Metode Budidaya Rumput Laut

2.3 Metode Budidaya Rumput Laut

Pemilihan lokasi merupakan faktor penentu terhadap keberhasilan usaha budidaya. Ada beberapa pertimbangan dalam menentukan lokasi budidaya yang ideal, antara lain: 1 faktor resiko, mencakup pertimbangan keamanan, keterlindungan, sosial konflik pemanfaatan, 2 faktor kemudahan, mencakup aksestabilitas dan ketersediaan bibit serta sumberdaya manusia, 3 faktor ekologis, mencakup parameter fisika dan kimia lokasi budidaya. Menurut Parenrengi et al. 2008 metode budidaya rumput laut yang telah dikenal secara umum adalah: 1. Metode Lepas Dasar. Metode ini dilakukan di atas dasar perairan yang berpasir atau pasir berlumpur dan terlindung dari hempasan gelombang yang besar. Hal ini penting untuk memudahkan pemasangan patokpancang. Biasanya lokasi dikelilingi oleh karang pemecah gelombang barrier reef. Disamping itu lokasi untuk metode ini sebaiknya memiliki kedalaman air sekitar 50 cm pada surut terendah dan 3 m pada saat pasang tertinggi. Metode ini kurang berkembang dengan baik akibat lokasi yang digunakan relatif spesifik. 2. Metode Rakit Apung. Metode rakit apung merupakan budidaya rumput laut dengan cara mengikat rumput laut pada tali ris seperti pada metode lepas dasar yang diikatkan pada rakit apung yang terbuat dari bambu. Satu unit rakit apung berukuran 2,5x5 m dapat dirangkai menjadi satu dengan unit lainnya. Satu rangkaian terdiri dari maksimal 5 unit. Kedua ujung rangkaian diikat dengan tali yang ujungnya diberi pemberat atau jangkar agar rakit tidak hanyut oleh arus dan gelombang. Jalur tata letak rangkain rakit apung harus searah dengan arus. Jarak tanam dan berat awal rumput laut sama dengan metode lepas dasar, namun yang perlu diperhatikan adalah tanaman harus selalu berada sekitar 30-50 cm di bawah permukaan air laut. 3. Metode Tali Panjang. Metode ini dikenal dengan istilah longline karena menggunakan tali panjang yang dibentangkan. Metode ini merupakan salah satu metode permukaan yang paling banyak diminati pembudidaya karena disamping lebih fleksibel dalam pemilihan lokasi, juga alat dan bahan yang digunakan lebih tahan lama, relatif murah dan mudah untuk didapat. Bibit yang telah diikat dengan tali rafia atau tali polietilen kecil diikatkan pada tali ris dengan jarak 25 cm dengan panjang tali ris berkisar 50 –75 m yang direntangkan pada tali utama. Rumput laut diapungkan dengan pelampung yang terbuat dari styrofoam, botol polietilen 0,5 liter atau pelampung khusus pada tali ris. Pada satu bentangan tali utama, dapat diikatkan beberapa tali ris dengan jarak antar tali ris 1 meter, untuk menghindari benturan antar tali akibat gelombang atau arus kuat. Metode Jalur. Metode jalur merupakan kombinasi antara metode rakit dan tali panjang. Kerangka metode ini terbuat dari rakit bambu yang tersusun sejajar. Pada kedua ujung setiap bambu dibuhungkan dengan tali utama diameter 6 mm sehingga membentuk persegi panjang dengan ukuran 5x7 m 2 per petak, dimana satu unit terdiri dari 7 –10 petak. Pada kedua ujung setiap unit diberi jangkar. Penanaman dimulai dengan mengikat bibit rumput laut ke tali jalur yang telah dilengkapi dengan tali polietilen diameter 0,2 cm sebagai pengikat bibit dengan jarak sekitar 25 cm. Setelah pemilihan lokasi dan penentuan metode, maka tahap selanjutnya adalah menyediakan dan menyiapkan benih rumput laut. Kriteria dan ciri-ciri bibit rumput laut yang baik menurut Aslan 1993 dan Anggadiredja et al. 2006 sebagai berikut: 1 Merupakan thallus muda yang bercabang banyak, rimbun dan runcing, 2 Bibit bila dipegang terasa elastis, 3 Bibit terlihat segar dan berwarna cerah, yakni cokelat cerah dan hijau cerah serta ujung bibit berwarna kuning kemerah-merahan, 4 Thallus bibit terlihat tebal dan berat, 5 Bibit tidak terdapat bercak, luka, atau terkelupas, 6 Bebas dari tanaman lain atau benda-benda asing, 7 Bibit harus seragam dan tidak tercampur dengan jenis lain, 8 berat awal diupayakan seragam. Selanjutnya, Parenrengi et al. 2008 menyatakan bahwa untuk menjamin kebehasilan usaha budidaya rumput laut maka harus dilakukan usaha perawatan selama masa pemeliharaan, bukan hanya terhadap tanaman itu sendiri tapi juga fasilitas budidaya yang digunakan. Oleh karena itu peranan pengelola pembudidaya rumput laut sangat diperlukan untuk memperkecil kemungkinan adanya kerusakan khususnya kekuatan alam yang tak terduga. Pemeliharaan rumput laut dari keempat metode budidaya adalah relatif sama. Secara umum, kegiatan yang dilakukan dalam pemeliharaan rumput laut tersebut adalah meliputi: a pembersihan lumpur, kotoran dan biofouling, b penyisipan tanaman dan pergantian sarana yang rusak, c pemantauan pertumbuhan. Pemeliharaan rumput laut di tambak relatif lebih mudah dibandingkan dengan yang ditanam di laut. Hal ini karena kondisi tambak mudah dikontrol dibandingkan dengan air laut yang dipengaruhi oleh arus dan gelombang sehingga menyulitkan dalam pemeliharaan yang bahkan dalam kondisi ekstrim akan merusak tanaman. Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan tersebut meliput: pergantian air, pengawasan kualitas air kadar garam, suhu dan kedalaman, pupuk susulan apabila diperlukan, pemerataan dan penyebaran kepadatan rumput laut, serta pembersihan thallus dari tanaman pengganggu misalnya lumut atau ganggang lainnya serta kotoran lain yang menempel pada rumput laut. Pertumbuhan tanaman sebaiknya dipantau secara berkala untuk mengetahui laju pertumbuhan hariannya. Pertumbuhan rumput laut sebaiknya dipertahankan pada laju pertumbuhan tidak kurang dari 3hari. Hama tanaman budidaya rumput laut umumnya merupakan organisme pemangsa tanaman. Secara alami, organisme tersebut hidup dengan rumput laut sebagai makanan utamanya atau sebagian masa hidupnya memakan rumput laut. Hama dapat menimbulkan kerusakan fisik pada tanaman budidaya seperti terkelupas, patah atau habis dimakan. Hama rumput laut yang sering dijumpai adalah larva bulu babi Tripneustes dan larva teripang Holothuria sp.. ikan beronang Siganus sp., bintang laut Protoneustes nodulus, bulu babi Diadema dan Tripneustes sp. dan penyu hijau Chelonia midas. Upaya yang dilakukan untuk menanggulangi hama tersebut adalah dengan cara memperbaikimemodifikasi teknik budidaya sehingga tanaman budidaya berada pada posisi permukaan air yang diharapkan serangan dapat dikurangi. Selain itu sebaiknya diterapkan pola tanam yang serentak pada lokasi yang luas serta melindungi areal budidaya dengan memasang pagar dari jaring. Penyakit yang sering dijumpai pada budidaya rumput laut adalah penyakit bakterial, jamur dan ice-ice. Penyakit bakterial yang disebabkan oleh Macrocystis pyrifera dan Micrococcus umumnya menyerang budidaya Laminaria sp., sedangkan penyakit jamur yang disebabkan oleh Hydra thalassiiae menyerang bagian gelembung udara rumput laut Sargassum sp. Penyakit ice-ice sebagian orang menyebutnya sebagai white spot merupakan kendala utama budidaya rumput laut KappaphycusEucheuma. Gejala yang diperlihatkan pada rumput laut yang terserang penyakit tersebut adalah antara lain: pertumbuhan yang lambat, terjadinya perubahan warna thallus menjadi pucat atau warna tidak cerah, dan sebagian atau seluruh thallus pada beberapa cabang menjadi putih dan membusuk. Penyakit tersebut terutama disebabkan oleh perubahan lingkungan seperti arus, suhu dan kecerahan. Kecerahan air yang sangat tinggi dan rendahnya kelarutan unsur hara nitrat dalam perairan juga merupakan penyebab munculnya penyakit tersebut. Beberapa faktor abiotik yang dilaporkan dapat menjadi penyebab munculnya penyakit ice-ice pada rumput laut di Filipina adalah kurangnya densitas cahaya, kadar garam kurang dari 20 ppt, dan temperatur 33 –35 o C. Dibandingkan dengan KappaphycusEucheuma sp., hama dan penyakit yang menyerang Gracilaria sp. adalah relatif sedikit. Hama yang didapatkan umumnya adalah serangan ikan dan predator lainnya serta tanaman pengganggu atau penempel lainnya. Hama yang sering menyerang rumput laut di tambak adalah ikan herbivor seperti beronang, serangan kerang yang menempel pada thallus serta gulma atau lumut sebagai penyaing pemanfaatan unsur hara di air. Gulma yang berupa lumut yang sering menyerang di tambak adalah terdiri dari jenis Enteromorpha sp., Chaetomorpha sp., dan Ectocarpus. Jenis kerang sering menempel pada thallus rumput laut di tambak adalah jenis Limnea glabra sp. Gulma menyerang tanaman dengan cara melekat dan membelit rumput laut sehingga selain penyaing unsur hara juga dapat mengganggu pertumbuhan rumput laut. Pemberantasan hama tersebut selain dapat dilakukan dengan cara langsung membuang lumut dari tambak, juga dapat dilakukan dengan cara biologis dengan memasukkan ikan bandeng sebanyak 500 –750 ekorha dengan berat sekitar 50– 100 gram per ekor. Panen merupakan langkah akhir dalam suatu kegiatan budidaya rumput laut sebelum dipasarkan. Panen dan penanganan hasil panen yang tidak sempurna akan menurunkan kualitas produksi rumput laut yang dihasilkan khususnya kandungan agaralginatkaraginan, air dan kotoran yang harus memenuhi syarat standar mutu ekspor komoditas rumput laut Tabel 2. Tabel 2 Persyaratan ekspor rumput laut Kappaphycus dan Gracilaria Uraian Kappaphycus Gracilaria sp. Kadar Air 31-35 18-22 Maksimal Garam dan Kotoran Lainnya 5 2 Rendemen Minimal 25 14-20 Sumber: Parenrengi et al. 2008 Waktu yang diperlukan oleh tanaman dalam mencapai tingkat kandungan bahan utama maksimal merupakan patokan dalam menentukan waktu panen. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa rumput laut K. alvarezii memiliki kandungan karaginan yang optimal setelah mencapai pemeliharaan 45 hari, sehingga pemanenan rumput laut sebaiknya dilakukan setelah berumur 45 hari. Tetapi panen rumput laut untuk digunakan sebagai bibit dilakukan pada umur tanaman berkisar 25 –35 hari. Panen dapat dilakukan dengan dua cara yakni secara selektif atau parsial dan secara keseluruhan. Panen secara selektif dilakukan dengan cara memotong tanaman secara langsung tanpa melepas ikatan dari tali ris. Keuntungan cara ini adalah penghematan tali rafia pengingat rumput laut namun memerlukan waktu kerja yang relatif lama. Berdasarkan informasi yang ada, panen selektif umumnya hanya dapat dilakukan selama tiga kali dan setelah itu sebaiknya dilakukan panen secara keseluruhan. Hal ini disebabkan karena pangkal thallus rumput laut yang tersisa semakin tua sehingga cenderung pertumbuhannya akan lambat. Cara panen keseluruhan dilakukan dengan mengangkat seluruh tanaman sekaligus, sehingga waktu kerja yang diperlukan relatif singkat dibanding cara panen sebelumnya.

2.4 Beban Pencemaran Lingkungan