Kondisi Viable But Nonculturable Cronobacter Sakazakii Selama Pembentukan Biofilm

KONDISI VIABLE BUT NONCULTURABLE
Cronobacter sakazakii SELAMA PEMBENTUKAN BIOFILM

YESICA MARCELINA ROMAULI SINAGA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kondisi Viable but
Nonculturable Cronobacter sakazakii selama Pembentukan Biofilm adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2016
Yesica Marcelina Romauli Sinaga
NIM F251130061

ii

RINGKASAN
YESICA M. R. SINAGA. Kondisi Viable but Nonculturable Cronobacter
sakazakii selama Pembentukan Biofilm. Dibimbing oleh SULIANTARI dan
RATIH DEWANTI-HARIYADI.
Cronobacter sakazakii merupakan bakteri patogen bawaan pangan yang
telah diasosiasikan dengan penyakit septisemia, meningitis dan enterokolitis pada
bayi yang baru lahir akibat konsumsi susu formula bubuk. Bakteri ini memiliki
kemampuan untuk bertahan dalam kondisi suboptimal seperti Aw rendah. Selain
itu bakteri ini dilaporkan dapat membentuk biofilm pada permukaan kontak
pangan seperti silikon, lateks, polikarbonat, dan stainless steel yang dapat menjadi
sumber kontaminasi.
Sebagai mekanisme pertahanan pada lingkungan yang tidak

menguntungkan, bakteri yang bukan pembentuk spora dapat memasuki kondisi
viable but nonculturable (VBNC). Bakteri yang berada pada kondisi VBNC
masih memiliki viabilitas tetapi tidak dapat membentuk koloni pada media agar.
Keberadaan Cronobacter spp. dalam kondisi VBNC dapat menjelaskan hasil
negatif yang diperoleh pada pengujian sampel susu formula bubuk atau produk
lainnya yang terkontaminasi bakteri tersebut. Pengamatan kondisi VBNC
menggunakan bakteri mutan yang dilabel GFP (green fluorescent protein) telah
dilaporkan. Selain itu, bakteri C. sakazakii pGFPuv mutan diketahui memiliki
tingkat pertumbuhan yang sama dengan wildtype (WT). Hasil penelitian
sebelumnya menggunakan C. sakazakii pGFPuv mutan menunjukkan densitas
biofilm bakteri yang dihitung menggunakan direct microscopic count (DMC)
berbeda dari hitungan menggunakan media agar. Hal ini diduga karena bakteri
tersebut memasuki kondisi VBNC.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri Cronobacter
sakazakii memasuki kondisi VBNC selama pembentukan biofilm pada permukaan
pelat stainless steel (SS) dan kemampuannya untuk diresusitasi. C. sakazakii
YRt2a mutan pGFPuv dan wildtype (WT) yang sebelumnya diisolasi dari susu
formula bubuk digunakan dalam penelitian ini. Biofilm dibentuk pada permukaan
SS dalam 1/10 Trypticase Soy Broth (TSB). Kulturabilitas biofilm diamati dengan
menyeka dan menumbuhkan sel sesil WT dan mutan berturut-turut ke dalam

media Trypticase Soy Agar (TSA) atau TSA yang mengandung 100 μg/mL
ampisilin (TSAA). Sementara itu, viabilitas sel sesil dihitung dengan mikroskop
fluoresens menggunakan direct microscopic count (DMC) untuk isolat mutan dan
direct viable count (DVC) untuk WT. Biofilm C. sakazakii mutan pGFPuv pada
pelat SS berada dalam kondisi VBNC pada pengamatan hari ke-25, sementara
biofilm C. sakazakii WT masih dapat dikulturkan sampai pengamatan hari ke-63.
Natrium piruvat di dalam media padat dan cair tidak mampu meresusitasi sel
biofilm C. sakazakii pGFPuv dalam kondisi VBNC. C. sakazakii mutan lebih
cepat memasuki kondisi VBNC dibandingkan isolat WT. Nutrisi yang semakin
berkurang diduga mengakibatkan biofilm C. sakazakii pGFPuv memasuki VBNC.
Kata kunci: biofilm, Cronobacter sakazakii, natrium piruvat, pGFPuv, viable but
nonculturable

SUMMARY
YESICA M. R. SINAGA. Viable but Nonculturable State of Cronobacter
sakazakii during Biofilm Formation. Supervised by SULIANTARI and RATIH
DEWANTI-HARIYADI.
Cronobacter sakazakii is a foodborne pathogen that has been associated
with septicemia, meningitis and necrotizing enterocolitis in certain groups of
neonates due to powder infant formula. The bacteria have the ability to survive in

suboptimal conditions such as low Aw. Additionally the bacterium has been
reported to form biofilm in food contact surfaces such as silicon, latex,
polycarbonate, and stainless steel which could serve as a source of contamination.
As a survival mechanism in adverse condition, non-sporeforming bacteria
could enter viable but nonculturable (VBNC) state. Bacteria in the VBNC state
are alive and capable of metabolic activity but fail to grow and develop into
colonies on the agar media. VBNC state may explain negative result for
Cronobacter contamination test in powdered infant formula or other products that
actually are contaminated with Cronobacter spp. Studies on VBNC using GFPlabelled bacteria have been reported. Furthermore, it is known that the growth rate
of transformant pGFPuv-labeled C. sakazakii and the wildtype were similar. Our
previous studies using a pGFPuv-labeled bacteria suggested that biofilm density
of C. sakazakii enumerated by direct microscopic count (DMC) was differ from
that on culture media. This was likely because the bacteria enter a VBNC state.
This research aimed to study the ability of C. sakazakii to enter a VBNC
state during biofilm formation on stainless steel (SS) surfaces and its
resuscitability using sodium pyruvate. C. sakazakii YRt2a pGFPuv mutant and
wildtype (WT) previously isolated from powder infant formula were used in this
study. Biofilms were developed on SS surfaces in 1/10 Trypticase Soy Broth
(TSB). Culturability of the biofilms was monitored by swabbing and plating the
WT or mutant sessile cells onto Trypticase Soy Agar (TSA) or TSA containing

100 μg/mL ampicillin (TSAA), respectively. Meanwhile, their viability was
measured by a fluorescence microscope using DMC for mutant isolates and direct
viable count (DVC) for the WT. Biofilm of C. sakazakii pGFPuv mutant on SS
enters VBNC state in the observation at day 25, while the WT C. sakazakii
biofilms was still culturable until day 63. Sodium pyruvate in solid and liquid
medium was not able to resuscitate biofilm cells of C. sakazakii pGFPuv in
VBNC state. C. sakazakii pGFPuv mutants enter VBNC state faster than the WT
isolates. Depleted nutrient is thought to drive biofilm of C. sakazakii pGFPuv to
enter VBNC.
Keywords: Cronobacter sakazakii, pGFPuv, viable but nonculturable, sodium
pyruvate, biofilm

iv

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

i

KONDISI VIABLE BUT NONCULTURABLE
Cronobacter sakazakii SELAMA PEMBENTUKAN BIOFILM

YESICA MARCELINA ROMAULI SINAGA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2016

ii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:

Dr. Siti Nurjanah, STP MSi

iv

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 dengan judul Kondisi
Viable but Nonculturable Cronobacter sakazakii selama Pembentukan Biofilm.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Dra Suliantari, MS dan Ibu
Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc selaku dosen pembimbing yang telah
banyak memberi arahan dan bimbingan selama penulis melaksanankan penelitian
hingga menjadi suatu bentuk karya ilmiah. Ucapan terima kasih kepada Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia yang telah memberikan beasiswa BPPDN selama tahun 2013-2015.
Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada penguji luar komisi ibu
Dr Siti Nurjanah, STP, MSi dan ibu Dr Ir Harsi Dewantari Kusumaningrum
selaku Ketua Program Studi Ilmu Pangan IPB, yang telah memberikan masukan
pada saat ujian siding tesis untuk membuat karya ilmiah ini menjadi lebih baik.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda Drs Antonius
Sinaga MS (Alm), ibunda Dr Dra Murniaty Simorangkir MS, kakak Yomi Sinaga
SHut, adik Jeremia Sinaga dan Yani Sarah Sinaga serta seluruh keluarga besar,
atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada
staf Laboratorium SEAFAST Center IPB Mbak Ari, Mbak Tami, Kak Al, temanteman dan adik-adik Lab Mikrobiologi 2015 dan 2016, teman-teman IPN 2013
serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini yang
tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2016
Yesica Marcelina Romauli Sinaga

v

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis
Manfaat Penelitian

1

1
2
2
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Cronobacter spp.
C. sakazakii pGFPuv
Kondisi VBNC pada Bakteri
Resusitasi

3
3
5
5
7

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian

Bahan dan Alat
Prosedur Penelitian
Persiapan dan Konfirmasi Isolat
Pembentukan Biofilm untuk Menginduksi Kondisi VBNC
Viabilitas dan Kulturabilitas Sel Biofilm
Resusitasi di dalam Media Padat dan Cair
Pengamatan Sel Biofilm C. sakazakii WT dengan SEM

10
10
10
10
11
12
12
13
13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Viabilitas dan Kulturabilitas Cronobacter sakazakii pGFPuv dan
Cronobacter sakazakii WT selama Pembentukan Biofilm
Resusitasi C. sakazakii pGFPuv dan C. sakazakii WT
Hasil Pengamatan Sel Biofilm C. sakazakii WT dengan SEM

14
14
18
20

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

20
20
21

DAFTAR PUSTAKA

22

RIWAYAT HIDUP

28

vi

DAFTAR TABEL
1 Isolat Cronobacter spp. asal pangan di Indonesia
2 Resusitasi C. sakazakii pGFPuv dalam media padat dan cair

4
18

DAFTAR GAMBAR
1 Pengaruh lingkungan yang tidak optimal terhadap pertumbuhan
bakteri
2 Kondisi VBNC Listeria monocytogenes selama diinkubasi pada
suhu 4oC di dalam media air Milli-Q
3 Struktur kimia asam piruvat dan natrium piruvat
4 Diagram alir penelitian
5 Sel biofilm C. sakazakii YRt2a pGFPuv hari ke-7 di bawah
mikroskop fluoresens
6 Koloni bakteri C. sakazakii YRt2a pGFPuv di bawah lampu
UV
7 Viabilitas dan kulturabilitas C. sakazakii mutan pGFPuv dan C.
sakazakii WT selama pembentukan biofilm
8 Sel VBNC C. sakazakii WT hari ke-63 yang diamati
menggunakan metode DVC di bawah mikroskop fluoresens
9 Resusitasi C. sakazakii WT di dalam media padat
10 Sel biofilm C. sakazakii WT setelah 24 jam dan 63 hari pada
permukaan SS yang diamati menggunakan SEM

6
7
8
11
14
15
15
16
19
20

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cronobacter sakazakii adalah salah satu spesies dari Cronobacter spp
yang bersifat bakteri Gram negatif, berbentuk batang, fakultatif anaerob dan motil
(Healy et al. 2010; Iversen et al. 2008). Cronobacter spp. sebagai bakteri patogen
bawaan pangan telah diasosiasikan dengan penyakit septisemia, meningitis dan
enterokolitis pada bayi yang baru lahir (Emami et al. 2012; Townsend et al. 2008).
Kasus infeksi pada bayi oleh Cronobacter spp. diduga akibat konsumsi susu
formula bayi yang tercemar bakteri tersebut.
C. sakazakii tergolong bakteri yang dapat bertahan dalam kondisi tidak
menguntungkan. Cronobacter spp. bertahan lebih baik pada sereal dengan Aw
rendah selama 12 bulan dibandingkan Aw tinggi (Lin dan Beuchat 2007). Selain
itu, kemampuan bakteri ini menempel pada peralatan makan bayi dapat menjadi
sumber cemaran C. sakazakii. Bakteri ini diketahui dapat menempel dan
membentuk biofilm pada permukaan kontak pangan seperti silikon, lateks,
polikarbonat, dan stainless steel (Lee et al. 2012; Pratomo 2015).
Bakteri yang tidak memiliki kemampuan membentuk spora umumnya
dapat memasuki kondisi viable but nonculturable (VBNC) sebagai mekanisme
pertahanan pada lingkungan yang tidak menguntungkan (Colwell 2000). Bakteri
dalam kondisi VBNC masih memiliki viabilitas yang ditandai dengan adanya
integritas membran, berespirasi, aktif bermetabolisme, dan mempertahankan
transkripsi mRNA tetapi tidak dapat membentuk koloni pada media agar (Pinto et
al. 2013). Keberadaan bakteri Cronobacter spp. dalam kondisi VBNC dapat
menjelaskan hasil negatif yang diperoleh pada pengujian sampel susu formula
bubuk atau produk lainnya yang terkontaminasi bakteri tersebut (Farmer 2015).
Estimasi jumlah bakteri patogen pada sampel pangan yang lebih rendah
dari sebenarnya dan kegagalan mengidentifikasi bakteri patogen saat dikulturkan
menimbulkan resiko terkait keamanan pangan (Ramamurthy et al. 2014). Bakteri
dalam kondisi VBNC masih dapat mempertahankan sifat virulensinya. Bakteri C.
jejuni yang dapat mempertahankan kondisi VBNC dengan lebih baik memiliki
virulensi yang lebih tinggi (Magajna dan Schraft 2015). E. coli yang berada pada
kondisi VBNC masih dapat menghasilkan sejumlah kecil verotoksin (Dinu dan
Bach 2011).
Pengamatan kondisi VBNC telah dilakukan dengan menggunakan bakteri
mutan yang dilabel dengan GFP (green fluorescent protein) (Dinu dan Bach
2011). Pelabelan C. sakazakii dengan pGFPuv telah dilakukan Nurjanah et al.
(2014) dan bakteri mutan tersebut sudah digunakan dalam pengujian pembentukan
biofilm pada berbagai permukaan kontak pangan (Pratomo 2015). Enumerasi
biofilm C. sakazakii pGFPuv menggunakan DMC (direct microscopic count)
menghasilkan densitas bakteri yang lebih tinggi hingga 2 Log CFU/cm2
dibandingkan dengan metode pemupukan tuang. Hal ini diduga karena terdapat
beberapa sel C. sakazakii mutan yang berada dalam kondisi VBNC (Pratomo
2015).
Resusitasi merupakan perubahan sel bakteri dari kondisi VBNC ke kondisi
dimana bakteri tersebut dapat dikulturkan (Pinto et al. 2011). Sel VBNC Vibrio

2

cholerae dan Escherichia coli dapat diresusitasi pada media dengan penambahan
natrium piruvat dan katalase (Imamura et al. 2015; Na et al. 2006); Salmonella
Typhimurium dan E. coli diresusitasi dengan ferrioxamine E, oksirase dan
autoinducer enterobakteria (Reissbrodt et al. 2002); dan Vibrio cholera dapat
diresusitasi dengan mengkulturkan bakteri bersama sel eukariotik (Senoh et al.
2010).
Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi apakah C. sakazakii wildtype
(WT) dan mutan pGFPuv dapat memasuki kondisi VBNC selama pembentukan
biofilm di dalam media dengan nutrisi yang rendah. Selain itu, penelitian ini juga
bertujuan untuk mengetahui apakah sel VBNC yang terbentuk pada penelitian ini
dapat diresusitasi dengan natrium piruvat.

Perumusan Masalah
Keberadaan bakteri dalam kondisi VBNC dapat mengakibatkan estimasi
jumlah bakteri patogen pada sampel pangan yang lebih rendah dari sebenarnya
dan kegagalan mengidentifikasi bakteri patogen saat dikulturkan akan
menimbulkan resiko terkait keamanan pangan. Kemampuan bakteri C. sakazakii
untuk membentuk biofilm pada permukaan kontak pangan diketahui dapat
menjadi sumber cemaran. Oleh sebab itu perlu dikaji kemampuan C. sakazakii
memasuki kondisi VBNC selama pembentukan biofilm.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengevaluasi kemampuan C. sakazakii memasuki kondisi VBNC selama
pembentukan biofilm pada permukaan stainless steel (SS)
2. Mengetahui kemampuan natrium piruvat dalam meresusitasi sel VBNC yang
terbentuk.

Hipotesis
C. sakazakii dapat memasuki kondisi VBNC selama pembentukan biofilm
pada permukaan SS dan dapat diresusitasi pada media dengan penambahan
natrium piruvat.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa informasi
tentang keberadaan C. sakazakii yang memasuki kondisi VBNC selama

3

pembentukan biofilm dan kemampuannya diresusitasi dengan natrium piruvat
sebagai pertimbangan dalam analisis pengujian keamanan pangan.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Cronobacter spp.
Bakteri Cronobacter spp. (Enterobacter sakazakii) merupakan bakteri gram
negatif, berbentuk batang, tidak membentuk spora, motil, dan bersifat fakultatif
anaerob (ICMSF 2002). Berdasarkan klasifikasi terbaru bakteri ini dibagi menjadi
enam spesies antara lain C. sakazakii, C. malonaticus, C. turicensis, C. muytjensii,
C. dublinensis, dan C. genomospecies I (Iversen et al. 2007; 2008).
Cronobacter spp. diketahui sebagai bakteri emerging patogen oportunistik
asal pangan karena dapat menyebabkan infeksi yang cukup parah seperti
septisemia, meningitis, dan enterokolitis pada kelompok usia tertentu seperti pada
bayi dan bayi yang baru lahir (Emami et al. 2012; Townsend et al. 2008). Bakteri
ini banyak ditemukan di berbagai tempat, di lingkungan, di peralatan rumah
tangga, dan di bahan pangan (Molloy et al. 2009). Akan tetapi, susu formula bayi
umumnya diduga sebagai sumber kasus infeksi pada bayi (Himelright et al. 2002;
Iversen dan Forsythe 2004). Selain itu, bakteri ini juga diisolasi dari berbagai
sumber pangan lain selain susu formula bayi seperti keju, daging, sayuran, bijibijian, herbal dan rempah-rempah (Iversen dan Forsythe 2003). C. sakazakii juga
dapat tumbuh dengan baik pada potongan buah segar seperti apel, melon,
semangka, kubis, wortel, timun, dan tomat (Beuchat et al. 2009). Di Indonesia,
Cronobacter spp. telah diisolasi dari berbagai sampel pangan kering seperti susu
formula (Meutia et al. 2008), susu formula lanjutan (Estuningsih et al.
2006a;2006b), makanan bayi (Meutia et al. 2008; Estuningsih et al. 2006a;2006b;
Gitapratiwi et al. 2012), pati jagung atau maizena dan bubuk coklat (Gitapratiwi
et al. 2012). Isolat-isolat tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Isolat-isolat tersebut telah diteliti kinetika inaktivasinya. Isolat C. sakazakii
YRt2a yang diisolasi dari susu formula telah diuji aktivitas sitotoksiknya secara
invitro pada sel Vero dan diketahui bahwa isoat tersebut merupakan isolat
nontoksik (Nurjanah 2014). Isolat YRt2a memiliki nilai D pada suhu 50-58oC
yang lebih besar dibandingkan dengan nilai D untuk isolat DESb7a, DESb10,
DESc13 (Seftiono 2012). Isolat YRt2a memiliki nilai D 119.05-169.40 menit
pada suhu 50oC, 43.10-80.00 menit pada suhu 52oC, 31.64-33.67 menit pada suhu
54oC, dan 5.83 menit pada suhu 56oC (Seftiono 2012).
Selain berada dalam bahan pangan, bakteri ini juga dapat tumbuh pada
permukaan kontak pangan. C. sakazakii telah dilaporkan dapat melakukan
penempelan dan membentuk biofilm pada silikon, lateks, polikarbonat, stainless
steel, kaca, dan polyvinyl chloride (Iversen et al. 2005; Lehner et al. 2005).

4

Cronobacter spp. tumbuh optimal pada suhu 37- 43oC dan mampu bertahan
pada suhu 6oC (Iversen et al. 2004). Pada susu formula bubuk dan sereal, C.
sakazakii akan bertahan lebih baik justru ketika aw produk rendah (0.25-0.3)
dibandingkan aw tinggi (0.69-0.82) dan bertahan lebih baik pada suhu 4oC
dibandingkan pada suhu 30oC selama 12 bulan penyimpanan (Beuchat et al. 2009).
Edelson-Mammel et al. (2005) melaporkan C. sakazakii dengan populasi awal 6
log CFU/g yang diinokulasikan dalam susu formula bubuk mengalami penurunan
populasi sel sebesar 2.4 log CFU/g pada penyimpanan suhu 20-22oC selama 150
Tabel 1 Isolat Cronobacter spp. asal pangan di Indonesia
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.

Kode Isolat/ Gen bank Sumber isolat
Accession Number
DESc7/JF800180
Pati jagung
DESc13/JF800179
Pati jagung
DESb7a
Makanan bayi
DESb7b
Makanan bayi
DESb10/JF800181
Makanan bayi
YRk1b/JF800186
MP-ASI*
YRk2a/JF800187
MP-ASI
YRw1/JF800184
MP-ASI
YRw3/JF800185
MP-ASI
YRt2a/JF800182
Susu bubuk
YRc3a/JF800183
Susu bubuk
FWHb15
Gula
FWHd2u
Bubuk cabai
FWHd11
Bubuk jintan
FWHb6
Terigu
FWHd16/JX535018
Lada bubuk
FWHc3
Tapioka
FWHd1
Bubuk cabai
E1
MP-ASI
E2
MP-ASI
E4
MP-ASI
E6
MP-ASI
E7
MP-ASI
E9
MP-ASI
E11
MP-ASI

Referensi
Gitapratiwi et al. 2012

Meutia et al. 2008

Hamdani 2012

Estuningsih et al. 2006

* MP-ASI = Makanan Pendamping ASI
hari, selanjutnya terjadi penurunan kembali sebesar 1 siklus log setelah
penyimpanan 534 hari. Larasati (2012) menguji C. sakazakii YRC3a yang
ditumbuhkan pada produk susu bubuk hasil pengeringan semprot yang disimpan
selama 12 minggu pada berbagai RH dan diketahui jumlah bakteri C. sakazakii
menurun sebesar 0.21 log CFU/g (RH 70%), sebesar 3.13 log CFU/g (RH 50%),
dan sebesar 3.31 log CFU/g (RH 90%) dari jumlah awal 5.39 log CFU/g.

5

C. sakazakii pGFPuv
Pelabelan C. sakazakii YRt2a dan FWHd16 dengan plasmid GFPuv melalui
proses transformasi dengan metode CaCl2 telah dilakukan oleh Nurjanah et al.
(2014). Bakteri mutan hasil transformasi tersebut memiliki kestabilan plasmid
setelah 2 subkultur sebesar 97.00% untuk isolat FWHd16 dan 93.95% untuk isolat
YRt2a. Bakteri mutan mampu mengekspresikan plasmid GFPuv tersebut ketika
dikonfirmasi secara fenotip di bawah mikroskop fluoresens. Kedua isolat mutan
juga menunjukkan kurva pertumbuhan yang sama dengan isolat WT.
Isolat-isolat mutan tersebut telah diaplikasikan untuk mempelajari
ketahanan panas bakteri tersebut selama pengeringan jagung pada suhu 40oC,
45oC dan 50oC. Isolat toksik FWHd16 lebih tahan pada ke-3 suhu pengeringan
dibandingkan dengan isolat nontoksik YRt2a (Nurjanah et al. 2013). Selain itu,
kedua isolat mutan tersebut telah digunakan dalam pengujian pembentukan
biofilm pada permukaan kontak pangan seperti stainless steel, PTFE, dan Buna-N
(Pratomo 2015). Hasil menunjukkan bahwa densitas biofilm isolat mutan yang
terbentuk pada permukaan kontak pangan selama 3 hari inkubasi tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan densitas biofilm yang dihasilkan
isolat WT. Perbedaan densitas biofilm isolat mutan justru teramati antara densitas
biofilm yang dihitung dengan metode pengamatan mikroskop secara langsung dan
metode hitungan cawan. Densitas biofilm yang diperoleh dengan hitungan
mikroskop lebih tinggi 2 Log dibandingkan dengan metode hitungan cawan. Hal
ini diduga karena sel mutan memasuki kondisi VBNC (Pratomo 2015).

Kondisi VBNC pada Bakteri
Sel bakteri ketika mengalami stres akan memberi respon yang berbeda,
bergantung tingkat keparahan stres. Ketika berada pada lingkungan suboptimum
untuk pertumbuhan, bakteri dapat mengalami stres adaptif. Paparan terhadap stres
yang lebih besar selanjutnya dapat mengakibatkan injuri pada bakteri. Bakteri
yang mengalami injuri dengan keparahan rendah, atau disebut juga mengalami
injuri subletal, dapat dipulihkan dengan mudah dalam media nonselektif atau
dalam media kaya nutrisi. Injuri bakteri dengan keparahan yang lebih tinggi lagi,
dimana pemulihannya memerlukan media dan lingkungan yang lebih kompleks,
dapat mengakibatkan masuknya bakteri ke kondisi viable but nonculturable
(VBNC) (Ray dan Bhunia 2014) (Gambar 1).
Menurut Xu et al. (1982) sel bakteri yang berada dalam kondisi VBNC
tidak dapat membentuk koloni pada media agar tetapi masih memiliki aktivitas
metabolik. Dan sel bakteri E. coli dan V. cholera yang berada dalam larutan
garam 5-25% tidak mampu tumbuh di dalam media agar akan tetapi masih
memiliki viabilitas.
Pangan dan lingkungan di sekitarnya merupakan sistem yang kompleks,
dimana karakteristik fisikokimia (pH, aw dan komposisi kimia) dan faktor-faktor
lingkungan (suhu dan waktu penyimpanan, perlakuan dekontaminasi, dan
pengemasan secara atmosfer termodifikasi) menyebabkan bakteri dapat berada
dalam kondisi VBNC (Sun et al. 2008).

6

Gambar 1 Pengaruh lingkungan yang tidak optimal terhadap pertumbuhan bakteri
(Ray dan Bhunia 2014)
Kemampuan bakteri memasuki kondisi VBNC berbeda-beda antara
spesies bakteri yang dipengaruhi antara lain oleh jumlah inokulum, waktu
inkubasi dan suhu inkubasi dari bakteri tersebut (Nicolo et al. 2011; Dinu dan
Bach 2011). Bakteri patogen pangan yang telah dilaporkan mengalami kondisi
VBNC antara lain Escherichia coli O157:H7 (Dinu dan Bach 2013),
Campylobacter jejuni (Magajna dan Schraft 2015; Cappelier et al. 1999),
Salmonella Thypi (Cho dan Kim 1999), Vibrio parahaemolyticus (Mizunoe et al.
2000; Wong et al. 2004) dan Shigella dysenteriae (Rahman et al. 1994). Dari
Gambar 2 dapat dilihat bahwa Listeria monocytogenes mengalami kondisi VBNC
yang ditandai dengan perbedaan antara viabilitas sel yang dihitung menggunakan
mikroskop dan kulturabilitas sel yang dihitung dengan metode agar cawan.
Ketidakmampuan membentuk koloni pada media agar cawan dan adanya
viabilitas sel harus diverifikasi untuk mengetahui sel berada dalam kondisi VBNC
(Pinto et al. 2013).
Nicolo et al. (2011) menunjukkan bahwa bakteri patogen E. coli O157:H7
dan Salmonella Typhimurium memasuki kondisi VBNC di dalam jus anggur yang
sudah dipasteurisasi dan disimpan di suhu rendah selama 24 jam inkubasi. Jus
anggur dapat menjadi media yang menimbulkan stres bagi pertumbuhan mikroba
karena karakteristiknya yang mengandung senyawa antimikroba alami, pH ratarata sekitar 3 dan kandungan karbohidrat yang rendah.
E.coli O157:H7 yang diinokulasi pada permukaan daun selada memasuki
kondisi VBNC pada suhu 8oC (Dinu dan Bach 2011). Kondisi stres pada nutrisi
rendah (PBS) dan suhu yang rendah sebesar 4oC juga dapat menyebabkan kondisi
VBNC pada Campylobacter jejuni (Magajna dan Schraft 2015).

7

Gambar 2 Kondisi VBNC Listeria monocytogenes selama
diinkubasi pada suhu 4oC di dalam media air Milli-Q
(Lindback et al. 2010)
Proses pemanasan juga dapat memicu kondisi VBNC bakteri. E. coli
memasuki kondisi VBNC pada sampel susu pasteurisasi yang mengalami proses
pemanasan. Bakteri yang berada dalam kondisi VBNC ini masih dapat
mempertahankan fungsi trasnkripsi dan translasinya (Gunasekara et al. 2002).
Faktor lainnya yang dapat menginduksi kondisi VBNC bakteri adalah stres
osmotik NaCl. Asakura et al. (2002) melaporkan Salmonella Oranienburg
mengalami kondisi VBNC saat mengontaminasi produk pangan cumi kering yang
telah diasinkan. E. coli O157:H7 juga diketahui dapat memasuki kondisi VBNC
akibat stres osmotik NaCl saat mengkontaminasi produk kaviar ikan salmon yang
diasinkan (Makino et al. 2000). Sampai saat ini belum ada publikasi yang
melaporkan kondisi VBNC pada bakteri Cronobacter (Enterobacter sakazakii)
(Farmer 2015).
Selain sel planktonik, sel bakteri dalam bentuk biofilm juga dapat
mengalami kondisi VBNC. Biofilm E. coli O157:H7 yang terbentuk pada pelat
polyurethane selama 24 jam dan 66 jam dikontakkan dengan senyawa pembersih
(P3-TOPAX M95) dan desinfektan (P3-FONGIKLLAR) mengakibatkan sel
biofilm memasuki kondisi VBNC (Marouani-Gadri et al. 2010). Penelitian yang
dilakukan Magajna dan Schraft (2015) menunjukkan sel biofilm memasuki
kondisi VBNC lebih cepat dibandingkan sel planktonik. Sel biofilm C. jejuni
memasuki kondisi VBNC setelah 10 hari perlakuan sementara sel planktonik
memasuki kondisi VBNC setelah 30-40 hari perlakuan pada media dengan nutrisi
rendah (PBS) dan suhu inkubasi 4oC.
Resusitasi
Beberapa penelitian menunjukkan bakteri yang berada dalam kondisi
VBNC dapat diresusitasi kembali sehingga dapat membentuk koloni pada media

8

agar cawan. Resusitasi merupakan transisi sel dari kondisi VBNC ke kondisi yang
dapat dikulturkan (Pinto et al. 2011). Resusitasi dapat dilakukan dengan
menginkubasikan sampel yang mengandung bakteri yang berada dalam keadaan
VBNC selama waktu tertentu pada media cair ataupun padat yang disuplementasi
zat tertentu.
Natrium piruvat merupakan salah satu zat yang digunakan dalam resusitasi.
Asam piruvat dan garamnya yaitu piruvat (Gambar 3) merupakan senyawa kimia
intermediet penting yang dihasilkan melalui siklus biologis dari metabolisme gula.
Garam natrium dari asam piruvat merupakan garam yang paling penting dari asam
α-oksokarboksilat, yang dikenal sebagai garam natrium dari asam 2oksopropanoit atau asam α-ketopropionat (Ingle et al. 2014).
Piruvat, anion dari asam piruvat merupakan produk akhir glikolisis, dimana
glukosa dikonversi menjadi piruvat asetil CoA, yang kemudian dioksidasi
sempurna menjadi CO2. Ketika oksigen tidak tersedia dalam jumlah yang cukup,
piruvat dimetabolisme menjadi laktat. Pada organisme anaerobik seperti khamir,
piruvat dikonversi menjadi etanol. Pada glukoneogenesis, piruvat dikonversi
menjadi glukosa (Sigma Aldrich).
Kemampuan piruvat untuk mencegah kematian sel akibat H2O2 telah
dilaporkan (Hinoi et al. 2006; Desagher et al. 1997). Piruvat melindungi sel dari
H2O2 melalui mekanisme nonenzimatis (Desagher et al. 1997). Piruvat bereaksi
dengan H2O2 menghasilkan karbondioksida, air dan asam asetat: CH3COCOO- +
H2O2 → CH3COO- + CO2 + H2O (Hinoi et al. 2006).
Natrium piruvat dapat meresusitasi sel yang berada dalam keadaan VBNC.
H2O2 baik yang diproduksi oleh sel ketika ditumbuhkan dalam media agar cawan
maupun yang secara alami terdapat pada media padat diduga berperan dalam
masuknya sel ke kondisi VBNC (Oliver 2009). Oleh sebab itu, karena memiliki
kemampuan mereduksi H2O2, maka natrium piruvat dapat digunakan untuk
resusitasi sel VBNC (Na et al. 2006). Selain kemampuannya mereduksi H2O2,
natirum piruvat dapat meresusitasi sel VBNC karena piruvat juga diketahui
sebagai penyedia sumber energi yang cepat dimana senyawa ini akan
dimetabolisme dengan cepat dan efisien (Guccione et al. 2008). Lebih lanjut
Morishige et al. (2013) meneliti kemampuan resusitasi piruvat pada bakteri
Salmonella Enteritidis yang berada dalam keadaan VBNC. Hasil penelitian
menunjukkan biosintesis DNA dan protein mengalami perubahan dengan adanya
piruvat. Piruvat memberikan kemampuan pada sel menyatukan radio-label yang
lebih banyak ke dalam prekursor selama proses resusitasi sel VBNC sehingga
memacu pembentukan makromolekul seperti DNA dan protein (Morishige et al.
2013).

Asam piruvat
Gambar 3

Natrium piruvat

Struktur kimia asam piruvat dan natrium piruvat
(Morishige et al. 2013; Sigma Aldrich)

9

Faktor lainnya yang digunakan untuk resusitasi adalah ferrioxamine E,
oksirase, dan AI (autoinducer) Enterobacteriaceae. Reissbrodt et al. (2002)
menguji kemampuan ketiga faktor ini dalam meresusitasi S. Typhimurium dan
EHEC yang mengalami kondisi cekaman akibat waktu inkubasi yang lama dalam
air yang mengalami proses destilasi dua kali dan akibat proses pemanasan. Dari
ketiga senyawa tersebut AI Enterobacteriaceae paling efektif dalam meresusitasi
bakteri dalam kondisi VBNC dibandingkan dengan oksirase dan ferrioxamine E.
Ferrioxamine E mencegah kerusakan sel yang berada dalam proses
pemulihan akibat radikal oksigen. Senyawa ini berperan mengurangi produksi
radikal oksigen. Resusitasi bakteri yang berada dalam keadaan VBNC didalam
BPW yang ditambahkan ferrioxamine E dapat memperpanjang masa resusitasi S.
enterica serovar Typhimurium yang berada dalam kondisi sangat stres
dibandingkan dengan resusitasi dalam media BPW tanpa penambahan
ferrioxamine E. Bakteri E. coli tidak dapat menggunakan ferrioxamine untuk
mendapatkan zat besi sehingga tidak dapat diresusitasi dengan suplementasi
ferrioxamine E seperti Salmonella (Reissbrodt et al. 2002). Ferrioxamine E dapat
digunakan dalam proses resusitasi Cronobacter spp. yang berada dalam keadaan
VBNC seperti yang dinyatakan oleh perusahaan komersial Sigma Aldrich (Farmer
2015).
Antioksidan oksirase yang ditambahkan ke dalam p-TSB (phosphatebuffered TSB) mampu meresusitasi EHEC yang berada dalam kondisi VBNC
dengan waktu yang lebih lama dibandingkan resusitasi dalam p-TSB yang tidak
disuplementasi oksirase. Oksirase berperan mereduksi radikal oksigen yang
terbentuk dalam pertumbuhan sel (Reissbrodt et al. 2002).
AI (autoinducer) merupakan senyawa nonprotein yang bersifat stabil
terhadap panas hasil sekresi enterobakteri yang dihasilkan dengan adanya hormon
neuroendokrin (NE) mamalia (Freestone et al. 1999). Penelitian yang dilakukan
Reissbrodt et al. (2002) menggunakan bakteri Yersinia ruckeri dalam
memproduksi AI. Resusitasi bakteri EHEC O8:H- menggunakan AI dalam media
p-TSB menunjukkan kemampuan
meresusitasi bakteri sampai 455 hari,
sementara tanpa suplementasi AI, resusitasi hanya berlangsung selama 88 hari.
Mekanisme AI dalam meresusitasi bakteri belum diketahui. Salah satu dugaan
mekanisme resusitasi oleh AI yaitu fungsinya sebagai sensor kuorom dari bakteri
yang mengalami cekaman.
Selain faktor yang telah disebutkan di atas, penelitian lainnya juga
melaporkan bahwa katalase dapat digunakan untuk resusitasi bakteri yang berada
dalam keadaan VBNC. Mizuone et al. (2000) menambahkan katalase dalam
media agar sehingga V. parahaemolyticus yang berada dalam kondisi VBNC
akibat inkubasi dalam media dengan nutrisi rendah (PBS termodifikasi) dan suhu
rendah (4oC) mampu membentuk koloni. Penambahan katalase pada permukaan
media agar juga menstimulasi pertumbuhan baik secara fisik maupun kimia
mikroorganisme yang mengalami cekaman. Sel yang mengalami cekaman akibat
panas diketahui mengalami penurunan aktivitas katalase dan katalase yang
ditambahkan berperan untuk mencegah akumulasi hidrogen peroksida di dalam
maupun di sekitar sel yang mengalami stres (Martin et al. 1976).
Penelitian lainnya menunjukkan bahwa resusitasi bakteri V.
parahaemolyticus yang berada dalam keadaan VBNC justru terjadi akibat
perubahan suhu inkubasi dari 4oC menjadi 25oC. Selain perlakuan perubahan suhu,

10

resusitasi dengan menambahkan katalase pada media agar juga diujikan dalam
penelitian tersebut. Akan tetapi, perlakuan ini tidak signifikan dalam meresusitasi
bakteri. Kemungkinan kondisi VBNC yang terjadi pada penelitian ini berbeda
dengan kondisi VBNC yang terjadi akibat sel yang sensitif terhadap peroksida,
yang dapat diresusitasi dengan menambahkan katalase atau piruvat pada media
agar.

3 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan selama bulan Maret 2015 – Juni 2016 di Laboratorium
Mikrobiologi Mutu dan Keamanan Pangan SEAFAST Center IPB, Ruang
Persiapan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, dan di Lab ZoologiPUSLIT Biologi-LIPI, Cibinong.

Bahan dan Alat
Bakteri Cronobacter spp. yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Cronobacter sakazakii wildtype (WT) YRt2a yang diisolasi dari susu formula
bubuk (Meutia 2008) dan Cronobacter sakazakii pGFPuv mutan YRt2a yang
ditransformasi menggunakan metode CaCl2 (Nurjanah et al. 2014). Bahan yang
digunakan pada penelitian ini adalah Brain Heart Infusion (BHI) (Oxoid Ltd.,
UK), Buffered Peptone Water (BPW) (Oxoid Ltd., UK), Tryptic Soy Agar (TSA)
(Oxoid Ltd., UK), Tryptic Soy Broth (TSB) (Oxoid Ltd., UK), natrium piruvat
(Sigma-Aldrich, USA), Garam fisiologis NaCl 0.85% (GF), pelat stainless steel
(SS) (ukuran 1.0 x 1.0 cm), Na-heksametafosfat (Sigma-Aldrich, USA), Yeast
Extract (Oxoid Ltd, UK), Asam Nalidiksat (Sigma-Aldrich, USA) dan ampisilin
(PT. Erita Farma, Indonesia).
Alat utama yang digunakan adalah sentrifus (Hermle Labortechnik,
Wehningen, Jerman), lampu UV (Desage Heidelberg Min UVIS), mikroskop
fluoresen (Olympus CH3O, Olympus Corporation, Center Valley, USA),
mikroskop scanning electron microscopy (JSM-5310 LV, Japan) dan shaker.

Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu persiapan dan
konfirmasi isolat; persiapan permukaan kontak pangan dan pembentukan biofilm
untuk menginduksi kondisi VBNC; dan resusitasi menggunakan natrium piruvat
di dalam media padat dan cair seperti terlihat pada Gambar 4.

11

Persiapan dan konfirmasi isolat







Persiapan permukaan kontak
pangan stainless steel (SS)
Pembentukan biofilm pada SS
untuk menginduksi kondisi
VBNC dalam media 1/10 TSB

Analisis SEM (sel biofilm
WT)
Resusitasi menggunakan
natrium piruvat di dalam
media padat dan cair

Analisis viabilitas
menggunakan mikroskop
fluoresens dan kulturabilitas sel
biofilm menggunakan media
agar cawan

Analisis kulturabilitas sel
menggunakan media agar
cawan

Gambar 4 Diagram alir penelitian

Persiapan dan Konfirmasi Isolat
Isolat C. sakazakii pGFPuv dan wildtype (WT) dari stok manik-manik
beku disegarkan dalam BHI (Oxoid Ltd, UK) dengan penambahan ampisilin (PT.
Erita Farma, Indonesia) (100μg/ml) (BHIA) untuk isolat mutan pGFPuv dan tanpa
penambahan ampisilin (BHI) (Oxoid Ltd, UK) untuk isolat WT. Bakteri
diinkubasi dalam inkubator (Heraeus, Germany) selama 24 jam pada suhu 37oC.
Kultur yang telah disegarkan dikonfirmasi dengan menumbuhkan bakteri pada
media TSA (Oxoid Ltd, UK) dengan penambahan ampisilin (PT. Erita Farma,
Indonesia) 100μg/ml (TSAA) untuk bakteri mutan pGFPuv dan DFI (Oxoid Ltd,
UK) untuk isolat WT, kemudian bakteri diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam.
Pengamatan koloni yang tumbuh pada media TSAA (Oxoid Ltd, UK) dilakukan
di bawah lampu UV (Desaga, Heidelberg, Germany) dengan panjang gelombang
366 nm. Isolat yang telah dikonfirmasi pada TSAA (Oxoid Ltd, UK) dan DFI
(Oxoid Ltd, UK) masing-masing diambil satu ose dan dimasukkan ke dalam
BHIA (Oxoid Ltd, UK) atau BHI (Oxoid Ltd, UK) lalu diinkubasi pada suhu
37oC selama 16-17 jam sampai fase logaritmik akhir sehingga didapatkan kultur
dengan populasi sel sekitar 108-109 CFU/mL (Nurjanah et al. 2013). Sebelum
diinokulasikan ke dalam media yang akan digunakan untuk menginduksi kondisi
VBNC, masing-masing 1 mL kultur dari BHIA (Oxoid Ltd, UK) dan BHI (Oxoid
Ltd, UK) disentrifugasi (HERMLE Z383K, Germany) dengan kecepatan 4500
rpm selama 10 menit pada suhu 4oC untuk mendapatkan massa sel. Kemudian
dilakukan pencucian dengan 1 mL BPW (Oxoid Ltd, UK) dan disentrifugasi

12

kembali (HERMLE Z383K, Germany) selama 4 menit pada kecepatan 4500 rpm
suhu 4 oC. Pelet diresuspensi dalam 1 mL BPW (Oxoid Ltd, UK). Masing-masing
inokulum siap digunakan untuk induksi kondisi VBNC.

Pembentukan Biofilm untuk Menginduksi Kondisi VBNC
Pembentukan biofilm dilakukan pada stainless steel (SS) berukuran 1 cm x
1 cm. Sebelum digunakan pelat direndam dalam larutan deterjen komersial selama
1 jam kemudian dibilas dengan akuades. Pelat dikeringkan lalu dibersihkan
dengan alkohol 70%. Setelah proses sanitasi pelat dikeringkan pada suhu 55oC
selama 1 malam menggunakan inkubator (H.ORTH GmbH, West Germany)
(Marques et al. 2007).
Pembentukan biofilm dilakukan berdasarkan Pratomo (2015) dengan
modifikasi. Modifikasi yang dilakukan adalah konsentrasi media yang digunakan
(dari 1/5 TSB menjadi 1/10 TSB) dan jumlah mikroba awal dari (dari 105
CFU/mL menjadi 107 CFU/mL). Media dengan nutrisi rendah (1/10 dari takaran
pembuatan TSB yang ditetapkan produsen) 200mL yang telah berisi pelat SS
disterilisasi pada suhu 121oC selama 15 menit (ALP Co.,Ltd, Tokyo, Japan).
Masing-masing inokulum C. sakazakii pGFPuv dan WT hasil sentrifugasi
sebanyak 2 mL diinokulasikan ke dalam media tersebut sehingga diperoleh
jumlah mikroba awal 107 CFU/mL. Sampel diinkubasi pada suhu kamar (2830oC) dengan agitasi 70 rpm (InnovaTM 2300, New Brunswick Scientific, New
Jersey, USA). Pada interval waktu tertentu pelat SS diambil dan dilakukan
penghitungan viabilitas dan kulturabilitas sel biofilm.

Viabilitas dan Kulturabilitas Sel Biofilm
Viabilitas sel biofilm diamati menggunakan mikroskop fluoresens
(Olympus CH3O) pada panjang gelombang 395 nm dan emisi 509 nm. Biofilm C.
sakazakii pGFPuv pada permukaan SS dibilas menggunakan GF 0.85% steril dan
ditiriskan kemudian diamati di bawah mikroskop fluoresens (Pratomo 2015). Sel
yang berfluoresens saat pengamatan kemudian dihitung dengan DMC (direct
microscopic count) (Parizzi et al. 2004). Untuk biofilm C. sakazakii WT
pengamatan viabilitas dilakukan dengan metode DVC (direct viable count)
(modifikasi Du et al. 2007). Modifikasi yang dilakukan yaitu perubahan suhu
inkubasi dari 26oC menjadi suhu ruang (28-30oC) dan waktu inkubasi dari 16 jam
menjadi 18 jam. Setelah biofilm pada SS dibilas, pelat direndam dalam larutan
yang mengandung yeast extract (Oxoid Ltd, UK) dan asam nalidiksat (SigmaAldrich, USA) dengan konsentrasi masing-masing 0.025% dan 0.002% pada suhu
ruang dan kondisi gelap selama 18 jam. Berikutnya pelat dibilas dengan GF
0.85% steril dan dilanjutkan dengan pewarnaan menggunakan acridine orange
0.0026% (Sigma-Aldrich, USA) selama 5 menit (Pratomo 2015). Pelat SS
kemudian diamati di bawah mikroskop fluoresens. Sel viabel adalah sel yang
mengalami perubahan bentuk memanjang atau membesar (Du et al. 2007). Untuk
setiap penghitungan viabilitas jumlah pelat SS yang diamati 2 pelat. Sebanyak 10
bidang pandang diamati di bawah mikroskop fluoresens untuk setiap pelat (Parizzi

13

et al. 2004). Hasil perhitungan yang diperoleh dinyatakan dalam bentuk Log
sel/cm2.
Kulturabilitas diamati dengan menghitung koloni pada media agar.
Biofilm pada permukaan SS dibilas dengan GF 0.85% steril dan diusap dengan
kapas steril. Hasil usapan biofilm C. sakazakii pGFPuv atau WT masing-masing
dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 9 mL BPW (Oxoid Ltd, UK) dan 1 mL
Na-heksametafosfat 0.1% (Sigma-Aldrich, USA) (Pratomo 2015). Tabung
kemudian divortex (Vortex Genie 2, Scientific Industries Inc., USA), dan 0.1 mL
masing-masing isolat tersebut disebar dalam media TSAA atau TSA dalam cawan
yang diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Jumlah koloni yang tumbuh
kemudian diamati. Kondisi VBNC dianggap tercapai jika bakteri sudah tidak
membentuk koloni pada media agar tetapi masih dapat dihitung dengan DMC atau
DVC (Pinto et al. 2013).

Resusitasi di dalam Media Padat dan Cair
Resusitasi menggunakan media padat dilakukan dengan menumbuhkan
sebanyak 0.1 mL sel biofilm hasil usapan dalam tabung yang berisi BPW+Naheksametafosfat seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya ke dalam media agar
TSAA (Oxoid Ltd, UK) dan TSA (Oxoid Ltd, UK) yang mengandung natrium
piruvat 0.1% (9mM) (Sigma-Aldrich, USA) (Imamura et al. 2015). Sementara itu,
resusitasi menggunakan media cair dilakukan dalam BPW (Oxoid Ltd, UK) yang
mengandung natrium piruvat 0.1% (9mM) (Sigma-Aldrich, USA) (modifikasi
Wai et al. 2000). Modifikasi yang dilakukan adalah perubahan air steril menjadi
BPW (Oxoid Ltd, UK). Resusitasi dalam media cair dilakukan hanya untuk isolat
mutan saja. Hasil usapan biofilm dalam tabung BPW+Na-heksametafosfat
sebanyak 0.1 ml dimasukkan pada 10 mL media cair dan diinkubasi selama 24
jam pada suhu 37oC (Heraeus, Germany). Sebanyak 0.1 ml suspensi bakteri hasil
inkubasi disebar pada media TSAA untuk melihat ada tidaknya pembentukan
koloni. Jika setelah inkubasi 24 jam resusitasi belum berhasil, inkubasi
diperpanjang hingga 72 jam kemudian ditumbuhkan kembali pada media TSAA.

Pengamatan Sel Biofilm C. sakazakii WT dengan SEM
Biofilm C. sakazakii WT yang terbentuk pada permukaan pelat SS setelah 24
jam dan 63 hari inkubasi diamati dengan menggunakan mikroskop scanning
electron microscopy. Pelat SS dibersihkan terlebih dahulu dengan merendam pelat
dalam caccodylate buffer kurang lebih 2 jam, dan dilakukan agitasi dalam
ultrasonic cleaner selama 5 menit. Prefiksasi sampel selanjutnya dilkukan dengan
memasukkan sampel dalam larutan glutaraldehid 2.5% beberapa jam sampai 2
hari. Fiksasi sampel kemudian dilakukan dengan merendam sampel dalam asam
tanat 2% selama 6 jam sampai beberapa hari. Setelah itu sampel dicuci dengan
caccodylate buffer 4 kali selama 15 menit, dan dengan akuades selama 15 menit.
Tahapan selanjutnya adalah dehidrasi sampel dengan merendam sampel pada
berbagai konsentrasi alkohol. Pertama sampel direndam dalam alkohol 50%

14

sebanyak 4 kali selama 5 menit, kemudian direndam dalam alkohol 70% selama
20 menit, dalam alkohol 85% selama 20 menit, dan dalam alkohol 95% selama 20
menit berturut-turut. Terakhir sampel direndam dalam etanol sebanyak 2 kali
selama 10 menit. Sampel selanjutnya dikeringkan dengan melakukan perendaman
sampel dalam tert butanol sebanyak 2 kali selama 10 menit, dibekukan dalam
freezer hingga beku, kemudian dimasukkan dalam freeze dryer. Sampel
direkatkan pada specimen stub, dan dilapisi dengan Au menggunakan ion coater.
Sampel kemudian siap diamati dengan menggunakan mikroskop scanning
electron microscopy (Goldstein et al. 1992).

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Viabilitas dan Kulturabilitas Cronobacter sakazakii pGFPuv dan Cronobacter
sakazakii WT selama Pembentukan Biofilm
Bakteri C. sakazakii pGFPuv dapat membentuk biofilm pada permukaan SS.
Bakteri sesil mutan ini terlihat berpendar hijau di bawah mikroskop fluoresens
pada panjang gelombang 396 nm yang menandakan viabilitas (Gambar 5).
Demikian juga dengan koloni bakteri mutan yang tumbuh pada media TSAA saat
diamati di bawah lampu UV menghasilkan warna hijau fluoresens (Gambar 6).
Bakteri yang telah disisipi gen GFP akan mengekspresikan GFP sehingga
berpendar hijau karena protein tersebut memiliki kromofor yang dibentuk oleh 3
residu asam amino pada rantai peptida (Shimomura 2009).

Gambar 5 Sel biofilm C. sakazakii YRt2a pGFPuv hari ke-7 di
bawah mikroskop fluoresens (perbesaran 1000x).
Tanda panah menunjukkan sel yang berfluoresens
Sel biofilm C. sakazakii pGFPuv yang terbentuk pada permukaan SS
menunjukkan viabilitas dan kulturabilitas yang baik pada hari ke-7 dengan
jumlah sel viabel yang lebih tinggi 0.8 Log yaitu 4.8±0.10 Log sel/cm2
dibandingkan jumlah sel yang dapat dikulturkan (4.0±0.15 Log CFU/cm2)
(Gambar 7a).

15

Dengan bertambahnya waktu inkubasi, perbedaan antara jumlah sel viabel dan
jumlah sel yang dapat dikulturkan semakin besar. Pada hari ke-15 jumlah sel

Gambar 6 Koloni bakteri C. sakazakii YRt2a pGFPuv di bawah
lampu UV
viabel mencapai 4.4±0.15 Log sel/cm2 sementara jumlah sel yang dapat
dikulturkan turun menjadi 1.4±0.22 Log CFU/cm2 hingga akhir pengamatan (hari
ke-25) jumlah sel viabel mencapai 3.9±0.01 Log sel/cm2 tetapi tidak mampu lagi
membentuk koloni saat ditumbuhkan dalam media TSAA.
Perbedaan antara jumlah sel yang viabel dengan sel yang dapat dikulturkan
mengindikasikan bakteri sebagian berada dalam kondisi VBNC (Oliver 2009).
Hasil penelitian ini menunjukkan biofilm C. sakazakii pGFPuv memasuki kondisi
VBNC pada hari ke-25 inkubasi di dalam media 1/10 TSB. Masuknya bakteri
dalam kondisi VBNC merupakan respon terhadap nutrisi yang berkurang selama
waktu inkubasi. Selain itu, kondisi di dalam struktur biofilm sendiri juga
memberikan cekaman berupa ketersediaan nutrisi yang terbatas dibanding lapisan
luar biofilm (Stewart dan Franklin 2008).

Jumlah sel

5

6
4.8

4.4

4.4

4
3

5
3.9

4
1.4

2

0.7

1

0

0

Jumlah sel

6

4
3
2

4.2 4.2 4.1 4.2 4.3
3.9

2.1

2

1.8

1.6

1.2 1.3

1
0

7

15
21
Hari ke-

(a)

25

7 14 21 28 56 63
Hari ke-

(b)

Gambar 7 Viabilitas (Log sel/cm2) dan kulturabilitas (Log CFU/cm2) C.
sakazakii mutan pGFPuv (a) dan C. sakazakii WT (b) selama
pembentukan biofilm

16

Sel biofilm bakteri C. sakazakii yang memasuki kondisi VBNC belum
pernah dilaporkan tetapi untuk bakteri lain sudah dilaporkan. Sel biofilm
Campylobacter jejuni memasuki kondisi VBNC dengan ditumbuhkan di dalam
media dengan nutrisi rendah phosphate buffered saline (PBS) dan inkubasi
dilakukan pada suhu rendah 4oC (Magajna dan Schraft 2015). Sel biofilm C.
jejuni tersebut memasuki kondisi VBNC dalam 10-20 hari inkubasi. Sel biofilm
Staphylococcus aureus yang diinkubasi pada suhu 37oC dalam media minimal M9
tanpa glukosa memasuki kondisi VBNC setelah 40 hari inkubasi (Pasquaroli et al.
2014).
Pengamatan viabilitas isolat WT di bawah mikroskop fluoresens dapat
dilihat pada Gambar 8. Viabilitas ditandai dengan adanya sel yang memanjang
sesuai dengan penelitian Na et al. (2006) yang juga mengamati sel VBNC E. coli
dengan metode DVC. Dengan metode ini, yeast extract yang ditambahkan
berperan sebagai sumber nutrisi yang akan dimetabolisme oleh sel yang viabel
sementara asam nalidiksat berperan sebagai inhibitor spesifik replikasi DNA yang
mencegah pembelahan sel sehingga dihasilkan sel yang memanjang atau
membesar (Babu et al. 2014).
Berbeda dengan isolat mutan, viabilitas dan kulturabilitas sel biofilm isolat
C. sakazakii WT pada hari ke-7 menunjukkan perbedaan lebih besar yakni 2 Log

Gambar 8

Sel VBNC C. sakazakii WT hari ke-63 yang
diamati menggunakan metode DVC di bawah
mikroskop fluoresens (1000x). Tanda panah
menunjukkan sel yang memanjang

(Gambar 7b). Meskipun demikian, viabilitas isolat WT relatif lebih stabil selama
56 hari inkubasi dengan jumlah sel biofilm berkisar antara 4.1-4.3 Log sel/cm2.
Penurunan dalam jumlah kecil sel viabel (0.4 Log) terjadi pada akhir pengamatan
(hari ke-63). Sementara itu kulturabilitas isolat WT yang pada awal pengamatan
berjumlah 2.1±0.34 Log CFU/cm2 menunjukkan penurunan seiring bertambahnya
waktu inkubasi meski dalam jumlah kecil (0.8 Log selama 63 hari inkubasi). Pada
akhir pengamatan (hari ke-63) sel biofilm WT masih dapat dikulturkan mencapai
1.3±0.20 Log CFU/cm2 meskipun jumlah ini lebih kecil dibandingkan viabilitas
biofilm WT yang mencapai jumlah 3.9 ±0.07 Log sel/ cm2.
Sel biofilm C. sakazakii WT masih dapat dikulturkan hingga hari ke-63.
Hasil ini berbeda dengan Magajna dan Schraft (2015) yang mengamati kondisi

17

VBNC sel biofilm C. jejuni setelah 10-20 hari inkubasi pada suhu 4oC demikian
juga dengan hasil Pasquaroli et al. (2014) yang mengamati sel biofilm S. aureus
memasuki VBNC setelah 40 hari. Sel biofilm C. sakazakii dapat dikulturkan
dengan lebih lama dibanding bakteri tersebut diduga akibat perbedaan media yang
digunakan untuk inkubasi. Media 1/10 TSB yang digunakan dalam penelitian ini
masih memiliki nutrisi yang lebih tinggi dibandingkan media PBS yang
digunakan pada bakteri C. jejuni dan media minimal M9 tanpa glukosa yang
digunakan pada sel biofilm S. aureus. Selain itu, adanya perlakuan suhu rendah
juga kemungkinan mempercepat sel biofilm C. jejuni memasuki VBNC.
Sel biofilm mutan sudah memasuki kondisi VBNC pada hari ke-25
sedangkan biofilm isolat WT masih dapat dikulturkan hingga hari ke-63.
Perbedaan respon sel biofilm mutan dan WT terhadap cekaman berupa
kekurangan nutrisi mungkin dipengaruhi oleh penyisipan GFP pada bakteri mutan.
Allison dan Sattenstall (2007) melaporkan bahwa GFP yang disisipkan pada
bakteri Escherichia coli memiliki efek signifikan terhadap sifat fisiologis bakteri
tersebut dan mengakibatkan bakteri menjadi lebih rentan terhadap cekaman
senyawa antimikroba dibandingkan dengan bakteri WT. Adanya