Analisis efektivitas kredit ternak domba dan dampaknya terhadap pendapatan rumahtangga petani penerima kredit di Kabupaten Bogor

(1)

ANALISIS EFEKTIVITAS KREDIT TERNAK DOMBA DAN

DAMPAKNYA TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA

PETANI PENERIMA KREDIT DI KABUPATEN BOGOR

I GUSTI AYU PUTU MAHENDRI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul:

ANALISIS EFEKTIVITAS KREDIT TERNAK DOMBA DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA

PETANI PENERIMA KREDIT DI KABUPATEN BOGOR

merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan sumbernya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, September 2009

I Gusti Ayu Putu Mahendri NRP. H351060011


(3)

ABSTRACT

I GUSTI AYU PUTU MAHENDRI. The Analysis of Sheep Credit Effectivity and Its Impact on the Income of Farm Household in Kabupaten Bogor (NUNUNG NURYARTONO as a Chairman and KUNTJORO as a Member of the Advisory Committee).

The government of Kabupaten Bogor released a sheep credit programme to solve the capital problem of sheep livestock. It purposes to increase the farmer’s income. Obviously, the credit returned was just 25 percent, so it’s important to analyze how to increase sheep credit returned. The aims of this research are: (1) to analyze the impact of sheep credit programme regarding to farmer’s income, (2) to analyze factors that influenced the credit returned, and (3) to analyze the effectivity of sheep credit programme. This research uses the cross sectional data of 75 sample farmers who got a credit and 58 farmers as a control. The scoring method was used to analyze the effectivity of scheme credit. The household approachment method used to analyze the impact credit of farmer’s income and factors that influenced it’s returned. The result showed that sheep credit was not effective to increase farmer’s income, based on monitoring and evaluation using input, process, output, outcome, impact and benefit aspect with total score is included less succes category respectively. The result of economic household analysis showed that the sheep credit has not increased yet thefarmer’s income. The factors that influenced increasing of farmer’s income were sheep production, waste revenue, and cost of sheep livestock. And the factors that influenced return of sheep credit were value of sheep production, period of time credit returned and the frequency of farmer attended group activities.


(4)

I GUSTI AYU PUTU MAHENDRI. Analisis Efektivitas Kredit Ternak Domba dan Dampaknya Terhadap Pendapatan Rumahtangga Petani Penerima Kredit di Kabupaten Bogor. (NUNUNG NURYARTONO sebagai Ketua dan KUNTJORO sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Umumnya usaha ternak domba merupakan usaha sambilan dengan skala pemeliharaan rata-rata mencapai 3-4 ekor dalam suatu keluarga. Hal ini seringkali menyebabkan pendapatan yang dihasilkan petani pun menjadi kurang optimal. Rendahnya skala kepemilikan domba karena keterbatasan modal yang dimiliki petani untuk berinvestasi di bidang peternakan. Salah satu upaya Pemerintah untuk mengatasi masalah permodalan adalah memberikan kredit domba dengan sistem perguliran. Permasalahannya adalah apakah kredit tersebut efektif meningkatkan pendapatan petani. Permasalahan lainnya berkaitan dengan tingkat pengembalian kredit yang hanya mencapai 25 persen. Hal ini tentunya mempengaruhi keberlanjutan dari program kredit tersebut, sehingga perlu dianalisis bagaimana meningkatkan kemampuan pengembalian kredit domba.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: (1) menganalisis dampak kredit domba terhadap pendapatan petani, (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit, dan (3) menganalisis efektivitas skema kredit domba di Kabupaten Bogor. Petani contoh adalah 75 orang petani yang menerima kredit domba dan 58 orang yang tidak menerima kredit. Dampak kredit terhadap pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit dianalisis dengan pendekatan rumahtangga menggunakan persamaan simultan, sedangkan efektivitas skema kredit dianalisis dengan metode skoring.

Karakteristik umum petani penerima kredit tidak jauh berbeda dengan petani non kredit. Rata-rata umur responden dalam usia produktif dengan rata-rata pendidikan adalah belum menamatkan sekolah dasar. Rata-rata jumlah tanggungan keluarga petani kredit lebih besar dibandingkan dengan petani non kredit sehingga jumlah angkatan kerja keluarga pun lebih besar. Petani kredit mencurahkan 24.55 persen waktu kerjanya untuk usaha domba dan petani non kredit sebesar 22.59 persen. Kontribusi usaha domba terhadap pendapatan rumahtangga petani kredit lebih rendah dibandingkan dengan petani non kredit masing-masing 7.68 dan 9.68 persen.

Kredit domba di Kabupaten Bogor diberikan dengan sistem bergulir yang bertujuan untuk mempercepat pengembangan dan pemerataan pemilikan ternak, meningkatkan populasi, serta meningkatkan pendapatan petani. Jumlah paket kredit ditentukan 5 ekor domba per rumahtangga dengan spesifikasi kredit adalah jenis domba Garut berumur 8-10 bulan untuk ternak betina dan 10-12 bulan untuk ternak jantan. Sistem pengembalian kredit dalam bentuk ternak yaitu 1 ekor ternak jantan dan 2 ekor ternak betina turunannya untuk setiap 1 ekor ternak jantan dan betina yang diterima. Ukuran ternak yang dikembalikan sebesar ternak yang diterima semula untuk kemudian disalurkan kembali ke peternak lain.

Hasil dugaan parameter persamaan produksi menunjukkan bahwa produksi domba dipengaruhi oleh jumlah kredit dan jumlah kepemilikan domba sebagai


(5)

input produksi. Persentase ternak betina juga memberi pengaruh positif, mengingat pemilikan betina merupakan aset utama dalam pola pembibitan. Frekuensi mengikuti kegiatan kelompok berpengaruh meningkatkan produksi ternak, sedangkan kematian ternak dan ternak majir berpengaruh mengurangi produksi domba. Namun demikian, produksi domba lebih meningkat pada petani kredit.

Hasil dugaan parameter curahan waktu kerja keluarga untuk usaha domba menunjukkan bahwa jumlah kredit domba, produksi domba, jumlah angkatan kerja keluarga, dan pendapatan usaha domba memberikan pengaruh positif. Curahan waktu kerja keluarga untuk usaha domba lebih meningkat pada petani non kredit. Hal ini karena petani kredit sebagian besar bukan peternak domba sebelum menerima kredit, sehingga waktu lebih banyak untuk usaha sebelumnya. Hasil dugaan parameter curahan tenaga kerja di luar domba dipengaruhi oleh tingkat upah dan jumlah angkatan kerja keluarga.

Hasil dugaan parameter pendapatan usaha domba menunjukkan bahwa produksi ternak, penerimaan dari kotoran, dan tingkat pendidikan memberi pengaruh positif, sementara biaya usaha ternak berpengaruh negatif terhadap pendapatan usaha domba. Sebaliknya nilai kredit tidak nyata mempengaruhi pendapatan usaha domba, diduga karena jumlah kredit yang diberikan tidak dalam skala ekonomis. Hal ini juga terlihat daridummy petani dimana pendapatan usaha domba lebih meningkat pada petani non kredit walaupun pengaruhnya tidak nyata. Hasil dugaan parameter konsumsi pangan menunjukkan bahwa pendapatan rumahtangga, umur dan jumlah anggota keluarga memberi pengaruh positif.

Dummy petani menunjukkan bahwa konsumsi pangan rumahtangga lebih meningkat pada petani kredit, karena pendapatan rumahtangga petani kredit yang lebih besar. Sementara itu keragaman konsumsi non pangan nyata dipengaruhi oleh pendapatan rumahtangga, jumlah tanggungan keluarga, jumlah anak sekolah, pajak dan konsumsi pangan.

Keragaman tingkat pengembalian kredit dipengaruhi secara nyata oleh peubah produksi domba, lama waktu pengembalian kredit dan frekuensi mengikuti kegiatan kelompok. Pendapatan usaha domba dan jumlah anak sekolah berpengaruh negatif terhadap tingkat pengembalian kredit domba. Responden yang pendapatannya bergantung pada usaha domba memiliki kecenderungan bahwa dengan waktu pengembalian yang semakin meningkat maka tingkat pengembalian kredit semakin baik.

Berdasarkan keseluruhan penilaian kinerja program kredit domba di Kabupaten Bogor, terlihat bahwa kinerja program tersebut kurang efektif mencapai tujuannya. Faktor yang menghambat kinerja program adalah paket kredit yang tidak merata jumlah dan jenisnya, waktu pengembalian cukup memberatkan, proses pendampingan hanya pada tahap awal, dan proses pengawasan sebagian besar hanya dilakukan oleh dinas dan ketua kelompok. Namun, kinerja program ini didukung oleh adanya komitmen pemerintah dalam pelaksanaan pelatihan program dan adanya keterlibatan masyarakat dalam program tersebut.


(6)

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

ANALISIS EFEKTIVITAS KREDIT TERNAK DOMBA DAN

DAMPAKNYA TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA

PETANI PENERIMA KREDIT DI KABUPATEN BOGOR

I GUSTI AYU PUTU MAHENDRI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(8)

Penguji Wakil Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian dan Pimpinan Sidang: Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS


(9)

Judul Tesis : Analisis Efektivitas Kredit Ternak Domba dan Dampaknya terhadap Pendapatan Rumahtangga Petani Penerima Kredit di Kabupaten Bogor

Nama Mahasiswa : I Gusti Ayu Putu Mahendri

Nomor Pokok : H351060011

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nunung Nuryartono, MS Prof. Dr. Ir. Kuntjoro

Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Ekonomi Pertanian

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


(10)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya atas rahmat dan ridho-Nya, penelitian dengan judul “Analisis Efektivitas Kredit Ternak Domba dan Dampaknya Terhadap Pendapatan Rumahtangga Petani Penerima Kredit di Kabupaten Bogor” dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini merupakan salah satu syarat dalam penulisan Tesis Magister Sains di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Tesis ini dapat diselesaikan berkat bantuan, arahan dan dorongan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan rasa hormat yang mendalam dan sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Nunung Nuryartono, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Prof. Dr. Ir. Kuntjoro selaku Anggota Komisi Pembimbing, atas segala arahan, bimbingan serta waktu yang diberikan mulai dari penyusunan proposal, penelitian hingga penulisan tesis ini.

2. Prof. Dr. Ir. W.H. Limbong, MS selaku penguji luar komisi, dan Dr. M. Parulian Hutagaol, MS selaku penguji yang mewakili Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian dan pimpinan sidang pada ujian tesis, terima kasih atas segala saran dan kritikan yang diberikan.

3. Pimpinan Sekolah Pascasarjana IPB, beserta jajarannya yang telah mempermudah dalam kelancaran urusan akademik.

4. Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian beserta staf yang telah memberikan berbagai kemudahan selama mengikuti kegiatan akademis.


(11)

5. Bapak/Ibu staf pengajar pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian yang telah mengajarkan ilmu yang sangat berguna dan bermanfaat.

6. Kepala Badan Litbang Pertanian yang telah memberikan kesempatan dan bantuan dana dalam menempuh Program Magister Sains (S2) ini.

7. Pimpinan dan staf Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Bogor, dan instansi terkait lain yang telah memberikan bahan-bahan (literatur) serta data yang penulis perlukan.

8. Teman-teman angkatan 2006 Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Pascasarjana IPB, Zuraidah, Ika dan Yudi atas segala bantuan dalam pengumpulan data dan penyusunan tesis ini.

9. Ibunda I Gusti Putu Rai Mendri yang senantiasa mendoakan, saudara-saudara tercinta Bli Gus, Bli De, Bli Rai, Mbak Arik, Mbak Sandat, Mbak Wik, Mbak Geg, Bli Arya dan keponakan-keponakan terkasih Gung Tra, Geg In, Geg Tara, Gung Ngurah dan Geg Bintang atas dukungan dan doa yang tulus sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik. Ayahanda tercinta I Gusti Putu Mada (Alm), terima kasih atas semangat yang tetap ada di hati. 10. Terakhir tesis ini khusus dipersembahkan untuk suami tercinta Toni yang telah

begitu banyak memahami dan menemani menjalani hari-hari lelahku.

Penulis sangat menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Walaupun demikian semoga tesis ini tetap dapat memberikan manfaat dan berguna bagi masyarakat, pemerintah dan pihak-pihak lain yang memerlukannya.

Bogor, September 2009


(12)

Penulis dilahirkan di Kota Denpasar Propinsi Bali pada tanggal 5 Mei 1978, yang menjadi anak kelima dari pasangan Ayahanda I Gusti Putu Mada (Alm) dan Ibunda I Gusti Putu Rai Mendri. Penulis menikah dengan Asep Suhartoni pada tanggal 23 Oktober 2004 di Tasikmalaya, Jawa Barat.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar dari SDN No 2 Sumerta di Denpasar pada tahun 1990, SLTP Negeri 3 Denpasar pada tahun 1993, dan SLTA Negeri 1 Denpasar pada tahun 1996. Penulis mendapatkan gelar Sarjana Peternakan dari Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta pada tahun 2000. Kesempatan menempuh sekolah Pascasarjana (S2) Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian diperoleh penulis pada tahun 2006 melalui beasiswa Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.

Penulis bekerja sebagai staf di Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor yang berada di bawah naungan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jakarta mulai dari tahun 2001 hingga saat ini.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

1.4. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIS ... 9

2.1. Teori Pasar Kredit ... 10

2.2. Teori Ekonomi Rumahtangga ... 14

2.3. Dampak Kredit Terhadap Pendapatan Petani ... 17

2.4. Konsep Pengembalian Kredit Ternak Domba ... 20

2.5. Konsep Evaluasi dan Monitoring ... 22

2.6. Keberlanjutan Skema Kredit ... 23

2.7. Penelitian Terdahulu ... 25

2.8. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 29

III. METODE PENELITIAN ... 32

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 32

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 32

3.3. Metode Pemilihan Sampel ... 32

3.4. Analisis Data ... 33

3.4.1. Metode Skoring untuk Penentuan Efektivitas Kredit Domba ... 33

3.4.2. Perumusan Model Ekonomi Rumahtangga Petani ... 35

3.4.3. Identifikasi dan Pendugaan Model ... 41


(14)

4.1.1. Keadaan Geografi dan Kependudukan ... 44

4.1.2. Keadaan Pertanian ... 45

4.1.3. Deskripsi Desa Contoh ... 47

4.2. Deskripsi Responden ... 50

4.2.1. Karakteristik Umum Responden ... 51

4.2.2. Penguasaan Sumberdaya Pertanian ... 52

4.2.3. Produksi ... 55

4.2.4. Curahan Waktu Kerja Keluarga ... 57

4.2.5. Pendapatan ... 59

4.2.6. Pengeluaran ... 61

4.3. Deskripsi Skema Kredit Domba ... 62

4.2.1. Mekanisme Penyaluran Kredit Domba ... 63

4.2.2. Peluang Mendapatkan Kredit Domba ... 68

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 72

5.1. Pendugaan Model Ekonomi Rumahtangga Petani ... 72

5.1.1. Hasil Pendugaan Blok Produksi ... 72

5.1.1. Hasil Pendugaan Blok Curahan Waktu Kerja Keluarga .... 76

5.1.1. Hasil Pendugaan Blok Pendapatan ... 81

5.1.1. Hasil Pendugaan Blok Pengeluaran ... 83

5.1.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit ... 87

5.2. Efektivitas Kinerja Program Kredit Domba ... 89

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 100

6.1. Kesimpulan ... 100

6.2. Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 103


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan Posisi Kredit Sektor Pertanian Menurut

Sub Sektor Tahun 1995-2000 ... 2 2. Perkembangan Populasi Ternak Domba di Kabupaten Bogor

Tahun 2004-2008 ... 4 3. Realisasi Investasi Peternakan di Kabupaten Bogor Tahun 2007-2008.... 5 4. Indikator Aspek Input, Proses, Output,Outcome,BenefitdanImpact

untuk Mengukur Efektivitas Program Kredit Domba ... 34 5. Skor Penilaian Kategori untuk Setiap Indikator ... 35 6. Populasi Beberapa Ternak di Kabupaten Bogor Tahun 2008 ... 46 7. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Beberapa Desa

di Kecamatan Pamijahan Tahun 2007 ... 47 8. Populasi Ternak Beberapa Desa di Kecamatan Pamijahan Tahun 2008 ... 48 9. Jumlah Rumahtangga yang Mengusahakan Ternak di Beberapa Desa

di Kecamatan Pamijahan Tahun 2008 ... 48 10. Data Penduduk Menurut Kelompok Tenaga Kerja di Desa Citeko,

Kecamatan Cisarua Tahun 2006 ... 49 11. Jenis Ternak, Luas Penggunaan Lahan dan Jumlah Rumahtangga yang

Mengusahakan Ternak di Desa Citeko Tahun 2006-2007 ... 50 12. Karakteristik Rumahtangga Petani Berdasarkan Kelompok Petani ... 51 13. Rata-Rata Penguasaan Lahan Pertanian dan Peternakan

Per Rumahtangga Petani ... 53 14. Rata-Rata Mutasi Ternak Domba Selama Satu tahun...... 55 15. Rata-Rata Curahan Waktu Kerja Keluarga Petani Penerima

dan Non Penerima Kredit Domba ... 58 16. Rata-Rata Pendapatan Rumahtangga Petani Penerima dan


(16)

18. Rata-Rata Pengeluaran Rumahtangga Petani Penerima dan Non

Penerima Kredit Domba ... 61 19. Kredit Beberapa Jenis Ternak dari Pemerintah di Kabupaten Bogor

Selama Periode 1997-2004 ... 69 20. Populasi Peternak yang Mendapatkan Kredit Domba

di Kabupaten Bogor Tahun 1997-2005 ... 70 21. Hasil Pendugaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Produksi Ternak Domba ... 73 22. Pengalaman Beternak Domba dan Partisipasi Petani dalam Kelompok . 74 23. Persentase Petani yang Memiliki Ternak Domba ... 76 24. Hasil Pendugaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Curahan

Waktu Kerja Keluarga Untuk Usaha Domba ... 77 25. Hasil Pendugaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Curahan

Waktu Kerja Keluarga di Luar Usaha Domba ... 79 26. Hasil Pendugaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan

Usaha Domba ... 82 27. Hasil Pendugaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi

Pangan Rumahtangga ... 83 28. Hasil Pendugaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi

Non Pangan Rumahtangga ... 85 29. Hasil Pendugaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembalian

Kredit Domba ... 87 30. Hasil Penilaian Input Program Kredit Domba di Kabupaten Bogor ... 90 31. Hasil Penilaian Proses Program Kredit Domba di Kabupaten Bogor ... 91 32. Hasil Penilaian Output Program Kredit Domba di Kabupaten Bogor .... 94 33. Hasil PenilaianOutcome Program Kredit Domba di Kabupaten ... 95 34. Hasil PenilaianImpact Program Kredit Domba di Kabupaten Bogor .... 97 35. Hasil PenilaianBenefit Program Kredit Domba di Kabupaten Bogor .... 99


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Hubungan Pengembalian Kredit dengan Tingkat Suku Bunga ... 11 2 Interaksi Permintaan dan Penawaran ke Arah Keseimbangan Kredit ... 12 3 Pengaruh Penambahan Modal terhadap Fungsi Produksi ... 13 4 Pengaruh Kredit terhadap Kombinasi Input Biaya Minimum

dan Jalur Perluasan Usaha ... 21 5 Keterkaitan Antara Produksi, Suplai dan Pengembalian Kredit Domba ... 22 6 Kerangka Pemikiran Penelitian Skema Kredit Domba

di Kabupaten Bogor ... 30 7 Bagan Pengambilan Sampel Penelitian Kredit Domba ... 33 8 Keterkaitan Antar Variabel Model Ekonomi Rumahtangga Petani

Penerima Kredit Domba ... 36 9. Skema Program Kredit Domba di Kabupaten Bogor ... 65


(18)

Nomor Halaman

1. Hasil Penilaian Efektivitas Kinerja Kredit Domba dari Aspek Input ... 109

2. Hasil Penilaian Efektivitas Kinerja Kredit Domba dari Aspek Proses ... 111

3. Hasil Penilaian Efektivitas Kinerja Kredit Domba dari Aspek Output ... 113

4. Hasil Penilaian Efektivitas Kinerja Kredit Domba dari AspekOutcome.. 115

5. Hasil Penilaian Efektivitas Kinerja Kredit Domba dari AspekImpact... 117

6. Hasil Penilaian Efektivitas Kinerja Kredit Domba dari AspekBenefit... 119

7. Analisis Mean dan Standar Deviasi Peubah dalam Kredit Domba ... 121

8. Program Pengolahan Model Persamaan Simultan Kredit Domba ... 123

9. Hasil Pendugaan Model Produksi Ternak ... 125

10. Hasil Pendugaan Model Curahan Waktu Kerja Untuk Usaha Domba ... 126

11. Hasil Pendugaan Model Curahan Waktu Kerja di Luar Usaha Domba .... 127

12. Hasil Pendugaan Model Pendapatan Usaha Domba ... 128

13. Hasil Pendugaan Model Konsumsi Pangan Rumahtangga ... 129

14. Hasil Pendugaan Model Konsumsi Non Pangan Rumahtangga ... 130

15. Hasil Pendugaan Model Pengembalian Kredit Domba ... 131

16. Skor Penilaian Input, Proses, Output,Outcome, Impact dan Benefit Kinerja Program Kredit Domba ……… 132


(19)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengembangan ternak domba memiliki potensi yang cukup baik di Indonesia, baik untuk pasar domestik maupun pasar ekspor. Hal ini terlihat dari populasi ternak domba yang mengalami peningkatan dari tahun 2002 hingga tahun 2007 yaitu mencapai 9.86 juta ekor. Populasi ini sebagian besar tersebar di wilayah Jawa Barat yang mencapai 4.96 juta ekor pada tahun 2007. Sementara itu, produksi daging domba di Indonesia pada tahun 2006 hanya mencapai 51.9 ribu ton atau sekitar 2.5 persen dari total suplai daging nasional, hal ini merupakan potensi untuk mengembangkan usaha domba (Badan Pusat Statistik, 2008).

Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2000-2008 yang mencapai 1.36 persen per tahun, maka potensi pengembangan usaha domba juga berpeluang baik. Peluang pertambahan permintaan domba dapat dilihat dari: (1) adanya tambahan untuk konsumsi dalam negeri dari 0.12 pada tahun 2005 menjadi 0.13 kg/kapita/tahun pada tahun 2006, dan (2) kebutuhan hewan kurban serta keperluan akikah yang memerlukan tambahan ternak siap jual sekitar 1.10-2.80 juta ekor per tahun. Hal ini didasarkan pada asumsi bila ada tambahan 10 persen keluarga muslim yang melakukan kurban dan akikah dengan tingkat kelahiran bayi 1.50 persen (Diwyantoet al., 2005). Peluang lainnya adalah ekspor domba jantan terutama ke Arab Saudi sekitar 1 juta ekor per tahun, kemudian diikuti permintaan Malaysia dan Brunei untuk domba-kambing yang mencapai 200 ribu ekor per tahun (Kartamuliaet al., 1993 dalam Sembiring, 1996).


(20)

pendapatan keluarga dan dalam penyerapan tenaga kerja. Umumnya usaha ternak domba merupakan usaha sambilan dengan skala pemeliharaan rata-rata mencapai 3-4 ekor dalam suatu keluarga. Hal ini seringkali menyebabkan pendapatan peternak menjadi kurang optimal, karena menurut Karo-Karo (2005) skala ekonomis kepemilikan ternak domba adalah minimal 20 ekor ternak. Salah satu penyebab rendahnya skala kepemilikan ternak adalah keterbatasan modal untuk berinvestasi di bidang peternakan. Adanya modal dalam jumlah dan kualitas pelayanan yang kurang memadai akan menghambat peningkatan produktivitas dan nilai tambah hasil pertanian (Hastuti, 2004).

Penyaluran kredit pertanian untuk sub sektor peternakan dari tahun 1995-1999 menunjukkan persentase yang menurun dan meningkat kembali di tahun 2000 seperti disajikan pada Tabel 1. Meskipun kredit untuk pertanian meningkat hingga tahun 2007 dengan rata-rata peningkatan sebesar 16.60 persen per tahun (Bank Indonesia, 2008), namun karena persentase penyalurannya relatif kecil untuk sub sektor peternakan, maka hal ini mengindikasikan bahwa kredit sub sektor peternakan hingga saat ini masih relatif kecil yaitu kurang dari 10 persen.

Tabel 1. Perkembangan Posisi Kredit Sektor Pertanian Menurut Sub Sektor Tahun 1995-2000

(Milyar Rp) Posisi kredit bulan Desember tahun 1995-2000

Sub sektor pertanian 1995 1996 1997 1998 1999 2000

Tanaman Pangan 858 1 204 1 297 2 994 8 295 6 831

Perkebunan 11 676 12 290 17 105 24 945 14 089 14 828

Perikanan 1 960 2 975 4 139 8 471 1 089 1 009

Peternakan 897 954 1 577 1 694 663 743

Kehutanan 867 1 129 2 478 2 404 1 073 1 248

Jumlah 16 258 18 552 26 596 40 508 25 209 24 659

Persentase (%) 5.5 5.1 5.9 4.2 2.6 3.0


(21)

3

Kecilnya jumlah penyaluran kredit di sub sektor peternakan antara lain karena: (1) tingkat resiko usaha yang lebih tinggi dibandingkan dengan usaha lain, (2) investasi yang dibutuhkan relatif lebih besar, (3) pengembalian modal cukup lama, dan (4) budidaya peternakan masih dilakukan secara tradisional sehingga produktivitasnya relatif rendah. Salah satu usaha pemerintah untuk mengatasi masalah permodalan adalah dengan melakukan pembiayaan di sektor peternakan. Pola pendekatan yang digunakan antara lain memberikan bantuan modal usaha bergulir maupun bentuk kredit program lainnya dengan prosedur serta jaminan yang lebih sederhana. Mubyarto (1990) berpendapat bahwa indikator keberhasilan kredit pedesaan dapat ditinjau dari perkembangan jumlah nasabah dan banyaknya kredit bermasalah. Munculnya kredit macet di tingkat masyarakat kecil, menjadi daya tolak bagi lembaga keuangan lainnya untuk melakukan investasi. Kondisi ini memperparah kesulitan modal bagi pelaku usaha kecil di pedesaan termasuk usaha peternakan domba.

1.2. Perumusan Masalah

Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra peternakan domba di Propinsi Jawa Barat yaitu menduduki urutan ke-7 dari 25 kabupaten/kota di Jawa Barat (Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat, 2008) dengan populasi tahun 2008 mencapai 221 149 ekor dan produksi daging mencapai 2 361 591 ton. Ternak domba berpeluang untuk dikembangkan seiring dengan pertumbuhan penduduk dan konsumsi protein hewani yang meningkat selama 2001-2007 seperti yang disajikan pada Tabel 2. Disamping untuk memenuhi kebutuhan di wilayah Bogor, pengembangan ternak domba juga berpeluang untuk memenuhi kebutuhan daging


(22)

di wilayah DKI Jakarta, Banten dan Jawa Tengah (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2008a).

Tabel 2. Perkembangan Populasi Ternak Domba di Kabupaten Bogor Tahun 2004-2008

Tahun Jumlah (ekor) Jumlah penduduk *) (orang)

Konsumsi protein hewani (g/kapita/hari)

2004 217 855 3 945 411 4.00

2005 220 467 4 100 934 4.01

2006 229 012 4 216 186 4.25

2007 223 253 4 316 236 4.38

Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2008b *) Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Barat, 2008

Pentingnya pengembangan ternak domba di wilayah ini tidak semata-mata sebagai sumber pendapatan tetapi juga berperan dalam penyerapan tenaga kerja. Usaha peternakan domba sendiri memberi kontribusi penyerapan tenaga kerja peternakan sebesar 0.61 persen (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2008a). Angka ini meningkat tidak terlalu besar dari tahun 2007, yang hanya mencapai 0.57 persen. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat peluang meningkatkan penyerapan tenaga kerja dengan meningkatkan pengembangan usaha ternak domba.

Pengembangan ternak domba di Kabupaten Bogor pada kenyataannya dihadapkan pada masalah permodalan. Tabel 3 menunjukkan bahwa investasi ternak domba hanya sebesar 0.30 persen dari total investasi di sub sektor peternakan. Implikasi logis dari keterbatasan modal tersebut terlihat dari rata-rata kepemilikan ternak domba yang hanya berkisar 3-4 ekor dengan sistem pemeliharaan bersifat tradisional. Tidak sedikit juga peternak yang masih


(23)

5

mengusahakan domba milik orang lain (menggaduh). Pola tersebut tentunya akan memperlambat peternak dalam meningkatkan pendapatannya.

Tabel 3. Realisasi Investasi Peternakan di Kabupaten Bogor Tahun 2007-2008 (Ribu Rp) Investasi

No Bidang usaha

Tahun 2007 Tahun 2008 1. Pra produksi

1. Pembibitan ayam ras 2. Pabrik obat hewan 3. Pabrik pakan hewan

105 298 090 12 894 000 31 116 000

83 331 711 12 894 000 31 116 000 2. Proses produksi

1. Sapi potong 2. Sapi perah

3. Domba dan kambing 4. Ayam ras pedaging 5. Ayam ras petelur

23 000 000 1 760 000 1 850 000 54 512 927 143 236 434

36 350 000 9 140 000 1 850 000 50 753 415 139 798 763 3. Pasca Produksi

1. Rumah potong hewan 2. Rumah potong ayam

3. Pabrik pengolahan hasil ternak

9 500 000 81 280 000 183 000 000

9 500 000 81 280 000 183 000 000

4. Jumlah total 647 447 451 618 576 889

Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2008a

Salah satu upaya Pemerintah Kabupaten Bogor untuk mengatasi masalah permodalan adalah memberikan kredit domba dengan sistem perguliran (revolving). Kredit ini dimaksudkan untuk mempercepat pengembangan dan pemerataan pemilikan ternak, menambah sentra-sentra produksi peternakan serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak. Ternak domba diberikan pemerintah dengan ketentuan bahwa dalam jangka waktu tertentu penerima wajib menyerahkan sebagian keturunannya untuk digulirkan kembali ke peternak lain.

Keberhasilan program kredit domba tidak hanya dicerminkan dari peningkatan produksi, tetapi juga ditentukan oleh tingkat pendapatan peternak itu sendiri dan kelancaran pengembalian kredit. Keberhasilan penyaluran dan


(24)

pengembalian kredit sangat ditentukan oleh seberapa jauh rumahtangga peternak merasakan manfaat, karena kenyataannya rumahtangga sebagai suatu unit analisis memiliki peranan dalam penyediaan tenaga kerja, produsen sekaligus konsumen. Dengan demikian besarnya kredit domba yang diterima oleh rumahtangga petani akan mempengaruhi proses produksi dan pendapatan yang akhirnya juga mempengaruhi konsumsi rumahtangga petani. Permasalahannya adalah apakah kredit domba dapat meningkatkan pendapatan petani.

Disisi lain, jumlah ternak domba yang sudah digulirkan selama periode 1997-2004 mencapai 4 218 ekor (jantan dan betina) dengan target pengembalian seharusnya adalah 7 350 ekor (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2004). Namun permasalahannya pengembalian kredit hanya mencapai sekitar 25 persen, sehingga perlu dikaji bagaimana meningkatkan kemampuan petani untuk mengembalikan kredit. Hal ini tentu akan mempengaruhi peluang untuk mendapatkan kredit di masa yang akan datang baik untuk petaninya sendiri maupun petani lain di wilayah tersebut seperti yang juga dinyatakan Syafa’at dan Djauhari (1992) dalam penelitiannya.

Penyaluran kredit domba di Kabupaten Bogor dilakukan dengan penyebaran domba sebanyak 140 ekor untuk 28 keluarga petani yang telah terseleksi. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kredit yang disalurkan hampir 55 persen ditujukan untuk petani yang bukanlah peternak. Pembentukan kelompok sebagai syarat pengajuan kredit semata-mata hanya dibentuk pada tahap awal proses kredit dan seringkali mekanisme kelompok tidak dimanfaatkan dalam pengembangan usaha domba, sehingga keberlanjutan dari usaha domba tidak tercapai. Paket kredit domba yang diberikan pun relatif tidak


(25)

7

seragam antar petani. Oleh karena itu, permasalahan yang ingin dianalisis dalam penelitian ini adalah apakah kinerja kredit tersebut efektif mencapai tujuannya yaitu meningkatkan kepemilikan ternak dari tiga menjadi tujuh ekor sehingga berdampak pada peningkatan pendapatan petani.

Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan penelitian yang perlu dikaji dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah pemberian kredit domba dapat meningkatkan pendapatan petani? 2. Bagaimana meningkatkan kemampuan pengembalian kredit domba oleh

rumahtangga petani di Kabupaten Bogor?

3. Bagaimana efektivitas skema kredit domba di Kabupaten Bogor?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Menganalisis dampak kredit domba terhadap tingkat pendapatan petani di Kabupaten Bogor.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit domba oleh petani di Kabupaten Bogor.

3. Menganalisis efektivitas skema kredit domba di Kabupaten Bogor.

Penelitian ini diharapkan sebagai masukan bagi penentu kebijakan untuk menentukan skema program kredit yang efektif bagi petani sekaligus menambah pengetahuan dan informasi mengenai ekonomi rumahtangga peserta perguliran ternak domba sehingga program dapat terlaksana sesuai dengan tujuannya.


(26)

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kasus petani domba di Kabupaten Bogor yang mendapatkan kredit domba. Bidang kajian penelitian ini adalah menganalisis efektivitas skema kredit domba yang dianalisis menggunakan metode skoring. Untuk menganalisis dampak kredit domba terhadap pendapatan petani dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit digunakan pendekatan ekonometrika model persamaan simultan.

Keterbatasan penelitian ini adalah bahwa analisis hanya dilakukan untuk petani yang mendapatkan kredit dalam bentuk ternak domba. Hal ini karena program kredit dalam bentuk uang untuk ternak domba baru dimulai pada tahun 2006 sehingga terdapat keterbatasan sumber informasi dari responden. Sebagai tolak ukur keberhasilan program dilihat kondisi petani yang tidak menerima kredit terutama yang berdomisili sama dengan petani penerima kredit domba. Hal ini karena kegiatan petani sebelum menerima kredit domba tidak tercatat dengan baik.


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIS

Kredit diartikan sebagai kesanggupan individu untuk memperoleh barang, jasa atau uang, dengan perjanjian akan membayar kembali di kemudian hari (Nizar, 2004). Tidak setiap orang memiliki kesanggupan untuk memperoleh kredit, termasuk petani. Kenyataannya, sebagian besar petani tidak cukup memiliki aset berharga sebagai jaminan bagi pengembalian kreditnya dan disisi lain, mereka sangat memerlukan kredit untuk mendanai usahanya. Tidak sedikit pula petani terpaksa menggunakan kredit usaha untuk keperluan konsumsi rumahtangga (Fajardo, 1992 dalam Asih, 2008).

Pada umumnya kredit pertanian khususnya kredit program ditujukan untuk melindungi golongan ekonomi lemah. Kredit program bertujuan selain meningkatkan produksi melalui introduksi teknologi juga ditujukan untuk meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi kemiskinan (Azhari, 1984). Tujuan lain pemberian kredit adalah sebagai bantuan modal usaha untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan memberikan kesempatan yang lebih besar kepada mereka yang berpartisipasi. Hal senada juga diungkapkan Braverman dan Guasch (1986) bahwa tujuan kredit program di negara berkembang (khususnya di pedesaan) adalah: (1) meningkatkan output dan produktivitas pertanian, (2) induksi secara optimal laju adopsi teknologi baru, (3) memperbaiki distribusi pendapatan, (4) mengurangi kemiskinan, dan (5) meningkatkan jumlah kesempatan kerja.

Masalah kredit tidak terlepas dari unsur kepercayaan, bahwa kredit dapat dikembalikan oleh peminjam pada waktunya dengan imbalan bagi pemberi kredit


(28)

dalam bentuk bunga ataupun bentuk lain. Kepercayaan dalam pemberian kredit hanya akan timbul apabila suatu usaha mampu menunjukkan kemandiriannya, artinya mampu mengerjakan sesuatu berdasarkan kekuatan sendiri. Dengan demikian, kredit seharusnya dianggap sebagai pendukung bukan penopang berdirinya usaha. Dalam hal ini jelas kiranya dari segi usaha, kredit hanyalah merupakan salah satu faktor dari kombinasi faktor-faktor produksi yang harus secara bersama-sama mensukseskan suatu usaha.

Dalam kredit terdapat juga unsur prestasi yaitu objek kredit itu sendiri baik uang, barang maupun jasa, dan unsur waktu yang mengandung pengertian nilai uang yang ada sekarang dan nilainya pada masa mendatang. Akibat dari unsur waktu terdapat suatu tingkat resiko yang harus dihadapi. Semakin lama kredit diberikan maka semakin tinggi pula tingkat resikonya, hal ini tidak terlepas dari unsur ketidakpastian di masa mendatang yang akhirnya menyebabkan munculnya jaminan dalam pemberian kredit (Suyatnoet al., 1999 dalam Thamrin, 2002).

2.1. Teori Pasar Kredit

Menurut Jaffee dan Stiglitz (1990) dalam Nuryartono (2005), teori permintaan kredit berbeda dengan teori permintaan barang dalam pasar pada umumnya. Pada pasar barang, untuk memenuhi permintaan dan penawaran barang, harga barang akan melakukan penyesuaian. Jika permintaan barang tertentu meningkat maka harga barang tersebut akan naik dan jumlah persediaan barang akan meningkat. Sebaliknya dalam pasar kredit, jika terjadi kelebihan permintaan kredit, maka terdapat keterbatasan untuk memenuhi peningkatan permintaan tersebut. Mengikuti aturan umum yang berlaku dalam pasar kredit, jika permintaan kredit melebihi persediaannya, maka akan diikuti dengan


(29)

11

peningkatan jumlah pinjaman dan tingkat suku bunga yang dikenakan tetap. Faktor resiko merupakan salah satu faktor yang membedakan permintaan kredit dan permintaan barang, dimana dalam permintaan kredit resiko yang dihadapi adalah pengembalian kredit. Rendahnya pengembalian kredit dapat menyebabkan kredit macet sehingga untuk menghindari resiko tersebut diperlukan jaminan sebagai alat pengaman bila penerima kredit tidak dapat melunasi kreditnya.

Dalam pengembalian pinjaman akan dipengaruhi oleh tingkat suku bunga yang berlaku. Gambar 1 menunjukkan hubungan antara tingkat pengembalian yang diharapkan atas suatu kredit dengan tingkat suku bunga yang berlaku. Peningkatan suku bunga yang dibebankan tidak didasarkan pada peningkatan dan penurunan jumlah permintaan, tetapi lebih dipengaruhi oleh faktor lain seperti ekonomi dan politik. Pada titik R*, tidak ada insentif bagi bank untuk meningkatkan suku bunga karena tingkat pengembaliannya akan menurun. Oleh karena itu bank tidak akan mengenakan suku bunga di atas R* sehingga diharapkan pengembalian pinjaman akan maksimal. Pada Gambar 1 terlihat tingkat pengembalian kredit ditandai dengan kurva menurun jika dikenakan suku bunga di atas suku bunga R*.

Gambar 1. Hubungan Pengembalian Kredit dengan Tingkat Suku Bunga Tingkat

pengembalian

R* Tingkat suku bunga


(30)

Interaksi antara permintaan dan penawaran memimpin ke arah suatu kondisi keseimbangan (Gambar 2). Jika permintaan berada pada kurva LD1, dan persediaan berada pada kurva LS, maka tingkat bunga nominal berada pada R1. Apabila jumlah permintaan meningkat dan bergeser ke kurva LD2, maka akan menunjuk pada kondisi dimana kurva penawaran dan permintaan tidak saling tumpang tindih. Dalam kondisi seperti ini keseimbangan pasar kredit akan memberlakukan pemberian pinjaman yang terbatas ditandai oleh tingkat bunga nominal pada titik R* dan tidak ada laba untuk pihak bank.

Gambar 2. Interaksi Permintaan dan Penawaran ke Arah Keseimbangan Kredit

Menurut Asih (2008), pada dasarnya sumber permodalan usaha berasal dari modal sendiri dan modal dari luar dalam bentuk pinjaman atau kredit. Kredit sebagai modal usaha secara tidak langsung mencerminkan bahwa kredit terpaut dalam kegiatan produksi, yaitu berperan dalam pengadaan faktor-faktor produksi. Tambahan modal dari kredit, dalam beberapa hal dapat mengembangkan kegiatan peternak dalam usaha produksinya. Terhadap program perkreditan, petani dapat memandangnya sebagai volume effect yaitu pinjaman petani untuk memperbesar

LD1

R1 R*

LS LD2 Keseimbangan

kelebihan permintaan

Tingkat suku bunga Volume

kredit


(31)

13

modal tetap (fixed cost). Hal ini berarti bahwa peternak menggunakan kredit ternak ke arah pemanfaatan yang lebih baik, sehingga akan menambah kemampuan produksinya.

Pemerintah dalam memberikan penawaran (supply) kredit bermaksud untuk mendorong menghasilkan produksi ternak yang lebih banyak. Hal ini berdasarkan anggapan bahwa rendahnya produksi yang dicapai selama ini karena rendahnya tingkat pemilikan modal untuk membeli input produksi. Selama penggunaan input masih berada pada tingkat produksi rata-rata yang meningkat, maka input masih dapat ditingkatkan sampai produk rata-rata mulai menurun dan produk marjinal lebih besar dari nol, yaitu di daerah pada tingkat usaha yang rasional.

Adanya kredit domba yang digunakan sebagai tambahan input produksi berarti mampu menggunakan input bibit yang lebih baik. Hal ini akan menyebabkan bergeraknya fungsi produksi ke atas yaitu dari t1 menjadi t2 seperti yang terlihat pada Gambar 3.

Sumber: Mankiw, 2003


(32)

Dengan demikian, dapat dianalogkan bahwa peningkatan fungsi produksi akan meningkatkan penerimaan total. Namun meningkatnya penerimaan total belum tentu akan meningkatkan pendapatan yang diperoleh, hal ini disebabkan adanya biaya yang harus dikeluarkan sehubungan dengan kredit seperti cicilan kredit, dan biaya lainnya.

2.2. Teori Ekonomi Rumahtangga

Memahami sebuah skim kredit usaha ternak bagi rumahtangga peternak tentu terkait dengan pemahaman tentang perilaku rumahtangga pengguna kredit. Hiershleifer (1958) dalam Syukur (2002) mengembangkan model ekonomi rumahtangga yang digunakan untuk menganalisis perilaku rumahtangga terhadap kredit. Model ekonomi rumahtangga menganggap bahwa tiap individu berusaha untuk memaksimumkan utility dari kegiatan produksi, konsumsi dan kegiatan santai (leisure), yang dapat dituliskan sebagai berikut:

U =μ (Xi, Xc, Lj, Fl) ……… (3.2.1)

keterangan:

U = Kepuasan (utility) Xi = Input faktor i

Xc = Barang dan jasa konsumsi Lj = Waktu santai (leisure) Fl = Faktor lain

Untuk meningkatkan kepuasan dari ketiga jenis kegiatan yaitu dari U ke U* maka rumahtangga dihadapkan pada berbagai kendala, salah satunya adalah kendala likuiditas. Setelah mempertimbangkan resiko kegagalan dan ketidakpastian, maka rumahtangga dapat menilai kelayakan mengambil kredit.


(33)

15

Tambahan dana berupa kredit yang diperoleh rumahtangga ditujukan untuk meningkatkan utilitasnya, sehingga persamaan (3.2.1) dapat dituliskan menjadi:

U * =μ (Xi, Xc, Lj, K, Fl) ... (3.2.2) keterangan:

K = Besarnya kredit yang diperlukan untuk diambil

Kendala yang dihadapi rumahtangga untuk memaksimumkan U* adalah: 1. Kendala Produksi

Q = g (Xi, Lw) ... (3.2.3) Dalam hal ini setiap input dibayar sesuai produktivitasnya dengan mempertimbangkan biaya alternatif masing-masing input. Apabila kredit yang diambil berpengaruh nyata terhadap perubahan produksi, maka persamaan kendala produksi akan mengalami perubahan karena dimasukkannya peubah kredit (K) sebagai salah satu faktor dalam produksi. Dengan demikian kendala produksi bagi petani yang menggunakan kredit menjadi:

Q = g (Xi, Lw, K) ... (3.2.4) keterangan:

Q = Output barang atau jasa Xi = Input faktor

Lw = Jam kerja yang dicurahkan 2. Kendala Waktu untuk Bekerja

Lw = L– Lj ... (3.2.5) keterangan:


(34)

3. Kendala Anggaran

(L-Lj)W + In = Xc x P ... (3.2.6) keterangan:

(L-Lj) = Waktu bekerja W = Tingkat upah

In = Pendapatan yang diperoleh dari kegiatan produksi (3.1.4)

Persamaan (3.2.6) berlaku apabila tingkat upah yang diterima sudah dipotong untuk pelunasan kredit berikut bunganya. Kendala produksi, anggaran dan waktu bekerja akan menghasilkan kendala anggaran secara menyeluruh yaitu:

W.Lw + In = Xc x P ... (3.2.7) Karena In adalah pendapatan yang diperoleh dari kegiatan produksi (3.2.4), maka akan diperoleh pendapatan menyeluruh sebagai berikut:

Lw.W + g(Xi, Lw, K)P = Xc x P ... (3.2.8) Untuk menurunkan fungsi atau model empirik permintaan kredit dapat diperoleh melalui metode Lagrange. Fungsi permintaan Xi, Lw dan K dapat diturunkan dengan maksimumkan fungsi La-grange tersebut sebagai berikut:

Maksμ = U* (Xi, Xc, Lw, K, Fl) +δ [P.Xc-(Lw.w)– g (Xi, Lw, K)P] dμ /dXi = Ui– δ.gi = 0 atauδ = Ui/gi ... (3.2.9) dμ /dLw = Uw– δ.w– gw = 0 atauδ = Uw/(w-gw) ... (3.2.10) dμ /dk = Uk– δ.gk = 0 atauδ = Uk/gk ... (3.2.11) dμ /dδ = Xc– Lw.w– g (Xi, Lw, K) = 0 ... (3.2.12) Penggunaan sumberdaya akan optimum jika nilai produk marginal penggunaan tenaga kerja (Lw), faktor produksi (Xi) dan kredit (K) sama dengan


(35)

masing-17

masing harganya yaitu w, Pi dan r. Fungsi permintaan terhadap faktor produksi (Xi), tenaga kerja (Lw) dan kredit (K) dapat diturunkan menjadi:

Xi = f (Pi, w, r, Xc, Fl) ... (3.2.13) Lw = f (w, Pi, r, Xc, Fl) ... (3.2.14) K = f (r, Pi, w, Xc, Fl) ... (3.2.15) keterangan:

Pi = Harga input faktor W = Tingkat upah

R = Tingkat bunga pinjaman Fl = Faktor lain

Kegiatan produksi, leisure dan konsumsi erat kaitannya dengan pendapatan yang diterima oleh rumahtangga. Pendapatan yang diperoleh dari berbagai sumber merupakan total pendapatan yang diterima oleh rumahtangga. Setelah dikurangi pajak, maka akan diperoleh sisa pendapatan yang siap dibelanjakan.

2.3. Dampak Kredit Terhadap Pendapatan Petani

Peranan kredit domba dalam pengembangan usaha bidang peternakan pada prinsipnya bertujuan memperbaiki perekonomian petani sekaligus mendorong kenaikan produksi yang lebih besar. Pentingnya peranan kredit tergantung pada seberapa besar tambahan input yang dialokasikan mampu menaikkan tambahan penerimaan. Fungsi produksi digunakan untuk menggambarkan hubungan teknis antara input dan output yang dihasilkan dalam proses produksi.

Fungsi produksi dibangun dengan asumsi bahwa petani berusaha mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan memaksimumkan output dan


(36)

mengoptimumkan penggunaan faktor produksi. Keuntungan jangka pendek merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya input variabel. Sedangkan pada konsep jangka panjang, karena semua input dianggap variabel, maka keuntungan adalah nilai output dikurangi total biaya input. Selanjutnya, fungsi produksi yang dihadapi petani diasumsikan sebagai berikut:

) ,.... , ,....

(Xi Xn Zi Zn

f

Q ... (3.3.1) keterangan:

Q = Jumlah output yang dihasilkan Xi = Input variabel

Zi = Input tetap

Jika harga per satuan produk adalah P, maka total penerimaan menjadi:

TP = Pf (X1, X2) ... (3.3.2) Sementara itu, biaya total yang dikeluarkan sebesar:

C = R1X1 + R2X2 + V ... (3.3.3) dimana R1 dan R2 adalah harga per satuan input X1 dan X2, V adalah biaya tetap. Keuntungan diperoleh dari penerimaan dikurangi dengan biaya totalnya yaitu:

V X R X R X X

Pf   

 2 2 1 1 2 1, )

(

... (3.3.4) Keuntungan maksimum dicapai dengan menurunkan fungsi keuntungan terhadap masing-masing input yaitu:

0 1 1 1      R PF X

atau PF1 = R1 ... (3.3.5)

0 2 2 2      R PF X

atau PF2 = R2 ... (3.3.6)


(37)

19 P R MPx X Y F 1 1 1

1  

 

... (3.3.7)

P R MPx X Y F 2 2 2

2  

 

... (3.3.8)

Keuntungan maksimum tercapai bila tingkat penggunaan input optimal yaitu nilai produk marginal input sama dengan rasio harga input (Ri) dan harga output (P).

Baker (1968) menyatakan bahwa dalam kegiatan produksi kredit berperan sebagai penambah modal untuk membiayai input produksi sehingga produsen dapat meningkatkan produknya pada tingkat yang lebih tinggi. Input produksi yang dibiayai dengan kredit mempunyai biaya tambahan sebesar bunga kredit dan biaya transaksi lainnya. Adanya tambahan biaya ini dengan sendirinya dapat mempengaruhi komposisi penggunaan input optimum. Jika pengusaha menggunakan kombinasi dua input dengan bentuk fungsi produksi seperti pada persamaan (3.3.1), maka total penerimaan seperti persamaan (3.3.2) dan biaya yang dikeluarkan seperti persamaan (3.3.3). Jika sekarang hanya tersedia sejumlah modal tertentu sebesar C0, maka persamaan biaya menjadi sebagai berikut:

C0 = R1X1 + R2X2 + V ... (3.3.9) Dari persamaan (3.3.9), dapat diturunkan persamaan isocost yang menggambarkan jumlah input X1 yang dapat dibeli dengan modal C0 yaitu:

2 1 2 1 0 1 X R R R V C

X    ... (3.3.10)

1 2 1 2 0 2 X R R R V C

X    ... (3.3.11)

Pada jumlah biaya sebesar C0, produsen dapat memaksimumkan Q pada kondisi:

2 1 1 2 R R X X   


(38)

Dimana –dX2/dX1 merupakan sudut kemiringan garis isoquant dan R1/R2 merupakan sudut kemiringan garis isocost. Jika input X1 diperoleh dari kredit, maka harga satuan input menjadi lebih mahal yaitu R1+ k, dimana k merupakan biaya kredit. Kemudian keseimbangan penggunaan input optimal akan terganggu

2 1

1 2

R k R X

X

  

... (3.3.13)

Untuk mengembalikan pada keseimbangan semula maka produsen harus mengurangi jumlah input X1. Jika jumlah produk Q dipertahankan pada kondisi semula maka modal perlu ditambah menjadi Ck, sehingga diperoleh jalur perluasan usaha baru.

Gambar 4 menunjukkan perubahan yang terjadi sebelum dan setelah adanya kredit. Penggunaan input untuk biaya minimum tanpa biaya kredit diperoleh pada titik K. Jalur perluasan usaha tanpa biaya kredit ditunjukkan dengan garis S1. Jalur perluasan usaha setelah X1 dibiayai kredit cenderung akan mengurangi penggunaan input X1. Jika input X1 dibiayai kredit sehingga harganya lebih mahal sebesar k, maka kombinasi penggunaan input optimum diperoleh pada titik L dan jalur perluasan usaha menjadi garis S2.

2.4. Konsep Pengembalian Kredit Ternak Domba

Pengembalian kredit domba sangat terkait dengan produksi dan suplai seperti yang disajikan pada Gambar 5. Fungsi produksi menggambarkan hubungan teknis antara tingkat penggunaan input dan output. Setiap output ternak yang diperoleh petani digunakan untuk dua tujuan yaitu: (1) dikembalikan untuk pembayaran kredit, dan (2) dijual ke pasar. Pada X1 diperoleh output Q1 dan jika semua output dikembalikan maka output untuk dijual menjadi nol, begitu juga


(39)

21

Sumber: Baker, 1968

Gambar 4. Pengaruh Kredit terhadap Kombinasi Input Biaya Minimum dan Jalur Perluasan Usaha

sebaliknya. Jika titik Q1 dan Q1’ dihubungkan akan membentuk kombinasi alokasi output bagi peternak dengan dua kewajiban. Seberapa besar output yang dikembalikan dan yang dijual tergantung pada harga yang berlaku di pasar. Jika harga di pasar tinggi maka output dijual lebih besar dari yang dikembalikan, demikian juga sebaliknya. Jika harga di pasar sebesar P1, maka jumlah ternak yang dikembalikan sebesar K1 dan ternak yang dijual sebesar J1. Jika terjadi kenaikan harga dari P1 ke P2 maka jumlah yang dijual meningkat dari J1 ke J2dan ternak yang dikembalikan berkurang dari K3 menjadi K2.

Dengan hal yang sama, apabila petani menambah penggunaan input dari X1 menjadi X2, maka output juga akan meningkat dari Q1 menjadi Q2. Dengan demikian kurva kemungkinan alokasi produksi akan bergeser dari Q1Q1’ menjadi

X2

k

r

C

1 0

k

r

C

k

1 X1 2

r

Ck

2 0

r

C

1 0

r

C

L K S2 S1


(40)

Q2Q2’. Dalam kondisi demikian, jika harga di pasar tetap sebesar P1, maka petani akan cenderung mempertahankan penjualan ternak sebesar J1 dan menambah besar pengembalian kredit dari K1 menjadi K3.

Sumber: Sembiring, 1996

Gambar 5. Keterkaitan Antara Produksi, Suplai dan Pengembalian Kredit Domba

2.5. Konsep Evaluasi dan Monitoring

Efektivitas kredit merupakan kegiatan penyediaan dan penyaluran kredit yang dilaksanakan dengan tepat serta mencapai sasaran yang telah ditentukan. Program kredit domba dapat dikatakan efektif, efisien dan berhasil atau telah berjalan lancar melalui kegiatan evaluasi dan monitoring (Yani, 2008). Selanjutnya disebutkan juga bahwa, monitoring merupakan proses kajian yang dilakukan secara berkesinambungan terhadap pelaksanaan suatu kegiatan. Input (X)

Harga (P)

X1 X2 Q2’ Q1’

Q2 Q1

K3 K1 K2

P1 P2 J2 J1

Output yang dikembalikan (Q)

Output yang dijual


(41)

23

Selanjutnya, evaluasi merupakan suatu proses kajian yang dilakukan secara berkala menyangkut relevansi, kinerja, efisiensi dan dampak terkait dengan tujuan yang telah ditetapkan di awal desain proyek.

Monitoring dan evaluasi pada program kredit domba sangat bermanfaat dalam memberikan informasi kinerja program tersebut, apakah pelaksanaannya sudah efektif sehingga menjadi pertimbangan menentukan program selanjutnya. Menurut Muljadi (2006) dalam Yani (2008), terdapat lima indikator kinerja organisasi yaitu:

1. Input/masukan yaitu sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan menghasilkan output yang ditentukan misalnya dengan informasi dan lainnya. 2. Output/keluaran adalah sesuatu yang langsung dicapai dari kegiatan berupa

fisik maupun non fisik.

3. Outcome/hasil adalah sesuatu yang mencerminkan efek langsung.

4. Benefit/manfaat adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir pelaksanaan kegiatan.

5. Impact/dampak adalah ukuran yang ditimbulkan setiap kegiatan baik positif maupun negatif pada setiap indikator berdasarkan asumsi yang ditetapkan.

2.6. Keberlanjutan Skema Kredit

Keberlanjutan dalam sebuah skema kredit terkait dengan persoalan sumber-sumber pembiayaan. Keberlanjutan pembiayaan adalah kemampuan sebuah lembaga kredit untuk mempertahankan atau meningkatkan aliran manfaat, menyalurkan melalui dana-dana yang diciptakan secara internal. Keberlanjutan sebuah skema kredit sangat erat kaitannya dengan kelembagaan, khususnya kelembagaan tentang aturan main terutama menyangkut prosedur seleksi


(42)

(screening), sistem insentif (incentive) dan persoalan yang berkaitan dengan

enforcement. Dilihat dari sisi lembaga (lender), ketiga masalah tersebut sangat menentukan apakah sebuah skema kredit akan dapat mencapai sasaran kredit (borrower) secara tepat, yang selanjutnya akan dapat menjamin tercapainya

viabilitas finansial yang merupakan komponen penting untuk mencapai keberlanjutan (sustainability).

Kelembagaan (institution) secara umum didefinisikan sebagai aturan main dalam masyarakat yang menjadi pedoman dalam memenuhi kebutuhan tertentu (North, 1991 dalam Syukur, 2002). Uphoff (1986) dalam Syukur (2002) juga memberikan batasan kelembagaan dan membandingkannya dengan batasan organisasi yang seringkali tertukar dalam penggunaannya. Kelembagaan adalah kumpulan norma-norma dan perilaku yang berlangsung sepanjang waktu dengan melayani beberapa tujuan nilai sosial. Sementara itu organisasi merupakan struktur aturan formal dan informal yang diakui dan diterima.

Kelembagaan berfungsi sebagai suatu unsur pendukung informasi yang merupakan wadah informasi untuk menyediakan pengetahuan dan melakukan hubungan interpersonal. Peran kelembagaan yang ada harus memungkinkan informasi yang diperlukan masyarakat untuk memberdayakan dirinya dapat diperoleh. Kemampuan akses terhadap kelembagaan merupakan kondisi yang memungkinkan masyarakat mampu meningkatkan produktivitas yang selanjutnya dengan bimbingan kelembagaan peningkatan produktivitas tersebut dapat ditransfer ke peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.


(43)

25

2.7. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang didasari oleh model ekonomi rumahtangga usahatani yang menekankan pada kredit dan tabungan relatif belum banyak dilakukan. Model Hiersleifer (1958) dalam Syukur (2002) merupakan salah satu model ekonomi rumahtangga yang berusaha memaksimumkan manfaat dari kegiatan produksi, santai dan konsumsi. Model permintaan Hiersleifer merupakan model permintaan turunan dimana dengan menggunakan model ekonometrika fungsi permintaan kredit dapat diturunkan. Aplikasi model Hiersleifer juga dilakukan Binari (1993) untuk menganalisis perilaku meminjam dan menabung rumahtangga di tiga desa di Kabupaten Sumedang. Hanya saja peubah-peubah yang digunakan dalam penelitian terbatas pada peubah yang terkait langsung dengan kredit, tabungan dan konsumsi. Padahal kenyataannya perilaku rumahtangga pengguna kredit sangat dipengaruhi banyak peubah yang sangat terkait satu sama lain.

Selanjutnya peubah-peubah tersebut dicoba dielaborasi dalam penelitian Syukur (2002) misalnya pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan, biaya investasi dan lainnya. Namun kelemahan penelitian ini adalah peubah pendapatan rumahtangga dalam analisis rumahtangga, tidak dikelompokkan menjadi berbagai sumber pendapatan, demikian juga halnya dengan curahan waktu kerja. Dengan demikian pengaruh sumber pendapatan, curahan kerja antar kegiatan dan pelaku terhadap model ekonomi rumahtangga tidak dapat dievaluasi.

Selama ini kredit program yang telah dilaksanakan Pemerintah sebagian besar ditujukan untuk pembiayaan subsektor tanaman pangan. Nizar (2004) melakukan penelitian di Sumatera Barat menggunakan pendekatan ekonomi rumahtangga Hiersleifer untuk menganalisis determinan perilaku permintaan


(44)

kredit usahatani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa permintaan kredit petani padi nyata dipengaruhi oleh suku bunga, nilai produksi usahatani dan biaya produksi. Sementara itu, pengembalian kredit usahatani (KUT) sebagai hasil analisis model logit nyata dipengaruhi oleh frekuensi kontak petani dengan petugas lapangan, konsumsi, luas lahan, jarak antara rumah petani dengan sumber kredit dan jenis bantuan kredit. Faktor lain yang tidak nyata berpengaruh adalah pendidikan, jumlah anggota keluarga, nisbah penerimaan dengan nilai kredit dan status penggarapan lahan. Pola kredit yang dianalisis dibedakan menjadi pola umum dan pola khusus, yang semuanya merupakan kredit program dalam bentuk uang tunai.

Adanya pengaruh positif dari variabel frekuensi kontak menunjukkan bahwa program kredit sangat berkaitan erat dengan kualitas hubungan antara petani dengan petugas kredit seperti penyuluh lapangan, ketua kelompok dan pengurus KUD. Untuk meningkatkan kinerja pemanfaatan kredit, mekanisme hubungan antara petani dan petugas perlu dikembangkan. Sanim (1998a) mengkaji sejauhmana peran lembaga yang terlibat dalam peningkatan efektivitas penyaluran dan pengembalian KUT pola khusus. Hasil menunjukkan bahwa peran kelembagaan sangat mendukung dalam proses pencairan, penyaluran dan pengembalian kredit. Tingkat pengembalian kredit lebih tinggi pada petani yang memperoleh pembinaan intensif dari petugas lapangan. Disebutkan juga bahwa KUT pola khusus telah memberikan dampak positif bagi petani dalam peningkatan produksi dan pendapatannya (Sanim, 1998b).

Hasil penelitian Kuntjoro (1983) menggunakan model analisis fungsi diskriminan menunjukkan bahwa faktor-faktor positif yang nyata mendorong


(45)

27

sejumlah petani peserta Bimas padi di Propinsi Jawa Barat mengembalikan kredit adalah lama petani mengikuti program Bimas, tagihan langsung yang dilakukan oleh petugas Bimas, dan nisbah penerimaan total produksi padi dengan jumlah pinjaman kredit Bimas. Sementara faktor-faktor yang cenderung membuat petani tidak membayar pinjaman adalah tingginya pengeluaran konsumsi keluarga dan nisbah jumlah kredit Bimas padi terhadap penerimaan tunai keluarga yang semakin meningkat.

Braverman dan Guasch (1986) mencoba menunjukkan bukti intervensi pemerintah dalam pasar kredit pedesaan di negara berkembang selama 3 dekade terakhir dan membandingkannya dengan teori modern. Bukti tersebut menunjukkan kegagalan signifikan dari kredit program selain untuk mencapai peningkatan output pertanian dengan biaya efektif juga gagal dalam memperbaiki distribusi pendapatan di pedesaan dan mengurangi kemiskinan. Hal ini akibat kecerobohan dan kehilangan akuntabilitasnya dari banyak institusi finansial yang diciptakan sebagai channel kredit pedesaan. Analisis institusi dan lingkungan institusi yang lebih sistematis sangat penting untuk memahami dan mengimplementasikan bentuk kebijakan efektif pasar kredit pedesaan.

Studi identifikasi pengembalian kredit ternak domba yang dikembangkan secara terintegrasi dengan perkebunan telah diteliti oleh Sembiring (1996). Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit adalah produksi ternak,

sex ratio betina, strategi pengembalian setoran cicilan yang tidak terikat dan keaktifan petani dalam kegiatan kelompok tani. Keterlambatan pengembalian kredit lebih disebabkan masalah teknis yang berkaitan dengan pengembangan produktivitas. Petani lebih menyukai pengembalian bentuk ternak karenasex ratio


(46)

betina di atas 50 persen dan juga karena harga jual di tingkat petani masih rendah. Penelitian ini lebih menitikberatkan pada faktor teknis dan tidak mengkaitkannya dengan pengeluaran rumahtangga.

Hambatan dalam pengembalian kredit akan berdampak pada rendahnya

penyaluran kredit selanjutnya. Syafa’at dan Djauhari (1992) dalam penelitiannya mengidentifikasi penyebab rendahnya penyaluran KUT. Salah satu penyebab rendahnya penyaluran KUT adalah adanya kemacetan yang bersifat struktural akibat tidak diperbolehkannya Koperasi Unit Desa mengambil kredit berikutnya bila tunggakan kredit sebelumnya melebihi 20 persen. Kemudian disarankan agar penyaluran kredit berikutnya berdasarkan pada jumlah kredit sebelumnya yang sudah dikembalikan untuk menjamin kredit yang berkelanjutan. Disamping itu juga disarankan terus melakukan upaya penyesuaian paket kredit sesuai kebutuhan petani untuk mengurangi tunggakan KUT.

Adanya bantuan modal petani dalam bentuk pemberian kredit tentunya akan memberikan perubahan dalam tingkat pendapatan petani. Penelitian Thamrin (2002) yang menganalisis dampak kredit usaha kecil terhadap penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan pada usaha kecil kasus nasabah BRI cabang Bogor menyatakan bahwa kredit usaha kecil berperan baik meningkatkan pendapatan pengusaha pada sektor pertanian. Lebih lanjut, faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan adalah besar kredit yang diambil, pengalaman usaha, pendidikan pekerja, nilai penjualan, umur pekerja dan pendidikan pemilik usaha.

Asih (2008) dalam penelitiannya menganalisis dampak dan kelayakan kredit terhadap usaha perikanan dan ekonomi rumahtangga nelayan tradisional di


(47)

29

Kabupaten Tojo Una-una, Provinsi Sulawesi Tengah. Dari hasil analisis menggunakan model ekonomi rumahtangga nelayan dan kelayakan finansial, kredit yang diberikan kepada nelayan tradisional memberikan dampak positif. Hal ini terlihat dari peningkatan pendapatan, tambahan manfaat serta peningkatan produksi yang dihasilkan oleh nelayan. Hasil analisis finansial dengan menggunakan discount rate 12 persen, menunjukkan usaha perikanan nelayan tradisional memenuhi Net Present Value(NPV) > 0, Net Benefit Cost (B/C) > 1 danInternal Rate of Return(IRR) >discount rate. Hal ini berarti bantuan kredit di Kabupaten Tojo Una-una, Provinsi Sulawesi Tengah layak dilakukan. Pada penelitian ini sumber pendapatan rumahtangga hanya dibedakan menjadi pendapatan dari perikanan dan di luar perikanan, sedangkan alokasi tenaga kerja dipisahkan menurut gender. Namun demikian, pada penelitian ini tidak dibahas mengenai tingkat kemampuan pengembalian kredit nelayan tradisional sebagai tolak ukur keberhasilan pemberian kredit program.

Hal senada juga diungkapkan Azriani (2008) yang menganalisis dampak Bank Perkreditan Rakyat terhadap kinerja usaha kecil menggunakan model persamaan simultan. Hasil menunjukkan bahwa kredit yang diterima usaha kecil berpengaruh positif dan berbeda nyata terhadap nilai omset penjualan, namun tidak berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga kerja usaha kecil.

2.8. Kerangka Pemikiran Penelitian

Peternak membutuhkan kredit ternak untuk menambah modal dalam kegiatan usaha ternaknya. Kebutuhan modal peternak dalam hal ini disediakan pemerintah dalam bentuk kredit domba secara bergulir di Kabupaten Bogor.


(48)

Secara lengkap bagan kerangka pemikiran operasional penelitian kredit domba ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Kerangka Pemikiran Penelitian Kredit Domba di Kabupaten Bogor

Pada tahap awal, kredit domba akan digulirkan pemerintah kepada peternak yang telah diseleksi sebelumnya. Setelah kesepakatan usaha dilaksanakan dan waktu pengembalian kredit berakhir, maka dilaksanakan tahap kedua yaitu penyebaran ternak domba yang berasal dari pengembalian kredit tahap awal kepada petani berikutnya. Apabila pelaksanaan kredit domba berjalan baik, maka akan terjadi kontinuitas perguliran yang disertai dengan peningkatan populasi ternak dan nantinya diharapkan meningkatkan pendapatan petani. Namun

Monitoring dan Evaluasi

Program Kredit Ternak Domba

Tingkat pendapatan dan pengembalian kredit

1. Input 2. Proses 3. Output

4. Outcome 5. Benefit 6. Impact

Efektivitas Program Kredit

Ekonomi rumahtangga peternak: 1. Produksi

2. Pendapatan

3. Curahan waktu kerja 4. Konsumsi

Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor


(49)

31

jika terjadi hambatan, tentunya akan mengurangi efektivitas dari skema program kredit domba itu sendiri sehingga manfaat yang diinginkan tidak dapat tercapai.

Hambatan bisa terjadi pada tahap awal, tahap proses penyaluran maupun tahap pengembalian kredit. Untuk itu dalam penelitian akan dianalisis efektivitas skema kredit domba melalui kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap kinerja pelaksanaan program meliputi 6 aspek yaitu aspek kinerja input, proses, output,

outcome, benefit dan impact. Analisis dilakukan dengan metode skoring menggunakan beberapa indikator untuk setiap aspek.

Skema program yang efektif tentunya akan memberi dampak positif terhadap penerima kredit yaitu peningkatan pendapatan petani sesuai dengan sasaran dan tujuan dari program tersebut. Perilaku rumahtangga sebagai penyedia tenaga kerja, produsen sekaligus konsumen, akan mempengaruhi keputusannya dalam mengembalikan ternak, dimana kredit domba akan mempengaruhi produksi, curahan waktu kerja dan pendapatan yang akhirnya akan mempengaruhi konsumsi rumahtangga. Hal ini selanjutnya mempengaruhi tingkat pengembalian kredit, sehingga model operasional yang menunjukkan keterkaitan antar peubah yang diduga mempengaruhi pengembalian kredit domba dan ekonomi rumahtangga petani akan dianalisis secara simultan.


(50)

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan dari bulan Juni-Agustus 2008 di dua kecamatan di wilayah Kabupaten Bogor yaitu Kecamatan Pamijahan dan Cisarua. Pemilihan lokasi didasarkan pada lokasi tersebut telah mendapatkan kredit ternak domba. Disamping itu, Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra pengembangan ternak domba di Propinsi Jawa Barat.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan petani yang menerima dan tidak menerima kredit domba. Data sekunder dikumpulkan dari berbagai sumber seperti dari laporan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, Badan Pusat Statistik, Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) Leuwiliang dan instansi terkait lainnya.

3.3. Metode Pemilihan Sampel

Teknik pengambilan sampel dilakukan bertahap dengan cluster multi sampling seperti ditunjukkan pada Gambar 7. Tahap pertama adalah pemilihan lokasi dua kecamatan secara purposiveatas dasar dua kecamatan tersebut adalah mayoritas dan minoritas yang telah menerima kredit domba. Pada masing-masing kecamatan dipilih desa yang telah menerima kredit domba. Petani contoh diambil secara acak (simple random sampling) dengan bantuan sampling frame yaitu sebanyak 75 orang yang menerima kredit domba dan 58 orang petani yang tidak menerima kredit domba.


(51)

33

Gambar 7. Bagan Pengambilan Sampel Penelitian Kredit Domba

3.4. Analisis Data

Analisis deskriptif dilakukan untuk menjelaskan gambaran umum usaha ternak domba di lokasi dan efektivitas skema program kredit domba menggunakan metode skoring. Sementara itu, dampak program kredit terhadap pendapatan petani dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit domba dianalisis menggunakan pendekatan ekonomi rumahtangga model persamaan simultan.

3.4.1. Metode Skoring untuk Penentuan Efektivitas Kredit Domba

Efektivitas skema program kredit domba dapat dinilai melalui monitoring dan evaluasi kinerja beberapa aspek yaitu input, proses, output,outcome, benefit

Purposive: Minoritas Kredit Domba

Purposive:

Desa yang Menerima Kredit Domba Purposive: Mayoritas Kredit Domba

Kecamatan Pamijahan Kecamatan Cisarua

KABUPATEN BOGOR

Desa Menerima Kredit Domba

75 petani yang menerima kredit dan 58 petani yang tidak menerima kredit

Simple Random Sampling

menggunakan

sampling frame Desa Menerima


(52)

dan impact. Selanjutnya setiap aspek tersebut diberi indikator kinerja seperti terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Indikator Aspek Input, Proses, Output, Outcome, Benefit dan Impact

untuk Mengukur Efektivitas Program Kredit Domba

Aspek Kriteria

Input Jumlah kredit domba, tambahan kredit lain, sumber dana, spesifikasi domba, aparat dan kelembagaan yang terlibat, pelatihan

Proses Mekanisme pengajuan, penyaluran atau realisasi dan pengembalian kredit Output Jumlah petani yang menerima kredit, produksi ternak domba, jumlah unit

usaha peternakan domba, peningkatan kinerja anggaran subsektor peternakan, kelembagaan masyarakat

Outcome Peningkatan pendapatan dari usaha domba, jumlah rumahtangga peternakan, konsumsi protein hewani, pengembangan dan pemerataan pemilikan ternak khususnya ternak domba, menumbuhkan usaha di bidang peternakan dan meningkatkan pengetahuan serta ketrampilan usahatani

Impact Ketergantungan dengan kredit pemerintah, konflik pemanfaatan lahan, persaingan tidak sehat antar peternak, berkurangnya dana untuk sektor lain, menumbuhkan dinamika kelompok dan sumber ekonomi lain

Benefit Peningkatan kesejahteraan masyarakat, pemerataan pembangunan, meningkatkan kontribusi terhadap PAD, pemanfaatan sumberdaya secara optimal, pendorong perkembangan wilayah

Skor masing-masing kriteria diisi oleh petani dan petugas atau staf yang terlibat dalam penyaluran kredit domba. Hasil pemberian skor tersebut kemudian dihitung nilai rata-ratanya sehingga diperoleh skor masing-masing kriteria. Kalkulasi dilakukan untuk setiap aspek. Penilaian setiap aspek menggunakan kategori tidak berhasil, kurang berhasil, berhasil dan sangat berhasil. Skor kategori dikelompokkan menurut distribusi normal. Skor minimum setiap aspek adalah nol, sedangkan skor maksimum diperoleh dari total skor nilai ideal yang mungkin diperoleh dari kriteria yang telah disepakati. Secara rinci skor kategori disajikan pada Tabel 5.

Penilaian aspek proses yang dilakukan secara rinci meliputi: (1) mekanisme pengajuan yaitu tahapan mengajukan kredit hingga ditetapkan sebagai


(53)

35

penerima kredit, (2) penyaluran atau realisasi yaitu tahapan sejak petani ditetapkan memperoleh kredit hingga realisasi termasuk penggunaan kredit, dan (3) pengembalian kredit meliputi besarnya angsuran, jangka waktu, pemantauan dan pengawasan.

Tabel 5. Skor Penilaian Kategori untuk Setiap Indikator

Skor kategori Aspek Skor

maksimum Tidak berhasil Kurang berhasil Berhasil Sangat berhasil Input 10 0.0-2.5 2.6-5.0 5.1-7.5 7.6-10.0 Proses 20 0.0-5.0 5.1-10.0 10.1-15.0 15.1-20.0 Output 10 0.0-2.5 2.6-5.0 5.1-7.5 7.6-10.0

Outcome 5 0.0-1.2 1.3-2.5 2.6-3.8 3.9-5.0

Impact 5 0.0-1.2 1.3-2.5 2.6-3.8 3.9-5.0

Benefit 5 0.0-1.2 1.3-2.5 2.6-3.8 3.9-5.0

3.4.2. Perumusan Model Ekonomi Rumahtangga Petani

Kegiatan produksi, santai dan konsumsi erat kaitannya dengan pendapatan yang diterima oleh rumahtangga, yang kemudian akan mempengaruhi besarnya kredit domba yang diambil petani. Oleh karena itu perumusan model ekonomi rumahtangga dibangun dalam empat blok persamaan yaitu blok produksi, curahan waktu kerja, pendapatan dan pengeluaran. Keterkaitan antara peubah-peubah yang diduga mempengaruhi pengembalian kredit dan dampaknya terhadap pendapatan petani disajikan pada Gambar 8.

A. Blok Produksi

3.4.2.1. Produksi Ternak Domba

Produksi ternak domba dalam hal ini dipengaruhi oleh jumlah ternak domba milik sendiri, jumlah kredit ternak domba, persentase ternak betina, persentase kematian, persentase induk majir, pengalaman usaha ternak dan frekuensi mengikuti kegiatan kelompok atau kegiatan pendampingan.


(54)

Gambar 8. Keterkaitan Antar Variabel Model Ekonomi Rumahtangga Petani Penerima Kredit Domba

PTD

CKKTL CKTUT

YUT

CKUL YUL

Yd

YRT

CNPRT CPRT

Mort

PUT SRT

JKRD OWN

MJR

Keg UMUR

D Peternak TAX

WUL JAKK

NKRD YKTRN DIK

BUT YNon

YOff YUTI

YUTL

YUTAN

JAS JAK

RKRD CTTL


(1)

Lampiran 14. Hasil Pendugaan Model Konsumsi Non Pangan Rumahtangga

The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation

Model CNPRT Dependent Variable CNPRT Label konsumsi non pangan rumahtangga

Analysis of Variance Sum of Mean

Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 7 618.4639 88.35199 26.97 <.0001 Error 125 409.4210 3.275368

Corrected Total 132 1002.237

Root MSE 1.80980 R-Square 0.60169 Dependent Mean 3.14184 Adj R-Sq 0.57938 Coeff Var 57.60308

Parameter Estimates

Parameter Standard Variable Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label Intercept 1 -0.35921 0.669717 -0.54 0.5927 Intercept

YRT 1 0.298319 0.036049 8.28 <.0001 pendapatan total rumahtangga JAS 1 0.383234 0.249687 1.53 0.1273 jumlah anak yang bersekolah JAK 1 0.376014 0.160167 2.35 0.0205 jumlah tanggungan keluarga

CPRT 1 -0.27441 0.118510 -2.32 0.0222 konsumsi pangan rumahtangga RKRD 1 -0.00015 0.010358 -0.01 0.9884 tingkat pengembalian kredit TAX 1 -0.00471 0.001841 -2.56 0.0116 pajak

D 1 -0.32216 0.546173 -0.59 0.5564 dummy penerima kredit Durbin-Watson 1.68735

Number of Observations 133 First-Order Autocorrelation 0.15486

Lampiran 15. Hasil Pendugaan Model Tingkat Pengembalian Kredit

The SAS System The REG Procedure

Model: MODEL1

Dependent Variable: RKRD tingkat pengembalian kredit

1

3


(2)

Sum of Mean

Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 6 9176.35601 1529.39267 5.45 0.0001 Error 68 19094 280.79898

Corrected Total 74 28271

Root MSE 16.75706 R-Square 0.3246 Dependent Mean 57.16777 Adj R-Sq 0.2650 Coeff Var 29.31207

Parameter Estimates

Parameter Standard

Variable Label DF Estimate Error t Value Pr > |t| Intercept Intercept 1 11.66132 11.98298 0.97 0.3339 YUT pendapatan dari usaha ternak 1 -1.58262 1.82312 -0.87 0.3884 PTD produksi ternak domba 1 1.88437 0.61772 3.05 0.0033 JAS jumlah anak yang bersekolah 1 -0.32701 2.22841 -0.15 0.8838 LRKRD lama waktu pengembalian 1 1.02646 0.38394 2.67 0.0094 CNPRT konsumsi non pangan 1 0.00668 0.62869 0.01 0.9915 rumahtangga

Keg frekuensi mengikuti 1 0.51102 0.30120 1.70 0.0943 pendampingan

1

3


(3)

132

Lampiran 16. Skor Penilaian Input, Proses, Output,

Outcome, Impact

dan

Benefit

Kinerja Program Kredit Domba

A. Indikator

input penilaian kinerja program kredit domba (nilai maksimum 14)

No

Indikator

Skor

Keterangan

Skor

penilaian

1. Jumlah kredit domba yang

diterima dari Pemerintah

0,1

(0) Tidak sesuai anggaran/paket

(1) Sesuai anggaran/paket

2. Karakteristik ternak domba yang

diterima

0,1,2

(0) Tidak sesuai anggaran/paket

(1) Hanya jenis/umur yang

sesuai

(2) Jenis dan umur sesuai

3. Sumber kredit ternak domba

0,1,2

(0) Pemerintah

(1) Pemerintah dan Masyarakat

(2) Masyarakat

4. Aparat yang terlibat dalam

pemberian kredit ternak domba

0,1,2,

3

(0) Dispet Kab. dan Kec.(UPTD)

(1) Dispet Kab. dan LSM

(2) Dispet Kab., Kec.(UPTD)

dan Kelompok

(3) Dispet Kab., Kec.(UPTD),

Kelompok dan LSM

5. Lembaga yang melaksanakan

pemberian kredit domba

0,1,2

(0) Pemerintah

(1) Masyarakat dan Pemerintah

(2) Point 2 dan LSM

6. Apakah Bapak mengikuti

pelatihan mengelola ternak domba

sebelum kredit domba diterima

0,1

(0) Tidak mengikuti pelatihan

(1) Mengikuti Pelatihan

7. Bantuan lain selain ternak domba,

yang diterima

0,1,2,

3

(0) Tidak ada

(1) Pakan/bantuan kandang

(2) Obat-obatan dan kandang

(3) Bantuan pakan, kandang dan

obat-obatan

B. Indikator proses penilaian kinerja program kredit domba (nilai maksimum 31)

No

Indikator

Skor

Keterangan

Skor

penilaian

1. Identifikasi penentuan kebutuhan

peternak dalam hal manajemen

pemeliharaan didasarkan pada

0,1

(0) Keputusan aparat/Dinas

(1) Peternak/masyarakat

2. Sosialisasi program bantuan ternak

domba

0,1

(0) Tidak ada

(1) Ada sosialisasi

3. Yang terlibat dalam sosialisasi

program bantuan ternak domba

0,1,2

(0) Hanya Dinas

(1) Dinas melibatkan kelompok

tani/ternak

(2) Melibatkan semua

stakeholder


(4)

4. Siapa saja yang terlibat dalam

penentuan lokasi program ini

0,1,2

(0) Hanya Dinas/pemberi kredit

(1) Dinas melibatkan ketua

kelompok tani/ternak

(2) Melibatkan semua

stakeholder

5. Penentuan kelompok/peternak

sasaran

0,1,2

(0) Hanya Dinas

(1) Dinas melibatkan ketua

kelompok tani/ternak

(2) Melibatkan semua

stakeholder

6. Kesesuaian program/jenis bantuan

dengan kebutuhan petani

0,1

(0) Tidak sesuai

(1) Sesuai

7. Proses pengajuan program bantuan

ternak domba

0,1,2

(0) Tidak ada pengajuan

(1) Pengajuan sulit

(2) Pengajuan tidak sulit

8. Penentuan jumlah bantuan ternak

domba (1 paket)

0,1

(0) Pemerintah

(1) Masyarakat

9. Jaminan peternak untuk

mendapatkan bantuan ternak

0,1

(0) Ada

(1) Tidak ada

10 Pendampingan dari petugas

0,1,2,

3

(0) Tidak ada

(1) Hanya sekali

(2) 1-5 kali

(3) Lebih dari 5 kali

11 Materi pendampingan

0,1,2

(0) Tidak ada pendampingan

(1) Tidak berkaitan dengan

beternak domba

(2) Berkaitan dengan beternak

domba

12 Ada pembayaran/biaya program

0,1

(0) Ada

(1) Tidak ada

13 Lama pengajuan hingga

memperoleh ternak domba

0,1,2

(0) Lama

(1) Sedang

(2) Cepat

14 Jumlah pengembalian

0,1

(0) Memberatkan

(1) Tidak memberatkan

15 Waktu pengembalian

0,1,2

(0) Memberatkan

(1) Tidak memberatkan

16 Karakteristik ternak yang

dikembalikan

0,1

(0) Tidak sesuai

(1) Sesuai dengan yang diterima

17 Pemantauan/pengawasan

0,1,2

(0) Penyuluh/Dinas

(1) Ketua kelompok

(2) Dinas, kelompok dan

masyarakat

18 Yang terlibat dalam proses

penyetoran ternak

0,1,2

(0) Penyuluh/Dinas

(1) Ketua kelompok dan Dinas

(2) Dinas, kelompok dan LSM

19 Proses evaluasi program

0,1,2

(0) Penyuluh/Dinas

(1) Ketua kelompok

(2) Melibatkan seluruh

stakeholder


(5)

134

C. Indikator

output penilaian kinerja program kredit domba (nilai maksimum 10)

No

Indikator

Skor

Keterangan

Skor

penilaian

1. Jumlah petani/peternak yang

menerima bantuan domba

0,1,2

(0) < 15% dari RTP

(1) 15-20% dari RTP

(2) >20% dari RTP

2. Produksi/jumlah ternak domba

0,1,2

(0) Tidak meningkat

(1) Meningkat kurang dari 10%

(2) Meningkat lebih dari 10%

3. Jumlah unit usaha peternakan

0,1,2

(0) Tidak meningkat

(1) Meningkat kurang dari 10%

(2) Meningkat lebih dari 10%

4. Kinerja anggaran subsektor

peternakan

0,1,2

(0) Tidak meningkat

(1) Meningkat kurang dari 5%

(2) Meningkat lebih dari 5%

5. Kelembagaan masyarakat dalam

usahatani/usahaternak

0,1,2

(0) Tidak meningkat

(1) Meningkat kurang dari 5%

(2) Meningkat lebih dari 5%

D. Indikator

outcome penilaian kinerja program kredit domba (nilai maksimum 5)

No

Indikator

Skor

Keterangan

Skor

Penilaian

1. Peningkatan pendapatan dari usaha

Peternakan

0,1

(0) Tidak meningkat

(1) Meningkat

2. Peningkatan jumlah RTP di sektor

Peternakan

0,1

(0) Tidak meningkat

(1) Meningkat

3. Peningkatan konsumsi protein

hewani

0,1

(0) Tidak meningkat

(1) Meningkat

4. Peningkatan usaha di bidang

peternakan

0,1

(0) Tidak meningkat

(1) Meningkat

5. Peningkatan pengetahuan dan

keterampilan usaha

0,1

(0) Tidak meningkat


(6)

E. Indikator

impact penilaian kinerja program kredit domba (nilai maksimum 7)

No

Indikator

Skor

Keterangan

Skor

Penilaian

1. Menimbulkan ketergantungan

dengan bantuan pemerintah?

0,1

(0) Ya

(1) Tidak

2. Terjadi konflik pemanfaatan lahan

setelah adanya program ?

0,1

(0) Ya

(1) Tidak

3. Daya dukung lahan mengalami

perubahan

0,1

(0) Ya

(1) Tidak

4. Terjadi persaingan tidak sehat antara

petani/peternak

0,1

(0) Ya

(1) Tidak

5. Pembangunan/dana untuk sektor

lainnya jadi berkurang

0,1

(0) Ya

(1) Tidak

6. Menumbuhkan dinamika kelompok

0,1

(0) Tidak

(1) Ya

7. Menumbuhkan sumber ekonomi lain 0,1

(0) Tidak

(1) Ya

F. Indikator

benefit penilaian kinerja program kredit domba (nilai maksimum 5)

No

Indikator

Skor

Keterangan

Skor

Penilaian

1.

Pemerataan pembangunan setelah

adanya program bantuan domba

0,1

(0) Tidak

(1) Ya

2.

Meningkatkan kesejahteraan

masyarakat

0,1

(0) Tidak

(1) Ya

3.

Peningkatan kontribusi terhadap

PAD

0,1

(0) Tidak

(1) Ya

4.

Pemanfaatan sumberdaya secara

optimal

0,1

(0) Tidak

(1) Ya

5.

Mendorong perkembangan

wilayah

0,1

(0) Tidak