Partisipasi Sosial dengan Kebermaknaan Hidup Remaja

Partisipasi Sosial dengan Kebermaknaan Hidup Remaja

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang Sebagai
Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Fajeria Rima Humaira
NIM: 201210230311094

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016

Partisipasi Sosial dengan Kebermaknaan Hidup Remaja

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang
Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Psikologi


Fajeria Rima Humaira
NIM: 201210230311094

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016

i

ii

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan rahmat
dan karunianya yang berlimpah bagi seluruh umat manusia, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas penelitian akhir yang berjudul “Partisipasi Sosial dengan Kebermaknaan
Hidup Remaja” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kelulusan sarjana psikologi
di Universitas Muhammadiyah Malang. Tidak lupa pula shalawat dan salam pada Rasulullah
Muhammad SAW yang telah menjadi cahaya untuk menerangi dunia ini.
Dalam menjalankan perkuliahan dan penyusunan skripsi ini, penulis menyadari banyak pihak

yang telah membantu dalam hal apapun, baik itu berupa motivasi, bimbingan dan petunjuk
kepada penulis. Untuk itulah pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.

Ibu Dra. Tri Dayakisni, M.Si selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Malang.
2. Ibu Hudaniah, S.Psi., M.Si dan Bapak Ari Firmanto, S.Psi., M.Si, selaku Pembimbing I
dan Pembimbing II yang telah meluangkan banyak waktu dan pikiran untuk memberikan
bimbingan serta arahan yang sangat berguna hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
3. Bapak Mohammad Shohib, S.Psi., M.Si selaku dosen wali yang telah membimbing dan
memberikan motivasi penulis dari awal perkuliahan sampai penulisan skripsi ini selesai.
4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang telah banyak mencurhakan ilmunya kepada
penulis selama perkuliahan.
5. Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang yang telah bersedia menjadi responden
penelitian.
6. Orang tua yang telah menjadi sumber inspirasi dan motivasi baik dalam penyelesaian
skripsi ini maupun dalam menjalankan kehidupan penulis. Serta tidak pernah lelah untuk
membiayai kehidupan penulis.

7. Kakak, adik, dan keluarga penulis yang selalu memberi semangat dan menjadi sumber
semangat dalam mengerjakan skripsi.
8. Teman sepermainan (Selvi, Vivi, Alif, Riri, Winda, Bintari, Iqbal, dan Nasrudin) yang
selalu membantu dan mendengarkan semuanya.
9. Teman SMA yang selalu menanyakan kabar skripsi penulis.
10. Teman pejuang skripsi yang berganti nama menjadi preview DOTS dan teman psikologi
B 2012 yang menjadi motivasi penulis dalam mengerjakan skripsi.
11. Para pemain basket rektor cup yang menghibur saat suntuk.
12. Semua orang yang tidak dapat penulis sebutkan namanya yang membantu dan
memberikan motivasi pada penulis dalam mengerjakan skripsi
Semoga Allah SWT senantiasa mencurahkan rahmat-Nya atas kontribusi yang telah mereka
berikan dan selalu penulis haturkan do’a untuk keselamatan dan kesuksesan bagi kita semua.
Penulis menyadari jika dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Sehingga

iii

diharapkan kritik dan saran yang membangun dapat diberikan kepada penulis. Walaupun
demikian, diharapkan isi dari skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan informasi bagi
pembaca.


Malang, 30 April 2016
Penulis

Fajeria Rima Humaira

iv

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................
SURAT PERNYATAAN ...............................................................................................
KATA PENGANTAR....................................................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................................................
DAFTAR TABEL ..........................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................
ABSTRAK .....................................................................................................................
PENDAHULUAN ..........................................................................................................
LANDASAN TEORI .....................................................................................................
Kebermaknaan Hidup ................................................................................................
Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kebermaknaan Hidup.....................................

Aspek - Aspek Kebermaknaan Hidup .......................................................................
Kebermaknaan Hidup Pada Remaja ..........................................................................
Partisipasi Sosial ........................................................................................................
Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Sosial ............................................
Partisipasi Sosial dengan Kebermaknaan Hidup .......................................................
Hipotesa .....................................................................................................................
METODE PENELITIAN ...............................................................................................
Rancangan Penelitian ................................................................................................
Subjek Penelitian .......................................................................................................
Variabel dan Instrumen Penelitian ............................................................................
Prosedur dan Analisa Data Penelitian .......................................................................
HASIL PENELITIAN ....................................................................................................
DISKUSI ........................................................................................................................
SIMPULAN DAN IMPLIKASI.....................................................................................
REFERENSI...................................................................................................................
LAMPIRAN ...................................................................................................................

v

i

ii
iii
v
vi
vii
1
2
4
4
5
6
6
7
8
8
10
10
10
10
10

12
13
15
17
19
22

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Indeks Validitas Alat Ukur Penelitian..............................................................
Tabel 2. Indeks Reliabilitas Alat Ukur Penelitian ..........................................................
Tabel 3. Karakteristik Subjek .........................................................................................
Tabel 4. Korelasi Partisipasi Sosial dengan Kebermaknaan Hidup ...............................
Tabel 5. Kategorisasi Partisipasi Sosial dan Kebermaknaan Hidup ..............................
Tabel 6. Kategorisasi Partisipasi Sosial dan kebermaknaan Hidup Berdasarkan Usia ..
Tabel 7. Kategorisasi Partisipasi Sosial dan Kebermaknaan Hidup Berdasarkan
Jenis Kelamin ...................................................................................................

vi


11
12
13
13
14
14
14

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Blue Print Skala Skala Partisipasi Sosial dan Kebermaknaan Hidup........
Lampiran 2. Hasil Analisis Validitas dan Reliabilitas Skala Partisipasi Sosial dan
Skala Kebermaknaan Hidup......................................................................
Lampiran 3. Skala Penelitian .........................................................................................
Lampiran 4. Hasil Analisis Data ....................................................................................
Lampiran 5. Uji Asumsi .................................................................................................
Lampiran 6. Tabulasi Data .............................................................................................

vii


23
27
32
38
40
42

PARTISIPASI SOSIAL DENGAN KEBERMAKNAAN HIDUP REMAJA
Fajeria Rima Humaira
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang
rimahumaira@gmail.com

Pencarian jati diri merupakan salah satu tugas perkembangan remaja. Banyak remaja yang masih
bingung mengenai jati dirinya sehingga dapat membuat remaja tidak memiliki arah tujuan hidup
yang jelas. Hal ini menyebabkan remaja merasa putus asa dan tidak memiliki makna hidup.
Kebermaknaan hidup merupakan penghayatan individu seberapa besar dapat mengembangkan
potensi yang ada dalam diri. Salah satu faktor yang membuat remaja dapat merasakan
kebermaknaan hidup adalah partisipasi sosial. Partisipasi sosial adalah keterlibatan individu pada
kelompok sosial. Tujuan penelitian ini untuk melihat hubungan antara partisipasi sosial dengan
kebermaknaan hidup pada remaja. Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif korelasional

yang dilakukan pada 350 mahasiswa dengan menggunakan teknik quota sampling dan
menggunakan instrumen Meaning in Life Questionniare (MLQ) dan Social Participation Scale.
Teknik analisa data menggunakan korelasi product moment. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ada hubungan positif dan signifikan antara partisipasi sosial dengan kebermaknaan hidup pada
remaja. Koefisien korelasi (r) = 0,555 dan probability error (p) = 0,000. Jadi semakin tinggi
partisipasi dalam kegiatan sosial mahasiswa maka semakin tinggi pula kebermaknaan hidupnya.
Kata Kunci: Partisipasi Sosial, Kebermaknaan Hidup, Remaja.
The search for identity is one of the tasks of adolescent development. Many adolescents are still
confused about their identity so that it can make them do not have a clear direction of life goals.
This leads them to feel hopeless and have no meaning of life. Meaningfulness of life is an
appreciation of how much individuals develop the potential within. One of the factors that makes
them can experience the meaningfulness of life is social participation. Social participation is an
involvement of individuals in a social group. The purpose of this study is to uncover the
correlation between social participation and meaningfulness of life in adolescents. This study
used a correlational quantitative research conducted on 350 college students using a quota
sampling technique and instruments of Meaning in Life Questionnaire (MLQ) and Social
Participation Scale. The technique of data analysis was using a product moment correlation. The
results showed that there was a positive and significant correlation between social participation
and meaningfulness of life in adolescents. The correlation coefficient was (r) = 0.555 and the
probability of error was (p) = 0,000. So, the higher the student's participation in social activities,

the higher the meaningfulness of life.
Keywords : Social Participation, Meaningfulness Life, Adolescent.

1

Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada masa ini
banyak perubahan yang terjadi pada remaja seperti perubahan pada fisik dan psikis yang akan
membuat remaja bingung karena mereka dihadapkan pada banyak perubahan dan pilihan. Orang
tua mewariskan sifat yang masih mempengaruhi pikiran dan perilaku selama masa remaja, tapi
pada masa remaja gen berinteraksi dengan kondisi-kondisi sosial dunia remaja dengan keluarga,
teman sebaya, persahabatan, kencan, dan pengalaman-pengalaman sekolah. Pemikiran-pemikiran
remaja lebih abstrak dan idealis, karena seorang remaja mengalami beribu-ribu jam interaksi
dengan orang tua, teman sebaya, dan guru dalam 10 – 13 tahun terakhir masa perkembangan
(dalam Santrock, 2002). Pada masa remaja, seorang remaja dihadapkan pada tugas-tugas yang
berbeda dari masa kanak-kanak, remaja memiliki tugas yang harus dipenuhi dalam
perkembangannya. Salah satu tugas perkembangan pada masa remaja adalah mencari identitas
atau mencari jati diri. Pencarian jati diri pada masa remaja bisa mengarah pada identitas yang
stabil atau identitas yang kacau. Seperti yang dikatakan tadi, pada masa remaja ini memiliki
banyak pilihan bagi remaja. Remaja yang mencoba-coba pilihan dengan tidak disertai tanggung
jawab dalam pengambilan keputusannya akan mengalami kekacauan identitas. Dampak dari
kekacauan identitas akan membuat remaja menjadi cemas, bimbang, dan hampa. Tidak menutup
kemungkinan dampak dari kekacauan identitas akan membuat remaja melakukan hal-hal yang
tidak diinginkan oleh orang tuanya ataupun orang terdekat, bahkan dapat merusak masa depan
remaja itu sendiri.
Generasi penerus suatu bangsa adalah remaja, pada remaja-remaja bangsalah seperti budaya, adat
istiadat, dan norma-norma diwariskan. Bangsa yang berkembang dan maju haruslah memiliki
generasi penerus yang memiliki tujuan hidup jelas dan terarah. Pengalaman yang dirasakan
remaja akan membuat remaja lebih baik dalam mengambil keputusan, karena semakin banyak
pengalaman yang dialami oleh seorang remaja, maka mereka banyak juga mencoba berbagai
solusi untuk menyelesaikan suatu masalah. Tujuan hidup yang jelas akan didapatkan dari
kematangan berpikir. Seorang remaja berusaha untuk melepaskan diri dari orang tua dengan
tujuan menemukan identitasnya, yaitu dengan usaha menghayati dan menemukan peran sebagai
dirinya sendiri. Hal tersebut membuat seorang remaja mengetahui fungsi dan perannya di
masyarakat (dalam Andaritidya, 2007). Menentukan arah dan tujuan hidup sendiri adalah salah
satu cara untuk mencapai kebermaknaan hidup.
Saat ini kebanyakan remaja lebih bersikap konsumtif dan hedonis. Mereka lebih banyak
menggunakan waktu untuk berhura-hura daripada melakukan kegiatan positif. 30,8% remaja
lebih memilih mengisi waktu luang mereka di mall, 15,2% remaja yang lebih memilih untuk
membaca buku, sedangkan 16,5% memilih untuk berolahraga. Hasil survei terhadap 800
responden remaja berusia 15 - 22 tahun di Jakarta, Yogyakarta, Medan, Surabaya, dan
Ujungpandang memperlihatkan bahwa remaja Indonesia cenderung bersikap apolitis dan apatis
terhadap keadaan (dalam Alfian, 2003). Beberapa ahli perkembangan memiliki keyakinan bahwa
egosentrisme dapat menerangkan beberapa perilaku yang nampak ceroboh, meliputi penggunaan
obat-obatan pemikiran bunuh diri, dan kegagalan menggunakan alat kontrasepsi selama
berhubungan seks (Dolcini, dkk, 1989; Elkimd, 1978 dalam Santrock, 2002). Perilaku-perilaku
tersebut tidak menggambarkan seorang remaja yang sedang mencari kebermaknaan hidupnya.
Mereka tidak berusaha untuk mencari hal-hal yang berarti dan berharga dari kehidupan yang
sedang dijalani dan lebih mengelak atau menghindari semua permasalahan yang sedang dihadapi
dalam kehidupannya. Pola hidup yang konsumtif dan hedonis akan mempengaruhi perilaku
2

remaja, kenakalan remaja banyak terjadi seperti perkelahian antar remaja, penggunaan narkoba,
melakukan hubungan intim sebelum menikah, pembunuhan, dan bunuh diri.
Pada tahun 2012, angka bunuh diri di negara bagian Australia Barat mencapai 336 jiwa. Angka
ini terus meningkat jika dilihat dari data angka bunuh diri pada tahun 2006. Studi terakhir The
ombudsman’s office dari 36 angka bunuh diri pada usia 13 - 17 tahun
(http://www.kompasiana.com). Angka bunuh diri di kalangan muda Amerika Serikat meningkat
secara dratis selama kurun waktu 6 tahun terakhir. Tingkat bunuh diri di kalangan gadis remaja
yang berusia antara 10 hingga 24 tahun di Amerika Serikat terus mengalami peningkatan bahkan
melebihi tingkat bunuh diri di kalangan laki-laki. Berdasarkan laporan itu ditemukan bahwa
tingkat bunuh diri di kalangan perempuan muda pada tahun 2013 lalu adalah 3.4 per 100 ribu
orang. Jumlah tersebut meningkat bila dibandingkan tahun 2007 yakni 2.2 per 100 ribu
orang (http://dunia.rmol.co). Berdasarkan data World Health Organization (WHO) atau Badan
Kesehatan Dunia tahun 2015 bunuh diri di sejumlah negara merupakan penyebab kematian
nomor dua pada penduduk usia 15 - 29 tahun. Data WHO tahun 2015 mencatat, setiap tahunnya
terdapat 800.000 orang meninggal dunia karena bunuh diri (http://nationalgeographic.co.id).
Perilaku-perilaku tersebut dampak dari remaja tidak memiliki arah tujuan hidup yang jelas dan
terarah. Fenomena alkoholisme, kenakalan remaja, keinginan untuk berkuasa, keinginan yang
berlebihan terhadap uang, keinginan untuk bersenang-senang, bahkan perilaku seks yang tidak
sehat merupakan bentuk kompensasi individu atas kevakuman eksistensi, begitupula dengan
kasus bunuh diri. Kevakuman eksistensi adalah perasaan menderita atau kehilangan disebabkan
tidak adanya lagi pedoman yang dapat mengarahkan hidupnya. Bila kevakuman eksistensi ini
berkelanjutan dapat membuat individu kehilangan minat dan inisiatif, serta merasa hidup ini tidak
ada artinya (Frankl, 2003 dalam Andaritidya, 2007). Perasaan kevakuman eksistensi membuat
remaja sulit untuk memenuhi tugas perkembangannya. Namun tidak semua remaja kurang bisa
menghargai kehidupannya, ada juga yang dapat memaknai hidupnya sebagai sesuatu yang
bermakna dan berarti. Contohnya komunitas ini diwakili oleh 10% mahasiswa yang tidak
memiliki kecenderungan hura-hura di mana mereka umumnya memiliki peran sebagai pemimpin
dan aktivis. Kedua kelompok ini terdiri dari sekumpulan individu yang dibentuk untuk
mempunyai tujuan hidup yang jelas baik itu tujuan jangka panjang maupun pendek dan mampu
merasakan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai (Santoso, 2005 dalam Andaritidya, 2007).
Pada penelitian Alfian (2003) bahwa kebermaknaan hidup remaja untuk mahasiswa Madura yang
kuliah di Surabaya tergolong tinggi (rerata=114.469) yakni 71.54% dari skor maksimum. Remaja
yang memiliki tujuan hidup yang jelas dan menghargai kehidupannya memiliki rasa optimis pada
masa depannya. Kebermaknaan hidup adalah faktor yang memiliki pengaruh terhadap kesehatan
jiwa, daya tahan terhadap stres, dan tingkat harga diri individu (Soleh, 2001). Penelitian yang
dilakukan oleh Brassai, dkk (2011) pada remaja Rumania bahwa kesehatan psikologis itu sangat
terkait dengan makna dalam kehidupan. Makna kehidupan adalah sebagai faktor protektif
terhadap perilaku kesehatan yang beresiko dan miskinnya kesehatan psikologis. Orang yang
menghayati hidupnya bermakna menunjukkan kehidupan yang penuh gairah dan optimis, terarah,
dan bertujuan, mampu beradaptasi, luwes dalam bergaul dengan tetap menjaga identitas diri dan
apabila dihadapkan pada suatu penderitaan ia akan tabah dan menyadari bahwa ada hikmah di
balik penderitaan (Bastaman, 1996 dalam Pratiwi, 2011).
3

Partisipasi sosial sangat penting untuk setiap individu, karena partisipasi sosial menjadi pusat
kualitas hidup dan kesejahteraan serta dianggap sebagai prasyarat untuk membangun dan
mengembangkan self-esteem, self efficacy dan social support (Gilmour, 2012). Individu yang
mengikuti partisipasi sosial bukan hanya mendapatkan kesenangan, namun juga memberikan
manfaat untuk kesehatan fisik dan mental seorang individu, dengan melakukan suatu kegiatan
secara bersama memberikan kontribusi untuk kesejahteraan emosional mereka. Bertambahnya
usia seorang individu, maka partisipasi sosial individu tersebut akan mengalami penurunan.
Sehingga ketika partisipasi sosial menurun, maka seseorang cenderung lebih sulit untuk
menurunkan tingkat depresi dan meningkatkan kualitas hidup (Novek dkk, 2013). Partisipasi
sosial akan memberikan kontribusi yang sangat bermanfaat bagi individu, dimana dengan
melakukan partisipasi sosial seseorang akan dapat meningkatkan kepercayaan sosialnya (Musai
dkk, 2014).
Dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar hubungan partisipasi sosial dengan
kebermaknaan hidup remaja pada saat ini, dengan demikian masyarakat dapat memiliki gambaran
bagaimana remaja mendapatkan kebermaknaan hidupnya melalui partisipasi sosial. Selain itu,
hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk semua pihak agar dapat membantu remaja
yang sedang mencari jati diri atau identitasnya tidak terperosok pada jalan yang tidak diinginkan
seperti hidup dengan sikap konsumtif dan hedonis karena remaja adalah masa depan sebuah
bangsa atau generasi penerus.
Kebermaknaan Hidup
Kebermaknaan hidup adalah kualitas penghayatan individu seberapa besar dapat
mengembangkan potensi yang ada dalam diri dan seberapa tinggi individu membuat hidupnya
bermakna (Frankl, 2003; Crumbaugh & Maholick, dalam Lestari, 2007). Menurut Steger (dalam
Hawarita, 2014) kebermaknaan atau makna hidup adalah ketika mereka memahami diri mereka
sendiri dan dunia, pemahaman mereka yang unik dihubungkan dengan dunia dan
diidentifikasikan dalam perjalanan kehidupan mereka.
Makna hidup didefinisikan dalam tiga istilah. Pertama, purposecentered definitions, setiap orang
punya tujuan hidup dan nilai-nilai personal. Makna didapatkan ketika individu mencoba untuk
membuat nilai-nilai personal. Makna hidup berfungsi sebagai motivasi, mengacu pada pengejaran
individu terhadap tujuan hidupnya. Kedua, significance-centered definitions, seseorang
memperoleh makna hidup ketika dapat memahami informasi atau pesan yang didapat dari
hidupnya. Makna hidup tercipta ketika seseorang menginterpretasikan pengalamanpengalamannya menjadi tujuan dan arti hidup. Ketiga, multifaceted definitions, merupakan
kombinasi dimensi afeksi dengan motivasi dan kognitif. Makna diartikan sebagai kemampuan
untuk merasakan keteraturan dan keterhubungannya dengan eksistensi individu dalam mengejar
dan mencapai tujuan. Individu yang percaya hidupnya bermakna memiliki tujuan yang jelas dan
mengisinya dengan afeksi yang hangat. Makna hidup berbeda antara satu orang dengan orang
lainnya. Variasi tersebut didapat dari perbedaan individual, kehidupan tiap orang, dan mata
pencaharian. Semua variasi tersebut berdasarkan pada kemampuan menghadapi kompleksitas,
tantangan, dan perubahan dalam kehidupan sehari-hari dan pekerjaan (Steger dalam Setyarini,
2011).
4

Menurut Harre dan Lamb (dalam Wardani, 2012) masa remaja merupakan fase idealisme. Pada
fase ini patokan dan nilai-nilai moral masyarakat diteliti, ditantang, bahkan ditolak. Masa transisi
dan idealisme inilah yang membawa remaja pada pencarian jati diri, siapa dirinya yang
sebenarnya, hingga pada suatu pertanyaan apakah yang menjadi kebermaknaan hidupnya.
Peralihan yang sulit dari masa kanak-kanak ke masa dewasa di satu pihak dan kepekaan mereka
terhadap perubahan sosial-historis di pihak lain, maka pencarian identitas pada masa remaja dapat
mengarah pada identitas yang stabil, atau sebaliknya suatu kekacauan peranan atau identitas
(Hall, 1993).
Banyak remaja akhir yang mengalami krisis identitas yang berujung pada ketidakmampuan
remaja untuk memaknai hidupnya. Hal tersebut terkait dengan storm and stress yang dilalui pada
masa remaja, yakni kondisi sulit menyesuaikan diri, mudah mengalami konflik, merasa bingung,
tidak menentu, cemas, putus asa, depresi, kacau, dan tidak memiliki pegangan yang disebabkan
oleh perubahan fluktuatif, baik pada lingkungan fisik maupun sosial (dalam Wardani, 2012).
Furter (dalam Monks dkk, 2001) bahwa remaja akhir telah mampu menginternalisasikan
penilaian moral dan menjadikannya sebagai nilai pribadi sendiri. Rumke (dalam Monks dkk,
2001 juga menegaskan bahwa moral yang telah terbentuk menjadikan remaja mampu
membedakan baik dan buruknya sesuatu hal. Seorang remaja yang bermoral akan memiliki
pandangan religius yang berarti mendasarkan segala urusan pada Tuhan. Penyerahan diri kepada
Tuhan akan membuat kehidupan remaja menjadi penuh makna. Hal ini berarti bahwa seorang
remaja akhir yang memiliki kebermaknaan hidup telah mempunyai tingkat religiusitas yang baik
dan bermoral.
Faktor-Faktor Kebermaknaan Hidup
Faktor‐faktor yang mempengaruhi kebermaknaan hidup menurut Bastaman (1996)
mengemukakan ada tiga bidang kegiatan yang secara potensial mengandung nilai‐nilai yang
memungkinkan seseorang untuk menemukan makna hidup di dalamnya apabila nilai‐nilai itu
diterapkan dan dipenuhi. Ketiga nilai ini adalah :
1. Creatives values (nilai‐nilai kreatif), yaitu kegiatan berkarya, bekerja, melaksanakan tugas
dan kewajiban sebaik‐baiknya dengan penuh tanggung jawab. Melalui karya dan kerja kita
dapat menemukan arti hidup dan menghayati kehidupan secara bermakna. Dengan memiliki
pekerjaan kita akan lebih merasa berarti daripada tidak sama sekali. Sifat positif dan
mencintai pekerjaan itu serta cara bekerja yang mencerminkan keterlibatan pribadi pada
pekerjaannya yang akan membuat kita menemukan makna hidup.
2. Experimental values (nilai‐nilai pengalaman), yaitu keyakinan dan penghayatan akan
nilai‐nilai kebenaran, kebajikan, keindahan, keimanan, keagamaan, serta cinta kasih.
Menghayati dan meyakini suatu nilai dapat menjadikan seseorang berarti dalam hidupnya.
Telah banyak orang yang merasa menemukan arti hidup dari agama yang diyakininya, atau
ada orang‐orang yang menghabiskan sebagian besar usianya untuk menekuni cabang seni
tertentu. Cinta kasih dapat menjadikan pula seseorang menghayati perasaan berarti dalam
hidupnya. Dengan mencintai dan merasa dicintai, seseorang akan merasakan hidupnya penuh
dengan pengalaman hidup yang membahagiakan. Nilai-nilai pengalaman dapat memberikan
makna sebanyak nilai-nilai daya cipta. Ada kemugnkinan individu untuk memenuhi arti
5

kehidupan dengan mengalami berbagai segi kehidupan secara intensif meskipun individu
tersebut tidak melakukan tindakan-tindakan yang produktif.
3. Attitudinal values (nilai-nilai bersikap), yaitu menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran,
dan keberanian segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dielakkan lagi, seperti sakit
yang tak dapat disembuhkan, kematian, dan menjelang kematian, setelah segala upaya dan
ikhtiar dilakukan secara maksimal. Sikap menerima dengan penuh ikhlas dan tabah hal-hal
tragis yang tidak mungkin dielakkan lagi dapat mengubah pandangan kita yang semula
diwarnai penderitaan semata-mata menjadi pandangan yang mampu melihat makna dan
hikmah dari penderitaan itu. Penderitaan memang akan dapat memberikan makna dan guna
apabila kita dapat mengubah sikap terhadap penderitaan itu menjadi lebih baik lagi.
Aspek - Aspek Kebermaknaan Hidup
Menurut Steger (2006) aspek-aspek kebermaknaan hidup ada dua, yaitu:
1. Aspek presence of meaning
presence of meaning adalah salah satu aspek yang menekankan pada perasaaan yang
bersifat subjektif dan individual mengenai makna hidup yang dimiliki oleh seseorang.
Makna hidup bersifat khusus, berbeda dan tidak sama dengan makna hidup orang lain
serta dipengaruhi oleh waktu.
2. Aspek search of meaning
search of meaning adalah aspek yang menekankan pada dorongan dan orientasi seseorang
terhadap penemuan makna dalam kehidupannya untuk tetap melanjutkan pencarian makna
dalam berbagai segi kehidupan, baik dalam keadaan senang maupun dalam keadaan
menderita. Pencarian makna hidup merupakan satu hal yang dapat melahirkan
kebermaknaan hidup pada seseorang dalam berbagai kondisi.
Kebermaknaan Hidup Pada Remaja
Menurut Erikson (dalam Santrock, 2003) bahwa identitas diri melibatkan tujuh dimensi, yaitu :
genetik, adaptif, struktural, dinamis, subyektif, timbal balik psikososial, dan status eksistensial.
Pada status eksistensial remaja mencari arti dalam hidupnya sekaligus arti dari hidup secara
umum. Remaja mulai menyesuaikan diri dengan lingkungannya mengenai keterampilanketerampilan khusus. Pada masa ini remaja sudah dapat berpikir logis, dimana remaja sudah
mampu memikirkan suatu situasi yang masih berupa rencana atau suatu bayangan. Remaja dapat
memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang
akan datang. Dengan demikian, seorang remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari
tindakannya termasuk adanya kemungkinan yang dapat mempengaruhi dirinya. Pada tahap ini
remaja juga sudah mulai mampu berspekulasi tentang sesuatu, mereka sudah mulai
membayangkan sesuatu yang diinginkan di masa depan (Santrock, 2002). Banyaknya
pengalaman yang dialami remaja maka akan banyak alternatif yang dapat dijadikan pedoman
untuk menjalani kehidupan dengan lebih yakin karena semakin banyak antisipasi dalam
melakukan berbagai hal yang belum diketahui konsekuensinya. Pengalaman akan mempengaruhi
remaja dalam mencari jati diri sekaligus merasakan arti hidup secara umum. Karena remaja ingin
diakui keberadaannya di dalam masyarakat dengan peran sosial yang dijalankan serta
keterampilan yang dimilikinya (Erikson dalam Santrock, 2003).
6

Partisipasi Sosial
Dalam partisipasi sosial memiliki 5 konsep yang peting yaitu individu yang terlibat didalam
partisipasi sosial (who), keterlibatan dalam suatu aktifitas (how), ketersediaan interaksi (what),
interaksi dengan orang lain (whom), dan interaksi di masyarakat atau komunitas. Partisipasi sosial
adalah keterlibatan individu dalam kegiatan yang berupa interaksi dengan orang lain dalam
komunitas hingga masyarakat (Levasseur, Piskur dkk, 2013). Partisipasi sosial memiliki 6 level
yaitu:
1. Mempersiapkan aktifitas yang akan dilakukan dengan orang lain
2. Dikelilingi oleh orang lain
3. Berinteraksi dengan orang lain tanpa adanya kontak fisik (meningkat pada interaksi media)
4. Melakukan aktifitas dengan orang lain
5. Menolong orang lain
6. Berkontribusi dalam komunitas.
Partisipasi sosial dapat dimulai dari kelompok terkecil seperti pada saat bekerja dengan kelompok
kecil, keterlibatan dalam suatu kegiatan amal, atau dalam suatu event besar serta keterlibatan
dalam kegiatan sosial. Secara kesuluruhan, konsep utama pada partisipasi sosial ini didasarkan
pada asumsi bahwa pada dasarnya partisipasi sosial memerlukan suatu kontak sosial, serta
menunjukkan kontribusi sumber daya yang diberikan kepada masyarakat, dan menerima sumber
daya dari masyarakat (Levasseur 2010, dalam Mars 2008). Pada dasarnya dalam partisipasi
sosial, terjadi hubungan timbal balik baik secara materi maupun psikologis.Partisipasi sosial
dilakukan dengan sukarela dengan bergabung dalam suatu kelompok-kelompok.Kelompokkelompok tersebut bisa dalam kelompok politik seperti ikut berpartisipasi dalam pemilu,
kelompok kesehatan seperti ikut berpartisipasi di puskesmas, dan kelompok sosial seperti
mengikuti bakti sosial.
Selain itu, Cicognani dkk (2008) mengatakan bahwa partisipasi sosial sering dijadikan sebagai
sarana untuk melakukan pembebasan, pemberdayaan dan pergerakan sosial. Sehingga partisipasi
sosial merupakan suatu keterlibatan individu yang didalamnya terdapat suatu interaksi dengan
orang lain yang dapat dimulai dalam suatu kelompok kecil hingga meluas pada kelompok besar.
Sehingga peran individu dalam suatu kegiatan kelompok dan frekuensi dalam mengikuti suatu
kegiatan tersebut dapat mempengaruhi bagaiamana partisipasi sosial yang dimiliki oleh individu.
Hal tersebut dapat mempengaruhi keterlibatan inidvidu dalam suatu kegiatan kelompok yang
bermula dari kelompok kecil (teman atau kerabat), kemudian meluas pada komunitas hingga
kelompok besar (masyarakat). Oleh karena itu, partisipasi sosial diyakini memiliki unsur-unsur
yang menyenangkan karena dapat meningkatkan hubungan sosial dengan orang lain. Menurut
Gilmour (2012) keterlibatan seseorang dalam partisipasi dapat dilihat dari frekuensi mereka
mengikuti partisipasi sosial tersebut. Frekuensi ini dapat dilihat dari sehari sekali, sebulan sekali,
setahun sekali atau tidak pernah. Frekuensi tersebut dilihat dari partisipasi individu dalam 1 tahun
terakhir. Terdapat beberapa kegiatan partisipasi sosial yang dapat dilihat frekuensinya dalam
waktu mingguan yaitu partisipasi sosial dalam:
1. Aktivitas keluarga atau teman baik diluar maupun didalam rumah.
2. Kegiatan keagamaan.
3. Olahraga atau kegiatan fisik dengan orang lain.
7

4. Rekreasi bersama orang lain, hobi dan melakukan permainan.
Kemudian untuk kegiatan partisipasi sosial yang dapat dilakukan dalam frekuensi bulanan yaitu
aktivitas tentang:
1. Pendidikan dan budaya.
2. Layanan klub dan aktivitas organisasi persaudaraan.
3. Aktivitas lingkungan, komunitas, atau asosiasi professional.
4. Kegiatan sukarelawan dan kegiatan amal.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Sosial
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi seseorang terlibat dalam partisipasi sosial
yang ada dalam lingkungan masyarakat. Faktor tersebut dapat menjadi sebuah pendukung dari
keberhasilan suatu organisasi dan sebaliknya juga dapat menghambat dari suatu organisasi
tersebut. Menurut Angell (dalam Ross, 1967) partisipasi sosial yang berkembang di lingkungan
masyarakat dipengaruhi beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi partisipasi sosial yaitu
sebagai berikut:
1. Usia
Faktor usia merupakan faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam terlibat pada suatu
kegiatan masyarakat yang ada dilingkungannya. Mereka yang memiliki usia menengah keatas
cenderung lebih banyak mengikuti partisipasi sosial daripada mereka yang memiliki usia
lainnya. Hal tersebut dikarenakan mereka memiliki keterikatan moral pada suatu norma
masyarakat yang lebih mantap.
2. Jenis Kelamin
Nilai kultur yang ada menganggap bahwa perempuan tempatnya berada di dapur bukan diluar
rumah. Namun, dengan adanya emansipasi yang telah ada membuat peranan perempuan saat
ini telah bergeser. Sehingga jenis kelamin ini juga mempengaruhi dari partisipasi sosial.
3. Pendidikan
Terdapat beberapa hal yang menjadikan pendidikan merupakan syarat mutak dalam
berpartisipasi sosila. Pendidikan dianggap dapat mempengaruhi sikap hidup seseorang
terhadap lingkungannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
4. Pekerjaan dan Penghasilan
Pekerjaan dengan penghasilan baik akan mendorong seseorang untuk berpartisipasi sosial
dalam kegiatan masyarakat yang ada di lingkungannya. Sehingga untuk berpartisipasi sosial
dalam kegiatan masyarakat, maka harus didukung dengan perekonomian yang baik pula.
5. Lamanya Tinggal
Lamanya seseorang yang tinggal dalam lingkungannya dan pengalamannya berinteraksi
dengan lingkungan tersebut maka akan berpengaruh pada partisipasi sosial yang dimiliki oleh
setiap individu tersebut. Semakin lama individu tinggal dalam lingkungan tertentu, maka rasa
memiliki terhadap lingkungan cenderung lebih terlihat dalam partisipasinya yang besar dalam
setiap kegiatan lingkungan tersebut.
Partisipasi Sosial dengan Kebermaknaan Hidup
Masa remaja adalah masa mencari jati diri. Remaja mulai mencoba - coba segala sesuatu yang
membuatnya penasaran dan mencoba untuk mencari tahu mengenai hal - hal yang belum
8

diketahuinya. Hal tersebut justru membuat remaja rawan terjerumus untuk mencoba - coba hal
yang negatif seperti perkelahian remaja, penggunaan narkoba, bahkan pembunuhan. Akan tetapi,
tidak semua remaja melakukan hal-hal negatif yang merugikan dirinya dan orang lain. Banyak
hal positif yang didapat dari hal-hal yang dilakukan remaja untuk mendapatkan jati diri. Pada
kehidupan sehari-hari remaja lebih senang berkumpul dan berinteraksi dengan teman-temannya,
karena mereka lebih banyak melakukan aktivitas secara bersama-sama. Interaksi tersebut seperti
mengikuti organisasi keolahragaan, belajar kelompok, dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial
yang ada di lingkungan sekitar.
Partisipasi sosial merupakan salah satu kegiatan yang bermanfaat bagi remaja dan dapat
membantu remaja untuk mendapatkan jati diri. Kebutuhan remaja untuk bersosialisasi dan
membangun relasi dengan orang - orang yang ada di lingkungannya membuat remaja
meningkatkan interaksi sosial remaja di dalam lingkungannya sehingga partisipasi sosial akan
sangat penting untuk dilakukan. Partisipasi sosial akan memberikan kontribusi yang sangat
bermanfaat bagi individu, dimana dengan melakukan partisipasi sosial seseorang akan dapat
meningkatkan kepercayaan sosialnya (Musai dkk, 2014). Partisipasi sosial akan membuat remaja
melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain.
Dari kegiatan partisipasi sosial, remaja akan mendapatkan banyak pengalam dalam hidupnya.
Nilai-nilai pengalaman dapat mempengaruhi pemenuhan kebermaknaan hidup remaja. Individu
dapat memenuhi arti kehidupan dengan mengalami berbagai segi kehidupan Bastaman (dalam
Pratiwi, 2011). Banyaknya pengalaman yang didapatkan oleh remaja akan mempermudah remaja
mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya. Bastaman (dalam Satyaningtyas, 2011)
menjelaskan keberhasilan individu mengembangkan penghayatan hidup bermakna dilakukan
dengan menyadari dan mengaktuialisasikan potensi-potensi kualitas insani melalui berbagai
kegiatan yang terarah pada pemenuhan makna hidup.
Menurut Bastaman (1996) faktor yang melatarbelakangi terbentuknya kebermaknaan hidup salah
satunya adalah interaksi sosial salah satu ciri - ciri penghayatan hidup secara bermakna adalah
mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan, dalam arti menyadari batasan - batasan
lingkungan, tetapi batasan-batasan itu tetap dapat menemukan sendiri apa yang paling baik untuk
dilakukan. Lingkungan sosial mempunyai peran yang sangat besar dan berarti bagi diri indivudu.
Peran individu di lingkungannya begitu berpengaruh pada daya cipta, daya mobilitas, dan juga
berpengaruh pada bagaimana ia dapat menerima orang lain di sekitarnya. Individu yang berperan
aktif dilingkungan sosialnya seperti sering mengikuti kegiatan keagamaan, melakukan kegiatan
olahraga dengan teman, melakukan kegiatan rekreasi dengan sahabat, sampai menjadi relawan
untuk membantu orang-orang terkena bencana alam adalah individu yang dapat berperan penuh
dan diterima dengan baik oleh lingkungannya akan merasakan bahagia dan juga penuh semangat
melakukan hal-hal untuk kemajuan lingkungan masyarakatnya (Schultz dalam Dyanita, 2010).
Berdasarkan penjelasan diatas, partisipasi sosial berkaitan dengan kebermaknaan hidup yang
diperoleh dari interaksi sosial. Semakin sering seseorang memberikan kontribusi pada lingkungan
sosialnya maka seseorang tersebut akan merasa berarti dalam lingkungannya. Seringanya
berinteraksi dengan lingkungan akan memperoleh dukungan sosial yang didapatkan dari orang –
orang yang ada di lingkungan yang akan meningkatkan kebermaknaan hidup seseorang. Oleh
karena itu, dengan mengikuti kegiatan – kegiatan sosial yang ada di lingkungan sekitar akan
mendapatkan dukungan sosial sehingga akan meningkatkan kebermaknaan hidup.
9

Hipotesa
Ada hubungan yang positif antara partisipasi sosial dengan kebermaknaan hidup pada mahasiswa.
Semakin tinggi partisipasi sosialnya, maka semakin tinggi pula kebermaknaan hidup seorang
mahasiswa.

METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif korelasional, dimana peneliti ingin mengetahui
hubungan antara variabel partisipasi sosial dengan kebermaknaan hidup.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang berusia 18 - 21
tahun yang sedang menempuh strata 1. Populasi mahasiswa aktif yang menempuh strata 1 di
Universitas Muhammadiyah Malang adalah ± 30.000 orang. Universitas Muhammadiyah Malang
memiliki 10 fakultas untuk jenjang strata 1, dengan taraf kesalahan 5% jadi sampel yang diambil
untuk penelitian adalah 350 subjek (Sugiyono, 2014). Teknik pengambilan sampel menggunakan
teknik quota sampling, peneliti menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri - ciri
tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan (Sugiyono, 2014).
Variabel dan Instrumen Penelitian
Penelitian ini terdapat dua variabel yang akan diuji tingkat korelasinya yaitu partisipasi sosial
sebagai variabel bebas dan kebermaknaan hidup sebagai variabel terikat. Partisipasi sosial adalah
keikutsertaan individu dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan masyarakat yang
dilakukan satu kali atau lebih dengan jangka waktu sebulan ataupun setahun, seperti berkumpul
dengan keluarga, berkumpul dengan teman, melakukan kegiatan di lingkungan rumah bersama
tetangga, melakukan kegiatan keagamaan, melakukan rekreasi, ikut aktif dalam pelayanan
kesehatan, serta turut serta di dalam kegiatan amal dan suka rela (volunter). Sedangkan
kebermaknaan hidup adalah upaya individu mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya
yang didasarkan pada individu merasakan makna dalam hidupnya dan individu selalu mencari
makna dalam hidupnya.
Alat ukur partisipasi sosial ini berupa skala yang disusun oleh peneliti dengan berpedoman pada
teori dari Gilmour (2012) yang terdiri dari 7 jenis kegiatan, yaitu kegiatan yang dilakukan diluar
rumah, kegiatan keagamaan, kegiatan olahraga atau aktivitas fisik, kegiatan rekreasi, kegiatan
pelayanan kesehatan, kegiatan pelayanan kesehatan, kegiatan di lingkungan sekitar/asosiasi
profesional, dan kegiatan sukarela atau volunteer. Teori Gilmour ini sebenarnya memiliki 8 jenis
kegiatan, tetapi karena salah satu jenis kegiatannya yaitu budaya dan pendidikan tidak sesuai
konteks penelitian di Indonesia maka jenis kegiatan tersebut tidak digunakan dalam skala ini.
Skala tersebut bernama Social Participation Scale (SPS) yang terdiri dari 10 item.
10

Alat ukur ini menggunakan skala likert. Skala likert adalah skala yang digunakan untuk
mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena
sosial. Dalam skala ini juga dibutuhkan indikator sebagai tolak ukur dalam pembuatan item-item.
Jawaban dari setiap item mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif (Sugiyono,
2014). Alat ukur ini memiliki 5 variasi respon, yaitu dimulai dengan SS (sangat sering), S
(sering), CS (cukup sering), J (jarang), dan TP (tidak pernah). Alat ukur ini juga terdiri dari item
favorable dan unfavorable. Item favorable akan mendapat skor 5 jika menjawab pilihan SS yaitu
sangat sering, skor 4 jika menjawab pilihan dengan S yaitu sering dan begitu seterusnya.
Sedangkan item unfavorable merupakan kebalikan dari item favorable, yaitu akan mendapat skor
5 jika menjawab pilihan TP (tidak pernah), skor 4 jika menjawab pilihan J (jarang) dan begitu
seterusnya. Setelah dilakukannya try out, peneliti melakukan validasi dan mendapatkan 10 item
yang valid untuk pengambilan data. Setiap item memiliki validitas > 0,30 dan reliabilitas 0,752
yang diperoleh dengan menggunakan metode validasi corrected item-total correlation.
Kebermaknaan hidup dalam penelitian ini diukur dengan Meaning in Life Questionniare (MLQ)
yang disusun oleh Michael F. Steger dan Patricia Frazier (2006). MLQ terdiri dari 10 item
dengan 2 aspek, yaitu aspek presence of meaning dan search of meaning. Aspek presence of
meaning memiliki 5 item (1, 4, 5, 6, dan 9), sedangkan aspek search of meaning juga memiliki 5
item (2, 3, 7, 8, dan 10). Skala ini terdiri dari 10 item yang terdiri dari item favorable dan item
unfavorable. Item favorable dalam MLQ ini ada 9 item (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 10), sedangkan
item unfavorable adalah item 9.
Alat ukur ini memiliki 7 variasi respon, untuk item favorable yaitu dimulai dengan 1 yaitu tidak
benar sama sekali, 2 yaitu sebagian besar tidak benar, 3 yaitu agak tidak benar, 4 yaitu ragu-ragu,
5 yaitu agak benar, 6 yaitu sebagian besar benar, 7 yaitu sangat benar. Sedangkan untuk item
unfavorable yaitu dimulai dengan 1 yaitu sangat benar, 2 yaitu sebagian besar benar, 3 yaitu agak
benar, 4 yaitu ragu-ragu, 5 agak tidak benar, 6 yaitu sebagian besar tidak benar, 7 yaitu tidak
benar sama sekali. Setelah dilakukannya try out, peneliti melakukan validasi dan mendapatkan 10
item yang valid untuk pengambilan data. Setiap item memiliki validitas > 0,30 dan reliabilitas
0,825 yang diperoleh dengan menggunakan metode validasi corrected item-total correlation.
Proses validasi alat ukur, peneliti melakukan uji tryout pada skala partisipasi sosial dan skala
kebermaknaan hidup. Diketahui indeks validitas dan indeks reliabilitas didapatkan hasilnya
sebagai berikut :
Tabel 1. Indeks Validitas Alat Ukur Penelitian
Alat Ukur
Skala
Partisipasi Sosial
Skala
Kebermaknaan Hidup

Jumlah
Item Diujikan

Jumlah
Item Valid

Jumlah
Item Gugur

Indeks Validitas

30

10

20

0,320 – 0,533

10

10

-

0,390 – 0,616

11

Berdasarkan tabel 1 diperoleh hasil tryout dari 30 item skala partisipasi sosial yang diujikan, ada
20 item yang gugur dengan indeks validitas berkisar antara 0,320 – 0,533, sedangkan skala
kebermaknaan hidup dari 10 item yang diujikan, tidak ada item yang gugur dengan indeks
validitas berkisar antara 0,390– 0,616. Untuk menghitung kedua validitas skala tersebut
menggunakan statistik SPSS for windows 2.1.
Table 2. Indeks Reliabilitas Alat Ukur Penelitian
Alat Ukur
Skala Partisipasi Sosial
Skala Kebermaknaan Hidup

Reliabilitas
0,752
0,825

Berdasarkan tabel 2 dapat disimpulkan bahwa kedua instrumen yang dipakai dalam penelitian ini
adalah reliabel jika dibandingkan dengan syarat cronbach alpha yaitu 0,60 atau 60% (Priyatno,
2012). Hal ini membuktikan bahwa kedua instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
memiliki tingkat validitas dan realibilitas yang memadai.
Prosedur dan Analisa Data Penelitian
Prosedur penelitian ini dimulai dengan menyusun instrument penelitian yang berupa skala
partisipasi sosial dan skala kebermaknaan hidup sebagai alat ukur untuk mengungkap variabelvariabel yang hendak diukur dalam mendukung pengujian hipotesis dari peneliti. Setelah skala
penelitian siap, maka peneliti melakukan uji tryout pada tanggal 14 - 20 Januari 2015 kepada
mahasiswa sebanyak 65 orang. Cara penyebaran skala dilakukan peneliti secara individu, yaitu
dengan menyebarkan skala pada mahasiswa yang peneliti temui saat itu disekitar Gedung Kuliah
Bersama (GKB) 1. Satu orang subjek diberikan dua skala sekaligus kemudian subjek mengisi
skala tersebut. Jumlah item skala yang di tryout sebanyak 30 item untuk skala partisipasi sosial
dan 10 item untuk skala kebermaknaan hidup, selanjutnya dilakukan uji validitas dan realibilitas
dengan menggunakan uji statistik SPSS for windows 2.1 didapatkan 10 item skala partisipasi
sosial dan 10 item skala kebermaknaan hidup yang dinyatakan valid.
Tahap selanjutnya adalah tahap pelaksanaan penelitian dengan menyebarkan skala partisipasi
sosial dan skala kebermaknaan hidup yang sudah diuji validitas dan reliabilitas. Penyebaran skala
ini dilakukan di Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Malang pada ruang kuliah mahasiswa,
kantin kampus 2 Universitas Muhammadiyah Malang, dan kampus 3 Universitas Muhammadiyah
Malang di ruang kelas dengan subjek adalah mahasiswa. Skala yang disebarkan sebanyak 350
skala pada tanggal 1 – 10 April sekaligus melakukan entry data dan analisis. Metode analisa data
yang digunakan pada penelitian ini adalah korelasi product moment dengan menggunakan
aplikasi SPSS for windows 2.1. Hasil dari analisis tersebut digunakan untuk membuktikan
hipotesa dari penelitian.

12

HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan pada 350 Mahasiswa yang menempuh strata 1
di Universitas Muhammadiyah Malang didapatkan beberapa hasil penelitian pada subjek terkait
dengan partisiapsi sosial dan kebermaknaan hidup yang digambarkan dalam tabel berikut:
Tabel 3. Karakteristik Subjek
Kategori

Jumlah

Prosentase (%)

80
121
110
39

22,9%
34,6%
31,4%
11,1%

149
201
350

42,6%
57,4%
100%

Usia
18 Tahun
19 Tahun
20 Tahun
21 Tahun
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total

Peneliti melakukan uji asumsi yaitu uji normalitas dan uji linieritas sebelum melakukan uji
kolerasi. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa data normal yaitu berada diantara + 2.
Sedangkan uji linieritas juga menunjukkan ada pengaruh antara variabel partisipasi sosial dengan
kebermaknaan hidup, hal ini dapat dilihat dari nilai signifikan 0.000 < 0.05.
Tabel 4. Korelasi Partisipasi Sosial dengan Kebermaknaan Hidup
Koefisiensi Korelasi (r)
Koefisien korelasi (r)
Koefisien determinasi (r²)
Taraf kemungkinan kesalahan
P (nilai signifikansi)

Indeks Analisis
0,555
0,30
0,01 (1%)
0,000

Berdasarkan hasil uji korelasi pearson, diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,555 yang
berarti ada hubungan antara partisipasi sosial dengan kebermaknaan hidup. Selain itu, nilai
signifikansi (p) dari hasil analisa data menunjukkan 0,000 < 0,01 yang artinya kedua variabel
tersebut menunjukkan hubungan positif yang signifikan dengan taraf kesalahan (alpha) 0,01.
Hasil ini membuktikan bahwa hipotesis penelitian diterima, artinya ada korelasi positif antara
partisipasi sosial dengan kebermaknaan hidup pada mahasiswa. Jadi, semakin tinggi partisipasi
mahasiswa dalam kegiatan sosial maka semakin tinggi pula makna hidup yang didapatkan.
Adapun sumbangan efektif variabel kebermaknaan hidup terhadap partisipasi sosial sebesar 30%
yang ditunjukkan dalam nilai koefisien determinasi (r² = 0,30) dan sisanya sebesar 70%
dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

13

Tabel 5. Kategorisasi Partisipasi Sosial dan Kebermaknaan Hidup
Kategori
Tinggi
Rendah
Total

Interval
T-Skor > 50
T-Skor < 50

Partisipasi Sosial
Frekuensi
%
161
46
189
54
350
100%

Kebermaknaan Hidup
Frekuensi
%
153
43,7
197
56,3
350
100%

Subjek yang memiliki kategori partisipasi sosial rendah lebih banyak dibandingkan dengan
kategori partisipasi sosial yang tinggi. Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa partisipasi
sosial dengan kategori tinggi sebanyak 161 subjek atau (46%), dan kategori partisipasi sosial
rendah sebanyak subjek 189 atau (54%). Sedangkan untuk kategori kebermaknaan hidup lebih
banyak kategori rendah yaitu sebanyak 197 subjek atau (56,3%) dibandingkan kategori tinggi
sebanyak 153 (43,7%).
Tabel 6. Kategorisasi Partisipasi Sosial dan Kebermaknaan Hidup berdasarkan Usia

Kategori
18 - 19 Tahun
20 - 21 Tahun

Jumlah
200
150

Partisipasi Sosial
Std.
Mean
Deviation
33,94
6,404
34,81
6,227

Kebermaknaan Hidup
Std.
Mean
Deviation
62,30
3,585
62,46
3,750

Berdasarkan data skala partisipasi sosial dengan kategori usia menunjukkan bahwa usia 20-21
tahun memiliki partisipasi sosial lebih tinggi daripada usia 18 - 19 tahun. Berdasarkan data skala
kebermaknaan hidup dengan kategori usia menunjukkan bahwa usia 20 - 21 tahun memiliki
kebermaknaaan hidup lebih tinggi walaupun hanya sedikit daripada usia 18 – 19 tahun.
Tabel 7. Kategorisasi Parti