Rata?rata z_score BBU sebelum intervensi adalah ?2.8 ± 0.4, sedangkan
mengkonsumsi biskuit lele berhubungan signifikan dengan status gizi serta morbiditas balita balita yang ditunjukkan dengan hasil uji statistik p0.05
6. Rata?rata z_score BBU sebelum intervensi adalah ?2.8 ± 0.4, sedangkan
setelah dilakukan intervensi rata?rata nilai z_score menjadi ?2.2 ± 0.5. Status gizi balita balita sebelum intervensi yaitu 41.6 gizi buruk dan 58.3 gizi
kurang dan setelah intervensi gizi buruk berkurang menjadi hanya
10.4dan gizi kurang 41.6 dan gizi baik menjadi 47.9.
7. Tingkat kepatuhan mengkonsumsi biskuit lele dengan status gizi balita balita sangat signifikan p0.05 yang artinya semakin baik konsumsi balita balita
maka semakin baik status gizinya. Sedangkan tingkat kepatuhan mengkonsumsi biskuit lele dengan tingkat morbiditas balita juga sangat
signifikan p,0.05 yang artinya ada pengaruh antara konsumsi biskuit lele dengan tingkat morbiditas balita balita.
Saran
1. Penelitian ini hanya menggunakan analisis hubungan, perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai faktor pengaruh lain dari pemberian biskuit
lele terhadap status gizi dan morbiditas balita gizi kurang di puskesmas Kadudampit, Cikidang dan Citarik agar dapat terlihat lebih jelas apakah
dengan pemberian biskuit dapat secara nyata dan signifikan berpengaruh terhadap perubahan status gizi balita.
2. Untuk keefektifan program mendatang, PMT dapat diberikan dalam bentuk tepung campuran tepung mix dan dilakukan pengarahan kepada Ibu
mengenai takaran pemberian serta sampai kapan masa simpan PMT yang layak dikonsumsi dan juga perlu dilakukan pelatihan kepada Ibu tentang
bagaimana cara mengolah tepung yang ada menjadi berbagai jenis makanan yang beranekaragam baik dari segi bentuk maupun rasa serta penyajiannya,
sehingga disukai dan balita tidak cepat bosan.
3. Perlu menjadi pertimbangan Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi mengenai kondisi balita setelah tidak adanya intervensi PMT yang cenderung
kembali dalam keadaan gizi buruk atau kurang. Perlu adanya pengarahan? pengarahan serta pelatihan?pelatihan kepada Ibu bagaimana cara mengolah
pangan lokal yang ada ubi jalar, ubi kayu dan juga ikan yang harganya relatif terjangkau sebagai sumber energi dan protein menjadi makanan
dengan variasi yang berbeda dan disukai balita, sehingga tetap dapat memenuhi kebutuhan gizi balita setelah tidak adanya intervensi.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2003. .
0 1 . Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Ariesman,MB. 2004. 0 1 .
. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
[BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1998. 0 2
, . Jakarta: BKKBN.
Catur, Adi. 2010. Efikasi pemberian makanan tambahan biscuit yang diperkaya dengan tepung protein ikan lele dumbo, isolate protein kedelai dan
probiotik yang dimikroenkapsulasi terhadap status gizi, respon imun humoral dan morbiditas balita BBLR [Tesis]. Bogor ;Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor
[Depkes] Departemen Kesehatan. 2008. .
34 Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia ______ 2008.
. 54 Jakarta : Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan,
Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Dinas kesehatan. 20104 -
- 4
Sukabumi Departemen Kesehatan. 2011. 6
7 .
5. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. FAOWHOUNU. 2001. 7
4 Roma: FAO. Engel JF, Backwell RD, Miniard PW. 1994.
Edisi Keenam, Jilid I, F.X. Budiyanto, Penerjemah. Jakarta: Binarupa Aksara.
Hardinsyah, Briawan D. 1994. .
Bogor: Diktat Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Bogor: IPB.
Hardinsyah D. Martianto. 1992. Gizi Terapan. Bogor : PAU Pangan dan Gizi IPB
Hastuti D.2008. Pengasuhan : Teori dan Prinsip serta Aplikasi di Indonesia. Bogor : Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
Hurlock EB. 1998. -
89. Jakarta: Erlangga. Khomsan A. 2004. Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup .Jakarta : PT
Gedia Widiasarana Indonesia Kusharto CM, NY Sa’diyah. 2003.
4 Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Kusharto CM, Suhardjo. 1988. 8
0 1 4 Bogor: PAU Institut Pertanian Bogor.
Madanijah S. 2003. Model Pendidikan “ GI?PSI?SEHAT” Bagi ibu serta dampaknya terhadap perilaku ibu, lingkungan pembelajaran,konsumsi
pangan dan status gizi anak usia dini [ disertasi]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Notoajmodjo, S., 2005. . Edisi Revisi. Penerbit
Rineka Cipta, Jakarta. Riyadi H. 2001. Metode penilaian status gizi secara antropometri [diktat]. Bogor:
Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Satoto. 19904 -
- 4 Jepara Jawa Tengah.
Soekirman. 1994. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan
Nasional. Suhardjo. 1989.
2 0 1 4 Bogor: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Direktorat
Jenderal Pendidikan
Tinggi, Pusat
antarUniversitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Sukarni M. 1989.
6 . Bogor: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Sukarni. 1994. 6
. Yogyakarta : Kanisius. Suparisa IDN, Bakri I Fajar. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku
Kedoteran ECG. Supariasa, Dewa Nyoman,et.al.2002.
0 1 . Jakarta. EGC Soetjiningsih. 1995.
- -
. Ranuh G, editor. Jakarta: EGC. UNICEF. 1998. The State of The Worlds Children 1998. Oxford University Press
Widyani.S. 2007. Efikasi dan preferensi biskuit yang difortifikasi vitamin A dan zat besi fe dan kaitannya dengan konsumsi status gizi dan respon imun
anak balita. [ disertasi ]. Bogor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
WHO. 1985. Energy and Protein Requirements: Report of a Joint FAOWHOUNU expert consultation.
7: 4
;+4 0 4
Lampiran
Kandungan zat gizi dan energi per takaran penyajian 50 gram biskuit tepung ikan lele dumbo
Energi Zat Gizi Jumlah per sajian gram
Energi kkal 240
Protein gram 9.8
Karbohidrat gram 26.9
Lemak gram 10.6
CIEMAS CISOLOK
TEGALBULEUD CIKIDANG
CIRACAP SIMPENAN
NAGRAK
SURADE CIKAKAK
CIDADAP JAMPANGTENGAH
LENGKONG
CIBITUNG WALURAN
CIDOLOG PABUARAN
KABANDUNGAN
PURABAYA NYALINDUNG
CIKEMBAR
SAGARANTEN JAMPANGKULON
KALIBUNDER CIBADAK
WARUNGKIARA PALABUHANRATU
CICURUG CARINGIN
GEGERBITUNG CIDAHU
KADUDAMPIT
BANTARGADUNG SUKARAJA
KOTA
CURUGKEMBAR KALAPANUNGGAL
CICANTAYAN CIREUNGHAS
CISAAT SUKALARANG
SUKABUMI PARAKANSALAK
GUNUNGGURUH PARUNGKUDA
BOJONGGENTENG KEBONPEDES
TEMPAT PENELITIAN
Ket : Kabupaten Cianjur
Samudra Indonesia Kabupaten Lebak
Kabupaten Bogor
Kondisi lingkungan rumah contoh
Proses pengambilan data dan lokasi penelitian
ABSTRACT DANI NUGRAHA. Influence of Biscuit Consumption on Nutritional Status and
Morbidity Level of Under Five Children that had Severe Nutritional Status or Less Nutritional Status on three typology’s of Sukabumi District Area. Supervised by
DADANG SUKANDAR and LEILY AMALIA.
The objective of this research was to analyzed effect of biscuit consumption toward nutritional status and morbidity level of under five children
who were severe nutritional status or less nutritional status on three typology’s in Sukabumi district. The research was conducted in the period of March to June
2011. The sample size in the research is 48 under five children who were severe nutritional status or less nutritional status, from poor family, biscuit government
programme beneficiary of Sukabumi district and willing as participant in this research for 88 days.
Average energy and protein intake, nutritional status and morbidity level under five children after consuming biscuit are higher significantly than before.
The results show that there is positive correlation between biscuit consumption and nutritional status, and morbidity level.
Key words :
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah gizi balita berhubungan lansung dengan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsinya. Dalam mengkonsumsi makanan, balita masih
tergantung pada orangtua terutama ibunya. Pada masa ini balita tidak dapat menentukan atau memilih makanan mana yang baik untuk dirinya. Menurut
Satoto 1993 masalah gizi kurang atau lebih terjadi terutama karena salah pilih makanan, yang sedikit ataupun banyak disebabkan oleh ketidaktahuan cara
memilih makanan yang benar. Menurut UNICEF 1990 timbulnya masalah gizi pada balita terutama terkait dengan faktor pengasuhan, ketahanan pangan
keluarga serta kesehatan lingkungan. Hartog, Steveren dan Brouwer 1995 mengatakan bahwa ibu memiliki peran utama dalam mengatur dan menyiapkan
makanan bagi keluarga serta bertanggungjawab langsung dalam pemeliharaan anak.
Konsumsi pangan balita perlu mendapat perhatian penting karena usia balita merupakan masa pertumbuhan yang penting. Pada masa ini pertumbuhan
gigi, tulang dan organ?organ vital lainnya berkembang dengan cepat. Selain itu, masa kanak?kanak juga merupakan masa pengenalan lingkungan dimana anak
yang sehat akan selalu aktif bergerak Anonymous,1991. Oleh karena itu, makanan yang dikonsumsi anak sebaiknya bukanlah sekedar untuk memenuhi
kebutuhan energinya, melainkan juga memenuhi kebutuhan tumbuh kembang, memelihara daya tahan tubuh dari berbagai serangan infeksi, dan membangun
persediaan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhannya kelak dan status gizi yang baik.
Status gizi anak balita dapat diukur dengan menggunakan indikator antropometri, yaitu dengan keadaan fisik tubuh anak. Kondisi status gizi anak
balita dapat dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan pola asuh yang tidak baik. Faktor konsumsi sangat berpengaruh terhadap status gizi anak, dan pada
keadaan lebih berat dan kronis kekurangan gizi menyebabkan pertumbuhan fisik dan perkembangan mental maupun kecerdasan menjadi terganggu. Pola
pengasuhan merupakan sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatnnya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, dan
memberi kasih sayang. Dalam penelitian Diana 2004 di Sumatera Barat, pola asuh anak yang kurang akan mempunyai resiko anak balita KEP 1,5 kali
dibandingkan dengan anak balita yang dengan pola asuh cukup. Selain itu Diana 2004 juga menyebutkan faktor?faktor yang mempengaruhi pola asuh adalah
pendidikan ibu,pekerjaan ibu,umur,dan tingkat pengetahuan ibu. Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa prevalensi KEP Nasional status
gizi buruk sebesar 4,9 dan status gizi kurang 13, sementara untuk propinsi Jawa barat prevalensi status gizi buruk balita sebesar 3,1 dan status gizi
kurang sebesar 9,9. Hasil Bulan Penimbangan Balita BPB menunjukan bahwa di Kabupaten Sukabumi status gizi buruk sebesar 0,89 dan ststus gizi
kurang sebesar 8,55. Hal ini memberikan indikasi bahwa masalah gizi kurang dan gizi buruk masih merupakan masalah kesehatan. Dibandingkan dengan
target Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi tahun 2010 masalah gizi dikatakan
masalah kesehatan masyarakat apabila prevalensi gizi buruk 0,5 dan gizi kurang 5 .
Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi melalui Dinas Kesehatan menyediakan anggaran untuk Pemberian Makanan Tambahan – Pemulihan
PMT?Pemulihan berupa biskuit bergizi selama 90 hari pada balita gizi kurang dan gizi buruk. Biskuit yang diperkaya dengan tepung protein ikan lele dumbo,
isolate perotein kedelai biskuit fungsional merupakan salah satu penanganan yang di uji cobakan untuk menurunkan prevalensi KEP balita yang ada di
kabupaten Sukabumi. Wilayah Kabupaten Sukabumi mempunyai bentuk lahan yang bervariasi
dari datar, bergelombang, berbukit sampai gunung. Ketinggian dari permukaan laut Kabupaten Sukabumi bervariasi antara 0 – 2.958 m. Daerah datar umumnya
terdapat pada daerah pantai dan daerah kaki gunung yang sebagian besar merupakan daerah pesawahan. Sedangkan daerah bagian selatan merupakan
daerah berbukit?bukit dengan ketinggian berkisar antara 300 – 1.000 m dari permukaan laut. Puskesmas Kadudampit dan Citarik terletak di dataran tinggi
dan dataran rendah, akses terhadap pangan mudah dijangkau oleh masyarakat, sedangkan puskesmas Cikidang terletak di dataran sedang dimana akses
terhadap pangan sulit dijangkau karena letaknya yang jauh dari ibukota kabupaten sukabumi.
Prevalensi KEP balita di puskesmas Kadudampit, Cikidang dan Citarik tergolong tinggi 5, yaitu masing?masing 9,92,10,62 dan 9,07 Laporan
Bulan Penimbangan Balita tahun 2010 Dinkes Kab. Sukabumi. Berdasarkan kondisi di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui apakah ada hubungan
antara pola asuh, konsumsi makanan fungsional biskuit terhadap status gizi balita gizi kurang di kabupaten Sukabumi yaitu puskesmas Kadudampit, Cikidang
dan Citarik yang dapat mewakili daerah dataran tinggi, sedang dan rendah. Tujuan
Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh konsumsi biskuit terhadap status gizi dan tingkat morbiditas balita yang berstatus
gizi buruk atau gizi kurang di tiga tipologi wilayah Kabupaten Sukabumi. Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi karakteristik balita dan keluarga sampel.
2. Menganalisis pola asuh balita dalam keluarga sampel. 3. Menganalisis kondisi lingkungan tempat tinggal balita sampel.
4. Menganalisis asupan dan tingkat kecukupan energi dan protein balita tanpa dan dengan biskuit.
5. Menganalisis kontribusi konsumsi biskuit terhadap tingkat kecukupan energi dan protein balita sampel.
6. Mengidentifikasi status gizi balita sampel sebelum dan setelah intervensi. 7. Menganalisis tingkat kepatuhan ibu dalam memberikan biskuit bergizi
kepada balita sampel. 8. Menganalisis tingkat morbiditas status kesehatan pada balita sampel.
9. Menganalisis hubungan antara konsumsi biskuit dengan status gizi balita. 10. Menganalisis hubungan antara konsumsi biskuit dengan morbiditas balita.
Hipotesis
Terdapat hubungan konsumsi biskuit diperkaya tepung ikan lele dumbo dengan status gizi dan morbiditas balita gizi kurang.
Kegunaan penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti serta sebagai pengembangan ilmu khususnya mengenai
keistimewaan biskuit yang diperkaya tepung ikan lele dumbo yang tidak hanya dapat meningkatkan protein biskuit namun juga mengandung
asam amino yang cukup lengkap dengan daya cerna yang cukup tinggi sehingga dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan status gizi balita.
Selain itu juga dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah dan instansi terkait Dinas Kesehatan Sukabumi dalam menentukan kebijakan dan
merencanakan program khususnya mengenai pengembangan program intervensi makanan tambahan PMT dalam upaya meningkatkan mutu konsumsi
masyarakat rawan gizi khususnya balita.
TINJAUAN PUSTAKA Balita
Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan
perkembangan anak selanjutnya Soetjiningsih 1995. Umur balita merupakan salah satu fase perkembangan individu. Berdasarkan karakteristiknya yang baru
lepas dari masa bayi 0?1 tahun, maka umur balita perlu dilakukan pemisahan dengan tahap perkembangan lainnya Hurlock 1999. Tahun?tahun awal masa
kanak?kanak yaitu umur satu hingga enam tahun berada dalam situasi yang rawan Suhardjo 1989. Menurut Sediaoetama 2008, anak balita juga
merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan badan yang pesat, sehingga memerlukan zat?zat gizi yang tinggi setiap kg berat badannya. Anak
balita ini justru merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi.
Pertumbuhan dan Perkembangan Balita
Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan dalam besar, jumlah, ukuran
dan fungsi tingkat sel, organ maupun individu, yang diukur dengan ukuran berat gram, pon, kilogram, ukuran panjang cm, meter, umur tulang dan
keseimbangan metabolik retensi kalsium dan nitrogen tubuh. Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan
dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan
sebagai hasil proses pematangan. Pertumbuhan lebih menekankan pada aspek fisik, sedangkan perkembangan pada aspek pematangan fungsi organ, terutama
kematangan sistem saraf pusat Supariasa 2002.
Pertumbuhan merupakan bertambah jumlah dan besarnya sel di seluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur, sedangkan perkembangan
merupakan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui tumbuh kematangan dan belajar Whalley Wong 1995, diacu dalam
Hidayat 2004. Peristiwa pertumbuhan pada anak dapat terjadi perubahan tentang besarnya, jumlah, ukuran di dalam tingkat sel, organ maupun individu,
sedangkan peristiwa perkembangan pada anak dapat terjadi pada perubahan bentuk dan fungsi pematangan organ mulai dari aspek sosial, emosional dan
intelektual. Proses pertumbuhan dan perkembangan pada anak setiap individu akan mengalami siklus berbeda setiap kehidupan manusia, peristiwa tersebut
dapat secara cepat maupun lambat tergantung dari individu dan lingkungan Hidayat 2004.
Pertumbuhan pesat terjadi pada masa bayi dan prasekolah, dimana anak sangat sensitif terhadap lingkungannya. Status pertumbuhan anak pada masa ini
secara luas dipakai untuk mengukur bagaimana kualitas lingkungan anak tersebut. Agar anak tumbuh kembang dengan optimal sesuai dengan
kemampuan genetiknya, harus mendapat dukungan yang positif dari lingkungan di sekitar anak tersebut Soetjiningsih 1995.
Gizi pada Balita
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
penyimpanan, metabolism dan pengeluaran zat?zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ?organ,
serta menghasilkan energi Supariasa 2002. Kebutuhan gizi merupakan
kebutuhan yang sangat penting dalam membantu proses pertumbuhan dan perkembangan pada balita. Gizi adalah salah satu komponen yang penting
dalam menunjang keberlangsungan proses pertumbuhan dan perkembangan yang menjadi kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang selama masa
pertumbuhan serta mencegah terjadinya berbagai penyakit akibat kurang gizi dalam tubuh seperti kekurangan energi dan protein, anemia, defisiensi iodium,
defisiensi seng Zn, defisiensi vitamin A, defisiensi thiamin, defisiensi kalium dan lain?lain yang dapat menghambat proses tumbuh kembang balita. Terdapat
kebutuhan zat gizi yang diperlukan seperti protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin dan air. Kebutuhan zat?zat gizi tersebut sangat diperlukan pada masa?
masa balita, apabila kebutuhan tersebut tidak atau kurang terpenuhi maka dapat menghambat dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Terpenuhinya
kebutuhan gizi pada balita diharapkan balita dapat tumbuh dengan cepat sesuai dengan umur tumbuh kembang dan dapat meningkatkan kualitas hidup serta
mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas Hidayat 2004. Karekteristik Keluarga
Keluarga adalah satuan terkecil dari masyarakat yang sekurang? kurangnya terdiri dari orangtua dan anak. Orangtua, khususnya ibu, sebagai
pengasuh dan pendidikan anak dalam keluarga dapat mempengaruhi pertumbuhan fisik dan perkembangan anak suhardjo 1989. Setiap keluarga
memiliki kebiasaan yang berbeda?beda dalam hal pengasuhan anak. Kebiasaan
ini di pengaruhi oleh karakteristik yang khas bagi keluarga tersebut, meliputi besar keluarga, umur orangtua, pendidikan orangtua, pekerjaaan orangtua,
status social ekonomi keluarga, serta pengetahuan gizi akses ibu terhadap informasi gizi dan kesehatan.
Besar Keluarga
Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Menurut cahyaningsih 1999, besar keluarga akan
mempengaruhi pembentukan tingkah laku anak. Semakin besar suatu keluarga maka semakin sedikit perhatian yang diperoleh anak dari orang tua. Jika jarak
anak pertama dengan yang kedua kurang dari satu tahun maka perhatian ibu terhadap pengasuhan kepada anak yang pertama akan berkurang setelah
kedatangan anak berikutnya, padahal anak tersebut masih memerlukan perawatan khusus Soekirman 1994
Besar keluarga mempengaruhi pengeluaran untuk pangan. Beberapa penelitian menunjukan bahwa pendapatan per kapita atau pengeluaran untuk
pangan per kapita menurun dengan semakin besarnya keluarga, serta meningkatkan persentase pengeluaran keluarga untuk pangan Sanjur 1982.
Umur Orangtua
Orangtua muda, terutama ibu, cenderung kurang penegtahuan dan pengalaman dalam merawat anak sehingga mereka umumnya merawat anak
didasarkan pada pengalalaman orang tua terdahulu. Selain itu, faktor usia muda juga cenderung menjadikan seorang ibu akan lebih memperhatikan
kepentingannya sendiri daripada kepentingan anaknya, sehingga kuantitas dan cenderung akan menerima perannya dengan sepenuh hati Hurlock 1998, diacu
dalam Gabriel 2008.
Pendidikan Orangtua
Pendidikan merupakan penuntun manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi sehingga
dapat meningkatkan kualitas hidup. Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah seseorang dalam menerima informasi Hidayat 2004. Tingkat
pendidikan yang rendah menandakan minimnya kualitas sumberdaya manusia dan berdampak buruk terhadap aspek kehidupan secara keseluruhan. Lamanya
sekolah atau pendidikan adalah sebuah angka yang
menunjukkan lamanya bersekolah seseorang dari masuk sekolah dasar sampai dengan tingkat pendidikan terakhir BPS 2007, diacu dalam Khomsan 2007.
Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola
konsumsi pangan dan status gizi. Umumnya pendidikan seseorang akan mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari?hari. Ibu yang
memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan informasi mengenai gizi dan kesehatan anak Rahmawati 2006. Madanijah
2003 menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara pendidikan ibu dengan pengetahuan gizi, kesehatan dan pengasuhan anak. Ibu yang memiliki
pendidikan tinggi cenderung mempunyai pengetahuan gizi, kesehatan, dan pengasuhan anak yang baik. Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor
penentu mortalitas bayi dan anak, karena tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap tingkat pemahamannya terhadap perawatan kesehatan,
, dan kesadarannya terhadap kesehatan anak dan keluarga.
Pendidikan ibu tidak berhubungan secara langsung dengan pertumbuhan anak, namun melalui mekanisme hubungan lain seperti produktivitas dan
efisiensi penjagaan kesehatan, peningkatan pengasuhan, karakteristik keluarga, peningkatan nilai dan tingkat kesukaan dalam keluarga Atmarita 2004, diacu
dalam Sukandar 2008. Status pendidikan keluarga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Keluarga dengan tingkat
pendidikan rendah akan sulit untuk menerima arahan dalam pemenuhan gizi dan sulit meyakini pentingnya pemenuhan gizi atau pentingnya pelayanan kesehatan
lain yang menunjang dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan anak Hidayat 2004.
Pekerjaan Orangtua
Pekerjaan memiliki hubungan yang erat dengan pendidikan dan pendapatan serta berperan penting dalam kehidupan social ekonomi dan
memiliki keterkaitan dengan faktor lain, seperti kesehatan. Ibu dengan pendapatan rendah biasanya memiliki rasa percaya diri yang kurang dan
memiliki akses terbatas untuk berpartisipasi pada pelayanan kesehatan dan gizi, serta posyandu, Bina Keluarga Balita dan Puskesmas, sehingga beresiko tinggi
memiliki anak yang kurang gizi Sukarmi 1994. Pada masyarakat tradisional, biasanya ibu tidak bekerja diluar rumah,
melainkan hanya sebagai ibu rumah tangga. Menurut satoto 1990, ibu rumah tangga yang tidak bekerja di luar rumah untuk mencari nafkah secara otomatis
memiliki waktu yang lebih banyak untuk mengasuh dan merawat anak. Ibu yang
bekerja di luar rumah akan menaikan nilai sosialnya, namun pada saat yang sama ibu yang bekerja mengakibatkan menurunnya kesehatan anak?anak.
Status Sosial Ekonomi Keluarga
Status sosial ekonomi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak, hal ini dapat terlihat anak dengan sosial ekonomi tinggi
tentunya pemenuhan kebutuhan gizi sangat cukup baik dibandingkan dengan anak dengan sosial ekonominya rendah Hidayat 2004. Peningkatan
pendapatan rumah tangga, belum tentu bermuara pada perbaikan gizi anggota rumah tangga yang rawan, terutama anak balita, wanita hamil dan wanita
menyusui Soekirman 2000
Perbedaan tingkat ekonomi keluarga menyebabkan adanya perbedaan nilai dan norma yang berlaku dalam keluarga. Keadaan ekonomi keluarga dapat
mempengaruhi pola pengasuhan orangtua terhadap anaknya. Semakin otoriter pengasuhan anak, semakin besar kemungkinan anak untuk tidak patuh Hurlock
1998. Pada umumnya sifat pola asuh yang lebih otorittarian dijumpai pada keluarga dengan kondisi ekonomi rendah dan pada anak?anak yang tinggal di
pedesaan Briawan Herawati 2005.
Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu.
Definisi ini menunjukkan bahwa telaahan konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis pangan yang dikonsumsi dan jumlah pangan yang dikonsumsi.
Dalam menghitung jumlah zat gizi yang dikonsumsi kedua informasi ini jenis pangan dan jumlah pangan merupakan hal yang penting Hardinsyah Briawan
1994. Tujuan dalam mengonsumsi pangan adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh.
Secara umum rumus yang digunakan untuk mengetahui kandungan zat gizi konsumsi makanan yang berasal dari pangan yang beragam adalah:
K
gij
= ∑ B
j
100 x G
ij
x BDD
j
100 keterangan: K
gij
= penjumlahan zat gizi i dari setiap bahan makanan atau pangan j yang dikonsumsi
B
j
= berat bahan makanan j gram G
ij
= kandungan zat gizi i dari bahan makanan j BDD
j
= persen bahan makanan j yang dapat dimakan
Konsumsi pangan tingkat individu atau perorangan dapat dilakukan antara lain dengan metode
24 jam dan metode frekuensi makanan . Prinsip dari metode
24 jam, dilakukan dengan cara mengingat dan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode
24 jam yang lalu. Dalam metode ini enumerator minta agar responden mengingat?ingat secara terperinci apa yang telah dikonsumsi dalam 24 jam hari
terakhir tersebut. Untuk keperluan ini digunakan alat bantu misalnya ukuran? ukuran rumah tangga, model pangan, dan sebagainya untuk menentukan
perkiraan?perkiraan konsumsi pangan yang lebih mendekati. Cara ini relatif cepat dan murah, tetapi mengandung subyektivitas tinggi dan menimbulkan kesalahan
sistematik Suhardjo 1989. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali
24 jam tanpa berturut?turut, dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang
harian individu. Sedangkan metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data
tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama
periode tertentu seperti hari, minggu, bulan, atau tahun Supariasa Bakri 2001.
Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidupnya, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktifitas fisik. Energi diperoleh dari
karbohidrat, lemak dan protein yang ada didalam makanan. Kandungan karbohidrat, lemak dan protein suatu bahan makanan menentukan nilai
energinya Almatsier, 2003 Konsumsi makanan sangat berpengaruh terhadap status gizi. Konsumsi
makanan menyangkut kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi seseorang. Semakin baik kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi
seseorang, maka semakin baik pula status gizi orang tersebut, begitu juga sebaliknya semakin buruk tingkat konsumsi seseorang maka semakin buruk juga
staus gizi orang tersebut. Konsumsi makanan oleh keluarga masyarakat tergantung pada jumlah
dan jenis pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga dan kebiasaan makan perorangan. Hal ini tergantung pula pada pendapatan, agama,
adat kebiasaan dan pendidikan. Tujuan akhir dari konsumsi dan kegunaan makanan oleh tubuh adalah tercapainya status gizi yang optimal Almatsier,
2001
Pemberian Makanan Tambahan PMT
Menurut Khomsan 2004 bayi sampai anak berusia 5 tahun yang lazim disebut balita termasuk sebagai golongan penduduk yang rawan terhadap
kekurangan zat gizi termasuk KEP. Terjadinya gizi kurang pada anak balita tidak selalu didahului dengan terjadinya bencana kurang pangan dan keaparan
sehingga upaya penangulangannya memerlukan pendekatan. Salah satunya adalah dengan memperbaiki aspek makanan.
Menurut Wiyati 2004, anak balita atau disebut juga anak prasekolah adalah anak?anak yang berumur di bawah 5 tahun. Anak balita merupakan salah
satu sasaran utama program gizi. Sejak usia tertentu, disamping ASI air susu ibu anak balita juga diberi makanan tambahan. Makanan tambahan adalah
makanan yang diberikan untuk membantu mencukupi kebutuhan akan zat gizi yang diperlukan. Agar dapat memenuhi fungsinya, makanan tambahan bermutu
baik Hermana 1985 dalam Wiyati 2004. FAOWHO 1994 telah menerbitkan petunjuk mengenai pengembangan
formula makanan bagi anak balita. Disebutkan bahwa energi yang dapat disajikan tiap 100 gram produk, minimal sebanyak 400 Kal. Komposisi zat gizi
dari formula makanan tambahan untuk anak balita dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi zat gizi formula makanan tambahan
Zat Gizi Jumlah per 100 g
Energi kal 400
Protein g 15
Lemak g 10?25
Vitamin A Rg RE 266.7
Vitamin D Rg 6.7
Vitamin E mg 3.3
Vitamin C mg 13.3
Tiamin mg 0.3
Riboflavin mg 0.5
Niasin mg 6
Vitamin B6 Rg 0.6
Asam Folat Rg 33.3
Vitamin B12 Rg 0.7
Kalsium mg 533.3
Besi mg 8
Zink mg 6.67
Semakin meningkat usia anak balita, semakin meningkat pula kebutuhan akan zat?zat gizi yang harus tersedia dalam makanan. Angka
kecukupan zat gizi rata?rata yang dianjurkan untuk bayi dan anak balita terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Angka kecukupan zat gizi rata?rata yang dianjurkan untuk bayi dan anak balita per orang per hari
Golongan Umur 0?6 bulan
7?11 bulan 1?3 tahun
4?6 tahun Berat Badan kg
6.0 8.5
12 18
Tinggi Badan cm 60
71 90
110 Energi kkal
550 650
1000 1550
Protein g 10
16 25
39 Vitamin A RE, Rg
375 400
400 450
Tiamin mg 0.2
0.4 0.5
0.8 Riboflavin mg
0.3 0.4
0.5 0.6
Piridoksin mg 0.1
0.3 0.5
0.6 Niacin mg
2 4
6 8
Vitamin B12 mg 0.4
0.5 0.9
1.2 Asam Folat mg
65 80
150 200
Vitamin C mg 40
50 40
45 Kalsium mg
200 400
500 500
Fosfor mg 100
225 400
400 Besi mg
0.3 10
7 8
Seng mg 5.5
7.5 8.2
9.7 Iodium Rg
90 120
90 120
Sumber. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII 2004
Pangan Fungsional
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai
makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman. Pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen
fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan Badan Pengawas
Obat dan Makanan RI 2005 .
Biskuit Fungsional
Biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makann lain, dengan proses pemanasan dan pencetakan.
Dalam prosesnya, biskuit juga dapat ditambahkan dengan bahan tambahan pangan yang dijinkan. Biskuit sifatnya mudah di bawa karena volume dan
beratnya beratnya kecil dan umur simpan yang relatif lama. Biskuit dapat dikarakterisasi dari tingginya kandugan gula dan shotening serta rendahnya
kandungan air di dalam adonan Faridi Faubion 1990. Biskuit yang baik harus memenuhi syarat mutu yang ditetapkan SNI 01?
2973?1992 seperti yang terdapat pada tabel 3. Selain itu biskuit umumnya berwarna cokelat keemasan, permukaan agak licin, bentuk dan kuran seragam,
kering, renyah dan ringan serta aroma yang menyenangkan Matz dan Matz 1978.
Tabel 3 Syarat mutu biskuit Komponen
Syarat Mutu Air
Maksimum 5 Protein
Minimum 9 Lemak
Minimum 9.5 Karbohidrat
Minimum 70 Abu
Maksimum 1.5 Logam Berbahaya
Negatif Serat Kasar
Maksimum 0.5 Kalori per 100 gr
Minimum 400 Jenis Tepung
Terigu Bau dan Rasa
Normal, tidak tengik Warna
Normal Sumber: Standar Nasional ndonesia 1992
Lele dunmbo C merupakan salh satu jenis lele yang
memiliki ukuran besar yang dikembangkan di indonesia. Protein ikan lele tergolong istimewa karena bukan hanya berfungsi sebagai penambah jumlah
protein yang dikonsumsi, tetapi juga pelengkap mutu protein. Protein ikan lele mengandung semua asam amino esensial dalam jumlah yang cukup FAO 1972
dalam Astawan 2008. Biskuit dengan subsitusi tepung ikan lele dumbo dan isolate protein
kedelai yang dikembangkan oleh merupakan biskuit yang
diperkaya dengan tepung protein ikan lele dumbo dan isolat
protein kedelai. Komposisi dari PMT biskuit terdiri dari : tepung ikan lele tepung daging dan tepung kepala, tepung terigu, isolat protein kedelai, telur ayam, gula
bubuk, margarin, mentega, dan susu. Dengan komposisi demikian memberikan sumbangan zat gizi yang cukup tinggi. Berikut formulasi biskuit dengan
tambahan tepung ikan dan isolat protein kedelai Tabel4 Formulasi biskuit dengan tambahan tepung ikan dan isolat protein kedelai
Komponen
Tepung ikan lele 3.5
Tepung kepala ikan lele 1.5
Isolat protein kedelai 10
Tepung terigu 25
Gula bubuk 18
Telur 18
Margarin 9
Mentega 9
Tepung susu 6
Total 100
Baking powder 0.008
Soda kue 0.004
Dalam 50 g biskuit lele mengandung energi 240 kkal dan protein sebanyak 10 g. Hasil pengukuran daya cerna protein dengan metode enzimatik
secara in vitro sebesar 89.34 Mervina 2009, tergolong sedang karena nilainya menyerupai daya cerna kacang kacangan FAOWHOUNU 1994
Gambar 1 Biskuit Tepung Ikan Lele Dumbo
Pola Asuh Pengasuhan Anak Balita
Pola pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan
dan memberikan kasih sayang. Hal ini seluruhnya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan, status gizi, pendidikan umum, pengetahuan anak yang
baik, sifat pekerjaan sehari?hari, dan sebagainya. Kejadian gizi kurang pada anak sangat ditentukan oleh praktek
pengasuhan dalam keluarga. penelitian yang dilakukan oleh Engel 1997
membuktikan bahwa kualitas pengasuhan yang diberikan ibu mempunyai peranan penting bagi tumbuh kembang anak.
Kondisi Lingkungan
Kondisi lingkungan adalah segala sesuatu baik benda maupun keadaan yang berada disekitar manusia yang dapat mempengaruhi kesehatan
dan kesejahteraan seseorang atau kelompok masyarakat. Kesehatan lingkungan mencakup aspek yang sangat luas yang meliputi hampir seluruh aspek
kehidupan manusia. Pentingnya lingkungan yang sehat akan mempengaruhi sikap dan perilaku manusia. Menjaga lingkungan hidup yang sehat dapat
dilakukan dengan cara tidak membuang sampah sembarangan, menjaga saluran air agar tidak mampet.
a. Sanitasi Lingkungan Perumahan Keadaan perumahan merupakan salah satu faktor yang menentukan
keadaan hygene dan sanitasi lingkungan. Rumah merupakan tempat
manusia berlindung dari panas, terik matahari, hujan dan lain?lain yang dapat mengganggu kesehatan, keamanan, dan kenyamanan manusia. Menurut
Latfiah et al 2002 rumah dikatakan sehat jika memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut :
1. Lantai rumah harus mudah dibersihkan misalnya lantai yang terbuat dari keramik, teraso, tegel atau semen, dan kayu atau bamboo. Lantai tanah
tidak memenuhi syarat kesehatan karena dapat menjadi sumber penyakit seperti cacing dan bakteri penyebab sakit perut.
2. Atap rumah harus kuat dan tidak mudah bocor misalnya genteng, asbes, gelombang, seng, sirap, dan nipah
3. Dinding rumah yang baik adalah tembok yang dapat dicat dan dibersihkan dengan mudah. Menurut Depkes 2008 penggunaan jenis
dinding dapat pula digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteran masyarakat. Secara nasional sebanyak 63,74 rumahtangga telah
menggunakan dinding tembok. 4. Ventilasi udara biasanya berupa jendela yang dilengkapi dengan lubang
angin.Fungsi ventilsi udara adalah untuk pertukaran udara agar di dalam rumah tetap bersih dan segar. Sebaiknya setiap ruangan mempunyai
sedikitnya satu buah jendela yang bias dibuka dan ditutup sehingga udara dapat mengalir lancer.
5. Rumah harus mendapatkan cahaya yang cukup, baik pada siang hari maupun malam hari. Usahakan setiap ruangan mendapatkan sinar
matahari, terutama pada pagi hari. Sumber cahaya malam hari dapat berupa lampu listrik, petromak, atau lampu minyak tanah.
6. Rumah harus memiliki sumber air bersih dan sehat. 7. Jumlah kamar mandi sebaiknya disesuaikan dengan jumlah annggota
keluarga. Jika anggota keluarga ada empat orang maka paling sedikit harus ada satu kamar mandi. Setiap kamar mandi biasanya dilengkapi
dengan jamban atau WC. 8. Rumah harus memiliki sarana pembuangan air limbah dan sampah
9. Kandang ternak harus terpisah cukup jauh dari rumah agar rumah terjaga kebersihan dan kesehatannya. Selain itu kandang ternak harus memiliki
tempat pembuangan kotoran.
b. Sumber air Air sangat penting untuk kehidupan, kebutuhan air sangat mutlak, 73 dari
bagian tubuh tanpa jaringan lemak air. Sumber air di dalam terdiri atas : 1. Air dalam tanah terdiiri dari mata air,dan air sumur.
2. Air permukaan, terdiri dari air sungai, air danau, dan air rawa. 3. Air dari angkasa, terdiri dari air hujan dan air embun.
Air sumur merupakan sumber air yang dipergunakan masyarakat Indonesia, kira?kira 45 . Air sumur harus dilindungi terhadap bahaya pengotoran dan
pencemaran agar memenuhi syarat kesehatan sebagai air rumahtangga. Sumber air minum sering menjadi sumber pencemar pada penyakit water
borne disease. Oleh karena itu sumber air minum harus memenuhi syarat lokalisasi dan konstruksi Depkes 2008. Menurut Widyati dan Yuliarsih
2002 sumur yang baik harus memenuhi syarat?syarat sebagai berikut : Lokasi tempat
Syarat lokalisasi bertujuan agar sumber air minum terhindar dari kotoran, sehingga perlu diperhatikan jarak sumber air minum dengan cubluk
kakus lubang galian sampah, lubang galian untuk air limbah dan sumber?sumber pengotor lainnya. Menurt Widyati dan Yuliarsih 2002
jarak sumur dengan WC minimum 10 meter. Konstruksi
Dinding sumur satu meter di atas tanah dan tiga meter dalam tanah harus dibuat dari tembok disemen yang tidak tembus air agar perembesan air
dari sekitar tidak terjadi. c. Pembuangan sampah dan Limbah
Sampah adalah segala sesuatu yang tidak terpakai lagi dan harus dibuang. Terdapat hubungan antara sampah dengan penyakit?penyakit yang ditulari
oleh tikus, lalat dan nyamuk. Agar sampah tidak membahayakan kesehatan manusia, diperlukan pengaturan pembuangan sampah. Menurut Widyati dan
Yuliarsih 2002 ada beberapa hal yang dapat diakibatkan oleh sampah diantaranya ; 1 Menimbulkan penyakit ; 2 Tidak sedap dipandang mata :
3 Menyebabkan polusi udara : 4 Pembuangan dan pengolahan sampah. Menurut Sukarni 1994 air limbah terdiri dari kotoran manusia,air kotoran
dapur, kamar mandi termasuk air kotor dari permukaan tanah. Kurang lebih 80 air yang digunakan oleh manusia untuk aktivitas sehari?hari akan
dibuang lagi dalam bentuk yang sudah kotor dan tercemar.
d. Pembuangan Limbah Manusia Pembuangan limbah manusia yang layak adalah kebutuhan masyarakat yang
paling mendesak. Pembuangan limbah manusia yang tidak pada tempatnya dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada msyarakat. Oleh karena itu
menurut Sukandar 2007, pembuangan kotoran manusia harus dapat dibuat dengan baik agar tidak mencemari lingkungan sekitar karena di dalam kotoran
manusia, banyak sekali terdapat bibit?bibit penyakit yang mampu menyebabkan dan menularkan berbagai penyakit. Selain itu juga
menimbulkan bau yang tidak sedap
Morbiditas
Morbiditas dan status gizi merupakan variabel yang mencerminkan status kesehatan. Morbiditas ini meliputi prevalensi penyakit menular dan penyakit tidak
menular. Derajat kesehatan atau status kesehatan adalah tingkat kesehatan perorangan, kelompok atau masyarakat yang diukur dengan angka kematian,
umur harapan hidup, status gizi, dan angka kesakitan morbiditas. Kesehatan merupakan masalah yang kompleks hingga tidak mungkin diukur semua faktor
yang mempengaruhinya, baik secara langsung maupun tidak langsung, karena itu diperlukan suatu alat yang dapat memberi indikasi untuk menggambarkan
keadaan kesehatan. Alat tersebut ialah indikator. Indikator kesehatan dapat digunakan untuk mengukur status kesehatan, memonitor kemajuan keadaan
kesehatan dan merupakan alat bantu dalam mengadakan evaluasi program kesehatan Depkes 2008.
Faktor yang mempengaruhi kesehatan adalah penyebab penyakit, manusia, dan lingkungan. Gangguan keseimbangan diantara ketiga faktor
tersebut menimbulkan gangguan kesehatan yang menyebabkan penurunan derajat kesehatan seseorang. Penyebab penyakit dapat berasal dari dalam
maupun luar tubuh. Daya tahan tubuh manusia akan mempengaruhi kemudahan terkena penyakit. Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di sekitar
manusia dan dapat mempengaruhi kehidupannya Subandriyo Hartanti 1994. Menurut Subandriyo 1993, angka kesakitan morbiditas lebih
mencerminkan keadaan kesehatan sesungguhnya, sebab kejadian kesakitan mempunyai hubungan yang erat dengan berbagai faktor lingkungan, seperti
perumahan, air minum dan kebersihan serta faktor kemiskinan, kekurangan gizi serta pelayanan kesehatan di daerah tersebut. Sedangkan angka kematian lebih
banyak dipengaruhi oleh kemajuan teknologi kedokteran sehingga kurang mencerminkan keadaan kesehatan yang sesungguhnya.
Keterkaitan Morbiditas dengan Gizi Kurang
Antara status gizi kurang dan infeksi terdapat interaksi bolak?balik. Infeksi dapat menimbulkan gizi kurang melalui berbagai mekanisme. Yang paling
penting ialah efek langsung dari infeksi sistemik pada katabolisme jaringan. Walaupun hanya terjadi infeksi ringan sudah akan menimbulkan kehilangan
nitrogen. Infeksi yang akut mengakibatkan kurangnya nafsu makan dan toleransi terhadap makanan. Orang yang mengalami gizi kurang, daya tahan tubuh
terhadap penyakit menjadi rendah, sehingga mudah terkena serangan penyakit infeksi Suhardjo 1989.
Keadaan kesehatan atau adanya infeksi akan berpengaruh terhadap status gizi. Penurunan keadaan gizi dan pertumbuhan akibat adanya kejadian
sakit morbiditas, mekanismenya mencakup penurunan asupan makanan, gangguan penyerapan, gangguan peningkatan kebutuhan gizi, serta peningkatan
kerusakan jaringan Latham 1997. Ada hubungan yang sinergistik antara kejadian sakit dengan status gizi. Infeksi bersama?sama penurunan asupan
makanan merupakan sebab utama kurang gizi Waterlow 1992.
Status Gizi Anak Balita
Masa balita merupakan proses pertumbuhan yang pesat diman anak memerlukan perhatian dan kasih sayang dari orangtua dan lingkungannya. Anak
balita membutuhkan zat gizi yang seimbang agar proses pertumbuhan tidak terhambat, karena balita merupakan kelompok umur yang paling sering
menderita akibat kekurangan gizi. Status gizi merupakan salah saru faktor yang menentukan sumberdaya
manusia dan kualitas hidup. Status gizi didefinisikan sebagai keadaan kesehatan tubuh seseorang atau kelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi,
penyerapan dan penggunaan zat gizi.Riyadi 2001. Pada dasarnya, status gizi merupakan refleksi dari makanan yang dikonsumsi dan dimonitor dari
pertumbuhan fisik anak. Faktor?faktor yang mempengaruhi status gizi adalah kesadaran gizi,
persediaan pangan, daya beli masyarakat dan kesehatan individu, yang saling tidak dapat dipisahkan. Sementara WHO mengidentifikasikan faktor?faktor yang
berpengaruh terhadap status gizi seperti infeksi, distribusi zat gizi pada anggota keluarga, ketersediaan pangan serta penghasilan rumah tangga. WHO melihat
bahwa status gizi kurang dipengaruhi oleh pokok masalah di masyarakat kurang pendidikan, pengetahuan, ketrampilan akan berdampak pada kurangnya
persediaan pangan, pola asuh anak yang kurang baik, pemberian pelayanan kesehatan dasar tidak terpenuhi, sehingga pemberian makan tidak seimbang,
yang pada akhirnya terjadilah status gizi kurang Suryono Supardi 2004. Ada beberapa cara mengukur status gizi anak, yaitu dengan pengukuran
antropometrik, klinik dan laboratorik. Diantara ketiganya, pengukuran antropometrik adalah yang relatif paling sederhana dan banyak dilakukan.
Indikator BBU menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini saat diukur karena mudah berubah, namun indikator BBU tidak spesifik karena berat badan
selain dipengaruhi oleh U juga dipengaruhi oleh TB. Indikator TBU menggambarkan status gizi masa lalu, dan indikator BBTB menggambarkan
secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini Soekirman 2000. Status gizi diukur dengan BBU atau TBU atau BBTB dikatakan normal
apabila angka atau nilai z?skor terletak antara minus 2 SD sampai plus 2 SD dari nilai median standar WHO. Status gizi dikatakan kurang, apabila nilai ketiga jenis
ukuran di atas kurang dari minus 2 SD atau di bawahnya. Nilai tersebut menjadi buruk, apabila nilainya berada di bawah dari minus 3 SD. Sebaliknya apabila nilai
z?skor di atas plus 2 SD maka disebut gizi lebih gemuk dan di atas plus 3 SD gemuk sekali Soekirman 2000. WHO 1995 membuat indeks beratnya masalah
gizi pada keadaan darurat didasarkan pada prevalensi ,
dan yang ditemukan pada suatu wilayah survei.
Tabel 5 Klasifikasi masalah gizi berdasarkan prevalensi ,
dan
Klasifikasi Berat Masalah Gizi
Prevalensi Prevalensi
Prevalensi Rendah
10 20
5 Sedang
10?19 20?29
5?9 Tinggi
20?29 30?39
10?14 Sangat tinggi
≥30 ≥40
≥15
KERANGKA PEMIKIRAN
Kesehatan pada masa anak?anak sangat penting artinya, karena kesehatan pada masa anak?anak menentukan keadaan kesehatannya di masa
dewasa. Usia balita adalah usia yang tergolong rawan mengalami gizi kurang. Sebagaimana yang dikaji dan diperkenalkan oleh UNICEF 1998 terdapat
berbagai penyebab timbulnya masalah gizi pada balita yaitu : , sebagai
penyebab langsung yaitu makanankonsumsi dan morbiditas penyakit dan infeksi
Pemberian makanan tambahan PMT biskuit bergizi merupakan salah satu cara untuk meningkatan konsumsi zat gizi pada balita yang mengalami gizi
kurang. Makanan tambahan PMT biskuit bergizi adalah biskuit yang diperkaya dengan tepung protein ikan lele dumbo yang mengandung zat gizi energi dan
protein. Kandungan energi dan protein dari biskuit bergizi tersebut akan dapat mempercepat penambahan kuantitas dan kualitas asupan gizi balita gizi kurang,
namun besarnya tambahan asupan gizi yang diperoleh, juga tergantung seberapa besar tingkat kepatuhan dalam mengkonsumsi makanan tambahan.
Kecukupan konsumsi gizi balita selain dipengaruhi biskuit bergizi, juga ditentukan oleh jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi sehari?hari
konsumsi harian. Konsumsi makanan harian balita, selain dipengaruhi langsung oleh ketersediaan pangan keluarga dan pola pengasuhan yang meliputi pola
pemberian makan, dan secara tidak langsung dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi keluarga. Adapun karakteristik keluarga meliputi umur orangtua,
pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, besar pendapatan dan pengeluaran orangtua , jumlah anggota keluarga diduga mempengaruhi pola asuh kesehatan
dan pola asuh makan balita. Semakin sedikit jumlah anggota dalam keluarga, usia orangtua yang masih produktif, pendapatan tinggi serta tingkat pendidikan
yang tinggi, diduga penerapan pola pengasuhan menjadi lebih baik dan status gizi balita akan lebih baik. Sedangkan tingkat morbiditas balita secara langsung
dapat dipengaruhi oleh pola asuh hidup sehat yang diterapkan ibu, pola pelayanan kesehatan dasar, dan kondisi lingkungan.
Keterangan : = Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang diteliti
= Hubungan yang tidak diteliti Gambar 2 Kerangka pikir pola asuh, kepatuhan, morbiditas, dan status gizi balita
di Kabupaten Sukabumi
Konsumsi intake makanan
Morb ditas penyakit dan
infeksi
Status Gizi
Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga
Umur orangtua Pendidikan orangtua
Pekerjaan Orangtua Besar keluarga
Pendapatan keluarga
Pola Asuh
Pemberian Makan Hidup Sehat
Akses pelayanan dasar
Karakteristik Balita
Umur Jenis Kelamin
Kondisi Lingkungan
Konsumsi Biskuit
Tk Kepatuhan Pelayanan
Kesehatan Setempat
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat, dan waktu
Penelitian ini merupakan penelitian survey yang dilakukan di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Lokasi penelitian ini terdiri dari 3 Puskesmas yaitu
Kadudampit, Cikidang, dan Citarik. Penentuan tiga wilayah tersebut sebagai lokasi penelitian dilakukan berdasarkan pembagian wilayah berdasarkan tipologi
wilayah, dimana ketiga wilayah tersebut merupakan daerah dataran tinggi, rendah menengah dan dengan pertimbangan adanya program intervensi biskuit
bergizi pada balita gizi kurang diketiga wilayah tersebut. Pemilihan lokasi penelitian dipilih berdasarkan analisis Profil Kabupaten Sukabumi dan
rekomendasi Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi. Penelitian dilakukan selama 3 bulan 88 hari, mulai dari Maret hingga juni 2011.
Contoh dan Teknik Penarikan Contoh
Populasi dalam penelitian ini adalah anak balita yang berdasarkan hasil pengukuran antropometri pengukuran berat badan tergolong dalam gizi buruk
dan kurang di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Penarikan contoh dilakukan secara langsung melalui pendekatan
dengan kriteria contoh adalah anak balita yang berusia 1?5 tahun dengan hasil penimbangan berat badan dan
pengukuran status gizi termasuk kategori gizi buruk dan gizi kurang, penerima program PMT biskuit bergizi, tergolong keluarga miskin, tinggal bersama ibu
kandung atau pengasuh dan bersedia untuk dijadikan contoh. Data dari Puskesmas Kadudampit, Cikidang dan Citarik menunjukkan bahwa masing?
masing terdapat 8,54, 8,14 dan 8,69 anak balita yang berstatus gizi kurang. Balita penerima program pemberian makanan tambahan biskuit fungsional di
lokasi penelitian berjumlah 48 balita yaitu 12 balita Puskesmas kadudampit, 20 balita Puskesmas Cikidang dan 16 balita Puskesmas Citarik, dan ditetapkan
secara proporsional dengan jumlah penderita gizi kurang di masing?masing kecamatan.
Kabupaten Sukabumi
Puskesmas Kadudampit Puskesmas Cikidang
Puskesmas Citarik
Peserta program pemberian makanan biskuit fungsional 12 balita
20 balita 16 balita
48 balita
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekuder. Pengumpulan data primer dilaksanakan melalui wawancara secara
langsung dengan menggunakan alat bantu kuesioner. Adapun data primer yang dikumpulkan meliputi data karakteristik keluarga umur orangtua, pendidikan
orangtua, pekerjaan orangtua, besar keluarga, dan pendapatan keluarga, karakteristik balita umur balita, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan
balita, urutan kelahiran, pola asuh balita, konsumsi makanan dan intake zat gizi balita, morbiditas serta status gizi balita. Pola asuh dalam penelitian ini meliputi
pola asuh makan dan pola asuh hidup sehat yang meliputi pola akses pelayanan kesehatan dasar dan pola asuh kebersihan.
Pola asuh makan yang diteliti terbatas pada apa dan bagaimana balita makan, serta situasi yang terjadi pada saat makan, meliputi pemberian ASI,
kolostrum, pemberian makanan pertama selain ASI dan frekuensi pemberian makan. Pola akses pelayanan dasar yang diteliti meliputi imunisasi dasar dan
vitamin A. Imunisasi dasar terbatas pada imunisasi BCG, DPT, dan campak, sedangkan vitamin A merupakan vitamin A dosis tinggi yang diberikan setiap 6
bulan sekali. Pola asuh perawatan kebersihan yang diteliti meliputi mencuci tangan ketika menyuapi dan setelah buang air besar, kebiasaan mandi dan
menggosok gigi serta pemakaian alas kakisandal. Data morbiditas status kesehatan yang dievaluasi meliputi : jenis penyakit, frekuensi sakit, dan lama
sakit dengan metode wawancara dengan alat bantu form. Data tingkat kepatuhan dalam mengkonsumsi biskuit intervensi diperoleh menggunakan form
pemantauan yang berisi banyaknya biskuit yang dibagikan kepada balitaminggu, biskuit yang dikonsumsi balita per hari dan sisa yang tidak dikonsumsi, siapa
yang mengkonsumsi biskuit selain balita dan alsaan balita tidak mengkonsumsi biscuit.
Adapun data status gizi diperoleh dengan cara antropometri yaitu mengukur berat badan dan tinggi badan balita. Data konsumsi diperoleh dari
konsumsi pangan sehari yang merupakan penjumlahan dari makan pagi, siang, malam, dan makanan selingan kemudian diperoleh asupan energi dan protein
balita sehari dengan konsumsi biskuit dan tanpa konsumsi biskuit. Penilaian untuk mengetahui tingkat kecukupan energi dan protein dilakukan dengan
membandingkan antara konsumsi zat gizi aktual nyata dengan kecukupan gizi
yang dianjurkan dan hasil perhitungan kemudian dinyatakan dalam persen. Data sekunder meliputi lokasi demografi wilayah dan penduduk yang diperoleh dari
Kantor Kecamatan setempat. Tabel 6 Jenis data, cara pengumpulan data dan alat ukur
No Variabel
Data Cara Pengumpulan
Data Data Primer
1 Karakteristik balita
Nama, umur, jenis kelamin Berat badan
Tinggi badan Wawancara
langsung dengan kuesioner
Pengukuran dan nimbangan
dengan alat timbang BB
2 Karakteristik keluarga
Status dalam keluarga,umur orangtua,pendidikan
orangtua,besar keluarga dan pendapatan orangtua
Wawancara langsung dengan kuesioner
3 Pola Asuh Ibu
Pola asuh makan Pola asuh hidup bersih
pola akses pelayanan dasar Wawancara langsung
dengan kuesioner 4
Kondisi Lingkungan Kondisi rumah, Sumber air
minum,mandi,sarana pembuangan sampah dan air
limbah Wawancara langsung
dengan kuesioner
5 Konsumsi konsumsi
makan balita Menu makanan, jumlah dan
jenis makanan. Wawancara
menggunakan kuesioner
dengan metode
+ ,
6 Jumlah
konsumsi biskuit bergizi
Jumlah biskuit yang diberikan, yang dikosumsi, jumlah sisa
yang tidak dikonsumsi. Wawancara langsung
dengan kuesioner Pengisian form
pemantauan oleh responden atau
kader
7 Status
kesehatanmorbiditas jenis penyakit, frekuensi sakit,
dan lama sakit Wawancara langsung
dengan kuesioner
Data Sekunder
8 Lokasi penelitian
Demografi Diambil dari kantor
Kecamatan 9
Data Penduduk Jumlah, Jenis kelamin,
Pendidikan, Jenis Pekerjaan Diambil dari kantor
Kecamatan
Biskuit tepung ikan lele dumbo di berikan selama 88 hari di mulai pada bulan Maret hingga Juni 2011. Jumlah yang harus di konsumsi oleh balita gizi
buruk dan kurang sebanyak 1 bungkus kecil dengan jumlah per bungkus sebanyak 4 keping biskuit dan frekuensi mengkonsumsi biskuit 2–3 kali dalam
satu hari. Mekanisme distribusi pemberian makanan tambahan biskuit fungsional melalui seksi gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi didistribusikan ke
puskesmas, dari puskesmas biskuit di bagikan ke tiap desa yang dikoordinir oleh bidan desa dan disimpan di tingkat desa sesuai jumlah alokasi sasaran balita gizi
kurang yang mendapat biskuit, kemudian bidan desa bersama kader memberikan langsung kepada sasaran balita gizi kurang dengan siklus
pemberian 1 minggu sekali. Kader di berikan wewenang untuk memantau tingkat
kepatuhan setiap hari ibu balita gizi kurang dalam memberikan biskuit. Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari proses wawancara menggunakan kuesioner dan form
diolah dan dianalisis secara deskriptif. Proses pengolahan data meliputi
, data, editing, dan analisis data. Untuk data entry terlebih
dahulu dipersiapkan struktur sheet yang terdiri atas nama -
. Setelah data dientry dilakukan editing yaitu proses pemeriksaan data yang telah di
dengan data yan terdapat dalam kuesioner, jika ada perbedaan maka dilakukan koreksi. Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan 2007 dan
versi 16,0 .
Data karakteristik keluarga yang meliputi umur orangtua, besar keluarga, pendidikan orangtua, pendapatan keluarga, data pola asuh makan, pola asuh
hidup sehat akses pelayanan kesehatan dasar dan pola hygiene, data konsumsiintake makanan, data status gizi balita serta morbiditas balita
dikelompokkan berdasarkan kriteria tertentu. Data tersebut kemudian dianalisis secara deskriptif dan korelasi.
Umur orangtua. Data umur orangtua yang diperoleh dikelompokkan
menjadi empat kelompok menurut Papalia dan Old 1986 yaitu remaja 20 tahun, dewasa awal 20?40 tahun, dewasa tengah 41?65 tahun, dan dewasa
akhir 65 tahun.
Pendidikan orangtua. Data tingkat pendidikan orangtua diolah dengan
mengelompokkannya menjadi enam kategori yaitu tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat SD sederajat, tamat SMPsederajat, tamat SLTAsederajat, tamat
Perguruan Tinggi.
Pendapatan perkapita. Data pendapatan perkapita perbulan merupakan
hasil dari pembagian jumlah pendapatan orangtua tiap bulannya dengan jumlah anggota keluarga. Hasil yang diperoleh kemudian diklasifikasikan berdasarkan
kuartil.
Besar keluarga. Data besar keluarga diketahui dengan menanyakan
kepada responden jumlah anggota keluarga. Data yang diperoleh kemudian dikelompokkan menurut Hurlock 1993 menjadi keluarga kecil ≤ 4 orang,
keluarga sedang 5?7orang, dan keluarga besar ≥ 8 orang
Pekerjaan orangtua. Data jenis pekerjaan orangtua di dikategorikan
menjadi tidak bekerja, petani punya lahan, buruh tani, nelayan, pedagang, PNS, pegawai swasta, buruh, sopirojek, lainnya, sedangkan pekerjaan ibu
dikategorikan menjadi ibu rumah tangga, petani, pedagang, buruh, lainnya
Karakteristik balita.Data karakteristik balita meliputi data umur dan jenis
kelamin. Umur balita dikategorikan menjadi 12?23 bulan, 24?35 bulan, 36?47 bulan, dan 48?60 bulan. Data jenis kelamin balita terdiri dari 2 kategori yaitu laki?
laki dan perempuan Depkes 2008
Pola Asuh. Data pola asuh disajikan dalam bentuk pertanyaan tertutup
mengenai pola asuh makan bagaimana balita makan, serta situasi yang terjadi pada saat makan, meliputi pemberian ASI, kolostrum, pemberian makanan
pertama selain ASI dan frekuensi pemberian makan, pola akses pelayanan dasar imunisasi dan vitamin A, pola hygieny mencuci tangan, kebiasaan mandi
dan menggosok gigi serta pemakaian alas kakisandal.Penilaian dengan cara memberikan skor pada setiap pertanyaan. Bila menjawab tidak diberi skor 0, bila
menjawab ya diberi skor 1. Total skor yang diperoleh diklsifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu kurang 60, sedang 60?80 dan baik 80 berdasarkan
nilai maksimum.
Intake makankonsumsi balita. Data intakekonsumsi pangan balita
digali dengan metode recall 24 jam. Recall dilakukan secara berulang yakni 2 kali pada awal dan akhir intervensi. Data konsumsi harian balita dikonversi kedalam
zat gizi menggunakan Microsoft Exel. Rumus umum yang digunakan untuk mengetahui kandungan zat gizi konsumsi makanan yang berasal dari pangan
yang beragam adalah :
Kgij = Bj100 x Gij x BDDj100
Keterangan : KGij
= Penjumlahan zat gizi i dari setiap bahan makanan pangan yang dikonsumsi Bj
= Berat bahan makanan gram Gij
= Kandungan zat gizi i dari bahan makanan j BDDj
= Persen bahan makanan j yang dapat dimakan Sumber : Hardinsyah dan Briawan 1994
Setiap asupan gizi balita dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi 2004 dan kemudian di persentasikan. Penggolongan tingkat konsumsi
dilakukan berdasarkan Depkes 1996, tingkat konsumsi dibagi menjadi lima yaitu : defisit tingkat berat 70 AKG; 2 defisit tingkat sedang 70?79 AKG;3
defisit tingkat ringan 80?89 AKG; 4 normal 90?119 AKG; 5 kelebihan 120 AKG
Tingkat kepatuhan. Data tingkat kepatuhan dihitung berdasarkan
persentase jumlah semua biskuit yang dikonsumsi balita selama 90 hari makan anak HMA dibagi dengan jumlah biskuit yang seharusnya dikonsumsi oleh
balita selama 88 HMA. Penggolongan tingkat kepatuhan konsumsi biskuit dikategorikan menjadi tiga yaitu rendah jika kepatuhan 50 ; cukup, jika
kepatuhan 50?70;dan tinggi jika kepatuhan ≥ 70.
Status gizi. Pengolahan data status gizi dilakukan dengan menggunakan
Microsoft Exel 2007 yang diklasifikasikan berdasarkan standard baku WHO? NCHS 2006 yaitu :
Kategori Gizi buruk Z?skor ?3.0
Kategori Gizi Kurang Z?skor ≥ ?3.0 sd Z?skor ?2.0 Kategori Gizi Baik
Z?skor ≥ ?2.0 sd Z?skor ≤ 2.0 Kategori Gizi lebih
Z?skor ≥ 2.0
Morbiditas. Data morbiditas dihitung berdasarkan frekuensi dan lama
sakit dalam hari selama intervensi
Analisis data
Data dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi, nilai maksimum, nilai minimum, rata?rata dan
standard deviasi. Data yang dianalisis secara deskriptif adalah data karakteristik keluarga, karakteristik balita, pola asuh, morbiditas, konsumsi, dan status gizi
balita. Analisis korelasi digunakan uji korelasi
untuk menguji hubungan antara variabel pemberian makanan biskuit fungsional dengan variabel
status gizi dan tingkat morbiditas balita. Serta uji t dengan menggunakan
untuk menganalisis perbedaan asupan energi dan protein serta status gizi sebelum dan setelah intervensi.
Tabel 7 Cara pengkategorian variabel
No Variabel
Kategori Pengukuran Sumber Acuan
Data Primer 1. Karakteristik Balita
Umur Nominal
1. 24?35 bulan 2. 36?47 bulan
3. 48?60 bulan Depkes 2008
Jenis kelamin Nominal
1. Laki?laki 2. Perempuan
Depkes 2008 2. Karakteristik Keluarga
Umur orangtua Nominal :
1. Remaja 20 tahun 2. Dewasa awal 20?40 tahun
3. Dewasa tengah 41?65 tahun 4. Dewasa akhir 65 tahun
Papalia Old 1986
Pendidikan orangtua Ordinal :
1. Tidak sekolah 2. Tidak tamat SD
3. SDsederajat 4. SLTP sederajat
5. SLTA sederajat 6. PT
Pendapatan Kapbln
Ordinal 1. Miskin
2. Tidak Miskin BPS 2009
Besar Keluarga Ordinal
1. keluarga kecil ≤ 4 orang 2. keluarga sedang 5?7 orang
3. Keluarga besar ≥ 8 orang Hurlock 1993
Pekerjaan orangtua Nominal :
1. Tidak bekerja IRT 2. Buruh tani
3. Petani punya lahan 4. Nelayan
5. Pedagang 6. Pegawai swastaPNS
7. Lainnya
3 Pola asuh
Pola asuh makan Ordinal
1. rendah 60 2. Sedang 60?80
3. Baik 80 Khomsan 2000
Pola asuh hidup sehat
Ordinal 1. rendah 60
2. Sedang 60?80 3. Baik 80
Khomsan 2000
No Variabel
Kategori Pengukuran Sumber Acuan
4 Kondisi lingkungan
Ordinal 1. Rendah 60
2. Sedang 60?80 3. Baik 80
Depkes 2008
5 Konsumsi intake
makan balita Ordinal
1. Deficit berat 70 AKG 2. Defisit sedang 70?79 AKG
3. Defisit Ringan 80?89 AKG 4. Normal 90?119 AKG
5. Kelebihan ≥120AKG Depkes1996
6 Status gizi balita
Indikator BBU Ordinal
Gizi buruk Z?skor ?3.0 Gizi Kurang Z?skor ≥ ?3.0 sd Z?skor
?2.0 Gizi Baik Z?skor ≥ ?2.0 sd Z?skor
≤ 2.0 Gizi lebih Z?skor ≥ 2.0
WHONCHS 2006
7 Status Kesehatan
Morbiditas Nominal, jenis penyakit:
1. ISPA 2. Diare
3. Campak 4. DBD
5. Hepatitis 6. Tuphus
7. Cacar Rasio, frekuensi sakit kali, lama
hari
8 Kepatuhan
Mengkonsumsi Biskuit
Ordinal 1. Rendah 50
2. Sedang 50?70 3. Tinggi 70
Adi 2010
Definisi Operasional Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu atap
Karakteristik keluarga adalah keadaan keluarga berdasarkan tingkat
pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan,dan besar keluarga. Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal terakhir yang ditamatkan
orangtuapengasuh balita. Pekerjaan adalah jenis kegiatan produktif yang dilakukan orangtuapengasuh untuk memenuhi kebutuhan
keluarga. Pendapatan adalah jumlah penghasilan nilai uang keluarga yang diperoleh dari seluruh anggota keluarga dalam satu
bulan terakhir.
Pola asuh adalah praktek?praktek pengasuhan yang diterapkan oleh ibu kepada
anak yang berkaitan dengan makanan dan kesehatan. Pola asuh dalam penelitian ini dibedakan menjadi pola asuh makan dan pola
asuh hidup sehat akses pelayanan dasar dan praktek hygiene
Pola asuh makan adalah praktek?praktek pengasuhan makan yang diterapkan
oleh ibu kepada anak yang meliputi bagaimana balita makan, serta situasi yang terjadi pada saat makan, meliputi pemberian ASI,
kolostrum, pemberian makanan pertama selain ASI dan frekuensi pemberian makan
Pola asuh hidup sehat adalah adalah praktek?praktek pengasuhan kesehatan
yang diterapkan oleh ibu kepada anak yang meliputi pola akses pelayanan dasar imunisasi dan vitamin A, pola hygiene sanitasi
mencuci tangan, kebiasaan mandi dan menggosok gigi serta pemakaian als kakisandal
Intake makanankonsumsi balita adalah semua makanan dan minuman yang
dimakandikonsumsi oleh balita baik yang dari membeli atau dibuat di rumah yang diukur dengan metode food recall 2 x 24 jam pada hari
berbeda
Status gizi balita adalah tingkat keadaan gizi balita yang ditentukan
berdasarkan indikator berat bdaan menurut umur BBU sebagai gambaran perbandingan berat badan dan umur terhadap baku
antropometri WHO?NCHS 2006
Morbiditas adalah keadaan kesehatan balita yang diukur dari kejadian penyakit
ada tidaknya penyakit ISPA, diare, campak, DBD, hepatitis, thipus, dan cacar, frekuensi penyakit dan lama sakit yang diderita balita
dalam satu bulan terakhir dari waktu wawancara
Tingkat kepatuhan adalah tingkatan ketaatan sasaran dalam mengikuti aturan
intervensi pemberian makanan tambahan biskuit fungsional yang diukur melalui persentasi biskuit yang dikonsumsi
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Sukabumi merupakan Kabupaten dengan wilayah terluas di Jawa Barat. Posisi geografis Kabupaten Sukabumi terletak di antara 106
49’ ? 107
00’ Bujur Timur dan 6 57’ – 7
25 Lintang Selatan LS dengan luas wilayah 4128 km
2
412.799,54 Ha. Wilayah Kabupaten Sukabumi berada pada ketinggian berkisar antara 0 – 2960 meter, dengan bentuk topografis wilayah
pada umumnya meliputi permukaan yang bergelombang di daerah selatan dan bergunung di daerah bagian utara dan tengah. Wilayah administratif di
Kabupaten Sukabumi, sejak tahun 2006 terdapat 47 Kecamatan, 367 desa, 3 kelurahan, 2996 rukun warga dan 11.499 rukun tangga. Ibukota Kabupaten
Sukabumi saat ini berada di Kota Pelabuhanratu. Secara tipologi Kabupaten Sukabumi dibagi menjadi 3 wilayah yaitu
wilayah dataran rendah, dataran sedang, dan dataran tinggi. Kadudampit, Cikidang dan Citarik merupakan 3 Kecamatan yang dapat mewakili dalam
kategori dataran tinggi, sedang dan rendah di wilayah kabupaten Sukabumi. Kecamatan Kadudampit berada pada ketinggian di atas 1000 meter, Cikidang
berada pada ketinggian 300?1000 meter dan Citarik berada pada ketinggian 0? 300 meter di atas permukaan air laut. Sarana transportasi yang biasanya
digunakan penduduk di tiga Kecamatan tersebut dari satu desa ke desa lain yaitu kendaraan umum seperti angkot, ojek dan perahu dayung di wilayah Citarik.
Kondisi jalan di tiga Kecamatan tersebut umumnya merupakan jalan tanah berbatu, jalan yang di aspal hanya jalan utama jalur transportasi menuju wilayah
kecamatan lain sehingga dapat menyulitkan bagi masyarakat dari ketiga tempat tersebut untuk menjangkau akses terhadap pangan terutama untuk kecamatan
Cikidang akses terhadap pangan sangat sulit karena letaknya yang jauh dari pusat kota. Pada saat ini ibu kota kabupaten Sukabumi berada di Pelabuhanratu.
Program intervensi biskuit fungsional di Kabupaten Sukabumi ini merupakan program kerjasama antara Institut Pertanian Bogor dan Dinas
Kesehatan Kabupaten Sukabumi. Peserta program ini adalah 48 anak balita yang berumur 1?5 tahun yang memiliki status gizi kurang dan sangat kurang.
Pemberian biskuit fungsional dalam program ini berlangsung selama 90 hari yaitu dari bulan April hingga Juni 2011.
Karakteristik Balita
Karakteristik balita dalam penelitian ini adalah 48 anak yang terdiri dari 20 anak status gizi buruk dan 28 anak status gizi kurang. Jenis kelamin balita
sebagian besar adalah perempuan sebanyak 33 anak 68,7 dan laki?laki sebanyak 15 anak 31.3. Hal ini sesuai dengan data yang diperoleh dari BPS
Kabupaten Sukabumi yang menunjukan bahwa jumlah balita perempuan lebih banyak dibandingkan balita laki?laki.
Tabel 8 sebaran balita berdasarkan jenis kelamin dan umur
Jenis Kelamin n
Laki?laki 15
31.3 Perempuan
33 68.7
Total 48
100 Umur Bulan
12?23 28
58.3 24?35
14 29.2
36?47 4
8.3 48?60
2 4.2
Total 48
100
Berdasarkan tabel 8 diatas dapat diketahui kelompok umur anak sebagian besar besar berada pada kelompok umur 12?23 bulan 58.3 dan
kelompok umur 24?35 bulan 29.2 sedangkan sisanya berada pada kelompok umur 36?60 bulan. Berdasarkan umur balita, proporsi terbesar adalah pada
rentang usia 12?35 bulan atau 1 – 3 tahun yang artinya sebagian besar balita dalam usia batita, dimana pada usia ini balita tergolong dalam konsumen pasif
yang belum bisa memilih makanan sendiri dan hanya menerima makanan yang disediakan ibu, sehingga keadaan kesehatan maupun status gizi anak sangat
tergantung dari kualitas makanan yang disediakan oleh pengasuh Ibu dan sisa balita berada pada rentang 36?60 bulan yang sudah tergolong balita dan
termasuk konsumen aktif yang dapat memilih makanan sendiri dan sudah mulai bisa menolak makanan yang disediakan ibu. Usia balita merupakan periode
yang paling kritis dalam kehidupan, oleh karena itu, kebutuhan gizi merupakan kebutuhan yang penting untuk dipenuhi dalam membantu proses pertumbuhan
dan perkembangan balita Hastuti 2008
Karakteristik Keluarga Balita Umur Orang Tua
Umur orang tua diklasifikasikan berdasarkan kelompok umur dewasa awal 20?40 tahun, dewasa tengah 41?65 tahun dan dewasa akhir 65 tahun
Papalia Old 1986. Tabel 3 menunjukkan sebaran balita berdasarkan umur orang tua. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar
ayah maupun ibu termasuk dalam golongan umur dewasa awal dengan rata?rata umur ayah 33.7 tahun dengan standar deviasi 8,6 dan rata?rata umur ibu 28,5
tahun dengan standar deviasi 7,2. Tabel 9 balita balita berdasarkan umur orang tua
Umur Tahun Ayah
Ibu n
n
Dewasa Awal 20?40 41
85.4 45
93.8 Dewasa tengah 41?65
7 14.6
3 6.3
Dewasa akhir 65
Total 48
100 48
100 Rata?rata ± SD