Identifikasi Keragaman Dna Mikrosatelit Pada Sapi Bali Di Pulau Bali Dan Pulau Nusa Penida

IDENTIFIKASI KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT
PADA SAPI BALI DI PULAU BALI DAN
PULAU NUSA PENIDA

ALWIYAH

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi penelitian berjudul Identifikasi
Keragaman DNA Mikrosatelit pada Sapi Bali di Pulau Bali dan Pulau Nusa
Penida adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015

Alwiyah
NIM D14110049

ABSTRAK
ALWIYAH. Identifikasi Keragaman DNA Mikrosatelit pada Sapi Bali di Pulau
Bali dan Pulau Nusa Penida. Dibimbing oleh JAKARIA dan MUHAMAD
BAIHAQI.
Sapi bali merupakan salah satu sumber daya genetik ternak asli Indonesia.
Sapi bali telah tersebar di berbagai daerah, namun Pulau Bali adalah wilayah
pusat pemurnian. Keragaman merupakan hal yang sangat penting dalam
mempertahankan suatu populasi. DNA Mikrosatelit adalah metode yang mudah
untuk identifikasi keragaman genetik. Tujuan dari penelitian ini adalah
mempelajari keragaman dari sapi bali dengan lokus ETH225, SPS115 dan
INRA037 di Pulau Bali dan Pulau Nusa Penida dengan metode DNA Mikrosatelit
berlabel. Jumlah sampel yang digunakan yaitu 48 sampel dari Pulau Bali dan 47
sampel dari Pulau Nusa Penida. Hasil genotiping dianalisis menggunakan
program GenAlEx 6.41. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lokus SPS115,

ETH225 dan INRA37 memiliki keragaman yang tinggi. Nilai heterosigosits
tertinggi ditunjukkan oleh lokus ETH225 di Pulau Bali. Nila laju inbreeding pada
sapi Bali dalam penelitian ini sampai 14.1%. Dari penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa sapi bali yang terdapat di Pulau Bali dan Pulau Nusa Penida berbeda.
Kata kunci : DNA mikrosatelit, keragaman, Pulau Bali, Pulau Nusa Penida, sapi
bali

ABSTRACT
ALWIYAH. Polymorphism identification of microsatelite DNA on Bali cattle in
Bali island and Nusa Penida island. Supervised by JAKARIA and MUHAMAD
BAIHAQI.
Bali cattle is one of Indonesia's biodiversity with some superiority. Bali
cattle scattered in various region, built centered in Bali Island. Polymorphism is
very important for kept a population. Microsatelite is one of easiest method to
identify genetic diversity. The aim of this research was to identify genetic
pholymorpism loci bali cattle from SPS115, ETH225, and INRA37 in Bali island
and Nusa Penida island with microsatelite DNA labeling system. SPS115,
ETH225 and INRA37 had been annalyzed from total sample of 48 Bali cattle in
Bali Island and 47 in Nusa Penida Island. The result of sequent were analyzed by
GenAlEx 6.41. The results of this research showed that SPS115, ETH225 and

INRA37 are higher diversity. The highest heterozygosity were found in loci
ETH225 in Bali island. The highest PIC were found in loci INRA37 in Nusa
Penida Island. The inbreeding rate of Bali cattle until 14.1%. From this research,
that bali cattle in Bali island and Nusa Penida island is different.
Key words : bali cattle, Bali Island, Nusa Penida Island, microsatellit
DNA,Pholymorpisme

IDENTIFIKASI KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT
PADA SAPI BALI DI PULAU BALI DAN
PULAU NUSA PENIDA

ALWIYAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 hingga Maret 2015 berjudul
Identifikasi Keragaman pada Sapi Bali di Pulau Bali dan Pulau Nusa Penida.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Peternakan.
Penulis menyadari bahwa proses penelitian dan penyusunan karya ilmiah
ini tidak dapat berjalan dengan lancar tanpa bantuan dan dukungan dari banyak
pihak. Terima kasih penulis ucapkan kepada yang terhormat Dr Jakaria, SPt MSi
dan Muhammad Baihaqi, SPt MSc selaku komisi pembimbing atas curahan
waktu, bimbingan dan dorongan semangatnya. Terima kasih juga kepada yang
terhormat Dr Ir Henny Nuraini, MSi selaku pembimbing akademik yang selalu
memberikan dukungan selama perkuliahan. Terima kasih juga kepada yang
terhormat Sigit Prabowo, SPt MSc selaku dosen penguji ujian akhir.

Ungkapan terima kasih terdalam penulis sampaikan kepada kedua orang
tua Anis Hamzah Alhiyed dan Sofiah Alatas, Kakak tercinta Fatimahtuzahro,
Paman terbaik Kadzim Salim Alhiyed, serta seluruh keluarga atas doa, kasih
sayang, dukungan serta motivasi yang selalu diberikan pada penulis. Semoga
penulis dapat menjadi sumber kebahagiaan bagi kedua orang tua dan keluarga.
Penulis sampaikan terima kasih kepada Shelvi, SSi, Ferdy, SPt MSi, Wike
Andre, SPt MSi, Komang Alit P, SPt MSi, Isyana, SPt, Furqon, SPt, Roaslein P,
SPt, Pandu, SPt, Muhsinin, SPt, Ria Putri Rahmadani, SPt dan teman teman
ABGSci atas segala dukungan dan kebersamaannya di Laboratorium Genetika
Molekuler Ternak. Kepada yang terkhusus Aulia Rahmad Hasyim, Rindang,
Ninin, Ulfa Dj, Mustika, Hadi, Mujo, Kak Riri, Maulita,Uswatun, Riskia,
Feronika, Valen, Salva, Bibeh, Rani, Dwiki, Zuriyansyah, Tanto, Wafi, Yaher,
Fandi, Anggita dan IPTP48, Rina, Mey, Anis, teman-teman Duta Promosi IPB
terima kasih atas kebersamaan dan motivasi yang diberikan.Terimakasih juga
kepada Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas beasiswa Bidik Misi yang
telah diperoleh selama menjalankan pendidikan ini. Semoga hasil penelitian ini
bermanfaat. Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat.
Bogor, Juni 2015


Alwiyah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ................................................................................................. 2
Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................... 2
METODE ................................................................................................................ 2
Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................................. 2
Bahan ................................................................................................................... 2
Alat
3
Prosedur ............................................................................................................... 3
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 4
Amplifikasi DNA ................................................................................................ 4

Keragaman Lokus Mikrosatelit ........................................................................... 5
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................... 9
Simpulan .............................................................................................................. 9
Saran .................................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 10
LAMPIRAN .......................................................................................................... 13
RIWAYAT HIDUP
19

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Lokus dan susunan nukleotida
Frekuensi alel lokus SPS115 di Pulau Bali dan Nusa Penida
Frekuensi alel lokus ETH225 di Pulau Bali dan Nusa Penida

Frekuensi alel lokus INRA037 di Pulau Bali dan Nusa Penida
Nilai ho, he, dan PIC dari tiga lokus mikrosatelit
Jarak genetik dan identitas genetik sapi Bali

3
6
6
7
8
9

DAFTAR LAMPIRAN
1 Lokus berdasarkan Genebank
2 Hasil perhitungan AMOVA
3 Hasil fluoresen lokus SPS115

13
17
18


1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sapi bali (Bos javanicus) sebagai ternak asli Indonesia hasil domestikasi
banteng (Payne dan Rollison 1974) merupakan sumberdaya genetik ternak yang
tidak ternilai harganya dan telah diakui oleh FAO sebagai salah satu bangsa sapi
di dunia (DGLS 2003). Sapi bali memiliki beberapa keunggulan yaitu mampu
beradaptasi terhadap lingkungan marjinal dan memiliki daya reproduksi yang
tinggi terutama pada kondisi pakan yang buruk (Talib 2002). Distribusi sapi bali
di Indonesia selain di Pulau Bali juga tersebar di beberapa daerah utama populasi
sapi bali, yaitu Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat
(Purwantara et al. 2012). Diberbagai lingkungan pemeliharaan di Indonesia, sapi
bali memperlihatkan kemampuannya untuk berkembang biak dengan baik yang
disebabkan beberapa keunggulan yang dimiliki sapi Bali. Keunggulan sapi bali
dibandingkan sapi lain yaitu memiliki daya adaptasi sangat tinggi terhadap
lingkungan yang kurang baik (Masudana 1990), seperti dapat memanfaatkan
pakan dengan kualitas rendah (Sastradipradja 1990), mempunyai fertilitas dan
conception rate yang sangat baik (Oka dan Darmadja 1996), persentase karkas
yang tinggi yaitu 52 sampai 57.7% (Payne dan Rollinson 1973) dan tahan

terhadap parasit internal dan eksternal (National Research Council 1983).
Program pelestarian dan pengembangan sapi bali di Pulau Bali dan salah
satunya adalah kemungkinan rencana relokasi program pembibitan sapi bali ke
daerah lain khususnya di luar Pulau Bali yaitu Pulau Nusa Penida. Program
pelestarian dan pengembangan sapi bali dilaksanakan di Pulau Bali, namun
terdapat kemungkinan untuk merelokasi program pembibitan ke luar Pulau Bali
yaitu ke Pulau Nusa Penida. Pulau Nusa Penida memiliki populasi sapi bali yang
cukup besar. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan telah
mencanangkan Program Pembibitan sapi bali di Pulau Nusa Penida dengan SK
No.18020/kpts/PD.420/F2.3/02/2013.
Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu sumber daya genetik ternak
sapi Bali adalah seleksi dan persilangan. Keragaman genetik pada suatu populasi
merupakan informasi penting dalam proses pelestarian sumber daya genetik
ternak secara berkesinambungan. Keragaman genetik dapat dideteksi melalui
banyak lokus, diantaranya ETH225, INRA037, dan SPS115. Ketiga lokus tersebut
menurut FAO (2011) memiliki jumlah pengulangan yang cukup tinggi. Weber
(1990), polimorfisme makin tinggi apabila unit ulangannya tergandakan lebih dari
10 kali lipat. Meningkatnya jumlah alel pada lokus yang berbeda akan
meningkatkan rata-rata keragaman genetik dalam populasi. Perkembangan
bioteknologi bidang genetika molekuler memungkinkan penggunaan penanda

molekuler untuk mengukur status keragaman genetik melalui pemanfaatan gen
penciri (marker assisted selection atau MAS). Salah satu teknik yang mudah
dilakukan untuk mengidentifikasi keragaman genetik yaitu metode DNA
Mikrosatelit dengan sistem labeling. Penelitian mengenai keragaman lokus
ETH225, lokus SPS115 dan lokus INRA037 pada sapi sudah banyak dilakukan.
Namun penelitian mengenai sapi Bali di Pulau Bali dan Pulau Nusa Penida
menggunakan DNA mikrosatelit berlabel belum dilakukan.

2

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari keragaman genetik dari sapi
Bali dengan ETH225, SPS115, dan INRA037 di Pulau Bali dan Pulau Nusa
Penida dengan metode DNA Mikrosatelit berlabel.
Ruang Lingkup Penelitian
Identifikasi keragaman lokus SPS115, ETH225, dan INRA037 pada sapi
bali yang terdapat di Pulau Bali dan Pulau Nusa Penida dengan menggunakan
DNA Mikrosatelit berlabel.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak,
Bagian Pemuliaan dan Genetika, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung
dari bulan September sampai Maret 2015.
Bahan
Sampel Darah
Sampel darah yang digunakan berasal dari 48 sampel dari sapi bali di
Pulau Bali dan 47 sampel dari sapi bali di Pulau Nusa Penida.
Ekstraksi DNA
Bahan-bahan yang digunakan untuk ekstraksi DNA terdiri atas larutan
EtOH absolute 70%, DW (destilation water), SDS (sodium dodecylsulphate) 10%,
proteinase-K (5 mg mL-1), 1×STE (sodium tris-EDTA), phenol solution, CIAA
(chloroform isoamylalcohol), NaCl 5M, dan TE (tris EDTA) 80%.
Amplifikasi DNA Template dan Pemotongan Produk PCR
Bahan-bahan yang digunakan pada teknik amplifikasi yaitu sampel DNA,
DW (destiltion water), Green MM (Master Mix) dan pasangan primer forward
dan reverse. Tabel 1 menunjukkan lokus yang diamati dalam penelitian ini yaitu
ETH225, SPS115 dan INRA037.

3

Tabel 1 Lokus dan susunan nukleotida
Ulangan

Sekuen (5’-3’) Forward-Reverse

Label

ETH225

Kromo
som
09

(CA)14

HEX

SPS115

15

(CA)18

HEX

234-258

INRA037

10

(TG)12

GATCACCTTGCCACTATTTCCT
ACATGACAGCCAGCTGCTACT
AAAGTGACACAACAGCTTCTCCA
AACGAGTGTCCTAGTTTGGCTGTG
GATCCTGCT ATATTTAACCAC
AAAATTCCATGGAGAGAGAAAC

Panjang
Basa
131-185

TAMN

112-148

Lokus

Sumber : FAO (2011)

Alat
Alat yang dibutuhkan untuk pengambilan darah yaitu tabung ependorf 1.5
mL, syringe 3 mL dan spidol permanen. Alat yang dibutuhkan untuk ekstraksi
DNA yaitu tabung ependorf 1.5 mL, 1 set pipet mikro beserta tipnya, vortex,
centrifuge, inkubator dan freezer. Alat yang dibutuhkan untuk amplifikasi DNA
yaitu 1 set pipet mikro beserta tipnya dan mesin PCR thermocycler.
Alat yang dibutuhkan untuk proses elektroforesis yaitu timbangan, pipet
mikro beserta tipnya, gelas piala, microwave, hotplate, tray pencetak gel, dan tank
elektroforesis (mupid) dilengkapi dengan power supply 100 V dan UV
transilluminator.

Prosedur
Pengambilan Sampel
Sampel yang diambil merupakan sampel darah sapi bali. Pengambilan
sampel darah sapi dilakukan pada bagian vena jugularis externa dengan
menggunakan jarum dan ditampung pada tabung venoject yang mengandung
EDTA.
Ekstraksi DNA
Ekstraksi DNA berdasarkan Sambrook et al. (1989). Darah diambil
sebanyak 200 μL, lalu ditambahkan 1 000 μL DW dalam tabung eppendorf 1.5
ml, kemudian divortex dan didiamkan selama 5 menit. Sampel selanjutnya
disentrifius pada kecepatan 8 000 rpm selama 5 menit dan supernatan yang
terbentuk dibuang. Endapan ditambahkan 40 μL SDS 10%, 10 μL proteinase-K (5
mgml-1) dan 1×STE sampai 400 μL, kemudian diinkubasi pada suhu 55 °C selama
2 jam sambil digoyang secara perlahan menggunakan tilter.
Degradasi bahan organik dilakukan dengan menambahkan 400 μL phenol
solution, 400 μL CIAA, dan 40 μL NaCl 5M, kemudian digoyang selama 1 jam
pada suhu ruang. Molekul DNA dipisahkan dari fenol dengan cara disentrifius
pada kecepatan 12 000 rpm selama 5 menit sehingga terbentuk fase DNA
(bening). Fase DNA sebanyak 400 μL dipindahkan ke tabung baru untuk
ditambahkan 800 μL EtOH abssolute 70% dan 40 μL NaCl 5M, kemudian
freezing (overnight). Molekul DNA disentrifius pada kecepatan 12 000 rpm
selama 5 menit untuk memisahkan EtOH absolute. Supernatan yang mengendap
dibuang. Endapan didiamkan hingga kering untuk disuspensikan dalam 100 μL
TE 80%. Sampel DNA disimpan dalam freezer

4

Amplifikasi DNA Mikrosatelit
Fragmen DNA diamplifikasi dengan teknik PCR. Sampel DNA hasil
ekstraksi sebanyak 2 μL dimasukkan ke dalam tabung PCR, lalu ditambahkan 28
μL larutan premix. Premix tersusun atas 0.3 μL primer, 12.4 μL DW, 6 μL Green
Master Mix. Campuran ini difortex lalu di sentrifugasi menggunakan spin down,
kemudian diinkubasi dalam thermocycler untuk diamplifikasi. Denaturasi awal
dilakukan pada suhu 95 °C selama 15 menit, selanjutnya denaturasi berlangsung
selama 20 detik pada suhu yang sama.
Kondisi PCR yaitu meliputi pradenaturasi 95 °C 5 menit, dilanjutkan
dengan langkah denaturasi pada 95 °C 10 detik, 20 detik annealing 58 oC ,
langkah elongasi pada suhu 72 oC selama 30 detik dan final elongasi pada suhu
72 oC selama 5 menit. Proses amplifikasi DNA ini dilakukan hingga 35 siklus.
Elektroforesis
Bahan-bahan yang digunakan dalam teknik elektroforesis terdiri atas
agarose, 0.5×TBE (tris borat-EDTA), etidium bromida (EtBr) 10%, loading dye,
dan DNA marker. Elektroforesis DNA dilakukan dalam agarose gel 1%.
Elektroforesis produk PCR dilakukan dalam agarose gel 1.5%. Produk restriksi
dielektroforesis dalam agarose gel 2%.
Alat-alat yang digunakan yaitu timbangan analitik, microwave, magnetic
vortex, tray pencetak gel, elektroforesis (MUPID), dan UV transilluminator.
Setelah didapatkan produk hasil PCR kemudian dilakukan fragmentasi dengan
cara sequents.
Genotiping
Produk PCR yang telah diperoleh dari ketiga lokus ( ETH225, SPS115 dan
INRA037) yang telah dianalisis dilakukan teknik fragmentasi dengan
menggunakan sekuen berlabel HEX untuk SPS115 dan ETH225 dan TAMN
untuk lokus INRA037. Proses sekuensing dilakukan dikirimkan ke perusahaan 1st
Base di Selangor Malaysia.
Analisis Data
Alel, jumlah alel (NA) dari berbagai lokus, pengamatan nilai
heterosigositas (H0) dan heterosigositas yang diharapkan (He), jumlah alel efektif
(NE) tiap lokus, jarak genetik dan analisis variasi molekuler menggunakan
program GenAlEx 6.501 (Peakall et al. 2012).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Amplifikasi DNA
Amplifikasi terhadap 3 lokus mikrosatelit yaitu SPS115, ETH225 dan
INRA037 berhasil diamplifikasi dengan suhu anneling 58 oC selama 20 detik
(Gambar 1).

5

M

1

2

3

M 1

4 5

a. Lokus SPS115 (234-258 bp)

2

3

4

5

M

1

2

3

4

b. Lokus ETH225 (131-185 bp) c. Lokus INRA037 (112-148 bp)

Gambar 1 Produk PCR lokus mikrosatelit pada sapi bali, a. lokus SPS115 (234258 bp), b. Lokus ETH225 (131-185 bp), dan c. Lokus INRA037 (112148 bp)
Keberhasilan proses amplifikasi lokus mikrosatelit sangat bergantung pada
suhu annealing. Suhu annealing adalah suhu optimum untuk proses penempelan
primer sesuai dengan sekuens DNA target yang akan diperbanyak selama proses
PCR. Adanya perbedaan tersebut disebabkan oleh kondisi mesin PCR dan
campuran pereaksi PCR tiap lokus berbeda. Kondisi annealing berbeda dengan
suhu yang dilaporkan Abdullah (2008) yaitu 65 oC selama 30 detik. Menurut
Muladno (2002), suhu penempelan primer (annealing) berkisar antara 36 -72 oC,
namun suhu yang biasa digunakan adalah 50 - 60 oC. Pelt-Verkuil et al. (2008)
menyatakan bahwa waktu annealing yang dibutuhkan supaya primer dapat
berkomplemen dan menempel dengan targetnya bergantung pada kapasitas
pemanasan mesin thermocycler yang digunakan, volume campuran PCR serta
konsentrasi primer dan gen target. Primer yang telah menempel pada target
selanjutnya mengalami pemanjangan atau ekstensi pada suhu 72 oC selama 40
detik. Kemudian dilanjutkan dengan ekstensi akhir pada suhu yang sama selama 5
menit. Tiga tahapan PCR yaitu denaturasi, annealing, dan ekstensi merupakan
tahapan untuk 1 siklus termal. Pada penelitian ini dilakukan sebanyak 35 siklus.
Keragaman Lokus Mikrosatelit
Alel dan Lokus Polimorfik
Hasil analisis lokus SPS115, ETH225, dan INRA037 berdasarkan hasil
genotiping dikelompokan berdasarkan populasi yaitu Pulau Bali dan Pulau Nusa
Penida. Frekuensi alel setiap lokus dan setiap populasi sapi bali disajikan pada
Tabel 2.

6

Tabel 2 Frekuensi alel lokus SPS115 di Pulau Bali dan Nusa Penida
Jumlah alel
Keefektifan jumlah alel
Tipe alel

242
244
246
248
250
252

Bali (n=47)

Nusa Penida(n=46)

6
3.920
0.043
0.276
0.213
0.351
0.085
0.032

6
3.605
0.011
0.413
0.250
0.141
0.152
0.033

Tabel 2 menunjukkan alel yang didapatkan di lokus SPS115 baik di Pulau
Bali maupun Pulau Nusa Penida. Jumlah alel sapi bali pada lokus SPS115 di
Pulau Bali dan Pulau Nusa Penida berjumlah sama yaitu 6. Hasil penelitian
Soldatovic et al. (1994) dan Vucinic (1996) pada sapi Yuglosovia di Serbia
menunjukkan bahwa lokus SPS115 memiliki jumlah alel yang sama. Namun pada
penelitian Radko et al. ( 2009) jumlah alel pada sapi Polish Merah-Putih pada
lokus SPS115 adalah 5 dan lokus SPS115 merupakan lokus yang rendah
polimorfiknya. Nomer efektif alel di populasi Pulau Bali lebih tinggi (3.920)
dibandingkan dengan di Nusa Penida (3.605). Tabel 2 menunjukkan bahwa lokus
SPS115 memiliki frekuensi alel tertinggi pada tipe alel 244 di Pulau Nusa Penida.
Adapun frekuensi alel dari lokus ETH225 disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Frekuensi alel lokus ETH225 di pulau Bali dan Nusa Penida
Alel
jumlah alel
Keektifan jumlah alel
Tipe alel

149
153
155
157
159
163
165

Bali (n=46)

Nusa Penida (n=47)

7
3.201
0.011
0.011
0.011
0.304
0.022
0.234
0.402

6
3.938
0.011
0.000
0.117
0.202
0.043
0.329
0.298

Lokus ETH225 memiliki jumlah alel yang berbeda di kedua wilayah yaitu
pada Pulau Bali 7 alel sedangkan pada pulau Nusa Penida 6. Penelitian Abdullah
(2008) lokus ETH225 pada sapi bali memiliki empat alel, sedangkan pada
penelitian sapi Yugoslovia di Serbia lokus ETH225 memiliki 6 alel (Soldatovic et
al. 1994). Lokus ETH225 memiliki frekuensi alel tertinggi pada tipe alel 165 yaitu
0.402. Tipe alel 153 pada lokus ETH225 hanya dimiliki oleh sapi bali yang
berasal dari Pulau Bali. Adanya alel yang spesifik pada sapi bali yang terdapat di
Pulau Bali dapat dijadikan penciri atau marker khusus pada sapi bali di Pulau
Bali. Nomer keefektifan alel yang tetinggi pada lokus ETH225 adalah 3.938 di

7

populasi Pulau Nusa Penida. Frekuensi alel pada lokus INRA037 disajikan pada
Tabel 4
Tabel 4 Frekuensi alel lokus INRA037 di Pulau Bali dan Nusa Penida
Alel
Jumlah alel
Keefektifan jumlah alel
Tipe alel

114
118
120
122
124
126
128
130
132
134
136

Bali (n=46)

Nusa Penida (n=47)

10
6.162
0.000
0.064
0.160
0.075
0.011
0.234
0.234
0.032
0.117
0.043
0.032

11
6.686
0.022
0.217
0.076
0.054
0.174
0.196
0.022
0.141
0.054
0.032
0.011

Lokus INRA037 memiliki jumlah alel 10 di pulau Bali dan 11 di Pulau
Nusa Penida. Lokus INRA037 memiliki jumlah alel yang paling banyak
dibandingkan dengan lokus lain. Amstrong et al. (2006) pada penelitiannya di
sapi Creolo Uruguay menyatakan bahwa lokus INRA037 merupakan lokus yang
paling polimorfik pada mikrosatelit dengan jumlah sepuluh alel. Lokus INRA037
memiliki frekuensi alel tertinggi pada tipe alel 126 dan 128 yaitu 0.234. Tipe alel
114 tidak ditemukan di pulau Bali namun ditemukan di pulau Nusa Penida.
Adanya alel spesifik tersebut bisa menjadi alel penciri untuk sapi Bali yang
terdapat di pulau Nusa Penida. Nomer keefektifan alel pada lokus INRA037 yang
tertinggi terdapat di populasi pulau Nusa Penida.
Pengukuran keragaman genetik sampel sapi bali dengan menggunakan 3
lokus mikrosatelit, menunjukkan lokus yang digunakan pada sapi bali di Pulau
Bali dan Pulau Nusa Penida adalah polimorfik. Nei (1987) menyatakan bahwa
suatu alel dikatakan polimorfik jika memiliki frekuensi alel sama dengan atau
kurang dari 0.99. Keragaman genetik atau polimorfisme genetik adalah
terdapatnya lebih dari 1 bentuk atau macam genotipe di dalam populasi.
Fenomena jumlah alel yang tinggi pada sapi bali karena variasi genetik
sapi bali pada lokus-lokus mikrosatelit tersebut sangat beragam. Keragaman
mikrosatelit disebabkan karena adanya variasi dalam jumlah pengulangan runutan
basa. Perbedaan yang muncul dianggap sebagai alel yang berbeda. Perbedaan alel
yang dihasilkan disebabkan perbedaan jumlah pengulangan basa (Bennet 2000).
Lokus INRA037 memiliki jumlah alel yang paling tinggi dibandingkan
dengan lokus yang lain. Keragaman yang tinggi pada lokus-lokus mikrosatelit ini
dipengaruhi oleh tingkat mutasinya. Menurut Muladno (2006), DNA mikrosatelit
memiliki laju perubahan basa nukleotida tinggi yang disebabkan adanya
perubahan jumlah ulangan dari urutan basa bergandengan mencapai 10 sampai
3 gamet-1generasi-1. Laju perubahan mikrosatelit dipengaruhi oleh motifnya.
Mikrosatelit dengan motif dinukleotida memiliki laju mutasi 1.5-2 kali lebih cepat

8

dibandingkan dengan motif tetra-nukleotida. Variasi lokus penting untuk
memberikan gambaran mengenai keragaman genetik pada suatu populasi.
Menurut Lan et al.(2013) lokus mikrosatelite yang memiliki jumlah alel lebih dari
4, maka sangat efektif untuk digunakan sebagai evaluasi keragaman genetik.
Nilai Heterosigositas
Lokus SPS115, ETH225, dan INRA037 memiliki keragaman yang tiggi
berdasarkan nilai heterozigositasnya. Tabel 5 menyajikan hasil nilai
heterosigositas.
Tabel 5 Nilai Ho, He dan PIC dari 3 lokus mikrosatelit
Lokus
N
Ho
He
SPS115
47
0.745
0.753
BPTU Bali
ETH225
46
0.717
0.695
INRA037
47
0.532
0.847
SPS115
46
0.652
0.713
Nusa Penida
ETH225
47
0.872
0.754
INRA037
46
0.413
0.860
Populasi

PIC
0.703
0.628
0.819
0.688
0.663
0.462

Keterangan: N: jumlah sampel; Ho: heterozigositas observasi; He: heterozigositas harapan; PIC:
Polymorphism Information Content.

Marson et al. (2005) menyatakan bahwa keragaman genetik suatu populasi
dapat diukur menggunakan nilai heterosigositas yang bertujuan untuk membantu
program seleksi. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai heterosigositas pengamatan
(Ho) sapi bali di Pulau Bali cukup tinggi yaitu 0.745, 0.753 dan 0.553. Sapi bali di
Pulau Nusa Penida memiliki nilai Ho yang tidak terlalu berbeda jika dibandingkan
dengan Ho di Pulau Bali. Namun kedua wilayah tersebut memiliki nilai
heterosigositas yang cukup tinggi, menurut Javanmard et al. (2005) bahwa nilai
heterosigositas di bawah 0.5 (50%) mengindikasikan rendahnya variasi suatu gen
dalam populasi. Tombasco et al. (2003) menyatakan bahwa jika nilai Ho
(heterosigositas pengamatan) lebih rendah dari He (heterosigositas harapan) maka
dapat mengindikasikan adanya proses seleksi yang intensif. Hal ini terlihat dari
Tabel 3 sapi bali yang terdapat di Pulau Bali dan Nusa Penida pada lokus SPS115
dan INRA037 nilai Ho lebih rendah dari He. Menurut Tambasco et al. (2003)
perbedaan antara nilai heterosigositas pengamatan (Ho) dan nilai heterosigositas
harapan (He) dapat dijadikan sebagai indikator adanya ketidakseimbangan
genotipe pada populasi sapi yang diamati yang diindikasikan bahwa sudah ada
kegiatan seleksi yang dilakukan dan tidak adanya perkawinan acak. Allendorf et
al. (2013) menyatakan bahwa suatu populasi dinyatakan berada dalam
keseimbangan jika frekuensi genotipe dan frekuensi alelnya konstan dari generasi
ke generasi yang diakibatkan oleh penggabungan gamet yang terjadi secara acak
dalam populasi yang besar. Keseimbangan gen dalam populasi terjadi jika tidak
adanya mutasi, seleksi, migrasi, dan genetic drift.
Lokus ETH225 di Pulau Bali merupkan lokus yang memiliki nilai Ho
yang tinggi, namun nilai He yang tinggi ditunjukkan pada lokus INRA037 di Nusa
Penida. Heterosigositas yang tinggi dalam suatu populasi menunjukkan bahwa
sapi ini mengandung alel-alel sapi lain atau alel mutasi dengan frekuensi rendah

9

(Abdullah 2008). Nilai PIC yang tertinggi terdapat pada lokus INRA037 di Pulau
Bali. Nilai PIC yang tinggi menggambarkan tingkat informasi penciri atau lokus
yang digunakan sangat informatif sebagai penciri (marker).
Jarak Genetik dan Keragaan Sapi Bali
Hasil perhitungan nilai jarak genetik pada sapi bali di Pulau Bali dan Pulau
Nusa Penida terdapat pada Tabel 6.
Wilayah
Bali – Nusa Penida

Tabel 6 Jarak genetik dan identitas genetik sapi bali
Jarak genetik
Kesamaan genetik
0.111

0.895

Fit
0.141

Keterangan : Fit: laju inbreeding total

Matriks jarak genetik Pairwise, menunjukkan bahwa sapi bali di Pulau
Bali memiliki tingkat perbedaan sebesar 11.1%. Hal ini berarti sapi bali yang
terdapat di Pulau Bali dengan Pulau Nusa Penida memiliki kesamaan. Kesamaan
antara sapi bali di Pulau Bali dan Nusa Penida sebesar 89.5%. Penelitian ini
memberi gambaran bahwa sapi bali yang terdapat di Pulau Bali dan Nusa Penida
mengandung materi gentik yang hampir sama.
Hasil AMOVA menunjukkan bahwa keragaan pada 3 lokus yang
digunakan untuk sapi Bali yang terdapat di pulau Bali dan Nusa Penida berbeda
nyata dengan taraf perbedaan 3%. Hal ini menunjukkan bahwa sapi bali yang
terdapat di Pulau Bali dan Pulau Nusa Penida berbeda.
Hasil aanlisis tiga lokus mikrosatelit yang digunakan menunjukkan nilai
laju inbreeding total (Fit) (0.141) pada kedua populasi sapi bali. Laju Inbreeding
yang tinggi akan cenderung menghilangkan variasi genetik. Hal ini tidak
diharapkan, jika variasi genetik yang hilang tersebut adalah variasi genetik yang
menguntungkan.
Sapi bali masih terus dikembangkan dan ditingkatkan produktivitasnya,
baik yang ada di Pulau Bali maupun di luar daerah yang diketahui sebagai daerah
tempat pengembangan sapi bali. Sapi bali yang terdapat di daratan Nusa Penida
ditetapkan sebagai wilayah pembibitan dan pemurnian sapi bali. Rendahnya nilai
keragaman dalam populasi juga bisa disebabkan oleh penggunaan jumlah lokus
yang terbatas. Jumlah lokus yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3 lokus.
Menurut FAO (2011) jumlah lokus yang sebaiknya digunakan untuk
mengidentifikasi keragaman genetik pada sapi adalah 30 lokus mikrosatelit.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan DNA mikrosatelit sapi bali memiliki derajat heterosigositas
yang tinggi. Lokus INRA037, ETH225, dan SPS115 memiliki keragaman yang
tinggi. Berdasarkan hasil analisis variasi molekuler dapat disimpulkan bahwa sapi
bali yang terdapat di Pulau Bali dan Pulau Nusa Penida berbeda.

10

Saran
Sebaiknya perlu dilakukan penelitian mengenai keragaman DNA
mikrosatelit pada wilayah pengembangan sapi bali di Indonesia dengan
menambahkan jumlah lokus yang digunakan. Selain itu pengaturan pola
perkawinan harus disesuaikan dengan target pemuliaan yang ingin dicapai.
Penggunaan jantan untuk kawin juga harus diatur dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah MAN. 2008. Karakterisasi genetik sapi aceh menggunakan analisis
keragaman fenotipik, daerah D-Loop DNA mitokondria dan DNA
mikrosatelit [disertasi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor.
Allendorf FW, Luikart G, Aitken SN. 2013. Conservation and The Genetics of
Populations. 2th ed. UK (GB): Wiley-Blackwel.
Amstrong E, Postiglioni1 A, Martínez A, Rincón1 G and Vega-Pla J L. 2006.
Microsatellite analysis of a sample of Uruguayan Creole bulls (Bos
taurus). J Genet Mol Biol. 29(2):267-272.
Arora R, Bhatia S, Jain A 2010. Morphological and genetic characterization of
Ganjam sheep. J Anim. Genet. Resour. 46:1- 9.
Bennet P. 2000. Microsatellites. J Clin Pathol Mol. Pathol 53:177-183.
[DGLS] Directorate Generale of Livestock Services. 2003. National report on
animal genetic resources in Indonesia. Directorate Generale of Livestock
Services, Directorate of Livestock Breeding (ID).
[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2002. Buku Statistik Peternakan
Tahun 2002. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. Jakarta (ID).
Departemen Pertanian.
[FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2011. Moleculer
Genetic Characterization of Animal Genetic Resource. ISAG-FAO
recommended microsatelite markers. Hal 68-69.
Javanmard A, Asadazadeh N, Banabazi MH, Tavakolian J. 2005. The allele and
genotype frequencies of bovine pituitary specific transcription factor and
leptin genes in Iranian cattle and buffalo populations using PCR-RFLP. J
Iranian Biotechnol. 3: 104-108.
Lan DP, Duy ND, Nguyen TB, Le QN, Nguyen VB, Tran TT, Tran XH, Vu CC,
Haja N, Kadarmideen. 2003. Assessment of genetic diversity and
structure of Vietnam indigineus cattle population by microsatellite. J
Lives Sci. 155:17-22.
Marson EP, Ferraz JBS, Meirelles FV, Balieiro JCC, Eler JP, Figuerido LGG,
Mourao GB. 2005. Genetic characterization of European-Zebu composite
bovine using RFLP markers. J Genet Mol Res. 4: 496-505.
Masudana I W. 1990. Perkembangan sapi Bali di Bali dalam sepuluh tahun
terakhir (1980- 1990). Proceeding Seminar Nasional Sapi Bali. Denpasar,
20-22 September 1990. Denpasar (ID) : Fakultas Peternakan Universitas
Udayana. Hlm A-11-A-30.
Muladno. 2002. Teknik Rekayasa Genetika. Bogor (ID) : Pustaka Wirausaha
Muda

11

Muladno. 2006. Aplikasi teknologi molekuler dalam upaya peningkatan
produktivitas hewan. Pelatihan Teknik Diagnostik Molekuler untuk
Peningkatan Produksi Peternakan dan Perikanan di Kawasan Timur
Indonesia. Kerjasama Pusat Studi Ilmu Hayati, Lembaga Penelitian dan
Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor dan Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas, Bogor (ID).
Muladno. 2010. Teknologi Rekayasa Genetika. Ed Ke-2. Bogor (ID): IPB Pr.
[NRC] National Research Council. 1983. Little-Known Asian Animals with a
Promising Economic Future. Washington, D.C (US): National Academic
Press.
Nei M, Kumar S. 2000. Molecular Evolution and Phylogenetics. New York (US):
Oxford University Pr.
Nei M. 1987. Molecular Evolutionary Genetics. New York (US): Columbia
University Pr.
Oka IGL, Darmadja D. 1996. History and development of Bali Cattle. Proceeding
seminar on Bali Cattle, a special spesies for the dry tropics, held by
Indonesia Australia Eastern University Project (IAEUP), 21 September
1996. Bukit Jimbaran, Bali (ID) : Udayana University Lodge
Payne W J A, Rollinson DHL. 1973. Bali cattle. J World Anim. Rev. 7: 13-21.
Peakall R, Smouse O. 2012. GenAlEx 6.5: Genetic analysis in Excel. Population
genetic software for teaching and research – an update. J Bioinformatics.
28: 1-3.
Pelt-Verkuil, van E, Belkum van A, Hays JP. 2008. Principles and Technical
Aspects of PCR Amplification. Netherlands (NL): Springer.
Purwantara B, Noor RR, Anderson G, Rodriguez-Martinez H. 2012. Banteng and
Bali cattle in Indonesia: status and forecasts. Reprod Dom Anim.
47(1):2-6. doi: 10.1111/j.1439-0531.2011.01956.x.
Radko A, Rychlik T. 2009. Use of blood group tests and microsatellite DNA
markers for parentage verification in a population of Polish Red-andWhite cattle. J Anim Sci. 9(2):119–125.
Sambrook J, Fritsch EF, Medrano JF. 1989. Molecular Cloning: a Laboratory
Manual. 2th ed. New York (US): Cold Spring Harbor Laboratory Pr.
Sastradipradja, D. 1990. Potensi internal sapi Bali sebagai salah satu sumber
plasma nutfah untuk menunjang pembangunan peternakan sapi potong
dan ternak kerja secara nasional. Procceding Seminar Nasional Sapi Bali.
Denpasar, 20-22 September 1990. Denpasar (ID) : Fakultas Peternakan
Universitas Udayana. Hal A-47–A54.
Soldatovic B, Stanimirovic Z, Vucinic M, Djokic D, Vucicevic M. 1994:
Robertsonian fusion in a Simmental cow-bull mother (part II). J Acta
Veterinaria. 44:(173–178).
Talib C. 2002. Sapi Bali di daerah sumber bibit dan peluang pengembangannya.
Wartazoa 12(3):100-107.
Tambasco DD, Paz CCP, Tambasco-Studart M, Pereira AP, Alencar MM, Freitas
AR, Coutinho LL, Packer IU, Regitano CA. 2003. Candidate genes for
growth traits in beef cattle crosses Bos taurus x Bos indicus. J Anim
Breed Genet. 120: 51-56.

12

Vucinic M, Soldatovic B, Stanimirovic Z. 1996. Robertsonian translocation T1/29
in the bovine karyotype. Strategia and Faculty of Veterinary Medicine
University of Belgrade, Belgrade, Serbia, 1–163. (in Serbian).
Weber J L. 1990, Informativeness of Human (dCdA) n.(dG-dT)n polymorphisms.
J Genomics. 7:(524-530).

13

LAMPIRAN
Lampiran 1 lokus berdasarkan Genebank
B.taurus microsatellite (ETH225)
GenBank: Z14043.1

LOCUS

Z14043

DEFINITION

B.taurus microsatellite (ETH225).

ACCESSION

Z14043

VERSION

Z14043.1

KEYWORDS

microsatellite.

SOURCE

Bos taurus (cattle)

ORGANISM

189 bp

DNA

linear

MAM 13-JUL-1992

GI:572

Bos taurus
Eukaryota; Metazoa; Chordata; Craniata; Vertebrata; Euteleostomi;
Mammalia; Eutheria; Laurasiatheria; Cetartiodactyla; Ruminantia;
Pecora; Bovidae; Bovinae; Bos.

REFERENCE
AUTHORS

1

(bases 1 to 189)

Steffen,P., Eggen,A., Dietz,A.B., Womack,J.E., Stranzinger,G. and

Fries,R.
TITLE

Isolation and mapping of polymorphic microsatellites in

cattle
JOURNAL
REFERENCE

Unpublished
2

(bases 1 to 189)

AUTHORS

Fries,R.

TITLE

Direct Submission

JOURNAL

Submitted (09-JUL-1992) Ruedi Fries, Animal Science, Swiss

Federal
Institute of, Technology, ETH-Zentrum, TAN D1, Zurich, CH8092,
Switzerland
FEATURES
source

Location/Qualifiers
1..189
/organism="Bos taurus"
/mol_type="genomic DNA"
/db_xref="taxon:9913"
/chromosome="U2"
/clone="ETH225"

repeat_region

43..78

14

ORIGIN

1

gatcaccttg ccactatttc ctccaacata tgtgtgtgcg tgcacacaca cacacacaca

61

cacacacaca cacacacatg atagccactc ctttctctaa tgccacagaa ttacacagtc

121

aactctctag tagcagctgg ctgtcatgtg tcatttggca atatccatat cttcccccct

181

Tgctgtaaa

B.taurus microsatellite sequence INRA037
GenBank: X71551.1
LOCUS

X71551

DEFINITION

B.taurus microsatellite sequence INRA037.

ACCESSION

X71551

VERSION

X71551.1

KEYWORDS

microsatellite.

SOURCE

Bos taurus (cattle)

ORGANISM

164 bp

DNA

linear

MAM 23-OCT-2008

GI:535800

Bos taurus
Eukaryota; Metazoa; Chordata; Craniata; Vertebrata;
Euteleostomi, Mammalia; Eutheria; Laurasiatheria;
Cetartiodactyla; Ruminantia;
Pecora; Bovidae; Bovinae; Bos.

REFERENCE
AUTHORS

1

(bases 1 to 164)

Vaiman,D., Mercier,D., Moazami-Goudarzi,K., Eggen,A.,
Ciampolini,R., Lepingle,A., Velmala,R., Kaukinen,J.,
Varvio,S.L., Martin,P. et al.

TITLE

A set of 99 cattle microsatellites: characterization, synteny

JOURNAL

Mamm. Genome 5 (5), 288-297 (1994)

mapping, and polymorphism

PUBMED
REFERENCE

7545949
2

(bases 1 to 164)

AUTHORS

Vaiman,D.

TITLE

Direct Submission

JOURNAL

Submitted (20-APR-1993) D. Vaiman, Laboratoire de Gloique
Biochimique, INRA-CRJ Domaine de Vilvert, 78352 Jouy-enJosas
Cedex, FRANCE

FEATURES
source

Location/Qualifiers
1..164
/organism="Bos taurus"
/mol_type="genomic DNA"
/db_xref="taxon:9913"
/cell_line="lymphocytes"

repeat_region

1..164

15

/standard_name="microsatellite INRA037"
ORIGIN
gatcctgctt atatttaacc accatgtatg tgtgtgtgtg tgtgtgtgtg tgcatgcatg
1
61

acgctcagtc tggattgtag cctccaagtt tctctctcca tggaattttc caggcaagaa

121

tcctggagtg ggttgttgtt tccttctcca ggggatcctc taga

Bos taurus isolate SC06 microsatellite SPS115 sequence
GenBank: FJ828564.1
FASTA Graphics PopSet
Go to:
LOCUS

FJ828564

255 bp

DNA

linear

MAM 07-

FEB-2011
DEFINITION

Bos taurus isolate SC06 microsatellite SPS115 sequence.

ACCESSION

FJ828564

VERSION

FJ828564.1

KEYWORDS

.

SOURCE

Bos taurus (cattle)

ORGANISM

GI:226433860

Bos taurus
Eukaryota; Metazoa; Chordata; Craniata; Vertebrata;

Euteleostomi;
Mammalia; Eutheria; Laurasiatheria; Cetartiodactyla;
Ruminantia;
Pecora; Bovidae; Bovinae; Bos.
REFERENCE

1

(bases 1 to 255)

AUTHORS

Feng,D., Zhao,H., Luo,Y. and Han,J.

TITLE

Species specific alleles at three microsatellite loci in yak

and
cattle
JOURNAL
REFERENCE

Gansu Nong Ye Da Xue Xue Bao 45 (4), 22-27 (2010)
2

(bases 1 to 255)

AUTHORS

Feng,D. and Han,J.

TITLE

Direct Submission

JOURNAL

Submitted (15-MAR-2009) CAAS-ILRI Joint Laboratory on

Livestock and
Forage Genetic Resources, Institute of Animal Science,
Chinese
Academy of Agricultural Sciences (CAAS), No. 2, Yuan Ming
Yuan Xi
Lu, Haidian District, Beijing 100193, China
FEATURES

Location/Qualifiers

16

source

1..255
/organism="Bos taurus"
/mol_type="genomic DNA"
/isolate="SC06"
/db_xref="taxon:9913"
/clone="1"
/country="China: Tibet, Sibu"

repeat_region

1..255
/rpt_type=tandem
/rpt_unit_range=41..76
/rpt_unit_seq="ca"
/satellite="microsatellite:SPS115"

ORIGIN
1

aaagtgacac aacagcttct ccagagcatc tccaatatct cacacacaca cacacacaca

61

cacacacaca cacacataca cacacacaca tctcattcct ctagtgtctt ttgcctttaa

121

agaaaaaaaa aactaagcag atcaacatgg gatctccttt ttgtagattt atagaaaggg

181

ttcctttgtt gcgcactcac ttgtaagaaa atgagacaaa aacgtgaaac ccacagccaa

241

actaggacac tcgtt

17

Lampiran

2 Hasil perhitungan AMOVA

Data Sheet

1 sampel sapi bali1.

Data Title

data mikrosatelite sapi bali nawal
95

Jumlah sampel
Jumlah Populasi

2

Jumlah region

1
999

No. Permutations

No. PW Pop
Permutations

999

Percentages of Molecular Variance

Among Pops
3%

Within Pops
97%

Hasil Tabel AMOVA

Sumber

Derajat
Bebas

Jumlah
Kuadrat

Kuadrat
Tengah

Estimasi
Keragaman

%

Diantara Populasi

1

6.749

6.749

0.084

3%

Dalam Populasi

93

258.387

2.778

2.778

97%

Total

94

265.137

2.862

100%

Stat

Value
0.029

P(rand >= data)

PhiPT

0.003

18

Lampiran 3 Hasil flouresen
Sinyal fluoresen yang dihasilkan
menunjukkan hasil amplifikasi DNA
mikrosatelit dengan menggunakan marker SPS115

19

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Cirebon pada tanggal 20 April 1993. Penulis adalah anak
dari pasangan Anis Hamzah Alhiyed dan Sofiah Alatas. Penulis merupakan anak
kedua dari 2 bersaudara yaitu Fatimmah Tuzahro. Penulis mengawali pendidikan
sekolah dasar pada tahun 1999 di SD Negeri Lawu Asih dan menyelesaikan
sekolahnya pada tahun 2005. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidkan ke
tingkat pertama pada tahun 2005 di SMPN 2 Cirebon dan selesai pada tahun 2008.
Penulis melanjutkan pendidikan di SMA Muhammadiyah Cirebon dari tahun
2008 hingga 2011.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2011 melalui jalur
SNMPTN Tulis dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan. Selama menjadi mahasiswa, Penulis
mendapatkan Beasiswa Bidik Misi dari DIKTI. Selama menjadi mahasiswa
penulis aktif di berbagai organisasi mahasiswa, sebagai Bendahara di Keluarga
Allawiyin IPB 2011-2013. Sebagai pengurus Divisi Eksternal 2012-2013 dan
Ketua Divisi Internal 2013-2014 di Himpunan Mahasiswa Peternakan
(HIMAPROTER), sebagai Ketua Divisi Internal KSPR 2013-2014, sebagai
pengurus divisi Budaya, Olahraga dan Seni di Ikatan Kekeluargaan Cirebon
(IKC), sebagai Ketua Teater Kandang Fapet 2013-2014. Penullis juga menjadi
juara 1 baca puisi di Cowboy Show Time 2015. Penulis juga menjadi juara 1
tahun 2014 dan juara 2 tahun 2015 lomba lari estafet Dekan Cup. Penulis juga
pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa tahun 2013 Bidang Karsa Cipta
yang didanai DIKTI yang berjudul Sistem Informasi dan Manajemen Cattle (SIMC) dalam Rangka Seleksi untuk Meningkatkan Kualitas Ternak di Indonesia.
Penulis juga merupakan Duta Promosi IPB tahun 2014-2015. Penulis juga pernah
mengikuti lomba karya tulis ilmiah di Fapet IPB dan di UMY. Penulis juga aktif
mengikuti berbagai macam kepanitiaan baik di Fakultas Peternakan, di Institut
Pertanian Bogor maupun di luar kampus. Dalam bidang akademik, penulis pernah
mengikuti Seleksi Mahasiswa Berprestasi di tingkat Departemen (2013) dan di
tingkat Fakultas (2014). Penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum mata
kuliah Teknologi Pengolahan Daging pada tahun 2014.