Hak Asasi Manusia dalam Hukum Pidana dan Peradilan

2.5 Hak Asasi Manusia dalam Hukum Pidana dan Peradilan

  Pidana.

  Sistem peradilan pidana harus peka dan tanggap terhadap pembangunan dan HAM, termasuk peran media massa dan pendidikan. Asas kekuasaan kehakiman yang merdeka yang menekankan betapa pentingnya kualifikasi, seleksi dan pelatihan orang-orang yang akan duduk di lembaga pengadilan, kondisi pelayanan dan masa jabatan, kewajiban terhadap kerahasiaan profesional, imunitas terhadap gugatan dan kerugian finansial atas perbuatan dan tidak berbuat yang dilakukan dalam fungsi judicial, dan asas-asas bahwa mereka hanya bisa diskors dan diberhentikan atas dasar alasan-alasan ketidakmampuan atau perilaku yang membuat mereka tidak layak untuk menunaikan tugas-tugasnya. (Muladi :

  57 Ibid., h. 43.

  58 Yurisal Aseong, HAK ASASI MANUSIA BERDASARKAN PERSPEKTIF HUKUM PIDANA DAN HUKUM PERDATA, Universitas Sam Ratulangi, Menado, 2013, h. 6.

  Berdasarkan hal tersebut bahkan bagian dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menegaskan juga bahwa negara Republik Indonesia ialah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) serta menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

  Butir 2 (dua) Penjelasan Umum KUHAP menjelaskan, bahwa pembangunan di bidang hukum acara pidana bertujuan agar masyarakat dapat menghayati hak dan kewajibannya, serta dapat ditingkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegak dan mantapnya hukum, keadilan, dan perlindungan yang merupakan pengayoman terhadap keluruhan harkat serta martabat manusia, juga ketertiban dan kepastian hukum demi tegaknya Republik Indonesia sebagai negara hukum

  sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. (Soeharto : 2007). 59

  Kemudian asas legalitas sebagai asas fundamental juga terkait dengan larangan pemberlakuan surut perundang-undangan pidana (nullum crime sine lege, nulla poena sine lege), dapat dikemukakan kembali bahwa dalam hal pelanggaran HAM berat (gross violation of human rights) dimungkinkan secara

  ad hoc (locus dan tempus delicti tertentu) memberlakukan surut perundang- undangan pidana atas dasar hukum kebiasaan internasional dan keadilan. Penegakan hukum pidana selalu bersentuhan dengan moral dan etika, hal ini paling tidak didasarkan atas empat alasan, yaitu, pertama, sistem peradilan pidana

  59 Ibid., h. 7.

  secara khas melibatkan penggunaan paksaan atau kadang-kadang bahkan kekerasan (coercion) dengan kemungkinan terjadinya kesempatan untuk menyalahgunakan kekuasaan (abuse of power). Kedua, hampir semua profesional dalam penegakan hukum pidana merupakan pegawai pemerintah (public servant)

  yang memiliki kewajiban khusus terhadap publik yang dilayani. 60 Ketiga, bagi

  setiap orang, etika dapat digunakan sebagai alat guna membantu memecahkan dilema etis yang dihadapi seseorang dalam kehidupan profesionalnya (enlightened moral judgment), kemudian, keempat, dalam kehidupan profesi sering dikatakan bahwa “a set of ethical requirements are as part of its meaning”. Sesuatu yang harus tetap diperhitungkan dalam kehidupan demokrasi ialah kekuasaan kehakiman yang merdeka yang memberikan jaminan terselenggaranya peradilan yang jujur terhadap semua orang yang dituduh melakukan tindak pidana. Jaminan ini secara konkret dilakukan terhadap individu yang dituduh melakukan tindak

  pidana, yang mengklaim bahwa haknya atas “fair trial” telah dilanggar. 61

  Hakikat penahananpenangkapan ialah pengurangan hak asasi seseorang yang dapat membawa akibat jauh bagi pribadi, keluarga dan lingkungan, karena itu, tindakan demikian harus benar-benar dilakukan dengan penuh tanggung jawab berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku dengan motto “bukti dulu baru pegang,buka pegang dulu baru bukti”. (Rukmini : 2007) Patokan yang dapat dipakai sebagai ukuran (kriteria) untuk menilai bahwa kekuasaan dalam bentuk

  kekerasan telah terjadi (digunakan) secara tidak pada tempatnya, yaitu 62 :

  60 Ibid., h. 7.

  61 Ibid., h. 8.

  62 Ibid., h. 8-9.

  a. Apabila seorang polisi menyerang seseorang secara fisik dan

  kemudian gagal untuk melakukan penahanan, penggunaan kekuasaan yang wajar diikuti oleh penahanan.

  b. Apabila seorang warga negara yang pada waktu ditahan tidak

  melakukan perlawanan, baik dengan perbuatan maupun kata- kata,kekerasan hanya digunakan apabila diperlukan untuk melakukan penahanan.

  c. Apabila seorang polisi, sekalipun pada waktu itu ada perlawanan

  terhadap usaha penahanan, masih bisa dengan mudah diatasi melalui cara-cara lain.

  d. Apabila sejumlah polisi ada disitu dan bisa membantu dengan

Dokumen yang terkait

ANALISIS DANA PIHAK KETIGA PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PERIODE TRIWULAN I 2002 – TRIWULAN IV 2007

40 502 17

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN DENGAN KORBAN ANAK (Putusan Nomor 24/Pid.Sus/A/2012/PN.Pso)

7 78 16

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Diskriminasi Perempuan Muslim dalam Implementasi Civil Right Act 1964 di Amerika Serikat

3 55 15

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Improving the Eighth Year Students' Tense Achievement and Active Participation by Giving Positive Reinforcement at SMPN 1 Silo in the 2013/2014 Academic Year

7 202 3