Kompilasi Hukum Islam Undang-Undang Dasar 1945

liv pada hari kiamat Allah tidak menerima darinya amalan–amalan dan kesaksiannya. - Dari Saad bin Abi Waqqas ; Aku menderita sakit kemudian Nabi SAW. Mengunjungi dan aku tanyakan : “ Wahai Rasullulah SAW. Berdoalah Tuan Kepada Allah semoga Dia tidak menolakku “. Beliau bersabda : “ semoga Allah meninggikan derajat mu, dan manusia lain akan meperoleh manfaat dari kamu “. Aku bertanya : “ aku ingin mewasiatkan hartaku separuh, namun aku ada seorang anak perempuan “. Beliau menjawab : “ Seperuh itu banyak “ . aku bertanya lagi : “ sepertiga?”. Beliau menjawab : “ sepertiga, sepertiga, adalah banyak atau besar “. Beliau bersabda : “orang–orang berwasiat sepertiga, dan yang demikian itu boleh bagi mereka”. 16. Hadist Riwayat Muslim - Dari Abi Usman ia berkata : tatkala Zaud dipanggil bahwa ia telah dijadikan anak angkat, maka aku pergi menemui abu Bakhrah, lalu aku berkata kepadanya : Apa yang kalian lakukan ini ?. Bahwa aku telah mendengar Sa’ad bin Abi Waqqash berkata : Kedua telingaku telah mendengar dari Rasullulah SAW. Bersabda : “Barang siapa mengakui membangsakan seorang ayah selain ayahnya dalam Islam, sedang ia tahu iti bukan ayahnya , maka haram baginya surga“.

c. Kompilasi Hukum Islam

- Pasal 98 - Pasal 99 - Pasal 100 - Pasal 101 - Pasal 106 - Pasal 171 huruf h - Pasal 209 lv C. TINJAUAN UMUM MENGENAI PERADILAN AGAMA Pengadilan Agama, sesungguhnya telah lama hadir dalam kehidupan hukum di Indonesia, yaitu sejak agama Islam masuk dan dikenal serta diterima di wilayah nusantara. Ketika pemerintah Belanda menjajah kepulauan nusantara, pengaturan dan pengakuan mengenai kedudukan dan kewenangan Pengadilan Agama terdapat dalam berbagai peraturan, sehingga terdapat pula keragaman nama dan peraturan perundang-undangan mengenai badan Peradilan Agama di Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, dalam UUD 1945 keberadaan Pengadilan Agama diakui dan termasuk dalam lingkungan badan kehakiman sebagaimana diatur dalam Pasal 24, namun belum ada undang-undang yang mengatur secara khusus susunan, kekuasaan dan hukum acara dalam lingkungan Peradilan Agama. Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun1970 jo Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, secara formal keberadaan Pengadilan Agama diakui, namun mengenai susunan dan kekuasaan wewenangnya masih juga beragam dan hukum acara yang dipergunakan adalah HIR serta peraturan-peraturan yang diambil dari hukum acara yang ada dalam kitab-kitab fiqh, sedangkan hukum materiilnya berlandaskan pada ketentuan-ketentuan hukum dalam Al- Quran, sunnah Rasul dan Ijtihad. lvi Dalam perkembangan selanjutnnya, setelah proses dan perjungan yang panjang, akhirnya dikeluarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Kurun waktu enam belas tahun, telah banyak menghasilkan perubahan berbagai bidang kehidupan masyarakat, hukum dan ketatanegaraan. Perubahan signifikan di bidang ketatanegaraan adalah menyatu-atapkan lembaga peradilan one roof system di bawah Mahkamah Agung RI. Reformasi system penyelenggaraan kekuasaan kehakiman judicial power ini diawali ketika amandemen ketiga UUD1945 dimasukkan dalam Pasal 24 ayat 2 yaitu : “ Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah mahkamah konstitusi “. Kekuasan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Badan Perdilan yang dibawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama,Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara dan oleh Mahkamah Konstitusi. Dengan adanya perubahan UUD 1945 tersebut, maka Undang-Undang Nomor 14 Tahun1970 Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 perlu dilakukan perubahan dengan lahirnya Undang-Undang lvii Nomor 4 Tahun 2004. Lahirnya undang-undang kehakiman yang berparadigma baru ini menuntut juga dilakukannya amandemen terhadap undang-undang masing-masing lingkungan peradilan, termasuk Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-UndangNomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. 28

1. Kedudukan Peradilan Agama