Asas-Asas Perjanjian PERJANJIAN SEBAGAI DASAR PERIKATAN

15 a. Perikatan yang bersumber pada perbuatan halal. b. Perikatan yang bersumber pada perbuatan melanggar hukum. Suatu perikatan itu pada dasarnya mengatur hak dan kewajiban para pihak untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu seperti disebutkan dalam Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Perikatan, menurut Prof. Subekti, S.H., adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak lain dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. 7

2. Asas-Asas Perjanjian

Dalam hukum perjanjian terdapat beberapa macam asas, yaitu: 8 1 Asas kebebasan berkontrak. Asas ini berhubungan dengan isi perjanjian, yaitu kebebasan menentukan apa dan dengan siapa perjanjian itu diadakan. Perjanjian yang dibuat sesuai dengan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, mempunyai kekuatan mengikat. Asas kebebasan berkontrak mempunyai hubungan yang erat dengan asas konsensualisme dan asas kekuatan mengikat yang terdapat dalam Pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang 7 Loc., Cit. 8 Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, Bandung : Alumni, 1996, halaman 108. 16 Hukum Perdata. Ketentuan ini berbunyi semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Maksud asas ini adalah bahwa ada kebebasan bagi setiap orang untuk mengadakan perjanjian mengenai perjanjian apa saja, sepanjang tidak melanggar undang-undang, kesusilaan, ketertiban umum yang terdapat dalam Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 2 Asas kekuatan mengikat. Di dalam perjanjian terkandung suatu asas kekuatan mengikat, terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata terbatas pada apa yang diperjanjikan, akan tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan serta moral. Asas moral dan asas kepatutan terdapat dalam Pasal 1339 KUH Perdata, asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian. Sedangkan asas kebiasaan terdapat dalam Pasal 1339 jo. 1347 KUH Perdata yang merupakan bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang dalam keadaan dan kebiasaan yang lazim diikuti dalam masyarakat. 3 Asas konsensualisme. Artinya bahwa suatu perjanjian lahir sejak adanya sepakat diantara para pihak. Dengan kata lain perjanjian itu sudah sah sejak tercapai kata sepakat mengenai hal-hal pokok dan tidak diperlukan formalitas. Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1320 dan Pasal 1338 ayat 1 Kitab 17 Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam Pasal 1320 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata penyebutnya tegas, karena salah satu syarat sahnya perjanjian adalah sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, berarti di dalam suatu perjanjian tidak boleh mengandung unsur paksaan, unsur kekeliruan, dan unsur penipuan sedangkan dalam Pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ditemukan dalam istilah semua. Kata-kata semua menunjukkan bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan keinginannya, yang dirasanya baik untuk menciptakan perjanjian. Asas-asas yang terdapat dalam hukum perjanjian itu buku III memperlihatkan bahwa sistem yang dianut pada buku III Kitab Undang- Undang Hukum Perdata adalah sistem terbuka yang memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang sesuai dengan apa yang dikehendaki, selama tidak bertentangan dan melanggar ketentuan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Jadi para pihak dapat membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal hukum perjanjian, bilamana dikehendaki. Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menganut sistem terbuka agar dapat mengikuti perkembangan masyarakat yang semakin maju, dimana muncul macam-macam perjanjian baru yang sesuai dengan kebutuhan. 18

3. Syarat Sahnya Perjanjian