D. Prosedur Pengumpulan dan Pengelolaan Data 1.
Pengumpulan Data Dalam rangka pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penulisan ini,
penulis menggunakan dua cara pengumpulan data : a.
Studi Kepustakaan Penulis menggunakan studi kepustakaan dengan menelaah Perundang-
Undangan serta dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permasalahan. b.
Studi Lapangan Dalam studi lapangan penulis melakukan pengumpulan data dengan
membuat kuesioner dengan wawancara para responden yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. Tahap pengelolaan data dalam penelitian ini meliputi kegiatan-kegiatan
sebagai berikut : a.
Identifikasi data, yaitu mencari data yang diperoleh untuk disesuaikan dengan pembahasan yang akan dilakukan dengan menelaah peraturan,
buku atau artikel yang berkaitan dengan judul atau masalah. b.
Klasifikasi data, yaitu hasil identifikasi data yang selanjutnya diklasifikasi atau dikelompokkan sehingga diperoleh data yang benar-benar objektif.
c. Penyusunan data, yaitu menyusun data menurut sistematika yang telah
ditetapkan dalam penelitian sehingga memudahkan peneliti dalam menginterprestasikan data
E. Analisis Data Analisis data yang diperoleh dilakukan dengan cara analisis kualitatif yaitu
analisis kualitatif yang dipergunakan untuk aspek-aspek normatif yuridis melalui metode yang bersifat deskriptif analisis, yaitu menguraikan gambaran dari data
yang diperoleh dan menghubungakan satu sama lain untuk mendapatkan suatu kesimpulan umum. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui serta diperoleh
kesimpulan induktif, yaitu cara berpikir dalam mengambil kesimpulan secara umum yang didasarkan atas fakta-fakta yang bersifat khusus
4
.
4 Soerjono Soekanto.1986. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press. Jakarta Hlm: 112
V. PENUTUP
A. Simpulan
Setelah penulis mengadakan penelitian baik melalui pendekatan yuridis Normatif maupun pendekatan yuridis empiris guna memperoleh data yang
mencukupi untuk mengungkapkan dan menjawab permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik suatu kesimpualan dari hasil penelitian dan
pembahsan yang telah diuraikan di atas adalah sebagai berikut: 1.
Pembebasan Bersyarat merupakan proses integrasi yang menggalang semua aspek potensi kemasyarakatan yang secara integral dan gotong-
royong terjalin antar warga binaan pemasyarakatan, masyarakat, dan petugas pemasyarakatan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 14 narapidana memiliki hak untuk mendapatkan Pembebasan Bersyarat.
Selanjutnya dalam pelaksanaan Pembebasan Bersyarat diatur berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor.M. 01-PK.04-
10 Tahun 2007 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat.
Narapidana atau Anak Didik Pemasyarakatan dapat diberi pembebasan bersyarat apabila telah memenuhi syarat subtantif dan syarat administratif.
Pemberian pembebasan bersyarat sebagimana diatur dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor.M01.PK.04.10 Tahun 2007 diajukan
oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan berdasarkan pertimbangan Tim Pengamat Pemasyarakatan, setelah mendengar laporan penelitian
kemasyarakatan yang dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan. Bidang yang
paling berperan di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Bandar Lampung dalam pemberian Pembebasan Bersyarat ini adalah Kepala Seksi
Pembinaan Narapidana dan Anak Didik Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Bandar Lampung beserta jajaran dibawahnya.
2. Kendala yang paling besar yang dihadapi petugas adalah ketika
melengkapi syarat administratif dan subtantif, yaitu penyataan pesetujuan korban atas usulan pembebasan bersyarat yang diberikan kepada
Narapidana tersebut dan dari narapidana itu sendiri. Sejauh ini petugas Lapas telah melaksanakan pemberian hak Pembebasan Bersyarat dengan
semestinya. Dari semua usulan untuk mendapatkan Pembebasan Bersyarat, tidak ada
satupun usulan Pembebasan Bersyarat yang di tolak, karena petugas akan berusaha secara maksimal untuk memenuhi syarat administratifnya dan
setelah semua syarat tersebut terpenuhi, maka petugas mengusulkannya ke Kalapas yang selanjutnya disulkan ke kantor Kementerian Hukum dan
HAM Lampung. Hanya saja dalam proses untuk mendapatkan Pembebasan Bersyarat ini harus memenuhi beberapa persyaratan yang
telah disebut diatas dan hal tersebut memakan waktu yang lama sekitar 3 tiga sampai 6 enam bulan.
B. Saran
Dari hasil pembahasan dan simpulan pada uraian sebelumnya maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1. Diharapkan para petugas di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Bandar
Lampung dapat bekerja lebih profesional lagi sehingga dapat membantu narapidana
melengkapi syarat
subtantifnya untuk
mengusulkan Pembebasan Bersyarat.
2. Diharapkan jumlah tahanan, petugas, dan bangunan di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Bandar Lampung lebih disesuaikan lagi baik secara kualitas maupun kuantitasnya sehingga pembinaan dapat dilakukan
secara maksimal dan tidak menemukan kendala yang berarti.