Pengukuran Kadar Air Tanah Pengukuran Suhu udara dan Kelembaban Udara
i. Pengukuran Daya Serap atau Carbon Stock pada tanaman dan serasah Pengukuran serapan C organik tanaman dilakukan dengan metode
pengabuan kering Allison et al. 1965. Pengukuran daya serap karbon dilakukan pada seluruh bagian tanaman akar, tangkai, daun dan batang.
Berikut ini adalah prosedur analisis serapan karbon pada tanaman : 1. Biomas tanaman termasuk akar dikeringkan dengan oven pengering,
kemudian digiling menggunakan grinder sampai halus atau berbentuk serbuk.
2. Biomas yang telah dihaluskan kemudian ditimbang dan diletakkan di cawan yang sudah diketahui bobotnya.
3. Biomas kemudian dipanaskan menggunakan tanur pembakar pada suhu 105°C.
4. Setelah didinginkan, cawan dan sampel biomas ditimbang untuk mengetahui bobot yang hilang setelah pembakaran.
5. Cawan dan biomas kemudian dimasukkan kembali tanur pembakar hingga tanur bersuhu 700°C dan sampel berubah menjadi abu.
6. Cawan dan sampel ditimbang kembali untuk mengetahui kadar C organik yang tertinggal dalam tanaman.
Analisis karbon organik dari sampel tanaman yang telah diambil dapat menggunakan persamaan berikut ini :
C-Organik .7 4
Keterangan : A
= bobot cawan kosong g B
= bobot cawan kosong + contoh g C
= bobot cawan kosong + contoh setelah dipanaskan dengan suhu 105°C g
D = bobot cawan kosong + contoh setelah dipanaskan dengan suhu 700°C g
1.724 = faktor koreksi kadar C 58 mudah teroksidasi
2 Pengukuran Pertumbuhan dan Produktivitas Jarak Pagar
Tujuan pengamatan ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan produktivitas tanaman jarak pagar kaitannya dengan penggunaan berbagai
jenis pupuk. Peubah yang diamati meliputi fase vegetatif dan generatif. Peubah tersebut terdiri dari :
a. Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh tertinggi
b. Diameter batang diukur dari 10 cm dari permukaan tanah c. Jumlah daun per tanaman
d. Jumlah cabang tersier e. Jumlah cabang produktif
f. Persentase tanaman berbunga g. Jumlah buah per tanaman
h. Bobot buah segar per tanaman i. Bobot biji basah per tanaman
j. Bobot biji kering per tanaman k. Bobot biji kering per ha
3 Analisis Energi
Asumsi Dalam Perhitungan Energi a. Energi yang dimasukan dalam perhitungan efisiensi energi dibatasi
pada input energi komersial. b. Input energi komersial yang diperhitungkan dibatasi pada input yang
diperlukan untuk proses produksi dan panen. c. Standar nilai energi ditentukan berdasarkan perhitungan para pakar
yang pernah dipublikasikan. Jika belum diketahui, ditentukan berdasarkan energi masukan untuk memproduksi materi tersebut.
Output energi ditentukan dengan menggunakan bom kalorimeter.
Perhitungan Output dan Input Energi a. Output energi dihitung berdasarkan nilai kandungan energi seluruh
hasil ekonomi biji dan brangkasan bagian atas tanaman. Untuk mengukur kandungan energi dalam bahan kering hasil tersebut
digunakan bom kalorimeter. b. Input energi komersial, dihitung berdasarkan nilai konversi energi
setiap bahan atau aktivitas dengan jumlah masukan yang dipakai pupuk dan tenaga kerja manusia.
HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada di daerah bertanah kapur dengan karakteristik pH tinggi agak basa. Kondisi N total tergolong sangat rendah.
Tabel 1 Hasil analisis tanah di lokasi penelitian Sifat Tanah
Satuan Hasil analisis
Kriteria tanah Tekstur
Pasir 24, debu 46, liat 30
Lempung berliat C
0.92 Sangat
rendah N
0.08 Sangat
rendah CN
12 Sedang
P
2
O
5
HCl 25 mg100g
21 Sedang
P
2
O
5
Bray I ppm
- -
P
2
O
5
Olsen ppm
10 Rendah
K
2
O
HCL 25
mg100g 8
Sangat rendah
KTK cmol+kg 8.59 Rendah
K cmol+kg 0.08
Sangat rendah
Na cmol+kg 0.16 Rendah Mg cmol+kg 0.96 Rendah
Ca cmol+kg 17.88 Tinggi
Alumunium -
-
Ket: Standar berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah Sumber : Hasil analisis laboratorium balai penelitian tanah, Bogor Lampiran 10
Tanah di daerah penelitian memiliki karakteristik agak basa. Kondisi pH pada kisaran 7.7 masih tergolong kondisi yang baik dalam hal kemampuannya
melarutkan unsur hara tanah. Unsur N dan unsur hara makro lainnya tersedia dengan baik pada pH 6 hingga netral atau sedikit alkalis. Kondisi Ca yang
tinggi berdampak buruk bagi kadar P total tanah, karena unsur fosfat menjadi tidak tersedia dikarenakan P terikat dengan Ca membentuk Ca-P, sehingga
ketersediaan P rendah. Tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah tanaman yang telah
tumbuh selama 2 tahun. Tanaman dipangkas setinggi 50 cm pada semua perlakuan. Antar perlakuan dipisahkan dengan adanya parit dengan lebar 40 cm.
Gambar 4 Kondisi awal penelitian
Pertumbuhan Vegetatif
Tinggi Tanaman Perlakuan pemupukan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada
umur 14 minggu setelah perlakuan. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan pupuk Bungkil Benam 100 memberikan tinggi tanaman terbaik hingga
mencapai 123.41 cm. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan urea benam 100, bungkil terbar dosis penuh, Slow Release Tebar 100 dan Slow Release
Tebar 50 . Penggunaan perlakuan pupuk slow release benam, bungkil tebar,
Bungkil Benam 50, urea tebar, dan Urea Benam 50 memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan kontrol.
Tabel 2 Pengaruh berbagai perlakuan pupuk terhadap tinggi tanaman
Perlakuan
7 MSP 9 MSP
12 MSP 14 MSP
Tinggi tanaman cm
Urea Tebar 50
74.50 79.56
86.85 91.12 d
Urea Tebar 100
78.60 92.23
97.87 101.93 b-d
Urea Benam 50
76.31 88.07
92.41 101.79 b-d
Urea Benam 100
84.28 99.72
106.06 117.99 ab
Bungkil Tebar 50
79.90 91.87
93.07 96.53 cd
Bungkil Tebar 100
76.78 89.57
98.70 105.40 a-d
Bungkil Benam 50
80.23 91.06
92.52 102.78 b-d
Bungkil Benam 100
86.06 102.26
110.22 123.41 a
Slow Release Tebar 50
87.40 99.98
105.45 111.59 a-c
Ket :
MSP : Minggu setelah perlakuan Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada
uji DMRT 5
Jumlah Daun Perlakuan pemupukan berpengaruh nyata memberikan peningkatan jumlah
daun tanaman jarak. Pengaruh tersebut terlihat pada akhir pengamatan, yaitu umur 5 bulan setelah aplikasi pupuk. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan
pupuk Bungkil Benam 100 memberikan jumlah daun tanaman terbanyak. Jumlah daun terbanyak mencapai 1 170 dauntanaman.
Tabel 3 Pengaruh berbagai perlakuan pupuk terhadap jumlah daun per tanaman
Perlakuan
7 MSP 9 MSP
5 BULAN total
Urea Tebar 50
17.47 20.60
1 006.9 ab
Urea Tebar 100
19.20 23.47
1 037.1 ab
Urea Benam 50
18.58 23.88
683.4 bc
Urea Benam 100
19.29 23.08
855.4 a-c
Bungkil Tebar 50
20.33 24.90
771.3 a-c
Bungkil Tebar 100
18.52 21.78
788.1 a-c
Bungkil Benam 50
18.77 22.43
960.0 ab
Bungkil Benam 100
20.89 26.41
1 170.0 a
Slow Release Tebar 50
20.00 23.67
1 095.6 ab
Slow Release Tebar 100
18.76 23.64
993.2 ab
Slow Release Benam 50
18.86 21.75
785.2 a-c
Slow Release Benam 100
17.20 20.43
642.3 bc
Kontrol
19.05 23.65
473.1 c
Ket :
MSP : Minggu setelah perlakuan : jumlah daun yang dihitung pada cabang sampel
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 5
Slow Release Tebar 100
77.64 90.65
94.55 106.58 a-d
Slow Release Benam 50
78.47 87.01
88.03 94.38 cd
Slow Release Benam 100
74.07 82.80
85.57 91.27 d
Kontrol
80.20 87.37
91.05 95.99 cd
Jumlah Cabang Pengukuran terhadap jumlah cabang dilakukan pada jumlah cabang tersier
hasil perlakuan pemupukan. Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah cabang tersier terbanyak dihasilkan dari perlakuan pupuk Urea Tebar 100 dengan
jumlah cabang sebanyak 20.6 cabangtanaman. Namun hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan pupuk Bungkil Benam 100 yang sebelumnya
memberikan pengaruh terbaik terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun. Tabel 4 Jumlah cabang tersier pada berbagai perlakuan pupuk
Perlakuan Cabang tersier
Urea Tebar 50
18.0 ab
Urea Tebar 100
20.6 a
Urea Benam 50
8.9 d
Urea Benam 100
12.9 c
Bungkil Tebar 50
16.6 bc
Bungkil Tebar 100
14.0 bc
Bungkil Benam 50
16.9 a-c
Bungkil Benam 100
16.9 a-c
Slow Release Tebar 50
18.1 ab
Slow Release Tebar 100
15.2 bc
Slow Release Benam 50
14.3 bc
Slow Release Benam 100
14.0 bc
Kontrol
15.2 bc
Ket :
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 1
Pertumbuhan Generatif
Persentase Tanaman Berbunga dan Jumlah Cabang Produktif Pengamatan persentase tanaman berbunga dan jumlah cabang produktif
dilakukan pada umur 12 minggu setelah perlakuan. Penggunaan waktu 12 minggu, dikarenakan waktu tersebut adalah periode umum pembungaan tanaman
jarak. Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan pupuk Bungkil Benam 100, Bungkil Benam 50, Bungkil Tebar 100, dan Urea Tebar 100
memberikan persentase tanaman berbunga yang tertinggi. Perlakuan kontrol terlihat belum menghasilkan bunga pada umur 12 minggu setelah perlakuan.
Jumlah cabang produktif terbanyak dihasilkan oleh penggunaan pupuk Urea Tebar 100, yaitu sebanyak 9 cabang. Perlakuan ini tidak berbeda nyata
dengan penggunaan perlakuan urea benam 100, Bungkil Tebar 100, Bungkil Benam 50, dan Bungkil Benam 100.
Tabel 5 Persentase tanaman berbunga dan jumlah cabang produktif pada umur 12 minggu setelah pemupukan
Perlakuan Persentase tanaman
berbunga Jumlah cabang
produktif
Urea Tebar 50
40 b-e 4 b-f
Urea Tebar 100
80 a 9 a
Urea Benam 50
60 a-d 1 ef
Urea Benam 100
60 a-d 5 a-e
Bungkil Tebar 50
60 a-d 3 c-f
Bungkil Tebar 100
80 a 5 a-e
Bungkil Benam 50
80 a 7 ab
Bungkil Benam 100
80 a 7 ab
Slow Release Tebar 50
60 a-d 5 a-e
Slow Release Tebar 100
60 a-d 6 a-d
Slow Release Benam 50
20 de 2 d-f
Slow Release Benam 100
20 de 2 d-f
Kontrol
0 e 0 f
Ket :
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 5
Panen
Penggunaan pupuk berpengaruh nyata meningkatkan peubah panen tanaman jarak. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan pupuk berpengaruh
sangat nyata terhadap jumlah buah yang dihasilkan, dan berpengaruh nyata terhadap bobot buah dan jumlah biji. Bobot biji basah tidak dipengaruhi oleh
perlakuan pemupukan. Hasil analisis menunjukkan bahwa hasil jumlah buah terbanyak dihasilkan
dari perlakuan pupuk Urea Tebar 100 sebanyak 28.56 biji. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan urea benam 100, Bungkil Tebar 100, Bungkil
Benam 50, Bungkil Benam 100, dan Slow Release Tebar 100 maupun 50. Penggunaan pupuk Urea Tebar 50 menghasilkan jumlah buah paling sedikit.
Peubah bobot buah dan jumlah biji dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan pemupukan. Bobot buah terbanyak diperoleh dari penggunaan pupuk
Urea Tebar 100 sebanyak 147.01 gtanaman. Jumlah biji terbanyak juga dihasilkan dari perlakuan Urea Tebar 100 sebanyak 75 bijipohon. Hasil
tertinggi bobot buah dan jumlah biji pada perlakuan Urea Tebar 100, tidak berbeda nyata dengan perlakuan urea benam 100, Bungkil Tebar 100, Bungkil
Benam 50, Bungkil Benam 100, dan Slow Release Tebar 100 maupun 50.
30
Tabel 6 Jumlah buah, bobot buah, jumlah biji dan bobot biji basah pada berbagai perlakuan pupuk selama 5 bulan
Perlakuan Jumlah buah
Bobot buah g
Jumlah biji Bobot biji
basah g
Bobot biji kering per ha populasi 2500
kg Per tanaman
Urea Tebar 50 2.33 e
10.60 c 6.67 d
5.17 d
6.46 d
Urea Tebar 100 28.56 a
147.01 a 75.00 a
56.51 a
70.64 a Urea Benam 50
6.00 b-e 14.57 c
19.86 b-d 11.90
b-d 14.88 b-d
Urea Benam 100 17.43 a-c
70.00 a-c 34.14 a-d
38.16 ab
47.70 ab Bungkil Tebar 50
3.83 de 29.98 bc
9.42 cd 8.13
d 10.16 d
Bungkil Tebar 100 18.76 ab
88.99 ab 47.39 ab
33.40 ab
41.75 ab Bungkil Benam 50
9.18 a-e 53.67 a-c
24.52 b-d 19.07
abc 23.84 a-c
Bungkil Benam 100 15.30 a-d
67.78 a-c 40.07 a-c
28.93 a-c
36.16 a-c Slow Release Tebar 50
15.06 a-e 84.27 ab
39.61 a-d 31.13
a-c 38.91 a-c
Slow Release Tebar 100 13.33 a-e
54.59 a-c 33.33 a-d
23.80 a-c
29.75 a-c Slow Release Benam 50
3.50 c-e 20.80 bc
11.29 b-d 9.50
cd 11.88 cd
Slow Release Benam 100 7.83 b-e
41.83 bc 20.00 b-d
16.72 b-d
20.90 b-d Kontrol
4.17 c-e 29.97 bc
11.00 b-d 11.07
b-d 13.84 b-d
Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda
nyata pada uji DMRT 5
30
Emisi Pola Emisi Diurnal
Penggunaan pupuk tidak terlepas dari pengaruhnya terhadap lingkungan udara. Selain pengaruh positifnya terhadap penambahan kadar hara tanah dan
pengaruhnya dalam menyuplai hara tanaman, penggunaan pupuk juga mampu menghasilkan emisi gas yang memiliki dampak negatif terhadap lingkungan.
Penentuan waktu pengambilam sampel terbaik dilakukan dengan uji perubahan harian Diurnal Change terhadap gas-gas yang berpotensi dihasilkan.
Gas yang dianalisis adalah gas metana CH
4
dan gas dinitrogen oksida N
2
O. Pengukuran perubahan harian gas dilakukan setiap jam selama 24 jam.
Diurnal Metana CH
4
Hasil pengukuran CH
4
per jam selama 24 jam memberikan nilai sebesar 0 - 0.648 ppm atau setara dengan 0 -
0.615 mg Cm
2
jam. Emisi rata-rata gas metana sebesar 0.244 ppm atau setara 0.231 mg Cm
2
jam. Konsentrasi emisi metana tertinggi dihasilkan pada pukul 24.00. Konsentrasi CH
4
yang mendekati nilai rata- rata dihasilkan pada pukul 06.00, 13.00, 14.00, 19.00, 22.00, dan 23.00.
Pengukuran kadar ambient CH
4
saat pengambilan sampel Diurnal Change ditampilkan dalam Lampiran.
Gambar 5 Emisi gas CH
4
setiap jam selama 24 jam
-0.5 0.0
0.5 1.0
1.5 2.0
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 1 2 3 4 5 CH
4
p pm
Waktu Jam
CH4 RATA-RATA
Diurnal Dinitrogen Oksida N
2
O Hasil pengukuran emisi gas N
2
O setiap jam selama 24 jam menunjukkan bahwa konsentrasi emisi N
2
O berkisar 0-2.607 ppm atau setara dengan 0- 2.885 mg Nm
2
jam. Emisi rata-rata N
2
O sebesar 1.200 ppm atau 1.328 mg Nm
2
jam. Konsentrasi tertinggi emisi N
2
O dihasilkan pada pukul 10.00, 11.00, 18.00, 19.00, 21.00, 23.00 dan 5.00.
Gambar 6 Emisi gas N
2
O setiap jam selama 24 jam Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa emisi gas metana dan gas
dinitrogen oksida berkorelasi sangat nyata dengan korelasi positif p.0001; r =0.916. Pada siklus harian emisi, gas metana dan dinitrogen oksida tidak
berkorelasi dengan suhu tanah dan suhu udara. Pengukuran kadar ambient N
2
O saat pengambilan sampel Diurnal Change ditampilkan dalam Lampiran.
Tabel 7 Hasil uji korelasi antar peubah pada analisis perubahan harian emisi CH
4
dan N
2
O Peubah
Suhu tanah Suhu udara
CH
4
N
2
O Suhu tanah
1 0.74902
tn tn
Suhu udara 0.74902
1 tn
tn CH
4
tn tn 1 0.91588 N
2
O tn tn 0.91588 1
Ket: 0-1 : Koefisien Korelasi, : berpengaruh sangat nyata, tn : tidak berpengaruh nyata
-1.0 0.0
1.0 2.0
3.0 4.0
5.0
6 7 8 9 101112131415161718192021222324 1 2 3 4 5 N
2
O p
p m
Waktu Jam
N2O RATA-RATA
Emisi Metana CH
4
Emisi gas metana diukur sebanyak empat kali yaitu 3 hari setelah perlakuan, 5 hari setelah perlakuan, 7 hari setelah perlakuan dan 14 hari setelah
perlakuan. Perlakuan pemupukan berpengaruh nyata terhadap emisi gas metana. Hasil ini terlihat pada waktu 7 hari setelah perlakuan dan 14 hari setelah
perlakuan. Emisi gas metana tertinggi pada 7 hari setelah pemupukan terdapat pada
perlakuan Urea Tebar 100 sebesar 1.126 mg CH
4
m
2
jam. Emisi terendah terdapat pada perlakuan Urea Benam 50 sebesar 0.020 mg CH
4
m
2
jam. Emisi terendah yang dihasilkan oleh perlakuan Urea Benam 50 tidak berbeda nyata
dengan perlakuan Urea Tebar 50, Bungkil Tebar 50, Bungkil Tebar 100, Bungkil Benam 100, Slow Release Tebar 50, Slow Release Tebar 100, Slow
Release Benam 100 dan kontrol.
Emisi metana pada 14 hari setelah pemupukan menunjukkan bahwa emisi metana tertinggi dihasilkan oleh perlakuan Bungkil Tebar 50 sebesar 1.521 mg
CH
4
m
2
jam. Emisi metana terendah terdapat pada perlakuan Urea Tebar 50. Emisi terendah tersebut tidak berbeda nyata dengan perlakuan Urea Tebar 100,
Urea Benam 50, urea benam 100, Bungkil Benam 50, Bungkil Benam 100, Slow Release Tebar 50, Slow Release Benam 50, Slow Release Benam
100 dan kontrol.
Tabel 8 Emisi gas metana CH
4
pada teknik pemupukan yang berbeda
Perlakuan
3 HSP 5 HSP
7 HSP 14 HSP
Rata-rata mg CH
4
m
2
jam
Urea Tebar 50
0.436 0.458 0.266
b-d 0.404 d 0.392
Urea Tebar 100
0.307 1.189 1.126 a 0.651 cd 0.819
Urea Benam 50
0.539 0.195 0.020 d 0.927 b-d 0.421
Urea Benam 100
0.588 1.310 0.938 ab 0.800 b-d 0.909
Bungkil Tebar 50
0.547 0.573 0.221 cd 1.521 a
0.716
Bungkil Tebar 100
0.445 0.228 0.511 a-d 1.094 a-c 0.569
Bungkil Benam 50
0.540 0.642 0.877 a-c 0.775 b-d 0.709
Bungkil Benam 100
0.402 0.655 0.387 b-d 0.895 b-d 0.584
Slow Release Tebar 50
0.515 0.765 0.448 b-d 0.749 b-d 0.619
Slow Release Tebar 100
0.371 0.326 0.682 a-d 1.275 ab 0.663
Perlakuan
3 HSP 5 HSP
7 HSP 14 HSP
Rata-rata mg CH
4
m
2
jam
Slow Release Benam 50
0.492 0.529 0.839 a-c 0.552
cd 0.604
Slow Release Benam 100
0.273 0.546 0.503 a-d 0.782
b-d 0.526
Kontrol
0.265 0.486 0.236 cd 0.739
b-d 0.431
Ket :
HSP: Hari setelah perlakuan Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji
DMRT 5
Emisi N
2
O
Emisi gas dinitrogen oksida diukur sebanyak empat kali yaitu 3 hari setelah perlakuan, 5 hari setelah perlakuan, 7 hari setelah perlakuan dan 14 hari
setelah perlakuan. Perlakuan pemupukan berpengaruh nyata terhadap emisi gas dinitrogen oksida. Hasil ini terlihat pada waktu 7 hari setelah perlakuan dan 14
hari setelah perlakuan. Tabel 9 Emisi gas dinitrogen oksida N
2
O pada pemupukan yang berbeda Perlakuan
3 HSP 5 HSP
7 HSP 14HSP
Rataan mg N
2
O m
2
jam
Urea Tebar 50
0.317 0.386
0.431 a 2.898 b-d 1.009
Urea Tebar 100
0.264 0.483
0.508 a 4.762 a-c 1.506
Urea Benam 50
0.202 0.414
0.574 a 2.769 b-d 0.991
Urea Benam 100
0.344 0.696
1.179 a 4.703 a-c 1.732
Bungkil Tebar 50
0.630 0.525
0.870 a 4.139 a-d 1.541
Bungkil Tebar 100
0.564 0.348
0.661 a 5.252 a-c 1.708
Bungkil Benam 50
0.344 0.675
0.859 a 4.271 a-d 1.537
Bungkil Benam 100
0.431 0.567
1.026 a 4.755 a-c 1.694
Slow Release Tebar 50
0.699 0.588
1.005 a 1.739 d 1.009
Slow Release Tebar 100
0.358 0.397
0.957 a 5.513 ab 1.805
Slow Release Benam 50
0.337 0.762
0.741 a 4.463 a-d 1.576
Slow Release Benam 100
0.237 0.522
0.984 a 5.913 a 1.913
Kontrol
0.647 0.894
0.129 b 2.560 cd
1.057
Ket :
HSP: Hari setelah perlakuan Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 5
Gambar 7 Pola emisi pada 3, 5, 7 dan 14 hari setelah pemupukan Emisi gas dinitrogen oksida lebih tinggi pada perlakuan pupuk
dibandingkan kontrol pada 7 hari setelah pemupukan. Kadar emisi gas dinitrogen oksigen pada 14 hari setelah pemupukan menunjukkan nilai yang berbeda nyata.
Kadar emisi dinitrogen oksida tertinggi terdapat pada perlakuan Slow Release Benam 100
yang mencapai 5.913 mg N
2
Om
2
jam. Kadar emisi gas dinitrogen oksida terendah terlihat pada perlakuan Slow Release Tebar 50 sebesar 1.739
mg N
2
Om
2
jam. Hasil terendah ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan Urea Tebar 50, Urea Benam 50, Bungkil Benam 50, Bungkil Benam 50, Slow
Release Benam 50 , dan kontrol.
Pola Emisi Harian
Pola emisi harian dilihat untuk mengetahui adanya faktor lingkungan yang mempengaruhi perbedaan rataan emisi pada hari ke-3, 5, 7 dan 14 hari setelah
pemupukan. Pola emisi harian menunjukkan bahwa tren emisi CH
4
memiliki tren yang sama dengan suhu tanah. Peubah lingkungan lainnya seperti suhu udara,
radiasi matahari, dan kadar air tanah tidak menunjukkan hubungan yang nyata dengan emisi CH
4
. Emisi N
2
O tidak menunjukan dipengaruhi oleh peubah lingkungan.
0.2 0.4
0.6 0.8
1 1.2
1.4 1.6
1.8
3 5
7 14
N2 O
ppm
Hari Setelah Pemupukan
UT0.5 UT1
UB0.5 UB1
BT0.5 BT1
BB0.5 BB1
ST0.5 ST1
SB0.5 SB1
K0
Gambar 8 Suhu udara dan suhu tanah saat pengamatan CH
4
dan N
2
O Gambar 9 Kadar air tanah saat
pengamatan CH
4
dan N
2
O
Gambar 10 Pola emisi harian CH
4
dan N
2
O Gambar 11 Radiasi matahari saat
pengamatan CH
4
dan N
2
O
Kondisi Tanah Kadar Amonium, Nitrat, pH, Eh, Kadar Air Pada Hari Ke-14 Setelah
Pemupukan
Pengamatan terhadap peubah tanah dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk terhadap kadar hara nitrogen tanah dan hubungannya dengan
emisi gas metana dan gas dinitrogen oksida. Analisis peubah tanah dilakukan pada waktu 2 minggu setelah aplikasi
pemupukan. Hasil analisis menunjukkan bawah kadar Eh tanah dipengaruhi secara nyata oleh penggunaan pupuk. Kadar amonium, nitrat dan kadar air
N
2
O
24.00 25.00
26.00 27.00
28.00 29.00
30.00 31.00
3 5
7 14
Suhu oC
Hari setelah pemupukan
Suhu udara
°C Suhu
tanah °C
0.23 0.23
0.24 0.24
0.25 0.25
0.26 0.26
0.27
3 5
7 14
Kad a
r Air
m3m3
Hari setelah pemupukan
0.2 0.4
0.6 0.8
1 1.2
1.4
3 5
7 14
Emisi p
pm
Hari setelah pemupukan
CH4 n2o
0.00 100.00
200.00 300.00
400.00 500.00
600.00 700.00
3 5
7 14
Ra dias
i ma ta
ha ri
Wm 2
Hari setelah pemupukan
berbeda sangat nyata oleh penggunaan pupuk. Kadar pH tidak dipengaruhi oleh penggunaan pupuk.
Hasil analisis Eh tanah menunjukkan bawah nilai Eh tanah tertinggi terdapat pada perlakuan urea tebar sebesar -2.73 mV. Hasil ini tidak berbeda
nyata dengan perlakuan urea benam 100, Bungkil Benam 100, Slow Release Tebar 50
dan Slow Release Benam 100. Nilai Eh tanah terendah terdapat pada perlakuan kontrol sebesar -43.45 mV. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan
perlakuan Urea Tebar 50, Urea Benam 50, urea benam 100, Bungkil Tebar 50, Bungkil Tebar 100, Bungkil Benam 50, Slow Release Tebar 100, dan
Slow Release Benam 50 .
38
Tabel 10 Nilai pH, Eh, kadar air tanah, kadar amonium dan nitrat tanah setelah 2 minggu aplikasi pupuk Perlakuan pH
Eh Kadar
air Amonium Nitrat
mV ppm
ppm
Urea Tebar 50
7.80 -31.00 b-d
32.75 b-e 13.82 b-c
165.64 b-d
Urea Tebar 100
7.30 - 2.73 a
40.15 ab 11.51 cd
297.20 ab
Urea Benam 50
7.95 -39.70 cd
28.16 c-e 11.39 cd
122.12 c-d
Urea Benam 100
7.67 -23.73 a-d
32.09 b-e 14.56 b-c
357.24 a
Bungkil Tebar 50
7.80 -30.20 b-d
24.79 e 21.06 ab
138.91 b-d
Bungkil Tebar 100
7.26 -32.80 cd
37.08 a-c 25.50 a
197.62 a-d
Bungkil Benam 50
7.83 -33.70 cd
33.60 b-e 15.79 b-d
127.02 c-d
Bungkil Benam 100
7.55 -16.77 a-c
43.80 a 15.86 b-d
293.33 ab
Slow Release Tebar 50
7.24 -16.80 a-c
37.59 a-c 20.63 ab
274.76 a-c
Slow Release Tebar 100
7.76 -30.43 b-d
36.09 a-d 18.26 a-c
235.68 a-d
Slow Release Benam 50
7.88 -35.50 cd
26.56 de 14.83 b-d
102.47 d
Slow Release Benam 100
7.38 - 6.60 ab
34.99 a-d 17.04 b-d
281.00 a-c
Kontrol
8.02 -43.45 d
32.40 b-e 9.42 d
107.71 d
Ket :
: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 5
: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 1
38
Hasil analisis kadar air menunjukkan bahwa kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan Bungkil Benam 100 sebesar 43.80. Hasil ini tidak berbeda
nyata dengan perlakuan Urea Tebar 100, Bungkil Tebar 100, Slow Release Tebar 50
, Slow Release Tebar 100, dan Slow Release Benam 100. Kadar air terendah terdapat pada perlakuan Bungkil Tebar 50 sebesar 24.79. Hasil ini
tidak berbeda nyata dengan perlakuan Urea Tebar 50, Urea Benam 50, urea benam 100, Bungkil Benam 50, Slow Release Benam 50, dan kontrol.
Hasil analisis tingkat disosiasi nitrogen menunjukkan bahwa kadar amonium lebih rendah dibandingkan kadar nitrat. Hal ini dikarenakan kondisi
lahan kering lebih memungkinkan kondisi oksidasi. Hal ini mendorong lebih banyak terbentuknya ion nitrat sebagai hasil reaksi oksidasi N dibandingkan ion
amonium sebagai hasil proses reduksi. Kadar amonium tertinggi terdapat pada perlakuan Bungkil Tebar 100
sebesar 25.50 ppm. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan Bungkil Tebar 50, dan Slow Release Tebar 50. Kadar amonium terendah terdapat pada
perlakuan kontrol sebesar 9.42 ppm. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan Urea Tebar 100, urea benam 100, Bungkil Benam 50, Bungkil
Benam 100, Slow Release Benam 50, dan Slow Release Benam 100. Kadar nitrat tertinggi terdapat pada perlakuan Urea Benam 100 sebesar
357.24 ppm. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan Urea Tebar 100, Bungkil Tebar 100, Bungkil Benam 100, Slow Release Tebar 50, Slow
Release Tebar 100 , dan Slow Release Benam 100. Kadar nitrat terendah
terdapat pada perlakuan Slow Release Benam 50 sebesar 102.47 ppm. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan Urea Tebar 50, Urea Benam 50,
Bungkil Tebar 50, Bungkil Tebar 100, Bungkil Benam 50, Slow Release Tebar 100
dan kontrol.
Kadar Amonium, Nitrat, pH, Eh, Kadar Air, Karbon dan Nitrogen Pada Akhir Pengamatan
Analisis peubah tanah juga dilakukan pada akhir pengamatan untuk menentukan kadar N setelah lima bulan aplikasi pupuk N. Namun, analisis peubah
tanah pada bulan ke-5 setelah perlakuan hanya dilakukan pada perlakuan pemupukan benam dosis penuh pada ketiga jenis pupuk yang digunakan. Analisis
peubah tanah dilakukan pada 6 kedalaman yaitu 0-10 cm, 10-20 cm, 20-30 cm, 30-40 cm, 40-50 cm dan 50-60 cm.
Jenis Pupuk Jenis pupuk berpengaruh nyata terhadap nilai pH, Eh, kadar air dan nitrat
tanah. Nilai pH dan Eh berkorelasi sangat nyata dengan korelasi negatif p.0001; r : 0.840. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai pH akan
diikuti rendahnya nilai Eh tanah. Perlakuan Bungkil Benam 100 menghasilkan nilai pH tertinggi dan Eh
terendah yaitu 7.76 dan -36.68 mV. Perlakuan Bungkil Benam 100 juga menghasilkan kadar air tertinggi yaitu 30.03 dan kadar nitrat tertinggi hingga
56.11 ppm. Kadar amonium tidak dipengaruhi secara nyata oleh penggunaan pupuk pada lima bulan setelah perlakuan.
Tabel 11 Pengaruh jenis pupuk terhadap nilai pH, Eh, kadar air, kadar amonium dan nitrat tanah
Perlakuan pH Eh
mV Kadar
Air Amonium
ppm Nitrat
ppm
Bungkil Benam 100
7.76 a -36.68 c 30.03 a
17.04 56.11 a
Slow Release 100
7.33 c - 9.74 a 25.76 b
15.04 41.11 b
Urea Benam 100
7.51 b -26.53 b 24.93 b
16.03 48.76 ab
Ket :
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 5
Kedalaman Kedalaman lapisan tanah mempengaruhi secara nyata terhadap nilai pH
dan Eh tanah, namun tidak mempengaruhi kadar air, kadar amonium dan nitrat tanah. Kedalaman tanah 0-10 cm memiliki nilai pH tertinggi 7.77 dan Eh
terendah yaitu -36.59 mV. Nilai pH terlihat semakin menurun secara nyata oleh kedalaman tanah. Sebaliknya, nilai Eh tanah semakin meningkat dengan
kedalaman tanah. Kadar nitrogen anorganik tanah tidak dipengaruhi oleh kedalaman tanah.
Hal ini dikarenakan pada kedalaman 0 cm hingga 60 cm merupakan kedalaman tanah dimana masih ditemukan adanya akar-akar tanaman jarak.
Tabel 12 Pengaruh kedalaman terhadap nilai pH, Eh, kadar air, kadar amonium dan nitrat tanah
Kedalaman pH Eh mV
Kadar Air
Amonium ppm
Nitrat ppm
0-10 7.77 a
-36.69 c 23.74