Identifikasi Keragaman DNA Mikrosatelit Lokus ILSTS028, ILSTS052 dan ILSTS056 pada Sapi Katingan di Kalimantan Tengah

(1)

ABSTRACT

Polymorphism Identification of ILSTS028, ILSTS052 and ILSTS056 Microsatellite DNA Loci on Katingan Cattle in Central Kalimantan

Erwinsyah, Jakaria and C. Sumantri

This study aimed to determine the genetic diversity of Katingan cattle population in Central Kalimantan by DNA microsatellite markers ILSTS028, ILSTS052 and ILSTS056 loci. The 70 blood samples used in this study originated from three subpopulation of Pendahara sub populations (26 samples), Buntut Bali (13 samples) and Tumbang Lahang (31 samples), and other samples were Bali cattle (11 samples), Madura cattle (1 sample), Limousin cattle (3 samples) and PO cattle (6 samples). The amplification of microsatellite DNA marker was done by PCR (Polymerase Chain Reaction). The PCR product was then electrophoresed using 6% polyacrilamide gel followed by silver staining. The data was analyzed to get allele frequency, genotype frequency and heterozygosity value. Microsatellite DNA of loci showed high polymorphisms. ILSTS028 locus had 20 alleles in Katingan cattle with the highest allele frequency was allele H (0.1691) in Tumbang Lahang population and the lowest allele C, D, E and K (0.0167) in Tumbang Lahang population. The highest allele frequency of Bali, PO, Limousin and Madura cattle was alleles H and R in Madura cattle (0.5000). The lowest allele frequency was alleles I, K and L (0.0455) in Bali cattle. ILSTS052 locus had 13 alleles in Katingan cattle with the highest allele frequency was allele C (0.5000) in Buntut Bali populations and lowest allele G, H, J, M and N (0.0208) in Pendahara population. Allele B had the highest frequency in Limousin cattle (1.0000) and alleles E and I the lowest frequency in Bali cattle (0.0455). ILSTS056 locus had 19 alleles in Katingan cattle with the highest allele frequency was allele M (0.2692) in Buntut Bali population and the lowest is allele B, O, Q and U (0.0167) in Tumbang Lahang population. Alleles D and I in Limuosin cattle and alleles A and D in Madura cattle had the highest frequency (0.5000) and alleles D, L and M the lowest frequency in Bali cattle (0.0455). The heterozygosity value from ILSTS028, ILSTS052 and ILSTS056 locus of Katingan cattle with the others cattle were 0.989, 0.629 and 1.000, respectively.


(2)

3 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ternak lokal merupakan kebanggaan bagi Indonesia, karena ternak lokal merupakan sumber daya genetik ternak bagi bangsa. Ternak lokal memiliki beberapa keunggulan yaitu daya adaptasi tinggi walaupun kondisi pakan berkualitas rendah, lingkungan marjinal, pemeliharaan secara ekstensif tradisional dan memiliki keunggulan tahan terhadap beberapa penyakit dan parasit. Ternak lokal juga memiliki beberapa kekurangan yaitu produktivitas rendah dibandingkan ternak impor. Peningkatan dan perbaikan mutu genetik ternak lokal agar dapat dimanfaatkan dengan optimal.

Pelestarian terhadap sumber daya genetik ternak asli atau ternak lokal sangat penting karena merupakan bagian dari komponen keanekaragaman hayati untuk memenuhi kebutuhan pangan, pertanian, dan perkembangan sosial masyarakat di masa yang akan datang. Beberapa alasan pelestarian sumber daya genetik ternak Indonesia penting dilakukan yaitu lebih dari 60% bangsa ternak di dunia berada di negara berkembang, konservasi ternak asli atau ternak lokal tidak menarik bagi petani, secara umum tidak ada program pemantauan yang sistematis dan tidak tersedia informasi deskriptif dasar sebagian sumber daya genetik ternak, dan sedikit sekali bangsa-bangsa ternak asli maupun ternak lokal yang telah digunakan dan dikembangkan secara aktif (FAO, 2001). Populasi sapi dari tahun 2005 sampai 2010 dilaporkan oleh Mayulu et al. (2010) selalu meningkat tiap tahunnya dari 11.045.900 ekor pada tahun 2005 menjadi 14.763.000 ekor pada tahun 2010.

Sapi Katingan adalah salah satu jenis sapi yang terdapat di Kalimantan Tengah sejak puluhan tahun dan sudah beradaptasi dengan lingkungan setempat. Sapi Katingan dipelihara oleh suku Dayak dan hidup disepanjang daerah aliran sungai Katingan. Sapi Katingan dipelihara secara ekstensif tradisional oleh masyarakat suku Dayak. Menurut Utomo et al. (2010), sapi tersebut dinamakan sapi Katingan dikarenakan lokasi pemeliharaan yang menyebar di sepanjang daerah aliran sungai Katingan. Masyarakat Dayak sendiri menyebutnya sapi lokal atau kadang-kadang sapi ”Helu” (sapi jaman dulu), tidak pernah mereka menamakannya sapi Katingan. Istilah sapi Katingan diberikan untuk membedakan dengan sapi lokal lain (Utomo, 2011). Penamaan sapi diberikan sesuai lokasi habitatnya sebagaimana pada


(3)

4 sapi-sapi lokal lain (Abdullah, 2008; Sarbaini, 2004; Sun et al., 2008). Penelitian ini dilakukan karena keterbatasan informasi mengenai data-data yang berhubungan dengan aspek fenotipik dan genetik pada sapi Katingan.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi keragaman sapi Katingan di Kalimantan Tengah dengan menggunakan penanda molekuler DNA mikrosatelit lokus ILSTS028, ILSTS052 dan ILSTS056.


(4)

5 TINJAUAN PUSTAKA

Sumber Daya Genetik Ternak Lokal

Keanekaragaman ternak sapi di Indonesia terbentuk dari sumber daya genetik ternak asli dan impor. Impor ternak sapi Ongole (Bos indicus) atau Zebu yang dimulai pada awal abad ke-20 memegang peranan penting dalam pengembangan peternakan di Indonesia. Ongole murni pertama kali dibawa ke Pulau Sumbawa yang kemudian disebut sebagai Sumba Ongole (SO) dan selanjutnya dibawa ke tempat-tempat lain di Indonesia untuk disilangkan dengan sapi asli Jawa dan membentuk Peranakan Ongole (PO) dan sapi Madura (Utoyo, 2002). Proses perkembangan sapi di Indonesia telah menghasilkan sumber daya genetik ternak yang lebih beragam, yaitu mulai dari sapi asli seperti sapi Bali, juga sapi hasil silangan yang telah menjadi sapi lokal seperti sapi Pesisir, sapi Aceh, sapi Madura, sapi Sumba Ongole (SO) dan sapi Peranakan Ongole (PO) (Utoyo, 2002; Martojo, 2003).

Sumber daya genetik ternak merupakan kerangka dasar acuan bagi pertanian dan pengembangan varietas dan bangsa ternak untuk masa yang akan datang. Keanekaragaman bangsa ternak asli maupun yang beradaptasi secara lokal berlimpah dan dapat menyelamatkan petani dalam menghadapi iklim yang sulit dan wilayah yang marjinal. Sumber daya genetik ternak lokal dapat dimanfaatkan dengan biaya (input) minimum dan memegang peranan penting dalam budaya masyarakat pedesaan (FAO, 2001).

Keanekaragaman genetik ternak lokal memiliki beberapa manfaat, yaitu (1) untuk keberlanjutan dan peningkatan produksi pangan, (2) untuk memaksimalkan produktivitas lahan dan sumber daya pertanian, (3) untuk pencapaian pertanian berkelanjutan dan (4) untuk pemenuhan keanekaragaman baik yang telah maupun yang akan diketahui manfaatnya bagi kehidupan sosial masyarakat. Ketersediaan keanekaragaman genetik ternak khususnya ternak sapi akan memberikan keberhasilan dalam strategi pemuliaan untuk masa yang akan datang (FAO-AAAS, 1994).

Subandriyo dan Setiadi (2003) menyatakan bahwa keragaman genetik pada ternak penting dalam rangka pembentukan rumpun ternak modern dan akan terus berlanjut sampai masa yang akan datang. Punahnya keragaman plasma nutfah ternak


(5)

6 tidak akan dapat diganti meskipun dengan kemajuan bioteknologi hingga sampai saat ini, sehingga pelestarian sumber daya genetik ternak perlu dilakukan.

Pelestarian sumber daya genetik ternak asli atau ternak lokal sangat penting karena merupakan bagian dari komponen keanekaragaman hayati untuk memenuhi kebutuhan pangan, pertanian, dan perkembangan sosial masyarakat di masa yang akan datang. Beberapa alasan pelestarian sumber daya genetik ternak Indonesia penting dilakukan, yaitu (1) lebih dari 60% bangsa ternak di dunia terdapat di negara berkembang, (2) konservasi ternak asli atau ternak lokal tidak menarik bagi petani, (3) secara umum tidak terdapat program pemantauan yang sistematis dan tidak tersedia informasi deskriptif dasar sebagian sumber daya genetik ternak yang ada dan (4) sedikit sekali bangsa-bangsa ternak asli maupun ternak lokal yang telah digunakan dan dikembangkan secara aktif (FAO, 2001).

Sapi Lokal Kalimantan Tengah

Kalimantan Tengah harus mendatangkan ternak sapi potong dari luar provinsi sekitar 3.000 ekor setiap tahun sebab produksi lokal hanya mampu memenuhi sekitar 45%-50% dari total kebutuhan. Pemerintah menargetkan pencapaian swasembada daging sapi secara nasional pada tahun 2014 sehingga untuk Provinsi Kalimantan Tengah sapi potong ditargetkan mencapai 27.000 ekor pada tahun 2014. Saat ini prediksi populasi sapi potong di Kalimantan Tengah pada tahun 2010 baru mencapai 14.000 ekor. Kondisi ini membuat pesimis berbagai pihak sehingga perlu berbagai upaya dan kerja keras semua pihak untuk menggunakan potensi sumberdaya lokal yang ada di daerah dimanfaatkan secara optimal, baik sumberdaya genetik maupun sumberdaya lahan dan pakan lokal. Kalimantan Tengah memiliki sapi lokal yang oleh masyarakat setempat (suku Dayak) dinamakan juga sapi lokal, berbeda dengan sapi lokal lainnya disebut sesuai dengan nama asal dari sapi tersebut, misalnya sapi Bali. Sapi lokal Kalimantan Tengah belum memiliki nama, namun beberapa orang menyebut sesuai dengan nama daerah aliran sungai tempat sapi tersebut hidup. Sapi-sapi tersebut hanya dipelihara oleh masyarakat setempat (suku Dayak). Sapi-Sapi-sapi lokal lainnya seperti sapi Bali (dominan), sapi Madura dan sapi PO kebanyakan dipelihara oleh masyarakat pendatang (transmigrasi) (Adrial, 2010).

Asal-usul sapi lokal Kalimantan Tengah sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti. Sapi-sapi tersebut dipelihara secara ekstensif di padang


(6)

7 gembalaan yang relatif luas dalam bentuk ranch-ranch. Keberadaan sapi sudah puluhan tahun dan sudah beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya dengan lahan tergolong asam dan miskin mineral. Populasi sapi lokal di Kabupaten Katingan dilaporkan sekitar 1.500 ekor. Pengembangan sapi lokal mengalami beberapa hambatan, salah satunya adalah masih sedikitnya informasi terutama data dasar tentang sistem produksi dan reproduksi, keadaan lingkungan, daya tampung lahan dan keterampilan petani yang mengelola. Informasi-informasi tersebut sangat penting karena berkaitan dengan keberhasilan pelestarian dan pengembangannya di masa yang akan datang (Adrial, 2010).

Sapi lokal Kalimantan Tengah memiliki potensi besar sebagai ternak potong, karena sapi ini mampu beradaptasi dengan lingkungan Kalimantan Tengah yang asam dan miskin mineral, mempunyai produktivitas yang cukup baik pada kondisi pemeliharaan ekstensif tradisional, relatif tahan terhadap berbagai macam penyakit dan parasit serta mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi. Potensi ini belum dimanfaatkan secara optimal, bahkan banyak orang Kalimantan Tengah yang tidak mengetahui bahwa Kalimantan Tengah memiliki sapi lokal yang potensial untuk dikembangkan (Adrial, 2010).

Ciri Spesifik Sapi Katingan

Karakteristik yang menonjol pada sapi Katingan yang hidup di sepanjang daerah aliran sungai Katingan, Kalimantan Tengah yang membedakan dengan sapi lokal lainnya di Indonesia adalah bentuk tanduk yang sebagian besar melengkung ke depan pada sapi betina dewasa. Bentuk tanduk pada sapi Katingan jantan tumbuh normal seperti umumnya sapi lokal yang lain, yaitu ke samping atas serta tonjolan pada kepala bagian atas diantara dua tanduk. Tonjolan hanya ditemukan pada sapi betina (Utomo et al., 2010).

Warna bulu mata bervariasi seperti berwarna hitam, coklat kemerahan, coklat keputihan, bahkan ditemukan warna putih. Teracak pada sapi Katingan ditemukan dua warna, yaitu warna hitam (dominan) dan warna coklat kemerahan (Utomo et al., 2010).

.


(7)

8 Bentuk Tubuh

Ukuran tubuh dewasa sapi Katingan jantan tidak selalu lebih besar dibandingkan dengan sapi betina. Sapi jantan maupun sapi betina mempunyai gumba yang cukup jelas terlihat. Karakteristik morfologik ini sama seperti pada sapi PO dan Madura (Utomo et al., 2010).

Ukuran gumba pada sapi jantan jauh lebih tinggi ketika tumbuh dewasa. Gelambir ditemukan baik pada sapi jantan maupun sapi betina. Tampilan gelambir pada sapi jantan lebih tebal dan lebih berat dibandingkan dengan gelambir pada sapi betina. Gelambir dijumpai mulai dari bawah kerongkongan sampai bawah dada di antara dua kaki depan (Utomo et al., 2010).

Karakteristik Kualitatif

Warna bulu sapi hanya ditentukan berdasarkan warna utama atau warna dasar untuk memudahkan dalam pengelompokan warna, karena dari warna dasar tersebut ditemukan warna lain di bagian-bagian tertentu tubuh sapi (Utomo et al., 2010). Keragaman warna bulu sapi Katingan dapat dilihat pada Gambar 1.

Sumber : Utomo et al. (2010)

Gambar 1. Keragaman Warna Bulu Sapi Katingan Betina (a, b, c) dan Jantan (d, e, f) Variasi warna bulu sapi Katingan betina di daerah aliran sungai Katingan didominasi oleh warna coklat kemerahan, yaitu 27%, diikuti berturut-turut cokelat keputihan (14,1%), cokelat warna sapi Bali (13,8%), hitam (12,5%), cokelat keruh atau kusam (9,6%), cokelat merah bata (9,3%), kehitaman (7,1%), putih kecokelatan

a

d

e

f

c

b

e


(8)

9 (5,5%) dan putih keabuan (4,5%). Variasi warna bulu sapi Katingan jantan didominasi warna hitam sebesar 27%, diikuti berturut-turut cokelat keputihan (14,8%), cokelat keputihan dan kemerahan (14,8%), cokelat kemerahan (13,1%), kehitaman (12,3%), cokelat keputihan punuk hitam (10,7%), cokelat merah bata (9,8%), dan cokelat merah bata punuk hitam (7,8%). Menurut Fries dan Ruvinsky (1999), warna yang lebih gelap pada leher dan kepala pada sapi jantan merupakan warna tipe sapi liar (Utomo et al., 2010).

Variasi bentuk tanduk sapi Katingan betina adalah bentuk tanduk melengkung ke depan, pendek dan kecil yang tidak melekat pada tulang kepala sehingga kalau dipegang akan goyang, melengkung menyamping ke depan, melengkung ke bawah, menyamping horizontal, tidak bertanduk (Utomo et al., 2010). Variasi pertumbuhan (bentuk) tanduk pada sapi jantan dewasa hanya dua, yaitu bentuk tanduk ke arah samping atas dan melengkung ke atas (Gambar 2).

Sumber : Utomo et al. (2010)

Gambar 2. Keragaman Bentuk Tanduk Sapi Katingan Jantan

Tonjolan pada kepala sebagian besar ditemukan pada sapi betina (82,93%-97,56%), sedangkan pada jantan tidak ditemukan. Tinggi rendah tonjolan bervariasi, dari tinggi hingga rendah (Gambar 3). Tonjolan di kepala tidak ditemukan pada sapi

4 5 6


(9)

10 PO, Bali dan Madura, sehingga tonjolan ini dapat dijadikan sebagai penciri pada sapi Katingan (Utomo et al., 2010).

Sumber : Utomo et al. (2010)

Gambar 3. Variasi Tonjolan (Tinggi Rendah) pada kepala Sapi Katingan Betina Karakteristik Kuantitatif

Rata-rata bobot badan sapi betina di daerah aliran sungai Katingan asal Buntut Bali 201,8 kg, asal Pendahara 208,9 kg dan asal Tumbang Lahang 217,1 kg. Rata-rata bobot badan sapi jantan dari Buntut Bali sebesar 299,9 kg, Pendahara 250,5 kg dan dari Tumbang Lahang 261,1 kg (Utomo et al., 2010).

DNA Mikrosatelit

Mikrosatelit adalah rangkaian pola nukleotida antara dua sampai enam pasang basa yang berulang secara berurutan. Mikrosatelit biasa digunakan sebagai penanda genetik untuk menguji kemurnian galur, studi filogenik, lokus pengendali sifat kuantitatif dan forensik. Mikrosatelit diamplifikasi menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan beberapa pasang mikrosatelit. Hasil PCR dideteksi menggunakan teknik elektroforesis gel poliakrilamid (PAGE) yang dilanjutkan dengan pewarnaan perak (silver staining).

Mikrosatelit atau sekuen berulang sederhana (Short Tandem Repeats / STRs) adalah sekuen DNA genom dengan unit ulangan 1-6 pb (pasang basa) dengan panjang ulangan 10-100 pb, namun ada yang ditemukan lebih panjang lagi (Bennet, 2000; Goldenstein et al., 1995) atau sekuen yang berulang secara berurutan yang disusun berbagai kombinasi dari empat basa DNA yaitu adenin (A), cytosine (C), guanin (G), dan thymin (T) (Tautz, 1993). Pola ulangan DNA mikrosatelit dapat berupa mono-, di-, tri- maupun tetra-nukleotida berulang (Tautz, 1993). Ulangan yang paling banyak adalah ulangan CA (atau GT pada untai lain) yang diduga ada 8


(10)

11 sekitar 35.000. Sekuen tersebut terdapat pada genom haploid manusia. Sekuen ini ditemukan di setiap 100 pb (Valdes et al., 1993). Ulangan nukleotida yang paling sering ditemukan pada mamalia adalah GT/AC (Hoelzel, 1998).

Mikrosatelit merupakan indikator pusat gen ideal (Valdes et al., 1993). Jumlahnya berlimpah, bersifat kodominan, memiliki polimorfik tinggi dan tersebar hampir di seluruh genom serta mudah ditemukan (Lehmann et al., 1996). Karakteristik tersebut menjadikan mikrosatelit sebagai penanda yang ideal untuk mengukur tingkat keragaman populasi.

Mikrosatelit terdapat melimpah dalam genom dan mudah ditemukan, sehingga sering digunakan dalam pemetaan genom (Weber, 1990), analisis keterpautan pada semua spesies serta dapat digunakan dalam rekonstruksi filogenik manusia (Goldenstein et al., 1995). Mikrosatelit juga digunakan sebagai penciri genetik (Lehmann et al., 1996) atau dapat digunakan sebagai penanda (marker) yang ideal untuk mengukur tingkat keragaman populasi (Valdes et al., 1993) karena memiliki jumlah alel yang tinggi serta ekspresi pola pitanya kodominan sehingga dengan mudah dapat membedakan individu homozigot dengan individu heterozigot. Marker ini juga bermanfaat dalam pemuliaan ternak seperti dalam mengidentifikasi ternak, asal usul, penentuan garis keturunan dan mengevaluasi sumberdaya genetik (Ciampolini et al.,1995).

Keragaman DNA Mikrosatelit

Keragaman mikrosatelit ditunjukan oleh variasi dalam jumlah pengulangan sekuen inti. Tingkat keragaman mikrosatelit secara positif berhubungan dengan panjang dari sekuen berulang (Weber, 1990). Perbedaan alel yang dihasilkan disebabkan perbedaan jumlah pengulangan basa nitrogen (Bennet, 2000).

Mikrosatelit dengan panjang pengulangan kurang dari 20 pb, berpeluang kecil polimorfik. Keragaman mikrosatelit ini berkaitan dengan ketidakstabilan lokus. Keragaman yang tinggi dari lokus mikrosatelit dihasilkan dari kecepatan mutasi yang tinggi yaitu diperkirakan pada kisaran 10-3 – 10-5 lokus/gamet/generasi (Lehmann et al., 1996). Rekombinasi yang tidak seimbang dan DNA polimerase slippage diduga menjadi penyebab ketidakstabilan dan keragaman dari mikrosatelit (Maskur, 2001).

Tipe dan kemurnian pengulangan merupakan bentuk dari keragaman mikrosatelit. Kategori mikrosatelit berdasarkan kemurnian pengulangan yaitu (1)


(11)

12 mikrosatelit berulang sederhana (perfect repeats) yang terdiri dari sekuen tanpa disisipi oleh penyela sepanjang unit berulangnya, (2) mikrosatelit berulang komplek (imperfect repeats) terdiri atas sekuen dengan satu atau lebih penyela dalam unit berulangnya dan (3) mikrosatelit berulang campuran (compound repeats) terdiri atas rangkaian perfect atau imperfect repeats berdampingan dengan sebuah rangkaian sekuen simple repeats yang lain (Weber, 1990).

Keragaman dalam mikrosatelit dapat dideteksi dengan menggunakan teknologi PCR. Sekuen pengapit yang khas disebut sebagai primer digunakan untuk mengamplifikasi daerah mikrosatelit. Primer pada mikrosatelit bersifat khas sehingga primer tersebut hanya mengamplifikasi dan dapat divisualisasikan menggunakan pewarnaan perak yang lebih sensitif dibandingkan pewarnaan dengan Ethidium Bromida (Tegelstrom, 1992). Banyak mikrosatelit yang ditemukan bersifat polimorf karena terpaut dengan daerah penyandi gen yang memiliki runutan cenderung lestari (conserved) sehingga sangat ideal untuk analisis keterpautan (Muladno, 2000).

Penanda Genetik

Penanda genetik adalah sebuah sifat genetik yang mudah diamati dan mempunyai pola penurunan sederhana (Kerje, 2003). Penanda genetik dapat diidentifikasi dengan berbagai teknik RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphisms), RAPD (Random Amplyfied Polymorphism DNA), DNA minisatelit dan DNA mikrosatelit. Penanda genetik digunakan untuk mengukur respon genetik terhadap seleksi alam dan seleksi buatan (Gomez-Raya et al., 2002) dan untuk mengetahui keragaman genetik (Nei dan Kumar, 2000).

Analisis sekuens DNA yang memilki akurasi tinggi dimulai pada tahun 1977 melalui metode Sanger atau metode Maxam dan Gilbert. Metode tersebut berkembang menjadi suatu metode dengan dua prosedur yang berbeda (Brown, 1999), yaitu metode Sanger (Chain Termination Method) dan metode Maxam-Gilbert (Chemical Degradation Method) sehingga analisis genom menjadi lebih berkembang. Metode tersebut memiliki beda yaitu perkembangan. Metode Sanger lebih berkembang dibandingkan dengan metode Maxam-Gilbert karena lebih mudah, praktis dan efisien dilakukan (Muladno, 2002). Bersamaan dengan perkembangan teknik PCR dan teknik pendukung lain, maka proses perunutan atau sekuensing DNA secara keseluruhan dapat lebih cepat.


(12)

13 MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama tujuh bulan, mulai Oktober 2010 sampai Mei 2011.

Materi Sampel Ternak

Sebanyak 70 sampel darah sapi berasal dari tiga Kecamatan di daerah aliran sungai Katingan, Kalimantan Tengah yaitu Kelurahan Pendahara (Kecamatan Tewah Sanggalang Garing), Desa Buntut Bali (Kecamatan Pulau Malan) dan Desa Tumbang Lahang (Kecamatan Katingan Tengah) digunakan dalam penelitian ini. Selain sapi Katingan, sampel darah sapi Bali, PO, Limousin dan Madura juga digunakan dalam penelitian ini (Tabel 1).

Tabel 1. Jumlah Sampel Darah Sapi yang Digunakan dari Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah

Jenis/Bangsa Sapi Populasi Jumlah Sampel

Sapi Katingan Buntut Bali 18

Pendahara 21

Tumbang Lahang 31

Sapi Bali Tumbang Lahang 1

Palangka Raya 10

Sapi PO Tumbang Lahang 6

Sapi Limousin Palangka Raya 3

Sapi Madura Palangka Raya 1

Total Sampel 91

Sumber : Utomo(2011)

Lokasi pengambilan sampel sapi Katingan dapat dilihat pada Gambar 4. Kelurahan Pendahara (Kecamatan Tewah Sanggalang Garing) terletak pada 113°08’ BT-113°30’ BT dan 1°35’ LS-1°53’LS pada ketinggian 32 m DPL. Desa Buntut Bali (Kecamatan Pulau Malan) terletak pada 113°00’ BT-113°28’ BT dan 1°26’ LS-1°50’


(13)

14 LS pada ketinggian 27 m DPL. Desa Tumbang Lahang (Kecamatan Katingan Tengah) terletak pada 112°44’ BT-113°19’ BT dan 1°07’ LS-1°43’ LS pada ketinggian 30 m DPL. Sungai Katingan memiliki panjang 650 km yang melalui ketiga lokasi penelitian.

Sumber : Bhermana (2010)

Gambar 4. Peta Lokasi Pengambilan Sampel Sapi Katingan Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini, adalah :

1) Bahan-bahan untuk pengambilan sampel, yaitu sampel darah, kapas, dan alkohol 96%.

2) Bahan-bahan untuk isolasi dan pemurnian DNA, yaitu SDS (sodium dosesil sulfat), proteinase-K, STE (Sodium Tris-EDTA), CIAA (Chloroform Iso Amil


(14)

15 Alkohol), larutan phenol, ethanol absolut, NaCl, TE (Tris EDTA) dan DW (destilated water).

3) Bahan-bahan untuk amplifikasi DNA, yaitu campuran destilated water (DW), primer, dNTP, MgCl2, buffer dan taq DNA polimerase.

4) Bahan-bahan untuk elektroforesis, yaitu larutan akrilamid, TEMED (N,N,N’,N’ -tetramethylethylenediamine), DW (destilated water), APS (ammonium peroxodisulfat) 10%, marker 20 bp dan larutan 5x TBE (tris boric acid-EDTA). 5) Bahan-bahan untuk silver staining (pewarnaan perak), yaitu DW, AgNO3,

NaOH, formaldehid, asam asetat dan amonia.

6) Primer yang digunakan, yaitu ILSTS028, ILSTS052 dan ILSTS056. Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini dilihat dari cara penggunaannya, yaitu :

1) Alat-alat untuk pengambilan sampel seperti tabung venoject, spoit, rak tabung; alat yang umum digunakan seperti timbangan analitik, gelas ukur, gelas piala, freezer, pengaduk kaca, pipet ukur, autoclave, pisau atau silet dan sarung tangan. 2) Alat untuk ekstraksi dan pemurnian DNA seperti tabung Eppendorf, rak tabung

Eppendorf, pipet mikro, tip, vortex, centrifuge, inkubator dan sarung tangan. 3) Alat-alat untuk PCR seperti tabung Eppendorf 0,2 µl, rak tabung, vortex,

centrifuge, mesin PCR dan sarung tangan.

4) Alat-alat elektroforesis seperti mesin elektroforesis, spiser, gelas ukur, pipet ukur, bulp, gelas Erlenmeyer, waterbath dan sarung tangan.

Prosedur Penelitian

Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel darah sapi Katingan menggunakan disposible syringe 10 ml dari masing-masing sebanyak lima ml dari vena jugularis. Darah dimasukkan ke dalam tube test 12 ml yang telah diisi alkohol 96% sebanyak lima ml dan diberi label. Ketika darah ditambahkan alkohol, tabung segera dikocok dengan kuat agar darah benar-benar bercampur dengan alkohol dan tidak menggumpal, kemudian disimpan di dalam box plastik sampai darah akan diisolasi.


(15)

16 Ekstraksi dan Purifikasi DNA Genom

Ekstraksi dan purifikasi DNA dilakukan dengan metode Sambrook et al. (1989), yaitu : sebanyak 200 µl sampel darah dalam EtOH dipindahkan ke tabung 1,5 µl kemudian ditambahkan 1.000 µl DW/TE. Larutan dikocok kuat atau vortex dan didiamkan sekitar lima menit lalu disentrifugasi pada kecepatan 8.000 rpm selama sekitar lima menit. Bagian supernatan dibuang, kemudian diulangi lagi tahapan tersebut sampai bagian supernatan yang kedua dibuang. Setelah itu sebanyak 40 µl SDS 10%, 10 µl proteinase-K 5 mg/ml, dan 1 x STE sampai 400 µl ditambahkan setelahnya. Larutan dikocok dalam inkubator pada suhu 55 ºC selama dua jam, kemudian tambahkan 400 µl larutan phenol, 400 µl kloroform iso amil alkohol (CIAA), dan DNA diendapkan dengan 40 µl 5 m NaCl. Larutan dikocok pelan pada suhu ruang selama satu jam, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama lima menit. Bagian DNA (bening) dipindahkan dengan menggunakan pipet ke tabung 1,5 µl baru sebanyak 400 µl, kemudian ditambahkan 800 µl EtOH absolute dan 40 µl 5 M NaCl. Larutan dibekukan selama semalam. Endapan yang dihasilkan setelah proses pembekuan dilanjutkan dengan menambahkan 400 μl 70 % etanol dan disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama lima menit. Etanol dibuang dan diuapkan dengan menggunakan pompa vakum, selanjutnya DNA dilarutkan dengan 80 μl 80% buffer TE.

Amplifikasi DNA Mikrosatelit

Primer yang digunakan untuk menganalisis keragaman DNA mikrosatelit sapi Katingan adalah ILSTS028, ILSTS052 dan ILSTS056 (Tabel 2).

Tabel 2. Informasi tentang Tiga Pasang Primer Pengapit DNA Mikrosatelit

Lokus Sekuen Primer Suhu

Annealing

Motif Ulangan

Lokasi dikromosom ILSTS028 F-5′ tccagattttgtaccagacc 3′

R-5′ gtcatgtcatacctttgagc 3′ 55 (CA)7 11

ILSTS052 F-5′ ctgtcctttaagaacaaacc 3′

R-5′ tgcaacttaggctattgacg 3′ 55 (CA)12 21

ILSTS056 F-5′ gctactgagtgatggtaggg 3′

R-5′ aatatagccctggaggatgg 3′ 55 (CA)11 12

Keterangan : F=Forward primer; R=Reverse

Sumber : Kathiravan et al. (2009)


(16)

17 Campuran PCR terdiri atas sampel darah 1 µl dengan tiga primer yaitu ILSTS028, ILSTS052 dan ILSTS056 sebanyak 0,05 µl; dNTP sebanyak 0,1 µl; MgCl2 sebanyak 0,25 µl; 10 kali buffer sebanyak 1,25 µl; DW sebanyak 9,3 µl dan taq DNA sebanyak 0,05 µl. Tabung Eppendorf yang berisi campuran sampel dan bahan PCR tersebut kemudian diputar dengan mesin vortex, lalu dimasukkan ke dalam mesin PCR. Mesin PCR kemudian dioperasikan dengan program perubahan suhu sebagai berikut : siklus pertama adalah denaturasi awal pada 94 ºC selama lima menit, diikuti dengan 35 siklus yang masing-masing terdiri atas denaturasi (94 ºC selama 20 detik), penempelan primer (55-60 ºC selama 30 detik), pemanjangan (72 ºC selama 45 detik), dan diakhiri dengan satu siklus berikutnya yaitu pemanjangan pada 72 ºC selama lima menit. Setelah siklus terakhir selesai, mesin PCR dimatikan dan tabung Eppendorf diambil untuk disimpan pada suhu ruang atau pada suhu 4 ºC atau dapat dianalisis lebih lanjut.

Elektroforesis Gel Poliakrilamida Vertikal (Vertical PAGE)

Alat dan bahan dalam pembuatan gel dipersiapkan. Elektroforesis gel akrilamid dikerjakan dengan menggunakan vertical electrophoresis apparatus. Poliakrilamid gel elektroforesis (PAGE) yang digunakan 6%. Komponen-komponen berikut dicampurkan dalam satu gelas ukur,: 30% Akrilamida sebanyak 5 ml, 5 kali TBE sebanyak 2,5 ml, DW 17,3 ml, Temed sebanyak 15 µl dan 10% APS sebanyak 150 µl. Semua larutan tersebut dicampur dengan menggoyang-goyangkan hingga homogen (menggunakan sarung tangan). Larutan tersebut segera dituangkan ke dalam cetakan gel kemudian ditutupi larutan gel dengan tutup cetakan yang telah disediakan. Sisir dipasang untuk membuat lubang tempat sampel (sumur) dan dibiarkan pada suhu ruangan sehingga gel membeku.

Elektroforesis akrilamid dijalankan pada tegangan 100 volt selama lebih kurang dua jam. Setiap sumur pada gel diisi dengan produk PCR sebanyak dua µl yang dicampur dengan 0,25 µl larutan pemberat (loading dye). Satu sumur gel terakhir diisi dengan 1 µl DNA marker 20 bp sebagai ukuran standar pita-pita DNA hasil amplifikasi, setelah elektroforesis selesai dilakukan pewarnaan perak (silver staining). Pewarnaan perak menggunakan empat larutan yaitu larutan A (DW 200 ml; AgNO3 0,2 g; 10 N NaOH 80 µl dan ammonia 800 µl), DW sebanyak 200 ml, larutan B (DW 200 ml, NaOH 6 g, formaldehid 200 µl) dan larutan C (DW 100 µl,


(17)

18 100 µl asetat). Gel kemudian dimasukkan ke dalam larutan A dan didiamkan selama lebih kurang delapan menit, kemudian gel dicuci dengan DW selama dua menit. Larutan B dipanaskan terlebih dahulu di dalam waterbath pada suhu 60-65 ºC sampai siap digunakan. Selanjutnya gel direndam dan digoyang-goyangkan perlahan dalam larutan B sampai muncul pita. Setelah pita muncul, gel dicuci dengan larutan C. Selesai mencuci dengan larutan C kemudian gel dibungkus dengan plastik mika dan diberi nomor pada setiap sampel.

Penentuan Posisi Pita DNA

Penentuan genotipe dilakukan dengan cara memperhatikan dan menghitung jumlah pita pada gel elektroforesis. Heterozigot ditunjukkan dengan dua pita, sedangkan homozigot satu pita. Penentuan pita yang paling bawah diberi sandi A, B, C dan seterusnya sampai pita paling atas. Pita yang memiliki laju sama merupakan alel yang homolog (Sumantri et al. 2008).

Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan mempelajari pola pita (alel) yang terdapat pada sapi Katingan, sapi Bali, PO, Madura dan Limousin. Analisis data DNA mikrosatelit menggunakan software POPGENE Versi 32 antara lain adalah frekuensi alel, frekuensi genotipe dan derajat heterozigositas.

Frekuensi Alel

Frekuensi alel lokus ILSTS028, ILSTS052 dan ILSTS056 dihitung dengan menggunakan rumus Nei dan Kumar (2000):

Keterangan : j ≠ 1

xi = frekuensi alel ke-i

nij = jumlah individu untuk genotip ij nii = jumlah individu untuk genotip ii N = jumlah sampel


(18)

19 Frekuensi Genotipe

Frekuensi genotipe ditentukan dengan cara membagi jumlah sampel sapi Katingan yang memiliki genotipe tipe tertentu dengan seluruh jumlah sapi yang diamati dengan menggunakan rumus Nei dan Kumar (2000):

Keterangan :

xi = frekuensi genotipe ke-i ni = jumlah individu bergenotipe i N = jumlah individu sampel Derajat Heterozigositas

Derajat heterozigositas ditentukan dengan menggunakan rumus Nei dan Kumar (2000):

Keterangan :

= nilai heterozigositas xi = frekuensi alel ke-i n = jumlah individu

Rataan heterozigositas pada setiap lokus dihitung dengan menggunakan rumus Nei dan Kumar (2000):

Keterangan :

= rataan heterozigositas semua lokus hj = heterozigositas lokus ke-j

r = jumlah lokus


(19)

20 HASIL DAN PEMBAHASAN

Amplifikasi DNA Mikrosatelit

Amplifikasi DNA dilakukan dengan tiga macam primer yaitu ILSTS028, ILSTS052 dan ILSTS056 serta masing-masing lokus menganalisis 70 sampel DNA. Hasil amplifikasi menunjukkan lokus ILSTS028 dapat mengamplifikasi 68 sampel darah sapi Katingan yaitu 31 sampel dari Tumbang Lahang, 24 sampel dari Pendahara dan 13 sampel dari Buntut Bali. Lokus ILSTS052 dapat mengamplifikasi 68 sampel darah sapi katingan yaitu 31 sampel dari Tumbang Lahang, 24 sampel dari Pendahara dan 13 sampel dari Buntut Bali. Lokus ILSTS056 dapat mengamplifikasi 69 sampel darah sapi katingan yaitu 30 sampel dari Tumbang Lahang, 26 sampel dari Pendahara dan 13 sampel dari Buntut Bali . Sampel darah sapi Bali, Madura, PO dan Limousin yang berasal dari Kalimantan Tengah masing-masing sebanyak 11, 1, 6 dan 3 sampel dari lokus ILSTS028, ILSTS052 dan ILSTS056 juga berhasil diamplifikasi.

Suhu annealing setiap lokus berbeda-beda berdasarkan beberapa kali optimasi. Suhu annealing lokus ILSTS028 dan ILSTS052 adalah 55 0C dan berbeda dengan suhu annealing lokus ILSTS056 sebesar 60 0C. Perbedaan suhu annealing yang digunakan oleh Kathiravan et al. (2009) pada penelitiannya disebabkan ternak yang digunakan adalah kerbau Marathwada, sedangkan pada penelitian ini adalah sapi Katingan (sapi lokal Kalimantan Tengah). Suhu annealing menentukan ketebalan pita DNA yang diperoleh dari elektroforesis. Kisaran temperatur penempelan yang digunakan antara 36-72 0C, namun suhu yang biasa digunakan antara 50-60 0C (Muladno, 2002).

Amplifikasi DNA mikrosatelit pada setiap populasi yang menggunakan lokus ILSTS028, ILSTS052 dan ILSTS056 menghasilkan sifat polimorfik yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah mikrosatelit berlimpah, bersifat kodominan, memiliki polimorfik tinggi dan tersebar hampir di seluruh genom serta mudah ditemukan (Lehmann et al.,1996). Karakteristik tersebut menjadikan mikrosatelit sebagai penanda yang ideal untuk mengukur tingkat keragaman populasi.

Sampel darah yang telah diamplifikasi melalui teknik PCR dilanjutkan dengan proses elektroforesis menggunakan gel poliakrilamid 6% dan melihat pita DNA melalui pewarnaan perak. Pita target dapat dilihat setelah proses pewarnaan


(20)

21 perak, tetapi sering kali ditemukan pita-pita tambahan yang bukan termasuk pita target. Pita-pita tambahan tersebut dihasilkan dari beberapa proses, seperti penyelipan selama amplifikasi PCR. Kemunculan pita-pita tersebut juga mencerminkan mikroheterogenitas dalam panjangan ulangan dinukleotida secara in-vitro (Litt dan Luty, 1989). Dua molekul DNA untai ganda hasil amplifikasi pada siklus pertama menjadi DNA target dan dilipatgandakan menjadi empat molekul DNA dan selanjutnya empat molekul baru ini dilipatgandakan jumlahnya menjadi delapan dan seterusnya (Muladno, 2002).

Keragaman DNA Mikrosatelit

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lokus ILSTS052 dan ILSTS056 bersifat polimorfisme. Hal ini didasarkan pada jumlah unit ulangan yang lebih dari 10 ulangan tetapi berbeda dengan lokus ILSTS028 yang hanya memiliki jumlah unit ulangan kurang dari 10 ulangan. Menurut Winaya (2000), polimorfisme akan semakin tinggi apabila unit ulangan tergandakan lebih dari 10 kali lipat. Hasil pengukuran lokus dari ketiga sub populasi sapi Katingan menghasilkan jumlah alel yang beragam. Lokus ILSTS028 menghasilkan 20 alel, lokus ILSTS052 menghasilkan 13 alel dan lokus ILSTS056 menghasilkan 19 alel. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman genetik dapat dilihat dari jumlah alel di setiap lokus dan heterozigositasnya (Sun et al., 2008).

Lokus ILSTS028

Lokus ILSTS028 memiliki 20 macam alel dari ketiga populasi sapi katingan yaitu alel A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N, O, P, Q, R, S dan T. Pemberian simbol alel dengan menggunakan urutan abjad sesuai dengan ukuran alel. Lokus ILSTS028 memiliki jumlah alel terbanyak dibandingkan jumlah alel lokus-lokus lainnya. Jumlah alel yang dihasilkan menunjukkan bahwa populasi sapi Katingan memiliki tingkat keragaman genetik yang relatif tinggi. Menurut Karthickeyan et al. (2009), meningkatnya jumlah alel pada lokus yang berbeda akan meningkatkan rata-rata keragaman genetik dalam populasi. Hasil amplifikasi PCR sapi Katingan terhadap lokus ILSTS028 menghasilkan alel yang sebagian ditampilkan pada Gambar 5.


(21)

22 Keterangan : M = Marker

a = Sapi Bali b = Sapi PO

Gambar 5. Penentuan Genotipe Lokus ILSTS028 pada Sapi Katingan dan Sapi Lokal Lainnya

Data mengenai jumlah alel dan frekuensi alel untuk masing-masing populasi dapat dilihat pada Tabel 3. Jumlah alel lokus ILSTS028 pada populasi Buntut Bali, Tumbang Lahang dan Pendahara berturut-turut menghasilkan 11 alel, 16 alel dan 15 alel. Jumlah alel lebih banyak ditemukan pada populasi Tumbang Lahang karena sampel darah lebih banyak diambil pada populasi Tumbang Lahang dibandingkan dengan populasi Buntut Bali dan Pendahara, tetapi frekuensi alel tertinggi dan terendah lokus ILSTS028 ditemukan pada populasi Tumbang Lahang. Frekuensi alel tertinggi adalah alel H sebesar 0,2097 dan frekuensi alel terendah adalah alel C, D, E dan K sebesar 0,0167. Frekuensi genotipe tertinggi pada ketiga populasi Buntut Bali, Tumbang Lahang dan Pendahara berturut-turut adalah genotipe HO sebesar 0,231, LG sebesar 0,129 serta MH dan RL sebesar 0,125. Frekuensi genotipe terendah pada populasi Buntut Bali adalah genotipe BI, DJ, dan DL sebesar 0,077; dan pada populasi Tumbang Lahang adalah genotipe BB, DH, FH, GH, CI, HI, BJ, HK, EL, MO dan JP sebesar 0,032; serta pada populasi Pendahara adalah genotipe FG, DI, DL, FL, HN, HO, IO, IP, LT, JQ, MS dan NT sebesar 0,042.

M 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60

MR FNb GL FL LQ DL FM DLa DLa DL FH LR (+) (-)

100 bp 300 bp

200 bp

150 bp


(22)

23 Tabel 3. Macam Alel, Genotipe, Frekuensi Alel dan Frekuensi Genotipe Lokus

ILSTS028 pada Populasi Sapi Katingan di Kalimantan Tengah

Populasi (n) Alel dan

Ukuran (pb)

Frekuensi

Alel Genotipe

Frekuensi Genotipe Buntut Bali (13) B (128) D (132) G (138) H (140) I (142) J (144) L (148) M (150) O (158) P (160) R (164) 0.0385 0.0769 0.0769 0.1923 0.1923 0.0385 0.1538 0.0769 0.1154 0.0769 0.0385 BI DJ DL GL HM HO IP LR 0,077 0,077 0,077 0,154 0,154 0,231 0,154 0,077 Tumbang Lahang (31) A (126) B (128) C (130) D (132) E (134) F (136) G (138) H (140) I (142) J (144) K (146) L (148) M (150) O (158) P (160) R (164) 0,0323 0,0484 0,0161 0,0161 0,0161 0,0484 0,0806 0,2097 0,0645 0,0323 0,0161 0,1129 0,1290 0,0645 0,0484 0,0645 BB AH DH FH GH CI HI BJ HK EL GL FM HM HO MO IP JP LR MR 0,032 0,064 0,032 0,032 0,032 0,032 0,032 0,032 0,032 0,032 0,129 0,064 0,097 0,097 0,032 0,064 0,032 0,064 0,064

Pendahara (24) D (132)

F (136) G (138) H (140) I (142) J (144) L (148) M (150) N (152) O (158) P (160) Q (162) R (164) S (168) T (170) 0,0417 0,0417 0,0625 0,1042 0,0625 0,0208 0,1667 0,1667 0,0417 0,0417 0,0417 0,0625 0,1042 0,0208 0,0208 FG DI DL FL GM HM HN HO IO IP LT JQ LQ LR MR MS NT 0,042 0,042 0,042 0,042 0,083 0,125 0,042 0,042 0,042 0,042 0,042 0,042 0,083 0,125 0,083 0,042 0,042

Keterangan : n = Jumlah sampel yang teramplifikasi, pb = Pasang basa


(23)

24 Frekuensi alel dan jenis alel pada lokus ILSTS028 yang sangat bervariasi dan beragam dapat dilihat pada Gambar 6. Lokus ILSTS028 menghasilkan beberapa alel yang hanya ditemukan pada populasi tertentu yang disebut alel spesifik.

Gambar 6. Frekuensi dan Macam Alel pada Lokus ILSTS028

Alel spesifik yang ditemukan pada populasi Tumbang Lahang yaitu alel A, C, E dan K. Alel spesifik yang ditemukan pada populasi Pendahara yaitu alel N, Q, S dan T, alel yang spesifik tidak ditemukan pada populasi Buntut Bali. Hal ini menyebabkan tidak terdapat alel khusus di dalam populasi Buntut Bali sebagai penciri dari sapi Katingan dari Buntut Bali. Alel spesifik dapat digunakan sebagai pembeda antara ketiga populasi (Sarbaini, 2004).

Informasi mengenai jumlah, macam dan frekuensi alel sapi Katingan dan sapi lokal di Kabupaten Katingan pada lokus ILSTS028 dapat dilihat pada Tabel 4. Frekuensi alel tertinggi yang ditemukan pada lokus ILSTS028 dari ketiga populasi adalah alel H sebesar 0,1691. Frekuensi alel tertinggi terdapat pada sapi Bali, PO dan Limousin berturut-turut yaitu 0,2727 (alel L), 0,1667 (alel I, J, M dan P) dan 0,3333 (alel L dan R). Sapi Madura hanya memiliki dua jenis alel dan memiliki nilai frekuensi alel yang sama besar. Frekuensi alel tertinggi pada masing-masing populasi dapat mengindikasikan bahwa alel-alel mendominasi alel lainnya di dalam populasi tersebut. Frekuensi genotipe tertinggi terdapat pada sapi Katingan, Bali dan Limousin berturut-turut yaitu HM (0,1176), DL (0,3636) dan LR (0,6667). Populasi sapi PO tidak memiliki nilai frekuensi genotipe tertinggi dikarenakan nilai frekuensi genotipe yang sama pada semua macam genotipe.

Macam Alel


(24)

25 Tabel 4. Macam Alel, Genotipe, Frekuensi Alel dan Frekuensi Genotipe Lokus ILST028 pada Ketiga Populasi Sapi Katingan dan Sapi Lokal Lainnya di Kalimantan Tengah

Populasi Jumlah

Alel

Macam Alel Frekuensi

Alel Macam Genotipe Frekuensi Genotipe Sapi Katingan

20 A 0,0147 BB 0,0147

B 0,0294 FG 0,0147

C 0,0074 AH 0,0294

D 0,0368 DH 0,0147

E 0,0074 FH 0,0147

F 0,0368 GH 0,0147

G 0,0735 BI 0,0147

H 0,1691 CI 0,0147

I 0,0735 DI 0,0147

J 0,0294 HI 0,0147

K L 0,0074 0,1397 BJ DJ 0,0147 0,0147

M 0,1324 HK 0,0147

N O P Q R S T 0,0147 0,0662 0,0515 0,0221 0,0735 0,0074 0,0074 DL EL FL GL FM GM HM HN 0,0294 0,0147 0,0147 0,0882 0,0294 0,0294 0,1176 0,0147

Sapi Bali 8 D

E F G H I L N 0,1818 0,0455 0,0909 0,0909 0,0909 0,0455 0,2727 0,0909 FG DL EL FL GN HN HO IO 0,0909 0,3636 0,0909 0,0909 0,0909 0,0909 0,0909 0,0909

Sapi PO 8 B

F I J M N P U 0,0833 0,0833 0,1667 0,1667 0,1667 0,0833 0,1667 0,0833 BJ IM JM FN IP UP 0,1667 0,1667 0,1667 0,1667 0,1667 0,1667 Sapi Limousin

4 C

I L R 0,1667 0,1667 0,3333 0,3333 CI LR 0,3333 0,6667 Sapi Madura

2 H

N

0,5000 0,5000

HN 1,0000


(25)

26 Lokus ILSTS052

Lokus ILSTS052 dari ketiga populasi sapi Katingan menghasilkan 13 macam alel yaitu alel A, B, C, D, E, F, G, H, J, K, L, M dan N. Hasil amplifikasi PCR sapi Katingan terhadap lokus ILSTS052 disajikan pada Gambar 7.

Keterangan : M = Marker a = Sapi Bali b = Sapi PO

Gambar 7. Penentuan Genotipe Lokus ILSTS052 pada Sapi Katingan dan Sapi Lokal Lainnya

Data mengenai jumlah alel dan frekuensi alel untuk masing-masing populasi dapat dilihat pada Tabel 5. Jumlah alel lokus ILSTS052 pada populasi Buntut Bali, Tumbang Lahang dan Pendahara berturut-turut menghasilkan 9, 10 dan 13 alel. Jumlah alel lebih banyak ditemukan pada populasi Pendahara. Frekuensi alel tertinggi yang ditemukan pada populasi Buntut Bali adalah alel C sebesar 0,5000 dan frekuensi alel terendah yang ditemukan pada populasi Pendahara adalah alel G, H, J, M dan N sebesar 0,0208. Frekuensi genotipe tertinggi pada ketiga populasi Buntut Bali, Tumbang Lahang dan Pendahara berturut-turut adalah genotipe CC sebesar 0,385, CC sebesar 0,258 dan CK sebesar 0,292. Frekuensi genotipe terendah pada populasi Buntut Bali adalah genotipe BB, DL dan FN sebesar 0,077 dan pada populasi Tumbang Lahang adalah genotipe AA, DF, CH dan DL sebesar 0,032 sedangkan pada populasi Pendahara adalah genotipe AA, CG, EH, CJ, DK, EL, FM dan FN sebesar 0,042.

M 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72

CJb CJ ELa EL FMa EL EL EL EL FM ELb FMa

150bp 200bp

100bp 300bp

(+) (-)


(26)

27 Tabel 5. Macam Alel, Genotipe, Frekuensi Alel dan Frekuensi Genotipe Lokus

ILSTS052 pada Populasi Sapi Katingan di Kalimantan Tengah Populasi (n) Alel dan Ukuran

(pb)

Frekuensi

Alel Genotipe

Frekuensi Genotipe Buntut Bali (13) B (143) C (145) D (147) E (149) F (151) K (165) L (167) M (169) N (171) 0,0769 0,5000 0,0385 0,0769 0,0385 0,1154 0,0385 0,0769 0,0385 BB CC CK DL EM FN 0,077 0,385 0,231 0,077 0,154 0,077 Tumbang Lahang (31) A (141) B (143) C (145) D (147) E (149) F (151) H (157) K (165) L (167) N (171) 0,0323 0,0645 0,4355 0,0323 0,0645 0,1129 0,0161 0,1129 0,0806 0,0484 AA BB CC CF DF CH CK DL EL FN 0,032 0,064 0,258 0,097 0,032 0,032 0,226 0,032 0,129 0,097 Pendahara (24) A (141) B (143) C (145) D (147) E (149) F (151) G (155) H (157) J (163) K (165) L (167) M (169) N (171) 0,0417 0,1667 0,3125 0,0625 0,0417 0,0417 0,0208 0,0208 0,0208 0,1667 0,0625 0,0208 0,0208 AA BB CC CG EH CJ CK DK DL EL FM FN 0,042 0,167 0,125 0,042 0,042 0,042 0,292 0,042 0,083 0,042 0,042 0,042

Keterangan : n = Jumlah sampel yang teramplifikasi

pb = Pasang basa

Frekuensi alel dan jenis alel pada lokus ILSTS052 sangat bervariasi dan beragam (Gambar 8). Alel spesifik yang ditemukan pada populasi Pendahara yaitu alel G dan J, sedangkan pada populasi Buntut Bali dan Tumbang Lahang tidak ditemukan alel spesifik pada lokus ILSTS052. Hal ini menyebabkan populasi Buntut


(27)

28 Bali dan Tumbang Lahang tidak memiliki alel spesifik sebagai penciri dari sapi Katingan pada populasi tersebut.

Gambar 8. Frekuensi dan Macam Alel Lokus ILSTS052

Berdasarkan Tabel 6, frekuensi alel C tertinggi pada lokus ILSTS052 dari ketiga populasi yaitu sebesar 0,4044. Frekuensi alel tertinggi pada sapi Bali dan PO berturut-turut yaitu 0,2727 (alel F) dan 0,5000 (alel C). Sapi Limousin hanya memiliki satu macam alel saja, sedangkan sapi Madura hanya terdapat dua macam alel dan memiliki nilai frekuensi alel yang sama besar. Tinggi rendah frekuensi alel sapi Limousin dan sapi Madura tidak dapat dibandingkan. Hal ini dikarenakan jumlah sampel yang digunakan terbatas. Frekuensi alel tertinggi pada masing-masing populasi dapat menyatakan bahwa alel-alel mendominasi alel lainnya di dalam populasi tersebut. Frekuensi genotipe tertinggi pada sapi Katingan, Bali dan PO berturut-turut adalah CK sebesar 0,2500, serta CF, BF dan FM sebesar 0,1818 dan CC sebesar 0,3333. Sapi Limousin memiliki satu macam alel (alel B) dan sapi Madura memiliki satu macam genotipe (CF), sehingga kedua populasi sapi tersebut tidak memiliki nilai frekuensi genotipe tertinggi pada lokus ILSTS052. Informasi mengenai jumlah, macam alel, genotipe, frekuensi alel dan frekuensi genotipe pada sapi Katingan dan sapi lokal lainnya lokus ILSTS052 dapat dilihat pada Tabel 6.

Macam Alel


(28)

29 Tabel 6. Macam Alel, Genotipe, Frekuensi Alel dan Frekuensi Genotipe Lokus ILSTS052 pada Populasi Sapi Katingan dan Sapi Lokal Lainnya di Kalimantan Tengah

Populasi Jumlah Alel Macam Alel Frekuensi Alel Macam Genotipe Frekuensi Genotipe Sapi Katingan

13 A 0,0294 AA 0,0294

B 0,1029 BB 0,1029

C 0,4044 CC 0,2353

D 0,0441 CF 0,0441

E 0,0588 DF 0,0147

F 0,0735 CG 0,0147

G 0,0074 CH 0,0147

H 0,0147 EH 0,0147

J 0,0074 CJ 0,0147

K 0,1324 CK 0,2500

L 0,0662 DK 0,0147

M 0,0221 DL 0,0588

N 0,0368 EL 0,0735

EM 0,0294

FM 0,0147

FN 0,0735

Sapi Bali 8 B

C E F I K L M 0,0909 0,2273 0,1364 0,2727 0,0455 0,0455 0,0455 0,1364 CC BF FF EI CK EL EM FM 0,1818 0,1818 0,0909 0,0909 0,0909 0,0909 0,0909 0,1818

Sapi PO 6 C

D E J K L 0,5000 0,0833 0,0833 0,0833 0,0833 0,1667 CC CJ CK DL EL 0,3333 0,1667 0,1667 0,1667 0,1667 Sapi Limousin

1 B 1,0000 - -

Sapi Madura

2 C

F

0,5000 0,5000

CF 1,0000


(29)

30 Lokus ILSTS056

Lokus ILSTS056 dari ketiga populasi sapi Katingan menghasilkan 19 macam alel yaitu alel A, B, C, D, E, F, G, H, J, K, L, M, N, O, P, Q, R, T dan U. Hasil amplifikasi PCR sapi Katingan terhadap lokus ILSTS052 disajikan pada Gambar 9.

Keterangan : M = Marker a = Sapi Bali

Gambar 9. Penentuan Genotipe Lokus ILSTS056 pada Sapi Katingan dan Sapi Lokal Lainnya

Jumlah alel dan frekuensi alel pada sapi Katingan pada setiap populasi dapat dilihat pada Tabel 7. Jumlah alel lokus ILSTS056 pada populasi Buntut Bali, Tumbang Lahang dan Pendahara berturut-turut menghasilkan 14, 15 dan 17 alel. Frekuensi alel tertinggi ditemukan pada populasi Buntut Bali yaitu alel M sebesar 0,2692 dan frekuensi alel terendah ditemukan pada populasi Tumbang Lahang yaitu alel B, O, Q dan U masing-masing sebesar 0,0167. Frekuensi genotipe tertinggi pada ketiga populasi Buntut Bali, Tumbang Lahang dan Pendahara berturut-turut adalah genotipe MO sebesar 0,154, serta DF, DK, CL, DL, FL, FM, GM, HM dan KT sebesar 0,067 dan FL sebesar 0,115.

200 bp

160 bp

100 bp 300 bp

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

EKa CK CK CL CG KR EK KR GM FN GM GM (-)

(+)


(30)

31 Tabel 7. Macam Alel, Genotipe, Frekuensi Alel dan Frekuensi Genotipe Lokus

ILSTS056 pada Populasi Sapi Katingan di Kalimantan Tengah Populasi (n) Alel dan Ukuran

(pb)

Frekuensi

Alel Genotipe

Frekuensi Genotipe Buntut Bali (13) A (156) B (158) C (160) D (162) E (164) F (168) G (170) H (172) J (176) K (178) L (180) M (182) O (186) U (198) 0,0385 0,0385 0,0385 0,0385 0,0385 0,0769 0,0385 0,0385 0,1154 0,1154 0,0385 0,2692 0,0769 0,0385 AJ BJ CK JK FL DM EM FM GM HM MO KU 0,077 0,077 0,077 0,077 0,077 0,077 0,077 0,077 0,077 0,077 0,154 0,077 Tumbang Lahang (30) B (158) C (160) D (162) E (164) F (168) G (170) H (172) J (176) K (178) L (180) M (182) O (186) Q (190) T (196) U (198) 0,0167 0,0500 0,1333 0,0333 0,1333 0,0667 0,0500 0,0667 0,1000 0,1167 0,1333 0,0167 0,0167 0,0500 0,0167 DF GH BJ CJ DJ DK FK CL DL EL FL DM EM FM GM HM FO GQ JT KT KU 0,067 0,033 0,033 0,033 0,033 0,067 0,033 0,067 0,067 0,033 0,067 0,033 0,033 0,067 0,067 0,067 0,033 0,033 0,033 0,067 0,033 29


(31)

32 Populasi (n) Alel dan Ukuran

(pb)

Frekuensi

Alel Genotipe

Frekuensi Genotipe Pendahara (26) A (156) B (158) C (160) D (162) E (164) F (168) G (170) H (172) J (176) K (178) L (180) M (182) N (184) P (188) R (192) T (196) U (198) 0,0385 0,0192 0,0577 0,0962 0,0385 0,0962 0,0577 0,0385 0,0577 0,1923 0,1346 0,0192 0,0385 0,0192 0,0385 0,0385 0,0192 DF CG DH AJ BK CK DK EK GK CL DL FL HL EM FN JN GP KR KT LU 0,038 0,038 0,038 0,077 0,038 0,038 0,077 0,038 0,038 0,038 0,038 0,115 0,038 0,038 0,038 0,038 0,038 0,077 0,077 0,038

Keterangan : n = Jumlah sampel yang teramplifikasi

pb = Pasang basa

Alel spesifik yang ditemukan pada populasi Pendahara yaitu alel N, P dan R. Alel spesifik yang ditemukan pada populasi Tumbang Lahang yaitu alel Q. Alel spesifik pada lokus ILSTS056 tidak ditemukan pada populasi Buntut Bali, sehingga di dalam populasi Buntut Bali tidak terdapat alel spesifik sebagai penciri dari sapi Katingan. Semua macam alel ditemukan pada populasi Pendahara (kecuali alel N dan Q). Hal ini mengindikasikan populasi Pendahara memiliki keragaman yang tinggi dibandingkan dengan populasi Tumbang Lahang dan Buntut Bali (Gambar 10). Frekuensi alel dan jenis alel pada lokus ILSTS056 sangat bervariasi dan beragam (Gambar 10).


(32)

33 Gambar 10. Frekuensi dan Macam Alel Lokus ILSTS056

Informasi mengenai jumlah, macam dan frekuensi alel pada sapi Katingan dan sapi lokal lainnya lokus ILSTS056 dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 8. Frekuensi alel tertinggi lokus ILSTS056 pada sapi Katingan yaitu alel K sebesar 0,1377. Keterbatasan sampel darah yang dianalisis menyebabkan Sapi Limosin dan sapi Madura hanya menunjukkan dua jenis alel dan memiliki nilai frekuensi alel yang sama besar, sehingga pada sapi Limousin dan sapi Madura tidak dapat dibandingkan tinggi rendahnya frekuensi alel. Frekuensi alel tertinggi pada masing-masing populasi mengindikasikan bahwa alel-alel mendominasi alel lainnya di dalam populasi tersebut. Frekuensi genotipe pada sapi Katingan adalah FL sebesar 0,0869, sedangkan pada sapi Bali dan PO memiliki nilai frekuensi yang sama. Sapi Limousin dan Madura pada lokus ILSTS056 hanya memiliki satu macam genotipe karena sampel yang digunakan terbatas.

Macam Alel


(33)

34 Tabel 8. Macam Alel, Genotipe, Frekuensi Alel dan Frekuensi Genotipe Lokus ILSTS056 pada Sapi Katingan dan Sapi Lokal lainnya di Kalimantan Tengah

Populasi Jumlah Alel Macam Alel Frekuensi Alel Macam Genotipe Frekuensi Genotipe Sapi Katingan

19 A 0,0217 DF 0,0434

B 0,0217 CG 0,0145

C 0,0507 DH 0,0145

D 0,1014 GH 0,0145

E 0,0362 AJ 0,0434

F 0,1087 BJ 0,0290

G 0,0580 CJ 0,0145

H 0,0435 DJ 0,0145

J 0,0725 BK 0,0145

K 0,1377 CK 0,0290

L 0,1087 DK 0,0580

M 0,1159 EK 0,0145

N 0,0145 FK 0,0145

O 0,0217 GK 0,0145

P Q R T U 0,0072 0,0072 0,0145 0,0362 0,0217 JK CL DL EL FL HL DM EM FM GM HM FN JN FO MO GP GQ KR JT KT KU LU 0,0145 0,0434 0,0434 0,0145 0,0869 0,0145 0,0290 0,0434 0,0434 0,0434 0,0434 0,0145 0,0145 0,0145 0,0290 0,0145 0,0145 0,0290 0,0145 0,0580 0,0290 0,0145 32


(34)

35 Populasi Jumlah

Alel Macam Alel Frekuensi Alel Macam Genotipe Frekuensi Genotipe

Sapi Bali 9 D

E F H I J K L M 0,0455 0,0909 0,1364 0,1364 0,1364 0,0909 0,1364 0,0455 0,0455 DH FH EI HI EK JK FL KM FP IS JT 0,0909 0,0909 0,0909 0,0909 0,0909 0,0909 0,0909 0,0909 0,0909 0,0909 0,0909

Sapi PO 8 C

D E I J K T U 0,0833 0,1667 0,0833 0,1667 0,1667 0,1667 0,0833 0,0833 DI EI CJ DJ KT KU 0,1667 0,1667 0,1667 0,1667 0,1667 0,1667 Sapi Limousin

2 D

I

0,5000 0,5000

DI 1,0000

Sapi Madura

2 A

D

0,5000 0,5000

AD 1,0000

Nilai Heterozigositas

Nilai Heterozigositas bervariasi antara 0,00 hingga 1,00. Nilai heterozigositas dari ketiga lokus yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Nilai Heterozigositas pada Populasi Sapi Katingan dan Sapi Lokal Lainnya dari Masing-masing Lokus

Lokus

( ) Populasi Sapi Katingan

Sapi Bali Sapi PO Sapi Limousin Sapi Madura Buntut Bali Tumbang

Lahang Pendahara

ILSTS028 1,00 0,97 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

ILSTS052 0,54 0,64 0,67 0,73 0,67 0 1,00

ILSTS056 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

Rataan Heterozig

ositas ( ) 0,847 0,87 0,89 0,91 0,89 0,667 1,00


(35)

36 Nilai heterozigositas lokus ILSTS028 pada populasi Buntut Bali dan Pendahara bernilai ( ) = 1,00; sedangkan nilai heterozigositas pada populasi Tumbang Lahang bernilai ( ) = 0,97. Hal ini membuktikan bahwa lokus ILSTS028 pada populasi Buntut Bali dan Pendahara memiliki keragaman yang sangat tinggi dibandingkan dengan populasi Tumbang Lahang. Heterozigositas lokus ILSTS052 pada populasi Buntut Bali bernilai ( ) = 0,54; bernilai ( ) = 0,67 pada populasi Pendahara dan pada populasi Tumbang Lahang bernilai ( ) = 0,64. Heterozigositas lokus ILSTS056 pada ketiga populasi bernilai ( ) = 1,00. Hal ini menunjukkan bahwa pada ketiga populasi tersebut memiliki keragaman genetik sangat tinggi. Heterozigositas pada sapi lokal lain pada umumnya bernilai ( ) = 1,00. Hal ini menunjukkan bahwa sapi-sapi lokal yang berada di Kalimantan Tengah memiliki tingkat keragaman yang tinggi. Nilai heterozigositas pada sapi Limousin lokus ILSTS052 sebesar ( ) = 0. Hal ini disebabkan oleh hanya ditemukan satu macam alel (alel B) pada sapi Limousin lokus ILSTS052. Prahasta (2001) menyatakan bahwa semakin banyak sampel yang digunakan pada suatu lokus maka makin besar nilai heterozigositas. Hal tersebut berbeda dengan hasil penelitian ini bahwa hanya lokus tertentu yang dapat menentukan tinggi rendahnya suatu nilai heterozigositas. Rataan heterozigositas pada masing-masing populasi yaitu sebesar 0,8462 (Buntut Bali), sebesar 0,8889 (Pendahara) dan sebesar 0,8710 (Tumbang Lahang). Takezaki dan Nei (1996) menekankan untuk mengukur suatu keragaman genetik dapat dilihat dari rataan heterozigositas pada lokus-lokus mikrosatelit yaitu antara 0,3 dan 0,8. Peneletian ini telah sesuai dengan kriteria tersebut. Rataan Heterozigositas ( ) dari masing-masing lokus dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan Heterozigositas ( ) dari Populasi Sapi Katingan dan Sapi Lokal Lainnya

No. Lokus Jumlah Sampel (n) Heterozigositas ( )

1 ILSTS028 89 0,989

2 ILSTS052 89 0,629

3 ILSTS056 90 1,000

Rataan Heterozigositas ( ) 0,873

Nilai heterozigositas pada lokus ILSTS028 sebesar ( ) = 0,989, lokus ILSTS052 sebesar ( ) = 0,629 dan lokus ILSTS056 sebesar ( ) = 1,000. Tabel 10 menunjukkan bahwa lokus ILSTS056 memiliki nilai heterozigositas ( ) tertinggi


(36)

37 dibandingkan dengan kedua lokus lainnya. Rataan Heterozigositas ( ) dari semua lokus memiliki nilai yang cukup tinggi yaitu 0,873. Rataan heterozigositas ( ) yang tinggi pada populasi menunjukkan bahwa sapi-sapi tersebut mengandung alel-alel sapi lain (Abdullah, 2008). Informasi mengenai Rataan Heterozigositas ( ) pada beberapa bangsa sapi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Informasi Mengenai Rataan Heterozigositas ( ) pada Beberapa Bangsa Sapi di Indonesia

Bangsa Ternak Lokus ( ) Referensi

Sapi Pesisir 6 lokus 0,86 Harmayanti (2004) Sapi Bali 16 lokus 0,33 Winaya et al. (2007) Sapi Madura 16 lokus 0,31 Winaya et al. (2007)

Sapi PO 6 lokus 0,73 Abdullah (2008)

Sapi Aceh 16 lokus 0,62 Abdullah (2008)

Sapi Katingan 15 lokus 0,56 Utomo (2011) Sapi Katingan* 3 lokus 0,87 Hasil Penelitian Keterangan: (*) = Terdiri atas Sapi Katingan, Bali, PO, Madura dan Limousin


(37)

38 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Sapi Katingan memiliki lokus ILSTS028, ILSTS052 dan ILSTS056 yang bersifat polimorfik dengan jumlah alel masing-masing sebanyak 20, 13 dan 19 alel. Alel spesifik ditemukan di setiap populasi sapi Katingan yang dapat digunakan sebagai pembeda genetik antar populasi. Rataan heterozigositas tertinggi terdapat pada lokus ILSTS056 sebesar ( ) = 1,000 dan terendah terdapat pada lokus ILSTS052 sebesar ( ) = 0,629.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat dan spesifik dalam menentukan keragaman genetik sapi Katingan di Kalimantan Tengah dengan jumlah sampel dan lokus yang lebih banyak.


(38)

IDENTIFIKASI KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT LOKUS

ILSTS028, ILSTS052 DAN ILSTS056 PADA SAPI KATINGAN

DI KALIMANTAN TENGAH

SKRIPSI ERWINSYAH

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(39)

IDENTIFIKASI KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT LOKUS

ILSTS028, ILSTS052 DAN ILSTS056 PADA SAPI KATINGAN

DI KALIMANTAN TENGAH

SKRIPSI ERWINSYAH

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(40)

RINGKASAN

ERWINSYAH. D14070201. 2011. Identifikasi Keragaman DNA Mikrosatelit Lokus ILSTS028, ILSTS052 dan ILSTS056 pada Sapi Katingan di Kalimantan Tengah. Skripsi. Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Jakaria, S.Pt., M.Si.

Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.

Sapi Katingan adalah salah satu jenis sapi lokal yang terdapat di Kalimantan Tengah dan sudah beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Sapi Katingan umumnya dipelihara oleh suku Dayak dan hidup disepanjang daerah aliran sungai Katingan. Informasi sapi Katingan saat ini sangat terbatas, sehinga dilakukan strategi pelestarian dan pengembangan sapi Katingan di Kalimantan Tengah. Sapi Katingan bukan hanya mempunyai nilai kultural yang tinggi, selain itu juga memiliki peranan terhadap pendapatan keluarga yaitu sebesar 18-28%, terbesar kedua setelah komoditas karet. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi keragaman genetik sapi lokal di Kalimantan Tengah dengan menggunakan penanda molekuler DNA mikrosatelit yang menggunakan lokus ILSTS028, ILSTS052 dan ILSTS056.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Molekuler Ternak selama tujuh bulan, mulai Oktober 2010 sampai Mei 2011. Sampel darah sapi Katingan yang digunakan sebanyak 70 unit yang berasal dari tiga Kecamatan di daerah aliran sungai Katingan, Kalimantan Tengah yaitu Kelurahan Pendahara (Kecamatan Tewah Sanggalang Garing) sebanyak 21 ekor, Desa Buntut Bali (Kecamatan Pulau Malan) sebanyak 18 ekor, dan Desa Tumbang Lahang (Kecamatan Katingan Tengah) sebanyak 31 ekor serta sampel darah sapi Bali, Madura, PO dan Limousin masing-masing sebanyak 11, 1, 6 dan 3 sampel. Amplifikasi DNA dilakukan dengan tiga macam primer yaitu ILSTS028, ILSTS052 dan ILSTS056 dengan masing-masing suhu annealing ILSTS028 dan ILSTS052 adalah 55 0C, dan suhu annealing ILSTS056 adalah 60 0C.

Data dianalisis berdasarkan jumlah alel, frekuensi alel dan heterozigositas. Hasil analisis menunjukkan bahwa lokus ILSTS028 menghasilkan 20 alel (A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N, O, P, Q, R, S dan T), lokus ILSTS052 menghasilkan 13 alel (A, B, C, D, E, F, G, H, J, K, L, M dan N), dan lokus ILSTS056 menghasilkan 19 alel (A, B, C, D, E, F, G, H, J, K, L, M, N, O, P, Q, R, T dan U). Nilai heterozigositas lokus ILSTS028 pada populasi Buntut Bali dan Pendahara bernilai ( )=1,00 sedangkan nilai heterozigositas pada populasi Tumbang Lahang bernilai ( )=0,96. Nilai heterozigositas lokus ILSTS052 pada populasi Buntut Bali bernilai ( )=0,54, pada populasi Pendahara bernilai ( )=0,67 dan pada populasi Tumbang Lahang bernilai ( )=0,64. Nilai Heterozigositas lokus ILSTS056 pada ketiga populasi bernilai sama yaitu ( )=1,000; hal ini menunjukkan bahwa keragaman genetik pada ketiga populasi tersebut sangat tinggi. Nilai rataan heterozigositas pada ketiga lokus sebesar ( )= 0,873.


(41)

ABSTRACT

Polymorphism Identification of ILSTS028, ILSTS052 and ILSTS056 Microsatellite DNA Loci on Katingan Cattle in Central Kalimantan

Erwinsyah, Jakaria and C. Sumantri

This study aimed to determine the genetic diversity of Katingan cattle population in Central Kalimantan by DNA microsatellite markers ILSTS028, ILSTS052 and ILSTS056 loci. The 70 blood samples used in this study originated from three subpopulation of Pendahara sub populations (26 samples), Buntut Bali (13 samples) and Tumbang Lahang (31 samples), and other samples were Bali cattle (11 samples), Madura cattle (1 sample), Limousin cattle (3 samples) and PO cattle (6 samples). The amplification of microsatellite DNA marker was done by PCR (Polymerase Chain Reaction). The PCR product was then electrophoresed using 6% polyacrilamide gel followed by silver staining. The data was analyzed to get allele frequency, genotype frequency and heterozygosity value. Microsatellite DNA of loci showed high polymorphisms. ILSTS028 locus had 20 alleles in Katingan cattle with the highest allele frequency was allele H (0.1691) in Tumbang Lahang population and the lowest allele C, D, E and K (0.0167) in Tumbang Lahang population. The highest allele frequency of Bali, PO, Limousin and Madura cattle was alleles H and R in Madura cattle (0.5000). The lowest allele frequency was alleles I, K and L (0.0455) in Bali cattle. ILSTS052 locus had 13 alleles in Katingan cattle with the highest allele frequency was allele C (0.5000) in Buntut Bali populations and lowest allele G, H, J, M and N (0.0208) in Pendahara population. Allele B had the highest frequency in Limousin cattle (1.0000) and alleles E and I the lowest frequency in Bali cattle (0.0455). ILSTS056 locus had 19 alleles in Katingan cattle with the highest allele frequency was allele M (0.2692) in Buntut Bali population and the lowest is allele B, O, Q and U (0.0167) in Tumbang Lahang population. Alleles D and I in Limuosin cattle and alleles A and D in Madura cattle had the highest frequency (0.5000) and alleles D, L and M the lowest frequency in Bali cattle (0.0455). The heterozygosity value from ILSTS028, ILSTS052 and ILSTS056 locus of Katingan cattle with the others cattle were 0.989, 0.629 and 1.000, respectively.


(42)

IDENTIFIKASI KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT LOKUS

ILSTS028, ILSTS052, DAN ILSTS056 PADA SAPI KATINGAN

DI KALIMANTAN TENGAH

ERWINSYAH D14070201

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(43)

Judul : Identifikasi Keragaman DNA Mikrosatelit Lokus ILSTS028, ILSTS052 dan ILSTS056 pada Sapi Katingan di Kalimantan Tengah

Nama : Erwinsyah

NIM : D14070201

Menyetujui,

Tanggal Ujian: 1 Nopember 2011 Tanggal Lulus: Pembimbing Utama,

(Dr. Jakaria, S.Pt., M.Si.) NIP: 19660105 199303 1 001

Pembimbing Anggota,

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP: 1951212 198603 1 004

Mengetahui: Ketua Departemen,

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP: 1951212 198603 1 004


(44)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 18 Maret 1989 di Jakarta. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Sa’al dan Ibu Eni Wahyuni.

Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1995 di SD Negeri Pisangan 1 Ciputat, Tangerang. Pendidikan lanjutan tingkat pertama di SLTP N 1 Ciputat, Tangerang dimulai pada tahun 2001 dan diselesaikan pada tahun 2004. Penulis melanjutkan di SMA Keluarga Widuri, Lebak Bulus, Jakarta Selatan pada tahun 2004 dan diselesaikan pada tahun 2007.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di UKM Beladiri seperti IKC (IPB Karate Club) dan KATEDA (Ikatan Tenaga Dalam) pada tahun 2009-2010. Penulis juga memiliki pengalaman mengikuti program kewirausahaan DPKHA (Divisi Pengembangan Karir dan Hubungan Alumni) IPB tahun 2010 sampai sekarang.


(45)

KATA PENGANTAR

Segala puji serta syukur kehadirat Allah SWT yang telah menciptakan seluruh alam beserta isinya. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada seluruh umat. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada pembawa pelita saat dunia masih gelap dan penerang hati serta jalan manusia, kekasih Allah, Rasulullah SAW. Alhamdulilah penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi yang berjudul “Identifikasi Keragaman DNA Mikrosatelit Lokus ILSTS028, ILSTS052 dan ILSTS056 pada Sapi Katingan di Kalimantan Tengah” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini dilaksanakan selama tujuh bulan, yaitu dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Mei 2011. Penelitian ini mengenalkan Sapi Katingan sebagai salah satu jenis sapi yang hidup di Kalimantan Tengah yang keberadaannya sudah puluhan tahun dan sudah beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Sapi ini hanya dipelihara oleh suku Dayak saja dan hidup di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Katingan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik di dalam populasi ternak sapi lokal di daerah Kalimantan Tengah dengan menggunakan penanda molekuler DNA mikrosatelit pada lokus ILSTS028, ILSTS052 dan ILSTS056.

Bogor, Nopember 2011


(46)

DAFTAR ISI

Halaman RINGKASAN ... i

ABSTRACT ... ii LEMBAR PERNYATAAN ... iii LEMBAR PENGESAHAN ... iv RIWAYAT HIDUP ... v KATA PENGANTAR ... vi DAFTAR ISI ... vii DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3 Sumber Daya Genetik Ternak Lokal ... 3 Sapi Lokal Kalimantan Tengah ... 4 Ciri Spesifik Sapi Katingan ... 5 Bentuk Tubuh ... 6 Karakteristik Kualitatif ... 6 Karakteristik Kuantitatif ... 8 DNA Mikrosatelit ... 8 Keragaman DNA Mikrosatelit ... 9 Penanda Genetik ... 10 MATERI DAN METODE ... 11 Lokasi dan waktu ... 11 Materi ... 11 Sampel Ternak ... 11 Bahan-bahan ... 12 Alat-alat ... 13 Prosedur Penelitian ... 13 Pengambilan Sampel ... 13 Ekstraksi dan Purifikasi DNA Genom ... 14 Amplifikasi DNA Mikrosatelit ... 14 Elektroforesis Gel Poliakrilamida Vertikal (Vertical PAGE) 15 Penentuan Posisi Pita DNA ... 16 Analisis Data ... 16 Frekuensi Alel ... 16


(47)

Frekuensi Genotipe ... 17 Derajat Heterozigositas ... 17 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18 Amplifikasi DNA Mikrosatelit ... 18 Keragaman DNA Mikrosatelit ... 19 Lokus ILSTS028 ... 19 Lokus ILSTS052 ... 24 Lokus ILSTS056 ... 28 Nilai Heterozigositas ... 33 KESIMPULAN DAN SARAN ... 36 Kesimpulan ... 36 Saran ... 36 UCAPAN TERIMAKASIH ... 37 DAFTAR PUSTAKA ... 38 LAMPIRAN ... 41


(48)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Jumlah Sampel Darah Sapi Katingan yang Digunakan dari

Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah ... 11 2. Informasi tentang Tiga Pasang Primer Pengapit DNA Mikrosatelit 14 3. Macam Alel, Genotipe, Frekuensi Alel dan Frekuensi Genotipe

Lokus ILSTS028 pada Populasi Sapi Katingan di Kalimantan Tengah 21 4. Macam Alel, Genotipe, Frekuensi Alel dan Frekuensi Genotipe

Lokus ILST028 pada Ketiga Populasi Sapi Katingan dan Sapi Lokal Lainnya di Kalimantan Tengah ... 23 5. Macam Alel, Genotipe, Frekuensi Alel dan Frekuensi Genotipe

Lokus ILSTS052 pada Populasi Sapi Katingan di Kalimantan Tengah 25 6. Macam Alel, Genotipe, Frekuensi Alel dan Frekuensi Genotipe

Lokus ILSTS052 pada Populasi Sapi Katingan dan Sapi Lokal Lainnya di Kalimantan Tengah ... 27 7. Macam Alel, Genotipe, Frekuensi Alel dan Frekuensi Genotipe

Lokus ILSTS056 pada Populasi Sapi Katingan di Kalimantan Tengah 29 8. Macam Alel, Genotipe, Frekuensi Alel dan Frekuensi Genotipe

Lokus ILSTS056 pada Sapi Katingan dan Sapi Lokal lainnya di

Kalimantan Tengah ... 32 9. Nilai Heterozigositas pada Populasi Sapi Katingan dan Sapi Lokal

Lainnya dari Masing-masing Lokus ... 33 10.Rataan Heterozigositas ( ) dari Populasi Sapi Katingan dan Sapi

Lokal Lainnya ... 34 11.Informasi Mengenai Rataan Heterozigositas ( ) pada Beberapa Bangsa


(49)

1 DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Keragaman Warna Bulu Sapi Katingan Betina (a, b, c) dan Jantan

(d, e, f) ... 6 2. Keragaman Bentuk Tanduk Sapi Katingan Jantan ... 7 3. Variasi Tonjolan (Tinggi Rendah) pada Sapi Katingan Betina ... 8 4. Peta Lokasi Pengambilan Sampel Sapi Katingan ... 12 5. Penentuan Genotipe Lokus ILSTS028 pada Sapi Katingan dan Sapi

Lokal Lainnya ... 20 6. Frekuensi dan Macam Alel pada lokus ILSTS028 ... 22 7. Penentuan Genotipe Lokus ILSTS052 pada Sapi Katingan dan Sapi

Lokal Lainnya ... 24 8. Frekuensi dan Macam Alel Lokus ILSTS052 ... 26 9. Penentuan Genotipe Lokus ILSTS056 pada Sapi Katingan dan Sapi

Lokal Lainnya ... 28 10.Frekuensi dan Macam Alel Lokus ILSTS056 ... 31


(50)

2 DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Motif Ulangan Nukleotida Lokus ILSTS028, ILSTS052 dan

ILSTS056 ... 42 2. Macam, Ukuran Alel dan Genotipe Lokus ILSTS028 pada Sapi

Katingan, Kalimantan Tengah ... 43 3. Macam, Ukuran Alel dan Genotipe Lokus ILSTS052 pada Sapi

Katingan, Kalimantan Tengah ... 44 4. Macam, Ukuran Alel dan Genotipe Lokus ILSTS056 pada Sapi


(1)

42

Takezaki, N. & M. Nei. 1996. Genetic distances and reconstruction of phylogenetic

tree from microsatellite DNA. Genetics 144: 389-399.

Tautz, D. 1993. Notes on the definition and nomenclature of tandemly repetitive

DNA sequences. In: DNA fingerprinting : state of the science. S. D. J. Pena, R.

Chakraborty, J. T. Epplen and A. J. Jeffreys. (Eds.). Pp. 21-28.

Tegelstrom, H. 1992. Mitochondria DNA in natural population : an improved routine

for screening of genetic variation based on sensitive silver staining.

Electrophoresis 7: 226-229.

Utomo, B. N., R. R. Noor, C. Sumantri, I. Supriatna & E. Gurnardi. 2010.

Keragaman morfometrik dan fenotipik Sapi Katingan di Kalimantan Tengah.

JITV 15: 220-230.

Utomo, B. N. 2011. Keragaman fenotipik dan genetik, profil reproduksi serta strategi

pelestarian dan pengembangan sapi Katingan di Kalimantan Tengah. Disertasi.

Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Utoyo, D. P. 2002. Management of the Farm Domestic Animal Genetic Resources in

Indonesia. In: Animal Genetic Resources. Directorate Generale of Livestock

Services. Ministry of Agriculture Indonesia, Jakarta.

Valdes, A. M., M. Slatkin & N. B. Freimer. 1993. Allele frequencies at microsatellite

loci : the stepwise model revisited. Genetics 133: 737-749.

Weber, J. L. 1990. Informativeness of human (dC-dA)n.(dG-dT)n polymorphisms.

Genomic 7: 524-530.

Winaya, A. 2000. Penggunaan penanda molekuler mikrosatelit untuk deteksi

polimorfisme dan analisis filogenetik genom sapi. Tesis. Sekolah Pasca

Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Winaya, A., Muladno & B. Tappa. 2007. Panel 16 lokus mikrosatelit untuk deteksi

polimorfisme dan hubungan filogenetik pada genom sapi. Med. Pet. 24: 81-88.


(2)

43


(3)

44

Lampiran 1. Motif Ulangan Nukleotida Lokus ILSTS028, ILSTS052 dan ILSTS056

(http://www.ncbi.nlm.nih.gov) [18 Agustus 2011]

1.

Lokus ILSTS028

Akses

L37211.1

Keterangan :

cacacacacacaca

= Motif Ulangan (dinukleotida)

2.

Lokus ILSTS052

Akses

L37222.1

Keterangan :

cacacacacacacacacaca

= Motif Ulangan (dinukleotida)

3.

Lokus ILSTS056

Akses

L37224.1

Keterangan :

cacacacacacacacacacaca

= Motif Ulangan (dinukleotida)

5´aacccacttcagtattcttgcctggaaaattccatggacacaggagtctggcggggtacagtccgtggggtcacaaa

gagtcagacatgactgagtaactgagcacacacacgtgtttactactacttgcaaaaaaaaaaaatactgattatattatta

ttattaaacctggaaggttttgctctcagcttgcatgcatgccagatatccattgtgaaaaagagaacaatttattaaagggc

aaggtataatgccaaggaattatggttgttattgcctaactaagttattgagatgacacaaacnnnnnnnnnnnnnnta

agcacagataatcatcttccagattttgtaccagaccattcattcatt

cacacacacacaca

ctactgagtgaaatctataa

ataccacccttacctaactcaggagtgatgaattcagatactctgagctcaaaggtatgacatgaccgaagtgacttagc

atgcaacatgcaagggtatgaactaatttttaattttctgtccaaaatactttgat 3´

5´caagcttgcatgcctgcaggtcgactctagaggatctgtcctttaagaacaaaccaacaacaacatcattcac

caca

cacacacacacacaca

tccatctaattgcaaagaaccgaaactaaaaggggtgactaggaagcttatggaaaggga

gttatcaacgtcaatagcctaagttgcaaaactatgtatggcnctaacagttcaaacaggattta 3´

5´ctgccttctcagaatctacaccatggctactgagtgatggtagggaagaaatcagtaat

cacacacacacacac

acacaca

cgtaacccctacaatttacagttctcgcaataaaaagttttctcccaataaaacgtttgccttttctcaccagt

ttttctaccatcctccagggctatattttatatcttctctattctctatatccctcttttcttccagataacacacaatatttattg

aagtcaccaagactttggaagtcatcatttgggtgcatcaacttccatccacctatagcttacttgtatgtagtcccataa

gttccctgtagggtcatgctacaaaaaaaaataatcagccaatttcatcaaactcttactcagggtggttgtaagagattt

aagatttttctcattagctcctcatataaaaactatgcattatgattattcaaattttaattgtgaaggaaatgaggcagaga

aaccttaagaaactgattcacgtcactcagtttttaaactagtattgcccccaagttgtcatgatcc 3´


(4)

45

Lampiran 2. Macam, Ukuran Alel dan Genotipe Lokus ILSTS028 pada Sapi

Katingan, Kalimantan Tengah

Macam alel menurut ukuran panjang (bp)

A B C D E F G H I J K L M N O P Q R

126 128 130 132 134 136 138 140 142 144 146 148 150 152 158 160 162 164

S T U

168 170 180

No Lab

Alel 1 (bp)

Alel 2 (bp)

Genotipe No Lab

Alel 1 (bp) Alel 2 (bp)

Genotipe No Lab

Alel 1 (bp)

Alel 2 (bp) Genotipe

1a 150 164 MR 28 138 152 GN 59 136 140 FH

2a 140 150 HM 29 140 146 HK 60 148 164 LR

3a 140 150 HM 30 148 162 LQ 61 160 180 PU

4a 150 158 MO 31 138 148 GL 62 142 158 IO

1 136 138 FG 32 138 148 GL 63 140 158 HO

2 138 148 GL 33 140 158 HO 64 140 150 HM

3 150 168 MS 34 140 158 HO 65 136 148 FL

4 136 138 FG 35 132 140 DH 66 140 150 HM

5 148 160 LP 36 140 158 HO 67 140 158 HO

6 138 150 GM 37 140 150 HM 68 140 158 HO

7 148 164 LR 38 140 150 HM 69 140 142 HI

8 148 164 LR 39 142 160 IP 70 140 158 HO

9 148 164 LR 40 142 160 IP 71 144 150 JM

10 148 164 LR 41 128 142 BI 72 142 158 IO

11 148 164 LR 42 142 160 IP 73 140 152 HN

12 136 150 FM 43 128 144 BJ 74 134 148 EL

12b 144 160 JP 44 128 144 BJ 75 130 142 CI

14 142 160 IP 45 126 140 AH 76 132 148 DL

15 138 140 GH 46 126 140 AH 77 134 148 EL

16 140 158 HO 47 140 150 HM 78 132 148 DL

17 138 150 GM 48 140 150 HM 79 130 142 CI

18 144 162 JQ 49 150 164 MR 80 148 164 LR

19 128 128 BB 50 136 152 FN 81 148 164 LR

20 142 160 IP 51 138 148 GL 82 140 152 HN

21 132 144 DJ 52 136 148 FL 83 152 164 NR

22 142 160 IP 53 148 162 LQ 84 152 164 NR

23 142 150 IM 54 132 148 DL 85 - - -

24 132 142 DI 55 136 150 FM 86 140 152 HN

25 152 170 NT 56 132 148 DL 87 150 164 MR

26 138 148 GL 57 132 148 DL 88 - - -

27 138 148 GL 58 132 148 DL 89 150 164 MR


(5)

46

Lampiran 3. Macam, Ukuran Alel dan Genotipe Lokus ILSTS052 pada Sapi

Katingan, Kalimantan Tengah

Macam alel menurut ukuran panjang (bp)

A B C D E F G H I J K L M N

141 143 145 147 149 151 155 157 159 163 165 167 169 171

No Lab

Alel 1 (bp)

Alel 2 (bp)

Genotipe No Lab

Alel 1 (bp) Alel 2 (bp)

Genotipe No Lab

Alel 1 (bp)

Alel 2 (bp) Genotipe

1a 141 141 AA 28 145 145 CC 59 151 171 FN

2a 143 143 BB 29 145 145 CC 60 151 171 FN

3a 143 143 BB 30 141 141 AA 61 145 163 CJ

4a 143 143 BB 31 145 157 CH 62 145 163 CJ

1 145 165 CK 32 145 145 CC 63 149 167 EL

2 145 165 CK 33 145 145 CC 64 149 167 EL

3 145 165 CK 34 145 145 CC 65 151 169 FM

4 145 165 CK 35 145 145 CC 66 149 167 EL

5 145 165 CK 36 145 145 CC 67 149 167 EL

6 145 165 CK 37 145 165 CK 68 149 167 EL

7 145 155 CG 38 145 145 CC 69 149 167 EL

8 145 165 CK 39 145 145 CC 70 151 169 FM

9 145 165 CK 40 145 145 CC 71 149 167 EL

10 145 165 CK 41 145 145 CC 72 151 169 FM

11 145 165 CK 42 147 151 DF 73 145 145 CC

12 145 165 CK 43 145 151 CF 74 143 151 BF

12b 145 165 CK 44 145 145 CC 75 145 145 CC

14 145 165 CK 45 145 145 CC 76 143 151 BF

15 145 165 CK 46 145 165 CK 77 143 143 BB

16 145 165 CK 47 145 145 CC 78 151 151 FF

17 145 165 CK 48 145 151 CF 79 143 143 BB

18 147 167 DL 49 145 165 CK 80 143 143 BB

19 147 167 DL 50 145 145 CC 81 143 143 BB

20 147 167 DL 51 145 151 CF 82 145 151 CF

21 149 169 EM 52 147 165 DK 83 145 145 CC

22 149 169 EM 53 149 157 EH 84 145 145 CC

23 147 167 DL 54 151 171 FN 85 - - -

24 147 167 DL 55 151 171 FN 86 143 143 BB

25 145 145 CC 56 149 159 EI 87 143 143 BB

26 145 145 CC 57 149 169 EM 88 - - -

27 145 145 CC 58 151 171 FN 89 143 143 BB


(6)

47

Lampiran 4. Macam, Ukuran Alel dan Genotipe lokus ILSTS056 pada Sapi

Katingan, Kalimantan Tengah

Macam alel menurut ukuran panjang (bp)

A B C D E F G H I J K L M N O P Q

156 158 160 162 164 168 170 172 174 176 178 180 182 184 186 188 190

R S T U

192 194 196 198

No Lab Alel 1(bp) Alel 2(bp)

Genotipe No Lab

Alel 1 (bp) Alel 2(bp)

Genotipe No Lab Alel 1 (bp) Alel 2(bp) Genotipe

1a 168 180 FL 28 162 172 DH 59 172 182 HM

2a 168 180 FL 29 168 186 FO 60 172 182 HM

3a 168 180 FL 30 164 182 EM 61 162 174 DI

4a 168 180 FL 31 168 182 FM 62 162 178 DK

1 164 178 EK 32 164 182 EM 63 168 172 FH

2 160 178 CK 33 182 186 MO 64 162 178 DK

3 160 178 CK 34 168 182 FM 65 168 188 FP

4 160 180 CL 35 168 182 FM 66 162 178 DK

5 160 170 CG 36 182 186 MO 67 162 182 DM

6 178 192 KR 37 178 198 KU 68 160 180 CL

7 164 178 EK 38 162 168 DF 69 160 180 CL

8 178 192 KR 39 162 180 DL 70 158 178 BK

9 170 182 GM 40 162 180 DL 71 164 174 EI

10 168 184 FN 41 162 182 DM 72 176 196 JT

11 170 182 GM 42 178 198 KU 73 176 178 JK

12 170 182 GM 43 162 178 DK 74 164 174 EI

12b - - - 44 178 198 KU 75 170 172 GH

14 160 176 CJ 45 162 176 DJ 76 172 174 HI

15 160 176 CJ 46 162 180 DL 77 176 196 JT

16 164 168 DF 47 162 182 DF 78 172 194 IS

17 156 176 AJ 48 170 190 GQ 79 162 174 DI

18 156 176 AJ 49 178 196 KT 80 162 174 DI

19 158 176 BJ 50 178 196 KT 81 162 174 DI

20 156 176 AJ 51 168 178 FK 82 156 162 AD

21 158 176 BJ 52 178 196 KT 83 168 188 FP

22 176 178 JK 53 178 196 KT 84 168 188 FP

23 162 176 DJ 54 168 180 FL 85 180 198 LU

24 176 184 JN 55 178 196 KT 86 168 180 FL

25 162 172 DH 56 178 182 KM 87 172 180 HL

26 164 182 EM 57 168 180 FL 88 170 188 GP

27 164 180 EL 58 172 182 HM 89 170 178 GK