Pemurnian Dan Karakterisasi Lipase Dari Yeast M2 Sebagai Biodeterjen

PEMURNIAN DAN KARAKTERISASI LIPASE DARI YEAST
M2 SEBAGAI BIODETERJEN

GEMA WAHYUNI
G851130391

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul kajian potensi
Pemurnian dan Karakterisasi Lipase Yeast M2 Sebagai Biodeterjen, adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016

Gema Wahyuni
NIM G851130391

RINGKASAN
GEMA WAHYUNI. Pemurnian dan Karakterisasi Lipase Dari Yeast M2 Sebagai
Biodeterjen. Dibimbing oleh SYAMSUL FALAH dan BUDIASIH
WAHYUNTARI.
Deterjen merupakan produk industri yang mengandung berbagai bahan
kimia surfaktan yang dimanfaatkan sebagai pembersih. Penggunaan deterjen dari
senyawa kimia surfaktan yang berlebihan dapat menyebabkan menurunnya
kualitas lingkungan. Deterjen berbasis enzim atau biodeterjen dapat membatasi
penggunaan senyawa kimia sehingga tidak meninggalkan residu berbahaya, tidak
beracun, tidak menimbulkan resiko berbahaya bagi kehidupan perairan bersifat
biodegradable, dan tidak beracun. Penggunaan senyawa kimia pada deterjen juga
dipengaruhi oleh harga enzim yang mahal dan masih impor. Penggunaan mikroba
lokal dapat dijadikan sebagai solusi untuk produksi enzim komersial untuk
biodeterjen. Yeast M2 merupakan salah satu mikroba yang telah diketahui dapat

penghasil lipase yang diisolasi oleh Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi
(BPPT) Serpong dari mentega. Lipase yang di aplikasikan pada industri deterjen
harus memiliki aktivitas dan stabilitas terhadap suhu, pH basa dan juga harus
kompatibel dengan komponen seperti ion logam dan surfaktan. Untuk dapat
menghasilkan lipase yang sesuai dengan kebutuhan industri deterjen, maka perlu
dilakukan penelitian pemurnian dan karakterisasi terhadap lipase yeast M2 sebagai
biodeterjen.
Pemurnian lipase yeast M2 dilakukan dengan menggunakan metode
reverse micellar extraction. Reverse micellar extraction adalah proses pemurnian
dalam bentuk cair-cair yang yang melibatkan pembentukan misel didalam pelarut
organik yang distabilkan oleh monolayer surfaktan. Lipase dicampurkan dengan
surfaktan CTAB, Triton X-100 dan Tween80 didalam isooktana yang
mengandung 15% metanol, 5% hexanol sebagai co surfaktan dengan konsentrasi
25 mM dengan perbandingan 1:1. Dari ketiga surfaktan yang digunakan surfaktan
CTAB menunjukan recovery lipase maksimum denga kemurnian 3.10 kali pad pH
7 dengan konsentraci CTAB 75 mM. Pada fase bacward reactions lipase di
ekstraksi kembali ke fase berair pada buffer fosfat 0.05 M pH 6 yang mengandung
NaCl 0.5 M dengan aktivitas recovery 77.62 %, kemurnian 10.64 kali dengan
waktu proses 45 menit. Lipase yang menunjukkan aktivitas optimal pada pH 8
dan 30oC. Aktivitas lipase diaktifkan oleh ion logam, seperti Ca2+, Mn2+, dan Fe2+.

Hasil karakterisasi lipase yeast M2 menunjukkan bahwa lipase dari yeast M2
dapat digunakan sebagai tambahan deterjen.

Kata kunci : Biodeterjen, lipase, yeast M2

SUMMARY
GEMA WAHYUNI. Purifications and Characterizations Lipase From Yeast M2
As a Biodetergent. Supervised by SYAMSUL FALAH and BUDIASIH
WAHYUNTARI.
Detergent is an industrial product contains various chemical surfactants which
was used as cleanser. Utilization of detergent from chemical surfactant excessively

causes environmental degradation. The enzyme based detergents have better
cleaning properties as compared to synthetic detergents. Enzymes can reduce the
environmental load of detergent products as the chemicals used in conventional
detergents are reduced, they are biodegradable, non toxic and leave no harmful
residues. The use of chemical surfactant in detergent is also influenced by the
expensive price of enzyme and it is still imported. Utilization of endogeneous
microbes can be a solution for production of commercial enzyme as biodetergent.
Yeast M2 is one of lipase-produced microbes which had been successfuly isolated

by Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi (BPPT) Serpong from the butter.
Lipase that will be applied in detergent industry should have activity and stability
against temperature, pH alkaline and also should be compatible with components
such as metal ions and surfactant. To be able to produce lipase in accordance with
the need of detergent industry, therefore it is necessary to study purification and
characterization of lipase yeast M2 as biodetergent
The lipase was purified using reverse micellar extractions. Reverse
micellar extractions is an attractive liquid-liquid extraction method, which
involves a formation of water droplet within an organic solvent. Lipase was mixed
to each surfactants of CTAB, Triton X-100, and Tween-80 that were dissolved in
isooctane containing 15% methanol and 5% hexanol as co solvent with a
concentration 25 mM and ratio 1:1. Out of three different surfactant, surfactant
CTAB showed maximum recovery of lipase along with 3.79 fold purifications at
pH 7 with consentrations surfactant 75 mM. In case of backward extraction, lipase
was extracted from the organic phase to a fresh aqueous phase in 0.05 M
potassium phosphate buffer pH 6 containing 0.5 M NaCl. Under optimized
conditions, 10.64 fold purification, 77.62% recovery with a process time of 45
min was obtained. The lipase showed optimal activity at pH 8 and 30 oC. The
lipase activity was activated by metal ions, such as Ca2+, Mn2+, and Fe2+. Lipase
Characterization showed that yeast M2 can be used as additif detergent.

Keywords: Biodetergent, lipase, yeast M2

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengummumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PEMURNIAN DAN KARAKTERISASI LIPASE DARI YEAST
M2 SEBAGAI BIODETERJEN

GEMA WAHYUNI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains
pada
Program Studi Biokimia

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir I Made Artika, M.App. Sc

Judul Tesis
Nama
NRP
Program studi

: Pemurnian dan Karakterisasi Lipase Dari Yeast M2
Sebagai Biodeterjen
: Gema Wahyuni
: G851130391

: Biokimia

Disetujui Oleh
Komisi Pembimbing

Dr Syamsul Falah, SHut MSi
Ketua

Dr Ir. Budiasih Wahyuntari, MS
Anggota

Diketahui Oleh

Ketua Program Studi Biokimia

Prof Dr drh Maria Bintang, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


Tanggal Ujian : 4 Januari 2016

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan november 2014 sampai
juli 2015 ini ialah pemurnian dan karakterisasi lipase dari yeast M2 sebagai
biodeterjen. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Syamsul Falah MSc sebagai
ketua komisi pembimbing dan Dr Budiasih Wahyuntari MS sebagai anggota
komisi pembimbing, yang telah banyak memberikan nasehat, saran, motivasi,
waktu konsultasi serta solusi permasalahan yang dihadapi penulis selama
melaksanakan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Kepada DIKTI melalui
Beasiswa Fresh Graduated 2013/2014 terima kasih atas kepercayaanya untuk
memberikan beasiswa selama menempuh pendidikan Pascasarjana di IPB, dan
terimakasih untuk Laboratorium Teknologi
Bioindustri, Laboratorium
Pengembangan Teknologi Industri

Agro-BioMedika (LAPTIAB), Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sehingga penelitian yang penulis
lakukan dapat terlaksana dengan baik.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh Staf Laboratorium
Teknologi Bioindustri, Laboratorium Pengembangan Teknologi Industri AgroBioMedika (LAPTIAB), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT),
Nita, Lisa, Fitri, kakak Indah, Viqoh, Novi, Putri, dan Tiara atas dukungannya,
motivasi, dan bantuan selama penelitian ini. Ucapan terima kasih tak terhingga
juga penulis ucapkan kepada ibu, ayah (alm), seluruh keluarga, serta sahabatsahabatku tersayang, atas doa, dukungan, kasih sayang, dan semangat yang
diberikan. Terima kasih untuk teman-teman seperjuanganku di Pascasarjana
Biokimia IPB angkatan 2013 serta seluruh pihak yang telah memberikan doa dan
dukungannya, penulis ucapkan terima kasih.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016

Gema Wahyuni

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
2
2

2

2 METODE
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Produksi Lipase
Uji Kemampuan Lipase Untuk Deterjen
Pengukuran Aktivitas Lipase
Pengukuran Kadar Protein Lipase
Pemurnian Metode Reverse Micellar Extraction
Karakterisasi Lipase Sebagai Biodeterjen
Analisis SDS-PAGE
3 HASIL
4 PEMBAHASAN
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

2
2
2
3
3
4
4
5
5
6
6
11
18
19

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

22

RIWAYAT HIDUP

26

DAFTAR TABEL

1 Pengaruh pH terhadap reaksi forward extraction
2 Pengaruh konsentrasi surfaktan terhadap forward extraction
3 Pengaruh pH terhadap reaksi backward extraction
4 Pengaruh variasi konsentrasi NaCl terhadap reaksi backward extraction

7
8
8
9

DAFTAR GAMBAR
1 Pengaruh jenis surfaktan terhadap reverse micellar extraction
2 Pengaruh pH terhadap aktivitas dan stabilitas lipase
3 Pengaruh suhu terhadap aktivitas dan stabilitas lipase
4 Pengaruh ion logam terhadap akivitas lipase
5 Hasil SDS-PAGE
6 Reaksi hidrolisis lipase
7 Mekanisme metode pemurnian dengan reverse micellar extraction

7
9
10
10
11
12
13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram alir penelitian
2 Kurva standar pNP
3 Kurva standar BSA
4 Komposisi gel SDS-PAGE (Akrilamid 12%)

23
24
25
25

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Deterjen merupakan produk industri yang mengandung berbagai bahan
kimia surfaktan yang dimanfaatkan sebagai pembersih (Amara et al. 2009).
Penggunaan deterjen dari senyawa kimia surfaktan yang berlebihan dapat
menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan (Hasan 2010). Deterjen berbasis
enzim atau biodeterjen dapat membatasi penggunaan senyawa kimia sehingga
tidak meninggalkan residu berbahaya, tidak beracun, tidak menimbulkan resiko
berbahaya bagi kehidupan perairan dan bersifat biodegradable (Hasan et al. 2006;
Hamidet et al. 2009). Penggunaan bahan kimia surfaktan pada deterjen juga
dipengaruhi harga enzim yang mahal dan masih impor. Penggunaan mikroba lokal
dapat dijadikan sebagai solusi untuk produksi enzim komersial sebagai formulasi
biodeterjen.
Lipase (EC 3.1.1.3) merupakan salah satu enzim yang memiliki aplikasi
dalam berbagai industri dan produk rumah tangga termasuk deterjen, makanan,
tekstil, farmasi, kosmetik, biodisel dan industri agrokimia (Li et al. 2014). Lipase
memiliki kemampuan dalam reaksi hidrolitik yang mengkatalisis pemecahan
lemak dan minyak menjadi asam lemak bebas, monoasilgliserol, diasilgliserol dan
gliserol
(Dheeman et al. 2011). Kemampuan lipase dalam menghidrolisis lemak dan
minyak, memberikan peluang lipase dapat dijadikan sebagai tambahan pada
deterjen. Penambahan lipase pada deterjen selain bersifat biodegradable juga
dapat menghapus residu lemak dengan mudah pada suhu rendah pada saat
mencuci dan dapat membersihkan saluran pembuangan air yang berlemak (Hasan.
2010). Lipase digunakan sebagai biodeterjen dapat aktif dan stabil pada suhu
rendah dan dalam lingkungan basa (Liu et al. 2012). Lipase dari Pseudomonas
stutzeri PS59 menunjukkan 75% kemampuanya dalam menghapus minyak zaitun
dengan menunjukkan aktivitas maksimum pada suhu 20oC dengan pH 4-11 (Li et
al. 2014). Beberapa mikroba penghasil lipase lainya yang memiliki potensi
dijadikan
tambahan
deterjen
antaranya
Talaromyces
thermophilus,
Staphylococcus aureus, Acinetobacter radioresistens, Humicola lanuginosa,
Trichoderma lanuginosus, dan Aspergillus oryzae (Belhaj et al. 2010; Horchani et
al. 2009; Hasan 2010; Blanco et al. 2011). Lipase yang di aplikasikan pada
industri deterjen harus memiliki aktivitas dan stabilitas terhadap suhu, pH basa
dan juga harus kompatibel dengan komponen seperti ion logam dan surfaktan.
Enzim stabil salah satunya dapat diproduksi dari yeast. Penggunaan enzim yang
berasal dari yeast secara umum bersifat stabil dan dapat diproduksi dalam jumlah
yang tidak terbatas.
Yeast M2 merupakan salah satu mikroba penghasil lipase yang berhasil
diisolasi oleh Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi (BPPT) Serpong dari
mentega. Penelitian pendahuluan uji stabilitas enzim lipase terhadap deterjen
menunjukan bahwa yeast M2 bersifat stabil dan memiliki potensi untuk dijadikan
sebagai tambahan didalam deterjen. Lipase dari yeast M2 belum diketahui
pemurnian dan karakterisasinya sebagai tambahan untuk deterjen. Lipase yeast
M2 dimurnikan dengan menggunakan merode reverse micellar extraction.

2

Reverse micelar extraction adalah metode pemurnian dalam bentuk cair-cair yang
melibatkan pembentukan misel didalam fase organik yang distabilkan monolayer
surfaktan. Untuk dapat menghasilkan lipase yang sesuai dengan kebutuhan
industri deterjen, maka perlu dilakukan penelitian pemurnian dan karakterisasi
terhadap lipase yeast M2 sebagai biodeterjen.

Perumusan Masalah
Untuk mendapatkan lipase sebagai tambahan biodeterjen, dibutuhkan
lipase yang bersifat stabil. Salah satu mikroorganisme yang diketahui mampu
menghasilkan enzim stabil adalah yeast M2. Belum diketahuinya karakterisasi
lipase dari yeast M2 sebagai biodeterjen.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk pemurnian lipase yeast M2 dengan metode
reverse micellar extraction dan karakterisasi lipase yeast M2 sebagai biodeterjen.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah mengenai pemurnian
dengan metode reverse micellar dan karakterisasi lipase dari isolat yeast M2
sehingga dapat bermanfaat dalam pengembangan dan teknologi bidang industri
deterjen.

2 METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai dengan
Juli 2015 di Laboratorium Teknologi Bioindustri, Laboratorium Pengembangan
Teknologi Industri
Agro-BioMedika (LAPTIAB), Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT), Kawasan PUSPITEK Serpong, Tangerang Selatan.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah mikropipet, pH meter, neraca
analitik, incubator shaker (Kuhner UNIMAX), deep freezer -80 ºC [LG
Expresscool], vortex, Cold Microsentrifuge Sorvall, Fresco, [Hettich Zentrifugenmicro 200R], Autoclaf (ALP KT-40), Laminar airflow Cabinet (ESCO),
Spectrophotometer Genesys UV-10, gelas beaker 250 mL [Iwaky
PYREX®,erlenmeyer 500 mL [Iwaky PYREX®], dan magnetic stirrer. Bahan

3

yang digunakan adalah biakan yeast M2 koleksi BPPT, buffer fosfat 0.05 M pH 7,
buffer Tris-HCl 0.005 M pH 8-9, buffer glysin NaOH 0.05 M pH 10-12, pNPP (pNitrophenol palmitate), BSA (bovine serum albumin), PAGE blue 0.1%, reagen
Branford, CTAB (cetyltrimethylammonium bromide), Triton X-100, Tween80,
isooctane, hexanol, 2-propanol, butanol, pepton, KH2PO4, MgSO4, (NH4)2SO4,
NaCl, yeast extract, gum arabic, sodium dodesil sulfat (SDS) 10%, Akrilamid,
ammonium persulfate (APS), dan tetrametiletilendiamin (TEMED).

Prosedur

Produksi Lipase
Produksi lipase dari yeast M2 menggunakan media yeast nitrogen base
broth (YNBB) dengan komposisi sebagai berikut : dalam 100 ml medium
mengandung (NH4)2SO4 0.5 g, KH2PO4 0.1 g, MgSO4 0.05 g, NaCl 1.5 g, olive
oil 1% dan yeast extract 0.5 g. Isolat yeast M2 ditumbuhkan pada media starter
pada labu erlenmeyer 250 ml dengan volume kerja 50 ml. Propagasi dilakukan
didalam labu erlenmeyer dengan kecepatan 150 rpm suhu 37ºC selama kurang
lebih 24 jam. Inokulum yeast M2 diambil sebanyak 1% yang diinokulasi dalam
1000 mL media produksi ( pH 7) steril diikubasi pada inkubator goyang 150 rpm
suhu 37oC selama 30 jam. Waktu inkubasi 30 jam merupakan waktu yang
dibutuhkan yeast M2 untuk menghasilkan aktivitas lipase tertinggi. Setelah
inkubasi 30 jam enzim dipanen dan disentrifugasi dengan kecepatan 5000 xg
selama 20 menit pada suhu 4oC. Supernatan yang dihasilkan merupakan crude
enzim lipase.
Uji Kemampuan Lipase Untuk Deterjen (Li et al. 2014)
Lipase dari yeast M2 yang akan digunakan sebagai bahan aditif deterjen
terlebih dahulu dilakukan proses uji kemampuan lipase dalam mencuci. Uji ini
bertujuan untuk melihat kemampuan lipase dalam menghidrolisis minyak. Kain
katun warna putih berukuran 4x4 cm ditimbang sebagai berat awal (Wo). Kain
katun selanjutnya di rendam dengan kloroform mendidih (10 ml untuk 1 kain)
selama lima menit. Kain yang selesai direndam dikeringkan semalam pada suhu
ruang. Kain yang telah kering, dan selanjutnya ditimbang kembali (Wa). Kain
katun yang telah kering di tetesi olive oil pada kedua sisi yang dilarutkan dalam
aseton (100 mg/ml) dan kain yang ditetesi olive oil ditimbang (Wb). Kain
dikeringkan selama 15 menit disuhu ruangan dan selanjutnya direndam dengan 10
ml buffer phospat pH 8 0.05M yang ditambah dengan 10 ml enzim (1:1). Kain
rendeman diinkubsi pada suhu 30oC diinkubator goyang dengan kecepatan 180
rpm selama 1 jam. Setelah diinkubasi kain dikeringkan semalam pada suhu ruang.
Kain yang kering ditimbang sebagai berat akhir (Wc).

4

Dimana Wa dan Wb mewakili bobot kain katun sebelum dan setelah penambahan
minyak olive oil, dan Wc adalah berat dari kain katun setelah dicuci. %W
didefinisikan dengan presentase olive oil yang dapat didegradasi oleh enzim lipase
dengan standar pengujian.

Pengukuran Aktivitas Lipase (Silva et al. 2005)
Pembuatan Kurva Standar. Pembuatan kurva standar dilakukan dengan
mencampurkan 1 ml larutan enzim dan buffer pH 7 dengan 100 l pNP. Sampel di
vortex sampai homogen dan di ukur aktivitas pada 410 nm.
Pengukuran Sampel. Aktivitas lipase diukur dengan metode Silva (2005),
tahapan pertama dalam pengujian aktivitas enzim lipase dilakukan dengan
pembuatan substrat yaitu larutan pertama dibuat dengan mencampurkan 3 mg
pNPP (p-nitrophenyl palmitate) dilarutkan dalam 1 mL 2-propanol. Larutan kedua
dibuat dengan mencampurkan 10 mg gum Arabic dan 40 mg Triton X-100
dilarutkan dalam 9 ml buffer Tris-HCl 50 mM pH 8.0. Larutan pertama dan
larutan kedua dicampurkan sampai homogen (substrat). Pengujian aktivitas
dilakukan dengan mengambil 0.1 ml lipase dan dicampurkan dengan 0.9 ml
larutan substrat dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37oC. Pengukuran
absorbansi dengan menggunakan spektrofotometer pada 410 nm. Aktivitas
lipase dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Dimana α adalah konsentrasi pNP, β adalah Mr pNPP, t adalah waktu reaksi dan v
adalah volume enzim. Satu unit aktivitas enzim didefinisikan jumlah mmol pNitrophenol yang di bebaskan per menit dalam kondisi pengujian standar.


Penentuan Kadar Protein (Bradford 1976)
Pembuatan Kurva Standar BSA. Pembuatan kurva standar bovine serum
albumin (BSA) dilakukan dengan cara membuat variasi konsentrasi BSA didalam
larutan Tris-HCl pH 8. Setiap variasi konsentrasi BSA diambil sebanyak 30 µl
kemudian dicampur dengan 1.5 ml larutan Bradford dalam tabung reaksi, larutan
divortex dan diinkubasi selama 20 menit pada suhu ruang. Absorbansi larutan
kemudian diukur dengan spektrofotometer pada =5λ5 nm.
Pengukuran Sampel. Sebanyak 20 l lipase ditambahkan dalam 1 ml
larutan Bradford. Larutan divorteks dan diinkubasi selama 20 menit pada suhu
ruang. Absorbansi larutan kemudian diukur dengan spektrofotometer pada =5λ5
nm.

5

Pembuatan Blanko. Sebanyak 1 ml Bradford ditambahkan RO 20 l.
Larutan divortex dan diinkubasi selama 20 menit pada suhu ruang. Absorbansi
larutan kemudian diukur dengan spektrofotometer pada =5λ5 nm.
Pemurnian Lipase Dengan Metode Reverse Micellar Extractions (Gaikaiwari
et al. 2012; Nandini dan Rastogi. 2009)
Proses pemurnian lipase dengan metode reverse micellar extractions
dilakukan dengan dua tahapan yaitu forward extraction dan backward extraction.
Reverse micellar extraction adalah suatu metode pemisahan protein dalam bentuk
cair-cair dengan menggunakan surfaktan. Forward extractions: lipase dicampur
dengan masing masing surfaktan CTAB (cetyltrimethylammonium bromide),
Triton X-100, dan Tween-80 yang dilarutkan didalam
isooktana yang
mengandung 15% butanol, dan 5% hexanol dengan konsentrasi 25 mM dengan
perbandingan 1:1. Larutan divortex hingga homogen dan selanjutnya diinkubasi
di inkubator goyang pada suhu 25oC selama 10 menit. Campuran reaksi
disentrifugasi 3000 xg selama 10 menit pada suhu 25oC. Dua fase (cair dan
organik) yang terbentuk setelah disentrifugasi dipisahkan. Fase cair yang
terbentuk di uji aktivitas lipase dan kadar protein, sedangkan fase organik yang
terbentuk digunakan untuk tahapan kedua yaitu backward reaction. Aktivitas
tertinggi dilakukan optimasi terhadap konsentrasi surfaktan, pH forward
extraction. Backward reactions: larutan fase organik yang terbentuk pada forward
extractions dicampurkan dengan variasi buffer pH 6-9 yang mengandung NaCl
0.05 M dan 15% isopropanol (1:1). Larutan di inkubasi pada suhu 25oC selama 10
menit dan disentrifugasi di 3000 xg selama 10 menit pada suhu 25oC. pH
optimum dari hasil optimasi yang diperoleh selanjutnya dilakukan uji variasi
konsentrasi NaCl (0.01-1.0 M). Larutan disentrifugasi di 3000 rpm selama 10
menit pada suhu 25oC dan selanjutnya dilakukan pengujian aktivitas dan kadar
protein. Perhitungan (Nandini dan Rastogi 2009):

Karakterisasi Lipase Untuk Aplikasi Deterjen (Li et al. 2014)
Pengaruh pH Terhadap Aktifitas dan Stabilitas Lipase. Optimasi pH
dilakukan dengan menggunakan buffer fosfat pH 7, Tris HCL pH 8-9 dan glysinNaOH pH 10-12 . Pengujian aktivitas dilakukan pada suhu 37oC selama 30 menit.
Aktivitas tertinggi berdasarkan uji aktivitas lipase menunjukkan pH optimum.
Stabilitas enzim terhadap pH uji dilakukan dengan menginkubasi enzim tanpa
substrat selam 90 menit. Pada menit ke 0, 30, 60, dan 90 menit dilakukan

6

sampling untuk mengetahui aktivitas lipase sisa. Aktivitas lipase kemudian diukur
dalam kondisi pengujian standar.
Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas dan Stabilitas Lipase. Pengukuran
suhu optimum lipase dilakukan dengan menginkubasi lipase dengan variasi suhu
dari 26, 28, 30, 34, 37, dan 40oC. Pengujian dilakukan berdasarkan pH optimum
selama 30 menit. Aktivitas tertinggi berdasarkan uji aktivitas enzim lipase
menunjukkan suhu optimum enzim lipase. Stabilitas enzim terhadap suhu diuji
dengan menginkubasi enzim tanpa substrat pada berbagai suhu selama 90 menit.
Pada menit ke 0, 30, 60 dan 90 dilakukan sampling untuk mengetahui aktivitas
dari lipase sisa. Aktivitas enzim sisa kemudian diukur dalam kondisi pengujian
standar.
Pengaruh Ion Logam Terhadap Aktivitas Lipase. Logam ion yang
digunakan untuk pengujian kation adalah Ca2+, Mn2+, Zn2+, Cu2+, Ca2+, Zn2+, Fe2+
dengan konsentrasi 0.01 M. Kation logam dengan konsentrasi 0.01 M
ditambahkan dalam enzim dan selanjutnya diinkubasi selama 1 jam. Aktivitas
enzim kemudian diukur pada kondisi optimal reaksi enzimatik lipase. Inhibitor
dan aktivator aktivitas lipase oleh kation logam dinyatakan dalam persentase
aktivitas lipase dengan kontrol (tanpa kation logam).
Analisis Protein Dengan SDS-PAGE
Analisis protein dilakukan dengan menggunakan Sodium Dedosyl Sulfate
Polyacrilamide Gel Electroforesis (SDS-PAGE). Pemisahan protein dilakukan
pada gel pemisah 12%. Komposisi gel pemisah SDS-PAGE dapat dilihat pada
Lampiran 4. Sampel yang telah ditambahkan loading dye dengan total volume 15
L dipanaskan pada suhu ± 95°C selama 1 menit untuk denaturasi protein.
Langkah selanjutnya dilakukan running sampel selama 2 jam pada tegangan 110
V menggunakan peralatan SDS-PAGE. Setelah proses running selesai gel dicuci
sebanyak 3x. Gel diwarnai dengan Page-blue didalam microwave selama 30 detik.
Setelah itu gel dibilas dengan air RO (reverse osmosis) hingga bilasan tidak
berwarna.

3 HASIL
Produksi Lipase Yeast M2 dan Aplikasi Mencuci Pada Kain
Hasil produksi lipase yeast M2 menggunakan media yeast nitrogen base
broth (YNBB) dengan masa kultivasi 30 jam pada suhu 37oC memiliki aktivitas
12.45 U/ml dan kadar protein 2.81 mg/ml dengan aktivitas spesifik 4.43 U/mg.
Lipase diperoleh dengan proses sentrifugasi 5000 Xg pada suhu 4oC. Crude lipase
yang dihasilkan diuji kemampuan mencuci pada kain yang ditetesi olive oil. Hasil
aplikasi mencuci pada kain katun menunjukkan kemampuan lipase dalam
menghilangkan minyak olive oil sebesar 68.91% dengan kontrol 29.54%.
Selanjutnya lipase dari yeast M2 dimurnikan dengan metode reverse micellar
extraction.

7

Kemurnian Lipase dengan Metode Reverse Micellar Extractions
Pengaruh Surfaktan Terhadap Forward Extractions. Surfaktan yang
digunakan dalam proses pemurnian metode reverse micellar adalah CTAB
(cetyltrimethylammonium bromide), Triton x-100 dan Tween80. Dari tiga jenis
surfaktan yang digunakan dalam proses pemurnian lipase, surfaktan CTAB
memiliki kemampuan ekstraksi paling optimal untuk lipase yeast M2 dalam
pemisahan protein. Kemampuan ekstraksi ditandai dengan terbentuknya dua fase
pemisahan yaitu fase organik dan fase air (Gambar 1). Kemampuan recovery
aktivitas lipase dari yeast M2 sebesar 43.5% dan kadar protein 11.5% dengan
kemurnian 3.1 kali. Surfaktan ionik Triton X-100 dan Tween80 tidak ada fase
pemisahan yang dapat diamati setelah reaksi forward extraction, oleh karena itu
tidak digunakan lagi untuk proses selanjutnya. Proses optimasi pemurnian lipase
dari yeast M2 menggunakn surfaktan CTAB meliputi pH forward extraction,
konsentrasi surfaktan CTAB, pH backward extraction dan konsentrasi NaCl.

(a)

(b)

(c)

Gambar 1 Pengaruh surfaktan terhadap reaksi reverse micellar (a) surfaktan
Triton x-100 (b) surfaktan Tween80 (c) sufaktan CTAB
Pengaruh pH Pada Reaksi Forward Extractions. Pada reaksi forward
extraction pH mempengaruhi proses pengikatan protein target dengan surfaktan
sehingga terbentuk misel pada fase organik. Variasi pH yang digunakan pada
reaksi forward extractions adalah pH 6, 7 dan 8. Aktivitas recovery mencapai
optimum pada pH 7 dengan aktivitas recovery 47.20% dan protein recovery
15.66% dengan kemurnian 3.01 kali (Tabel 1). pH 8 menunjukan recovery
protein tertinggi yaitu 23.28% sedangkan aktivitas recovery paling rendah yaitu
sebesar 34.28% dengan kemurnian 1.46 kali.
Tabel 1 Pengaruh pH terhadap reaksi forward extraction
Recovery %
Aktivitas
Protein
Aktivitas
pH
Total
Total
Spesifik
Aktivitas Protein
(U)
(mg)
(U/mg)
6
16.32
1.56
10.46
43.67
18.51
7
17.64
1.32
13.36
47.20
15.66

Kemurnian
2.36
3.01

8

8

12.81

1.98

6.47

34.28

23.49

1.46

Konsentrasi Optimum CTAB Pada Forward Extractions. Konsentrasi
surfaktan CTAB berperan penting dalam pembentukan misel secara sempurna
dalam fase organik. Konsentrasi surfaktan CTAB yang digunakan adalah 25, 50,
75, 100, 150, dan 200 mM (Tabel 2). Variasi konsentrasi dari CTAB 50 dan 75
mM menunjukan kenaikan aktivitas recovery 64 % dan 66 % dengan recovery
protein 25.5% dan 9.2% (Tabel 2). Peningkatan konsentrasi surfaktan CTAB
(100, 150, 200 mM) lebih tinggi menyebabkan penurunan aktivitas recovery
lipase dengan protein recovery semakin tinggi serta kemurnian lipase yang
bervariasi. Konsentrasi optimum surfaktan CTAB untuk proses pemurnian lipase
dari yeast M2 adalah 75 mM dengan aktivitas recovery 66 % dan protein
recovery 9.2 % dengan kemurnian 7.22 kali.
Tabel 2 Pengaruh variasi konsentrasi surfaktan CTAB
CTAB
(mM)

Aktvitas
Total
(U)

Protein
Total
(mg)

Aktivitas
Spesifik
(U/mg)

25
50
75
100
150
200

16.25
24.25
24.78
24.31
22.19
21.06

0.96
2.11
0.77
1.17
1.23
1.53

16.82
11.44
32.01
20.67
17.95
13.74

Recovery %
Aktivitas Protein

43.5
64.9
66.3
65.0
59.4
56.4

11.5
25.1
9.2
14.0
14.7
18.2

Kemurnian

3.79
2.58
7.22
4.66
4.05
3.09

pH Optimum Backward Reactions. Proses transfer kembali protein dari
fase organik ke fase air ditentukan oleh nilai pH. pH pada reaksi backward
extractions divariasikan antara pH 6 hingga 9. Dari empat variasi pH backward
reactions, pH 8 dan 9 menunjukkan penurunan aktivitas recovery yang signifikan.
pH 9 aktivitas recovery adalah 0.00% dan protein recovery 7.22% sedangkan pH
8 aktivitas recovery 25.81% dengan kadar protein tertinggi sebesar 23.45%.
Reaksi backward extreaction dengan menggunakan surfaktan CTAB dengan
konsentrasi 75 mM optimum pada pH 6 dengan aktivitas recovery lipase 77.54%
dan kemurnian mencapai 8.58 kali (Tabel 3). Recovery aktivitas lipase pada pH 7
adalah 43.76% dan protein recovery 10.32%.
Tabel 3 Pengaruh pH terhadap backward reactions
pH
6
7
8
9

Aktvitas
Total
(U)
28.98
16.35
9.65
0.00

Protein
Total
(mg)
0.76
0.87
1.98
0.61

Aktivits
Spesifik
(U/mg)
38.03
18.80
4.88
0.00

Recovery (%)
Aktivitas Protein
77.54
43.76
25.81
0.00

9.04
10.32
23.45
7.22

Kemurnian
8.58
4.24
1.10
0.00

9

NaCl Optimum Backward Reactions. Konsentrasi NaCl sangat penting
dalam proses pelepasan protein dari fase organik. Konsentrasi NaCl yang
digunakan adalah 0.05, 0.1, 0.5, dan 1 M (Tabel 4). Dari empat konsentrasi yang
digunakan dalam pemurnian lipase dengan surfaktan CTAB (75 mM) dan reaksi
backward extraction pada pH 6 terjadi peningkatan aktivitas recovery NaCl
dengan konsentrasi 0.1 M dan 0.5 M dengan aktivitas recovery tertinggi 77.62%,
protein recovery 7.30 dan kemurnian 10.64 kali. Peningkatan konsentrasi NaCl 1
M menyebabkan penurunan aktivitas recovery yaitu 43.10% dengan kadar protein
recovery 7.15% dan kemurnian 6.03 kali (Tabel 4).
Tabel 4 Pengaruh NaCl terhadap backward reactions
NaCl (M)

Aktivitas
Total
(U)

Protein
Total
(mg)

Aktivitas
Spesifik
(U/mg)

Aktivitas

Protein

0.05
0.1
0.5
1

24.72
28.50
29.01
16.11

1.17
0.69
0.62
0.60

15.10
41.13
49.17
19.10

66.14
76.26
77.62
30.82

10.32
8.22
7.30
7.15

Recovery %
Kemurnian

6.41
9.28
10.64
6.03

Pengaruh pH Terhadap Aktivitas dan Stabilitas Lipase. Variasi pH
untuk uji lipase dari yeast M2 divariasikan antara pH 7 hingga 12 dengan suhu
reaksi 37oC. Aktivitas lipase diukur dengan terbentuknya produk pNP pada
selang pH tertentu. Aktivitas lipase dari yeast M2 pada pH 8 dan 9 tidak
menunjukkan aktivitas yang jauh berbeda. Aktivitas lipase dari yeast M2 optimum
pada pH 8 dengan aktivitas 10.431 U/ml (Gambar 1) sedangkan lipase kehilangan
aktivitas pada pH 12. Lipase dari yeast M2 aktif pada kisaran pH 7 hingga 9
hingga waktu inkubasi ke-90 menit dengan aktivitas sisa pada jam ke 90 menit
sebesar 62.76%, 43.50%, dan 36.96%. Pada pH 10 lipase dari yeast M2 aktif
hingga waktu inkubasi 60 menit dengan aktivitas sisa sebesar 34.97% sedangkan
lipase pada pH 11 aktif hingga waktu inkubasi 30 menit.

(a)

(b)

10

Gambar 2 (a) Pengaruh pH terhadap aktivitas lipase (b) pengaruh pH terhadap
stabilitas lipase
Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas dan Stabilitas Lipase. Variasi suhu yang
digunakan untuk pengukuran aktivitas lipase yaitu 26, 28, 30, 34, 37, 40oC dengan
pH reaksi 8. Aktivitas lipase mencapai optimum pad suhu 30oC dengan aktivitas
11.049 U/ml. Lipase dari yeast M2 yang diinkubasi pada suhu 26, 28, 30, 34, 37
& 40oC aktif hingga waktu inkubasi 90 menit dengan aktivitas sisa pada menit ke
90 sebesar 33.96%, 33.59%, 30.84%, 45.58%, 48.37%, dan 36.80%.

(a)

(b)

Gambar 3 (a) Pengaruh suhu terhadap aktivitas lipase (b) pengaruh suhu terhadap
stabilitas lipase

Pengaruh Ion Logam terhadap Aktivitas Lipase
Penambahan 0.01 M ion logam pada lipase terdapat beberapa ion logam
yang bersifat aktivator dan inhibitor terhadap reaksi katalitik lipase dari yeast M2
pada kondisi reaksi pH 8 dengan suhu 30oC (Gambar 2). Ion Mn, Ca, Fe bersifat
sebagai aktivator untuk aktivitas katalitik lipase sedangkan Zn dan Cu bersifat
inhibitor terhadap aktivitas lipase. Zn2+, Ca2+, Mn2+,

11

Gambar 4 Pengaruh ion logam terhadap aktivitas lipase

Analisis SDS-PAGE
Lipase hasil pemurnian dianalisis dengan SDS-PAGE yang bertujuan
untuk melihat kemurnian lipase dari yeast M2. Kemurnian lipase dilihat dengan
menggunakan SDS-PAGE pada 12% gel akrilamid. Marker sebagai penanda
bobot molekul, dan membandingkan antara crude lipase dan lipase ekstraksi
micellar extraction. Hasil SDS-PAGE menunjukan pada crude lipase
menunjukkan banyak pita yang terlihat, hal tersebut menandakan terdapatnya
pengotor atau protein lain yang bukan dari lipase. Lipase hasil pemurnian dengan
metode reverse micellar menunjukkan ada dua pita yang muncul.
a

b

c

Gambar 5 SDS-PAGE dari (a) marker (b) crude lipase (c) lipase pemurnian
reverse micellar extraction

4 PEMBAHASAN
Produksi Lipase Yeast M2 dan Uji Aplikasi Lipase Pada Kain
Yeast M2 merupakan salah satu mikroorganisme penghasil lipase yang
ditumbuhkan dengan menggunakan media yeast nitrogen base broth (YNBB)
dengan penambahan olive oil 1%. Lipase pada umumnya diproduksi dengan
menggunakan sumber karbon asam lemak, gliserol dan dengan menambahkan
sumber nitrogen organik (Horchani et al. 2009). Waktu inkubasi yang dibutuhkan
untuk menghasilkan aktivitas lipase tertinggi pada yeast M2 adalah 30 jam dengan
suhu inkubasi 37oC dan pH pertumbuhan 7. Lipase dari yeast M2 memliki
aktivitas spesifik 4.43 U/mg. Aktivitas enzim merupakan kemampuan enzim
dalam mengubah substrat menjadi produk selama selang waktu tertentu. Lipase
dapat menghidrolisis lemak dan minyak menjadi asam lemak bebas (Gambar 4).
Lipase diperoleh dengan cara sentrifugasi dan supernatan yang dihasilkan

12

merupakan enzim ekstrak kasar lipase. Sentrifugasi adalah suatu teknik pemisahan
suatu protein berdasarkan berat molekul tertentu dan dengan kecepatan tertentu.
Sifat hidrolitik yang dihasilkan lipase menjadikan peluang lipase untuk dijadikan
sebagai tambahan pada deterjen. Lipase alkalin sangat dibutuhkan dalam
formulasi deterjen karena memiliki kemampuan membersihkan lebih tinggi.
Lipase dari yeast yang sudah dikembangkan untuk dijadikan deterjen seperti
Trichoderma lanugionosus dan Aspergylus oryzae dengan nama produk deterjen
lipoprime (Hasan 2010).
Enzim yang digunakan untuk deterjen harus stabil terhadap komponen lain
dari deterjen seperti surfaktan dan juga stabil pada pH basa. Lipase yang
dihasilkan oleh yeast M2 di uji kemampuan mencuci dalam menghilangkan olive
oil pada kain. Aplikasi lipase pada kain bertujuan untuk melihat kemampuan
lipase dalam menghidrolisis olive oil pada kain. Hasil uji menunjukan lipase dari
yeast M2 memiliki kemampuan menghilangkan minyak olive oil pada kain katun
sebesar 68.91% dengan kontrol 29.54% pada suhu ruang dan pH 8 selama 1 jam .
Hasil ini menunjukkan kemampuan lipase dari yeast M2 dalam mencuci pada
suhu rendah dan pada kondisi basa. Mikroba penghasil lipase alkali sangat
dibutuhkan dalam formulasi deterjen berbasis enzim karena memiliki kemampuan
membersihkan lebih tinggi dibandingkan deterjen menggunakan bahan kimia
(Salihu et al. 2015). Faktor faktor yang mendukung penggunaan lipase pada
deterjen adalah ketersediaan enzim yang luas, poliferasi bahan kimia
dilingkungan, dan meminimalkan pemakaian energi, menurunkan penggunaan
sumber bahan non perbaharuan dan penggunaan dapat dikontrol (Hasan 2010;
Kumar et al. 2009). Deterjen yang mengandung enzim meningkatkan kualitas
kain dan menjaga warna cerah. Enzim yang digunakan dalam deterjen dapat
dijadikan sebagai pengganti pemutih klorin untuk menghilangkan noda pada kain.

Gambar 6 Reaksi Hidrolisis Lemak (Salimon et al. 2011)
Lipase dari yeast M2 dimurnikan dengan menggunakan metode reverse
micellar extraction. Reverse micellar extraction adalah proses pemurnian dalam
bentuk cair-cair yang melibatkan pembentukan misel oleh surfakatan didalam
pelarut organik (Yang et al. 2008). Pemurnian enzim dengan metode reverse
micellar extraction melibatkan dua proses yaitu forward extraction dan backward
extraction (Gambar 5). Forward extraction adalah proses transfer protein dari fase
air ke fase organik dan backward extraction adalah proses transfer kembali
protein dari fase organik ke fase air yang baru (Lee et al. 2011). Pemisahan

13

selektif dan pemurnian protein target dalam campuran protein yang sama dan
berbeda. Reverse micellar extraction yang stabil secara termodinamika memiliki
ukuran nanometer yang merangkum kolam mikroskopis air di dalam fase organik.
Reverse micellar extraction memiliki potensi besar untuk aplikasi dalam
industri, karena memberikan kondisi reaksi yang menguntungkan bagi kelarutan
protein dalam fase organik dengan mempetahankan aktivitas biologis (Cortez et
al. 2004). Pemurnian dengan menggunakan metode reverse micellar extraction
dipengaruhi oleh jenis surfaktan, pH forward extraction, konsentrasi surfaktan,
pH backward extraction dan konsentrasi NaCl.

Gambar 7 Mekanisme Reverse Micellar Extraction (Storm et al. 2014)

Pengaruh Surfaktan Terhadap Forward Extractions
Surfaktan merupakan faktor penting dalam proses pemurnian dengan
menggunakan metode reverse micellar extraction. Surfaktan yang digunakan pada
proses pemurnian pada umumnya adalah surfaktan ionik, kationik dan nonionik.
Surfaktan CTAB (cetyltrimethylammonium bromide) dilarutkan dengan isooktana
yang mengandung hexanol dan butanol sebagai co-surfaktan memiliki
kemampuan optimal dalam mengekstraksi lipase dari yeast M2. Kemampuan
optimal CTAB (cetyltrimethylammonium bromide) dalam pemurnian dengan
metode reverse micellar extraction ditandai dengan terbentuknya dua fase yaitu
fase organik dan fase air (Gambar 1c) pada forward extraction dengan aktivitas
recovery sebesar 43.5% dan protein 11.5% dengan kemurnian 3.1 kali.
Perbedaan kemampuan ekstraksi protein dari tiga surfaktan yang
digunakan dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti berat molekul protein,
karakteristik muatan hidrofobik/hidrofilik, dan protein target (Tanova et al. 2008).
Surfaktan kationik digunakan untuk ekstraksi protein dengan berat molekul tinggi
sedangkan surfaktan nonionik jarang digunakan tunggal dalam proses ekstraksi
protein karena dapat mendenaturasi protein (Yin et al. 2011). Surfaktan Tween80
dan Triton x-100 pada proses pemurnian tidak terjadi pemisahan pada proses
ekstraksi reverse micellar. Surfaktan nonionik dapat menonaktifkan protein dan
memiliki tingkat selektivitas dan ekstraksi yang rendah, sehingga jarang
digunakan untuk ekstraksi protein (Gaikaiwari et al. 2012). Surfaktan nonionik
dapat menonaktifkan protein karena disebabkan oleh interaksi elektrostatik yang
kadang-kadang terjadi didalam proses ekstraksi (Yang et al. 2008). Pada

14

umumnya surfaktan nonionik Tween80 dan Triton x-100 pada pemurnian dengan
metode reverse micellar dimodifikasi dengan menggunakan surfaktan ionik
sehingga mudah melarutkan protein. Untuk mencegah penonaktifan protein oleh
surfaktan nonionik dengan menambahkan surfaktan ionik sehingga dapat
meringankan interaksi elektrostatik yang kuat dalam misel dan protein dapat
terlarut sempurna pada fase organik (Yang et al. 2008). Surfaktan CTAB
(cetyltrimethylammonium bromide) yang digunakan untuk proses pemurnian
lipase dari yeast M2 dengan metode reverse micellar extraction membutuhkan cosurfaktan. Co-surfaktan adalah surfaktan yang mampu membangun kestabilan air
didalam pelarut organik. Co-surfaktan yang digunakan dipilih dalam kelompok
komponen yang larut didalam minyak dan memiliki daya tarik yang kuat terhadap
surfaktan. Co-surfaktan berperan untuk meningkatkan kelarutan surfaktan didalam
hidrokarbon dan berperan sebagai penstabil ion-ion pada bagian kepala surfaktan
sehingga memudahkan dalam proses pembentukan misel. Isooctane yang
digunakan sebagai pelarut surfaktan mampu meningkatkan interaksi yang menarik
antara reverse micellar yang dapat peningkatkan interaksi intermisel karena
isooktan yang tebal menembus ke dalam monolayer ampifilik pada antarmuka
misel dibandingkan dengan pelarut yang lain. Alkohol membantu memodifikasi
baik untuk reverse micellar karena molekul alkohol memiliki properti amphiphilic
sebagai co-surfaktan (Yin et al. 2011). Keberadaan co-surfaktan juga tidak selalu
diinginkan didalam protein murni terutama dari jenis alkohol. Alternatif lain
penganti alkohol dapat digunakan seperti dari jeni keton (metil isobutil keton),
ester ( N-butil asetat) atau aldehid (heptylaldehyde) (Tanova et al. 2008).
Nandini dan Rastogi (2009) telah melaporkan Recovery enzim 82.72%
dengan kationik surfaktan CTAB (cetyltrimethylammonium bromide) pada reaksi
forward extractions dari lipase Aspergillus niger menggunakan isooktana
mengandung heksana dan butanol sebagai co-solvent pada pH 7.0 dengan
kemurnian 4.094 kali. Recovery enzim lipase 80% dan kemurnian 15 kali lipat
dengan surfaktan ionik AOT (Gaikaiwari et al.2012). Pemurnian tannase
menggunakan surfaktan CTAB (cetyltrimethylammonium bromide) memiliki
aktivitas recovery 81% dengan kemurnian mencapai 12.74 kali pada dengan
reaksi bacward extraction pada pH 3.5 (Gaikaiwari et al. 2012).

Pengaruh pH Pada Reaksi Forward Extractions
pH pada reaksi forward extraction menentukan keadaan ionisasi dari
permukaan dengan molekul protein. Interaksi tarik menarik antara molekul
protein dan kelompok surfaktan akan terjadi ketika muatan protein berlawanan
dengan muatan dari kelompok surfaktan. Pemurnian lipase dari yeast M2 pada
reaksi forward extraction optimum pada pH 7 dengan aktvitas recovery 47.20%
(Tabel 1). Proses ekstraksi protein tergantung pada nilai pH dari forward
extraction karena dapat mempengaruhi kestabilan reverse micellar extraction. pH
memiliki peranan dalam proses pengikatan antara protein target oleh surfaktan
sehingga terbentuknya misel ketika proses transfer ke fase organik. Interaksi
elektrostatik antara molekul surfaktan dan molekul protein dianggap sebagai
kekuatan pendorong utama dalam forward extraction (Yang et al. 2008). Dalam

15

proses pemisahan, ketika perubahan nilai pH, volume ekstraksi dan kelarutan
surfaktan dapat bervariasi (Yin et al. 2011). Perubahan nilai pH sangat
memengaruhi stabilitas reaksi forward extraction karena perubahan nilai pH
larutan pada saat ekstraksi dapat mempengaruhi kelarutan surfaktan. Faktor ion
juga dapat mempengaruhi kelarutan protein didalam fase organik. Pada umumnya
protein dapat dipindahkan ke fase reverse micellar ketika pH berlawanan dengan
kelompok surfaktan karena kelarutan biasanya dikendalikan oleh interaksi
elekrostatik antara molekul protein dan kelompok kepala surfaktan (Yu et al.
2003). Jika nilai pH fase air lebih tinggi, protein dapat dengan mudah masuk ke
reverse micellar disusun dengan menggunakan surfaktan kationik. (Yin et al.
2011).
Pengaruh Konsentrasi CTAB Pada Forward Extractions
Konsentrasi optimum surfaktan CTAB
(cetyltrimethylammonium
bromide) untuk pemurnian lipase dari yeast M2 dengan metode reverse micellar
extraction adalah 75 mM (Tabel 2). Konsentrasi surfaktan dan protein awal dapat
membatasi kelarutan. Batas kelarutan tergantung pada ukuran protein, konsentrasi
surfaktan dan kekuatan ion fase organik (Tanova et al. 2008). Ketika konsentrasi
surfaktan meningkat, jumlah misel juga akan meningkat karena peningkatan
tolakan elektrostatik dalam misel. Peningkatan konsentrasi surfaktan CTAB
(cetyltrimethylammonium bromide) (100, 150, dan 200 mM) menunjukkan
penurunan aktivitas recovery pada lipase yeast M2. Kuantitas maksimum protein
yang dapat dilarutkan dalam fase misel terutama ditentukan oleh luas permukaan
dan dinding surfaktan (Lye et al. 1995). Penurunan aktivitas recovery akibat
tingginya konsentrasi surfaktan CTAB (cetyltrimethylammonium bromide)
disebabkan oleh pengelompokan misel yang menurunkan daerah substrat yang
tersedia untuk biomolekul target sehingga menyebabkan penurunan kapasitas
ekstraksi (Nandini dan Rastogi. 2009). Surfaktan kationik CTAB dalam ekstraksi
protein membutuhkan co surfaktan dalam ekstraksi karena menunjukkan sifat
serapan air yang tinggi, (Yang et al. 2008).
Benturan misel yang lebih sering terjadi karena besar populasi pada
konsentrasi surfaktan yang tinggi sehingga menyebabkan ekstraksi menurun.
Peningkatan ekstraksi
biomolekul target dengan peningkatan konsentrasi
surfaktan menyebabkan penurunan aktivitas recovery lipase (Gaikaiwari et al.
2012). Semakin tinggi konsentrasi surfaktan dibandingkan jumlah misel, tingkat
ekstraksi protein dapat meningkat. Jika konsentrasi surfaktan melebihi batas
tertentu, interaksi kekuatan antara misel menyebabkan difusi dan mengurangi
rasio ekstraksi protein (Yin et al. 2011). Pada umumnya, semakin besar ukuran
misel, proses pembungkusan enkapsulasi semakin mudah karena ukuran misel
yang besar dapat ditempati oleh satu atau lebih protein yang dikemas dan semakin
sedikitnya jumlah misel dapat mencegah benturan yang mempengaruhi proses
ekstraksi.

Pengaruh pH terhadap Backward Reactions

16

Transfer protein terlarut dari fase organik kembali ke fasa cair merupakan
ekstraksi kembali. Protein dapat dilepaskan dipengaruhi oleh tolakan elektrostatik
dari surfaktan, pemilihan pH yang sesuai, atau dengan meningkatkan konsentrasi
garam dalam fasa air. Untuk membuat protein kembali ke fase air segar dari fase
organik daya tarik antara surfaktan dan protein harus dirusak. Dalam
meningkatkan proses kembali untuk mentransfer protein kembali ke fase air dari
fase organik terjadi tarik menarik antara surfaktan dengan protein. Backward
extraction terjadi ketika pH larutan lebih rendah dibandingkan pH larutan organik
(Wang et al. 2015). Ekstraksi kembali protein terlarut dari fase organik
dipengaruhi oleh pH yang digunakan. Dari empat variasi pH yang digunakan,
backward reactions optimal pada pH 6 dengan aktivitas recovery lipase 77.54%
dan kemurnian mencapai 8.58 kali (Tabel 3). Ekstraksi kembali zat terlarut dari
fase organik dipengaruhi oleh pH larutan yang digunakan. Kenaikan nilai pH
reaksi backward extraction menyebabkan penurunan aktivitas recovery.
Penurunan aktivitas enzimatik ketika pH tinggi kemungkinan disebabkan oleh
ketidakstabilan protein dalam pelarut organik. Dalam reaksi tanase dari
Aspergillus allahbadi menggunakan surfaktan CTAB (cetyltrimethylammonium
bromide) tidak ada recovery enzim dalam kisaran pH basa (7.0 dan 9.0)
(Gaikaiwari et al. 2012). Nilai pH pada fase organik tidak mendukung untuk
transfer protein ke fase berair (Harikrishna et al. 2002). Teknik penting untuk
meningkatkan ekstraksi kembali protein dari fase organik yaitu dengan
menggunakan larutan dengan konsentrasi garam yang tinggi atau pH yang tinggi
dan penambahan alkohol yang sesuai. Tolakan elektrostatik antara protein dan
surfakatan diakibatkan oleh perbedaan pH dan konsentrasi garam yang meningkat
(Lee et al. 2011).

Pengaruh NaCl terhadap Backward Reactions
Kekuatan ionik dari fase air menentukan faktor penting dalam reverse
micellar. Transfer protein terlarut dari backward extraction kembali ke fasa air
segar merupakan proses ekstraksi kembali ekstraksi. protein dapat dipulihkan
karena adanya tolakan elektrostatik dari surfaktan, memilih pH sesuai dengan
meningkatkan konsentrasi garam dalam fasa air segar (Nandini dan Rastogi 2009).
Garam yang umum digunakan untuk proses backward extraction adalah KBr,
CaCl2 dan NaCl. Kesediaan struktur air dalam bentuk garam seperti NaCl dapat
meningkatkan stabilitas pada backward extraction (Hebbar et al. 2007). Dari ke
empat konsentrasi yang digunakan peningkatan aktivitas recovery NaCl dengan
konsentrasi 0.5 M dengan aktivitas recovery 77.62% dan protein recovery 7.30%
dengan kemurnian 10.64 kali. NaCl dapat digunakan dalam pemisahan larutan
karena dapat meningkatkan tekanan osmotik dan membantu melepaskan protein
pada substrat sehingga terjadi pemisahan protein. Peningkatan kekuatan ionik
dapat mempengaruhi beberapa hal seperti menurunkan gaya tolak antara
surfaktan, mengurangi ukuran micel terbalik dan melindungi interaksi yang
menarik antara protein dan surfaktan (Hebbar et al. 2007). Tidak adanya garam
dalam fase organik dapat menghasilkan ekstraksi yang rendah dari biomolekul
target. Penggunaan garam dalam fase air merupakan salah satu metode pemisahan
kembali protein dari fase misel. Perbedaan tekanan osmotik antara inti misel dan

17

larutan bufer yang mengandung NaCl dianggap sebagai penggerak transfer air
dengan perembesan melalui misel surfaktan. Gerakan yang terjadi dua arah
menyebabkan destabilisasi terbalik antara misel dan protein. Ketika kekuatan ion
yang telah digunakan rendah, terjadi pembengkakan pada misel dan menyebabkan
protein rilis (Gaikaiwari et al. 2012).
Penambahan isopropanol 15% dalam reaksi backward extraction bertujuan
untuk membantu pelepasan protein dari surfaktan pada fase organik. Penambahan
isopropanol dapat meningkatkan interaksi dan tarik menarik antara misel dan
susunan surfaktan dalam fase pelarut organik sehingga terjadi ketidakstabilan
pada reverse micellar sehingga protein lepas.
Pengaruh pH Terhadap Aktivitas dan Stabilitas Lipase
Aktivitas enzim merupakan kemampuan enzim dalam mengubah substrat
menjadi produk selama selang waktu tertentu. Aktivitas enzim dapat diukur
berdasarkan bertambahnya produk atau bekurangnya substrat. Lipase merupakan
enzim yang menghidrolisis pemecahan lemak dan minyak menjadi asam lemak
bebas. pH dapat mempengaruhi pergerakan ion terhadap residu asam amino
enzim. Lipase yang toleran pada pH alkali dibutuhkan dalam formulasi deterjen
karena deterjen berbasis enzim memiliki kemampuan membersihkan yang lebih
tinggi daripada deterjen kimia (Salihu et al. 2015). Lipase dari yeast M2 optimum
pada pH 8 yaitu 10.431 U/ml sedangkan pada pH 12 enzim lipase kehilangan
aktivitas (Gambar 3a). ). Nilai pH deterjen pada umumnya berkisar antara 9.010.0 karena aktifitas yang tinggi pada pH basa merupakan faktor penting dalam
deterjen berbasis enzim (Jellouli et al. 2011). Lipase yang dihasilkan oleh
Acinetobacter radioresistens memiliki pH optimum 10 dan stabil pada rentang pH
6-10 oleh karena itu memiliki potensi besar untuk aplikasi