Analisis Keputusan Pengambilan Kredit Dan Ekonomi Rumahtangga Petani Kopi Di Kabupaten Pati

ANALISIS KEPUTUSAN PENGAMBILAN KREDIT DAN
EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI KOPI DI KABUPATEN
PATI

STEVANA ASTRA JAYA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Keputusan
Pengambilan Kredit dan Ekonomi Rumahtangga Petani Kopi di Kabupaten Pati
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor,

April 2016

Stevana Astra Jaya
NIM H453130231

RINGKASAN
STEVANA ASTRA JAYA. Analisis Keputusan Pengambilan Kredit dan
Ekonomi Rumahtangga Petani Kopi di Kabupaten Pati. Dibimbing oleh
HARIANTO dan M. PARULIAN HUTAGAOL.
Permasalahan yang dihadapi, antara lain: rendahnya kemampuan
mengadaptasi, menguasai dan memanfaatkan teknologi; produktivitas dan daya
saing lemah; iklim usaha yang kurang kondusif; rendahnya kualitas lembaga
petani. Permasalahan tersebut dapat menjadi penghalang bagi petani kopi dalam
meningkatkan ekonomi rumahtangga dan kesejahteraan mereka. Pemerintah
daerah memiliki beberapa kebijakan untuk mengatasinya, namun menurut
beberapa petani kopi kebijakan tersebut belum sepenuhnya terlaksana di beberapa
daerah termasuk Kecamatan Gembong. Oleh karena itu, beberapa petani di desa
Klakahkasihan membangkitkan kembali kelompok tani Sido Makmur dan

membentuk program koperasi untuk melakukan aktivitas kredit. Tujuan dari
penelitian ini adalah: (1) menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi
keputusan petani kopi untuk mengambil kredit, (2) menganalisis benar tidaknya
petani kopi tersebut menggunakan kredit untuk produksi.
Data cross – section dari kelompok tani Sido makmur di Desa
Klakahkasihan yang telah dikumpulkan secara langsung dari 52 sampel yang
diwawancarai menggunakan kuisoner. Mereka adalah anggota kelompok tani
yang terdiri dari 32 petani kopi mengambil kredit dan 20 petani kopi yang tidak
mengambil kredit. Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab kedua
tujuan diatas adalah model analisis probit dan model persamaan simultan.
Hasil dengan model probit menunjukkan bahwa keputusan petani kopi
untuk mengambil kredit dipengaruhi oleh luas lahan, umur tanaman kopi, dan
jumlah anggota keluarga. Nilai kredit yang dipinjam antara Rp 1.000.00,- sampai
dengan Rp 15.000.000,- (satu juta rupiah sampai dengan limabelas juta rupiah).
Hasil dengan model persamaan simultan menunjukkan bahwa kredit yang di
ambil oleh petani kopi lebih digunakan untuk mencukupi konsumsi sehari – hari
rumahtangga mereka. Konsumsi terbesar yang dikeluarkan oleh rumahtangga
petani kopi adalah pemeliharaan rumah, pembelian pakaian, pembiayaan ternak,
dan sumbangan kepada tetangga yang memiliki hajat.
katakunci: petani kopi, kelompok tani Sido Makmur, kredit, ekonomi

rumahtangga, Kecamatan Gembong.

SUMMARY
STEVANA ASTRA JAYA. Decision To Take Credit Analysis and Household
Economics Farmers in Pati. Supervised by HARIANTO and M. PARULIAN
HUTAGAOL.
The problem faced are low ability to adapt, control, and use of technology;
productivity and weak competitiveness; less conducive business climate; low
quality of farmers’s institutions. These problems can be a barrier for coffee
farmers in improving their household economy and welfare. The local goverment
has several policies to solve these problem, but according to some coffee farmers
that policy is not fully implemented in several regions include Gembong district.
Therefore, some farmers in the Klakahkasihan village revive Sido makmur;s
farmers group and form a cooperative program to perform activities of credit. The
aim of this research is: (1) analyze factors that influence the decision of coffee
farmers to take credit, (2) analyze whether or not the coffee farmers are using
credit to production.
Cross section data of Sido Makmur’s farmers group in Klakahkasihan
village that has been collected directly from the 52 samples were interviewed
using a questionnaire. There are members of farmers group consisting of 32 coffee

farmers take out credit and 20 coffee farmers who did not take a credit. This
research methods used to answer both of the aim are probit analysis model and
model of simultaneous equations.
The results of probit model showed that the decision coffee farmers to take
credit affected by land area, the coffee plant age, and number of family members.
The amount of credit that can be borrowed about Rp 1.000.000,- up to Rp
15.000.000,- (one million rupiahs up to fifteen million rupiahs). The results of
simultaneous equation model showed that the credit taken by coffee farmers is
used to daily consumption of their household. The consumption of households
issued by coffee farmers are caring for the home, clothing purchases, financing a
livestock, and contribute to a neighbor who has a party.
Keywords: coffee farmer, Sido Makmur’s farmers group, credit, household of
economy, Gembong district.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sub sektor perkebunan merupakan salah satu andalan sektor pertanian
dikarenakan sub sektor perkebunan menjadi penghasil devisa dan sumber
pendapatan rumahtangga petani (RTP). Pembangunan perkebunan mempunyai
tujuan mewujudkan perkebunan yang efisien, produktif dan berdaya saing tinggi
untuk meningkatkan pendapatan petani kopi dan keluarganya. Angkatan kerja di
sub sektor tanaman perkebunan menyerap tenaga kerja dari sektor pertanian
sebesar 22 persen. Pengembangan sub sektor perkebunan diharapkan dapat
mendorong pertumbuhan, pemerataan, dinamika ekonomi dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di perdesaan dalam bentuk kegiatan agribisnis maupun

agroindustri.
Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang
mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut adalah
sebagai sumber perolehan devisa, penyedia lapangan kerja dan sebagai sumber
pendapatan petani kopi maupun pelaku ekonomi lainnya yang terlibat dalam
budidaya, pengolahan maupun dalam mata rantai pemasaran. Indonesia
merupakan produsen kopi terbesar di dunia setelah negara Brazil, Colombia dan
Vietnam seperti yang terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Total Produksi Negara - Negara Pengekspor Kopi (Ton)
Negara
Brazil
Vietnam
Colombia
Indonesia
Ethiopia

Tahun
2011
43.484
26.500

7.652
7.288
6.798

2012
50.826
25.000
9.927
13.048
6.233

2013
49.125
27.500
12.124
11.667
6.527

2014
43.342

27.500
12.500
9.350
6.625

Sumber: International Coffe Organization (2015)
Pada Tabel 1. Indonesia menempati posisi keempat setelah Colombia
dengan total produksi 7.288 ton pada tahun 2011. Produksi kopi Indonesia sempat
diatas produksi Colombia yaitu sebesar 13.048 ton di tahun 2012, namun terus
mengalami penurunan di tahun 2013 (11.667 ton) dan tahun 2014 (9.350 ton).
Berdasarkan total produksi kopi Indonesia yang masih di posisi keempat dari lima
negara terbesar di dunia, maka perkembangan ekspor kopi Indonesia ke negara –
negara pengimpor dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia Tahun 2010 - 2013
Tahun
2010
2011
2012
2013


Volume (Ton)
432.721,1
346.062,6
447.010,8
532.139,3

Sumber: Badan Pusat Statistik (2015)

Nilai FOB (US$)
812.360,0
1.034.724,7
1.243.825,8
1.166.179,9

2

Dalam Table 2. volume ekspor kopi Indonesia terus meningkat mencapai
tingkat 532.139,3 ton di tahun 2013, meskipun volume ekspor sempat turun di
tahun 2011 sebesar 346.062,6 ton. Nilai FOB (Free On Board) untuk kopi
Indonesia mengalami peningkatan sebesar 222.367,7 US$ di tahun 2010 – 2011,

sedangkan terjadi penurunan nilai FOB di tahun 2012 – 2013 sebesar 77.645,9
US$. Hal tersebut tidak mengurangi ekspor Indonesia ke negara – negara
pengekspor misalnya Jepang, Singapura, India, dan sebagainya.
Perkebunan kopi dibagi menjadi tiga berdasarkan jenis pengusahaannya,
yaitu: perkebunan kopi rakyat, perkebunan kopi besar swasta dan perkebunan kopi
besar negara. Terdapat tiga ciri – ciri perkebunan kopi rakyat dilihat dari usaha
taninya, yaitu: 1) Perkebunan rakyat memiliki luas areal yang kecil dan
perorangan; 2) Pengelolaannya masih menggunakan teknologi yang sederhana
dan tradisional; 3) Perkebunan kopi juga memiliki kelemahan pada permodalan,
pemasaran dan kualitas produksinya (Ertherington, 1984:109). Ciri perkebunan
kopi yang ketiga memiliki pengaruh buruk terhadap usahatani yang dimiliki oleh
petani kopi.
Menurut Mosher (1978), kredit merupakan salah satu faktor pelancar
pembangunan pertanian. Untuk meningkatkan hasil produksi, petani
membutuhkan modal yang besar supaya dapat menggunakan teknologi usahatani
secara optimal. Namun, adopsi teknologi pada umumnya relatif mahal akibatnya
pemanfaatan teknologi pertanian masih rendah. Oleh sebab itu dengan pemberian
kredit perdesaan diharapkan akan mempercepat produksi pertanian dan
produktivitas, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan petani
(Briquette, 1999).

Ekonomi rumahtangga memiliki pengaruh terhadap jumlah pendapatan
rumahtangga petani kopi dari berbagai macam sumber, baik on-farm maupun offfarm, kredit formal dan kredit informal, dan faktor lainnya seperti karakteristik
keluarga petani kopi (Caillavet et al, 1994). Pendapatan yang diterima dalam
bentuk upah tenaga kerja akan menambah kesejahteraan keluarga, sehingga
rumahtangga yang rasional akan berusaha memanfaatkan waktunya untuk
mencapai kesejahteraan keluarga (Susetyanto, 2012). Menurut Singh et al. (1986)
terdapat saling ketergantungan antara berbagai keputusan dalam rumahtangga
petani kopi. Petani kopi akan berperan dalam pengambilan keputusan kegiatan
produksinya yang secara langsung akan mempengaruhi pendapatan.
Komoditas kopi di Kabupaten Pati belum berkembang maksimal
dibandingkan beberapa daerah Jawa Tengah yang terkenal dengan sentra
penghasil kopi (Patikab, 2014). Perkebunan kopi di Kecamatan Gembong terletak
di Desa Sitiluhur, Desa Klakah Kasian dan Desa Ketanggan dengan ketinggian
570 – 790 dpl (diatas permukaan laut). Petani kopi memiliki beberapa masalah
dalam produksi kopi, yaitu: kelangkaan pupuk bersubsidi, kesulitan untuk
mengambil kredit, kurangnya alat pengering biji kopi, dan jalanan rusak yang
menyebabkan biaya produksi kopi mahal. Keterbatasan akses kredit untuk
rumahtangga petani kopi akan meningkatkan lingkaran setan kemiskinan,
sehingga mereka tidak bisa meminjam lagi. Akibatnya, mereka tidak mampu
untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi produktif, berinvestasi dalam kesehatan
dan pendidikan anggota rumahtangga petani kopi.
Dalam kaitannya dengan rumahtangga petani kopi adalah sebagai pelaku
utama dalam kegiatan ekonomi perkebunan kopi, maka perlu dilaksanakan

3

penelitian di tingkat petani. Penelitian ini akan menganalisis kondisi ekonomi
rumahtangga petani kopi rakyat di Kabupaten Pati baik yang mengambil kredit
maupun tidak mengambil kredit.
Masalah Penelitian
Tanaman kopi di Indonesia dimulai dari penjajahan Belanda yang datang ke
Pulau Jawa tahun 1696 tetapi usaha tersebut gagal. Pada tahun 1699, usaha
tanaman kopi ini di mulai kembali dan akhirnya petani kopi daerah Pulau Jawa
berhasil mengembangkannya. Awal mula usaha tanaman kopi di Jawa Tengah di
promotori oleh kebun kopi Jollong yang terletak di Kabupaten Pati.
Perkembangan komoditas kopi di Kabupaten Pati tidak terlepas dari peran kebun
Jollong dan kegiatan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu Tanaman
Kopi (SLPHTTK) sejak tahun 2002. Seiring dengan meningkatnya harga kopi
maka komoditas kopi menjadi andalan bagi petani kopi di Lereng Muria dan
menjadikannya sebagai mata pencaharian.
Selain perkebunan kopi di Kebun Jollong, terdapat perkebunan kopi rakyat
yang dikelola di atas lahan perkebunan rakyat sekitar. Produktivitas perkebunan
kopi rakyat di Kabupaten Pati tidak kalah bagusnya dengan kabupaten lainnya
yang menjadi sentra penghasil kopi di Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Produksi Perkebunan Kopi Rakyat Menurut Kabupaten/Kota di Jawa
Tengah Tahun 2013 (Ton)
Kabupaten
Kab. Cilacap

Produksi
Kopi
80,43

Kabupaten
Kab. Blora

Kab. Banyumas

112,88

Kab. Rembang

Kab. Purbalingga

650,71

Kab. Pati

Kab. Banjarnegara

880,04

Kab. Kudus

Kab. Kebumen

131,28

Kab. Jepara

Kab. Purworejo

133,67

Kab. Demak

Kab. Wonosobo

569,35

Kab./KotaMagelang

926,00

Kab. Boyolali

348,70

Kab. Klaten

4,87

31.463,92

683,80

2011

9.017,00

-

2010

14.739,61

Kab. Semarang
Kab.
Temanggung
Kab. Kendal

1.409,33

2009

13.615,84

633,61

-

3,12
-

Kota Surakarta

Kab. Grobogan

14,40

2012

Kab. Sragen

24,45

Kota Semarang

261,04

0,40

Kab. Wonogiri

Kota Salatiga

Produksi
Kopi
11,86
17.610,34

Kab. Karanganyar

-

15,66

Kabupaten

Jumlah/Total 2013

Kab. Batang
Kab./Kota
Pekalongan
Kab. Pemalang
Kab./Kota
Tegal
Kab. Brebes

Kab. Sukoharjo

Produksi
Kopi
1.113,43

7.388,79
1.501,47

343,34
284,67
15,48
67,56

Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Tengah (2015)
Terlihat pada Tabel 3., Kabupaten Pati (1.113,43 ton) merupakan wilayah
keempat terbesar setelah Kabupaten Temanggung (7.388,79 ton), Kabupaten
Kendal (1.501,47 ton) dan Kabupaten Semarang (1.409,33 ton) dalam
memproduksi komoditas kopi di Jawa Tengah. Daerah yang produksinya terkecil

4

adalah Kabupaten Karanganyar sebesar 0,40 ton dan terdapat empat Kabupaten
yang tidak menjadi sentra penghasil kopi yaitu Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten
Grobogan, Kabupaten Blora dan Kabupaten Demak.
Pemerintahan daerah dengan moto Noto Projo Bangun Deso selalu berusaha
meningkatkan kesejahteraan petani kopi di Kabupaten Pati dengan cara
membangunan pertanian dalam arti luas (Dinas kehutanan dan Perkebunan Kab.
Pati, 2014). Lereng Muria diarahkan menjadi sentra penghasil kopi terbaik di
Kabupaten Pati baik secara kualitas maupun kuantitas, dengan cara memfasilitasi
petani seperti halnya menyediakan bibit – bibit unggul sehingga produk kopi yang
dihasilkan dapat bersaing di era pasar bebas. Terdapat beberapa wilayah di
Kabupaten Pati yang menjadi penghasil komoditas kopi selain di sekitar Lereng
Muria dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Luas Areal (Ha) dan Produksi Biji Kopi (Kg) Berdasarkan Wilayah
Di Kabupaten Pati Tahun 2014
Wilayah
Sukolilo
Kayen
Tambakromo
Winong
Pucakwangi
Jaken
Batangan
Juwana
Jakenan
Pati
Gabus
Margorejo
Gembong
Tlogowungu
Wedarijaksa
Trangkil
Margoyoso
Gunungwungkal
Cluwak
Tayu
Dukuhseti

Luas Areal Tanaman (Ha)
1,55
1.123,16
279,57
60,60
243,46
86,90
-

Produksi Biji Kopi (Kg)
945
823.456,50
197.197
42.340
111.148
52.260
-

Sumber: Badan Pusat Statistika Kabupaten Pati (2015)
Berdasarkan Tabel 4. diatas, Kecamatan Gembong memiliki luas areal dan
produksi biji kopi tertinggi sebesar 1.123,16 Ha dan 823.456,50 Kg. Hal tersebut
dikarenakan Kecamatan Gembong berada pada Lereng Gunung Muria yang
memiliki tektur tanah yang subur dan cocok untuk ditanami komoditas kopi.
Sedangkan wilayah yang memiliki luas areal (1,55 Ha) dan produksi biji kopi
(945 Kg) terendah adalah Kecamatan Sukolilo yang merupakan dataran rendah.

5

Di Kecamatan Gembong sendiri terdapat beberapa wilayah yang menjadi
lokasi perkebunan kopi rakyat yang menjadi mata pencaharian para petani kopi.
Wialayah – wilayah tersebut antara lain dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Luas Areal (Ha) dan Produksi Biji Kopi Berdasarkan Wilayah di
Kecamatan Gembong Tahun 2014
Desa
Klakahkasihan
Sitiluhur
Ketanggan
Bageng
Plukaran
Jumlah

Luas Area (Ha)
192
157
6
125
62,14
542,14

Produksi Biji Kopi (Ton)
345
251
7,5
187
75
865,5

Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pati (2015)
Terdapat tiga wilayah di Kecamatan Gembong yang memiliki luas areal dan
produksi biji kopi terbesar, yaitu Klakahkasian (192 Ha dan 345 Ton), Sitiluhur
(157 Ha dan 251 Ton), serta Bageng (125 Ha dan 187 Ton). Desa Klakahkasihan
ini merupakan desa yang mempunyai kualitas yang bagus dan sekaligus menjadi
juara II perkebunan kopi rakyat se – Jawa Tengah pada tahun 2009.
Ada beberapa permasalahan yang dihadapi oleh petani kopi di Kabupaten
Pati, antara lain: (1) Rendahnya kemampuan mengadaptasi, menguasai dan
memanfaatkan teknologi secara produktif, efektif dan efisien, (2) Produktivitas
dan daya saing lemah, (3) Iklim usaha yang kurang kondusif, (4) Rendahnya
kualitas lembaga petani. Permasalahan tersebut dapat menjadi penghalang bagi
petani kopi dalam meningkatkan ekonomi rumahtangga dan kesejahteraan mereka
di kemudian hari. Berdasarkan permasalahan di atas pemerintah daerah memiliki
beberapa kebijakan untuk mengatasinya, yaitu: melakukan pembinaan yang
insentif baik kelembagaan maupun sumber daya manusia, memberi bantuan
berupa bibit kopi robusta klon unggul, memfasilitasi dan mendorong para petani
untuk memelihara kebun kopi yang ada. Diharapkan dengan beberapa kebijakan
di atas dapat mendorong produksi kopi, sehingga dapat mendorong ekonomi
rumahtangga dan kesejahteraan petani kopi.
Menurut beberapa petani kopi kebijakan tersebut belum sepenuhnya
terlaksana di beberapa daerah termasuk Kecamatan Gembong yang menjadi sentra
penghasil kopi. Dampak yang ditimbulkan dari hal tersebut adalah para petani
kopi mengadakan pembinaan dengan biaya sendiri dan membeli bibit unggul pada
tengkulak dengan harga mahal. Oleh karena itu, beberapa petani di desa
Klakahkasihan membangkitkan kembali kelompok tani Sido Makmur yang telah
terbentuk pada tahun 1999. Kelompok tani tersebut mengembangkan beberapa
program usaha dengan swasembada dari para anggota kelompok tani. Salah satu
program yang di bentuk adalah program koperasi, program tersebut digunakan
untuk melakukan aktivitas simpan pinjam bagi kelompok tani Sido Makmur.
Aktivitas simpan pinjam ini bertujuan untuk membantu para petani kopi
dalam melakukan proses produksi kopi setiap tahunnya di bulan Oktober sampai
dengan bulan Juni. Hanya para anggota kelompok tani Sido makmur saja yang
dapat mengambil kredit untuk keperluan produksi kopi. Meskipun program ini
terbuka bagi para anggota kelompok tani Sido Makmur, namun ada beberapa

6

anggota yang tidak mengambil kredit tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya
analisis lebih lanjut untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi
keputusan petani kopi dalam mengambil kredit?
Pemberian kredit sebagai tambahan modal yang diharapkan untuk
membantu petani kopi di daerah penelitian untuk melakukan kegiatan produksi
dengan mengesampingkan konsumsi. Tidak menutup kemungkinan bahwa kredit
yang diambil oleh petani kopi tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan
sehari – hari atau kebutuhan konsumsi rumahtangga petani kopi (Mayrowani,
1998). Sehingga perlu dikaji lebih lanjut apakah benar petani kopi tersebut
menggunakan kredit untuk produksi?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah:
1.
Menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi keputusan petani kopi
untuk mengambil kredit.
2.
Menganalisis benar tidaknya petani kopi tersebut menggunakan kredit untuk
produksi..
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan penjelasan
mengenai dampak kredit terhadap ekonomi rumahtangga petani kopi di
Kabupaten Pati. Selain itu, penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan
informasi bagi penentu kebijakan untuk mengevaluasi program kredit petani kopi
yang diselenggarakan kelompok tani serta referensi pembanding dan stimulan
untuk penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Berdasarkan tujuan yang akan dicapai, maka ruang lingkup dan batasan
penelitian ini yaitu: difokuskan pada kredit dari kelompok tani Sido Makmur di
Kabupaten Pati. Responden dalam penelitian ini adalah petani kopi sekaligus
anggota kelompok tani. Penelitian ini menggunakan data cross section yang
dilaksanakan pada anggota kelompok tani Sido Makmur di Kecamatan Gembong,
Kabupaten Pati.

7

2

TINJAUAN PUSTAKA

Kredit
Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani (credere) yang berarti kepercayaan
(truth atau faith). Kredit dalam artian ekonomi adalah penundaan pembayaran dari
prestasi yang diberikan sekarang, baik dalam bentuk barang, uang maupun jasa.
Suyatno, et al. (1999) menyatakan bahwa kredit adalah hak untuk menerima
pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang
diminta atau pada waktu yang akan datang karena penyerahan barang – barang
sekarang.
Menurut Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok – Pokok
Perbankkan mendefinisikan kredit sebagai berikut: “Kredit adalah penyediaan
uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam – meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
Menurut Suyatno, et al. (1999), unsur – unsur yang terdapat dalam kredit
sebagai berikut: 1) Kepercayaan, yaitu dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang
diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benar – benar
diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang, 2)
Waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan
kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang, 3) Degree of risk,
yaitu suatu tingkat risiko yang dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu
yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan
diterima kemudian hari, 4) Prestasi, atau objek kredit itu tidak saja diberikan
dalam bentuk uang, tetapi juga dapat berbentuk barang dan jasa.
Menurut Muljono (1996), terdapat unsur – unsur kredit antara lain:
1.
Waktu, yang menyatakan bahwa ada jarak antara saat persetujuan
pemberian kredit dan pelunasannya.
2.
Kepercayaan, yang mendasari pemberian kredit oleh pihak kreditur kepada
debitur, bahwa setelah jangka waktu tertentu debitur akan mengembalikan
sesuai dengan kesepakatan yang sudah disetujui oleh kedua belah pihak.
3.
Penyerahan, yang menyatakan bahwa pihak debitur menyerahkan nilai
ekonomi kepada debitur yang harus dikembalikan setelah jatuh tempo.
4.
Risiko, yang menyatakan adanya risiko yang mungkin timbul sepanjang
jarak antara saat memberikan dan pelunasannya.
5.
Persetujuan dan perjanjian, yang menyatakan bahwa antara kreditur dan
debitur terdapat suatu persetujuan dan dibuktikan dengan suatu perjanjian.
Kredit Pertanian
Kontribusi esensial dari sektor pertanian terhadap sektor lainnya dalam
rangka mempercepat pertumbuhan ekonomi adalah: 1) peningkatan produksi
pangan dan produk pertanian lain bagi konsumsi domestik dan ekspor; 2)
penyedia tambahan tenaga kerja bagi sektor non pertanian; 3) arus keluar bersih
dari modal investasi kesektor lainnya; dan 4) peningkatan permintaan konsumen
yang berada di sektor pertanian terhadap barang dan jasa yang dihasilkan sektor
lainnya. Sementara itu tantangan pembangunan pertanian di Indonesia pada masa

8

mendatang tidak sernakin berkurang intensitasnya, tetapi justru diduga akan
makin meningkat. Perubahan orientasi produksi ke orientasi pendapatan dan
kesejahteraan petani menuntut perubahan-perubahan yang cukup mendasar
(Nizar, 2004)).
Tujuan kredit pertanian adalah untuk melindungi golongan ekonomi lemah.
Kredit simpan pinjam mempunyai tujuan ganda, yaitu selain untuk meningkatkan
produksi melalui introduksi teknologi dalam rangka swasembada pangan juga
ditujukan untuk meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi kemiskinan
(Azhari, 1994). Pertanian itu sendiri pada dasarnya memerlukan empat unsur
pokok yang harus selalu ada yang dikenal dengan faktor-faktor produksi yaitu
tanah, tenaga kerja, modal dan pengelolaan manajemen (Mubyarto, 1989). Modal
adalah barang atau uang yang bersama-sama faktor produksi tanah, tenaga kerja
menghasilkan barang baru. Berdasarkan hak milik, modal dapat berasal dari milik
pribadi (equity capital) dan milik pihak lain (non equity capital) (Kadarsan, 1995).
Kredit adalah kesanggupan individu untuk memperoleh barang, jasa atau
uang saat ini, dengan perjanjian akan membayar kembali di kemudian hari (Nizar,
2004). Tidak semua orang mempunyai kesanggupan untuk memperoleh kredit.
Petani tidak mempunyai cukup asset berharga yang dapat dijadikan jaminan bagi
pengembalian kreditnya.Di lain pihak, mereka sangat memerlukan kredit untuk
mendanai usahanya. Namun tidak sedikit pula terpaksa menggunakan kredit
usahanya untuk keperluan konsumsi rumahtangga (Mayrowani, 1998).
Kredit pertanian khususnya ditujukan untuk melindungi golongan ekonomi
lemah, yang bertujuan meningkatkan pendapatan petani kopi dan mengurangi
kemiskinan (Azhari, 1984). Tujuan lain pemberian kredit adalah sebagai bantuan
modal usaha untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan memberikan
kesempatan yang lebih besar kepada mereka yang berpartisipasi. Hal senada juga
diungkapkan Braverman dan Guasch (1986) bahwa tujuannya adalah: 1)
meningkatkan output dan produktivitas pertanian, 2) induksi secara optimal laju
adopsi teknologi baru, 3) memperbaiki distribusi pendapatan, 4) mengurangi
kemiskinan dan 5) meningkatkan jumlah kesempatan kerja.
Kredit tidak terlepas dari masalah kepercayaan, dimana kredit dapat
dikembalikan oleh peminjam pada waktunya dengan imbalan bagi pemberi kredit
dalam bentuk bunga maupun bentuk lain. Kredit seharusnya dianggap sebagai
pendukung bukan penopang berdirinya usaha, sehingga jelas bahwa kredit
hanyalah merupakan salah satu faktor dari kombinasi faktor – faktor produksi
yang harus secara bersama – sama mensukseskan suatu usaha.
Selain itu, kredit juga memiliki unsur prestasi yaitu objek kredit itu sendiri
baik uang, barang maupun jasa, dan unsur waktu yang mengandung pengertian
nilai uang yang ada sekarang dan nilanya pada masa mendatang. Semakin lama
kredit itu diberikan maka semakin tinggi tingkat resiko yang harus dihadapi. Hal
ini tidak terlepas dari unsur ketidakpastian di masa mendatang yang akhirnya
menyebabkan munculnya jaminan dalam pemberian kredit.
Teori Rumahtangga
Memahami sebuah skim kredit simpan pinjam bagi rumahtangga petani kopi
terkait dengan pemahaman tentang perilaku rumahtangga pengguna kredit.
Hiershleifer (1958) mengembangkan model ekonomi rumahtangga yang
digunakan untuk menganalisis model ekonomi rumahtangga yang digunakan

9

untuk menganalisis perilaku rumahtangga terhadap kredit. Model ekonomi
rumahtangga menganggap bahwa tiap individu berusaha untuk memaksimumkan
utility dan kegiatan produksi, konsumsi, dan kegiatan santai (leisure), yang dapat
dituliskan sebagai berikut:
=� , ,
(2.1)
dimana:
U
= Kepuasan (utility)
Xi
= Konsumsi hasil usaha perkebunan
Xc
= Konsumsi barang – barang yang dibeli di pasar
Lj
= Waktu santai (leisure)
Untuk meningkatkan kepuasan dari ketiga jenis kegiatan yaitu dari U ke U*,
maka rumahtangga dihadapkan pada berbagai kendala, salah satunya adalah
kendala likuiditas. Setelah mempertimbangkan risiko kegagalan dan
ketidakpastian, maka rumahtangga dapat menilai kelayakan mengambil kredit.
Tambahan dana berupa kredit yang diperoleh rumahtangga ditujukan untuk
meningkatkan utilitasnya, sehingga persamaan (2.1) dapat dituliskan:

=� , , ,
(2.2)
dimana:
K
= besarnya kredit yang diperlukan untuk diambil
Kendala yang dihadapi rumahtangga untuk memaksimumkan U* adalah:
1.
Kendala Produksi
=
, �, ,
(2.3)
dimana:
Q
= Produk total usaha perkebunan kopi
D
= Penggunaan tenaga kerja rumahtangga
Sp
= Input variabel selain tenaga kerja
A
= Aset lahan
T
= Teknologi
Dalam hal ini setiap input dibayar sesuai produktivitasnya dengan
mempertimbangkan biaya alternative masing – masing input. Apabila kredit yang
diambil berpengaruh nyata terhadap perubahan produksi, maka persamaan
kendala produksi akan mengalami perubahan karena dimasukkannya peubah
kredit (K) sebagai salah satu faktor dalam produksi. Dengan demikian kendala
produksi bagi petani yang menggunakan kredit menjadi:
=
, �, , ,
(2.4)
Utilitas mempengaruhi pengeluaran dan konsumsi rumahtangga petani kopi
yang ditentukan oleh pendapatannya. Maka dari itu, kredit akan mempengaruhi
produksi kopi, sehingga produksi kopi akan mempengaruhi konsumsi
rumahtangga petani kopi.
2.
Kendala waktu dirumuskan dalam persamaan berikut:
= +
(2.5)
dimana:
Tk
= Total ketersediaan tenaga kerja keluarga
L
= Waktu santai (leisure)
Dh
= Total input tenaga kerja rumahtangga yang dicurahkan
Penggunaan tenaga kerja dalam krluarga akan ditentukan oleh total input
tenaga kerja rumahtangga yang dicurahkan. Bertambahnya alokasi tenaga kerja

10

untuk usahatani akan mengurangi alokasi penggunaan tenaga kerja dalam
keluarga di usaha lain. Tenaga kerja yang telah mengahabiskan 24 jam dibagi
menjadi dua, yaitu: leisure dan waktu kerja. Waktu kerja dapat dijelaskan dalam
usahatani dan non – usahatani pada penelitian ini, seperti bekerja dalam berkebun
dan bekerja diluar berkebun.
3.
Kendala pendapatan dirumuskan dalam persamaan berikut:
− . � −�
(2.6)



=
dimana:
Pc
= Harga barang dan jasa yang dibeli di pasar
Xc
= Konsumsi barang dan jasa yang di beli di pasar
Pi
= Harga barang yang dihasilkan oleh rumahtangga
Xi
= Konsumsi hasil usaha perkebunan
(Q-Xi) = Surplus produksi untuk dipasarkan
w
= Upah
D
= Total input tenaga kerja rumahtangga
Dh
= Total input tenaga kerja rumahtangga yang dicurahkan
h
= Harga input selain tenaga kerja
Sp
= Input variabel selain tenaga kerja
Pendapatan total adalah pendapatan rumahtangga yang didapatkan dari
alokasi total tenaga kerja rumahtangga itu akan menghasilkan pendapatan
usahatani dan non – usahatani. Kendala – kendala yang dihadapi rumahtangga
petani kopi tersebut dapat disatukan dengan mensubsitusikan kendala produksi
dan kendala waktu ke dalam kendala pendapatan, sehingga akan menghasilkan
bentuk kendala tunggal yaitu:
+
+
+ . � +� =
+
(2.7)
dimana:

= PiQ(D, Sp, A, T, K) – w(D – Dh) – h.Sp – rk ( merupakan ukuran
dari keuntungan produksi)
Dalam memaksimumkan kepuasan rumahtangga dapat memilih tingkat
konsumsi dari barang (Xm, Xi), waktu luang (L), input tenaga kerja (D), input
variabel lain selain tenaga kerja (Sp), serta penggunaan kredit (K) dalam kegiatan
produksi. Syarat turunan pertama untuk mengoptimalkan tenaga kerja (D), input
variabel lain selain tenaga kerja (Sp) dan kredit (K) adalah:
  =
(2.8)
(2.9)
  � =
  =�
(2.10)
Rumahtangga akan menyamakan penerimaan produk marjinal dari tenaga
kerja, input variabel lain selain tenaga kerja dan kredit, sama dengan masing –
masing harganya yaitu dengan upah pasar, harga masing – masing input variabel
selain tenaga kerja dan tingkat suku bunga. Sehingga dari persamaan tersebut,
dapat diturunkan permintaan terhadap tenaga kerja (D), input variabel lain selain
tenaga kerja (Sp) dan kredit (K), seperti persamaan berikut ini:
= ( , , , , , �)
(2.11)
(2.12)
� = ( , , , , , �)
= (�, , , , , )
(2.13)
dimana:
w
= Upah

11

h
= Harga input variabel lain selain tenaga kerja
r
= Tingkat bunga pinjaman
Pi
= Harga barang yang dihasilkan oleh rumahtangga
A
= Aset lahan
T
= Teknologi
Apabila persamaan (2.11), (2.12), dan (2.13) disubtitusikan ke sisi kanan
persamaan (2.7), maka akan diperoleh suatu persamaan sebagai berikut:
+
+
+ . �= ∗
(2.14)
Dimana Y* adalah pendapatan penuh pada saat keuntungan maksimum.
Maksimisasi kepuasan dengan menggunakan kendala yang ada berdasarkan pada
syarat turunan pertama sebagai berikut:

=
(2.15)









� �

=

(2.16)

=

(2.17)

=

(2.18)

+
+
+ . �= ∗
(2.19)
Solusi dari persamaan (2.17) sampai (2.19) menghasilkan permintaan
standar (perilaku konsumsi dalam permintaan) sebagai berikut:
= ( , , , , �, ∗ )
(2.20)
Dari persamaan (2.15) permintaan Xc, Xi, L,Sp, K tergantung pada harga dan
pendaptan. Untuk kasus rumahtangga petani kopi pendapatan ditentukan oleh
aktivitas produksi rumahtangga. Selanjutnya perubahan faktor – faktor yang
mempengaruhi produksi akan mempengaruhi Y* dan perilaku konsumsi. Adanya
penurunan suku bunga mengakibatkan peningkatan modal, input, produksi, dan
pendapatan.
Dampak Kredit Terhadap Pendapatan Petani
Perananan kredit simpan pinjam dalam pengembangan perkebunan kopi
pada prinsipnya bertujuan memperbaiki perekonomian petani kopi sekaligus
mendorong kenaikan produksi yang lebih besar. Pentingnya peranan kredit
tergantung pada seberapa besar tambahan input yang dialokasikan mampu
menaikkan tambahan penerimaan. Fungsi produksi digunakan untuk
menggambarkan hubungan teknis antara input dan output yang dihasilkan dalam
proses produksi kopi.
Fungsi produksi dibangun dengan asumsi bahwa petani kopi berusaha
mencari keuntungan sebesar – besarnya dengan memaksimumkan output dan
mengoptimumkan penggunaan faktor produksi. Keuntungan jangka pendek
merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya input variabel.
Sedangkan pada konsep jangka panjang, karena semua input dianggap variabel,
maka keuntungan adalah nilai output dikurangi total biaya input. Selanjutnya,
fungsi produksi yang dihadapi petani diasumsikan sebagai berikut:
= ( , … , �, , … , �)
(2.21)
dimana:
Q
= Jumlah output yang dihasilkan
Xi
= Input variabel

12

Zi
= Input tetap
Jika harga per satuan produk adalah P, maka total penerimaan menjadi:
= ( 1, 2)
(2.22)
Sementara itu, biaya total yang dikeluarkan sebesar:
= 1 1+ 2 2+
(2.23)
dimana R1 dan R2 adalah harga per satuan input X1 dan X2, V adalah biaya tetap.
Keuntungan diperoleh dari penerimaan dikurangi dengan biaya totalnya yaitu:
(2.24)
=
1, 2 − 1 1 − 2 2 −
Keuntungan maksimum dicapai dengan menurunkan fungsi keuntungan terhadap
masing – masing input yaitu:

= 1− 1
(2.25)
1 = 1
 1

 2

=

2



2

2

=

Sehingga diperoleh produk marginal input X1(
1

=

2

=






=

1

=

1

=

=

2

2

1
2

(2.26)

2

1

) dan X2(

2

) adalah:
(2.27)
(2.28)

Keuntungan maksimum tercapai bila tingkat penggunaan input optimal yaitu nilai
produk marginal input sama dengan rasio harga (Ri) dan harga output (P).
Baker (1968) menyatakan bahwa dalam kegiatan produksi kredit berperan
sebagai penambah modal untuk membiayai input produksi sehingga produsen
dapat meningkatkan produksnya pada tingkat yang lebih tinggi. Input produksi
yang dibiayai dengan kredit mempunyai biaya tambahan sebesar bunga kredit dan
biaya transaksi lainnya. Adanya tambahan biaya ini dengan sendirinya dapat
mempengaruhi komposisi penggunaan input optimum. Jika pengusaha
menggunakan kombinasi dua input dengan bentuk fungsi produksi seperti pada
persamaan (2.21), total pernerimaan seperti persamaan (2.22) dan biaya yang
dikeluarkan seperti persamaan (2.23). Jika sekarang hanya tersedia sejumlah
modal tertentu sebesar C0, maka persamaan biaya menjadi sebagai berikut:
(2.29)
Dari persamaan (2.20), dapat diturunkan persamaan isocost yang
menggambarkan jumlah input Xi yang dapat dibeli dengan modal C0 yaitu:
(2.30)
(2.31)
Pada jumlah biaya sebesar C0, produsen dapat memaksimumkan Q pada kondisi:
(2.32)
Dimana – (X2/X1) merupakan sudut kemiringan garis isoquant dan R1/R2
merupakan sudut kemiringan garis isocost. Jika input X1 diperoleh dari kredit,
maka harga satuan input menjadi lebih mahal yaitu R1 + k, dimana k merupakan
biaya kredit. Kemudian keseimbangan penggunaan input optimal akan terganggu.
(2.33)
Analisis Probit

13

Analisis regresi ini digunakan untuk melihat pengaruh antar peubah tak
bebas dengan peubah bebas. Apabila peubah yang digunakan merupakan peubah
kategori, maka metode regresi yang sesuai yaitu metode regresi logistik. Model
regresi probit merupakan pengembangan dari model regresi logistik dengan
menggunakan fungsi normal kumulatif, sedangkan pada regresi logistic
menggunakan fungsi logistik kumulatif. Istilah probit berasal dari singkatan
probability unit yang dikenalkan Chester Bliss (1934). Model probit merupakan
model non – linier yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara peubah
tak bebas dengan peubah bebas.
Model ini sering disebut model normit atau normal equivalent deviate
disingkat ned. Model probit dikembangkan oleh McFadden (1973). Regresi probit
merupakan modifikasi regresi logistik dengan menetapkan persamaan regresi logit
mengikuti distribusi normal. Dengan menggunakan regresi probit maka �0 +
�1 1 + ⋯ + �� � dilihat sebagai skor standar Z yang mengikuti distribusi normal,
Peluang Y = 1 (peluang untuk mendapat skor 1) dinotasikan denga , maka
didapatkan:
exp ( )
=

=
(2.34)
1+exp ( )

1−

Fungsi transformasi dalam model probit adalah fungsi sebaran kumulatif
(CDF) yang memetakan fungsi linier ′ � pada selang [0;1] adalah sebagai berikut:

=

(2.35)
=1
Persamaan ini didasari pada distribusi normal () di bawah ini sehingga regresi
probit ditunjukkan dengan ( ′ �). Simbol  menunjukkan berlakunya fungsi
invers distribusi normal standar (invers standard normal distribution) dan  (z)
adalh fungsi kepekatan peluang.
= 1 1 =  xi′ β =
atau dapat diformulasikan:
� +�

x ′i β

−∞

z dz
�2

(2.36)


� �
2 �
(2.37)
= 1 = −∞0 1 1
2
Secara umum model probit dapat dinyatakan sebagai berikut:
=
= �0 + �1 1 + ⋯ + �� �
(2.38)
dengan F merupakan fungsi peluang kumulatif dan Xi adalah peubah bebas yang
bersifat ordinal. Oleh karena model peluang probit berkaitan dengan fungsi
peluang normal kumulatif, maka dapat dituliskan model peluang probit sederhana
sebagai berikut:
= �0 + �1 1 + �2 2 + �3 3 + ⋯ + �� �
(2.39)
Untuk memperoleh suatu dugaan dari nilai Z, maka dapat digunakan invers dari
fungsi normal kumulatif sehingga diperoleh:
= −1
= �0 + �1 1 + �2 2 + �3 3 + ⋯ + �� �
(2.40)
Peluang P yang dihasilkan dari suatu model probit dapat diinterpretasikan sebagai
suatu dugaan dari peluang bersyarat bahwa objek pengamatan atau kelompok
akan mengalami suatu kejadian berdasarkan nilai tertentu dari X.
+⋯+�

1

Hasil Penelitian Terdahulu

14

Penelitian dengan menggunakan model ekonomi rumahtangga telah
dilakukan oleh banyak peneliti, namun penelitian ekonomi rumahtangga dengan
memberikan penekanan pada aspek kredit masih terbatas. Penelitian yang
menggunakan pendekatan ekonomi rumahtangga antara lain adalah Asih (2008)
menunjukkan kredit diperlukan sebagai tambahan modal nelayan terutama untuk
kelangsungan usaha perikanan. Berdasarkan hasil analisis, kredit mempengaruhi
keputusan rumahtangga dalam kegiatan produksi, pencurahan waktu kerja,
pendapatan dan pengeluaran, yang merupakan perilaku ekonomi rumahtangga.
Mahendri (2009) mengemukakan bahwa kredit domba di Kabupaten Bogor
diberikan dengan sistem bergulir yang bertujuan untuk mempercepat
pengembangan dan pemerataan pemilik ternak. Selain itu, produksi domba
dipengaruhi jumlah kredit dan jumlah kepemilikan domba sebagai input produksi.
Curahan waktu kerja keluarga untuk usaha domba menunjukkan bahwa jumlah
kredit domba, produksi domba, jumlah angkatan kerja keluarga dan pendapatan
usaha domba memberikan pengaruh positif. Sedangkan untuk pendapatan usaha
domba menunjukkan bahwa produksi ternak, penerimaan dari kotoran, dan tingkat
pendidikan member positif pengaruh positif. Konsumsi pangan dan non – pangan
memberikan pengaruh positif terhadap pendapatan rumahtangga dan jumlah
anggota keluarga.
Rosmiati (2012) menganalisis pengaruh kredit terhadap perilaku ekonomi
rumahtangga petani. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa rumahtangga petani
sebagai unti produksi dan konsumsi memberikan respons yang positif terhadap
besarnya kredit. Adanya kredit menyebabkan peningkatan penggunaan input
produksi, hasil produksi dan pendapatan usahatani dan pada akhirnya akan
menyebabkan peningkatan pengeluaran konsumsi dan permintaan tenaga kerja
luar keluarga.
de Rosari et al. (2013) menunjukkan bahwa pengalokasian kredit dan
tambahan modal dikarenakan peningkatan produksi, konsumsi, pengeluaran dan
tabungan. Penggunaan kredit dan tambahan kredit dipengaruhi oleh adanya situasi
ekonomi rumagtangga itu sendiri. Keputusan rumahtangga dalam mengambil
kredit dan tambahan modal memiliki pengaruh terhadap perilaku ekonomi
rumahtangga, seperti halnya produksi, konsumsi dan tabungan. Sebuah
rumahtangga memiliki akses ke sumber kredit tertentu jika mampu meminjam
dari sumber kredit tersebut, meskipun untuk berbagai alasan mungkin memilih
untuk tidak meminjam (Diagne and Zeller, 2001).
Muazila dan Tollen (2012) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa agunan,
kondisi yang buruk, teknologi kredit, risiko pertanian yang tinggi, tingginya
tingkat suku bunga, tingkat pengembalian yang rendah dalam kegiatan usahatani
merupakan keterbatasan akses kredit bagi petani. Pengaruh dari kendala kredit
terhadap konsumsi non pangan per kapita per harinya adalah sangat sulit untuk
menjadi pendukung. Kesimpulan penelitian ini adalah peningkatan akses
rumahtangga petani untuk kredit menghasilkan kesejahteraan ekonomi petani
meningkat.
Arief dan Mia (2013) mengemukakan bahwa dengan pemberian kredit
perdesaan diharapkan akan mempercepat produksi pertanian dan produktivitas
serta akan meningkatkan kesejahteraan petani. Akses kredit memberikan dampak
positif terhadap kesejahteraan rumahtangga petani yang meliputi peningkatan

15

produksi, penggunaan tenaga kerja luar keluarga, konsumsi dan pendapatan
rumahtangga petani.
Quach et al. (2005) hasil penelitian menemukan kredit rumahtangga
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan ekonomi rumahtangga
meliputi pengeluaran pangan per kapita dan pengeluaran non pangan per kapita.
Kredit memiliki pengaruh positif terhadap kesejahteraan ekonomi rumahtangga
miskin dan menemukan bahwa umur kepala rumahtangga, jumlah anggota
keluarga, kepemilikan lahan, tabungan, dan kemampuan untuk mengambil kredit
di suatu wilayah adalah faktor utama dalam besaran pinjaman rumahtangga.
Dari hasil – hasil penelitian dapat dikatakan bahwa kredit memang sangat
diperlukan untuk memajukan usahatani. Kredit berperan sebagai pelancar
pembangunan di perdesaan, unsure pemacu adopsi teknologi dan upaya
pembentukan modal yang dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan
petani. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa kesempatan petani
untuk meminjam dan memanfaat kredit tersebut erat kaitannya dengan peluang,
keputusan dan kemampuan petani untuk mengunakan dan mengembalikan kredit,
serta kelayakan dari pemberian kredit (Asih, 2008).
Kerangka Pemikiran
Permasalah pokok dalam perkebunan kopi adalah kurangnya permodalan
untuk melakukan proses produksi. Modal yang yang kecil menyebabkan adanya
pembelian input untuk berproduksi menurun, sehingga menyebabkan hasil
produksi yang diperoleh petani kopi juga menurun.
Perkebunan Kopi Rakyat Memiliki
Kelemahan pada Permodalan
Pembelian Input Menurun
Hasil Produksi Kopi Menurun
Pendapatan Petani Kopi Menjadi Rendah

Kesejahteraan Petani Kopi
Menurun

Kredit dari kelompok tani Sido Makmur

Petani Kopi Tidak Kredit

Petani Kopi yang Kredit

Faktor –Faktor yang MempengaruhiKeputusan Petani Kopi untuk Pengambilan Kredit
Dampak Kredit terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Kopi
.Gambar

1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Dengan menurunnya hasil produksi yang diperoleh akan mengakibatkan
pendapatan petani kopi juga menurun atau tidak maksimal. Pendapatan yang
rendah mengakibatkan kesejahteraan petani kopi menurun dan tidak ada

16

peningkatan. Oleh karena itu, para petani kopi membentuk kelompok tani Sido
Makmur yang beranggotakan petani kopi itu sendiri. Dalam kelompok tani ini
terdapat berbagai program yang menunjang atau mendorong kesejahteraan petani
kopi, misalnya pembayaran listrik, pembelian kopi ose, dan kredit simpan pinjam.
Namun, ada beberapa petani kopi selaku anggota kelompok tani Sido Makmur
yang mengambil kredit tersebut dan ada yang tidak mengambil kredit.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan para petani kopi tersebut memiliki
keputusan untuk mengambil kredit, misalnya lama berkebun, usia, luas lahan,
tenaga kerja, dan lain sebagainya. Sehingga dalam menentukan keputusan untuk
mengambil kredit tersebut memiliki dampak terhadap ekonomi rumahtangga
petani kopi. Dimana ekonomi rumahtangga meliputi dari pembelian input hingga
berakhir pada kesejahteraan petani kopi itu sendiri.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran maka hipotesis penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1
Keputusan petani dalam mengambil kredit dipengaruhi oleh umur petani
kopi, luas lahan, umur tanaman kopi, jumlah anggota keluarga, dan
pendidikan.
2
Penggunaan kredit secara signifikan mampu meningkatkan produksi kopi di
Kabupaten Pati.

17

3

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara sengaja, yaitu di Kecamatan Gembong,
Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Lokasi dipilih berdasarkan pertimbangan daerah
yang merupakan penghasil utama kopi rakyat dan mayoritas masyarakat daerah
tersebut adalah petani kopi dan sebagian besar waktunya dialokasikan kepada
usahatani kopi dan sebagian besar pendapatannya berasal dari usahatani kopi.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kerat lintang
(cross section). Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan sampel,
yaitu petani kopi yang tergabung dalam kelompok tani Sido Makmur baik yang
mengambil kredit maupun tidak mengambil kredit dengan menggunakan daftar
pertanyaan (kuisioner). Data sekunder diperoleh dari Asosiasi Eksportir dan
Industri Kopi Indonesia (AEKI), Badan Pusat Statistik (BPS), Statistik
Perkebunan kabupaten Pati, jurnal-jurnal ilmiah, skripsi maupun tesis serta
dokumen atau publikasi dari instansi terkait lainnya.
Data yang dikumpulkan diantaranya adalah data yang berhubungan dengan
permodalan meliputi penerimaan, pengeluaran, kepemilikan lahan dan data
pengambilan kredit oleh petani kopi. Data individu dan rumahtangga petani kopi,
seperti: pendidikan, pengalaman usaha, dan umur, data rumahtangga seperti
jumlah anggota keluarga, jumlah anak, jumlah anak sekolah.
Metode Pengambilan Data
Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan data anggota kelompok tani
Sido Makmur di Kecamatan Gembong, Kabupaten Pati. Responden yang dipilih
adalah responden yang mengambil kredit maupun tidak mengambil kredit.
Anggota kelompok tani Sido Makmur berjumlah 52 orang, dan diambil secara
keseluruhan.
Analisis Data
Analisis deskriptif dilakukan untuk menjelaskan gambaran umum usahatani
perkebunan kopi di lokasi dan skim kredit pada kredit simpan pinjam di
Kabupaten Pati. Untuk melihat faktor – faktor yang mempengaruhi keputusan
pengambilan kredit digunakan analisis probit dalam menjelaskannya. Sementara
itu, dampak kredit terhadap ekonomi rumahtangga petani kopi dianalisis
menggunakan pendekatan ekonomi rumahtangga model persamaan simultan.
Analisis Statistik Metode Probit
Peubah tek bebas yang digunakan untuk model probit dalam penelitian ini
yaitu keputusan petani dalam pengambil kredit. Peubah tak bebas berupa Y = 1
(mengambil kredit) dan Y = 0 (tidak mengambil kredit). Sedangkan yang menjadi
peubah bebas adalah luas lahan, usia, pendidikan, lama menjadi anggota, jumlah
anggota keluarga, dan pengalaman berkebun kopi. Penyelesaian metode ini

18

menggunakan bantuan computer dengan program eViewsversi 3.0. Model
persamaan regresinya ditulis sebagai berikut:
= �0 + �1 1 + �2 2 + �3 3 + �4 4 + �5 5 + �
(3.1)
dimana:
Y
= Keputusan petani dalam pengambil kredit (1 = mengambil kredit; 0
= tidak mengambil kredit)
0 = konstanta
x1
= Usia petani (tahun)
x2
= Luas lahan (ha)
x3
= Umur tanaman kopi (tahun)
x4
= Jumlah tanggungan keluarga (orang)
x5
= Pendidikan (tahun)

= Variabel acak
Tanda parameter: 1, β2,3, 4, 5> 0
Perumasan Model Ekonomi Rumahtangga
Kegiatan produksi, santai dan konsumsi erat kaitannya dengan ekonomi
rumahtangga, yang kemudian akan mempengaruhi besarnya kredit simpan pinjam
yang diambil oleh petani kopi. Model persamaan simultan yang dibangun meliputi
persamaan struktural dan persamaan identitas.
Produksi Kopi
Produksi kopi dalam hal ini dipengaruhi luas lahan kopi, jumlah kredit yang
diambil, banyaknya pupuk yang digunakan, banyaknya pestisida yang dipakai
serta dummy petani kredit dan tidak kredit.
= 0+ 1
+ 2
+ 3
+ 4
+ �1
(3.2)
dimana:
PKOPI
= Produksi kopi (ha)
KRED
= Jumlah kredit yang diambil (Rp)
PUPUK
= Jumlah pupuk yang digunakan (kw/tahun)
KPK
= Keputusan Pengambilan Kredit (persen)
Tanda parameter: a1, a2, a3, a4 > 0
Keputusan Pengambilan Kredit adalah berapa persen peluang yang didapat
setiap responden atau petani kopi untuk mengambil kredit dan diperoleh dari
perhitungan analisis probit.
Nilai Kredit
= 0+ 1
+ 2
+ 3
+ �2
(3.3)
dimana:
KRED
= Jumlah kredit yang diambil (Rp)
PKOPI
= Produksi kopi (ton/tahun)
IRTP
= Pendapatan total rumahtangga petani kopi (Rp/tahun)
KT
= Konsumsi total rumahtangga petani kopi (Rp/tahun)
Tanda parameter: b1, b2, b3 > 0

19

Biaya Produksi
Biaya untuk kegiatan berkebun, merupakan penjumlahan dari biaya tetap
dan biaya variabel dari proses produksi kopi. Persamaan biaya produksi
dirumuskan sebagai berikut:
=
+
(3.4)
dimana:
BPKOPI
= Biaya produksi kopi (Rp/tahun)
BVKOPI
= Biaya variabel kopi (Rp/tahun)
BTKOPI
= Biaya tetap kopi (Rp/tahun)
Persamaan Pencurahan Waktu Kerja
Curahan waktu kerja rumahtangga dalam hal ini meliputi seluruh alokasi
waktu kerja rumahtangga untuk bekerja baik di dalam kegiatan berkebun maupun
di luar kegiatan berkebun.
Curahan Waktu Kerja Suami Dalam Kegiatan Berkebun
=

0

+

+

1

2

+

3

+

4

+

5

+

6

+ �3

(3.5)

dimana:
CSBK
UMUR
CSLK

= Curahan waktu kerja sua