Alat Tangkap Purse Seine
Ayodhyoa 1981. Layang bersifat suka hidup bergerombol. Cara hidup yang demikian ini dimanfaatkan oleh nelayan untuk melakukan penangkapan dengan
menggunakan alat tangkap purse seine. Dalam penelitian ini yang akan dibahas adalah alat tangkap purse seine.
Menurut Ayodhyoa 1981 prinsip penangkapan ikan dengan purse seine adalah dengan melingkari suatu gerombolan ikan dengan jaring, lalu jaring bagian
bawah dikerutkan sehingga ikan-ikan terkumpul pada bagian kantong. Dengan kata lain, diperkecilnya ruang gerak ikan sehingga akhirnya ikan tertangkap. Jadi,
mata jaring hanyalah sebagai penghadang ikan dan bukan sebagai penjerat.
Pukat cincin purse seine di Aceh memiliki panjang antara 600-1350 m, dan lebarnya rata-rata 60-85 m. Badan purse seine terdiri dari lima bagian, setiap
bagian memiliki ukuran mata mesh size yang berbeda. Panjang dari setiap bagian purse seine adalah 50 m Gambar 8.
Srampad selvage yang dipasang pada bagian atas, samping kirikanan dan bawah dari badan purse seine yang bertujuan untuk memperkuat purse seine
pada waktu dioperasikan terutama pada saat hauling. Selvage ini terbuat dari bahan polyethylene ukuran mata 2 inci, di bagian atas 10 mata, samping kirikanan
20 mata dan bawah 15 mata. Bentuk tali kang tali ring adalah kaki tunggal yang berfungsi untuk mengantungkan cincin pada tali ris bawah. Tali ris ini terbuat dari
bahan polyethylene dengan diameter 15 mm dan panjangnya 100 cm. Tali kolor purse line digunakan untuk mengerutkan purse seine bagian bawah pada waktu
hauling setelah purse seine selesai dilingkarkan. Dengan terkumpulnya ring, maka purse seine bagian bawah akan terkumpul menjadi satu dan purse seine berbentuk
seperti mangkuk. Panjang tali kolor ini 1,5 kali lebih panjang daripada purse seine, umumnya tali tersebut terbuat dari bahan polyethylene dan kuralon
berwarna putih dengan diameter 35 mm Gambar 8.
Pelampung yang digunakan terbuat dari polyvinil chlorida berwarna putih atau coklat dengan diameter 12 cm, panjangnya ± 20 cm, berbentuk lonjong yang
dipasang pada tali ris atas dengan jarak antar pelampung 35-40 cm. Pemberat yang digunakan terbuat dari timah dan cincin yang digantung dengan tali kang
yang berfungsi sebagai tempat lewatnya tali kolor purse line sewaktu hauling agar purse seine bagian bawah terkumpul. Cincin ini terbuat dari besi putih atau
besi kuningan dengan diameter cincin 11,5 cm dan beratnya 450 gramcincin, jarak antar cincin sangat bervariasi yaitu 10,11,13 dan 15 meter Gambar 8.
Gambar 8 Konstruksi alat tangkap purse seine Aceh.
2 .6 Hubungan Sumber Daya Ikan Layang dengan Faktor Oseanografi
Pada dasarnya pola dan siklus kehidupan ikan tidak bisa dipisahkan dari berbagai kondisi lingkungan dan fluktuasinya. Interaksi antara berbagai faktor
lingkungan tersebut dan ikan senantiasa mengalami perubahan. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut meliputi faktor fisik, kimia, dan biologi lingkungan
Gunarso 1985.
Pada banyak habitat, spesies berinteraksi dengan lingkungan di beberapa area. Keberadaan mereka tergantung pada kondisi lingkungan. Faktor yang
mempengaruhi kondisi tersebut, antara lain, batas suhu pada struktur panas dan kesuburan perairan. Kondisi suhu merupakan faktor terbaik untuk memilih lokasi
dibandingkan kondisi oseanografi lainnya. Selanjutnya, pada banyak spesies dideterminasi melalui struktur panas pada lapisan kedalaman untuk menentukan
taktik dan metode penangkapan Laevastu dan Hayes 1982.
Lebih lanjut, Laevastu dan Hayes 1982 menjelaskan bahwa pada dasarnya hubungan yang erat antara faktor lingkungan dan distribusi ikan dapat
menjadikan setiap ikan dan ukuran akan berbeda pola penangkapannya. Perbedaan ini juga memperlihatkan bahwa daerah penangkapan ikan akan
terbentuk pada wilayah-wilayah perairan yang kondisi lingkungannya sesuai dengan sumber daya ikan, termasuk ketersediaan makanan. Selain itu, juga
ditunjang dengan kondisi lingkungan perairan yang mendukung habitat yang sesuai dengan spesies ikan tersebut.
2
.7 Hasil Penelitian Terkait
Penelitian yang telah dilakukan mengenai daerah penangkapan ikan dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh dalam menentukan parameter
oseanografi SPL dan klorofil-a menjadi bahan masukan untuk penelitian yang sedang dilakukan. Andrius 2007 meneliti mengenai model spasial informasi
daerah penangkapan ikan layang Decapterus spp. di antara perairan Selat Makasar dan Laut Jawa. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa
distribusi ikan layang pada bulan Juli terdapat di antara Pulau Lumu-Lumu dan Lari-Larian hingga ke Utara Pulau Bawean. Pola migrasinya dimulai dari Pulau
Lumu-Lumu dan Lari-Larian hingga ke Utara Perairan Pulau Bawean dengan informasi oseanografinya 27-30
o
C untuk SPL, 0,01-1,5 mgL untuk klorofil-a, 1-2 knot untuk kecepatan arus dan 33-34 ‰ untuk salinitas. Pada bulan Agustus
ditunjukkan bahwa distribusi ikan layang terdapat pada Timur Pulau Sambergalang hingga mendekati Perairan Lepas Pantai Selatan Kalimantan. Pola
migrasinya dimulai dari Pulau Bawean hingga ke Utara Pulau Madura dengan informasi oseanografinya 27-28
o
C untuk SPL, 0,5-2 mgL untuk klorofil-a, 1,5-2 knot untuk kecepatan arus dan 33,75-34,5 ‰ untuk salinitas.
Muklis 2008 juga melakukan penelitian tentang pemetaan daerah penangkapan ikan Cakalang Katsuwonus pelamis dan Tongkol Euthynnus
affinis di Perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam berdasarkan parameter SPL dan klorofil-a dengan menggunakan satelit Aqua MODIS. Hasil penelitiannya
memperlihatkan adanya hubungan yang erat antara SPL dan klorofil-a terhadap hasil tangkapan per upaya penangkapan CPUE ikan Cakalang dan Tongkol.
Almuthahar 2005 melakukan penelitian dengan judul analisis SPL dan klorofil-a dari data satelit dan hubungannya terhadap hasil tangkapan ikan
kembung Rastrelliger spp. di perairan Natuna-Laut Cina Selatan. Penelitian tersebut memberikan hasil bahwa validasi spasial antara daerah potensial
penangkapan ikan hasil pengolahan data satelit terhadap daerah penangkapan ikan yang dipilih nelayan memperlihatkan kecocokan daerah hingga ±40. Akan
tetapi, musim penangkapan ikan kembung adalah pada musim peralihan I. Pada penelitian ini juga diperlihatkan adanya hubungan yang mempengaruhi hasil
tangkapan ikan kembung terhadap kondisi oseanografi.
Amri 2002 melakukan penelitian mengenai hubungan kondisi oseanografi SPL, klorofil-a dan arus dengan hasil tangkapan ikan pelagis kecil
di perairan Selat Sunda. Hasil penelitain tersebut memperlihatkan hubungan yang erat antara kondisi oseanografi dan hasil tangkapan ikan pelagis kecil. Dengan
kondisi SPL optimum dan kanungan klorofil-a tinggi berarti kesuburan perairan tinggi, hasil tangkapan ikan pelagis kecil juga tinggi. Pada hasil penelitian ini juga
diperoleh perbedaan SPL antara hasil pengukuran satelit dan hasil pengukuran in- situ pada beberapa tempat, dan juga ada kesamaan di tempat yang lain.
Silvia 2009 melakukan penelitian mengenai analisis daerah DPI Cakalang Katsuwonus pelamis berdasarkan suhu permukaan laut dan sebaran
klorofil-a di perairan Mentawai, Sumatera Barat. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa suhu permukaan laut dan klorofil-a tidak ada pengaruhnya
terhadap hasil tangkapan cakalang, akan tetapi suhu permukaan laut dan klorofil-a berpengaruh terhadap ukuran panjang ikan cakalang.
Sinaga 2009 melakukan penelitian mengenai analisis hasil tangkapan pukat ikan kaitannya dengan kandungan klorofil-a dan suhu permukaan laut di
perairan Tapanuli Tengah. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa penyebaran ikan di perairan Tapanuli Tengah bervariasi secara temporal dan spasial. hasil
penelitian ini juga mengatakan bahwa SPL dan klorofil-a tidak berpengaruh terhadap penyebaran ikan.
3 M ETODE PENELITIAN