PELAKSANAAN PEMBEBASAN BERSYARAT BAGI NARAPIDANA ANAK DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK KELAS II BANDAR LAMPUNG

  

PELAKSANAAN PEMBEBASAN BERSYARAT BAGI

NARAPIDANA ANAK DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK

KELAS II BANDAR LAMPUNG

(Jurnal)

Oleh

  

Ananda Putri R

NPM: 1412011036

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

  

2018

  

ABSTRAK

PELAKSANAAN PEMBEBASAN BERSYARAT BAGI

NARAPIDANA ANAK DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK

KELAS II BANDAR LAMPUNG

Oleh

Ananda Putri R, Maroni, Dona Raisa Monica.

Email

  Pembebasan Bersyarat merupakan tahap akhir dalam proses pembinaan narapidana. Anak yang berhadapan dengan hukum merupakan generasi penerus bangsa yang tetap harus dipenuhi haknya. Sering kali pengusulan pembebasan bersyarat yang diberikan tidak menunjukkan hasil yang maksimal yaitu dengan sedikitnya anak yang memperoleh pembebasan bersyarat dibandingkan jumlah narapidana anak secara keseluruhan di dalam LPKA. Permasalahan yang di teliti oleh penulis adalah Bagaimanakah Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat Bagi Narapidana Anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandar Lampung dan apakah yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan pembebasan bersyarat bagi narapidana anak tersebut. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Hasil penelitian dan pembahasan yaitu pelaksanaan pembebasan bersyarat yang pertama setelah memenuhi persyaratan subtantif dan administratif disidangkan oleh Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) dan diusulkan kepada Kepala LPKA Kelas II Bandar Lampung. Selanjutnya apabila Kepala LPKA menyetujui, diteruskan usulan tersebut ke Kepala Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Lampung dan dapat menolak atau menyetujui usul tersebut paling lama 3 (tiga) hari sejak usulan diterima. Selanjutnya apabila menyetujui usulan tersebut di lanjutkan ke Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan usulan tersebut dapat di tolak atau di setujui paling lama 3 (tiga) hari sejak usulan diterima dan apabila menyetujui, segera menerbitkan surat keputusan pembebasan bersyarat. Hambatan pelaksanaan pembebasan bersyarat bagi narapidana anak di LPKA yaitu keluarga kurang perduli pada narapidana anak untuk menjadi penjamin keluarga. Saran yang disampaikan adalah peningkatan kualitas dan kuantitas petugas dalam proses pembinaan narapidana, sosialisasi kepada keluarga narapidana agar lebih memahami arti pentingnya pembebasan bersyarat, perlu ditingkatkan koordinasi antara instansi terkait sehingga proses administrasi dapat lebih cepat.

  Kata Kunci: Pelaksanaan, Pembebasan Bersyarat, Narapidana Anak

  

ABSTRACT

IMPLEMENTATION OF PAROLE EXECUTION FOR CHILD PRISONERS

  

IN A SPECIAL COACHING INSTITUTION CLASS II CHILDREN BANDAR

LAMPUNG

Parole is the final stage in the process of guiding the prisoner, which in practice

requires the involvement of the community and also the families of the prisoners.

Children dealing with the law is the next generation of the nation that still must be

fulfilled its rights. Often the proposals of parole do not show the maximum result

of the number of parole pendants of children less than the total number of child

prisoners in the LPKA. Issues in the author's diligence is how the Conditional

Parole Exemption for Child Prisoners at the Institution of Special Education for

Children (LPKA) Class II Bandar Lampung and what is the inhibiting factor in

the implementation of parole for the child prisoner. The research approach used

is juridical normative and empirical juridical. The results of the study and

discussion that has undergone 2/3 of the criminal period at least 9 (nine) months.

The first implementation of parole after fulfilling substantive and administrative

requirements was heard by the Penitentiary Observation Team (TPP) then

proposed to the Head of LPKA Class II Bandar Lampung. Furthermore, if the

Head of LPKA agreed, forwarded the proposal to the Head of the Ministry of

Justice and Human Rights of Lampung Province. Thereafter the Head of the

Ministry of Law and Human Rights may refuse or approve such a proposal within

3 (three) days of the receipt of the proposal. Furthermore, if the approval of the

proposal is forwarded to the Directorate General of Corrections and the proposal

may be rejected or approved at the latest 3 (three) days from the proposal

received. Furthermore, if agreed, immediately issue a decree of parole. Obstacles

in the implementation of parole for child prisoners at the Institution for Special

Education for Children (LPKA) Class II Bandar Lampung that is the family or

parents are less concerned and less attention to child prisoners to become the

guarantor family in the process of proposing parole. The suggestion is to improve

the quality and quantity of professionalism of the officers in implementing the

convict guidance process, socialization to the prisoners' families to better

understand the importance of parole, it is necessary to increase the coordination

between related institutions so that the administrative process can be faster.

  Keywords: Implementation, Parole Execution, Child Prisoners

I. PENDAHULUAN

  Hukum adalah syarat mutlak bagi masyarakat. Harus diakui bahwa hukum bukanlah satu-satunya norma (kaidah) dimasyarakat, meskipun sulit untuk dipungkiri bahwa hukum memiliki peran yang menonjol dan dominan dalam masyarakat Negara dibandingkan dengan norma-norma lainnya. Namun kinerja hukum tidak terlepas dari konteks dan korelasinya dengan norma-norma lain etika, sopan-santun, dan kebiasaan.

1 Anak merupakan generasi muda memiliki

  4 Pembebasan bersyarat

  Semarang: Badan Penerbitan Universitas

  39 Kec Tegineneng, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Dilihat bahwa data yang diperoleh penulis 3 Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana,

  II Bandar Lampung yang merupakan ruang lingkup dari Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia Provinsi Lampung yang terletak di Jalan Ikatan Saudara No.

  Salah satunya tempat untuk melaksanakan pembebasan bersyarat tersebut yaitu Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas

  narapidana anak dapat terpenuhi jika syarat subtantif dan syarat administratif telah terlaksana dengan baik. Syarat tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat, persyaratan tersebut terdiri dari syarat subtantif dan syarat administratif.

  pembinaan narapidana di luar Lembaga Pemasyarakatan setelah menjalani sekurang kurangnya 2/3 (dua pertiga) masa pidananya dengan ketentuan 2/3 (dua pertiga) masa pidana tersebut minimal 9 (sembilan) bulan.

  peranan yang strategis bagi pembangunan dan masa depan bangsa. Anak menurut UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

  Invrjheidstelling ) merupakan proses

  Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 14 angka (10) dan Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 4 ayat (d) anak juga memiliki hak yaitu memperoleh Pembebasan Bersyarat (Voorwaardelijke

  3 Menurut Undang-Undang No 12

  Hukum pada dasarnya merupakan pencerminan dari HAM, sehingga hukum itu mengandung keadilan atau tidak, ditentukan oleh HAM yang dikandung dan diatur atau dijamin oleh hukum itu sendiri.

  1-2. 2 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak mereka yang telah melanggar hukum.

  pemidanaan dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan melalui suatu pembinaan dan bimbingan yang diberikan kepada 1 Wahyu Sasongko, Dasar-dasar Ilmu Hukum, BandarLampung: Universitas Lampung,2013, hlm.

  Pasal 1 angka 2 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, pengertian anak yaitu: Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. Salah satu hak warga negara yang harus dipenuhi adalah hak seorang anak. Anak sebagai sumber daya manusia dan merupakan generasi penerus bangsa selayaknya mendapatkan hak-haknya sebagai generasi penerus bangsa. bermasyarakat.

  23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Menurut

2 Pelaksanaan pidana atau

  ketika melaksanakan penelitian yaitu narapidana anak yang mendapatkan pembebasan bersyarat dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak tahun 2016 sampai dengan tahun 2018 berjumlah 117 orang, sedangkan jumlah yang mendapatkan pembebasan bersyarat lebih sedikit belum ada setengahnya dibandingkan dengan jumlah rata-rata anak pidana per tahunnya yaitu 200 narapidana anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Bandar Lampung. Pelaksanaan di (LPKA) Kelas II Bandar Lampung belum berjalan optimal setelah penulis mengadakan penelitian, anak yang mendapat pembebasan bersyarat masih sedikit dikarenakan hanya sedikit anak yang telah memenuhi persyaratan dan sebagian lagi belum memenuhi persyaratan. Hal ini menunjukkan tidak mudah memperoleh pengusulan pembebasan bersyarat. pelaksanaannya tidak selalu berjalan dengan optimal dikarenakan harus memenuhi persyaratan- persyaratan sehingga dalam pengusulannya saja masih sedikit anak yang dapat di usulkan pembebasan bersyarat sedangkan ini tidak sebanding dengan banyaknya jumlah anak pidana yang terdapat di LPKA.

  Pembebasan Bersyarat (Voorwaardelijke

  secara garis besar narapidana yang memperoleh 5 Pasal 15 ayat (1) KUHP 6 Petrus Irwan Pandjaitan dan Wiwik Sri Widiarty,

  7

  6 Menurut Ade Chandra Irawan

  . Pembebasan bersyarat tersebut merupakan bagian dari fungsi Lembaga Pemasyarakatan, yang merupakan salah satu dari bagian sistem peradilan pidana Indonesia, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan.

  5

  pembinaan narapidana di luar Lembaga Pemasyarakatan setelah menjalani sekurang kurangnya 2/3 (duaper tiga) masa pidananya dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut minimal 9 (sembilan) bulan.

  Invrjheidstelling ), merupakan proses

  A. Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat Bagi Narapidana Anak Di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Bandar Lampung

  Untuk itu penulis ingin mengetahui pelaksanaan pembebasan bersyarat bagi narapidana anak serta hambatan-hambatan yang terjadi di Lembaga Pembinaan Anak Kelas II Bandar Lampung. Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan di atas, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis ilmiah dengan berbentuk skripsi dengan judul Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat Bagi Narapidana Anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Bandar Lampung.

  II. PEMBAHASAN

  yang digunakan adalah kualitatif dan prosedur pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan dan lapangan.

  problem identification . Metode analisi data

  Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Berdasarkan sifat, bentuk, dan tujuannya adalah penelitian dekriptif dan

  b. Apakah faktor penghambat dalam pelaksanaan pembebasan bersyarat bagi narapidana anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Bandar Lampung?

  Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Bandar Lampung?

  Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: a. Bagaimanakah pelaksanaan pembebasan bersyarat bagi narapidana anak di

  Pembaharuan Pemikiran DR. Sahardjo Mengenai Pemasyarakatan Narapidana, Indhill Co: Jakarta, 2008, hlm.23. pembebasan bersyarat harus memenuhi syarat-syarat yang mutlak harus dipenuhi, adapun syarat yang dimaksud :

  1. Syarat-syarat umum meliputi:

  4. Surat keterangan tidak mempunyai perkara lain dari Kejaksaan Negeri.

  Pembebasan Bersyarat tersebut telah memenuhi persyaratan baik substantif maupun administratif, maka atas usul Wali Narapidana tersebut disidangkan oleh Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandar Lampung setelah mendengar 8 Hasil Wawancara dengan Ade Chandra Irawan

  12. Hasil sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan. Bila Narapidana yang akan diusulkan

  11. Surat pernyataan dari keluarga narapidana.

  10. Surat keterangan kesehatan dari dokter.

  9. Daftar perubahan.

  8. Ringkasan daftar register F.

  7. Daftar perhitungan Tahap pembinaan.

  6. Laporan perkembangan pembinaan yang di tandatangani oleh Kepala LPKA.

  5. Laporan penelitian Kemasyarakatan.

  3. Akta kelahiran atau surat keterangan dari Kepala LPKA yang menerangkan bahwa anak belum berumur 18 (delapan belas tahun).

  a. Narapidana harus berkelakuan baik

  2. Berita acara Pelaksanaan putusan Pengadilan dari Kejaksaan Negeri.

  1. Kutipan Putusan Pidana dari Pengadilan Negeri.

  untuk melaksanakan pemberian pembebasan bersyarat maka kelengkapan berkas usulan narapidana yang diberikan Pembina/petugas Lembaga Pembinaan Lampung, yaitu:

  8

  Menurut Ade Chandra Irawan

  Keluarga yang mengisi surat pernyataan tersebut dikarenakan pihak keluarga yang dijadikan penjamin dari narapidana itu sendiri. Selain keluarga yang boleh menjadi penjamin adalah Lembaga/Badan ataupun Organisasi Sosial.

  Adapun sebelum mendapat pengusulan pembebasan bersyarat, ada 3 tahapan pembinaan yang harus di laksanakan yaitu (a) Pembinaan tahap awal, yaitu dimulai sejak berstatus anak pidana hingga 1/3 masa pidana, (b) Pembinaan tahap lanjutan, yaitu sejak berakhir pembinaan tahap awal hingga 1/2 masa pidananya,pada tahap ini sudah bisa memilih bakat dan minat, (c) Pembinaan tahap akhir, yaitu dimulai sejak 1/2 sampai 2/3 masa pidananya pada tahap akhir inilah seorang anak pidana sudah dapat diusulkan haknya salah satunya pembebasan bersyarat. Proses pengajuan pembebasan bersyarat narapidana harus mengisi surat pernyataan yang diisi oleh keluarga dari narapidana yang bersangkutan serta harus diketahui oleh masyarakat setempat yang diwakili oleh kepala desa atau pun lurah.

  Selain syarat diatas untuk mendapatkan pembebasan bersyarat harus memenuhi syarat yang tercantum dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.

  2. Syarat khusus meliputi : Telah menjalani dua per tiga dari masa pidananya atau sekurang-kurangnya 9 (sembilan) bulan.

  b. Narapidana tersebut harus sehat jasmani dan rohani yang dikuatkan dengan surat keterangan dokter

  selaku Kasubsi Administrasi Pejabat Penegak pendapat anggota tim serta mempelajari laporan dari BAPAS (Balai Pemasyarakatan), kemudian Tim Pengamat Pemasyarakatan mengusulkan kepada Kepala Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandar Lampung. Kepala Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandar Lampung segera meneliti dengan mempelajari usulan tersebut, apabila menyetujui usulan tersebut maka Tim Pengamat Pemasyarakatan selanjutkan Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Lampung. Kepala Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Lampung wajib segera meneliti dan mempelajari usulan Kepala Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandar Lampung tersebut dan setelah itu memperhatikan hasil sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan, maka Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Lampung dapat menyatakan menolak atau menyetujui usulan tersebut dalam jangka waktu 3 (tiga) hari. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan segera meneliti dengan mempelajari usulan Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Lampung, dengan mempertimbangkan hasil sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan maka dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak usul diterima Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dapat menyatakan menolak atau menyetujui usulan tersebut.

  Berdasarkan data-data yang penulis dapatkan dari Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandar Lampung, penulis mendapatkan jumlah narapidana yang mendapatkan pembebasan bersyarat periode Januari 2016 sampai Desember 2016 adalah yang terealisasi

  10 Narapidana anak dari jumlah keseluruhan 202 orang anak. Tahun 2016 ini pengusulan pembebasan bersyarat masih termasuk baru sehingga dalam tahapan kegiatan-kegiatan pembinaan belum berjalan optimal . Selanjutnya untuk tahun 2017 jumlah Narapidana yang diusulkan mendapatkan Pembebasan Bersyarat pada periode Januari 2017 sampai Desember 2017 adalah terealisasi 66 Narapidana anak dari jumlah keseluruhan 295 orang anak. Diketahui bahwa untuk data tahun 2018 jumlah Narapidana yang diusulkan mendapatkan Pembebasan Bersyarat pada periode Januari 2018 sampai Mei 2018 jumlah keseluruhan anak 211. Menurut penulis pengusulan pembebasan bersyarat di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandar Lampung masih belum berjalan dengan maksimal ini dikarenakan meski adanya peningkatan jumlah anak yang mendapatkan pembebasan bersyarat, jumlahnya belum dapat dikatakan sudah memenuhi pencapaian yang maksimal karena masih naik turun tiap bulannya dan juga dibandingkan dengan jumlah keseluruhan anak pidana yang rata-rata adalah 200 orang sedangkan yang mendapatkan pembebasan bersyarat belum ada setengah dari jumlah anak pidana yang berada di LPKA tersebut.

  B. Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat Bagi Narapidana Anak Di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Bandar Lampung

  Adapun faktor-faktor penghambat pelaksanaan pembebasan bersyarat bagi narapidana anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandar Lampung, adalah sebagai berikut:

  1. Faktor Hukum (undang-undang) Menurut Ade Chandra Irawan

  9

  dalam pengusulan pembebasan bersyarat tidak 9 Hasil Wawancara dengan Ade Chandra Irawan

  selaku Kasubsi Administrasi Pejabat Penegak dapat berjalan dengan optimal dikarenakan banyaknya persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi, terutama dalam hal pembuatan pengusulan SK (Surat Keputusan) pembebasan bersyarat bagi narapidana anak yang di keluarkan oleh Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Lampung terkadang masih sering terjadi keterlambatan dan hal ini membuat narapidana anak harus menunggu lebih lama. Penulis berpendapat, bahwa perlu adanya peningkatan koordinasi antara instansi terkait agar terjadi hubungan yang harmonis dan koorpratif sehingga mempermudah proses administrasi sehingga memungkinkan cepatnya proses pemberian pembebasan bersyarat. Dengan begitu pelaksanaan pemberian pembebasan bersyarat dapat berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  Menurut Ade Chandra Irawan

  10

  dalam proses pembinaan terhadap narapidana yang memperoleh pembebasan bersyarat keterbatasan dalam jumlah petugas merupakan salah satu kendala untuk melakukan pembinaan kepada narapidana serta masih kurangnya kualitas petugas dalam hal pengetahuan dalam pembinaan narapidana. Kemampuan pendekatan terhadap anak didik pemasyarakatan dalam melakukan perubahan mental dan perilakunya melalui tahap-tahap pembinaan dipengaruhi dari tingkat pendidikan yang dimiliki petugas.

  Penulis juga berpendapat, ketika sumber daya manusia tersebut tidak di perhatikan maupun diperbaiki maka dikhawatirkan akan menimbulkan dampak kurang baik untuk anak didik pemasyarakatan dan bukan menjadi pribadi yang lebih baik dan akan melakukan tindak pidana lagi setelah menjalani masa pidana di LPKA. Untuk itu, ketika sumber daya manusia di perbaiki diharapkan pengetahuan dan keterampilan juga bertambah, sehingga membuat kualitas meningkat dengan sendirinya.

  3. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung Faktor sarana dan fasilitas pendukung mempunyai peranan yang sangat penting di dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana dan fasilitas tersebut, tidak akan berlangsung dengan lancar, dikarenakan antara sarana dan fasilitas memiliki keterkaitan yang erat dengan penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya.

  Sarana dan fasilitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang berpendidikan , peralatan yang memadai, dan keuangan yang cukup. Keberadaan sarana dan fasilitas yang tidak memadai membuat pelaksanaan pembinaan terhadap anak pidana tidak dapat berjalan dengan lancar. Secara ideal pemenuhan seperti tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, peralatan yang memadai, serta keuangan yang cukup akan mendukung kegiatan-kegiatan di LPKA. Tujuan dalam penegakan hukum tidak akan tercapai jika tidak terpenuhinya saran dan fasilitas yang mendukung dalam hal pelaksanaan hak anak yang salah satunya adalah mendapatkan pembebasan bersyarat.

2. Faktor Penegakan Hukum

4. Faktor Masyarakat

  Menurut Auda Irwanda Putra

  11

  faktor masyarakat menjadi penghambat dalam proses pembinaan karena masih adanya pandangan negatif masyakarat terhadap, sehinggar ketika kembali kemasyarakat mantan anak pidana dihindari dan di asingkan. Seharusnya mantan anak pidana mendapatkan sambutan yang hangat dan juga perhatian agar tidak mengulangi kesalahan sepert melawan hukum yang 11 Hasil Wawancara dengan Auda Irwanda Putra membuat rugi diri mereka sendiri, orang lain serta bangsa dan Negara. Menurut penulis, peran masyarakat sangat penting hal ini dikarenakan ketika keluar dari LPKA masyarakat harus menerima keberadaan dari mantan anak pidana sehingga mereka tidak merasa di asingkan dan juga dengan masyarakat mengakui keberadaan mantan anak pidana artinya selama di LPKA anak tersebut telah mendapatkan pembinaan dari lembaga keagamaan, kepribadian dan keterampilan untuk dapat hidup bermasyarakat dengan normal dan tidak akan kembali melakukan kesalahan perbuatan melawan hukum di kemudian hari. Adanya dukungan dari masyarakat terhadap pembinaan anak pidana di LPKA Kelas II Bandar Lampung merupakan faktor penentu keberhasilan dalam pelaksanaan pembinaan sehingga anak pidana dapat memenuhi salah satu hak pidananya yaitu mengusulkan pembebasan bersyarat.

  5. Faktor Kebudayaan Menurut Ade Chandra Irawan

  12

  faktor keluarga menjadi penentu cepat atau tidak nya seorang narapidana anak mendapatkan hak pembebasan bersyarat dikarenakan sebelum proses tahap pengusulan, di wajibkan untuk mengisi surat dari pihak keluarga atau orang tua yang akan menjadi penjamin dan bersedia menampung anak tersebut, tapi kurangnya rasa perduli dari keluarga maupun orang tua membuat mereka tidak bisa datang untuk memenuhi hak anaknya untuk mendapatkan pembebasan bersyarat. Hal ini tentu saja membuat proses narapidana anak mendapatkan hak pembebasan bersyarat tersebut menjadi lebih lama. Bahkan untuk keluarga maupun orang tua yang menjenguk anaknya sangat sedikit sebagian lagi jarang dikunjungi bahkan 12 Hasil Wawancara dengan Ade Chandra Irawan

  selaku Kasubsi Administrasi Pejabat Penegak

  hingga anak tersebut meninggal karena sakit. Menurut penulis, dengan kurangnya keperduliaan keluarga maupun orang tua terhadap anaknya dikhawatirkan memberikan dampak yang kurang baik dalam proses pembinaan maupun perihal terpenuhinya hak anak untuk mendapatkan pembebasan bersyarat, di karenakan seorang anak yang kurang mendapat perhatian dan keperduliaan dari orang tua maupun keluarganya membuat narapidana anak tersebut merasa tidak berharga dan kesalahan lagi ketika sudah keluar.

  III. PENUTUP

  A. Simpulan

  Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

  1. Proses pengajuan pelaksanaan pembebasan bersyarat di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandar Lampung adalah sebagai berikut : a. Bila Narapidana yang akan diusulkan Pembebasan Bersyarat tersebut telah memenuhi persyaratan baik substantif maupun administratif, maka atas usul Wali Narapidana tersebut disidangkan oleh Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas

  II Bandar Lampung, kemudian Tim Pengamat Pemasyarakatan mengusulkan kepada Kepala Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandar Lampung.

  b. Kepala Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandar Lampung segera meneliti dengan mempelajari usulan tersebut, apabila menyetujui usulan tersebut maka Tim Pengamat Pemasyarakatan selanjutnya Kepala Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Lampung.

  c. Kepala Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Lampung wajib segera meneliti dan mempelajari usulan Kepala Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandar Lampung tersebut dan setelah itu memperhatikan hasil sidang Tim Pengamat Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Lampung dapat menyatakan menolak atau menyetujui usulan tersebut dalam jangka waktu 3 (tiga) hari.

  d. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan segera meneliti dengan mempelajari usulan Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Lampung. Selanjutnya mempertimbangkan hasil sidang Tim Pengamat

  Pemasyarakatan maka dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak usul diterima Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dapat menyatakan menolak atau menyetujui usulan tersebut.

  2. Faktor-faktor yang menghambat dalam Pelaksanaan pemberian pembebasan bersyarat di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandar Lampung yaitu persyaratan pembebasan bersyarat yang terlalu rumit dan menghabiskan waktu cukup lama, terbatasnya jumlah petugas LPKA terutama petugas Pembina Anak pidana, kurangnya sarana dan prasarana baik dalam jumlah maupun mutu telah menjadi penghambatpembinaan, kurangnya rasa perduli masyarakat terhadap anak didik pemasyarakatan dan yang dimiliki oleh masyarakat terhadap mantan anak pidana yang dibebaskan, keluarga ataupun orang tua kurang perduli dan kurang memperhatikan narapidana anak untuk menjadi penjamin keluarga dalam proses pengusulan pembebasan bersyarat.

  Faktor yang paling dominan menghambat pelaksanaan pembebasan bersyarat bagi narapidana anak di Lembaga Pembinaan Lampung dalam proses pengusulan pembebasan bersyarat adalah faktor kebudayaan yaitu kurangnya rasa keperduliaan keluarga maupun orang tua dalam hal pemenuhan usulan pembebasan bersyarat terhadap narapidana anak membuat terlambatnya narapidana anak untuk cepat di usulkan pembebasan bersyarat dikarenakan keluarga tidak bisa datang dengan berbagai alasan sehingga petugas kesulitan untuk mendapatkan penjamin bagi narapidana anak.

  B. Saran

  Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Peningkatan profesionalisme dari petugas dalam melaksanakan proses pembinaan narapidana tersebut perlu ditingkatkan baik dari segi kuantitas maupun kualitas dari Pembina Anak pidana agar program-program pembinaan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandar Lampung dapat terlaksana secara optimal agar anak pidana yang keluar dari LPKA menjadi pribadi yang lebih baik.

  2. Perlunya sosialisasi kepada seluruh narapidana agar mengetahui tahapan- tahapan dalam proses pemberian pembebasan bersyarat, diperlukan juga sosialisasi kepada keluarga narapidana sebagai penjamin narapidana yang ingin mengajukan masyarakat terutama di lingkungan tempat narapidana menjalani Pembebasan Bersyarat agar masyarakat, narapidana anak, dan keluarga narapidana anak lebih memahami arti pentingnya Pembebasan Bersyarat, terutama di lingkungan tempat narapidana menjalani Pembebasan Bersyarat.

  3. Proses administrasi yang lebih cepat perlu dilakukan agar tidak terlalu lama dalam menunggu proses Pembebasan peningkatan koordinasi antara instansi terkait agar terjadi hubungan yang harmonis dan koorpratif sehingga mempermudah proses administrasi sehingga memungkinkan cepatnya proses pemberian pembebasan bersyarat.

DAFTAR PUSTAKA

  Sasongko, Wahyu, Dasar-dasar Ilmu

  Hukum, Universitas Lampung, Bandar Lampung.

  Gultom, Maidin, 2014, Perlindungan

  Hukum terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia , PT

  Refika Aditama, Bandung. Muladi, 1995, Kapita Selekta Sistem

  Peradilan Pidana , Badan Penerbitan Universitas Dipenegoro, Semarang.

  Irwan Pandjaitan, Petrus dan Wiwik Sri Widiarty, 2008 Pembaharuan Pemikiran

  DR. Sahardjo Mengenai Pemasyarakatan

Narapidana , Jakarta Co: Indhill Co.