKTIF PLURALISME AGAMA

A. Memahami Makna Pluralisme

Kosakata “plural” berasal dari kata “plures” dalam bahasa Latin, yang berarti jamak, banyak, beragam, beraneka, Bhineka, atau majemuk dengan

implikasi perbedaan. Akan tetapi definisi pluralisme yang menjadi pokok kajian

tidak sesederhana itu.Pluralisme bukan sekadar masyarakat yang majemuk

semata, yang justru menggambarkan fragmentasi. Pluralisme tidak boleh pula

dipahami sekadar sebagai ”kebaikan negative” (negative good), yang hanya berguna untuk menyingkirkan fanatisme. Demikian ungkapan Nurcholish Madjid,

dalam salah satu tulisannya. Lalu ia kemudian menekankan bawa pluralisme harus

dipahami sebagai “pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan-ikatan kebudayaan” (genuine enggement of deversities within the bonds of civility). Bahkan,

pluralisme adalah juga suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia, antara

lain melalui mekanisme pengawasan dan pengimbangan yang dihasilkannya.

Mengutip Kitab Suci (QS. Al-Baqarah/2: 251) Nurcholish Madjid melihat bahwa

sesungguhnya ada rekayasa Yang Maha Kuasa dengan menciptakan mekanisme

pengawasan dan pengimbangan antara sesama manusia, guna memelihara

keutuhan bumi.29

29

Lihat Nurcholis Madjid, Cendekiawan & Reliiuitas Masyarakat (Jakarta: penerbit paramadiana, 1999), h. 63.


(29)

19

Jika kita perhatikan penggalan terakhir kutipan tulisan di atas, dapat

dipahami bahwa pluralisme meliliki urgensi demikian besar dalam kehidupan

bersama umat manusia. Oleh sebab itu, pluralisme agama bukan hanya sekadar

toleransi moral yang telah dibiasakan, bukan pula sekadar koesistensi yang dapat

menerima pihak lain tanpa menyulut konflik, tetapi lebih dari itu, pluralisme

adalah suatu bentuk kelembagaan yang secara sah dan legal dapat melindungi

kesetaraan, kerja sama, pengembangan diri atau pun kelompok, hak-hak dan

kewajiban secara setara. Kendati demikian pluralisme tidak menafikan adanya

perbedaan-perbedaan, hanya saja perbedaan-perbedaan itu dapat dibiasakan tanpa

konflik.

Pluralisme dalam agama mengakui keragaman kelompok-kelompok

keagamaan, hak keimanan, penampilan aktivitas, eksistensi jamaah, dan

kegiatan-kegiatan yang sah untuk setiap orang maupun kelompok.30Sesungguhnya segala

bentuk perbedaan merupakan khazanah kekayaan dalam pluralisme. Seandainya

elemen-elemen kehidupan sosial itu diabaikan, terutama dalam era global dewasa

ini, sudah pasti kedamaian hidup akan terusik.

Pendeknya, pluralisme merupakan basis bagi terciptanya kerukunan

dinamis dan dialogis dalam mayarakat majemuk, baik menyangkut perbedaan

bawaan, seperti ras dan etnis, maupun perbedaan perolehan, seperti pengetahuan,

gagasan dan sebagainya. Dalam pada itu, agama, oleh Osman, ditempatkan pada

ruang antara perbedaan dan bawaan dan perolehan.Sebab agama boleh jadi

merupakan warisan dari orang tua atau sebaggai perolehan yang di dapat dari

30

Lebih jauh pelajari dalam Mohamad Fathi Osman, Islam, Pluralisme dan Toleransi Keaamaan: Pandangan Al Qur’an Kemanusiaan dan Peradaban, diterjeahkandari edisi Inggris oleh Ifran Abu Bakar (Jakarta: Yayasan Paramadina, 2007), h. 2-10.


(30)

20

suatu sistem kepercayaan melalui keyainan pribadi.31 Kalau perbedaan-perbedaan

itu dapat ditata dengan baik di atas basis pluralisme, roda kehidupan sosial akan

berjalan lancar. Konsep pluralisme yang demikian, menurut Alawi Shihab, pada

garis besarnya dapat disimpulkan sebagai berikut:

Pertama, pluralisme tidak semata-mata meunjuk pada kenyataan tentang

adanya kemajemukan, tetapi mengandung makna “keterlibatan aktif” terhadap

keyataan keajemukan itu. Oleh sebab itu, orang dikatakan pluralis apabila ia

mampu ikut berinteraksi positif dalam lingkungan kemajemukan tersebut.

Kedua, pluralisme harus dibedakan dengan kosmopolitanisme.

Kosmopolitanisme meunjuk kepada suatu realitas di mana aneka agama, ras,

bangsa bisa hidup berdampingan pada suatu lokasi, kendati tanpa interaksi positif.

Ketiga, konsep pluralisme tidak sama dengan relativisme. Relativisme berasumsi bahwa kebenaran atau nilai ditentukan oleh pandanggan hidup serta

kerangka berpikir seseorang atau masyarakat, sehingga aliran ini tidak mengenal

kebenaran universal.

Keempat, pluralisme agama bukan sinkretisme, yakni agama baru yang diracik dari ajaran agama-agam yang tidak mapan secara parsial.32

Khusus mengenai pluralisme agama, yang selama ini sering dituding

mencampuradukan agama-agama, menghilangkan kemutlakan kebenaran dan

keimanan, dan lain sebagainya adalah salah satu praduga yang perlu ditanggapi

secara serius. Karena memang pada satu sisi kita menginginkan keselamatan abadi

dengan memeluk suatu agama, sementara pada sisi lain kita juga menginginkan

31

Ibid . h. 1.

32

Lihat Alawi Shihab, Islam Inklusif: Menuju Sikap Terbuka dalam Agama (Bandung: Penerbit Mizan,1997), h. 41-2.


(31)

21

keselamatan temporer dalam kehidupan sosial-duniawi sekarang. Bertolak dari

kehidupan sosial dalam era kekinian, dimana kita sudah berada dalam lingkup

kehiduan global yang heterogen, maka kita tidak bisa menghindar dari interaksi

sosial dengan berbagai ras, etnis, dan agama. Sementara itu, sebagai umat

beragama kita yakini pula bahwa kebahagiaan yang sesunguhnya bukan hanya

terbatas di dunia, tetapi menembus waktu masa depan yang jauh (akhirat). Kita

tidak ingin salah satunya menjadi korban yang lain. Oleh sebab itu, kita berupaya

mencari solusi yang adil, yang dapat dijadikan pegangan untuk kedua sisi

kehidupan itu.

Dalam kajian agama-agama kontemporer setidaknya ditemukan tiga

paradigma keberagamaan: eksklusifisme, inklusifisme dan pluralis.33

Pertama, eksklusifisme, adalah pandangan yang mengklaim bahwa kebenaran dan keselamatan hanya satu, diluar itu adalah kebatilan dan kesesatan.

Pandangan seperti inilah yang mendasari rumusan: extra eccelesiam nulla salus

(tidak ada keselamatan di luar gereja), dalam agama Katolik. Dan juga penafsiran

tekstual dalam Sûrah ali Imrận’/3: 19 yang atrinya: “Sesungguhnya agama yang

disisi Allah adalah Islam”.

Kedua, inklusifisme, adalah pandangan yang melihat agama-agama sebagai jalan-jalan keselamatan yang menuju kepada satu tujuan inti, yakni Yang

Mutlatk; yang satu melengkapi yang lain. Dalam Islam (Sûrah ali Imrận’/3: 64)

dikenal adanya “ruang temu agama-agama” (kalimat sawa). Atau sebagai

33

Budhy Munawar-Rachman, mengutip, Jhon Hick-menyebut yang ketiga adalah paralelisme, yakni keyakinan bahwa setip agama mempunyai jalan keselamatan sendiri. Lihat budhy munawar-rachman. Islam dan Pluralisme: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman (Jakarta: Penerbit, paramadina, 2001), h, 48.


(32)

22

diungkapkan hadis: “para nabi adalah saudara satu Ayah; Ibu mereka banyak, namun nama mereka satu” (HR. Bukhari). Jadi, inklusifisme memandang kebenaran yang inklusif dalam banyak agama, tetapi kebenaran itu secara lengkap

ada dalam satu agama dan inilah agama yang paling unggul.

Ketiga, pluralimse, (identik dengan paralelisme), pandangan bahwa masing-masing agama merupakan jalan keselamatan, satu setara dengan yang lain,

yang masing-masingnya mengantarkan orang pada satu realitas Mutlak.

Pluralisme merupakan pengembangan secara liberal inklusifisme. Di sini,

perbedaan-perbedaan yang ada pada agama-agama yang benar dilihat bukan

sebagai perbedaan yang substansif, tetapi merupakan suatu keharusan formatif.

Karena memang untuk masing-masing agama telah Allah ciptakan suatu

undang-undang (syari’ah) dan jalan yang terang (minhaj), namun substansinya adalah satu.34

B.Sejarah Pluralisme Agama

Pemikiran pluralisme agama muncul pada masa yang disebut dengan

Pencerahan Eropa, tepatnya pada abad ke-18 Masehi, masa yang sering disebut

sebagai titik permulaan bangkitnya gerakan pemikiran modern.Yaitu masa yang

diwarnai dengan wacana-wacana baru pergolakan pemikiran manusia yang

berorientasi pada superioritas akal (rasionalisme) dan pembebasan akal dari

kungkungan-kungkungan agama. Di tengah hiruk-pikuk pergolakan pemikiran di

Eropa yang timbul sebagai konsekuensi logis dari konflik-konflik yang terjadi

antara gereja dan kehidupan nyata di luar gereja, muncullah suatu paham yang

34

Lihat Yunarsil Ali dalam bukunya Sufi dan Pluralisme (Jakarta: penerbit, Gramedia, 2012). h. 70-74.


(33)

23

dikenal dengan “liberalisme”, yang komposisinya adalah kebebasan, toleransi,

persamaan dan keragaman atau pluralisme.35

Sebenarnya kalau ditelusuri lebih jauh dalam peta sejarah peradaban

agama-agama dunia, kecenderungan sikap beragama yang pluralistik, dengan

pemahaman yang dikenal sekarang, sejatinya sama sekali bukan barang baru.

Cikal bakal pluralisme agama ini muncul di India pada akhir abad ke-15 dalam

gagasan-gagasan Kabir (1440-1518) dan muridnya, yaitu Guru Nanak

(1469-1538) pendiri “Sikhisme”.Hanya saja, pengaruh gagasan ini belum mampu menerobos batas-batas geografis regional, sehingga hanya populer di anak benua

India. Ketika arus globalisasi telah semakin menipiskan pagar-pagar kultural

Barat-Timur dan mulai maraknya interaksi kultural antar kebudayaan dan agama

dunia, kemudian di lain pihak timbulnya kegairahan baru dalam meneliti dan

mengkaji agama-agama Timur, khususnya Islam, yang disertai dengan

berkembangnya pendekatan-pendekatan baru kajian agama (scientific study of

religion), mulailah gagasan pluralisme agama berkembang secara pelan tapi pasti,

dan mendapat tempat di hati para intelektual hampir secara universal.36

Yang perlu digarisbawahi di sini, gagasan pluralisme agama

sebenarnyabukan hasil dominasi pemikir Barat, namun juga mempunyai akar

yang cukup kuat dalam pemikiran agama Timur, khususnya dari India,

sebagaimana yang muncul pada gerakan-gerakan pembaruan sosioreligius di

wilayah ini. Beberapa peneliti dan sarjana Barat, seperti Parrinder dan Sharpe,

justru menganggap bahwa pencetus gagasan pluralisme agama adalah tokoh-tokoh

35

Toha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, (Jakarta: Gema Insani), 2005), h. 16-17.

36


(34)

24

dan pemikir-pemikir yang berbangsa India. Rammohan Ray (1772-1833) pencetus

gerakan Brahma Samaj yang semula pemeluk agama Hindu, telah mempelajari

konsep keimanan terhadap Tuhan dari sumber-sumber Islam, sehingga ia

mencetuskan pemikiran Tuhan Satu dan persamaan antar agama. Sri Ramakrishna

(1834-1886), seorang mistis Bengali, setelah mengarungi pengembaraan spiritual

antar agama (passing over) dari agama Hindu keIslam, kemudian ke Kristen dan

akhirnya kembali ke Hindu lagi, juga menceritakan bahwa perbedaan-perbedaan

dalam agama-agama sebenarnya tidaklah berarti, karena perbedaan tersebut

sebenarnya hanyamasalah ekspresi. Bahasa Bangal, Urdu dan Inggris pasti akan

mempunyai ungkapan yang berbeda-beda dalam mendeskripsikan “air”,namun hakikat air adalah air. Maka menurutnya, semua agama mengantarkan manusia ke

satu tujuan yang sama, maka mengubah seseorang dari satu agama ke agama yang

lain (prosilitisasi) merupakan tindakan yang tidak menjustifikasi, di samping

merupakan tindakan yang sia-sia. Gagasan Ramakrishna, persahabatan dan

toleransi penuh antaragama, kemudian berkembang dan diterima hingga di luar

anak benuaIndia berkat kedua muridnya, Keshab Chandra Sen (1838-1884)

danSwami Vivekananda (1882-1902).37

Sen ketika mengunjungi Eropa sempat berjumpa dan berdiskusi dengan

Max Muller (1823-1900), Bapak ilmu Perbandingan Agama modern di Barat, dan

menyampaikan gagasan-gagasan gurunya. Vevikananda justru mempunyai

pengaruh lebih besar, dengan mendapatkan kesempatan menyampaikan

pesan-pesan gurunya di depan Parlemen Agama Dunia (World’s Parliament of Religion) di Chicago,Amerika Serikat, tahun 1893. Upaya Swani Vevikananda tersebut

37


(35)

25

telah mendapat pujian yang luar biasa dari masyarakat Hindu dan mengangkat

namanya sebagai pahlawan nasional. Dengan demikian, dia berhak disebut

sebagai peletak dasar gerakan, yang oleh Parrinder disebut, Hindu Ortodok Baru

yang mengajarkan bahwa semua agama adalah baik dan kebenaran yang paling

tinggi adalah pengakuan terhadap keyakinan ini. Menyusul kemudian tokoh-tokoh

India lain seperti Mahatma Gandhi (1869-1948) dan Sarvepalli Radhakrishna

(1888-1975) yang juga menyuarakan pemikiran pluralisme agama yang sama.

Sementara itu, dalam diskursus pemikiran Islam, pluralisme agama, masih

merupakan hal baru dan tidak mempunyai akar ideologis atau bahkan teologis

yang kuat. Gagasan pluralisme agama yang muncul lebih merupakan perspektif

baru yang ditimbulkan oleh proses penetrasi kultural Barat modern dalam dunia

Islam. Pendapat ini disepakati olehrealitas bahwa gagasan pluralisme agama

dalam wacana pemikiran Islam, baru muncul pada masa-masa pasca Perang Dunia

Kedua, yaitu ketikamulai terbuka kesempatan besar bagi generasi muda Muslim

untuk mengenyam pendidikan di universitas-universitas Barat sehingga mereka

dapat berkenalan dan bergesekan langsung dengan budaya Barat.38

Kemudian di lain pihak gagasan pluralisme agama menembus dan

menyusup ke wacana pemikiran Islam melalui karya-karya pemikir mistik Barat

Muslim, seperti Rene Guenon (Abdul Wahid Yahya) dan Frithjof Schuon (Isa

Nuruddin Ahmad). Karya-karya mereka ini sangat erat dengan pemikiran dan

gagasan yang menjadi inspirasi dasar bagi tumbuh-kembangnya wacana

pluralisme agama di kalangan Islam. Barangkali Seyyed Hossein Nasr, seorang

tokoh Muslim Syi’ah moderat, merupakan tokoh yang bisa dianggap paling

38


(36)

26

bertanggungjawab dalam mempopulerkan gagasan pluralisme agama di kalangan

Islam tradisional–suatu prestasi yang kemudian mengantarkannya pada sebuah posisiilmiah kaliber dunia yang sangat bergengsi bersama-sama dalam deretan

nama-nama besar seperti Ninian Smart, John Hick, dan Annemarie Schimmel.39

Dalam Kristen memang John Hick-lah yang paling bertanggungjawab dalam

menyebarkan paham pluralisme agama ini.

Di dunia ini tidak ada budaya dan tradisi yang benar-benar dapat

mengisolasikan diri dari budaya dan tradisi lain atau luar. Realitas dari dunia

sekarang mencerminkan sebuah pluralisme di mana titik-titik perbedaan saling

melengkapi, saling memperkaya, dan akhirnya saling membutuhkan. Menurut

Ramundo Pannikar, pluralistik menunjuk pada kenyataan bahwa tidak ada

lagibudaya, ideologi maupun agama yang dapat mengklaim sebagai satu-satunya

sistem yang unik dan bahkan terbaik dalam pengertian absolut.40Hal ini berarti

bahwa komunitas manusia tidak lagi hidup dalam sekat-sekat, sehingga setiap

persoalan manusia saat ini yang tidak dilihat dalam parameter kemajemukan

budaya adalah persoalan yang secara metodelogis salah letak.

39

Seorang pemikir Muslim kontemporer asal Amerika, Muhammad Longhausen, menceritakan bahwa beliau pernah mengikuti perdebatan tentang “apakah seluruh agama berada

dalam kebenaran” yang diadakan antara Seyyed Hossein Nasr dan John Hick. Mereka berdua berbeda pendapat dalam poin penting tersebut–yang merupakan ‗barang asongan’ kaum pluralis.John Hick berusaha untuk menyelesaikan kontradiksi yang ada, yang mengharuskannya untuk membenarkan aqidah-aqidah Kristen (al- ‗aqâ’id al-Masîhiyyah).Sementar itu, Nasr

membela “keyakinan” bahwa pluralisme mengharuskannya mengandung dan menguasai kontradiksi tersebut. Lihat wawancara Dr. Muhammad Longhausen dalam jurnal Hayât Thayyibah, Ta„addudiyyah baynaIslâm wa Librâliyyah: Hiwâr fî Bunyi wa al-Munthaliqâ t, (Lebanon-Beirut: al-Hayât al-Thayyibah, edisi ke-11, thn. ke-4, 2003/1423), h. 24. Artinya, memang belum ada titik final di antara pendukung pluralisme agama ini.

40Ramundo Pannikar, “ Dialog yang Dialogis”

Dalam Metodologi Studi Agama, Norma Permata (ed.), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), h. 98.


(37)

27

Secara fenomenologis, pluralisme agama menunjuk pada fakta bahwa

sejarah agama menunjukkan sebuah pluralitas tradisi dan variasi.Secara filosofis,

pluralisme agama merupakan suatu teori yang merujuk pada hubungan antara

berbagai tradisi agama, perbedaan dan klaim-klaim kompetisinya. Teori ini berisi

bahwa agama-agama besar dunia memiliki konsepsi yang beragam dan persepsi

yang berbeda tentangTuhan.41 Meskipun pada awalnya ide pluralisme berasal dari

Barat, namun secarapraktis pluralisme telah menjadi bagian integral dari sejarah

nenek moyang sepertiyang ditunjukkan dalam sejarah kehidupan mereka di masa

lalu.Hidup bersamadan tradisi saling menghormati adalah bagian tradisi yang

telah berabad-abad menjadijiwa kehidupan masyarakat Indonesia.Kini dalam

Indonesia modern, pluralisme disadari sebagai bagian sangat penting untuk

mewujudkan integrasi nasional.

Keragaman suku, agama, bahasa dan budaya bukan menjadi ancaman

disentegrasi tetapi justru menjadi chemical cohesion bagi kehidupan masyarakat

Indonesia. Pluralisme dapat menumbuhkan saling ketergantungan satu-sama lain.

Harold Coward, menyebutkan bahwa agama di masa depan adalah

agama-agamayang akan mampu hidup berdampingan secara menyenangkan dalam

sebuah komunitas dunia. Menurutnya, pluralisme akan selalu menuntut manusia

agar saling membagi pemahaman partikular mengenai agama dengan orang lain.

Jika dilakukan dengan penuh simpatik dan rasa hormat terhadap pihak lain, saling

berbagi pemahaman seperti dapat menyebabkan perkembangan rohani dan

memperkaya semua pihak. Selain pandangan tersebut, ada teori lain tentang

caramemahami pluralisme, melalui filsafat perennial.

41Lihat John Hick’ Religious Pluralism”,


(38)

28

Menurut pandangan ini, bahwa penglihatan dan penghayatan realitas

agama pada tataran spiritual akan memberikan keuntungan ganda; pertama,

spiritual akan menyediakan keseimbangan bagi kehidupan manusia yang terus

menerus digerogoti oleh modernitas yang sekuler dan, kedua, dalam level

spiritualitas akan dapat dijalin hubungan yang harmonisantar berbagai agama.

Komaruddin Hidayat dan Wahyuni Nafis mengatakan: Kebenaran sejati itu hanya

satu, bersumber dan membantu pada Yang Maha Benar. Hanya saja, manifestasi

dari kebenaran itu selalu tampil dalam wujud yang plural. Di balik pluralitas itu

ada kebenaran yang tunggal, namun tidak mungkin diketahui secara tuntas oleh

manusia sebab realitas metafisis ontologi selalu berada di luar jangkauan manusia.

Oleh karena itu, semua agama selalu hadir menyapa manusia dengan bantuan

medium sejarah dan budaya. Dengan demikian, pluralitas pemahaman agama

merupakan keniscayaan teologis, psikologis dan historis.42

42

Komaruddin Hidayat dan Wahyuni Nafis.Agama Masa Depan Menurut Filsafat


(39)

29

BAB III

KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI KOTA SERANG BANTEN

A.Hakikat Kerukunan Umat Beragama

Rukun dari Bahasa Arab “rûknun” yang artinya asas-asas atau dasar.Rukun dalam arti adjektiva adalah baik atau damai.Esensi kerukunan hidup

umat beragama artinya hidup dalam suasana baik dan damai, harmonis, tidak

bertengkar, pertalian persahabatan, bersatu hati dan bersepakat.43Karena

walaupun berbeda agama pada dasarnya manusia saling membutuhkan, maka dari

itu kerukunan merupakan sebuah kebutuhan.Kerukunan dalam Islam diberi istilah

“tasamuh” atau toleransi.Sehingga yang di maksud dengan toleransi ialah kerukunan sosial kemasyarakatan, bukan dalam bidang aqidah Islamiyah

(keimanan), karena aqidah telah digariskan secara jelas dan tegas di dalam

Al-Qur’an dan Al-Hadits. Kerukunan beragama berarti hubungan sesama umat beragama dilandasi dengan toleransi, saling memahami, saling menghormati,

menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan

Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD RI tahun 1945.Selain itu

kerukunan umat beragama merupakan bagian penting dari kerukunan nasional dan

43

Suparman Usman. Tugas pokok dan peranan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dalam pengembangan dan pemberdayaan kerukunan umat beragama di Provinsi Bnaten,

yang disampaikan dalam acara ‗Rapat Koordinasi Kerukunan Umat Beragama Tingkat Provinsi Banten Tahun 2013’yang diselenggarakan oleh Biro Kesra Setda Provinsi Banten, pada tanggal 5-6 Desember 2013 di Hotel Mambruk Anyer. h 10


(40)

30

kerukunan nasional merupakan modal dasar bagi pembangunan bangsa dan

Negara.44

Gambaran historis kerukunan umat beragama di Indonesia terlihat ketika

telah muncul sejak kerajaan Sriwijaya (692) di mana penganut agama Budha dan

Hindu dapat hidup berdampingan secara harmonis.Konsep Bhineka Tunggal Ika

pun lahir dari budaya bangsa serta dasar Negara yang dirumuskan oleh para

pendiri bangsa merupakan hasil kompromi para tokoh agama yang kemudian

dikembangkan oleh pemerintah sebagai kebijakan pembinaan kerukunan umat

beragama sesuai dengan konteks dan dinamika masyarakat. Begitu pun di Kota

Serang Banten, kerukunan umat beragama telah tampak sejak kesultanan Banten

pada abad ke 15. Hal ini terlihat antara lain dari peninggalan sejarah, yaitu

kedekatan tempat rumah ibadah dari agama yang berbeda. Seperti Masjid Agung

Banten berdekatan dengan Vihara Budha, Masjid Agung Serang berdekatan

dengan Gereja Kristus Raja Katolik dan Gereja Bathel Indonesia Protestan.45

Kerukunan merupakan bagian terpenting dalam ruang lingkup intra dan

antar agama. Oleh sebab itu, kerukunan menjadi sangat penting dalam kehidupan,

memahamai kerukunan berarti memahami agama itu sendiri bahkan juga

memahami agama-agama lain, karena tidak ada satu pun agama di muka bumi ini

yang mengajarkan, menginginkan, serta merestui terjadinya tindakan kekerasan,

seperti pembunuhan, perampokan, penodongan, pemerkosaan, atau pun bentuk

anarkisme lainnya. Karena kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan

sesama yang dilandasi sikap saling mengakui dan menyadari plutalitas

keberagamaan, sikap toleransi yang saling menghormati dan menghargai

44

Ibid h. 11

45


(41)

31

kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya.Serta sikap saling bekerjasama

dalam sosial kemasyarakatan, tanpa mengorbankan prinsip teologi

masing-masing.46

Umat beragama dan Pemerintah harus melakukan upaya dalam artian

bekerjasama dalam memelihara kerukunan umat beragama dibidang pelayanan,

pengaturan, dan pemberdayaan umat beragama, termasuk dalam mendirikan

rumah ibadah yang didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh

berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang

bersangkutan di wilayah kelurahan/desa. Sebagaimanadimaksud dalam PBM

pasal 13 ayat (1) dilakukan dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama,

tidak mengganggu ketenrtaman dan ketertiban umum, serta mematuhui peraturan

perundang-undangan.Jika tidak terpenuhi, pertimbangan komposisi jumlah

penduduk digunakan batas wilayah kecamatan atau kabupaten/kota atau provinsi.

Selain itu dalam PBM pasal 14 ayat (1) dan (2) juga dijelaskan bahwa, pendirian

rumah ibadah harus memenuhi persyaratan administrative dan persyaratan teknis

bangunan gedung. Selain memenuhi persyartan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) pendirian rumah ibadah harus memenuhi persyaratan khusus meliputi: daftar

nama dan kartu tanda penduduk pengguna rumah ibadah paling sedikit 90

orangyang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan pasal 13 ayat (3),

dukungan masyarakat setempat pling sedikit 60 orang yang disahkan oleh

lurah/kepala desa, mendapat rekomendasi tertulis dari kepala kantor departemen

agama kabupaten/kota dan Forum Kerukuan Umat Beragama (FKUB)

setempat.Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat sebelumnya

46


(42)

32

harus terpenuhi dan jika belum terpenuhi, pemerintah berkewajiaban

memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadah. Dalam pasal 15

juga merekomendasikan bahwa pasal 14 merupakan hasil musyawarah dan

mufakat dalam rapat Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang dituangkan

dalam bentuk tertulis.

Pemeliharaan kerukunan umat beragama di tingkat provinsi menjadi tugas

dan kewajiban Gubernur yang dibantu oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen

dan Kementrian Agama Provinsi, sedangkan untuk tinngkat Kabupaten/Kota

menjadi tanggung jawab Bupati/Walikota, yang dibantu oleh Kantor Departemen

Agama Kabupaten/Kota.47

B.MUI Kota Serang

Data yang penulis dapatkan dari hasil wawancara dengan pengurus MUI

Kota Serang, bahwa tiap pemeluk agama di tuntut tercapainya hubungan yang

rukun antara pemeluk agama dengan agama lain. Bagi masyarakat Kota Serang,

kerukunan hidup bermasyarakat antarumat beragama bukanlah perkara baru.

Masyarakat telah mengenal, mengajarkan, dan mempraktikkan keberagaman

agama ddengan sikap toleransi, sejak ratusan tahun sebelum Indonesia merdeka.

Hingga kini, toleransi antarumat beragama dalam kehidupan kemasyarakatan terus

dijaga dan dilestarikan dengan baik oleh masyarakat Kota Serang. Demikian

dinyatakan Ketua Majelis Ulama Indoesia (MUI) Propinsi Banten Romly dalam

Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural antara Pemuka Agama Daerah dan

Pusat di Propinsi Banten.

47


(43)

33

Menurutnya, kerukunan hidup bermasyarakat antarumat beragama di

Banten bukan sekedar basa-basi, melainkan diaplikasikan dalam kehidupan.

Masyarakat telah mentradisikan tolong-menolong tanpa memandang perbedaan

suku, ras dan agama."Jangankan dalam kehidupan sosial, bahkan dalam

kehidupan keagamaan pun, masyarakat yang berbeda agama bisa saling

membantu. Hal ini misalnya terjadi saat pembangunan Masjid Agung Serang.

Beberapa kelompok masyarakat beragama lain, turut menyumbangkan dana untuk

pembangunan masjid tanpa diminta panitia," tutur Romly.

Sementara itu Pendeta Benny Halim dari Persekutuan Gereja-Gereja

Indonesia (PGI) Propinsi Banten menyampaikan hal serupa. Menurut Benny,

“masyarakat Kota Serang adalah masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai suku dan etnik yang telah hidup rukun damai sejak lama”. Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara Pemuka Agama Daerah dan Pusat di Propinsi

Banten digelar selamalima hari (10-14/9) di Kota Serang dan Kabupaten.48

Secara sosiologis kota serang merupakan tujuan urbansisasi, penduduknya

yang majemuk dan toleran menjadikan Kota Serang sebagai karakter

kemajemukan di Provinsi Banten khusunya. Sehingga hampir semua masyarakat

di Banten menjadikan Kota Serang sebagai pusat kerukunan antarumat beragama,

dan bisa saja semua penduduk pindah ke Kota Serang, karena sikap toleransi yang

telah terbina, dengan taatnya keagamaan dan pluralitas yang tinggi akan

menciptakan keamanan dan kerukunan intern/antar umat beragama.49

48

Syafullah Amin. Hormati Tradisi, Kerukunan di Banten Bukan Basa Basi, yang disampaikan dalam acara Dialog Pemuka Agama Daerah dan Pusat Provinsi Banten pada tanggal

10-14 Novenber 2013 di Hotel Le Diyan Serang.

49

Mahmudi dalam interview sikap teologis pengurus MUI Kota Serang pd tanggal 17 juli 2014 di kantor MUI serang.


(44)

34

Lebih dari itu, bukti akan sikap keberagaman agama masyarakat Kota

Serang terlihat juga dengan adanya bangunan gereja yang mengelilingi alun-laun

Kota Serang. Hal ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi masyarakat

Kota Seranng, karena pada umumnya alun-alun sepulau Jawa yang mengelilingi

alun-alun itu bukan gereja melainkan masjid. Sedangkan kenyataannya di Kota

Serang Sendiri bangunan tempat ibadah yang mengelilingi alun-alun adalah

gereja-gereja seperti Gereja Bheatel Indonesa, Gereja Kaltolik Raja Kristus,

Sekolah Marcibuana Kristen.50

C. Tugas dan Peran FKUB Kota Serang Banten

Kerukunan umat beragama di Kota Serang adalah kerukunan yang tidak

membatasi, melainkan mengembangkan kebebasan beragama, tanpa merusak dan

tidak menodai niai-nilai agama yang dianutnya dalam rangka memelihara

kerukunan umat beragama, masing-masing umat beragama harus lebih ditekankan

untuk memahami dan mengamalkan ajaran agamanya secara lengkap dan benar.

Suparman Usman juga memaparkan akan tugas pokok dan peranan Forum

Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dalam pegembangan dan pemberdayaan

kerukuna umat beragama yang disampaikan dalam rapat koordinasinya, bahwa

ada beberapa langkah-langkah strategis yang telah dilakukan dalam pembangunan

dan pemberdayaan untuk menjaga kerukunan umat beragama di Kota Serang

melalui organisasi keagamaan, antara lain:

1. Para Pembina formal termasuk aparatur pemerintah dan para Pembina non

formal yakni para tokoh agama dan tokoh masyarakat agar memperkuat

50

Amas tajudin dalam interview sikap teologis pengurus MUI Kota Serang pd tanggal 18 juli 2014 di kantor Komisi Informasi Kota serang


(45)

35

kerjasama dalam bidang sosial kemasyarakata, seperti ekonomi,

pendidikan, kesehatan dll.

2. Umat beragama perlu meningkatkan wawasan, sikap, mental dan

pemahaman terhadap ajaran agamanya masing-masing agar tidak terjebak

pada sikap eksklusif.

3. Mengedepankan nilai-nilai universal dari agama dan tidak

memperdebatkan perbedaan teologis, terutama yang berkaitan dengan

keimanan.

4. Menegakan keadilan dalam semua aspek kehidupan.

5. Menyiapkan peran tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam suatu wadah

musyawarah antar umat beragama.

6. Menyiapkan dan menjalankan program kerukunan yang sesuai dengan

kebutuhan dinamika masyarakat.

7. Melaksaakan kegiatan dengan mengutamakan pendekatan yang bersiat

bottom up. yakni melibatkan sebanyak mungkin partisipasi kelompok-kelompok masyarakat, terutama di tingkat bawah.

8. Mengamalkan nilai-nilai kebenaran, kejujuran, keadilan dan keteladanan

dalam semua tingkatan, baik formal maupun non formal, terutama harus

diimplementasikan oleh para pemimpin, tokoh masyarakat dan para

pemuka agama.

Potensi dan peran pemuda dalam pengembangan dan pemberdayaan

kerukunan umat beragama. Pemuda yang saat ini adalah tokoh dan pemimpin

yang akan datang. Dan pemuda sebagai generasi penerus mutlak harus


(46)

36

pemimpin. Tugas orang tua/tokoh saat ini adalah member nasehat dan menjadi

teladan yang baik serta mempersiapkan generasi muda untuk memimpin masa

yang akan datang. Tugas remaja adalah menerima nasihat dan meneladani mereka

untuk mempersiapkan dirinya sebagai pemimpin.beberapa persiapan yang perlu

diperhatikan antara lain:

1. Pelajari sejarah, jadikan sejarah sebagai pelajaran.

2. Belajar yang baik dengan banyak membaca, melihat dan mendengar

berbagai macam informasi ilmu baik ilmu yang bersifat umum maupun

ilmu agama.

3. Dalam konteks kerukunan umat beragama, hayati kenyataan adanya

kemajemukan dalam kehidupan dan pelajari serta amalkan ajaran agama

masing-masing.

Dalam upaya pemeliharaan dan peningkatan kerukunan umat beragama

yaitu mempertahankan kerukunan yang sudah ada, hasil kerja orang terdahulu

terus dikembangkan kearah yang lebih baik, dan apabila tidak bisa membuat suatu

hal yang baru, yang lebih baik adalah tidak merusak hasil yang sudah ada. Dan

sebagai wadah musyawarah Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dengan

programnya berperan dalam pembinaan pemuda lintas agama:

1. Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) berperan sebagai forum yang

bertugas untuk membina remaja lintas agama sebagai kader kerukunan

pada masa yang akan datang.

2. Pelaksanaan tugas Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yaitu


(47)

37

diarahkan bagi pembentukan generasi muda lintas agama secara

berkesinambungan.

3. Untuk menyiapkan kader keturunan, maka dibentuk forum kaderisasi,

yaitu Forum Pemuda Lintas Agama (FPLA).

4. Kegiatan prigram pembinaan remaja lintas agama antara lain:

a) Sosialisasi perundang-undangan kerukunan bagi remaja lintas

agama.

b) Dialog dan kerja sama kemasyarakatan remaja lntas agama.

c) Pengikutsertaan remaja lintas agama dalam kegiatan pemeliharaan

kerukunan umat beragama bagi tokoh-tokoh agama.

d) Pengikutsertaan dalam kongres nasional pemuda lintas agama.

e) Temu karya lintas agama tingkat nasional.

f) Studi banding ke daerah lain.

Selain itu dalam rangka pemeliharaan dan peningkatan kualitas kerukunan

umat beragama, masyarakat Kota Serang diharapkan agar mampu melaksanakan

10 kebaikan dan hindari 10 kesalahan, diantaranya:

10 kebaikan

1. Pelajari, pahami dan amalkan ajaran agama yang dianut dengan baik.

2. Patuhi perundang-undangan yang berlaku.

3. Hormati norma yang berlaku dimasyarakat.

4. Patuhi segala kesepakatan yang sudah dibuat.

5. Lakukan musyawarah dan dialog bila terjadi kesalahpahaman, perselisihan


(48)

38

6. Hormati sesama manusia papun etnis, suku, suku, dan agamanya.

7. Bila ada berita yang dapat menggangu kerukunan, cari informasi dan

klarifikasi sebelum member tanggapan.

8. Beri bantuan bagi mereka yang memerlukan tanpa melihat apapun

agamanya.

9. Lakukan terus komunikasi dalam intern umat beragama dan antarumat

beragama sera pemerintah.

10.Pahami dan peajari ajaran agama lain untuk mendaatkan pemahaman yang

benar dan menghindari kesalahpahaman antar umat beragama.

10 Kesalahan

1. Berperilaku yang bertentangan dengan agama yang dipeluknya.

2. Tidak peduli dengan kesulitan orang lain termasuk yang berbeda agama.

3. Mengganggu orang lain walaupun berbeda agama.

4. Melecehkan agama dan tata cara ibadah penganut agama lain.

5. Menghasut dan menjadi provokator bagi timbulnya kebencian dan

permusuhan antar umat beragama.

6. Saling curuga antar umat beragama dan berprilaku yang bisa menimbulkan

securigaan bagi umat lain.

7. Berbuat sesuatu kepada orang lain, yang kita sendiri tidak suka, apabila

orang lain berbuat sesuatu tersebut kepada kita.

8. Melanggar norma yang berlaku dari kesepakatan yang sudah dibuat.

9. Memaksakan kepentingan kita kepada orang lain dengan


(49)

39

10.Berbohong sekecil apapun terhadap diri sendiri maupun terhadap orang

lain.

Dari kegiatan di atas, kita bisa jadikan pedoman untuk meraih dan

menciptakan serta menjaga sebuah kerukunan antar umat beragama di Kota

Serang Banten ini dengan mengimplementasikan konsep pluralism agama agar

etap eksis dalam hal kerukunan.Apa pun alasannya, bertindak kekerasan tidak

akan dibenarkan, apalagi mengatas namakan kesakralan agamanya. Betapa

indahnya bila kehidupan antar agama rukun, damai, harmonis, selaras dan tidak

bertengkar. Jika hal itu dapat di implementasikan dan terjaga dengan baik, maka

nilai-nilai serta norma-norma agama secara universal di Kota Serang ini dapat

aplikasikan dengan baik pula.51

Adapun upaya dalam mewujudkan suatu kerukuan umat beragama itu

tidak terlepas dari peran seorang Pemimpin atau Tokoh Agama dan Pemeluknya.

Dalam menciptakan sebuah suasana yang damai kita harus mengedepankan sikap

toleransi yang pluralis, dan lebih dari itu, menghidari segala macam ekses-ekses

negatif yang berbau Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA). Seorang

Pemimpin atau Tokoh Agama yang di anggap sebagai orang yang lebih mengerti

tentang agama harus bisa membawa jamaahnya ke arah yang lebih positif,

terutama dalam ruang lingkup kehidupan sosial yang berbasis agama, di mana kita

harus mengedepankan sikap toleransi dan saling menghargai antar satu pemeluk

dengan yang lainnya, agar terhidar dari hal-hal yang bisa memicu kekerasan yang

mengatasnamakan agama.

51

Hasil interview dari berbagai elemen masyarakat yang dilakukan di kota serang secara objektif menjadikan pemeluk agama Islam , Budha, Konghucu dan Kristen untuk dijadikan sebagai objek kajian penelitian.


(1)

70 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian di atas, dapat disumpulkan bahwa Kota Serang adalah kota yang masyarakatnya menjunjung tinggi akan konsep pluralisme agama melalui sikap teolois masing-masing peeluk agma. hal ini terbukti dengan terjalinnya hubungan masyarakat Kota Serang yang rukun dan harmonis dan sampai saat ini masih terjaga akan kerukunannya. Serta peran penting sebagai pemimpin, pemuka agama dan tokoh masyarakat adalah upaya memberikan tauladan dan pemahaman bagi masing-masing agama untuk pengembangan dan pemberdayaan kerukunan antarumat beragama melalui sikap teologis dalam kbergagamaan.

Masyarakat Kota Serang mengimplementasikan konsep pluralisme agama melalui sikap dan rasa toleransinya dalam betuk dialog agama. Dialog juga merupakan salah satu dari program pemerintah untuk memelihara, mengembangkan dan memberdayakan kerukunan umat beragama dalam pembangunan nasional. Dialog ini dijadikan program MUI dan FKUB sebagai ajang pertemuan agama-agama yang ada di Kota Serang untuk menanggapi aspirasi oramas keagamaan dan aspirasi masyarakat dalam konteks kekinian serta mempererat hubungan antarumat beragama dan mejalin kerjasama dalam,bidang pendidikan, sosial, ekonomi, budaya. Dalam membangun dialog ada beberapa poin dialog yang dijadikan masyarakat Kota Serang untuk menjaga secara utuh


(2)

71

kehidupan beragama di Kota Serang diantaranya: dialog kehidupan, dialog kerja ssosial, dialog spiritual dan dialog teologis.

Bagi masyarakat Kota Serang sikap teologis merupakan suatu bentuk implementasi untuk menuju jalan terbaik demi terjaganya impian akan kerukunan hidup umat beragama di Kota Serang. Sebagai Kota yang majemuk dan pluralis, sudah selayaknya para elit/pemuka agama mencari solusi tidak hanya dalam menjaga kerukuna yang telah ada, lebih dari itu, MUI dan FKUB mampu meningkatkan kerukunan dengan berbagai kegiatan yang dapat memberikan nilai positif.

B. Saran

Berdasarkan penelitian di atas, kiranya perlu untuk dilakukan penelitian lanjutan tentang sikap keberagamaan agama yang selama ini menjadi modal dasar tumbuhnya sikap toleransi dan masyarakat yang pluralis demi terjaganya hubungan yang harmonis antarumat beragama di Kota Serang. Apalagi peranan pemimpin dan pemuka agama akan memberikan signifikansi yang tinggi bagi masyarakat.

Penelitian ini tentunya akan memberikan manfaat praktis dan ilmiah. Sebagai manfaat praktis, dapat diketahui dinamika gerakan keagamaan dalam masa dan formasi sosial yang berbeda. Sebagai manfaat ilmiah, sumbangsih pada teori sejarah (serta disiplin ilmu yang terkait) atas penelitian tersebut. Dalam proses penelitiannya nanti, sudah pasti akan memberikan perkembangan baru bagi disiplin keilmuan sejarah itu sendiri.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1992.

A’la, Abdul. “Pendidikan Agama Ziarah Spiritual Menuju Pluralisme”, dalam Melampaui Dialog Agama. Jakarta, Buku Kompas, April 2002.

Ali, Yunarsil. Sufi dan Pluralisme. Jakarta: Gramedia, 2012.

Azwar, M.A Saifudin. Metode Penelitian .Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 1999. Cholid Narbuko, Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara, 1999.

Gaus, Ahmad. Dialog Agama: Kekuatan Yang Membisu?, dalam Nur Achmad, ed. Pluralitas Agama: Kerukunan dalam Keragaman. Jakarta: Buku Kompas, 2001.

Huasaini. Adian ; Pluralisme Agama Haram. Cet. 2005

Knitter F, Paul. Satu Bumi Banyak Agama : Dialog Multi Agama dan Tanggung Jawab Global. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003.

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Aksara Baru, 1989. Komaruddin Hidayat dan Wahyuni Nafis. Agama Masa Depan Menurut Filsafat

Perennial. Jakarta: Paramadina 1994.

Kurniawan. Pluralismedan Dialog Antar Agama; Studi Atas Pemikiran Nurkholis Madjid. Skripsi. Universitas Islam Negri Sunan Kali Jaga. Yogyakarta: 2003.


(4)

Nurcholis, Madjid. Cendekiawan & Reliiuitas Masyarakat. Jakarta: paramadiana, 1999.

Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, terj. Yasogama, Jakarta: Rajawali, 1984.

Mujtahidul. Ridho.” Pluralisme Agama dalam Tafsir Al-Qur’an Modern” Kajian Tafsir Al-Manardan Fi Zilalil Qur’an, Skripsi. Universitas Islam Negri Sunan Kali Jaga. Yogyakarta: 2002.

Nawawi Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1998.

Pannikar. Ramundo.“ Dialog yang Dialogis” Dalam Metodologi Studi Agama, Norma Permata ed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.

Qamaruddin. ed. Melampaui Dialog Agama. Jakarta: Buku Kompas, 2002. Rachman, budhy munawar. Islam Pluralisme: Wacana Kesetaraan Kaum

Beriman. Jakarta: paramadina, 2001.

Rikhaniyah. Asni. Pluralisme Agama dan Implementasinya dalam Pendidikan Islam; Persepektif Al Quran. Skripsi. Universitas Islam Negri Sunan Kali Jaga. Yogyakarta: 2004.

Rusiani. Dialog Antar Agama dalam Nur Achmad, ed. Pluralitas Agama: Kerukunan Dalam Keragaman Jakarta: Buku Kompas, 2001.

Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Jakarta: Gramedia, 1992

Schumann, Olaf. Menghadapi Tantangan Memperjuangkan Kerukunan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.


(5)

Shihab, Alawi. Islam Inklusif: Menuju Sikap Terbuka dalam Agama. Bandung: Mizan, 1997.

Singgih, Gerrit. Hidup Kristiani Dalam Masyarakat Keagamaan Yang Bersifat Majemuk dalam Tim Balitbang PGI, Meretas Jalan Teologi Agama-Agama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003.

Suharlan, Konflik Antar Umat Beragama dalam Pluralitas Agama di Indonesia, Skripsi. Universitas Islam Nergi Sunan Kali Jaga. Yogyakarta: 2001. Surakhmad. Wirnamo. Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar Metode dan Tehnik

Bandung: Tarsito, 1980.

Syarifudin. Pandangan Fazlur Rahman Terhadap Pluralisme Agama, Skripsi. Universitas Islam NegriSunan Kali Jaga. Yogyakarta: 2003.

Tanja, I Victor. Spiritualitas, Pluralitas dan Pembangunan di Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996.

Thoha. Anis Malik. Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, Jakarta: Gema Insani, 2005.

Wafa. Husnul. Tasamuh Islam Di Tengah Pluralitas Agama di Indonesia, Skripsi. Universitas Islam Negri Sunan Kali Jaga. Yogyakarta:1998.

Wilson. A. N. Againts Religion, Why We Should Try to Live Without It ? London: Chatto and Chardus, l992.


(6)

Lampran 1

1. Bagaimana sikap saudara sebagai pengurus mui dalam memaknai keberagamaan agama di kota serang? Kemajemukan adalah adanya keragaman dalam suatu kelompok dengan jenis

2. Adakah tantangan bagi pengurus mui kertika minotitas akan mendirikan rumah ibadah di sekitar lingkungan mayoritas? Jelaskan?

3. Pernahkah pengurus mui mendapatkan pengaduan dari masyarakat akan pengaduan tentang kenyamanan, seperti terusik dengan tetangga yang berbeda keyakinan sedang merayakan ibadahnya?

4. Apa yang menjadi sikap dasar teologis pengurus mui dalam hal keberagaman/kemajemukan?

5. Apa sajakah upaya mui dalam memelihara kerukunan intern/antarumat beragama?

6. Apasajakah program mui dengan fkub dalam memelihara kerukunan di kota serang?

7. Dalam program mui, apasajakah program yang sudah/belum terlaksana? 8. Pernahkah di kota serang terjadi konflik antar umat beragama?

9. Seberapa besar masyarakat kota serang menyadari dan menerima kemajemukan/keberagamaan agama?