Hidrolika Aliran pada Sistem Jaringan Pipa

Tinggi fluktuasi permukaan air isap. Tekanan yang bekerja pada permukaan air isap. Kondisi pipa isap. 3 Kondisi keluar Tinggi permukaan air keluar ke level pompa. Tinggi fluktuasi permukaan air keluar. Besarnya tekanan pada permukaan air keluar. Kondisi pipa keluar. 4 Head total pompa Harus ditentukan berdasarkan kondisi-kondisi diatas. 5 Jenis zat cair Air tawar, air laut, minyak, zat cair khusus zat kimia, temperatur, berat jenis, viskositas, kandungan zat padat, dll. 6 Jumlah pompa 7 Kondisi kerja Kerja terus-menerus, terputus-putus, jumlah jam kerja seluruhnya dalam setahun. 8 Penggerak Motor listrik, motor bakar torak, turbin uap. 9 Poros tegak atau mendatar hal ini kadang-kadang ditentukan oleh pabrik pompa yang bersangkutan berdasarkan instalasinya. 10 Tempat instalasi Pembatasan-pembatasan pada ruang instalasi, ketinggian di atas permukaan laut, di luar atau di dalam gedung, fluktuasi temperatur. 11 Lain-lain Sumber : Haruo, 2000 : 51

2.10. Hidrolika Aliran pada Sistem Jaringan Pipa

Sistem jaringan pipa merupakan bagian yang paling mahal dari sistem penyediaan air suatu perusahaan air minum. Oleh karena itu harus dibuat perencanaan yang teliti untuk mendapatkan sistem distribusi yang efisien.

2.10.1. Hukum Bernoulli

Dalam hidraulika, energi dinyatakan sebagai “energi yang terkandung dalam satuan berat air”. Massa partikel air mempunyai berat W=m. g=ρ . A .V . g , dalam hal ini g adalah percepatan gravitasi mdet 2 ¿ . Jadi energi kinetik dalam satuan berat air dinyatakan Priyantoro, 1991: EK W = 1 2 . ρ. A .V 3 ρ. g . A . V = V 2 2 . g 2-17 Persamaan tersebut merupakan dimensi kuantum dari ketinggian kolum air yangsering disebut dengan “velocity head”. Energi tekanan adalah energi yang ada pada partikel massa air sehubungan dengan tekanannya. Jika tekanan pada suatu tampang melintang adalah P , maka gaya tekan yang bekerja pada tampang tersebut adalah P A. Dalam satuan waktu tertentu, massa air akan bergerak kearah kanan dengan kecepatan rerata V gambar 2.1. dengan demikian, total energi tekanan adalah: EP ¿ P. A . V 2-18 Gambar 2.2. Stream Tube Sumber : Priyantoro, 1991:8 Energi tekanan dalam satuan berat air adalah: EP W = P . A . V ρ . g . A .V = P ρ . g = P γ 2-19 Dimensi kuantum tersebut umumnya disebut “pressure head”. Energi ketinggian adalah energi yang ada pada partikel massa air sehubungan dengan ketinggiannya terhadap garis referensi datum line. Jika massa air bergerak dengan ketinggian h di atas garis referensi, maka energi ketinggian adalah EE=W . h 2-20 Energi ketinggian dalam satuan berat air adalah: EE W = W . h W = h 2-21 Dimensi kuantum tersebut disebut sebagai “elevation head atau potensial head” Skematisasi dari ketiga macam energi di atas ditunjukan pada Gambar 2.2. Gambar 2.3. Energi EGL dan HGL dalam aliran pipa Sumber : Priyantoro, 1991:7 Energi pada masing-masing titik adalah sebagai berikut: H 1 = V 1 2 2. g + P 1 γ + h 1 2-22 dan H 2 = V 2 2 2. g + P 2 γ + h 2 2-23 Perbedaan ketinggian antara a dan a’ merupakan kehilangan tinggi head loss h L antara tampang 1 dan 2. Hubungan energi antara dua tampang tersebut mengikuti persamaan “Bernoulli” seperti berikut: V 1 2 2 . g + P 1 γ + h 1 = V 2 2 2. g + P 2 γ + h 2 + h L 2-24 Konsep dasar lain yang berlaku dalam aliran yang tidak termampatkan incompressible adalah persamaan “kontinuitas” seperti berikut: Q= A . V = A 1 . V 1 = A 2 .V 2 2-25

2.10.2. Kehilangan Tinggi Mayor Major Losses

Kehilangan tinggi major losses disebabkan oleh gesekan atau friksi dengan dinding pipa. Ada beberapa rumus empirik yang digunakan untuk menentukan kehilangan tinggi mayor yaitu persamaan Hazen Williams dan Darcy-Weisbach. Dalam study ini metode yang digunakan menggunakan persamaan Hazen Williams. Persamaan Hazen Williams dapat ditulis sebagai berikut Priyantoro, 1991:21: Q=0,85 . C hw. A . R 0,63 . S 0,54 2-26 Dengan menggunakan persamaan Hazen Williams di atas dapat diperoleh penjabaran persamaan sebagai berikut: 1. Kehilangan tinggi mayor H f = k . Q 1,85 2-27 k = ¿ 10,7 . L C hw 1,85 . D 4,87 2. Kecepatan aliran V =0,85 . C hw . R 0,63 . S 0,54 2-28 Dimana: Q = debit aliran pada pipa m 3 det C hw = koefisien kekasaran pipa Hazen-Williams Tabel 2.1. R = jari-jari hidrolis m, dengan persamaan = A P A = luas penampang aliran m², dengan persamaan = 1 4 π . d 2 2-29 S = kemiringan garis hidrolis mm, dengan persamaan = h f L 2-30 h f = kehilangan tinggi tekan mayor m D = diameter pipa mm L = panjang pipa m Tabel 2.5. Koefisien Kekasaran Pipa Hazen-Williams C hw No Material Nilai Koefisien Hazen-Williams 1 PVC 140-150 2 Pipa Asbes 120-150 3 Pipa Berlapis Semen 100-140 4 Pipa besi digalvani 100-120 5 Cast Iron 90-125 Sumber : Haestad, 2001

2.10.3. Kehilangan Tinggi Minor Minor Losses

Kehilangan energi minor diakibatkan oleh adanya belokan pada pipa sehingga menimbulkan turbulensi. Selain itu juga dikarenakan adanya penyempitan maupun pembesaran penampang secara mendadak. Hal tersebut umumnya dibangkitkan oleh adanya katup dan sambungan pipa atau fitting Haestad, 2001. Pada pipa-pipa yang panjang, kehilangan minor ini sering diabaikan tanpa kesalahan yang berarti LD 1000, tetapi dapat menjadi cukup penting pada pipa yang pendek Priyantoro, 1991:37. Untuk mengurangi kehilangan energi minor biasanya perubahan penampang atau belokan tidak dibuat mendadak tetapi berangsur. Secara umum kehilangan energi minor dinyatakan dengan persamaan: h f = k v 2 2. g 2-31 dimana: h f = kehilangan energi minor m v = kecepatan aliran mdetik g = percepatan gravitasi k = koefisien kehilangan energi minor Koefisien kehilangan energi untuk tiap pipa sangat beragam, berdasarkan keadaan dari bentuk pipa yang mengalami pengecilan, pembesaran, belokan dan katup. Besarnya nilai k terdapat pada tabel 2.9: Tabel 2.6. Koefisien kehilangan Tinggi Minor Sumber : Triadmojo, 2008.

2.11. Analisa Sistem Jaringan Distribusi Air Bersih dengan Aplikasi Software