Aplikasi Mutan Pgfpuv Untuk Kajian Sintasan Cronobacter Sakazakii Selama Penyimpanan Jagung Pipilan Dan Tepung Jagung

APLIKASI MUTAN pGFPuv UNTUK KAJIAN SINTASAN
Cronobacter sakazakii SELAMA PENYIMPANAN
JAGUNG PIPILAN DAN TEPUNG JAGUNG

KARINA NOLA SINAMO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aplikasi Mutan
pGFPuv untuk Kajian Sintasan Cronobacter sakazakii selama Penyimpanan
Jagung Pipilan dan Tepung Jagung adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Nopember 2016
Karina Nola Sinamo
NIM F251130141

RINGKASAN
KARINA NOLA SINAMO. Aplikasi Mutan pGFPuv untuk Kajian Sintasan
Cronobacter sakazakii selama Penyimpanan Jagung Pipilan dan Tepung Jagung.
Dibimbing oleh SULIANTARI dan RATIH DEWANTI
Cronobacter sakazakii adalah bakteri patogen oportunistik yang dapat
menyebabkan infeksi seperti radang usus (necrotizing enterocolitis), keracunan
darah (bacteremia), dan radang otak (meningitis) dengan kasus kematian 50-80%.
Infeksi C. sakazakii terjadi pada bayi, anak-anak, kelompok lanjut usia, dan orang
dewasa dengan daya tahan tubuh rendah. C. sakazakii telah dilaporkan dapat
bertahan pada makanan kering yang ber-Aw rendah seperti susu formula dalam
jangka waktu yang lama (lebih dari 2 tahun).
Penggunaan C. sakazakii wild type dalam mempelajari ketahanan
hidupnya pada produk kering sulit dilakukan karena tidak mudah membedakan
C. sakazakii target dengan C. sakazakii yang secara alami sudah ada pada produk
kering tersebut. Beberapa C. sakazakii yang diisolasi dari sumber pangan di

Indonesia telah ditransformasi dengan plasmid yang menyandi Green Fluorescent
Protein (GFP) yang menghasilkan C. sakazakii pGFPuv mutan dengan laju
pertumbuhan serupa dengan galur wild type-nya. C. sakazakii pGFPuv mutan
memiliki kemampuan berfluoresens saat terpapar oleh lampu UV dan bertahan
pada media yang mengandung ampisilin sehingga isolat mutan ini dapat berperan
sebagai penanda terseleksi yang dapat dibedakan dari isolat wild type-nya dan
mikroba lain. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kadar
air awal bahan dan kelembaban relatif (RH) terhadap sintasan C. sakazakii
pGFPuv selama penyimpanan jagung pipilan dan tepung jagung pada suhu ruang.
Penelitian ini terdiri dari pembuatan jagung pipilan dan tepung jagung
kemudian dikeringkan, inokulasi C. sakazakii pGFPuv ke jagung pipilan dengan
KA 12% dan 16% (b.b) dan tepung jagung dengan KA 9% dan 12% (b.b) hingga
mencapai jumlah awal 106 CFU/g, dan disimpan pada variasi RH (50%, 70%, dan
90%) selama 12 minggu untuk jagung pipilan dan 16 minggu untuk tepung jagung.
Setiap dua minggu, jagung pipilan dan tepung jagung diukur kadar airnya dengan
metode oven, aktivitas air dengan Aw meter, jumlah C. sakazakii pGFPuv dengan
metode sebar pada media TSAA dan dihitung di bawah lampu UV, dan angka
lempeng total serta jumlah kapang dan khamir dengan metode tuang.
Hasil penelitian menunjukkan jagung pipilan dan tepung jagung mencapai
kadar air dan Aw kesetimbangan setelah 2 minggu penyimpanan. Jumlah

C. sakazakii pGFPuv menurun dengan cepat selama penyimpanan pada RH 70%
dan 90%, tetapi C. sakazakii pGFPuv dapat bertahan hidup pada RH 50% pada
kadar air awal jagung pipilan 16% selama 12 minggu. Demikian juga pada tepung
jagung, C. sakazakii pGFPuv dapat bertahan hidup pada RH 50% selama 16
minggu, terutama pada kadar air awal tepung jagung 12%. Sintasan C. sakazakii
pGFPuv di RH 50% menunjukkan C. sakazakii dapat bertahan hidup pada kondisi
Aw yang lebih rendah yaitu Aw 0.42-0.46 (RH 50%), daripada Aw 0.62-0.69 (RH
70%) dan Aw 0.83-0.87 (RH 90%). Sementara itu, angka lempeng total menurun
sebesar 3.5-3.9 log CFU/g pada jagung pipilan dan 0.3-0.6 log CFU/g pada tepung
jagung di RH 50%, 70%, dan 90%, sedangkan jumlah kapang dan khamir
meningkat pada RH 90% pada jagung pipilan dan tepung jagung. Dengan

demikian, penyimpanan jagung pipilan sebaiknya dilakukan dengan kadar air
awal 12% (bb) pada RH 50%; tepung jagung sebaiknya disimpan dengan kadar air
awal 9% pada RH 50%. Pada kondisi tersebut, jumlah C. sakazakii mengalami
penurunan sebesar 5.4 log CFU/g, angka lempeng total sebesar 3.8 log CFU/g,
dan jumlah kapang dan khamir sebesar 1.1 log CFU/g pada jagung pipilan selama
12 minggu, sedangkan pada tepung jagung, C. sakazakii mengalami penurunan
sebesar 4.7 log CFU/g, angka lempeng total sebesar 0.4 log CFU/g, dan jumlah
kapang dan khamir sebesar 0.3 log CFU/g selama 16 minggu penyimpanan.

Kata kunci: Aw, Cronobacter sakazakii pGFPuv, jagung, RH, sintasan, tepung
jagung

SUMMARY
KARINA NOLA SINAMO. Application of pGFPuv Mutant to Study
Cronobacter sakazakii Survival in Corn Grains and Corn Flour during Storage.
Supervised by SULIANTARI and RATIH DEWANTI-HARIYADI.
Cronobacter sakazakii is an opportunistic pathogenic bacterium that can
cause infections such as necrotizing enterocolitis, bacteremia, and meningitis with
mortality rate of 50-80%. C. sakazakii infection occur in infants, children, the
elderly, and adults with low immunity. C. sakazakii has been reported to survive
on dry food with low Aw as infant formula in the long time (over 2 years).
Using of wild-type C. sakazakii in studying its survival in dry products is
difficult because it is not easy to distinguish the target C. sakazakii from the
naturally existing C. sakazakii in the dried product. Some of C. sakazakii isolated
from food sources in Indonesia have been transformed with a plasmid encoding
for Green Fluorescent Protein (GFP) that generate mutant C. sakazakii pGFPuv
with growth rate similar to wild type isolates. C. sakazakii pGFPuv mutant has
fluorescent ability when exposed to UV light and survive in media containing
ampicillin, so that the mutant isolates can act as selectable markers distinguishable

from wild type isolates and other microbes. The objective of this study is to utilize
C. sakazakii pGFPuv for evaluating the influence of initial moisture content and
relative humidity (RH) on the survival of C. sakazakii pGFPuv in corn grains and
corn flour during storage at room temperature by observing the quality of corn and
the corn flour.
The study consists of making corn grains and corn flour, and drying them,
inoculation of C. sakazakii pGFPuv to corn grains with moisture contents of 12%
and 16% (w.b) and corn flour with moisture contents of 9% and 12% (w.b) to
achieve initial count 106 log CFU/g, and storage at RH 50%, 70% and 90% for 12
weeks for corn grains and 16 weeks for corn flour. Every two weeks, corn grains
and corn flour were sampled and moisture content was measured with oven
method, water activity using Aw meter, total C. sakazakii pGFPuv were
enumerated by spread plate method on media TSAA and counted under a UV
lamp, total plate count, mold and yeast were enumerated by pour plate method.
The results showed that corn grains and corn flour reaches the equilibrium
moisture content and Aw after 2 weeks of storage. The number of C. sakazakii
pGFPuv declined rapidly during storage at RH 70% and 90%, but C. sakazakii
pGFPuv could survive at RH 50% at the initial moisture content of corn grains of
16% for 12 weeks storage. Similarly at corn flour, C. sakazakii pGFPuv could
survive at RH 50% for 16 weeks storage, mainly at the initial moisture content of

corn flour of 12%. Survival of C. sakazakii pGFPuv at RH 50% showed C.
sakazakii pGFPuv could survive at lower Aw conditions, i.e. Aw 0.42 to 0.46 (RH
50%), than Aw 0.62 to 0.69 (RH 70%) and Aw 0.83 to 0.87 (RH 90%).
Meanwhile, total plate count decreased by 3.5 to 3.9 log CFU / g in corn grains
and 0.3-0.5 log CFU/g in corn flour during storage at RH 50%, 70%, and 90%,
while the number of mold/yeast increased rapidly at RH 90% in corn grains and
corn flour. Therefore, storage of corn grains should be done at initial moisture
content of 12% (w.b) and RH 50%; corn flour at initial moisture content
of 9% (w.b) and RH 50%. The condition reduced the number C. sakazakii by

5.4 log CFU/g, the total plate count by 3,8 log CFU/g, and the number of mold
and yeast by 1,1 log CFU/g at corn grains for 12 weeks storage, while at corn
flour, the number of C. sakazakii reduced by 4.7 log CFU/g, the total plate count
by 0.4 log CFU/g, and the number of mold and yeast by 0.3 log CFU/g for 16
weeks storage.
Keywords: Aw, corn, corn flour, Cronobacter sakazakii pGFPuv, RH , survival

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

APLIKASI MUTAN pGFPuv UNTUK KAJIAN SINTASAN
Cronobacter sakazakii SELAMA PENYIMPANAN
JAGUNG PIPILAN DAN TEPUNG JAGUNG

KARINA NOLA SINAMO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Elvira Syamsir, STP, MSi

Judul Tesis : Aplikasi Mutan pGFPuv untuk Kajian Sintasan Cronobacter
sakazakii selama Penyimpanan Jagung Pipilan dan Tepung Jagung
Nama
: Karina Nola Sinamo
NIM
: F251130141
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Dra Suliantari, MS
Ketua

of Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Pangan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Harsi D Kusumaningrum

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:
2 September 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas segala berkat dan
kasih-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih

dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 hinga Februari 2016
ini adalah Aplikasi Mutan pGFPuv untuk Kajian Sintasan Cronobacter sakazakii
selama Penyimpanan Jagung Pipilan dan Tepung Jagung
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Dra Suliantari, MS dan
Ibu Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc selaku tim komisi pembimbing yang
telah banyak memberi arahan, bantuan, motivasi dan saran selama proses
penyusunan
tesis.
Penulis
mengucapkan
terima
kasih
kepada
Ibu Dr Elvira Syamsir, STP, MSi sebagai dosen penguji yang telah memberikan
saran dan masukan untuk perbaikan tesis. Terima kasih juga penulis ucapkan
kepada Ditjen Dikti atas pemberian beasiswa BPPDN (Beasiswa Pascasarjana
Pendidikan Dalam Negeri) selama menjalankan studi di Program Studi Ilmu
Pangan Institut Pertanian Bogor dan bantuan dana penelitian atas nama
Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc dengan judul ―Deteksi dan Penelusuran
Perilaku Cronobacter sakazakii Berlabel GFPuv pada Proses Pengolahan

Pangan‖.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada orangtua saya, ayahanda
Drs Th Viktor Sinamo, MTh dan ibunda Nurmaini Manalu, SPd atas segala doa
dan kasih sayang yang tulus dan tak ternilai harganya kepada penulis. Ungkapan
terima kasih penulis sampaikan kepada kakak saya tersayang Enia Sinamo, SKm
dan Julita Sinamo, SE, dan adik saya tersayang Hantar Merian Kumarna Sodip
Sinamo, SP yang telah banyak memberi dukungan dan motivasi dalam menyusun
tulisan ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dekan Pascasarjana
IPB Dr Ir Dahrul Syah, MSc dan Kepala Program Studi Ilmu Pangan
Dr Ir Harsi D Kusumaningrum yang telah memberikan izin untuk penelitian dan
penulisan tesis. Terima kasih kepada staf Laboratorium SEAFAST Center IPB,
Laboratorium Dasar ITP, dan Pilot Plant PAU atas bantuannya. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Ilmu Pangan Angkatan 2013
untuk semua persahabatan, kerjasama, pelajaran, dan pengalaman berharga yang
sudah kita dapatkan bersama, juga untuk motivasi yang diberikan selama
penyelesaian tugas akhir ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Nopember 2016
Karina Nola Sinamo

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis
Manfaat Penelitian

1
1
2
2
2
2

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Cronobacter sakazakii
Cronobacter spp. dalam Jagung dan Produk Jagung
Sintasan Cronobacter sakazakii pada Kondisi Kering
selama Penyimpanan
Pemanfaatan C. sakazakii Mutan Berlabel GFP dalam
Kajian Pengeringan
Jagung Pipilan dan Tepung Jagung
Penyimpanan Jagung dan Tepung Jagung

2
2
6

8
9
11

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat
Tahapan Penelitian
Prosedur Penelitian

14
14
14
14
16

HASIL DAN PEMBAHASAN
Perubahan Kadar Air Jagung Pipilan dan Tepung Jagung
selama Penyimpanan
Perubahan Aktivitas air (Aw) Jagung Pipilan dan Tepung Jagung
selama Penyimpanan
Perubahan Jumlah C. sakazakii pada Jagung Pipilan dan
Tepung Jagung selama Penyimpanan
Perubahan Angka Lempeng Total pada Jagung Pipilan dan
Tepung Jagung selama Penyimpanan
Perubahan Jumlah Kapang dan Khamir pada Jagung Pipilan dan
Tepung Jagung selama Penyimpanan

19

6

19
21
23
27
29

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

33
33
33

DAFTAR PUSTAKA

34

LAMPIRAN

40

RIWAYAT HIDUP

49

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Sifat-sifat spesifik dari spesies dan subspesies Cronobacter spp
pada uji biokimia
Nilai D dan z untuk berbagai galur Cronobacter spp.
Isolat Cronobacter spp. dalam jagung dan produk jagung
Syarat mutu jagung menurut SNI 3920:2013
Komposisi kimia tepung jagung dari varietas Pioneer 21
Syarat mutu tepung jagung menurut SNI 01-3727-1995
Hasil analisis bivariat terhadap jumlah C. sakazakii pGFPuv
(log CFU/g) pada jagung pipilan dan tepung jagung selama
penyimpanan

3
5
6
10
10
11
24

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Sel Cronobacter sakazakii BCRC 13988
Mekanisme trehalosa
C. sakazakii berlabel GFP di bawah sinar UV
Kurva isotherm desorpsi air kesetimbangan jagung pada suhu
berbeda
Diagram alir tahapan penelitian
Diagram alir pembuatan tepung jagung
Perubahan kadar air jagung pipilan dengan kadar air awal 12% dan
16% selama penyimpanan pada RH 50%, 70%, dan 90%
Perubahan kadar air tepung jagung dengan kadar air awal 9% dan
12% selama penyimpanan pada RH 50%, 70%, dan 90%
Perubahan aktivitas air jagung pipilan dengan kadar air awal 12%
dan 16% selama penyimpanan pada RH 50%, 70%, dan 90%
Perubahan aktivitas air tepung jagung dengan kadar air awal 9%
dan 12% selama penyimpanan pada RH 50%, 70%, dan 90%
Perubahan jumlah C. sakazakii pGFPuv pada jagung pipilan
dengan kadar air awal 12% dan 16% selama penyimpanan pada
RH 50%, 70%, dan 90%
Perubahan jumlah C. sakazakii pGFPuv pada tepung jagung
dengan kadar air awal 9% dan 12% selama penyimpanan pada RH
50%, 70%, dan 90%
Sintasan C. sakazakii pGFPuv pada jagung pipilan berkadar air
awal 12% dan 16% selama penyimpanan pada RH 50%, 70%,
dan 90%
Sintasan C. sakazakii pGFPuv pada tepung jagung berkadar air
awal 9% dan 12% selama penyimpanan pada RH 50%, 70%,
dan 90%

4
7
9
12
15
16
19
20
21
22
23
24
25
26

15 Perubahan angka lempeng total pada jagung pipilan dengan kadar
air awal 12% dan 16% selama penyimpanan pada RH 50%, 70%,
dan 90%
16 Perubahan angka lempeng total pada tepung jagung dengan kadar
air awal 9% dan 12% selama penyimpanan pada RH 50%, 70%,
dan 90%
17 Perubahan jumlah kapang dan kamir pada jagung pipilan dengan
kadar air awal 12% dan 16% selama penyimpanan pada RH 50%,
70%, dan 90%
18 Perubahan jumlah kapang dan khamir pada tepung jagung dengan
kadar air awal 9% dan 12% selama penyimpanan pada RH 50%,
70%, dan 90%
19 Kondisi jagung pipilan berkadar air awal 12% dan 16% yang
disimpan di RH 50%, 70%, 90% pada minggu ke-12
20 Kondisi tepung jagung berkadar air awal 9% dan 12% yang
disimpan di RH 50%, 70%, 90% pada minggu ke-16

27
28
30
31
32
32

DAFTAR LAMPIRAN
1

Data analisis jagung pipilan dan tepung jagung selama
penyimpanan
2 Penyimpanan jagung pipilan yang dikontaminasi C. sakazakii
pGFPuv
pada desikator dengan berbagai RH (RH 50%, 70%, 90%)
3 Penyimpanan tepung jagung yang dikontaminasi C. sakazakii
pGFPuv pada desikator dengan berbagai RH (RH 50%, 70%, 90%)
4 C. sakazakii pGFPuv di bawah lampu UV
5 Uji normalitas jumlah C. sakazakii pGFPuv pada jagung pipilan
selama penyimpanan
6 Uji nonparametrik two independent samples Man-Whitney jumlah
C. sakazakii pGFPuv selama penyimpanan pada jagung pipilan
dengan dua kadar air awal berbeda (KA 12% dan 16%) di RH 50%
7 Uji nonparametrik two independent samples Man-Whitney jumlah
C. sakazakii pGFPuv selama penyimpanan pada jagung pipilan
dengan dua kadar air awal berbeda (KA 12% dan 16%) di RH 70%
8 Uji nonparametrik two independent samples Man-Whitney jumlah
C. sakazakii pGFPuv selama penyimpanan pada jagung pipilan
dengan dua kadar air awal berbeda (KA 12% dan 16%) di RH 90%
9 Uji nonparametrik K-relative samples Friedman jumlah C.
sakazakii pGFPuv selama penyimpanan pada jagung pipilan
dengan kadar air awal 12% yang disimpan di tiga RH berbeda (RH
50%, 70%, 90%) dengan uji lanjut Wilcoxon
10 Uji nonparametrik K-relative samples Friedman jumlah C.
sakazakii pGFPuv selama penyimpanan pada jagung pipilan
dengan kadar air awal 16% yang disimpan di tiga RH berbeda (RH
50%, 70%, 90%) dengan uji lanjut Wilcoxon

41
43
43
44
44
44
45
45

45

46

11 Uji normalitas jumlah C. sakazakii pGFPuv pada tepung jagung selama
penyimpanan
12 Uji nonparametrik two independent samples Man-Whitney jumlah
C. sakazakii pGFPuv selama penyimpanan pada tepung jagung dengan
dua kadar air awal berbeda (KA 9% dan 12%) di RH 50%
13 Uji nonparametrik two independent samples Man-Whitney jumlah
C. sakazakii pGFPuv selama penyimpanan pada tepung jagung dengan
dua kadar air awal berbeda (KA 9% dan 12%) di RH 70%
14 Uji nonparametrik two independent samples Man-Whitney jumlah
C. sakazakii pGFPuv selama penyimpanan pada tepung jagung dengan
dua kadar air awal berbeda (KA 9% dan 12%) di RH 90%
15 Uji nonparametrik K-relative samples Friedman jumlah C. sakazakii
pGFPuv selama penyimpanan pada tepung jagung dengan kadar air
awal 9% yang disimpan di tiga RH berbeda (RH 50%, 70%, 90%)
dengan uji lanjut Wilcoxon
16 Uji nonparametrik K-relative samples Friedman jumlah C. sakazakii
pGFPuv pada tepung jagung dengan kadar air awal 12% yang disimpan
di tiga RH berbeda (RH 50%, 70%, 90%) dengan uji lanjut Wilcoxon

46
46
47
47

47
48

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cronobacter sakazakii adalah bakteri patogen bawaan pangan oportunistik
yang dapat menyebabkan gejala infeksi seperti radang usus (necrotizing
enterocolitis), keracunan darah (bacteremia), dan radang selaput otak (meningitis)
pada kelompok bayi tertentu dengan tingkat kematian 50-80% (Healy et al. 2010).
Menurut FAO-WHO (2008) sejak tahun 1958 sampai juli 2008 di dunia telah
terjadi 120 kasus infeksi C. sakazakii pada bayi dan anak-anak sampai usia
3 tahun. Sumber kontaminasi C. sakazakii dapat berasal dari lingkungan dan
makanan (Iversen dan Forsythe 2003). C. sakazakii telah diisolasi dari beberapa
makanan seperti susu formula bayi, makanan bayi kering, produk keju dan
ingredien makanan kering seperti bumbu dan rempah-rempah (Estuningsih et al.
2006; Friedamann 2007). Akan tetapi, hanya susu formula yang dihubungkan
dengan infeksi C. sakazakii (Bowen dan Braden 2006).
C. sakazakii dilaporkan lebih resisten terhadap kekeringan dibandingkan
bakteri E. coli, Salmonella, dan Enterobacteriaceae lainya dan dapat bertahan
dalam kondisi kering lebih dari 2 tahun (Breeuwer et al. 2003; Osaili dan Forsythe
2009). C. sakazakii sudah dilaporkan bertahan dalam susu skim bubuk selama
penyimpanan 3 bulan pada RH 50%, 70% dan 90% (Dewanti-Hariyadi et al.
2012). Bakteri patogen ini bertahan lebih baik pada Aw rendah (0.25-0.30)
daripada Aw tinggi (0.69-0.82) selama penyimpanan 12 bulan (Beuchat et al.
2009). Penurunan jumlah C. sakazakii pada susu formula lebih besar pada
Aw 0.43-0.50 daripada Aw 0.25-0.30 selama penyimpanan 12 bulan (Gurtler dan
Beuchat 2007).
Kemampuan C. sakazakii bertahan pada produk pangan kering selama
penyimpanan berpotensi menjadikan produk pangan kering tersebut sebagai
sumber bakteri patogen C. sakazakii. Untuk meneliti sintasan C. sakazakii pada
produk pangan kering, penggunaaan galur wild-type memiliki keterbatasan karena
tidak dapat dibedakan dari C. sakazakii yang mungkin terdapat secara alami pada
produk pangan tersebut. Untuk itu, penelitian ini memanfaatkan mutan
C. sakazakii hasil transformasi dengan plasmid yang mengandung gen penyandi
green fluoresencent protein (pGFP) yang dapat berpendar hijau dan memiliki
kurva pertumbuhan yang serupa dengan wild type-nya (Nurjanah et al. 2014).
Jagung dipilih karena secara luas digunakan sebagai bahan baku untuk produk
pangan kering, baik dalam bentuk pati maupun tepung jagung. Selain itu,
beberapa penelitian menunjukkan C. sakazakii telah diisolasi dari jagung atau
produk turunan jagung (Restaino et al. 2006; Gitapratiwi et al. 2012; Krasny et al.
2014; Li et al. 2014). Kadar air awal jagung dan kelembaban udara ruang
penyimpanan (RH) diduga dapat mempengaruhi sintasan C. sakazakii selama
proses penyimpanan. Untuk itu, pada penelitian ini penyimpanan jagung pipilan
dan tepung jagung dilakukan dengan kadar air awal jagung pilan 12% dan 16%
(b.b) dan kadar air awal tepung jagung 9% dan 12% (b.b) serta tingkat
kelembaban udara ruang penyimpanan yang berbeda yaitu RH 50%, 70%, dan
90%.

2

Perumusan Masalah
C. sakazakii dapat mengontaminasi jagung pipilan dan tepung jagung selama
penyimpanan. Kadar air awal jagung pipilan dan tepung jagung dan RH
penyimpanan akan berpengaruh pada sintasan C. sakazakii. Permasalahan yang
akan diteliti adalah mempelajari sintasan C. sakazakii pGFPuv selama
penyimpanan dan:
1. Pengaruh kadar air awal bahan (jagung pipilan dan tepung jagung) terhadap
sintasan C. sakazakii pGFPuv selama penyimpanan pada suhu ruang.
2. Pengaruh kondisi RH (Relative humidity) ruang penyimpanan terhadap
sintasan C. sakazakii pGFPuv selama penyimpanan pada suhu ruang.

Tujuan Penelitian
1.
2.

Tujuan dari penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui pengaruh kadar air awal bahan (jagung pipilan dan tepung
jagung) terhadap sintasan C. sakazakii pGFPuv selama penyimpanan.
Untuk mengetahui pengaruh kondisi RH (Relative humidity) ruang
penyimpanan terhadap sintasan C. sakazakii pGFPuv selama penyimpanan.

Hipotesis
1.
2.

Kadar air mempengaruhi sintasan C. sakazakii pada jagung pipilan dan
tepung jagung selama penyimpanan.
RH penyimpanan mempengaruhi sintasan C. sakazakii pada jagung pipilan
dan tepung jagung selama penyimpanan.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai dasar
pertimbangan dalam menyimpan jagung pipilan dan tepung jagung pada kondisi
kadar air awal bahan dan RH ruang penyimpanan yang tepat sehingga keamanan
pangan terjaga.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Cronobacter sakazakii
Cronobacter spp. adalah bakteri patogen bawaan makanan yang memiliki
bentuk koloni yang kecil, cembung (konveks), berwarna hijau kebiruan pada
media agar kromogenik, bersifat Gram negatif, oksidase negatif, dan katalase
positif (Li et al. 2014). Cronobacter spp. terdiri dari Cronobacter sakazakii,
Cronobacter malonaticus, Cronobacter turicensis, Cronobacter muytjensii,

3

Cronobacter dublinensis, Cronobacter dublinensis subsp. dublinensis,
Cronobacter dublinensis subsp. lactaridi, Cronobacter dublinensis subsp.
lausannensis (Iversen et al. 2008). Sifat-sifat spesifik dari spesies dan subspesies
genus Cronobacter spp. berdasarkan uji biokimia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Sifat-sifat spesifik dari spesies dan subspesies Cronobacter spp. pada uji
biokimia
Sifat-sifat spesifik

1

2

3

4

5

6

7

8

Produksi Indol
Pemanfaatan sumber karbon:
Dulcitol
Lactulose
Malonate
Maltitol
Palatinose
Putrescine
Melezitose
Turanose
myo-Inositol
cis-Aconitate
trans-Aconitate
1-0-Methyl-α-D-glucopyranoside
4-Aminobutyrate

-

-

-

-

+

+

+

v

+
+
+
+
+
v
+
+
+

+
+
+
+
v
+
v
+
+
+
+

+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

+
+
v
+
+
v
v
+
+
+
+
v

+
+
+
v
+
v
+
v
v
+

+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

+
+
+
+
v
+
+
+
+
+

+
v
+
+
+
+

Keterangan: 1: C. sakazakii; 2: C. malonaticus; 3: C. turicensis; 4: Cronobacter
genomospecies 1; 5: C. muytjensii; 6: C. dublinensis subsp. dublinensis;
7: C. dublinensis subsp. lactaridi; 8: C. dublinensis subsp. lausannensis.
+ : 90 % Positif; v : 20–80 % positif; - : 10 % positif (Iversen et al. 2008)
Cronobacter sakazakii (Gambar 1) adalah bakteri Gram negatif, motil, dan
fakultatif anaerob yang dapat menyebabkan gejala infeksi seperti radang usus
(necrotizing enterocolitis), keracunan darah (bacteremia), dan radang otak
(meningitis) dengan tingkat kasus kematian 50-80% (Healy et al. 2010).
Golongan yang paling beresiko terinfeksi C. sakazakii adalah bayi yang baru lahir
( 85%.

Gambar 1 Sel Cronobacter sakazakii BCRC 13988 ( 20.000 x)
(Chang et al. 2009)
C. sakazakii mempunyai ketahanan hidup terhadap perubahan suhu yang
berbeda yang dipengaruhi oleh media pertumbuhan dan jenis galurnya (Iversen et
al. 2004 dan Seftiono 2012). Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai D pada suhu
50oC, 52 oC, 54oC, 56 oC, dan 58oC, serta nilai z dari C. sakazakii pada media
tryptic soy broth dan susu formula. C. sakazakii tahan terhadap pengeringan,
dengan waktu pengeringan selama 8 hari dapat menurunkan kurang dari 2 siklus
log (Alvarez-Ordonez et al. 2014). Menurut Beuchat et al. (2009) C. sakazakii
lebih tahan pada suhu 4°C daripada suhu 30oC selama 12 bulan penyimpanan.
C. sakazakii yang diisolasi dari produk makanan kering seperti bubuk lada dan
tepung susu bayi memiliki ketahanan panas pada suhu pengeringan 40oC, 45oC
dan 50oC (Nurjanah et al. 2013). C. sakazakii yang diberi perlakuan heat shock
pada suhu 47oC selama 15 menit lebih bertahan hidup selama spray drying, freeze
drying dan fermentasi laktat dari susu skim dibandingkan C. sakazakii tanpa
diberi perlakuan heat shock sebelumnya (Ling et al. 2010). C. sakazakii
dipanaskan pada media dengan pH 4 dan 7 dengan kisaran suhu 56-60oC dan
58-64oC untuk mempelajari ketahanannya terhadap panas pada pH tersebut.
Secara statistik dilihat perbedaan yang nyata (p≤0,05) pada nilai z dari
C. sakazakii yang dipanaskan dalam media dengan pH 4.0 (z = 4.79°C) dengan
pH 7.0 (z = 4.06°C). Oleh karena itu, perbandingan nilai DT pada dua pH tersebut
tidak konstan pada kisaran suhu yang digunakan, yang menunjukkan perbedaan
ketahanan antara pH 4 dan pH 7 yang sedikit lebih rendah. Meskipun demikian,
C. sakazakii sepuluh kali lebih tahan panas pada pH 7 daripada pH 4, dalam
kisaran suhu 56-60oC dan 58-64oC (Aroyo et al. 2009).

5

Tabel 2 Nilai D dan z untuk berbagai galur Cronobacter spp.
Media

nilai D (menit)
54oC
56oC

58oC

nilai z
(oC)

Pustaka

2.7 ±
0.08

1.3 ±
0.28

5.6 ±
0.13

(Iversen
et al.
2004)

16.4 ±
0.67

5.1 ±
0.27

2.6
± 0.48

5.8 ±
0.40

(Iversen
et al.
2004)

33.0049.75

20.0025.32

5.408.55

1.721.90

4.60

(Seftiono
2012)

69.44111.11

34.6066.22

13.0516.00

4.045.48

2.65

4.625.31

(Seftiono
2012)

DES c13

84.03117.65

17.9249.50

16.3920.12

6.0611.36

2.55

5.045.69

(Seftiono
2012)

DES d3

68.9779.36

49.5064.93

16.9222.07

3.453.73

-

4.494.58

(Seftiono
2012)

YR t2a

119.05169.40

43.1080.00

31.6433.67

5.83

-

4.204.92

(Seftiono
2012)

YR c3a

103.09243.90

35.8446.73

21.4121.74

3.614.10

-

3.544.36

(Seftiono
2012)

6a

200256.41

87.72114.94

26.8130.55

8.799.73

3.043.55

4.184.31

(Seftiono
2012)

ATCC

104.17172.41

68.0383.33

13.6417.24

9.0-9.9

-

4.545.14

(Seftiono
2012)

Galur

50oC

52oC

Tryptic
Soy
Broth

NCTC
11467

n.t.

n.t

14.9 ±
0.65

Susu
Formula

NCTC
11467

n.t.

n.t.

DES b7a

104.17117.65

DES b10

Keterangan: n.t. = tidak diuji
C. sakazakii di media susu formula bertahan hidup lebih lama daripada di
media TSB (tryptic soy broth) pada suhu yang sama (Iversen et al. 2004).
Demikian juga pada media hiperosmotik yaitu media dengan konsentrasi garam
8% NaCl dan 10% KCl (Alvarez-Ordonez et al. 2014). Dari penelitian Beuchat et
al. (2009) C. sakazakii bertahan hidup lebih lama pada susu formula dan sereal
kering bayi yang memiliki Aw rendah (0.25-0.30) daripada Aw tinggi (0.69-0.82).
C. sakazakii dalam formula dan sereal tersebut dapat tumbuh ketika dilarutkan
dengan air yang bersuhu 12-30°C. Demikian juga menurut Arroyo et al. (2009)
ketahanan C. sakazakii terhadap panas meningkat pada media yang ber-Aw 0.96,
yaitu sebesar 32 kali lipat bila dibandingkan pada Aw > 0,99. Berdasarkan
penelitian Dewanti-Hariyadi et al. (2012) ternyata dengan adanya penurunan Aw
susu skim setelah proses pengeringan dan selama penyimpanannya dapat
meningkatkan ketahanan hidup C. sakazakii Yrc3a selama pelarutan dengan air
yang bersuhu 50oC.
C. sakazakii dapat tumbuh pada kondisi asam (pH minimum 3.9 atau 4.1)
dengan suhu 37oC selama 24 jam (Dancer et al. 2009). C. sakazakii yang

6

dikeringkan mengalami penurunan ketahanan terhadap asam lebih besar daripada
C. sakazakii yang diadaptasi pada kondisi asam dan panas subletal. Penurunan
ketahanan asam dari C. sakazakii yang dikeringkan tersebut adalah sebesar 2.9 log
dengan nilai D sebesar 20.7 detik. Sedangkan penurunan ketahanan asam dari
C. sakazakii yang diadaptasi pada kondisi asam tersebut adalah sebesar 0.2 log
dengan nilai D sebesar 139.2 detik dan penurunan ketahanan asam dari
C. sakazakii yang diadaptasi pada kondisi panas subletal tersebut adalah sebesar
2 log dengan nilai D sebesar 91.3 detik (Yang et al. 2014).

Cronobacter spp. dalam Jagung dan Produk Jagung
Cronobacter spp. telah diisolasi dari jagung dan produk jagung (Tabel 3).
Di Nanjing Cina dari 12 sampel jagung yang diteliti, empat diantaranya positif
mengandung Cronobacter spp. (Li et al. 2014). Di Indonesia dalam satu sampel
pati jagung positif mengandung dua isolat Cronobacter spp. yang memiliki
kesamaan sequence yang lebih dekat dengan strain C. sakazakii ATCC 29544
(Gitapratiwi et al. 2012). Adanya C. sakazakii pada produk maizena kemungkinan
disebabkan oleh kontaminasi dari lingkungan, setelah proses pengeringan dan
sebelum produk dikemas (Gitapratiwi 2011).
Tabel 3 Isolat Cronobacter spp. dalam jagung dan produk jagung
Kode Strain
C. sakazakii DES c7/ JF800180;
C. sakazakii DES c13/JF800179
C. sakazakii DBM 3386
Cronobacter spp.
Cronobacter spp.
Cronobacter spp.

Sumber Isolat
Pati jagung
Pati jagung
Pati jagung
Jagung
Gritz Jagung
Tepung jagung

Referensi
Gitapratiwi et al. (2012)
Gitapratiwi et al. (2012)
Krasny et al. (2014)
Li et al. (2014)
Iversen dan Forsythe (2004)
Restaino et al. (2006)

Sintasan Cronobacter sakazakii pada Kondisi Kering selama Penyimpanan
Cronobacter sakazakii dapat bertahan pada kondisi kering dalam waktu
penyimpanan yang lama. Ketahanan hidup C. sakazakii dalam kondisi kering ini
dipengaruhi oleh Aw dan suhu penyimpanan. Kondisi Aw produk dan suhu
penyimpanan yang rendah merupakan kondisi yang disukai oleh C. sakazakii
untuk bertahan hidup. Penelitian Seftiono (2012) menunjukkan bahwa isolat
Cronobacter sakazakii YRt2a dapat bertahan pada kondisi kering (Aw 0.775).
Pada formula bayi, populasi C. sakazakii menurun pada Aw 0.43-0.50
dibandingkan pada Aw 0.25-0.30 selama penyimpanan 6 bulan pada suhu 4oC,
dan penurunannya lebih besar lagi pada suhu penyimpanan 30oC dibandingkan
pada suhu 21oC dan 4oC (Beuchat et al. 2009).
Ketahanan C. sakazakii terhadap kondisi kering memiliki hubungan positif
dengan ketahanannya terhadap pemanasan (Dancer et al. 2009). Cronobacter spp.
YRt2a dapat bertahan pada pemanasan pada suhu 56°C (Seftiono 2012).
Penelitian Dewanti-Hariyadi et al. (2012) menunjukkan bahwa C. sakazakii pada
susu skim bertahan pada pengeringan semprot suhu inlet 160oC dan suhu outlet

7

82oC, dan bertahan selama penyimpanan 3 bulan pada RH 50%, 70% dan 90%.
Selain itu, kemampuan C. sakazakii bertahan pada kondisi kering disebabkan oleh
adanya pemebentukan biofilm, trehalosa, dan protein yang berperan struktural dan
protektif.
Ketika dalam kondisi kering, C. sakazakii membentuk biofilm yaitu
memproduksi selulosa (komponen dari matriks polisakarida ekstraselulernya)
dengan menempel pada permukaan hidrofilik dan hidrofobik (Lehner et al. 2005).
C. sakazakii pada susu formula bayi dapat menempel di stainless steel, silikon dan
lateks dengan cara membentuk biofilm pada suhu 37oC (Iversen et al. 2004).
C. sakazakii yang ditumbuhkan di IFB (Infant Formula Broth) membentuk
biofilm pada suhu 25oC pada stainless steel (Kim et al. 2006).
C. sakazakii pada fase stasioner lebih resisten terhadap kondisi kering
daripada C. sakazakii pada fase exponensial. C. sakazakii fase stasioner hanya
menurun 1-1.5 log, sedangkan C. sakazakii fase exponensial menurun lebih dari
6 log dalam 2 minggu pada suhu 25oC. Kemampuan C. sakazakii bertahan pada
kondisi kering ini disebabkan oleh kemampuan C. sakazakiii dalam
mengakumulasi trehalosa. Trehalosa adalah disakarida nonreduksi dari glukosa
yang berperan dalam melindungi bakteri C. sakazakii terhadap pengeringan
dengan cara menstabilkan membran fosfolipid dan protein. Konsentrasi trehalosa
pada sel stasioner C. sakazakii meningkat lebih dari lima kali daripada sel
eksponensialnya (Breeuwer et al. 2003).
Mekanisme trehalosa pada sel yang mengalami kekeringan disebut dengan
water replacement hypotesis. Trehalosa akan berikatan (ikatan hidrogen) secara
langsung dengan gugus polar dari fosfolipid sehingga dapat menstabilkan ikatan
yang sebelumnya ditempati air (Gambar 2). Trehalosa dapat meningkatkan
tegangan permukaan dengan cairan intraseluler sehingga dapat mencegah
terjadinya autolisis. Semakin banyak cairan intraseluler terikat dengan trehalosa
maka interaksi hidrofobik intramolekuler akan semakin meningkat, sehingga
kerusakan membran dan protein dapat dicegah (Leslie et al. 1995).

Gambar 2

Mekanisme trehalosa (A = membran fosfolipid, B = trehalosa
berikatan pada gugus polar dari fosfolipid, C = integritas membran
tetap stabil) (Patist dan Zoerb 2005)

Penelitian Riedel dan Lehner (2007) menggunakan pendekatan proteomik
untuk mempelajari toleransi C. sakazakii strain z235 terhadap kekeringan yang
diisolasi dari tepung buah. C. sakazakii bertahan dalam keadaan kering karena
adanya akumulasi protein yang berperan struktural dan protektif. Protein tersebut

8

adalah protein heat shock (Hsp), protein cold shock (Cspc), protein perlindungan
dan perbaikan (Dps), protein pegikatan DNA (Hns) seperti histon, dan protein
protektif yang melawan oksigen radikal, superoksida dismutase dan alkil
hidroperoksida reduktase. Penelitian Alvarez-Ordonez et al. (2014) menjelaskan
bahwa sintesis protein denovo, perbaikan kerusakan DNA dan protein,
pemeliharaan struktur dan keutuhan luar sel, sintesis glutamine sebagai zat terlarut
yang kompatibel, dan pengaturan nukleotida dan nukleosida merupakan proses sel
di bawah tekanan osmotik. Sistem Cpx, dikenal sebagai regulator respon stress
luar, dan faktor sigma RpoN dan RPOs merupakan sinyal utama yang mengatur
respon bakteri terhadap kondisi hiperosmotik. Mutan yang sensitif garam
mengalami gangguan pada dna K dan dna J yang menyandi dua molekul
charopene, yang penting bagi C. sakazakii untuk bertahan hidup di bawah
pengeringan.

Pemanfaatan C. sakazakii Mutan Berlabel GFP dalam Kajian Pengeringan
Pelabelan pada bakteri bertujuan sebagai penanda agar mudah
membedakan dengan bakteri lain. Dengan adanya penanda tersebut maka perilaku
bakteri target lebih mudah dipelajari tanpa gangguan mikroba lain pada
lingkungan. Pelabelan dapat dilakukan dengan menggunakan radioisotop dan
senyawa fluoresens yang dapat berikatan secara kovalen dengan DNA yang dapat
diidentifikasi, misalnya Green Fluorescent Protein (Hsieh et al. 1986; Ma et al.
2011). Menurut Ma et al. (2011) pelabelan GFP tidak mengganggu karakteristik
pertumbuhan inangnya.
Sebelumnya Fiegen (2010) di Jerman melakukan pelabelan GFP pada
Cronobacter spp. menggunakan metode CaCl2 untuk mempelajari penetrasinya di
dalam akar jagung. Pelabelan GFP pada Cronobacter spp. juga telah dilakukan
oleh Nurjanah et al. (2014) dengan melakukan transformasi pGFPuv
menggunakan metode CaCl2 dan kejut panas (heat shock) yang bertujuan untuk
mempelajari ketahanannya terhadap pengeringan pada jagung. C. sakazakii
berlabel GFP ini dapat tumbuh pada media mengandung ampisilin dan
menunjukkan koloni spesifik berwarna hijau fluorosens di bawah sinar UV yang
dapat dilihat pada Gambar 3. Teknik pelabelan ini juga telah berhasil dilakukan
pada bakteri Gram negatif seperti pada E.coli 0157:H7, Salmonella, Listeria (Ma
et al. 2011), Escherichia coli HB101, Escherichia coli ATCC 1129 dan
Pseudomonas putida (Allison dan Sattensall 2007).
Beberapa penelitian telah menggunakan bakteri yang berlabel GFP untuk
mempelajari karakternya, seperti pada bakteri E.coli 0157:H7 dan C. sakazakii.
Vialette et al. (2004) menggunakan GFP pada E.coli 0157:H7 untuk mempelajari
karakternya pada variasi suhu, pH dan aktvitas air. E.coli 0157:H7 yang berlabel
GFP memiliki waktu lag, kecepatan pertumbuhan, nilai pH, dan aktivitas air yang
tidak berbeda dengan isolat wild type-nya. E.coli 0157:H7 yang berlabel GFP
tersebut dapat tahan pada pH 4-7, NaCl 0.5-8% dan suhu 8-45oC. Nurjanah et al.
(2013) menggunakan C. sakazakii yang berlabel GFP untuk mempelajari
ketahanannya selama pengeringan jagung. Jumlah C. sakazakii pGFPuv FWHd16
dan YRt2a mengalami penurunan selama pengeringan jagung pada suhu 40oC,
45oC, dan 50oC. Isolat toksik C. sakazakii pGFPuv FWHd16 lebih tahan pada

9

suhu 40oC, 45oC, dan 50oC dibandingkan dengan C. sakazakii pGFPuv YRt2a
yang nontoksik. Keberadaan C. sakazakii pada jagung kering dapat disebabkan
oleh adanya suhu pengeringan yang rendah, kadar air jagung lebih besar dari 14%,
kemampuan C. sakazakii melakukan penempelan atau kolonisasi pada permukaan
jagung dan berpenetrasi ke dalam jagung melalui bagian yang luka atau melalui
rongga-rongga di bagian tip cap.

Gambar 3 C. sakazakii berlabel GFP di bawah sinar UV
Sulistyanti (2013) juga menggunakan C. sakazakii yang berlabel GFP
untuk mempelajari ketahanannya pada maizena. Proses perendaman jagung pada
suhu 52oC dan pengeringan maizena pada suhu 50oC dapat mereduksi
Cronobacter spp. pGFPuv. Ketahanan C. sakazakii pGFPuv YRt2a terhadap
panas lebih tinggi daripada C. sakazakii pGFPuv FWHc3. Jumlah C. sakazakii
pGFPuv FWHc3 dan YRt2a mutan menurun berturut-turut sebesar 2.19 log dan
1.45 log pada pengeringan suhu 50oC setelah 6 jam, bahkan setelah 24 jam
pengeringan isolat mutan tersebut tidak terdeteksi lagi.

Jagung Pipilan dan Tepung Jagung
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia selain
gandum dan padi. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam
sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari
bulir), dibuat tepung (dari bulir, dikenal dengan istilah tepung jagung atau
maizena), dan bahan baku industri (dari tepung bulir dan tepung tongkolnya)
(Respati et al. 2013). Jagung varietas Pioneer umum digunakan sebagai bahan
baku pembuatan jagung pipilan kering dan tepung jagung oleh industri, salah
satunya jagung varietas Pioneer P27 Gajah. Menurut Dupont Pioneer (2012)
bahwa jagung varietas Pioneer P27 Gajah memiliki keunggulan sifat tongkol dan
batang yang besar, perakaran yang kuat, dapat berproduksi baik di kondisi cuaca
hujan tinggi dan lahan yang kurang subur, dan produktivitasnya tinggi.

10

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 3920:2013, jagung pipilan
adalah hasil tanaman jagung (Zea mays L.) berupa biji kering yang telah
dilepaskan dan dibersihkan dari tongkolnya. Jagung diklasifikasikan dalam empat
kelas mutu, yaitu mutu I, II, III, dan IV. Persyaratan mutu jagung dibagi dua yaitu
persyaratan umum dan khusus. Persyaratan umum yang harus dipenuhi adalah
bebas hama dan penyakit, dan bebas dari bau busuk, asam, atau benda asing
sedangkan persyaratan khusus jagung ditampilkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Syarat mutu jagung menurut SNI 3920:2013
Parameter
Kadar air maks
Butir rusak maks
Butir warna lain maks
Butir pecah maks
Kadar kotoran maks
Kadar aflatoksin maks

Satuan
% (bb)
%
%
%
%
µg/kg

Persyaratan mutu
I

II

III

IV

14
2
1
1
1
5

14
4
3
2
1
5

15
6
7
3
2
15

17
8
10
3
2
20

Sumber: BSN (2013)
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3727-1995, tepung
jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji jagung (Zea
mays L.) yang baik dan bersih. Secara umum, terdapat dua metode pembuan
tepung jagung yaitu metode basah dan metode kering. Pada metode basah, biji
jagung yang telah disosoh direndam dalam air selama 4 jam lalu dicuci, ditiriskan
dan diproses menjadi tepung menggunan mesin penepung. Penepungan dengan
metode basah menghasilkan rendemen tepung lebih tinggi dibandingkan dengan
metode kering. Pada metode kering, biji jagung yang telah disosoh langsung
ditepungkan tanpa perendaman (Suarni 2009). Komposisi kimia tepung jagung
varietas Pioneer 21 berdasarkan hasil penelitian Etikawati (2007) dapat dilihat
pada Tabel 5. Kadar lemak tepung jagung yang rendah akan menguntungkan dari
segi penyimpanan karena tepung dapat disimpan lebih lama. Syarat mutu tepung
jagung berdasarkan Standar Nasional Indonesia ditampilkan pada Tabel 6.
Tabel 5 Komposisi kimia tepung jagung dari varietas Pioneer 21
Komposisi Kimia

Jumlah (%)

Kadar air
Kadar protein
Kadar abu
Kadar lemak
Kadar karbohidrat
Kadar amilopektin
Kadar amilosa

5.46
6.32
0.31
1.78
86.18
43.52
23.04

Sumber: Etikawati (2007)

11

Tabel 6 Syarat mutu tepung jagung menurut SNI 01-3727-1995
No.

Kriteria uji

Satuan

Persyaratan

1.

Keadaan:

1.1.

Bau

-

Normal

1.2.

Rasa

-

Normal

1.3.

Warna

-

Normal

2.

Benda-benda asing

-

Tidak boleh ada

3.

Serangga dalam bentuk stadia
dan potong-potongan

-

Tidak boleh ada

4.

Jenis pati lain selain pati
jagung

-

Tidak boleh ada

5.

Kehalusan

5.1.

Lolos ayakan 80 mesh

%

Min. 70

5.2.

Lolos ayakan 60 mesh

%

Min. 99

6.

Air

% b/b

Maks. 10

7.

Abu

% b/b

Maks 1.5

8.

Silikat

% b/b

Maks. 0.1

9.

Serat kasar

% b/b

Maks. 1.5

10.

Derajat asam

ml. N. NaOH/100 g

Maks. 4.0

11.

Cemaran logam:

11.1. Timbal (Pb)

mg/kg

Maks. 1.0

11.2. Tembaga (Cu)

mg/kg

Maks. 10.0

11.3

mg/kg

Maks. 40.0

11.4. Raksa (Hg)

mg/kg

Maks 0.05

12.

Cemaran arsen (As)

mg/kg

Maks. 0.5

13.

Cemaran mikroba:

13.1. Angka lempeng total

koloni/g

Maks. 106

13.2. E. coli

APM/g

Maks. 10

koloni/g

Maks. 104

Seng (Zn)

13.3 Kapang
Sumber: BSN (1995)

Penyimpanan Jagung dan Tepung Jagung
Penyimpanan jagung adalah suatu cara pengamanan jagung dari kerusakan
yang berkaitan dengan waktu. Cara penyimpanan jagung dapat dilakukan dalam
bentuk tongkol, pipilan dalam karung, tepung dalam plastik, atau dalam silo.
Penyimpanan jagung dilakukan rata-rata selama lebih dari 3 bulan dalam bentuk

12

pipilan (Qanytah dan Prastuti 2008). Biji-bijian selama penyimpanan masih
mengalami proses respirasi karena bahan tersebut masih hidup. Menurut William
(1991), ada beberapa faktor yang berpengaruh pada penyimpanan biji-bijian yaitu
tipe dari bij-bijian, periode penyimpanan, metode penyimpanan, suhu lingkungan,
kadar air bahan, adanya bahan asing, proteksi fisik, dan kelembaban relatif.
Plot antara kadar air dan RH pada suhu tertentu dikenal sebagai kurva
kadar air keseimbangan atau isotherm sorpsi air. Kurva desorpsi isotermis kadar
air kesetimbangan jagung pada suhu yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 4.
Daerah penyimpanan jagung yang aman adalah pada kadar air jagung dan RH
ruang penyimpanan yang rendah yaitu pada kadar air di bawah 14% dan RH di
bawah 60%. Sebaliknya, semakin tinggi kadar air jagung dan RH ruang
penyimpanan maka semakin mudah rusak jagung selama penyimpanan

Gambar 4 Kurva isotherm desorpsi air kesetimbangan jagung pada suhu berbeda
(Kulp dan Ponte 2000)
Kontaminasi kapang selama penyimpanan jagung umumnya adalah dari
kelompok kapang Aspergillus dan Fusarium. (Medina-Martinez dan Martinez
2000). Penelitian Leong et al. (2012) menemukan adanya populasi kapang selama
penyimpanan jagung yang terdiri dari Aspergillus caesiellus, Aspergillus ostianus,
Aspergillus wentii, Chaetomium sp., Cladosporium tenuissimum, Eunpenicillium
shearii, Eurotium herbariorum, Fusarium boothii, Fusarium equiseti, Fusarium
meridionale, Fusarium oxysporum, Fusarium pseudograminearum, Fusarium
udum, Fusarium verticillioides, Gibberella fujikuroi, Hypocrea viridescens,
Nigrospora oryzae, Penicillium citrinum, Penicillium crustosum, Penicillium
fellutanum, Penicillium glabrum, Penicillium simpliciccimum, Penicillium steckii,
Penicillium variabile, Stenocarpella macrospora, dan Trichoderma atroviride.
Jumlah kapang pada jagung dipengaruhi oleh kadar air jagung selama
penyimpanan. Jagung yang berkadar air 14.8% memiliki jumlah kapang lebih
rendah daripada jagung yang berkadar air 18% selama 2 minggu penyimpanan

13

pada suhu 25oC dan RH 85% (Reed et al. 2007). Demikian juga, menurut
penelitian Sone (2001) jagung yang berkadar air 13% memiliki jumlah kapang
lebih rendah daripada jagung yang berkadar air 16% dan 19% selama
penyimpanan 80 hari pada suhu 26.6oC dan RH 60±5%. Jagung pipilan yang
berkadar air 13,1% mengalami pertumbuhan kapang Penicillium spp., A. glaucus,
dan A. flavus lebih rendah daripada jagung pipilan yang berkadar air 14.5%
selama penyimpanan pada suhu 26oC (Marks dan Stroshine 1995).
Penyimpanan jagung selama 75 hari dalam kondisi hermetis (vakum) pada
kadar air 14-18% mengalami penurunan jumlah kapang, khamir, dan bakteri, serta
tidak mengalami pembusukan. Akan tetapi, jumlah kapang, khamir, dan bakteri
pada jagung yang berkadar air 20 dan 22% mengalami peningkatan sehingga
dapat menyebabkan pembusukan (Weinberg et al. 2008). Hal ini disebabkan oleh
air yang tersedia pada jagung digunakan oleh kapang, khamir, dan bakteri untuk
pertumbuhannya. Semakin besar kadar air jagung tersebut, maka semakin banyak
jumlah air yang digunakan kapang, khamir, dan bakteri untuk pertumbuhannya
sehingga dapat menyebabkan pembusukan pada jagung. Jumlah kapang dan
khamir pada tepung jagung dengan kadar air lebih kecil dari 10% yang disimpan
dalam kemasan plastik lebih rendah daripada yang disimpan dalam kemasan
kertas selama penyimpanan 6 bulan pada suhu 25oC dan RH 60%. Jumlah kapang
dan khamir pada tepung jagung (kadar air lebih kecil dari 10%) yang disimpan
pada suhu 40oC lebih rendah daripada yang disimpan pada suhu 25oC selama
penyimpanan 6 bulan pada kemasan plastik polietilen dan RH 60%
(Carrilo-Perez et al. 1988).
Selain kadar air, faktor lain yang berpengaruh pada jumlah kapang dan
khamir pada jagung pipilan selama penyimpanan adalah jumlah awal kapang dan
khamir pada jagung tersebut. Jagung pipilan dengan jumlah awal kapang dan
khamirnya sebesar 104 CFU/g, baik pada jagung pipilan dengan kadar air 11%
maupun 14%, tidak mengalami perubahan jumlah kapang dan khamir selama 12
bulan penyimpanan pada suhu 22oC dan RH 62-73%. Akan tetapi, jagung pipilan
dengan jumlah awal kapang dan khamir sebesar 105 CFU/g mengalami penurunan
jumlah kapang dan khamirnya menjadi 104 CFU/g selama 12 bulan penyimpanan,
baik pada jagung pipilan dengan kadar air 11% maupun 14% (Ono et al. 2002).
Selain kapang dan khamir, mikroba lain yang dapat mengontaminasi
jagung selama penyimpanan adalah bakteri. Jenis bakteri yang ditemukan adalah
Enterobacter sp., Enterobacter aerogenes, Enterococcus sp., Klebsiella
pneumoniae, Klebsiella oxytoca, Klebsiella variicola, Lactococcus lactis,
Lactobacillus plantarum, Leuconostoc citreum, Pediococcus pentosaceus,
Staphylococcus epidermidis, dan Weisella cibaria (Leong et al.2012). Demikian
juga pada produk tepung ditemukan adanya bakteri dari familia Enterobactericeae
(Escherecia, Klebsiela, Enterobacter, Aerobacter), Bacillus spp., dan Salmonella
spp. (Victor et al. 2013).

14

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan selama bulan Maret 2015 – Februari 2016 di
Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi SEAFAST Center IPB, Pilot Plant
PAU, dan Laboratorium di Departemen ITP Institut Pertanian Bogor

Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung varietas
Pioneer P27 Gajah yang diperoleh dari kebun percobaan IPB Cikabayan, isolat
Cronobacter sakazakii pGFPuv E2 yang sudah ditransformasi dengan plasmid
pGFP (Nurjanah et al. 2014). Media dan bahan lain yang digunakan adalah Brain
Heart Infusion (BHI, Oxoid), Buffered Peptone Water (BPW, Oxoid), Tryptic Soy
Agar + 100 g/mL Ampisilin (TSA