KEDUDUKAN HUKUM PERKAWINAN ADAT

32. KEDUDUKAN HUKUM PERKAWINAN ADAT

A. Secara YURIDIS FORMAL Jika dilihat secara YURIDIS FORMAL, Hukum Adat dalam hal ini Perkawinan Adat, sebenarnya dapat dikatakan masih berlaku atau masih diakui, karena hingga saat ini tidak terdapat satu pasal pun yang mencabut Hukum Adat atau menyatakan bahwa Hukum Adat sudah tidak berlaku.

B. Secara TEORI HUKUM Berdasarkan Teori Hukum, jika ada 2 hukum yang masih berlaku, maka hukum yang lebih dulu berlaku tidak dapat bertentangan dengan Hukum yang lebih baru. Jika ternyata Hukum yang lama ternyata bertentangan dengan hukum yang lebih baru, maka Hukum yang lama tersebut akan dianggap SUDAH TIDAK BERLAKU lagi.

Mengacu kepada teori tersebut, maka dapat dikatakan bahwa sebenarnya Hukum Perkawinan Adat sudah tidak berlaku lagi, karena BERTENTANGAN dengan UU (hukum yang lebih baru), khususnya pada sistem Patrilineal dan Matrilineal.

a. UU vs Bilateral

 Pertentangan yang NYATA antara UU dengan Masyarakat Bilateral adalah HANYA KEDUDUKAN SUAMI ISTRI saja, dimana kedudukan suami Istri menurut UU adalah sama karena Perkawinan merupakan ikatan lahir bathin antara suami dan istri. Sedangkan pada Bilateral secara materiil kedudukannya tetap berbeda, karena dalam Sistem Bilateral, setelah terjadi perkawinan secara materiil sebenarnya Suami Istri tidak menjadi satu (bukan hubungan keluarga), karena hubungan keluarga pada Sistem adat adalah didasarkan pada hubungan darah

 Selebihnya adalah sama, seperti Ada tempat tinggal bersama, Kedudukan anak yang sama, karena mempunyai hubungan yang seimbang dengan ayah dan ibunya

b. UU vs Patrilineal

 Dilihat dari Hubungan Suami Istri, Patrilineal ini sebenarnya sama dengan UU, dimana Suami dan Istri berada dalam satu ikatan keluarga yang sama (Secara Formal), karena

khususnya pada Perkawinan Jujur, Istri PINDAH ke tempat Suami.  Hanya saja PERBEDAAN pada Patrilineal, meski Suami dan Istri berada dalam satu

ikatan keluarga yang sama, tetapi Suami Istri mempunyai kedudukan YANG TIDAK

SAMA, yaitu Suami mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari Istri

 Kedudukan Suami Istri terhadap HARTA pada Patrilineal adalah TIDAK SAMA  Kedudukan Anak berbeda, dimana Anak HANYA mempunyai hubungan dengan

Ayahnya, tidak mempunyai hubungan dengan Ibunya

c. UU vs Matrilineal

 Dilihat dari Kedudukan Suami Istri, Matrilineal ini berbeda dengan UU, karena pada Matrilineal kedudukan suami istri TIDAK DAPAT dideskripsikan karena pada saatat terjadi

Perkawinan tidak ada kehidupan bersama (suami hanya sebagai tamu).  Kedudukan Anak berbeda, dimana Anak HANYA mempunyai hubungan dengan

Ibunya, tidak mempunyai hubungan dengan Ayahnya  Saat ini, pada Masyarakat Matrilineal sudah mulai luntur, meskipun secara materiil tetap

berlaku. Seperti saat ini, Suami juga ikut bertanggung jawab secara finansial terhadap anak2nya, meski secara formal tetap tidak ada hubungannya dengan anak.

C. Secara SOSIOLOGIS Sehubungan dengan BELUM ADANYA Hukum Waris pada Hukum Nasional, yang mana menyebabkan Masyarakat Adat MAU TIDAK MAU harus TETAP menggunakan Hukum Adatnya untuk permasalahan Waris, maka dapat dikatakan bahwa Hukum Perkawinan Adat

masih berlaku (ditaati) secara SOSIOLOGIS. Hal ini disebabkan karena Hukum Perkawinan

sangat terkait/tidak akan pernah dapat dipisahkan dengan Hukum Waris, karena Hukum Waris merupakan akibat atau kelanjutan dari Hukum Perkawinan

Contohnya:

Hukum Wa ris pada Patrilenal, perempuan adala h bukan ahli waris, dan ini jelas bertentanga n dengan UU, dimana seharusnya antara Suami Istri mempunyai kedudukan yang sama dan diantara keduanya adalah ahli wa ris. Saat ini sudah ada Yurisprudensi yang menyata kan bahwa Istri dalam Masya rakat Batak juga harus tetap mendapatkan Harta Waris, dengan pertimbangan kedudukan Istri yang harus sama dengan suami. Hanya saja, Yurisprudensi tersebut memberikan catatan bahwa Istri meski mendapat Harta Waris, tapi hanya sebatas Harta Pencaharian saja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa meski Hukum Nasional berusa ha membuat kedudukan yang sama antara suami dan istri, tetapi ternyata belum sepenuhnya mengakui kedudukan yang sama antara suami istri, karena harta yang diterima oleh Istri berbeda dengan suami

33. KESIMPULAN KEDUDUKAN HUKUM PERKAWINAN ADAT Hukum Perkawinan Adat secara Yuridis Formal masih diakui karena belum ada satu pasalpun yang dengan tegas mencabut atau menyatakan Hukum Adat sudah tidak berlaku, tetapi secara Teori

Hukum Adat sudah tidak berlaku karena Hukum Adat bertentangan dengan UU. Tapi terrnyata hingga saat ini, secara sosiologis, Hukum Perkawinan Adat masih digunakan atau masih berlaku pada mayarakat Adat, karena Masyarakat Adat masih menggunakan Hukum Waris Adatnya, yang mana Hukum Waris merupakan kelanjutan dari Hukum Perkawinannya.