Kemandirian Petani Dalam Pengambilan Keputusan Usahatani Kasus Petani Sayuran Di Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Pasuruhan

(1)

KEMANDIRIAN PETANI DALAM PENGAMBILAN

KEPUTUSAN USAHATANI: KASUS PETANI SAYURAN DI

KABUPATEN BONDOWOSO DAN KABUPATEN PASURUAN

ABDUL FARID

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan Usahatani: Kasus Petani Sayuran di Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Pasuruan” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Pebruari 2008

Abdul Farid


(3)

ABSTRACT

ABDUL FARID. Self-reliance of Farmers in Decision Making on Farm Management: A Case Study on Horticultural Farmers in Bondowoso and Pasuruan Districts. Under direction of MA’MUN SARMA, PANG S. ASNGARI, and PRABOWO TJITROPRANOTO

The objectives of this research are: (1) to determine the level of self-reliance of farmers on farm management, (2) to analyze dominant factors that relate and influence the level of farmers’ self-reliance on farm management, and (3) to formulate effective strategy in developing self-reliance of farmers on farm management. The research was conducted in Bondowoso and Pasuruan district of East Java province. The respondents were horticultural farmers selected randomly; and data collected through questionnaires and observation. The number of sample was determined based on Slovin’s formula. Total sample respondents were 274 farmers which consist of 140 horticultural farmers in Bondowoso and 134 horticultural farmers in Pasuruan. Statistical analysis used was regression and path analysis.

The result of the research indicates that the level of self-reliance between horticultural farmers in Bondowoso and Pasuruan is significantly different, and the level of self-reliance of horticultural farmers in Bondowoso is lower than those Pasuruan; however, the level of self-reliance in both districts is in the low and medium categories. The low level of self-reliance of horticultural farmers in Bondowoso particularly in the provision of production equipments, product handling, and marketing. The level of self-reliance is significantly influenced by farmers’ individual and agriculture resource capacities. The level of farmers’ individual capacities in Bondowoso and Pasuruan is in low and medium category. The farmers’ individual capacities are influenced by the level of farmers’ knowledge, skills, technology adoption, provision of farming equipments and farming capital. The direct effect of farmer capacities on the level of farmer’s self-reliance is 42 percent, whereas the indirect effect is 58 percent.

The effective strategies to improve farmer’s self-reliance on farm management decision making is the improved extension strategy with focus on the fulfilment of farmer’s need in their farm management, and supported by adequate information of farming business.


(4)

RINGKASAN

ABDUL FARID. Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan Usahatani: Kasus Petani Sayuran di Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Pasuruan, dibimbing oleh MA’MUN SARMA, PANG S. ASNGARI, dan PRABOWO TJITROPRANOTO.

Kemandirian petani menjadi sangat penting di era global ini karena terbukanya pengaruh luar yang sangat besar terhadap produk usahatani. Dalam rangka meningkatkan daya saing terhadap produk usahataninya, maka strategi penyuluhan untuk mengembangkan sumberdaya manusia (SDM) pertanian mendatang diarahkan agar mereka dapat lebih mandiri dalam melaksanakan usahataninya, yang dicirikan oleh kemampuannya dalam mengambil keputusan berusahatani secara kritis, meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki, dan meningkatkan produktivitas kerjanya. Hasil penelitian di Jawa Barat pada tahun 1999 dan hasil penelitian di Jawa Timur pada tahun 2001 menemukan kemandirian petani dalam pengambilan keputusan berusahatani masih relatif rendah.

Tujuan penelitian ini adalah: (1) mendeskripsikan tingkat kemandirian petani dalam pengambilan keputusan usahatani, (2) Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dan berpengaruh terhadap tingkat kemandirian petani dalam pengambilan keputusan usahatani, dan (3) Merumuskan strategi penyuluhan yang efektif untuk pengembangan kemandirian petani dalam pengambilan keputusan usahatani.

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Pasuruan, dengan responden petani sayuran. Populasi petani sayuran di Kabupaten Bondowoso adalah sebanyak 7572 orang, sedangkan populasi petani sayuran di Kabupaten Pasuruan adalah 6502 orang. Metode penelitian adalah metode survei dan pengamatan langsung. Pengambilan sampel ditetapkan dengan teknik random sampling. Penentuan jumlah sampel menggunakan rumus Slovin. Total sampel adalah 274 orang, terdiri dari 140 orang petani sayuran di Kabupaten Bondowoso dan 134 orang petani sayuran di Kabupaten Pasuruan. Analisis data menggunakan analisis statistik diskriptif, uji beda, uji regresi dan analisis jalur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kemandirian petani dalam pengambilan keputusan usahatani sayuran di Kabupaten Bondowoso ada pada kategori rendah, sedangkan rata-rata tingkat kemandirian petani sayuran di Kabupaten Pasuruan ada pada kategori sedang. Etos kerja petani dan akses informasi berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat kemandirian petani dalam pengambilan keputusan usahatani di Kabupaten Bondowoso, sedangkan pendidikan non formal dan pengalaman usaha petani sayuran memberikan pengaruh negatif terhadap kemandirian petani dalam pengambilan keputusan usahatani. Tingkat kemandirian petani dalam pengambilan keputusan usahatani di Kabupaten Pasuruan dipengaruhi sangat nyata oleh kapasitas diri petani dan kapasitas sumberdaya pertanian.

Strategi penyuluhan untuk pengembangan kemandirian petani dalam pengambilan keputusan usahatani sayuran di Bondowoso adalah meningkatkan kemampuan akses informasi petani, perbaikan etos kerja, meningkatkan dan perbaikan pendidikan non formal, serta perbaikan pengalaman usaha dengan cara


(5)

memberikan pengalaman baru yang dapat meningkatkan kemandirian petani sayuran. Strategi penyuluhan untuk pengembangan kemandirian petani dalam pengambilan keputusan usahatani sayuran di Pasuruan adalah meningkatkan perubahan perilaku petani (pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental petani), meningkatkan kepemilikan sarana usaha, dan meningkatkan pemenuhan modal usaha.

Akses informasi dan pemanfaatan media massa oleh petani sayuran sebagai sumber informasi belum optimal, oleh sebab itu disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut tentang peranan media massa sebagai sumber informasi usahatani yang dapat diakses oleh petani sayuran.


(6)

©

Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagaian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar

IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB


(7)

KEMANDIRIAN PETANI DALAM PENGAMBILAN

KEPUTUSAN USAHATANI: KASUS PETANI SAYURAN DI

KABUPATEN BONDOWOSO DAN KABUPATEN PASURUAN

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(8)

Judul : Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan Usahatani: Kasus Petani Sayuran di Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Pasuruan

Nama Mahasiswa : Abdul Farid N.I.M. : P061040061

Disetujui: Komisi Pembimbing

Dr. Ir. MA’MUN SARMA, MS. M.Ec. Ketua

Prof. Dr. PANG S. ASNGARI Anggota

Dr. PRABOWO TJITROPRANOTO, M.Sc. Anggota

Diketahui:

Ketua Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. LALA M. KOLOPAKING, MS.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. KHAIRIL A. NOTODIPUTRO, MS


(9)

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, M.Si

Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Momon Rusmono, MS. 2. Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS.


(10)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan rakhmat dan hidayahNya disertasi dengan judul: “KEMANDIRIAN PETANI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN USAHATANI: KASUS PETANI SAYURAN DI KABUPATEN BONDOWOSO DAN KABUPATEN PASURUAN,” dapat diselesaikan.

Disertasi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Studi Doktor pada Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penulisan disertasi ini adalah merumuskan strategi penyuluhan yang efektif untuk pengembangan kemandirian petani dalam pengambilan keputusan usahatani.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis haturkan kepada: Bapak Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS. M.Ec., Bapak Prof. Dr. H. Pang S. Asngari, dan Bapak Dr. H. Prabowo Tjitropranoto, M.Sc., yang telah memberikan bimbingan dan dukungan yang tidak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada:

(1) Rektor Institut Pertanian Bogor beserta jajarannya yang telah memberikan layanan yang baik selama penulis menempuh kuliah.

(2) Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB beserta jajarannya yang telah memberikan layanan yang baik selama penulis menempuh kuliah.

(3) Ketua Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat IPB beserta jajarannya yang telah memberikan layanan yang baik selama penulis menempuh kuliah.

(4) Dr. Ir. Siti Amanah M.Sc., selaku Ketua Program Studi Penyuluhan Pembangunan atas segala arahan dan bimbingannya.

(5) Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, M.Si., selaku penguji luar komisi pada sidang tertutup atas segala saran perbaikannya.

(6) Dr. Ir. Momon Rusmono, M.S., selaku penguji luar komisi dari Pusat Pengembangan Pendidikan Pertanian, Badan Pengembangan Sumberdaya


(11)

Manusia Pertanian, Departemen Pertanian pada sidang terbuka atas segala saran perbaikannya.

(7) Prof. Dr. Ir. Sumardjo, M.S., selaku penguji luar komisi pada sidang terbuka atas segala saran perbaikannya.

(8) Dr. Ato Suprapto, M.S., selaku Kepala Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian, Departemen Pertanian, yang telah memberikan kesempatan tugas belajar dan beasiswa.

(9) Ir. Wasrob Nasrudin, M.S., selaku Ketua Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Malang, atas pemberian ijin mengikuti kuliah.

(10) Prof. Dr. H. R. Margono Slamet, selaku Ketua Komisi Akademik atas arahan dan bimbingannya selama penulis mengikuti perkuliahan.

(11) Ketua Yayasan Damandiri yang telah memberikan bantuan biaya penelitian. (12) Bupati Bondowoso dan Pasuruan, yang telah memberikan ijin penelitian. (13) Semua Dosen pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan Sekolah

Pascasarjana IPB yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengalaman belajar kepada penulis..

(14) Teman-teman angkatan 2004 pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan Sekolah Pascasarjana IPB atas kerjasamanya.

(15) Eli Sustiani, E Rizal Dwi Laksono, dan E Laili Ramandhita, atas doa dan pengertiannya.

(16) Penyuluh Pertanian dan Petani sayuran di Kabupaten Bondowoso dan Pasuran, yang telah bersedia menjadi responden penelitian.

(17) Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan disertasi ini, yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan, guna penyempurnaan disertasi ini. Semoga disertasi ini dapat bermanfaat, Amin.

Bogor, Pebruari 2008 Abdul Farid


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bondowoso pada tanggal 2 Januari 1961 sebagai anak ke dua dari enam bersaudara pasangan bapak H. Mokh. Ramli dan ibu Siti Nuralis. Pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama diselesaikan di kota Bondowoso, sedangkan pendidikan Sekolah Menengah Atas penulis tempuh di Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) Negeri Malang. Sarjana Pertanian Jurusan Budidaya Tanaman lulus pada tahun 1989 dari Universitas Muhammadiyah Malang. Program Pascasarjana Jurusan Perlindungan Tanaman diselesaikan pada tahun 2003 di Universitas Brawijaya Malang. Studi Program Doktor pada Ilmu Penyuluhan Pembangunan mulai ditempuh pada tahun ajaran 2004 dengan biaya dari Proyek Pengembangan Kelembagaan Agribisnis dan Pertanian Pusat.

Sejak tahun 1980 hingga 1987 penulis bekerja sebagai Asisten Guru Perikanan dan Tanaman Perkebunan pada SPMA Negeri Malang, kemudian pada tahun 1987 hingga 1990 penulis bekerja sebagai widyaiswara pada Akademi Penyuluhan Pertanian di Malang, dan sejak tahun 1991 beralih menjadi dosen pada Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Malang.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... ii

RINGKASAN ... iii

PRAKATA ... ix

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Masalah Penelitian ... 6

Tujuan Penelitian ... 6

Kegunaan Penelitian ... 6

Definisi Istilah ... 7

TINJAUAN PUSTAKA ... 10

Konsep Kemandirian ... 10

Pengertian dan Dimensi Kemandirian ... 12

Menumbuhkan Kemandirian ... 14

Pengambilan Keputusan ... 14

Konsep Usahatani ... 15

Penyuluhan ... 16

Kegiatan Penyuluhan ... 18

Strategi Penyuluhan ... 25

Individu Petani ... 26

Akses Informasi ... 32

Faktor Lingkungan ... 36

Kapasitas Petani ... 39

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ... 55

Kerangka Berpikir ... 55

Hipotesis Penelitian ... 57

METODE PENELITIAN ... 60

Populasi dan Sampel ... 60

Populasi ... 60

Sampel ... 61


(14)

Data dan Instrumentasi ... 62

Data ... 62

Definisi Operasional dan Pengukuran Peubah ... 63

Instrumentasi ... 75

Validitas Instrumen ... 76

Reliabilitas Instrumen ... 78

Uji Validitas dan Reliabilitas ... 79

Pengumpulan Data ... 80

Analisis Data ... 80

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 82

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 82

Kondisi Penyuluhan di Daerah Penelitian ... 86

Kondisi Lahan di Daerah Penelitian ... 88

Masalah Budidaya Tanaman yang Dihadapi Petani Sayuran ... 90

Faktor Internal Petani ... 91

Kegiatan Penyuluhan ... 96

Akses Informasi ... 103

Faktor Eksternal Petani ... 107

Kapasitas Diri Petani ... 112

Kapasitas Sumberdaya Pertanian ... 119

Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan Usahatani .. 123

Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan Usahatani ... 128

Pengaruh Kapasitas Diri Petani dan Kapasitas Sumberdaya Pertanian terhadap Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan Usahatani ... 129

Pengaruh Kapasitas Diri Petani terhadap Kapasitas Sumberdaya Pertanian ... 130

Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kapasitas Sumberdaya Pertanian ... 137

Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kapasitas Diri Petani 139 Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan Usahatani ... 147

Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kapasitas Diri Petani 149 Pengaruh Kapasitas Sumberdaya Pertanian terhadap Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan Usahatani .. 153

Pengaruh Faktor Internal Petani, Kegiatan Penyuluhan, Akses Informasi, dan Faktor Eksternal Petani terhadap Kapasitas Sumberdaya Pertanian ... 155


(15)

Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Petani dalam

Pengambilan Keputusan Usahatani ... 162

Pengaruh Faktor Internal Petani, Kegiatan Penyuluhan, Akses Informasi, dan Faktor Eksternal Petani terhadap Kapasitas Diri Petani ... 164

Pengaruh Faktor Internal Petani, Kegiatan Penyuluhan, Akses Informasi, dan Faktor Eksternal Petani terhadap Kapasitas Sumberdaya Pertanian ... 164

Strategi Penyuluhan untuk Pengembangan Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan Usahatani ... 174

KESIMPULAN DAN SARAN ... 182

Kesimpulan ... 182

Saran ... 183

DAFTAR PUSTAKA ... 184


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Dimensi dan Indikator Kemandirian ... 13

2. Jumlah Sampel Penelitian ... 61

3. Peubah dan Indikator Faktor Internal Petani ... 65

4. Peubah dan Indikator Kegiatan Penyuluhan ... 67

5. Peubah dan Indikator Akses Informasi ... 68

6. Peubah dan Indikator Faktor Eksternal Petani ... 70

7. Peubah dan Indikator Kapasitas diri Petani ... 72

8. Peubah dan Indikator Kapasitas Sumberdaya Pertanian ... 74

9. Peubah dan Indikator Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan Usahatani ... 75

10. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 79

11. Jumlah dan Tingkat Pendidikan Penduduk di Kabupaten Bondowoso ... 82

12. Jumlah dan Tingkat Pendidikan Penduduk di Kabupaten Pasuruan ... 83

13. Sebaran Responden Menurut Umur ... 85

14. Jumlah Kecamatan, Jumlah Balai Penyuluhan Pertanian, Jumlah Desa, dan Jumlah Penyuluh ... 87

15. Sebaran Responden Menurut Luas Penguasaan Lahan ... 88

16. Sebaran Responden Menurut Jenis Lahan ... 89

17. Sebaran Responden Menurut Faktor Internal Petani ... 92

18. Sebaran Responden Menurut Kegiatan Penyuluhan ... 97

19. Sebaran Responden Menurut Akses Informasi ... 104

20. Sebaran Responden Menurut Faktor Eksternal Petani ... 108

21. Sebaran Responden Menurut Kapasitas Diri Petani ... 113

22. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pengolahan Tanah ... 114

23. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pemeliharaan Tanaman 115 24. Sebaran Responden Menurut Kapasitas Sumberdaya Pertanian ... 120

25. Sebaran Responden Menurut Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan Usahatani ... 124

26. Nilai Koefisien Korelasi (r) Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan Usahatani ... 128

27. Nilai Koefisien Regresi Pengaruh Kapasitas Diri Petani dan Kapasitas Sumberdaya Pertanian terhadap Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan Usahatani ... 129


(17)

28. Nilai Koefisien Regresi Pengaruh Kapasitas Diri Petani

terhadap Kapasitas Sumberdaya Pertanian ... 131 29. Koefisien Lintas Pengaruh Kapasitas Diri Petani dan

Kapasitas Sumberdaya Pertanian terhadap Kemandirian

Petani dalam Pengambilan Keputusan Usahatani ... 132 30. Koefisien Lintas Pengaruh Kapasitas Diri Petani terhadap

Kapasitas Sumberdaya Pertanian ... 132 31. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Kapasitas Diri

Petani terhadap Kemandirian Petani dalam Pengambilan

Keputusan Usahatani di Kabupaten Bondowoso ... 136 32. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Kapasitas Diri

Petani terhadap Kemandirian Petani dalam Pengambilan

Keputusan Usahatani di Kabupaten Pasuruan ... 137 33. Nilai Koefisien Regresi Faktor-faktor yang Berpengaruh

terhadap Kapasitas Sumberdaya Pertanian ... 137 34. Nilai Koefisien Regresi Faktor-faktor yang Berpengaruh

terhadap Kapasitas Diri Petani ... 139 35. Koefisien Lintas Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap

Kapasitas Sumberdaya Pertanian ... 141 36. Koefisien Lintas Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap

Kapasitas Diri Petani ... 141 37. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Faktor-faktor yang

Berpengaruh terhadap Kapasitas Sumberdaya Pertanian di

Kabupaten Bondowoso ... 146 38. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Faktor-faktor yang

Berpengaruh terhadap Kapasitas Sumberdaya Pertanian di

Kabupaten Pasuruan ... 147 39. Nilai Koefisien Regresi Faktor-faktor yang Berpengaruh

terhadap Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan

Usahatani ... 147 40. Koefisien Lintas Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap

Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan

Usahatani ... 149 41. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Faktor-faktor yang

Berpengaruh terhadap Kemandirian Petani dalam

Pengambilan Keputusan Usahatani di Kabupaten Bondowoso 152 42. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Faktor-faktor yang

Berpengaruh terhadap Kemandirian Petani dalam

Pengambilan Keputusan Usahatani di Kabupaten Pasuruan ... 152 43. Nilai Koefisien Regresi Pengaruh Kapasitas Sumberdaya

Pertanian terhadap Kemandirian Petani dalam Pengambilan


(18)

44. Nilai Koefisien Regresi Pengaruh Faktor Internal Petani, Kegiatan Penyuluhan, Akses Informasi, dan Faktor Eksternal

Petani terhadap Kapasitas Sumberdaya Pertanian ... 155 45. Koefisien Lintas Pengaruh Kapasitas Sumberdaya Pertanian

terhadap Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan

Usahatani ... 157 46. Koefisien Lintas Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap

Kapasitas Sumberdaya Pertanian ... 157 47. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Kapasitas

Sumber-daya Pertanian terhadap Kemandirian Petani dalam

Pengambilan Keputusan Usahatani di Kabupaten Bondowoso 161 48. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Kapasitas

Sumber-daya Pertanian terhadap Kemandirian Petani dalam

Pengambilan Keputusan Usahatani di Kabupaten Pasuruan ... 162 49. Nilai Koefisien Regresi Faktor-faktor yang Berpengaruh

terhadap Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan

Usahatani ... 162 50. Koefisien Lintas Faktor yang Berpengaruh terhadap

Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan

Usahatani ... 165 51. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Faktor-faktor yang

Berpengaruh terhadap Kemandirian Petani dalam

Pengambilan Keputusan Usahatani di Kabupaten Bondowoso 173 52. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Faktor-faktor yang

Berpengaruh terhadap Kemandirian Petani dalam


(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Tujuan Penyuluhan Pembangunan ... 11 2. Hubungan antar Peubah Penelitian ... 58 3. Pengaruh Kapasitas Diri Petani dan Kapasitas Sumberdaya

Pertanian terhadap Kemandirian Petani dalam Pengambilan

Keputusan Usahatani di Kabupaten Bondowoso ... 133 4. Pengaruh Kapasitas Diri Petani dan Kapasitas Sumberdaya

Pertanian terhadap Kemandirian Petani dalam Pengambilan

Keputusan Usahatani di Kabupaten Pasuruan ... 135 5. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kapasitas

Sumber-daya Pertanian di Kabupaten Bondowoso ... 142 6. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kapasitas

Sumber-daya Pertanian di Kabupaten Pasuran ... 144 7. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kemandirian Petani

dalam Pengambilan Keputusan Usahatani di Kabupaten

Bondowoso ... 150 8. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kemandirian Petani

dalam Pengambilan Keputusan Usahatani di Kabupaten

Pasuruan ... 151 9. Pengaruh Kapasitas Sumberdaya Pertanian terhadap

Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan Usahatani

di Kabupaten Bondowoso ... 158 10. Pengaruh Kapasitas Sumberdaya Pertanian terhadap

Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan Usahatani

di Kabupaten Pasuruan ... 159 11. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kemandirian Petani

dalam Pengambilan Keputusan Usahatani di Kabupaten

Bondowoso ... 166 12. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kemandirian Petani

dalam Pengambilan Keputusan Usahatani di Kabupaten

Pasuruan ... 171 13. Strategi Penyuluhan untuk Meningkatkan Kemandirian Petani

dalam Pengambilan Keputusan Usahatani di Kabupaten


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil Uji Validitas ... 198 2. Hasil Uji Reliabilitas Alpha Cronbach ... 199 3. Hasil Analisa Uji Beda Rata-rata Faktor Internal Petani antara

Petani Sayur di Bondowoso dan di Pasuruan ... 201 4. Hasil Analisa Uji Beda Rata-rata Kegiatan Penyuluhan antara

Petani Sayur di Bondowoso dan di Pasuruan ... 201 5. Hasil Analisa Uji Beda Rata-rata Akses Informasi antara

Petani Sayur di Bondowoso dan di Pasuruan ... 202 6. Hasil Analisa Uji Beda Rata-rata Faktor Eksternal antara

Petani Sayur di Bondowoso dan di Pasuruan ... 202 7. Hasil Analisa Uji Beda Rata-rata Kapasitas Diri Petani antara

Petani Sayur di Bondowoso dan di Pasuruan ... 203 8. Hasil Analisa Uji Beda Rata-rata Kapasitas Sumberdaya

Pertanian antara Petani Sayur di Bondowoso dan di Pasuruan .. 203 9. Hasil Analisa Uji Beda Rata-rata Kemandirian Petani dalam

Pengambilan Keputusan Usahatani antara Petani Sayur di

Bondowoso dan di Pasuruan ... 204 10. Hasil Analisa Uji Beda Rata-rata Umur antara Petani Sayur di

Bondowoso dan di Pasuruan ... 204 11. Nilai Koefisien Regresi Pengaruh Kapasitas Diri Petani dan

Kapasitas Sumberdaya Pertanian terhadap Kemandirian Petani

dalam Pengambilan Keputusan Usahatani di Bondowoso ... 205 12. Nilai Koefisien Regresi Faktor-faktor yang Berpengaruh

terhadap Kapasitas Sumberdaya Pertanian di Bondowoso ... 207 13. Nilai Koefisien Regresi Faktor-faktor yang Berpengaruh

terhadap Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan

Usahatani di Bondowoso ... 209 14. Nilai Koefisien Regresi Pengaruh Kapasitas Sumberdaya

Pertanian terhadap Kemandirian Petani di Bondowoso ... 211 15. Nilai Koefisien Regresi Faktor-faktor yang Berpengaruh

terhadap Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan

usahatani di Bondowoso ... 213 16. Nilai Koefisien Regresi Pengaruh Kapasitas Diri Petani dan

Kapasitas Sumberdaya Pertanian terhadap Kemandirian Petani

dalam Pengambilan Keputusan Usahatani di Pasuruan ... 216 17. Nilai Koefisien Regresi Faktor-faktor yang Berpengaruh


(21)

18. Nilai Koefisien Regresi Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan

Usahatani di Pasuruan ... 220 19. Nilai Koefisien Regresi Pengaruh Kapasitas Sumberdaya

Pertanian terhadap Kemandirian Petani di Pasuruan ... 222 20. Nilai Koefisien Regresi Faktor-faktor yang Berpengaruh

terhadap Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan


(22)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dewasa ini bangsa Indonesia dihadapkan pada era globalisasi yang ditandai dengan terjadinya perdagangan bebas antar negara. Perdagangan bebas merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindarkan karena sudah menjadi kecenderungan internasional, sehingga mengharuskan bangsa Indonesia untuk mempersiapkan diri menghadapi lingkungan baru tersebut, termasuk sektor pertanian (Solahuddin, 1999:1).

Adanya globalisasi harus dapat menjadi pendorong dan mempercepat adopsi dan implementasi pembangunan yang optimal dan berkelanjutan. Salah satu strategi yang dapat ditempuh oleh pemerintah Indonesia (baik pusat maupun daerah) dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui sustainable development, yaitu mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan dalam setiap kebijakan pembangunan. Dengan potensi yang besar dan beragam, Indonesia mempunyai peluang baik untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, Indonesia harus mampu meningkatkan daya saing dengan bangsa lain di dunia, dengan memperhatikan, pertama, kemampuan menghasilkan komoditi yang lebih murah dari pesaing yang tidak cukup untuk menjamin keunggulan daya saing di pasar internasional. Kedua, kemampuan untuk menyediakan produk yang sesuai dengan preferensi konsumen yang berkembang, dan sangat menentukan keunggulan bersaing di pasar inter-nasional. Ketiga, keunggulan daya saing ditentukan oleh kemampuan mendayagunakan keunggulan komparatif yang dimiliki dari hulu hingga hilir, dalam menghasilkan produk sesuai dengan preferensi konsumen yang ber-kembang (Saefuddin dkk., 2003:15).

Untuk menjawab tantangan tersebut di atas, maka perencanaan pembangunan pertanian Indonesia yang selama ini bersifat sentralistik atau bersifat top down, yaitu disusun oleh pemerintah tanpa melibatkan petani telah menyebabkan tingginya tingkat ketergantungan petani terhadap pemerintah, sehingga petani selalu menunggu uluran tangan pemerintah dalam melaksanakan usahataninya. Pada periode tahun 1960-1970 an, pendekatan top down memang


(23)

diperlukan mengingat kondisi petani pada saat itu tingkat pendidikannya masih rendah, ketersediaan teknologi inovasi masih sedikit, dan produktivitas usahatani (terutama padi) masih rendah. Terbukti dengan pendekatan top down tersebut mampu meningkatkan produktivitas padi, yakni dengan dicapainya swasembada beras pada tahun 1984. Seiring berjalannya waktu, tingkat pendidikan petani semakin membaik, ketersediaan inovasi semakin beragam, dan tingkat kebutuhan usahatani petani juga semakin tinggi, maka pendekatan top down sudah tidak tepat lagi. Oleh karena itu, pembangunan pertanian harus di ubah ke desentralistik, yaitu program pembangunan yang akan dilaksanakan mendatang harus didasarkan pada identifikasi kebutuhan petani dan menempatkan petani sebagai subjek pembangunan. Caranya ialah dengan jalan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada petani untuk dapat merencanakan, melaksanakan, monitoring, dan evaluasi terhadap usahataninya.

Agar petani mampu merencanakan dan menentukan sendiri usahataninya dan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada petani untuk mengelola usahataninya, maka strategi penyuluhan untuk mengembangkan sumberdaya manusia (SDM) pertanian mendatang diarahkan agar mereka dapat lebih mandiri dalam melaksanakan usahataninya, yang dicirikan oleh kemampuannya dalam mengambil keputusan berusahatani secara kritis, meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki, dan meningkatkan produktivitas kerjanya (Departemen Pertanian, 2006:5).

Program pembangunan pertanian di masa lalu menitikberatkan pada pembangunan pertanian yang berbasis beras (Soedijanto, 2003:83). Hal ini dapat dilihat pada pelaksanaan pembangunan yang dikemas dalam pelaksanaan pembangunan lima tahunan (pelita), yang dari pembangunan lima tahun pertama sampai dengan pembangunan lima tahun ke lima difokuskan pada pembangunan di bidang pangan. Pembangunan pertanian tersebut menitikberatkan pada peningkatan produksi, sehingga untuk kesuksesan dalam pelaksanaan program pembangunan tersebut pemerintah memberikan banyak kemudahan yaitu berupa subsidi sarana produksi seperti benih, pupuk, dan pestisida bagi petani tanaman pangan dalam melaksanakan usahataninya. Kondisi ini mengakibatkan ketergantungan petani pangan terhadap program-program pemerintah.


(24)

Hasil penelitian Ibrahim (2001:138) di Jawa Timur, menunjukkan bahwa tingkat kebutuhan petani pangan untuk meningkatkan identitas, kebutuhan untuk menyalurkan aspirasi, kebutuhan untuk berkelompok, dan kebutuhan untuk menunjukkan kemampuan dirinya, lebih tinggi dibandingkan tingkat kebutuhan petani hortikultura. Ada motivasi yang lebih tinggi pada petani pangan untuk meningkatkan produktivitas, untuk mengamankan usaha, untuk menyinambung-kan usaha, dan mempertahanmenyinambung-kan identitasnya dibandingmenyinambung-kan dengan petani hortikultura. Petani pangan terkesan tergantung kepada upaya-upaya pemerintah dalam mencukupi ke empat jenis kebutuhannya. Budaya ketergantungan pada pemerintah pada petani pangan tidak terlepas dari perilaku pemerintah pada waktu yang lalu yang mengkonsentrasikan pembangunan pertanian pada petani pangan atau program pangan dengan menyediakan berbagai bentuk kebutuhan petani pangan dalam paket program pembangunannya, seperti: bibit, pupuk, dan pestisida. Dari hasil penelitian Ibrahim tersebut diketahui bahwa kemandirian petani dalam pengambilan keputusan berusahatani, utamanya bagi petani tanaman pangan maupun bagi petani tanaman hortikultura masih relatif rendah. Juga diketahui bahwa kemandirian petani tanaman pangan relatif lebih rendah dibandingkan dengan kemandirian petani tanaman hortikultura.

Berbeda dengan petani pangan, petani sayuran tidak atau belum tersentuh pelaksanaan program pembangunan pertanian, sehingga menyebabkan petani sayuran terpinggirkan. Namun demikian, dari hasil penelitian Ibrahim tersebut, walaupun tingkat kemandirian petani sayuran juga rendah, tetapi tingkat kemandirian petani sayuran dalam memenuhi kebutuhannya relatif lebih tinggi dari petani pangan. Berdasarkan kenyataan yang ada, maka perlu dilakukan penelitian terhadap petani sayuran terutama dalam hal perilaku petani sayuran dalam melaksanakan usahataninya.

Hasil penelitian Sumardjo (1999:192) menunjukkan bahwa tingkat kemandirian petani di Jawa Barat (zona Utara, zona tengah, zona Selatan, dan Botabek) masih relatif rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa baik zona Utara dan tengah yang mayoritas petaninya adalah petani tanaman pangan, dan petani zona Selatan yang mayoritas petaninya adalah petani tanaman sayuran dan perkebunan tingkat kemandiriannya masih relatif rendah.


(25)

Gambaran mengenai profil SDM petani, menurut hasil penelitian Sumardjo tersebut secara umum terutama petani dengan profil baik cenderung sudah ber-sikap rasional, mempunyai ber-sikap yang positif terhadap perubahan maupun perkembangan IPTEK, aksesibilitas terhadap jaringan komunikasi yang ada relatif baik, dan keaktifan mencari informasi tentang inovasi sudah relatif tinggi. Namun, beberapa indikator masih menunjukkan tingkatan yang rendah, yaitu dalam hal fatalism, tingkat partisipasi sosial, kekosmopolitan, keyakinan dalam mengambil keputusan bersama (kepemimpinan pendapat) dan motivasi masih relatif rendah.

Dalam era globalisasi persaingan akan semakin ketat, sehingga kemandirian yang dimiliki petani dalam melaksanakan usaha pertanian harus selalu ditingkatkan dan dikembangkan agar petani mampu menghasilkan produk berkualitas yang mampu bersaing dengan produk sejenis dari mancanegara. Agar dapat menghasilkan produk yang berkualitas, maka petani harus mampu melaksanakan usahataninya secara efektif dan efisien.

Pembangunan pertanian yang selama ini dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia yang menekankan pada tingkat pertumbuhan, dengan memberikan kemudahan kepada petani berupa subsidi sarana produksi telah mendorong petani untuk menggunakan teknologi usahatani terutama pupuk, dan pestisida secara berlebihan. Pada awalnya penggunaan pupuk dan pestisida dapat meningkatkan produktivitas usahatani, sehingga petani selalu berusaha untuk meningkatkan penggunaan pupuk dan pestisida pada periode usahatani berikutnya. Kondisi ini pada tahap selanjutnya akan merusak lahan dan lingkungan, sehingga tingkat produktivitas usahatani menjadi semakin menurun. Data monografi desa tahun 2006 menunjukkan bahwa rata-rata produksi Kubis di Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Pasuruan hanya berkisar 16-18 ton per hektar. Bila data produksi ini dihitung berdasarkan populasi tanaman kobis per hektar, maka satu pohon Kubis hanya menghasilkan produksi dengan berat sekitar 0.3-0.5 kg.

Tingkat produktivitas usahatani yang semakin rendah yang dilakukan petani ini disebabkan perilaku petani dalam melaksanakan usahataninya, penggunaan input (terutama pupuk) yang beragam, yaitu mulai dari penggunaan jumlah pupuk yang lebih rendah dari dosis anjuran sampai dengan pemberian pupuk yang melebihi dosis anjuran (600 kg Urea/ha), melebihi batas optimal yang sebanyak


(26)

300 kg Urea/ha. Hasil penelitian Widowati dkk. (2004:106) menemukan bahwa rendahnya tingkat produktivitas disebabkan rendahnya tingkat penerapan teknologi terutama pupuk. Hasil penelitian lainnya, yaitu yang dilakukan oleh Sumaryanto dkk. (2003:73) menemukan bahwa penggunaan pupuk untuk usahatani padi mencapai 401 kg/ha. Kondisi tersebut di atas masih diperparah oleh penggunaan sarana produksi lainnya, seperti pestisida dan tenaga kerja yang tidak berimbang.

Untuk mengatasi hal tersebut maka pola pembangunan Indonesia yang selama ini menekankan pada pertumbuhan ekonomi selayaknya diganti dengan pola pembangunan yang menekankan pada pembangunan manusia. Pembangunan Indonesia yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi ternyata telah gagal, terbukti kondisi Indonesia semakin terpuruk hampir disemua sektor, hasil pembangunan hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang sehingga menimbulkan kesenjangan pendapatan yang semakin tinggi antara orang kaya dengan orang miskin. Untuk memperbaiki/mengatasi masalah keterpurukan ini, maka perlu adanya komitmen semua pihak, terutama komitmen pemerintah yang berpihak pada kepentingan masyarakat kecil khususnya petani, dengan jalan menyediakan anggaran yang lebih besar untuk pembangunan manusia, seperti biaya pendidikan, pembangunan infrastruktur di pedesaan, dan lain-lain. Dengan demikian akan dihasilkan sumberdaya manusia yang lebih berkualitas, mandiri, dan dapat bersaing di dunia global.

Untuk memperbaiki kondisi petani, Departemen Pertanian pada tahun 2006 telah mencanangkan program panca yasa pertanian yang di dalamnya berisi lima program pokok, yaitu: (1) Infrastruktur Pertanian, (2) Kelembagaan Kelompok Tani, (3) Sistem Penyuluhan, (4) Pembiayaan Pertanian, dan (5) Pemasaran Hasil Pertanian. Agar program panca yasa pertanian ini berhasil, maka faktor-faktor yang ada pada usahatani itu sendiri diperbaiki seperti: petani pengelola, tanah usahatani, tenaga kerja, modal, dan tingkat teknologi. Disamping memperbaiki juga faktor-faktor di luar usahatani, seperti: penyediaan sarana transportasi dan komunikasi, tersedianya pasar untuk hasil-hasil pertanian, fasilitas kredit, dan sarana penyuluhan bagi petani. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah


(27)

memperbaiki perilaku petani yang terkait dengan kemandirian dalam pengelolaan usahataninya.

Tingkat kemandirian petani tanaman sayuran di Jawa Timur terutama dalam hal kemandirian dalam pemenuhan sarana produksi, kemandirian tentang budidaya tanaman yang diusahakan, kemandirian dalam pengambilan keputusan pengolahan hasil usahataninya, dan kemandirian dalam pengambilan keputusan pemasaran hasil usahataninya belum banyak dilakukan. Berdasarkan kenyataan ini, maka untuk mengetahui tingkat kemandirian petani dalam pengambilan keputusan usahatani perlu dilakukan penelitian.

Dari uraian tersebut di atas timbul pertanyaan: “bagaimanakah tingkat kemandirian petani dalam pengambilan keputusan usahatani?”, “faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi tingkat kemandirian petani dalam pengambilan keputusan usahatani?”. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut maka perlu dilakukan penelitian secara mendalam terhadap tingkat kemandirian petani dalam pengambilan keputusan usahatani tersebut.

Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka dapat ditetapkan masalah penelitian sebagai berikut:

(1) Bagaimanakah tingkat kemandirian petani dalam pengambilan keputusan usahatani?

(2) Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap tingkat kemandirian petani dalam pengambilan keputusan usahatani?

(3) Bagaimanakah strategi penyuluhan yang efektif untuk pengembangan kemandirian petani dalam pengambilan keputusan usahatani?

Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan masalah-masalah penelitian yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

(1)Mendeskripsikan tingkat kemandirian petani dalam pengambilan keputusan usahatani.


(28)

(2)Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kemandirian petani dalam pengambilan keputusan usahatani.

(3)Merumuskan strategi penyuluhan yang efektif untuk pengembangan kemandirian petani dalam pengambilan keputusan usahatani.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis sebagai berikut:

(1) Secara teoritis, penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu penyuluhan pembangunan khususnya ilmu penyuluhan pembangunan yang berkaitan dengan pengembangan kemandirian petani dalam pengambilan keputusan usahatani.

(2) Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran bagi penentu kebijakan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah dalam menyusun strategi penyuluhan yang tepat untuk meningkatkan kemandirian petani dalam pengambilan keputusan usahatani.

Definisi Istilah

(1) Petani adalah pelaku utama kegiatan pertanian yang mengelola usaha di bidang pertanian. Petani dalam penelitian ini adalah orang yang memelihara dan membudidayakan tanaman sayuran.

(2) Kemandirian petani dalam pengambilan keputusan usahatani adalah perwujudan kemampuan petani untuk memanfaatkan potensi dirinya sendiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang dicirikan oleh kemampuan dan kebebasan menentukan pilihan yang terbaik. Dalam penelitian ini kemandirian petani dalam pengambilan keputusan usahatani dilihat dari: kemandrian dalam pemenuhan kebutuhan sarana produksi, kemandirian dalam pelaksanaan budidaya, kemandirian dalam pengolahan hasil, dan kemandirian dalam pemasaran.


(29)

(3) Usahatani adalah kemampuan petani menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. (4) Kapasitas diri petani adalah daya yang ada pada diri seseorang untuk

menetapkan langkah dan tujuan serta usaha yang akan dilakukan untuk menetapkan usahanya guna memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. Dalam penelitian ini kapasitas diri petani dilihat dari: pengetahuan, keterampilan, sikap, percara diri, komitmen, dan kewirausahaan.

(5) Kapasitas Sumberdaya Pertanian adalah sumberdaya yang ada pada diri seseorang untuk menetapkan langkah dan tujuan serta usaha yang akan dilakukan untuk menetapkan usahanya guna memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. Dalam penelitian ini kapasitas suberdaya petani dilihat dari: penggunaan lahan, penerapan teknologi, sarana dan prasarana, modal usaha, dan pemasaran.

(6) Faktor-faktor eksternal petani adalah faktor yang tidak dapat di-kendalikan oleh petani. Faktor-faktor eksternal petani meliputi: lingkungan sosial, pelatihan, dan keberadaan petani dalam kegiatan kelompok sebagai wahana belajar. Dalam penelitian ini faktor-faktor eksternal petani dilihat: dari lingkungan sosial, pelatihan, keberadaan petani dalam kegiatan kelompok sebagai wahana belajar, dan insentif produksi.

(7) Akses informasi adalah aktivitas yang dilakukan oleh petani untuk memperoleh informasi yang terkait dengan usahataninya. Akses informasi tersebut meliputi: interpersonal (akses informasi antar petani), tokoh masyarakat, penyuluh, agen saprodi, dan media massa. Dalam penelitian ini akses informasi dilihat dari: interpersonal/ antar petani, tokoh masyarakat, agen saprodi, dan media massa.

(8) Kegiatan Penyuluhan adalah aktivitas atau usaha mengubah perilaku petani, agar mereka tahu, mau, dan mampu melaksanakan perubahan-perubahan dalam usahataninya demi tercapainya peningkatan produksi, keuntungan, dan perbaikan kesejahteraan keluarganya. Dalam penelitian ini kegiatan penyuluhan dilihat dari: materi penyuluhan, metode penyuluhan,


(30)

media penyuluhan, frekuensi interaksi petani dengan penyuluh, dan kemampuan penyuluh.

(9) Faktor internal petani adalah sifat-sifat atau ciri yang dimiliki seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungannya. Dalam penelitian ini faktor internal petani dilihat dari: pendidikan formal, pendidikan non formal, etos kerja, tingkat kekosmopolitan, dan pengalaman usaha.

(10) Strategi penyuluhan diartikan sebagai ilmu dan seni menggunakan semua sumberdaya untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan, guna mendukung pencapaian tujuan yang ditetapkan, yaitu perubahan perilaku petani agar produktivitasnya meningkat, sehingga pendapatan dan kesejahteraannya meningkat. Dalam penelitian ini strategi penyuluhan digunakan untuk kegiatan penyuluhan dengan tujuan mengubah perilaku klien menjadi mandiri.

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Kemandirian

Weber menyatakan bahwa manusia dibentuk oleh nilai-nilai budaya disekitarnya khususnya nilai-nilai agama, sehingga berdasarkan kepercayaan tersebut membuat orang-orang penganut agama Protestan Calvin bekerja keras untuk meraih sukses (Budiman,1996:20-21). Selanjutnya, Rogers (Good dan Brophy, 1990:465) menyatakan bahwa manusia mempunyai potensi alami untuk belajar. Mengacu pada dua pendapat tersebut maka untuk mencapai sukses manusia harus bekerja keras dan harus belajar.

Proses belajar terjadi karena adanya interaksi petani dengan lingkungannya (Sadiman, dkk. 1986:1). Menurut Rogers (Good dan Brophy, 1990:465), pelajaran secara nyata berlangsung ketika petani merasa apa yang dipelajari relevan dengan tujuan usahataninya. Dengan demikian, petani baru memahami apa yang dipelajari ketika materi yang dipelajari dapat menjawab kebutuhan informasi usahataninya. Agar proses belajar dapat menjawab kebutuhan informasi usahatani petani, Berlo (Asngari, 2001:18) mengemukakan tiga hal penting yang perlu


(31)

diperhatikan dalam penyajian materi penyuluhan (pelajaran) yakni materi penyuluhan haruslah (1) informatif, yakni materi penyuluhan disampaikan kepada petani haruslah informatif dalam arti diinginkan dan dibutuhkan oleh petani, (2) persuasif, yakni mampu menggerakkan petani mau mempelajari dan belajar materi yang bersangkutan, dan (3) enak diterima atau menyenangkan (entertainment).

Harefah (2005:42-43) menyatakan bahwa proses pembelajaran dapat membuat manusia/petani bertumbuh dan berkembang sehingga berkemampuan, menjadi dewasa dan mandiri. Dari proses pembelajaran petani memungkinkan dirinya mengalami transformasi diri, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mau menjadi mau, dan dari tidak mampu menjadi mampu. Konsep pembelajaran Harefah ini sejalan dengan makna memberdayakan petani. Asngari (2001:33) menyatakan bahwa dalam jangka pendek, makna dan tujuan penyuluhan pembangunan dalam rangka memberdayakan SDM-klien adalah mengubah perilaku SDM-klien meliputi: (1) pengetahuan (kawasan kognitif), (2) sikap mental (kawasan afektif), dan (3) keterampilan (kawasan psikomotorik) seperti terlihat pada Gambar 1.

Penyuluhan Pembangunan

Mengubah Perilaku:

1. Penge

tahuan

2. Sikap

mental

3 K t

Tahu Æ Mau Æ

Mampu memanfaatkan IPTEK, dll

Bertani lebih baik (Better Farming)

Berusahatani lebih baik (Better

Bussiness)

Sarana usaha yang memadai(Agro

Support) Iklim Usaha yang

kondusif (Agro Climate) Pendapatan meningkat Hidup lebih baik Hidup lebih sejahtera Masyarakat lebih makmur Tujuan jangka pendek

SDM-Klien SDM-Klien Ditunjang

Tujuan jangka panjang


(32)

Orientasi penyuluhan tersebut adalah mengubah perilaku SDM-klien yakni terjadinya perilaku baru sesuai dengan yang direncanakan/ dikehendaki. Perilaku baru ini sebagai dasar untuk memperbaiki usahataninya. Ilmu-ilmu, ide-ide. teknologi, konsep-konsep, pengalaman baru, dan lain-lain diperkenalkan dan diajarkan kepada petani agar dia tahu, mau, dan mampu menguasainya untuk dimanfaatkan dalam usahataninya. Orientasi mengubah perilaku petani pada ketiga kawasan, sebagaimana dikemukakan tersebut, adalah untuk melakukan efisiensi dan efektivitas pengelolaan usahataninya sehingga usahatani tersebut menguntungkan, dan pada akhirnya petani dapat hidup sejahtera.

Penyuluhan pertanian adalah proses pembelajaran, artinya inti dari kegiatan penyuluhan pertanian adalah timbulnya proses belajar dari petani agar dapat memecahkan masalah sendiri (Padmowihardjo, 2004:32). Selanjutnya, Slamet (2003c:45) menyatakan bahwa penyuluhan pertanian adalah program pendidikan luar sekolah yang bertujuan: (1) memberdayakan petani, (2) meningkatkan kesejahteraan sasaran secara mandiri, dan (3) membangun masyarakat madani. Berdasarkan pada pendapat Slamet tersebut, penyuluhan pertanian jika dilakukan dengan benar maka petani akan dapat melaksanakan usahataninya secara mandiri tanpa tergantung kepada pihak-pihak lain.

Pengertian dan Dimensi Kemandirian

Kemandirian secara harfiah diartikan sebagai hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Konsep kemandirian menurut Saragih (2005:1) adalah mampu berusaha sendiri, kreatif, kerja keras, dan competitiveness. Masyarakat mandiri dalam era globalisasi akan dapat tercapai jika didukung oleh transformasi sosial-budaya menuju masyarakat modern. Rasionalitas, kreatifitas, keberanian bersanding, etos kerja yang tinggi, efisiensi dalam berproduksi merupakan nilai-nilai penting, yang secara tekun dan terus-menerus perlu ditumbuh-kembangkan dalam masyarakat (Ginting, 2004:68).

Menurut Supriyanto dan Subejo (2004:34), pemberdayaan atau pemandirian masyarakat memiliki titik fokus sebagai upaya fasilitasi warga masyarakat agar memiliki kemampuan untuk memanfaatkan sumberdaya yang dimilikinya secara optimal secara penuh dalam mekanisme produksi, ekonomi, sosial dan


(33)

ekologinya. Kemandirian adalah hakikat dari kemerdekaan, yaitu hak setiap bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri dan menentukan apa yang terbaik bagi dirinya (Kartasasmita, 1996:60). Kemandirian merupakan perwujudan kemampuan seseorang untuk memanfaatkan potensi dirinya sendiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang dicirikan oleh kemampuan dan kebebasan menentukan pilihan yang terbaik.

Menurut Soesarsono dan Sarma (2004:31), secara sederhana kemandirian seseorang itu banyak ditentukan oleh tingkat kepercayaan dirinya atas apa yang harus dihadapi. Kemandirian untuk mampu bekerja mandiri (self employment) akan sulit dilakukan jika tidak terbiasa belajar, berlatih dan kerja mandiri yang memberikan pengalaman sukses. Kemandirian adalah upaya seseorang yang didasarkan pada kepercayaan kemampuan diri dan pada sumberdaya yang dimiliki sebagai semangat keswadayaan. Faktor-faktor swadaya adalah: ulet, kerja keras, jiwa kewirausahaan (Rahardjo, 1992).

Kemandirian menekankan pada aspirasi, kreativitas, berani mengambil resiko, prakarsa, sering bertindak atas dasar kekuatan sendiri dalam kebersamaan (Slamet, 1995:12). Kemandirian adalah suatu kondisi ketika suatu individu mampu meminimalkan ketergantungannya pada individu. Kemandirian disebut pula dengan kesejajaran atau bahkan keunggulan jika dibandingkan dengan pihak lain (Mukhtar, 2003:105). Dimensi dan indikator kemandirian seseorang dapat ditampilkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Dimensi dan Indikator Kemandirian

Dimensi Indikator 1. Mantap dan kuat (a) Percaya diri

(b)Memiliki karakter (c) Bertanggungjawab (d)Memiliki semangat (e) Berfikir strategis (f) bersikap waspada (g)Selektif / prioritas (h)Efektif

(i) Puas diri (j) Memiliki tujuan (k)Menyadari (l) Progresif

(m)Tidak tergantung (n)Berakar budi (o)Matang

2. Utuh dan harmonis (a) Mampu berkembang (b)Memiliki prestasi


(34)

(c) Memiliki pengaruh (d)Berani tampil (e) Loyal

(f) Kompromis

(g)Memiliki misi beragam (h)kreatif

(i) Bebas merefleksikan keinginannya (j) Mampu berkomunikasi.

Sumber : Mukhtar (2003:108)

Menumbuhkan Kemandirian

Kemandirian dapat ditumbuhkan melalui penyuluhan dengan memposisikan sasaran sebagai subjek dan mitra belajar dari penyuluh. Sasaran perlu diaktifkan dalam proses belajar berinteraksi dengan alat, bahan dan usaha ekonominya sehingga mampu dan mau (1) memilih dan menentukan sendiri sumberdaya secara tepat untuk perbaikan usaha dalam upaya meningkatkan kualitas hidupnya, (2) memanfaatkan peluang untuk meningkatkan produktivitas, dan efisiensi usaha yang berorientasi pada pasar, dan (3) kerjasama dengan pihak-pihak yang dapat memperlancar terwujudnya harapan individu/kelompok (Walker, 1992:67).

Untuk menumbuhkan dan membina kemandirian maka petani perlu diarahkan agar dengan kekuatan dan kemampuannya berupaya untuk bekerja sama untuk mencapai yang diinginkan dan dibutuhkan. Kemandirian adalah satu sikap yang mengutamakan kemampuan diri sendiri dalam mengatasi pelbagai masalah demi mencapai satu tujuan, tanpa menutup diri terhadap pelbagai kemungkinan kerjasama yang saling menguntungkan. Dalam pengertian sosial atau pergaulan antar manusia (kelompok, komunitas), kemandirian juga bermakna sebagai organisasi diri (sef-organization) atau manajemen diri (self-management) (Ismawan, 2003:1).

Pengambilan Keputusan

Hampir setiap saat manusia membuat atau mengambil keputusan dan melaksanakannya. Hal ini tentu dilandasi asumsi bahwa segala tindakannya secara sadar merupakan pencerminan hasil proses pengambilan keputusan dalam


(35)

pikirannya, sehingga sebenarnya manusia sudah sangat terbiasa dalam membuat keputusan (Mangkusubroto dan Trisnadi, 1987:2).

Pengambilan keputusan merupakan fungsi utama seorang manajer atau administrator. Kegiatan pembuatan keputusan meliputi pengidentifikasian masalah, pencarian alternatif penyelesaian masalah, evaluasi dari alternatif-alternatif tersebut dan pemilihan alternatif-alternatif keputusan yang terbaik. Kemampuan seorang manajer dalam membuat keputusan dapat meningkat apabila ia mengetahui dan menguasai teori dan teknik pembuatan keputusan (Kasim, 1995:1).

Menurut Rivai (2003:234), Handoko (2003:129), dan Bildridge (Liliweri, 1997:152) pengambilan keputusan adalah seperangkat langkah yang diambil individu atau kelompok dalam memecahkan masalah atau pengambilan keputusan terjadi sebagai reaksi terhadap suatu masalah. Agar individu mencapai hasil yang maksimal maka proses pengambilan keputusan harus rasional. Melalui proses pengambilan keputusan maka individu membuat pilihan memaksimalkan nilai yang konsisten dalam batas-batas tertentu. Model pengambilan keputusan rasional melalui enam langkah, yaitu: (1) menetapkan masalah, (2) mengidentifikasi kriteria keputusan, (3) mengalokasikan bobot pada kriteria, (4) mengembangkan alternatif, (5) mengevaluasi alternatif, dan (6) memilih alternatif terbaik.

Keputusan inovasi adalah proses mental, sejak seseorang mengetahui ada-nya inovasi sampai mengambil keputusan untuk menerima atau menolakada-nya dan kemudian mengukuhkannya (Rogers dan Shoemaker, 1981:35).

Konsep Usahatani

Usahatani secara harfiah diartikan sebagai kegiatan usaha yang dilakukan di bidang pertanian. Menurut Ibrahim dkk. (2003:22), dan Su’ud, (2004:22), pengelolaan usahatani membahas cara meningkatkan efisiensi usahatani, sebab dalam rumah tangga petani sulit dipisahkan antara kegiatan produksi dan konsumsi yang dilakukan. Manajemen usahatani ini meliputi kegiatan inventarisasi sumberdaya, penetapan tujuan, termasuk skala prioritas, membuat alternatif-alternatif usahatani dan menentukan usahatani yang paling menguntungkan, perencanaan anggaran dan evaluasi keberhasilan usahatani.


(36)

Dalam usahatani modern, peranan manajemen menjadi sangat penting dan strategis. Manajemen dapat diartikan sebagai ’seri’ dalam merencanakan, mengorganisasi, dan melaksanakan serta mengevaluasi suatu proses produksi. Karena proses produksi ini melibatkan sejumlah orang (tenaga kerja) dari berbagai tingkatan, maka manajemen berarti pula bagaimana mengelola orang-orang tersebut dalam tingkatan atau dalam tahapan proses produksi (Soekartawi, 2003:13).

Keputusan yang diambil oleh setiap petani selaku pengelola antara lain mencakup: menentukan pilihan dari antara berbagai tanaman yang mungkin ditanam pada setiap bidang tanah, menentukan macam ternak yang sebaiknya dipelihara dan menentukan cara membagi waktu kerja di antara berbagai tugas, teristimewa pada saat-saat berbagai pekerjaan itu dilakukan serentak. Termasuk pula didalamnya menentukan pilihan tentang jenis dan jumlah ternak kerja yang harus dipelihara untuk pekerjaan di lapangan (Mosher, 1983:35).

Kemandirian dalam pengambilan keputusan usahatani dalam penelitian ini adalah kemandirian petani untuk memutuskan melaksanakan kegiatan usaha dalam agribisnis sayuran, dibatasi pada kemandirian petani dalam pemenuhan sarana produksi, kemandirian petani dalam pengambilan keputusan budidaya, kemandirian petani dalam pengambilan keputusan penanganan hasil, dan kemandirian petani dalam pengambilan keputusan pemasaran.

Penyuluhan

Konsep penyuluhan pertanian yang ada di Indonesia tidak terlepas dari konsep-konsep penyuluhan yang tersebar dalam berbagai perspektif seperti pendidikan penyuluhan (extension education), pendidikan non formal (non formal education), penyuluhan (extension), alih teknologi (technnology transfer), penyuluhan pembangunan (development extension), maupun penyuluhan pertanian sendiri (agricultural extension). Berbagai perspektif penyuluhan pertanian ini memperkaya konsep penyuluhan pertanian dan memberikan sumbangan terhadap kemajuan pelaksanaan penyuluhan pertanian. Menurut Mardikanto (1993:12), penyuluhan adalah proses penyebarluasan informasi yang berkaitan dengan upaya perbaikan cara-cara bertani dan berusaha-tani demi


(37)

tercapainya peningkatan produktivitas, pendapatan petani, dan perbaikan kesejahteraan keluarga/masyarakat yang diupayakan melalui kegiatan pembangunan pertanian.

Slamet (2003a:15), Pusat Penyuluhan Pertanian (1996a:6), Soedarmanto (1994:15), dan Wiriaatmadja (1983:7) menyatakan bahwa penyuluhan pertanian adalah sistem pendidikan luar sekolah di bidang pertanian untuk petani-nelayan dan keluarganya serta anggota masyarakat pertanian agar dinamika dan kemampuannya dalam memperbaiki kehidupan dan penghidupannya dengan kekuatan sendiri dapat berkembang, sehingga dapat meningkatkan peranan dan peran sertanya dalam pembangunan pertanian. Jadi penyuluhan pertanian itu adalah suatu bentuk pendidikan yang cara, bahan, dan sarananya disesuaikan dengan keadaan, kebutuhan, dan kepentingan sasaran (petani dan keluarganya). Karena sifatnya yang demikian maka penyuluhan biasa juga disebut pendidikan nonformal.

Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 19/Kep/MK.WASPAN/5/1999 tentang jabatan Fungsional Penyuluh Pertanian dan Angka Kreditnya menyebut bahwa penyuluhan pertanian adalah sistem pendidikan luar sekolah di bidang pertanian untuk petani-nelayan dan keluarganya serta anggota masyarakat pertanian agar dinamika dan kemampuannya dalam memperbaiki kehidupan dan penghidupannya dengan kekuatan sendiri dapat berkembang, sehingga dapat meningkatkan peranan dan peran sertanya dalam pembangunan pertanian (ada kesan petani bertambah pandai untuk menunjang pembangunan pertanian).

Pendidikan penyuluhan merupakan ilmu terapan yang terdiri dari berbagai hal dari hasil penelitian yang bersifat fisik, biologi, dan ilmu psikologi, selanjutnya disintesis ke dalam suatu konsep, prinsip-prinsip, dan prosedur-prosedur yang ditujukan pada pelaksanaan pendidikan luar sekolah orang dewasa. Pendidikan penyuluhan merupakan suatu proses pendidikan untuk menyediakan pengetahuan kepada penduduk desa mengenai praktek-praktek meningkatkan kesejahteraan dan membantu penduduk desa dalam mengambil keputusan yang spesifik lokasi (Dahama dan Bhatnagar, 1980:13).


(38)

Lionberger dan Gwin (1991:45) menyatakan bahwa penyuluhan adalah suatu proses alih teknologi dari para peneliti kepada para pemakai. Hasil-hasil penelitian perlu disebarkan kepada anggota masyarakat luas. Untuk menyebarkan inovasi hasil penelitian tersebut perlu berbagai penyesuaian agar dapat diterima oleh pemakai. Penyuluhan menjadi sub sistem yang menghubungkan penelitian dengan pemakai. Konsep yang ditawarkan oleh Lionberger dan Gwin ini cenderung memandang sasaran penyuluhan sebagai sasaran penyebaran teknologi hasil penemuan para peneliti. van den Ban dan Hawkins (1998:25) menyatakan bahwa penyuluhan pertanian merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya, memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar.

Rogers (1983:159-160) mengemukakan bahwa penyuluhan pertanian merupakan usaha melakukan difusi inovasi kepada para petani. Penyuluhan pertanian dipandang sebagai suatu proses komunikasi yakni penyuluh memberikan informasi yang berguna kepada petani dan kemudian para penyuluh membantu petani untuk mengubah pengetahuan, sikap, dan keterampilan agar efektif menggunakan informasi atau teknologi yang telah diberikan.

Asngari (2003:183) menyatakan bahwa penyuluhan adalah kegiatan mendidik orang (kegiatan pendidikan) dengan tujuan mengubah perilaku klien sesuai dengan yang direncanakan/dikehendaki yakni orang makin modern. Tujuan jangka pendeknya adalah mengubah perilaku SDM-klien, yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap mentalnya. Tujuan jangka panjangnya adalah meningkatkan pendapatan SDM-klien pengelola bisnis pertanian (agribisnis), baik on-farm maupun off-farm. Dengan pendapatan yang meningkat SDM-klien dapat hidup lebih baik dan lebih sejahtera (Asngari, 2001:35).

Kegiatan Penyuluhan

Secara harfiah, kegiatan diartikan sebagai aktivitas atau usaha. Penyuluhan diartikan sebagai proses perubahan perilaku (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) petani, agar mereka tahu, mau, dan mampu melaksanakan perubahan-perubahan dalam usahataninya demi tercapainya peningkatan produksi, keuntungan, dan perbaikan kesejahteraan keluarganya. Jadi kegiatan penyuluhan


(39)

adalah aktivitas atau usaha mengubah perilaku petani, agar mereka tahu, mau, dan mampu melaksanakan perubahan-perubahan dalam usahataninya demi tercapainya peningkatan produksi, keuntungan, dan perbaikan kesejahteraan keluarganya. Menurut Ibrahim dkk. (2003:3), kegiatan penyuluhan diarahkan pada: (1) menimbulkan perubahan dalam hal pengetahuan, kecakapan, sikap dan motif tindakan kepada petani kearah tujuan yang telah ditentukan, (2) menuntun, mempengaruhi pikiran, perasaan dan kelakuan para petani kearah mencapai taraf dan tingkat kehidupan yang lebih baik, (3) menimbulkan dan memelihara semangat para petani agar selalu giat memperbaiki usahataninya, dan (4) membantu para petani agar mereka mampu memecahkan dan menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya.

Penyuluhan pertanian merupakan suatu bentuk pendidikan yang cara (metode), bahan (materi), dan sasarannya disesuaikan dengan keadaan, kebutuhan dan kepentingan-kepentingan baik sasaran, waktu, dan tempat (Kartasapoetra, 1991:3).

Dalam penelitian ini, kegiatan penyuluhan diukur berdasarkan kesesuaian materi penyuluhan dengan kebutuhan usahatani, kesesuaian metode penyuluhan, kesesuian media yang digunakan dalam penyuluhan, frekuensi interaksi petani dengan penyuluh dan Kemampuan penyuluh dalam memberikan materi penyuluhan.

Materi Penyuluhan

Untuk keberhasilan dalam pelaksanaan penyuluhan, disamping individu orang yang disuluh yang diperhatikan, juga harus diperhatikan penyuluhnya. Kualitas penyuluhan dipengaruhi oleh sasaran, penyuluh, materi, metode, media, dan lainnya. Semakin baik karakteristik sasaran maka akan semakin baik kualitas penyuluhan yang dilakukan, demikian pula terhadap penyuluhnya, semakin berpengalaman penyuluh maka semakin baik kualitas penyuluhan yang dilakukan.

Menurut Mardikanto (1993:95), materi penyuluhan adalah segala sesuatu yang di informasikan ke petani pada saat penyuluhan. Materi penyuluhan, pada hakekatnya merupakan segala pesan yang ingin dikomunikasikan oleh seorang penyuluh kepada masyarakat sasarannya. Materi yang disampaikan dalam


(40)

penyuluhan pertanian sangat luas, dimana materi tersebut dapat berupa ilmu maupun teknologi baru, sehingga dalam penyampaiannya materi penyuluhan dapat dikelompokkan menjadi lima, yaitu: (1) teknik pertanian, (2) ekonomi pertanian, (3) manajemen usahatani, (4) dinamika kelompok, dan (5) politik pertanian (Ibrahim dkk., 2003:21).

Menurut Vademecum Bimas (Mardikanto, 1993:100), ragam materi yang perlu disiapkan dalam setiap kegiatan penyuluhan mencakup: (1) kebijakan dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan pertanian (baik dari tingkat pusat maupun sampai di tingkat lokalitas usahatani), seperti: pola kebijakan umum pembangunan pertanian, kebijakan harga dasar, penyaluran kredit usahatani, distribusi sarana produksi, pengelolaan air dan sebagainya; (2) hasil-hasil penelitian/pengujian dan rekomendasi teknis yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang; (3) pengalaman petani yang telah berhasil; (4) informasi pasar, seperti: harga barang, penawaran dan permintaan produk usahatani, dan lain-lain; (5) petunjuk teknis tentang penggunaan alat dan sarana produksi; (6) informasi tentang kelembagaan dan kemudahan-kemudahan yang berkaitan dengan pembangunan pertanian, misalnya informasi tentang pusat-pusat informasi pertanian, lembaga-lembaga penelitian, lembaga keuangan dan perbankan, lembaga-lembaga pemasaran sarana produksi, perlengkapan pertanian, dan produk usahatani, dan lain-lain; dan (7) dorongan dan rangsangan untuk terciptanya swakarsa, swakarya, dan swasembada masyarakat.

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, pasal 1 ayat 22, menyatakan bahwa

“materi penyuluhan adalah bahan penyuluhan yang akan disampaikan oleh para penyuluh kepada pelaku utama dan pelaku usaha dalam berbagai bentuk yang meliputi informasi, teknologi, rekayasa sosial, manajemen, ekonomi, hukum, dan kelestarian lingkungan. Materi penyuluhan dibuat berdasarkan kebutuhan dan kepentingan petani dan pelaku usaha dengan memperhatikan kemanfaatan dan kelestarian sumberdaya pertanian, perikanan dan kehutanan. Materi penyuluhan tersebut berisi unsur pengembangan sumberdaya manusia dan peningkatan modal sosial serta unsur ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, ekonomi, manajemen, hukum, dan pelestarian lingkungan”.


(41)

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan materi penyuluhan dibatasi pada bahan penyuluhan yang di informasikan oleh para penyuluh kepada pelaku utama/ke petani pada saat penyuluhan.

Metode Penyuluhan

Salah satu tugas yang menjadi tanggungjawab setiap penyuluh adalah meng-komunikasikan inovasi, dalam arti mengubah perilaku masyarakat sasaran agar tahu, mau, dan mampu menerapkan inovasi demi tercapainya perbaikan mutu hidupnya. Keberhasilan penyuluhan, juga bisa disebabkan oleh metode penyuluhan yang dipergunakan, karena sebaik apapun dan selengkap apapun materi penyuluhan yang disampaikan tidak akan mampu mengubah perilaku sasaran yang diinginkan jika metode penyuluhan yang digunakan kurang tepat. Metode penyuluhan merupakan cara-cara penyampaian materi penyuluhan secara sistematis hingga materi penyuluhan dapat dimengerti dan diterima petani sasaran (Ibrahim dkk., 2003:24).

Sasaran penyuluhan sangat beragam, baik beragam mengenai karakteristik individunya, baragam lingkungan fisik dan sosialnya, dan beragam pula kebutuhan-kebutuhannya, motivasi, serta tujuan yang diinginkannya. Dengan demikian, tepatlah jika Kang dan Song (Mardikanto, 1993:109) menyimpulkan tentang tidak adanya satupun metode yang selalu efektif untuk diterapkan dalam setiap kegiatan penyuluhan. Kegiatan penyuluhan harus dilaksanakan dengan menerapkan beragam metode sekaligus yang saling menunjang dan melengkapi.

Terdapat banyak metode yang dapat dipergunakan dalam penyuluhan pertanian, diantaranya ialah: metode ceramah, metode diskusi, metode praktikum, metode demonstrasi cara, metode kunjungan lapang, magang, studi banding, dan temu lapang. Di dalam setiap pelaksanaan penyuluhan, setiap penyuluh harus memahami dan mampu memilih metode penyuluhan yang paling baik.

Metode penyuluhan dalam penelitian ini, didefinisikan sebagai cara-cara penyampaian materi penyuluhan secara sistematis hingga materi penyuluhan dapat dimengerti dan diterima petani sasaran.


(42)

Media Penyuluhan

Hal lainnya yang dapat menentukan keberhasilan penyuluhan ialah penggunaan media penyuluhan. Alat bantu penyuluhan/media penyuluhan adalah alat-alat atau perlengkapan penyuluhan yang diperlukan oleh seorang penyuluh guna memperlancar proses mengajarnya selama kegiatan penyuluhan itu dilaksanakan (Mardikanto, 1993:145). Selanjutnya Sadiman dkk. (1986:7) menyatakan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang fikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian petani sedemikian rupa sehingga proses belajar tewrjadi. Media penyuluhan adalah alat bantu yang dapat memperjelas penyampaian materi penyuluhan.

Hamalik (1986:50-51) membagi media menjadi lima golongan, yaitu: (1)Bahan-bahan cetakan atau bacaan (suplementary materials)

Berupa bahan bacaan seperti: buku, komik, Koran, majalah, bulletin, folder, pamflet, dan lain-lain. Bahan-bahan ini lebih mengutamakan kegiatan membaca atau menggunakan simbol-simbol kata dan visual.

(2)Alat-alat audio visual:

ƒ Media tanpa proyeksi, seperti papan tulis, papan planel, bagan, diagram, grafik, poster, kartun, komik, papan peragaan, gambar.

ƒ Media tiga dimensi, alat-alat yang tergolong kedalam kategori ini terdiri dari: model, benda asli, contoh, benda tiruan, diorama, boneka, flipchart, peta, globe, pameran, museum, dan lain-lain.

ƒ Media yang menggunakan teknik atau masinal, alat-alat yang tergolong ke dalam kategori ini adalah: slide film, film strip, film, rekaman, radio, televisi, laboratorium elektronika, perkakas oto-instruktif, system inter-komunikasi, mikro film, dan komputer.

(3)Sumber-sumber masyarakat.

Berupa obyek-obyek, peninggalan sejarah, dokumentasi, bahan-bahan masalah-masalah, dsb, dari berbagai bidang yang meliputi: daerah, penduduk, sejarah, jenis-jenis kehidupan, mata pencaharian, industri, perbankan, perdagangan, pemerintahan, kebudayaan dan politik, dan lain-lain. Untuk mempelajari hal-hal tersebut diperlukan berbagai metode, seperti:


(43)

karyawisata, manusia sumber, survei, berkemah, pengabdian social, kerja pengalaman, dan lain-lain.

(4)Kumpulan benda-benda (material collections)

Berupa benda-benda atau barang-barang yang dibawa dari masyarakat kelingkungan tempat belajar untuk dipelajari, seperti: daun cengkeh yang terserang penyakit, bibit unggul, bahan kimia, dan lain-lain.

(5)Contoh-contoh kelakuan yang dicontohkan oleh penyuluh.

Meliputi semua contoh kelakuan yang dipertunjukkan oleh penyuluh sewaktu mengadakan penyuluhan, misalnya dengan tangan, dengan kaki, gerakan badan, mimik, dan lain-lain. Keperagaan yang tergolong ke dalam kategori ini tidak mungkin kita sebutkan satu persatu, oleh karena sangat banyak macamnya dan sangat bergantung kepada kreasi penyuluh sendiri. Tetapi pada pokoknya jenis media ini hanya dapat dilihat, didengar dan ditiru oleh sasaran.

Media penyuluhan diperlukan karena beberapa alasan, yaitu: pertama, media penyuluhan dapat menyampaikan pesan-pesan yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan dengan menggunakan kata-kata; kedua, media penyuluhan diperlukan untuk memperkuat penjelasan-penjelasan yang tidak dapat ditirukan oleh penyuluh; dan ketiga, pesan-pesan yang disampaikan dengan menggunakan media pada umumnya tidak mudah hilang dari ingatan penerima dalam proses penyuluhan (Ibrahim dkk.,2003:60).

Media penyuluhan dalam penelitian ini, didefinisikan sebagai alat bantu yang dapat memperjelas penyampaian materi penyuluhan.

Interaksi Petani dengan Penyuluh

Menurut Gerungan (1996:57-58), interaksi adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain, atau sebaliknya.

Departemen Agama Republik Indonesia (2001:53) mengartikan interaksi sosial sebagai hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan orang dengan orang, antara kelompok dengan kelompok masyarakat, atau antara orang


(44)

dan kelompok masyarakat. Proses berlangsungnya interaksi sosial ini, dipengaruhi oleh proses yang kompleks, yaitu: (1) faktor imitasi, mendorong orang untuk mengikuti dan mematuhi kaedah atau nilai-nilai tertentu, terutama nilai yang baik, (2) faktor sugesti, berlangsung apabila seseorang memberi pandangan atau sikap, kemudian diterima oleh pihak lain, (3) faktor identifikasi, merupakan kecenderungan atau keinginan dalam diri orang untuk menjadi sama dengan pihak lain, dan (4) faktor simpati, menunjukkan adanya daya tarik dari yang bersimpati dengan pihak objeknya.

Frekuensi interaksi antara petani dengan penyuluh dalam penelitian ini, adalah tingkat intensitas bertemunya petani dengan penyuluh, untuk mendapatkan informasi tentang usahataninya.

Kemampuan Penyuluh

Secara harfiah, mampu diartikan kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu, sedang kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan. Kemampuan atau kompetensi diartikan sebagai kecakapan yang memadai, kewenangan untuk melakukan suatu tugas atau terampil, cakap sesuai yang disyaratkan (Suparno, 2002:27).

Robbins (2001:45-48) mendefinisikan kemampuan (ability) sebagai kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Seluruh kemampuan seorang individu tersusun dari dua faktor, yaitu: (1) kemampuan intelektual, yaitu kemampuan yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan mental. Dimensi dari kemampuan intelektual tersebut adalah: kecerdasan numeric, pemahaman verbal, kecepatan perseptual, penalaran induktif, penalaran deduktif, visualisasi ruang, dan ingatan, dan (2) kemampuan fisik, yaitu kemampuan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang kurang menuntut keterampilan dan yang lebih terbakukan dengan sukses.

Menurut Mardikanto (1993:48), salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh penyuluh adalah kemampuan berkomunikasi. Kemampuan penyuluh dalam berkomunikasi meliputi: (1) kemampuan memilih inovasi, (2) kemampuan memilih dan menggunakan saluran komunikasi yang efektif, (3) kemampuan memilih dan menerapkan metode penyuluhan yang efektif dan efisien, (4)


(45)

kemampuan memilih dan menggunakan alat bantu dan alat peraga yang efektif dan murah, dan (5) kemampuan serta keterampilan penyuluh untuk beremphati dan berinteraksi dengan masyarakat sasarannya.

Hidayat (2006:200) melaporkan bahwa peranan penyuluh sebagai pelatih dan penghubung sangat menentukan kemandirian petani, namun peranan tersebut belum berjalan sesuai yang diharapkan, hal tersebut antara lain disebabkan oleh PPL dan petani. PPL berkunjung ke petani pada saat siang hari, sedang pertemuan kelompok petani dilakukan pada malam hari. Petani anggota kelompok menganggap kunjungan penyuluh kurang bermanfaat, karena: (1) PPL tidak memberikan informasi baru tentang inovasi yang dapat mendukung pengembangan usaha petani anggota kelompok, dan (2) kehadiran PPL terkait dengan penagihan/pengembalian kredit dari petani anggota kelompok.

Penetapan kemampuan penyuluh dalam penelitian ini diarahkan pada kemampuan untuk berkomunikasi, kemampuan dalam teknis pertanian, kemampu-an memberikkemampu-an informasi ykemampu-ang diperlukkemampu-an petkemampu-ani.

Strategi Penyuluhan

Secara harfiah, strategi diartikan sebagai ilmu dan seni menggunakan semua sumberdaya untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu, untuk mendukung pencapaian tujuan yang ditetapkan, baik dimasa damai maupun dimasa perang. Strategi dalam bidang penyuluhan diartikan sebagai ilmu dan seni menggunakan semua sumberdaya untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan, guna mendukung pencapaian tujuan yang ditetapkan, yaitu perubahan perilaku petani agar produktivitasnya meningkat, sehingga pendapatan dan kesejahteraannya meningkat.

Mardikanto (1993:248) menyatakan bahwa kegiatan penyuluhan pertanian adalah suatu kegiatan yang memiliki tujuan yang jelas dan harus dicapai. Oleh sebab itu, setiap pelaksanaan penyuluhan pertanian perlu dilandasi oleh strategi kerja tertentu demi keberhasilannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Strategi penyuluhan perlu memperhatikan hal-hal berikut: (1) pemetaan wilayah penyuluhan yang akan dilayani, khususnya pemetaan wilayah berdasarkan keragaman keadaan ekologi pertaniannya, (2) upaya melibatkan seluruh lapisan


(46)

masyarakat, baik yang berkaitan dengan kategori petani berdasarkan keinovatifan-nya, kemampuannya menyediakan sumberdaya, jenis kelamin, dan umurnya dalam kegiatan penyuluhan pertanian, dan (3) pengembangan rekomendasi teknologi yang tepat guna.

Individu Petani

Pengertian Faktor Internal Petani

Faktor internal adalah faktor atau pengaruh yang datang dari dalam diri petani itu sendiri. Faktor internal merupakan sifat-sifat atau ciri yang dimiliki seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungannya. Faktor internal individu yang patut diperhatikan untuk menerangkan komunikasi seseorang meliputi: umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, bangsa, agama, dan lain-lain (Newcomb, dkk. 1985:30).

Lionberger (1968:96-99) menyebutkan bahwa faktor individu atau personal faktor yang perlu diperhatikan ialah: umur, pendidikan dan karakteristik psikologis. Termasuk dalam karakteristik psikologis ialah rasionalitas, fleksibilitas mental, dogmatism, orientasi pada usahatani sebagai bisnis dan kemudahan menerima inovasi. Perbedaan-perbedaan individuil yang mempengaruhi cepat lambatnya proses adopsi, menurut Slamet (1978:12) adalah: (1) umur, (2) pendidikan, (3) status sosial, (4) kekosmopolitan, (5) keberanian mengambil resiko, (6) sikap terhadap perubahan, (7) motivasi berkarya, (8) aspirasi, (9) fatalisme, dan (10) diagnotisme.

Dalam penelitian ini, faktor internal petani dibatasi pada pendidikan formal, pendidikan non formal, etos kerja, tingkat kekosmopolitan, dan pengalaman usaha.

Pendidikan Formal

Pendidikan merupakan indikator utama pembangunan dan kualitas sumberdaya manusia pertanian. Pendidikan pada dasarnya merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan dan/atau


(47)

latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang. Pada hakikatnya pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan, meningkatkan mutu kehidupan, dan martabat manusia baik individu maupun sosial (Prijono dan Pranarka, 1996:71).

Sidi dan Setiadi (2005:16) menyatakan bahwa pendidikan adalah upaya membekali anak dengan ilmu dan iman agar ia mampu menghadapi dan menjalani kehidupannya dengan baik, serta mampu mengatasi permasalahannya secara mandiri. Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha mengadakan perubahan perilaku berdasarkan ilmu-ilmu dan pengalaman-pengalaman yang sudah diakui dan direstui oleh masyarakat (Padmowihardjo, 1978:6). Pendidikan mengantarkan orang selalu menjadi modern sebagaimana yag dinyatakan oleh Alex Inkeles (Asngari, 2001:2) yang menyebutkan bahwa salah satu ciri orang modern menempatkan pendidikan formal, ditunjang pendidikan nonformal dan pendidikan informal, sebagai sesuatu yang sangat tinggi nilainya. Hal ini tiada lain karena adanya kepercayaan bahwa orang mampu menguasai lingkungan dan dunianya dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Slamet (2003:20) mendifinisikan pendidikan sebagai usaha untuk menghasilkan perubahan-perubahan pada perilaku manusia. Untuk menguji bahwa suatu kegiatan itu pendidikan atau bukan adalah dengan melihat kegiatan itu menghasilkan perubahan perilaku pada diri orang-orang yang menjadi atau terkena sasaran kegiatan. Perubahan perilaku yang dimaksud disebabkan oleh kegiatan pendidikan biasanya berupa: (1) perubahan dalam pengetahuan atau hal yang diketahui; (2) perubahan dalam keterampilan atau kebiasaan dalam melakukan sesuatu; dan (3) perubahan dalam sikap mental atau segala sesuatu yang dirasakan.

Supriatna (1997:80) menyebutkan bahwa pendidikan juga berfungsi sebagai pelestari eksistensi manusia dan bangsa untuk bisa bersaing dalam mencapai keunggulan penguasaan iman, takwa (”imtak”), dan budaya. Manusia yang berkualitas adalah manusia yang memiliki keunggulan iman-takwa dan ”iptek” sesuai dengan tingkat peradabannya. Keunggulan ”imtak” dan ”iptek” ini dipandang sebagai peran yang sangat penting bagi peningkatan kehidupan masyarakat.


(48)

Pendidikan diartikan sebagai bantuan yang diberikan oleh orang dewasa kepada orang yang belum dewasa, agar dia mencapai kedewasaan (Winkel, 1987:19). Lebih lanjut dinyatakan bahwa pendidikan ada dua, yaitu: (1) pendidikan dalam keluarga (pendidikan informal) dan (2) pendidikan sekolah (pendidikan formal). Sekolah merupakan lingkungan pendidikan formal, karena di sekolah terlaksana serangkaian kegiatan terencana dan terorganisir, termasuk kegiatan dalam rangka proses belajar-mengajar di dalam kelas. Pendidikan formal menunjukkan tingkat intelegensi yang berhubungan dengan daya pikir seseorang.

Pendidikan formal dalam penelitian ini, dibatasi pada jumlah tahun pendidikan formal yang telah ditempuh oleh petani.

Pendidikan Non Formal

Tampubolon (2001:10) menyatakan bahwa pendidikan non formal adalah kegiatan pendidikan di luar sistem pendidikan formal dan bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat dalam arti luas. Pendidikan non formal merupakan jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat guna meningkatkan kemampuan menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh peserta didik dari lingkungan pendidikan formal ke dalam lingkungan pekerjaan praktis di masyarakat. Sasaran pendidikan non formal mencakup semua kelompok umur dan semua sektor masyarakat(Prijono dan Pranarka, 1996:74),

Blanckenburg (1988:17) menyatakan bahwa pendidikan non formal adalah setiap kegiatan pendidikan yang diorganisasi dan sistematis, yang dilaksanakan di luar jaringan sistem formal untuk menyediakan tipe pelajaran yang dipilih untuk sub-kelompok tertentu dalam masyarakat, baik bagi orang dewasa maupun anak-anak. Dengan definisi tersebut, penyuluhan pertanian dan program latihan petani, latihan keterampilan pekerja di luar sistem formal, kelompok belajar pemuda dengan tujuan pendidikan pokok, dan berbagai program pengajaran kemasyarakatan. Senada dengan Blanckenburg, Supriatna (1997:91) menyebutkan pendidikan non formal ini bisa berupa penyuluhan, penataran, kursus, maupun bentuk keterampilan teknis lainnya, yang bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan kaum petani.


(1)

Model Summary

.860a .740 .724 36.21704 Model

1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Predictors: (Constant), X4FAKEKS, X11DIKFO, X15PNGLM, X14KOSMO, X13ETOS, X12DNFOR, X2PROSLU, X3AKSES

a.

ANOVAb

467651.1 8 58456.390 44.566 .000a 163959.3 125 1311.674

631610.4 133 Regression

Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), X4FAKEKS, X11DIKFO, X15PNGLM, X14KOSMO, X13ETOS, X12DNFOR, X2PROSLU, X3AKSES

a.

Dependent Variable: X5KDP b.

Coefficientsa

212.102 20.333 10.432 .000

.290 .209 .064 1.389 .167

-.187 .098 -.109 -1.917 .058

.152 .247 .032 .614 .540

-.244 .221 -.053 -1.102 .273

.110 .179 .029 .614 .540

5.602E-02 .056 .095 1.009 .315

.878 .140 .683 6.287 .000

.132 .088 .152 1.494 .138

(Constant) X11DIKFO X12DNFOR X13ETOS X14KOSMO X15PNGLM X2PROSLU X3AKSES X4FAKEKS Model

1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: X5KDP a.


(2)

Lampiran 19. Nilai Koefisien Regresi Pengaruh Kapasitas Sumberdaya

Pertanian terhadap Kemandirian Petani

di Kabupaten Pasuruan

Model Summary

.912a .831 .819 24.94170 Model

1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Predictors: (Constant), X6KSDP, X15PNGLM,

X11DIKFO, X14KOSMO, X13ETOS, X12DNFOR, X2PROSLU, X4FAKEKS, X3AKSES

a.

ANOVAb

380351.2 9 42261.245 67.934 .000a 77138.970 124 622.088

457490.2 133 Regression

Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), X6KSDP, X15PNGLM, X11DIKFO, X14KOSMO, X13ETOS, X12DNFOR, X2PROSLU, X4FAKEKS, X3AKSES

a.

Dependent Variable: Y1MNDIRI b.

Coefficientsa

67.601 14.443 4.681 .000

.207 .144 .054 1.438 .153

-.154 .067 -.106 -2.295 .023

-.106 .178 -.026 -.593 .554

-.156 .153 -.040 -1.022 .309

-.210 .124 -.066 -1.688 .094

-2.22E-02 .039 -.044 -.570 .570

.302 .111 .275 2.730 .007

7.014E-02 .061 .095 1.141 .256

.528 .071 .673 7.443 .000

(Constant) X11DIKFO X12DNFOR X13ETOS X14KOSMO X15PNGLM X2PROSLU X3AKSES X4FAKEKS X6KSDP Model

1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: Y1MNDIRI a.


(3)

Model Summary

.913a .834 .823 31.45225 Model

1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Predictors: (Constant), X4FAKEKS, X11DIKFO, X15PNGLM, X14KOSMO, X13ETOS, X12DNFOR, X2PROSLU, X3AKSES

a.

ANOVAb

619131.3 8 77391.411 78.233 .000a 123655.5 125 989.244

742786.8 133 Regression

Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), X4FAKEKS, X11DIKFO, X15PNGLM, X14KOSMO, X13ETOS, X12DNFOR, X2PROSLU, X3AKSES

a.

Dependent Variable: X6KSDP b.

Coefficientsa

49.892 17.658 2.826 .005

4.442E-03 .182 .001 .024 .981

5.612E-02 .085 .030 .663 .509

.727 .215 .140 3.387 .001

.149 .192 .030 .774 .440

.228 .156 .056 1.466 .145

.103 .048 .162 2.144 .034

.767 .121 .550 6.324 .000

.141 .076 .150 1.840 .068

(Constant) X11DIKFO X12DNFOR X13ETOS X14KOSMO X15PNGLM X2PROSLU X3AKSES X4FAKEKS Model

1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: X6KSDP a.


(4)

Lampiran 20. Nilai Koefisien Regresi Faktor-faktor yang Berpengaruh

terhadap Kemandirian Petani (Hipotesis Umum)

di Kabupaten Pasuruan

Model Summary

.935a .874 .864 21.64794 Model

1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Predictors: (Constant), X6KSDP, X15PNGLM,

X11DIKFO, X14KOSMO, X13ETOS, X12DNFOR, X2PROSLU, X4FAKEKS, X5KDP, X3AKSES a.

ANOVAb

399848.3 10 39984.827 85.322 .000a 57641.904 123 468.633

457490.2 133 Regression

Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), X6KSDP, X15PNGLM, X11DIKFO, X14KOSMO, X13ETOS, X12DNFOR, X2PROSLU, X4FAKEKS, X5KDP, X3AKSES

a.

Dependent Variable: Y1MNDIRI b.

Coefficientsa

-4.942 16.841 -.293 .770

9.390E-02 .126 .024 .744 .458

-6.87E-02 .060 -.047 -1.148 .253

-7.07E-03 .155 -.002 -.046 .964

-2.79E-02 .134 -.007 -.208 .836

-.204 .108 -.064 -1.885 .062

-2.17E-02 .034 -.043 -.643 .521

.123 .100 .113 1.234 .219

4.903E-02 .053 .066 .917 .361

.393 .061 .462 6.450 .000

.310 .070 .396 4.423 .000

(Constant) X11DIKFO X12DNFOR X13ETOS X14KOSMO X15PNGLM X2PROSLU X3AKSES X4FAKEKS X5KDP X6KSDP Model

1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: Y1MNDIRI a.


(5)

Model Summary

.860a .740 .724 36.21704 Model

1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Predictors: (Constant), X4FAKEKS, X11DIKFO, X15PNGLM, X14KOSMO, X13ETOS, X12DNFOR, X2PROSLU, X3AKSES

a.

ANOVAb

467651.1 8 58456.390 44.566 .000a 163959.3 125 1311.674

631610.4 133 Regression

Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), X4FAKEKS, X11DIKFO, X15PNGLM, X14KOSMO, X13ETOS, X12DNFOR, X2PROSLU, X3AKSES

a.

Dependent Variable: X5KDP b.

Coefficientsa

212.102 20.333 10.432 .000

.290 .209 .064 1.389 .167

-.187 .098 -.109 -1.917 .058

.152 .247 .032 .614 .540

-.244 .221 -.053 -1.102 .273

.110 .179 .029 .614 .540

5.602E-02 .056 .095 1.009 .315

.878 .140 .683 6.287 .000

.132 .088 .152 1.494 .138

(Constant) X11DIKFO X12DNFOR X13ETOS X14KOSMO X15PNGLM X2PROSLU X3AKSES X4FAKEKS Model

1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: X5KDP a.


(6)

Model Summary

.934a .872 .863 27.69684 Model

1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Predictors: (Constant), X5KDP, X14KOSMO,

X11DIKFO, X15PNGLM, X13ETOS, X12DNFOR, X2PROSLU, X4FAKEKS, X3AKSES

a.

ANOVAb

647664.5 9 71962.727 93.810 .000a 95122.263 124 767.115

742786.8 133 Regression

Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), X5KDP, X14KOSMO, X11DIKFO, X15PNGLM, X13ETOS, X12DNFOR, X2PROSLU, X4FAKEKS, X3AKSES

a.

Dependent Variable: X6KSDP b.

Coefficientsa

-38.589 21.266 -1.815 .072

-.117 .161 -.024 -.724 .470

.134 .076 .072 1.772 .079

.664 .189 .128 3.506 .001

.251 .170 .050 1.473 .143

.182 .137 .045 1.328 .187

8.006E-02 .043 .126 1.877 .063

.401 .123 .287 3.270 .001

8.584E-02 .068 .091 1.263 .209

.417 .068 .385 6.099 .000

(Constant) X11DIKFO X12DNFOR X13ETOS X14KOSMO X15PNGLM X2PROSLU X3AKSES X4FAKEKS X5KDP Model

1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: X6KSDP a.