18
3. Syarat Sahnya Perjanjian
Suatu perjanjian dikatakan sah apabila memenuhi 4 empat syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
yaitu : 1 Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
Sepakat berarti para pihak yang mengadakan perjanjian haruslah mempunyai kebebasan kehendak dan tidak boleh mendapat suatu tekanan
apapun yang mengakibatkan adanya cacat bagi perwujudan kehendak tersebut. Pengertian sepakat disini sebagai pernyataan kehendak yang
disetujui antara pihak-pihak yang lain, dimana mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik.
2 Cakap untuk membuat suatu perjanjian. Para pihak yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum.
Pada dasarnya setiap orang yang telah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum. Dalam Pasal 1330 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata disebutkan pihak-pihak yang tidak cakap membuat suatu perjanjian, yaitu :
1 Orang yang belum dewasa.
2 Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan.
3 Wanita yang telah bersuami.
Namun sejak tahun 1963 dengan SEMA No. 3 Tahun 1963, Kedudukan wanita yang telah bersuami itu sudah dinyatakan cakap untuk
19
melakukan perbuatan hukum. Sehingga menurut Pasal 108 dan 110 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang wewenang seorang istri untuk
melakukan perbuatan hukum dan untuk menghadap di depan pengadilan tanpa izin atau bantuan dari suaminya, sudah tidak berlaku lagi setelah
Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 berlaku efektif. Karena sesuai dengan ketentuan Pasal 31 ayat 1 Undang-Undang No. 1 Tahun
1974 yang menyebutkan bahwa : “hak dan kedudukan istri seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan
pergaulan hidup bersama dalam masyarakat”. Sedangkan Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 menyebutkan : “bahwa masing-
masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum”. Jadi kesimpulannya, bahwa pihak-pihak yang tidak cakap membuat suatu
perjanjian yaitu : 1
Orang yang belum dewasa 2
Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan 3 Mengenai suatu hal tertentu.
Dalam syarat ketiga dikatakan bahwa suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu, artinya yang diperjanjikan antara kedua belah
pihak adalah apa yang menjadi hak dan kewajiban. Jadi suatu hal tertentu dalam suatu perjanjian adalah objek perjanjian, suatu pokok
untuk mana diadakan suatu perjanjian. Objek tertentu itu dapat berupa
20
benda yang sekarang ada dan nanti akan ada, seperti yang diatur dalam Pasal 1333 dan Pasal 1334 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
4 Suatu sebab yang halal. Sebagai syarat terakhir yaitu sebab yang halal, yang berarti
isi perjanjian itu harus halal tidak terlarang, sebab isi perjanjian itulah yang akan dilaksanakan. Hal ini diatur dalam Pasal 1335
sampai Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Telah diuraikan di atas mengenai 4 empat syarat sahnya
perjanjian. Dalam hal tidak terpenuhinya salah satu syarat tersebut, akan menimbulkan akibat yang berbeda. Dalam hal syarat subyektif yang
tidak terpenuhi, maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Apabila syarat objektifnya yang tidak terpenuhi, maka perjanjian
itu batal demi hukum. Maksudnya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan antara orang-
orang yang bermaksud membuat perjanjian itu.
21
4. Unsur-Unsur Perjanjian