5 Persentase Akseptor KB Aktif Menurut Cara/Alat Kontrasepsi di Kabupaten Pandeglang. Tahun 2009‐2010

Tabel 4.3 Persentase Penduduk 10 Tahun Ke Atas Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2010

Tingkat Pendidikan

Laki ‐laki

Perempuan Total (1) (2) (3) (4)

Tidak/Belum Tamat SD/MI/Sederajat 28,1 30,4 29,3 SD/MI/Sederajat 39,6 43,4 41,5 SMP/Sederajat 15,8 14,5 15,1 SMA/SMK/Sederajat 12,8 9,1 11,0

Universitas 3,7 2,6 3,2

100,0 100,0 100,0 Sumber : Susenas Tahun 2010

J UMLAH

38 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Jika dilihat menurut jenis kelamin, maka terlihat bahwa tingkat pendidikan penduduk laki‐laki sedikit lebih baik dibandingkan penduduk perempuan. Hal ini terlihat dari lebih tingginya persentase penduduk laki‐laki yang telah mampu menamatkan pendidikan tertinggi sampai level SMP ke atas dibandingkan penduduk perempuan. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh faktor budaya pada sebagian masyarakat yang lebih mementingkan pendidikan untuk anak laki‐laki dibandingkan anak perempuan.

4.2. Tingkat Partisipasi Sekolah

Partisipasi penduduk dalam mengikuti program pendidikan di Kabupaten Pandeglang dapat dilihat dari besarnya indikator angka partisipasi sekolah (APS). APS disajikan dalam tiga tingkatan usia, yaitu APS anak usia 7‐12 tahun, usia 13‐15 tahun dan usia 16‐18 tahun.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Tabel 4.4 Angka Partisipasi Sekolah Menurut Usia Sekolah Penduduk Kabupaten Pandeglang, Tahun 2008‐2010

Kelompok Umur

Usia 7 – 12 tahun

Laki ‐laki 98,48 95,82 95,99 Perempuan 97,36 96,95 96,95

Laki ‐laki + Perempuan 97,95 96,36 96,42

Usia 13 – 15 tahun

Laki ‐laki 70,65 71,02 69,89 Perempuan 79,16 73,22 71,17

Laki ‐laki + Perempuan 74,94 72,09 70,54

Usia 16 – 18 tahun

Laki ‐laki 34,79 46,49 36,93 Perempuan 28,42 47,62 47,12

Laki ‐laki + Perempuan 32,28 46,96 41,34 Sumber : Susenas Tahun 2008 ‐ 2010

Pada tahun 2010 APS Kabupaten Pandeglang untuk anak usia 7‐12 sebesar 96,42 persen. Angka ini menunjukkan bahwa persentase anak usia 7‐12 tahun yang bersekolah hanya 96,42 persen, sisanya sebesar 3,58 tidak bersekolah. Anak yang tidak bersekolah terdiri dari anak yang sudah memasuki usia sekolah tetapi belum bersekolah dan anak yang putus sekolah. Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, maka untuk semua tingkatan usia partisipasi sekolah anak laki‐laki di Kabupaten Pandeglang relatif lebih rendah dibanding partisipasi anak perempuan.

40 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Sementara itu, angka partisipasi sekolah anak usia 13‐15 tahun dan 16‐18 tahun jauh lebih rendah dibanding angka partisipasi sekolah anak usia 7‐12 tahun. Selain masih rendahnya kemampuan ekonomi orang tua, masih terbatasnya jumlah sekolah SMP dan SMA di daaerah pedesaan ditengarai menjadi faktor penyebabnya. APS anak usia 13‐15 tahun sebesar 70,54 persen dan APS anak usia 16‐18 tahun sebesar 41,34 persen. Angka ini menunjukkan terdapat sekitar 70 anak yang sedang bersekolah dari 100 anak usia 13‐15 tahun. Sedangkan untuk anak usia

16 ‐18 tahun keadaanya lebih buruk, yaitu dari seratus anak hanya sekitar 41 anak yang sedang bersekolah

Selain APS, biasanya untuk melihat partisipasi anak/masyarakat terhadap dunia pendidikan digunakan juga angka partisipasi murni (APM) dan angka partisipasi kasar (APK). APM merupakan persentase penduduk usia sekolah yang masih sekolah pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan usianya. Sedangkan APK merupakan persentase penduduk yang sekolah pada suatu jenjang pendidikan terhadap jumlah penduduk usia pendidikan tertentu.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Tabel 4.5 APM dan APK Kabupaten Pandeglang menurut Jenjang Pendidikan dan Jenis KelaminTahun 2009 ‐ 2010

Jenjang Pendidikan

APK (1) (2) (3) (4) (5) SD/MI/Sederajat)

Laki ‐laki 92,01 103,91 93.79 108,92 Perempuan 90,96 108,93 92.41 109,92

Laki ‐laki + Perempuan 91,51 106,28 93.18 109,37 SMP/Sederajat) Laki ‐laki

59,25 75,45 53.88 63,47 Perempuan 60,14 79,97 53.15 63,1 Laki ‐laki + Perempuan

59,68 77,65 53.51 63,28 SMA/Sederajat

Laki ‐laki 31,46 41,29 28,81 42,95 Perempuan 32,98 52,41 41,26 66,77

Laki ‐laki + Perempuan 32,09 45,91 34,20 53,27 Sumber : Susenas Tahun 2009 ‐ 2010

Pada Tabel 4.5 terlihat bahwa pada tahun 2010 angka partisipasi murni (APM) Kabupaten Pandeglang untuk jenjang pendidikan SD/sederajat tercatat sebesar 93,18 persen. Angka ini menunjukkan bahwa dari 100 anak usia 7‐12 tahun di Kabupaten Pandeglang, 94‐94 diantaranya sedang bersekolah pada jenjang pendidikan SD/Sederajat. Sedangkan APM jenjang pendidikan SMP/Sederajat dan SMA/Sederajat masing ‐masing tercatat sebesar 53,51 persen dan 34,20 persen.

42 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Angka partisipasi kasar (APK) jenjang pendidikan SD/sederajat tercatat sudah melampaui angka 100, yaitu mencapai angka 109,37 persen. Hal ini menunjukkan bahwa program wajar dikdas 6 tahun di Kabupaten Pandeglang sudah tercapai. Angka APK yang melebihi 100 persen mengindikasikan masih cukup banyak siswa jenjang SD/sederajat di Kabupaten Pandeglang yang berusia di luar rentang 7‐12 tahun. APK jenjang pendidikan SMP dan SMA pada tahun 2010 mengalami pasang surut dibanding tahun 2009. Pada tahun 2010 APK jenjang pendidikan SMP tercatat sebesar 63,68 persen turun dibandingkan tahun 2009 yang mencapai 77,65 persen sedangkan SMA naik dari 45,91 menjadi 53,27 persen.

4.3. Fasilitas Pendidikan

Ketersediaan fasilitas pendidikan merupakan syarat mutlak yang harus terpenuhi dalam menunjang keberhasilan pembangunan di bidang pendidikan. Fasilitas pendidikan, terutama gedung sekolah merupakan hal yang penting karena merupakan tempat di mana terjadinya proses kegiatan belajar mengajar (KBM). Hal penting lainnya adalah ketersediaan tenaga pengajar yang berkualitas dan memenuhi standar kualifikasi sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan.

Jumlah sarana sekolah, guru dan siswa di Kabupaten Pandeglang pada tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 4.6. Pada Tahun ajaran 2010 rata ‐rata tiap sekolah tingkat SD menampung 184 siswa dengan rata‐rata jumlah guru sebanyak 11,38 orang. Untuk sekolah Tingkat SMP rata‐rata

Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Sama halnya dengan rasio guru sekolah, rasio murid guru pada tahun 2010 menunjukan angka yang cukup baik bahkan cenderung berlebih. Pada tahun ajaran 2010 satu orang guru jenjang pendidikan SD/sederajat rata‐rata mengajar/mengawasi 16 sampai 17 orang siswa. Untuk jenjang pendidika SMP/sederajat, satu orang guru mengajar/mengawasi

12 sampai 13 orang siswa dan satu orang guru pada jenjang pendidikan SMA/sederajat rata‐rata mengajar/mengawasi 9 sampai 10 orang siswa.

Tabel 4.6 Jumlah Sekolah, Guru, Murid dan Rasio Murid‐Guru Menurut Jenjang Sekolah di Kabupaten Pandeglang Tahun 2010

Rasio Rasio

Jenjang Jumlah Jumlah Jumlah

Murid ‐ Murid ‐

Sekolah Sekolah Guru Murid

Guru Sekolah (1) (2) (3) (4) (5) (6) SD sederajat

1.020 11.616 188.613 16.24 184 SMP sederajat

274 5.442 69.404 12,75 253 SMA 144 3.486 34.716 9.96 241

sederajat Sumber: Dinas Pendidikan dan Kemenag. Kab. Pandeglang 2010

44 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Berdasarkan angka rasio guru‐sekolah dan rasio murid‐guru, ketersediaan fasilitas pendidikan beserta tenaga pendidik di Kabupaten Pandeglang pada tahun 2010 sudah menunjukan keadaan yang cukup baik. Namun bila dibandingkan dengan indikator output pendidikan, terlihat ada hal yang cukup kontradiktif, yaitu masih rendahnya partisipasi sekolah anak usia sekolah, terutama pada jenjang pendidikan SMP/sederajat dan SMA/sederajat. Perlu ditelaah lebih lanjut apa yang menyebabkan rendahnya partisipasi masyarakat dalam menyekolahkan anaknya disaat fasilitas pendidikan sudah cukup mendukung.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

BAB V KETENAGAKERJAAN

Pembangunan bidang ketenagakerjaan memegang peranan penting dalam mewujudkan masyarakat sejahtera sesuai dengan yang apa yang dicita‐citakan oleh pemerintah melalui pelaksanaan program pembangunan. Masalah ketenagakerjaan di Pandeglang masih cukup memprihatinkan, ditandai antara lain dengan jumlah pengangguran yang cukup besar dan pendapatan pekerja yang relatif rendah. Tingkat pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan sumber daya. Selain itu, potensi yang ada akan menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan dan dapat mendorong pada peningkatan keresahan sosial dan kriminal. Hal tersebut pada akhirnya akan menghambat proses pembangunan dalam jangka panjang.

Penciptaan lapangan pekerjaan sebagai fokus pembangunan bidang ketenagakerjaan saat ini diharapkan memberikan efek langsung pada pengurangan jumlah penduduk miskin dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Leo Tolstoy, seorang penulis besar Rusia mengatakan bahwa bekerja merupakan syarat mutlak dan tidak dapatdielakkan dalam kehidupan karena bekerja merupakan sumber kesejahteraan yang nyata. Bahkan dalam kuliah umum di depan Presiden SBY dan jajarannya di istana negara, Profesor David T.

Ellwood, Dekan Universitas Harvard Kennedy School mengatakan

Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Menurut konsep yang dipakai BPS dalam Sakernas, bekerja diartikan sebagai kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan paling sedikit selama satu jam dalam seminggu. Bekerja selama satu jam tersebut harus dilakukan berturut‐turut dan tidak terputus. Penghasilan atau keuntungan mencakup upah/gaji termasuk semua tunjangan dan bonus bagi pekerja/karyawan/pegawai dan hasil usaha berupa sewa atau keuntungan, baik berupa uang atau barang termasuk bagi pengusaha.

Kondisi ketenagakerjaan di Kabupaten Pandeglang digambarkan melalui beberapa indikator karakteristik ketenagakerjaan. Indikator ketenagakerjaan tersebut diantaranya adalah tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK), tingkat kesempatan kerja (TKK) dan tingkat pengangguran terbuka (TPT). Indikator ketenagakerjaan tersebut merupakan gambaran kegiatan penduduk yang termasuk sebagai penduduk usia kerja (PUK) dalam bekerja memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan. PUK sebagaimana konsep ILO adalah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas. Berdasarkan kegiatannya dalam kaitan ketenagakerjaan, penduduk usia kerja dikelompokkan menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. PUK yang masuk dalam angkatan kerja terdiri dari penduduk yang bekerja dan mencari

48 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011 48 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) tahun 2010, penduduk Kabupaten Pandeglang yang masuk kategori usia kerja sebanyak 839.286 jiwa. Angka ini meningkat 9,17 persen dibandingkan tahun 2009. Meningkatnya jumlah penduduk usia kerja akan mempengaruhi karakteristik ketenagakerjaan di Kabupaten Pandeglang. Diharapkan dari setiap penambahan penduduk usia kerja akan diikuti juga dengan peningkatan partisipasinya untuk masuk dalam angkatan kerja sehingga dapat meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan masyarakat.

5.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

Partisipasi penduduk usia kerja dalam bekerja dan mencari pekerjaan untuk mencukupi kebutuhan dirinya dan rumahtangganya dapat dilihat melalui angka tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK). TPAK merupakan indikator untuk melihat perbandingan jumlah angkatan kerja terhadap jumlah penduduk usia kerja.

Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), pada tahun 2010 persentase penduduk Kabupaten Pandeglang yang masuk dalam usia kerja dan aktif dalam bekerja dan mencari pekerjaan (TPAK) tercatat sebesar 63,76 persen atau mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tercat 63,52 persen.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Angka tersebut sekaligus memberikan gambaran bahwa hanya sekitar 63,76 persen dari penduduk usia kerja di Kabupaten Pandeglang yang berpotensi untuk mendapatkan pendapatan/penghasilan, walaupun di dalamnya masih termasuk mereka yang mencari pekerjaan.

Tabel 5.1 Indikator Ketenagakerjaan Penduduk Kabupaten Pandeglang Tahun 2008 ‐ 2010

Karakteristik 2008*) 2009 2010 (1) (2) (3) (4)

1. Penduduk Usia Kerja 749.534 768.797 839.286 2. Angkatan Kerja

490.497 488.347 535.107 a. Bekerja

435.924 434.745 474.401 b. Pengangguran

54.573 53.602 60.706 3. Bukan Angkatan Kerja :

259.037 280.450 304.179 a. Sekolah dan Mengurus RT

214.009 226.918 250.697 b. Lainnya

45.028 53.532 53.482 4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%)

65,44 63,52 63,76 5. Tingkat Pengangguran Terbuka (%)

11,13 10,98 11,34 6. Tingkat Kesempatan Kerja (%)

88,87 89,02 88,66 Sumber : Sakernas Tahun 2008 – 2010. Cat: *) : angka perubahan

Berdasarkan Tabel 5.1 terlihat bahwa kenaikan TPAK tidak diikuti dengan meningkatnya tingkat kesempatan kerja (TKK) dari 89,02 persen pada tahun 2009 turun menjadi 88,66 persen di tahun 20109. Secara otomatis, penurunan tingkat kesempatan kerja akan menaikan level TPT,

50 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011 50 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Grafik 5.1 Indikator Ketenagakerjaan Penduduk Kabupaten Pandeglang Tahun 2008 – 2010 (persen)

Indikator TKK yang sebesar 88,66 persen menunjukkan bahwa seluruh aktifitas ekonomi di Kabupaten Pandeglang pada tahun 2010 baru mampu menyerap 88,66 persen dari angkatan kerja yang tersedia, sedangkan sisanya yang tidak terserap menjadi pengangguran. Angka TPT yang masih berada pada level 2 digit menjadi pekerjaan rumah yang harus dituntaskan, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. Seperti diketahui bahwa selain berdampak langsung terhadap peningkatan kemiskinan, jumlah penggangguran yang tinggi juga dapat menimbulkan berbagai permasalahan sosial.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Tabel 5.2 Indikator Ketenagakerjaan Penduduk Kabupaten Pandeglang Menurut Jenis Kelamin Tahun 2010

Karakteristik Laki ‐laki

Perempuan (1) (2) (3)

1. Penduduk Usia Kerja 427.893 411.393 2. Angkatan Kerja

355.125 179.982 a. Bekerja

314.511 159.890 b. Pengangguran

40.614 20.092 3. Bukan Angkatan Kerja :

72.768 231.411 a. Sekolah dan Mengurus RT

36.817 213.880 b. Lainnya

35.951 17.531 4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%)

82,99 43,75 5. Tingkat Pengangguran Terbuka (%)

11,44 11,16 6. Tingkat Kesempatan Kerja (%)

88,56 88,84 Sumber : Sakernas Tahun 2010

Bila dibedakan berdasarkan jenis kelamin, maka terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara TPAK laki‐laki dengan perempuan. Pada tahun 2010 TPAK laki‐laki sebesar 82,99 persen sedangkan TPAK perempuan hanya sebesar 43,75 persen. Perbedaan ini menunjukkan bahwa situasi ketenagakerjaan di Kabupaten Pandeglang masih sangat dipengaruhi gender. Partisipasi laki‐laki yang secara budaya ketimuran berperan sebagai pemikul beban rumah tangga jauh lebih besar dibandingkan perempuan dalam hal bekerja mendapatkan penghasilan /pendapatan baik untuk dirinya maupun rumahtangganya.

52 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Sedangkan pada indikator TPT berdasarkan Tabel 5.2, ternyata persentase penduduk perempuan yang termasuk pengangguran lebih kecil dibanding penduduk laki‐laki, yaitu 11,16 persen berbanding 11,44 persen. Sesuai konsep dan definisi Sakernas, TPT merupakan persentase penduduk yang mencari pekerjaan, sedang mempersiapkan usaha, sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum mulai bekerja dan penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena merasa sudah tidak mungkin mendapatkan pekerjaan .

5.2. Lapangan Usaha dan Status Pekerjaan

5.3 menunjukkan sebaran penduduk yang bekerja menurut sektor/lapangan usaha, yaitu sektor pertanian, industri pengolahan, perdagangan, hotel dan restoran, jasa‐jasa dan sektor/lapangan usaha lainnya. Dalam sudut pandang perekonomian, untuk mengetahui sektor apa yang paling dominan di suatu wilayah biasanya dilihat dari peranan sektor tersebut dalam penyerapan tenaga kerja dan pembentukan nilai tambah (PDRB). Namun tidak selamanya sektor yang dominan menyerap tenaga kerja menjadi sektor yang paling banyak menciptakan nilai tambah. Perbedaan produktifitas tenaga kerja antar sektor dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi penyebab terjadinya hal tersebut.

Tabel

Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Tabel 5.3 Komposisi Penduduk Yang Bekerja Menurut LapanganUsaha dan Distribusi PDRB ADH Berlaku, Tahun 2010

Penyerapan Tenaga

Lapangan Usaha

Kerja (%)

Distribusi PDRB ADHB Tahun 2010 (%)

(1) (2) (3) (4) 1. Pertanian

46,72 43,94 30,81 2. Industri Pengolahan

7,03 7,65 10,96 3. Perdagangan, HR

25,16 23,25 23,77 4. Jasa‐jasa

9,57 13,01 14,80 5. Lainnya*)

T otal

100,00 100,00 100,00 Sumber : Sakernas Tahun 2009‐2010 dan PDRB Kabupaten Pandeglang 2010

*) Lainnya: sektor pertambangan dan penggalian; listrik, gas, air; konstruksi; angkutan/transportasi; keuangan dan jasa perusahaan

Pada Tahun 2010, sektor ekonomi yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor pertanian, yaitu sebesar 43,94 persen, kemudian diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 23,25 persen. Sementara kontribusi sektor industri pengolahan dalam hal penyerapan tenaga kerja hanya sebesar 7,65 persen. Jika diperhatikan, maka selama periode 2009‐2010 terjadi transformasi atau pergeseran tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa‐jasa dan industri pengolahan.

5.3 menunjukkan bahwa aktifitas perekonomian di Kabupaten Pandeglang masih didominasi oleh sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Keadaan ini sesuai dengan

Tabel

54 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011 54 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Peningkatan penyerapan tenaga kerja pada sektor jasa‐jasa dan perdagangan, hotel dan restoran pada tahun 2010 tidak terlepas dari turunnya aktifitas ekonomi di sektor lainnya akibat perlambatan ekonomi regional. Salah satu dampak yang ditimbulkan dari hal tersebut adalah banyaknya tenaga kerja yang beralih ke sektor perdagangan, hotel dan restoran yang nota bene merupakan sektor informal dan tidak terlalu membutuhkan tenaga kerja dengan skill/keahlian khusus. Sedangkan peningkatan daya serap tenaga kerja pada sektor jasa selain juga tidak membutuhkan keahlian khusus, juga disebabkan oleh banyaknya penerimaan tenaga pengajar/guru oleh pemerintah daerah.

Bila dilihat berdasarkan jenis kelamin, maka struktur penduduk bekerja menurut sektor/lapangan usaha menunjukkan komposisi yang hampir sama antara pekerja laki‐laki dan perempuan. Berdasarkan Tabel

5.4 terlihat bahwa sekitar 47,79 persen pekerja laki‐laki bekerja di sektor pertanian. Hal yang sama terjadi pada pekerja perempuan, dimana 36,36 persen diantaranya bekerja pada sektor pertanian. Sektor berikutnya yang menarik bagi pekerja laki‐laki dan perempuan adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan persentase masing‐masing sebesar 16,76 persen dan 36,01 persen.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Tabel 5.4 Komposisi Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha dan Jenis Kelamin Tahun di Kabupaten Pandeglang Tahun 2010

Persentase

Sektor/Lapangan Usaha

Laki ‐laki

Perempuan (1) (2) (3)

1. Pertanian 47,79 36,36 2. Industri Pengolahan

6,39 10,12 3. Perdagangan, HR

16,76 36,01 4. Jasa – jasa

11,44 16,11 5. Lainnya*)

T otal

100,00 100,00 Jumlah 314.511 159.890

Sumber : Sakernas Tahun 2010 *) Lainnya: sektor Pertambangan dan Penggalian, sektor LGA, sektor Konstruksi, sektor Angkutan/Transportasi serta sektor keuangan dan jasa perusahaan

Sementara itu, sumbangan terbesar dalam pembentukan PDRB Kabupaten Pandeglang adhb tahun 2010 diberikan oleh sektor yang sama dalam hal penyerapan tenaga kerja terbesar, yaitu sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, yaitu dengan kontribusi masing ‐masing sebesar 30,81 persen dan 23,77 persen.

Jika diperhatikan lebih lanjut, maka sektor pertanian dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 46,72 persen ternyata hanya mampu memberikan kontribusi terhadap pembentukan PDRB adhb sebesar 30,81 persen. Sedangkan sektor lain seperti industri pengolahan yang hanya mampu menyerap tenaga kerja sekitar 7,03 persen, ternyata

56 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011 56 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Tabel 5.5 Komposisi Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2008‐2010 (persen)

Status Pekerjaan

I. Pengusaha 49,43 44,01 45,89 a. Berusaha Sendiri

21,18 23,67 22,17 b. Berusaha dibantu pekerja tak dibayar/tidak tetap 25,82

20,34 21,79 c. Berusaha dibantu buruh tetap

2,43 2,32 1,93 II. Buruh/Karyawan

12,07 14,02 13,43 III. Pekerja Bebas

22,90 25,66 26,46 IV. Pekerja Keluarga/Tak Dibayar

Jumlah 100,00 100,00 100,00

Sumber : Sakernas, Tahun 2008‐2010 Jika dilihat menurut status pekerjaan maka dapat dilihat bahwa

sektor informal memiliki peranan yang signifikan dalam hal penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Pandeglang. Pada tabel 5.5 terlihat bahwa proporsi pekerja yang bekerja sebagai buruh/karyawan (kategori status

Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Selanjutnya, mayoritas pekerja di Kabupaten Pandeglang pada tahun 2010 merupakan para pekerja bebas (26,46 persen), kemudian penduduk yang berusaha sendiri (22,17 persen) dan penduduk yang berusaha dengan dibantu pekerja tidak dibayar/tidak tetap (21,79 persen).

Terbatasnya lapangan pekerjaan pada sektor formal seperti buruh/karyawan pabrik dan pegawai negeri menyebabkan sektor informal berkembang dengan sendirinya. Meningkatnya pekerja sektor informal juga dapat mengindikasikan masih besarnya peluang usaha yang bisa dijalankan di Kabupaten Pandeglang, sehingga masyarakat berani untuk mencoba usaha sendiri maupun berusaha dibantu buruh/karyawan tetap maupun tidak tetap dari pada mencari pekerjaan pada orang lain. Hal ini mungkin yang menyebabkan persentase penduduk dengan status pengusaha cukup tinggi di Pandeglang.

58 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Tabel 5.6 Komposisi Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2010 (persen)

Status Pekerjaan Laki ‐laki Perempuan

(1) (2) (3) I. Pengusaha

a. Berusaha Sendiri 21,12 24,24 b. Berusaha dibantu pekerja tak dibayar/tidak tetap

27,40 10,76 c. Berusaha dibantu buruh tetap

2,21 1,37 II. Buruh/Karyawan

13,39 13,50 III. Pekerja Bebas

30,83 17,88 IV. Pekerja Keluarga/Tak Dibayar

5,05 32,36 Jumlah 100,00 100,00 Sumber : Sakernas Tahun 2010

Jika dibedakan menurut jenis kelamin, maka terdapat perbedaan yang cukup signifikan dalam status pekerjaan antara pekerja laki‐laki dan perempuan. Pada tahun 2010 pekerja laki‐laki yang berstatus sebagai pengusaha sebesar 50,73 persen, sedangkan pekerja perempuan sebesar 36,37 persen. Pada pekerja laki‐laki, sebagian besar dari pekerja yang berstatus pengusaha tersebut adalah mereka yang bekerja dibantu oleh pekerja tidak dibayar/tidak tetap. Sedangkan pada pekerja perempuan sebagian besar berstatus berusaha sendiri. Dari Tabel 5.6 dapat terlihat bahwa sebagian besar status pekerja perempuan adalah pekerja keluarga/tidak dibayar (32,36 persen).

Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

5.3. Jumlah Jam Kerja

Dalam kajian ketenagakerjaan, seorang pekerja dapat dikategorikan sebagai pengangguran apabila memiliki jam kerja selama seminggu dibawah jam kerja normal. Kesepakatan tentang jumlah jam kerja normal di Indonesia adalah minimal 35 jam selama seminggu. Istilah lain dari persentase penduduk yang bekerja di bawah jam kerja normal disebut sebagai pengangguran kentara (visible underemployed) atau setengah pengangguran.

Tabel 5.7 Persentase Penduduk Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja Seminggu dan Jenis Kelamin, Tahun 2010

Jam Kerja Laki ‐laki Perempuan Laki ‐laki + Perempuan

66.83 40.64 58.00 Sumber : Sakernas Tahun 2010

Persentase penduduk yang bekerja di bawah jam kerja normal dapat dilihat pada Tabel 5.7. Pada tahun 2010, secara umum persentase penduduk yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu yang lalu sebesar 42,00 persen, sedangkan yang bekerja kurang dari 10 jam selama seminggu yang lalu sebesar 5,48 persen.

60 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Bila dibedakan menurut jenis kelamin, maka penduduk laki‐laki yang bekerja dengan jam kerja normal persentasenya jauh lebih besar dibanding perempuan, yaitu sebesar 66,83 persen berbanding 40,64 persen. Angka ini menunjukkan bahwa pekerja perempuan yang tergabung ke dalam status setengah pengangguran cukup tinggi, yaitu sebesar 59,36 persen, sedangkan pekerja laki‐laki yang masuk ke dalam kategori setengah pengangguran hanya 33,17 persen.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

BAB VI TARAF KESEJAHTERAAN DAN POLA KONSUMSI

Tingkat kesejahteraan seorang penduduk di suatu wilayah dapat digambarkan melalui pendapatan maupun pengeluarannya. Namun demikian, tidaklah mudah untuk mendapatkan data tentang pendapatan suatu penduduk. Oleh sebab itu, sampai dengan saat ini perkiraan tentang pendapatan suatu rumah tangga dilakukan melalui pendekatan Pengeluaran rumah tangga dibedakan atas pengeluaran makan dan bukan makanan. Dengan kedua jenis pengeluaran ini, dapat dilihat bagaimana pola konsumsi masyarakat.

Dengan menggunakan data pengeluaran dapat terlihat pola konsumsi rumah tangga secara umum melalui indikator proporsi pengeluaran untuk makanan dan non makanan. Komposisi pengeluaran rumah tangga dapat dijadikan ukuran guna menilai tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk. Pada umumnya makin rendah persentase pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran maka semakin baik tingkat kesejahteraan penduduk.

Pada kelompok penduduk dengan tingkat pendapatan rendah biasanya pengeluaran akan lebih difokuskan untuk memenuhi kebutuhan dasar, yaitu makanan. Penduduk yang tidak dapat memenuhi kebutuhan standar minimum tertentu biasanya

Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

6.1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin

Berbicara masalah kemiskinan atau tepatnya penduduk miskin seolah tidak pernah ada habisnya. Penduduk miskin nampaknya sudah menjadi ciri khas atau trade mark bagi negara miskin dan berkembang atau lebih dikenal sebagai negara dunia ketiga, dimana Indonesia termasuk salah satu diantaranya.

Kemiskinan di negara berkembang seperti Indonesia pada umumnya mengarah pada kemiskinan absolut, yaitu ketidakmampuan seseorang untuk mencapai standar hidup minimal tertentu yang telah ditetapkan. Walaupun pemerintah telah banyak menggulirkan berbagai

64 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011 64 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Tabel 6.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Kabupaten Pandeglang, Tahun 1993‐2010

Penduduk Persentase Garis Kemiskinan

Tahun

Miskin (Jiwa)

Penduduk Miskin

(Rp/kapita/bulan) (1) (2) (3) (4)

Sumber : Susenas Tahun 1993 ‐ 2010

Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Jika memperhatikan perkembangan penduduk miskin di Pandeglang sejak empat tahun terakhir, terlihat kecenderungan menurun jumlahnya. Jika pada tahun 2006 jumlah penduduk miskin di Pandeglang diperkirakan sebanyak 177.895 jiwa atau sebesar 15,82 persen dari jumlah penduduk Pandeglang, maka pada tahun 2010 jumlah penduduk miskin menjadi sebanyak 127.800 jiwa atau sebesar 11,14 persen. Penurunan ini selain akibat membaiknya kondisi perekonomian regional juga tidak lepas dari dampak digulirkannya berbagai program untuk mengentaskan kemiskinan. Perkembangannya lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 6.1.

Grafik 6.1 Jumlah Penduduk Miskin dan Nilai Garis Kemiskinan di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2000‐2010

Garis kemiskinan atau batas kemiskinan adalah tingkat minimum 150,000

Penduduk Miskin

Garis Kemiskinan

Tahun

66 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011 66 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Nilai garis kemiskinan selalu berubah‐ubah dan sangat rentan terhadap perubahan harga. Tingkat inflasi yang tinggi akibat kondisi perekonomian yang mengalami perlambatan dapat membuat nilai garis kemiskinan meningkat, akibatnya jumlah penduduk miskin akan bertambah secara otomatis. Penduduk yang pendapatannya (didekati oleh pengeluaran) berada sedikit di atas nilai garis kemiskinan (hampir miskin) merupakan kelompok penduduk yang sangat beresiko tinggi untuk tergolong sebagai penduduk miskin. Atas dasar hal tersebut, pemerintah di negara manapun selalu berusaha menjaga tingkat inflasi menjadi serendah mungkin.

Perkembangan nilai garis kemiskinan dan jumlah penduduk miskin di Pandeglang dapat dilihat pada Tabel 6.1. Terlihat bahwa nilai

Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

6.2. Pola Konsumsi

Pola konsumsi rumah tangga merupakan salah satu indikator kesejahteraan rumah tangga/keluarga. Selama ini berkembang pengertian bahwa besar kecilnya proporsi pengeluaran untuk konsumsi makanan terhadap seluruh pengeluaran rumah tangga dapat memberikan gambaran kesejahteraan rumah tangga tersebut. Rumah tangga dengan proporsi pengeluaran yang lebih besar untuk konsumsi makanan mengindikasikan rumah tangga yang berpenghasilan rendah. Makin tinggi tingkat penghasilan rumah tangga, makin kecil proporsi pengeluaran untuk makanan terhadap seluruh pengeluaran rumah tangga. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa rumah

68 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011 68 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Tabel 6.2

Pengeluaran Rata‐rata per Kapita per Bulan Penduduk Kabupaten Pandeglang, Tahun 2009‐2010

Pengeluaran (Rp)

66,51 Padi ‐padian

9,65 10,74 Lain ‐lain

Tembakau/Sirih 35.171

Bukan Makanan

16,14 15,88 Barang dan Jasa

2,85 3,28 Lain ‐lain

100,00 Sumber: Susenas Tahun 2009‐2010

Pada Tabel 6.2 disajikan data pengeluaran rata‐rata perkapita sebulan untuk makanan dan bukan makanan penduduk Pandeglang tahun 2009 dan 2010. Terlihat bahwa selama periode 2009‐2010 rata‐rata pengeluaran perkapita sebulan penduduk Pandeglang turun sebesar 9,78 persen dari Rp. 364.545,‐ menjadi Rp. 328.892,‐. Penurunan tersebut disebabkan oleh turunnya porsi pengeluaran penduduk untuk konsumsi bukan makanan dari 33,75 % di tahun 2009 menjadi 33,49 % di tahun

Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

2010. Sementara konsumsi makanan secara persentase mengalami kenaikan dibanding tahun 2009 dari 66,25 % menjadi 66,51%.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pada periode 2009‐2010 terjadi kecenderungan bahwa konsumsi makanan masih menjadi prioritas penduduk Pandeglang dalam membelanjakan penghasilannya. Pengeluaran terbesar konsumsi makanan adalah untuk padi ‐padian (makanan pokok) dan tembakau/sirih (rokok). Sedangkan dari konsumsi bukan makanan pengeluaran terbesar adalah untuk konsumsi perumahan serta barang/jasa.

Terdapat satu fakta menarik terkait pola konsumsi penduduk Pandeglang, yaitu nilai pengeluaran untuk rokok jauh lebih besar dibandingkan pengeluaran untuk pendidikan maupun kesehatan. Hal ini cukup ironis mengingat seringkali ketidakmampuan orangtua untuk menyekolahkan anak dan menggunakan jasa pelayanan kesehatan yang baik dikaitkan dengan ketidakmampuan mereka dalam hal keuangan.

70 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

BAB VII FASILITAS PERUMAHAN

Manusia dan alam lingkungannya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Lingkungan ini bisa berupa lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan fisik bisa berupa alam sekitar maupun buatan manusia .

Perumahan merupakan salah satu kebutuhan pokok dari penduduk setelah pangan dan sandang. Papan atau hunian tempat tinggal. Selain sebagai tempat berlindung dan mempertahankan diri dari kondisi lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial, rumah juga dapat menunjukkan status sosial seseorang. Status sosial seseorang berbanding lurus dengan kualitas/kondisi rumahnya. Semakin tinggi status sosial seseorang semakin besar peluang untuk memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal dengan kualitas yang lebih baik.

Sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka kebutuhan akan perumahanpun meningkat. Namun keterbatasan lahan untuk pemukiman dan penawaran perumahan yang hanya tertuju pada suatu golongan masyarakat tertentu merupakan kendala bagi sebagian besar masyarakat dalam memenuhi kebutuhan akan perumahan. Hal lain yang menjadi permasalahan adalah besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat untuk membangun perumahan yang layak huni, sementara tingkat pendapatan penduduk masih relatif rendah.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Akibatnya adalah masih tingginya jumlah rumah tangga/penduduk yang menempati rumah tidak layak huni, baik dilihat dari sisi kualitas rumah, lingkungan, kesehatan maupun ukuran luasnya. Hal ini perlu mendapat perhatian mengingat kualitas sumber daya manusia yang akan datang akan sangat dipengaruhi oleh kualitas perumahan dan permukiman di mana masyarakat tinggal menempatinya (Djoko Kirmanto, 2002).

Berbagai fasilitas perumahan yang mencerminkan kesejahteraan rumah tangga tersebut diantaranya dapat dilihat dari kualitas material yang mencakup antara lain jenis atap, dinding dan lantai terluas yang digunakan. Kualitas ketiga unsur tersebut secara umum dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan penghuninya. Selain itu, berbagai indikator fasilitas penunjang lain seperti sumber air minum, luas lantai hunian, tempat buang air besar, sumber penerangan dan status kepemilikan rumah juga dapat menunjukkan tingkat kesejahteraan rumah tangga. Kualitas perumahan yang baik dan penggunaan fasilitas perumahan yang memadai akan memberikan kenyamanan bagi penghuninya.

Kondisi ekonomi rumah tangga sangat berpengaruh terhadap kepemilikan rumah tinggal. Rumah tangga yang menempati rumah milik sendiri dapat dikatakan telah mampu memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal yang terjamin dan permanen dalam jangka panjang. Berdasarkan hasil Susenas, pada tahun 2010 sebagian besar

72 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011 72 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Kriteria rumah yang layak dan sehat untuk dijadikan tempat tinggal adalah apabila rumah tersebut memiliki dinding terluas yang terbuat dari tembok atau kayu, atap terluas berupa beton atau genteng serta luas lantai terluas bukan berupa tanah. Selain itu menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), salah satu kriteria rumah sehat adalah rumah yang memiliki luas lantai per orang minimal 10 m². Sedangkan menurut Pedoman Umum Rumah Sederhana Sehat, kebutuhan ruang per orang dihitung berdasarkan aktifitas dasar manusia di dalam rumah yang meliputi, tidur, makan, kerja, duduk, mandi, kakus, cuci, masak dan ruang gerak lainnya. Sementara menurut Kementrian Kesehatan, salah satu persyaratan rumah sehat adalah jika penguasaan luas lantai

perkapitanya minimal 8 m 2 . Jika melihat hasil kajian, maka kebutuhan ruang per orang adalah 9 m 2 dengan perhitungan rata‐rata ketinggian langit ‐langit adalah 2,80 m.

Berdasarkan hasil Susenas, pada tahun 2010 tidak terdapat rumah tangga di Pandeglang yang penguasaan luas lantai rumah perkapitanya kurang dari 10 m 2 .

Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Tabel 7.1 Indikator Fasilitas Perumahan di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2009‐2010 (Persen)

Indikator Fasilitas Perumahan

Rumah milik sendiri/ Orang tua/ Saudara 97,77 97,21 Lantai terluas bukan tanah

78,42 88,89 Luas lantai rumah perkapita < 10 m2

29,4 ‐ Atap rumah dari beton dan genteng

85,57 85,41 Dinding rumah berupa tembok

47,08 49,14 Mengkonsumsi air minum kemasan dan air ledeng

10,41 8,12 Bahan bakar memasak:

‐ Gas 22,49 21,46 ‐ Minyak tanah

1,79 1,24 ‐ Kayu bakar

75,06 76,46 ‐ Lainnya 0,66 0,84

Menggunakan fasilitas buang air besar 52,48 54,48 Menggunakan Listrik PLN dan non PLN

93,09 92,69 Sumber : Susenas Tahun 2009‐2010

Indikator lain yang digunakan untuk melihat kualitas perumahan untuk rumah tinggal adalah penggunaan atap dan dinding terluas. Dari hasil Susenas 2010, persentase rumah tinggal dengan atap terluas berupa beton atau genteng mencapai sekitar 85,41 persen.Sedangkan bangunan rumah tinggal yang dinding terluas berupa tembok menunjukkan peningkatan, yaitu dari 47,08 persen menjadi sekitar 49,14 persen.

74 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Kelengkapan fasilitas pokok suatu rumah tinggal akan menentukan kualitas dan nyaman tidaknya rumah tinggal tersebut. Salah satu fasilitas pokok yang penting agar suatu rumah menjadi nyaman dan sehat untuk ditinggali adalah tersedianya air bersih serta jamban yang dimiliki sendiri. Ketersediaan air bersih dalam jumlah yang cukup terutama untuk keperluan minum dan masak merupakan tujuan dari program penyediaan air bersih yang terus menerus diupayakan oleh pemerintah. Seperti terlihat pada tabel 7.1, persentase rumah tangga yang mengkonsumsi air minum kemasan dan air ledeng sebagai sumber air minum dan masak baru mencapai sekitar 8,12 persen. Selebihnya masih menggunakan sumber air dari sumur bor/ pompa, sumur terlindung, sumur tak terlindung, mata air terlindung, mata air tak terlindung, air sungai, air hujan dan lainnya.

Sistem pembuangan kotoran manusia sangat erat kaitannya dengan kondisi lingkungan dan resiko penularan penyakit, khususnya penyakit saluran pencernaan. Klasifikasi sarana pembuangan kotoran dilakukan berdasarkan tingkat resiko pencemaran yang mungkin ditimbulkan. Masalah kondisi lingkungan tempat pembuangan kotoran manusia tidak terlepas dari aspek kepemilikan terhadap sarana yang digunakan terutama dikaitkan dengan tanggungjawab dalam pemeliharaan dan kebersihan sarana. Fasilitas rumah tangga yang berhubungan dengan hal tersebut adalah ketersediaan jamban sendiri. Berdasarkan hasil Susenas tahun 2010, persentase rumah tangga yang

Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Fasilitas perumahan lainnya yang juga penting adalah penerangan dan bahan bakar untuk memasak. Sumber penerangan yang ideal adalah yang berasal dari listrik (PLN dan Non PLN), karena cahaya listrik lebih terang dibandingkan sumber penerangan lainnya. Berdasarkan hasil Susenas tahun 2010, sekitar 92,69 persen rumah tangga di Pandeglang telah menikmati fasilitas penerangan listrik.

Sementara itu persentase rumah tangga yang menggunakan bahan bakar gas untuk memasak turun dari 22,49 persen menjadi 21,46 persen. Program konversi bahan bakar minyak tanah menuju bahan bakar gas yang dijalankan pemerintah cukup mendorong penurunan penggunaan bahan bakar minyak tanah oleh rumah tangga seperti terlihat pada Tabel

7.1. Namun demikian, jumlah pengguna bahan bakar gas belum naik secara signifikan, terbukti bahwa sebagian besar rumah tangga di Pandeglang masih menggunakan kayu bakar untuk memasak. Selain harga kayu bakar yang murah dan mudah diperoleh,

Kekhawatiran masyarakat terhadap keamanan penggunaan bahan bakar gas diperkirakan menjadi penyebab enggannya rumah tangga menggunakan bahan bakar gas. Sehingga ada penurunan pemakai dari 2009 ke tahun 2010. Oleh karena itu, sosialisasi keamanan penggunaan

76 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011 76 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

BAB VIII INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator komposit tunggal yang digunakan untuk mengukur tingkat pencapaian pembangunan manusia di suatu wilayah. Walaupun tidak dapat mengukur semua dimensi dari pembangunan manusia, namun mampu mengukur dimensi pokok pembangunan manusia yang dinilai mencerminkan kemampuan dasar (basic capabillities) penduduk. Dikatakan cukup baik karena IPM merupakan indikator gabungan yang mencakup tiga indikator pembangunan yang dominan dan memiliki andil yang cukup besar dalam membentuk kualitas sumber daya manusia.

Tiga indikator penyusun IPM tersebut adalah :

1) Indikator Kesehatan yang digambarkan melalui Indeks Angka Harapan Hidup (AHH),

2) Indikator Pengetahuan yang digambarkan melalui Indeks Angka Melek Huruf dan Indeks Rata‐rata Lama Sekolah), dan

3) Indikator Ekonomi yang digambarkan melalui Indeks Kemampuan Daya Beli Masyarakat / Purchasing Power Parity).

Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Indikator penting tersebut terwujud dalam suatu ukuran pencapaian, yaitu “umur panjang dan sehat” yang diukur dengan angka harapan hidup waktu lahir, “berpengetahuan dan berketerampilan” yang diukur dengan angka melek huruf dan rata‐rata lama sekolah, serta akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup layak yang diukur dengan pendapatan perkapita yang disesuaikan. Ketiga indikator tersebut dianggap dapat mengukur tingkat kesejahteraan dan keberhasilan pembangunan manusia di suatu wilayah

Penghitungan IPM dengan menggunakan ketiga indikator tersebut di atas merupakan formula yang digunakan oleh UNDP (United Nation Development Program) sejak tahun 1990 untuk mengukur tingkat pencapaian pembangunan manusia di suatu negara dan dipublikasikan dalam laporan tahunan Human Development Report (HDR).

Tabel 8.1 Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM

Mak Min Catatan (1) (2) (3) (4) Angka Harapan Hidup

Komponen IPM

85 25 Sesuai standar global (UNDP) Angka Melek Huruf

100 0 Sesuai standar global (UNDP) Rata ‐rata lama sekolah

15 0 Sesuai standar global (UNDP) Konsumsi per kapita

UNDP menggunakan PDB

yang disesuaikan perkapita riil yang disesuaikan Sumber : BPS Kabupaten Pandeglang

80 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

8.1. Indikator Kesehatan

Dengan mempertimbangkan ketersediaan data secara umum, angka harapan hidup waktu lahir (life expectancy at birth) dipilih sebagai salah satu komponen dalam penghitungan IPM untuk indikator bidang kesehatan. Angka harapan hidup merupakan indikator penting dalam mengukur longevity (panjang umur) yang menggabarkan derajat kesehatan masyarakat suatu daerah, karena semakin baik kesehatan seseorang maka kecenderungan untuk hidup lebih lama semakin tinggi dan sebaliknya semakin buruk kesehatan seseorang maka kecenderungan hidupnya pun semakin pendek, hal ini tentunya tidak terlepas dari kekuasaan Tuhan.

Untuk menghitung angka harapan hidup digunakan metode tidak langsung dengan menggunakan dua data dasar, yaitu rata‐rata anak lahir hidup dan rata‐rata anak yang masih hidup. Prosedur penghitungan angka harapan hidup sejak lahir (AHH0) dilakukan dengan menggunakan Software Mortpack Life. Setelah mendapatkan angka harapan hidup sejak lahir, selanjutnya dilakukan penghitungan angka indeks (Indeks Kesehatan) dengan cara membandingkan angka tersebut terhadap angka yang sudah distandarkan.

AHH0 t – AHH0 Min Indeks AHH0 = ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ Sasaran Ideal – AHH0 Min

Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Pada tahun 2010 angka harapan hidup penduduk Pandeglang sebesar 63,77. Angka ini menunjukan bahwa setiap penduduk pandeglang (bayi) yang lahir pada tahun 2010 mempunyai peluang/harapan untuk hidup selama 63,77 tahun. Dengan menggunakan rumus di atas akan didapat angka indeks harapan hidup sebesar 64,6. Indeks angka harapan hidup merupakan indeks penyusun IPM yang menggambarkan pembangunan manusia di bidang kesehatan, dengan demikian dapat dikatakan bahwa pencapaian pembangunan di bidang kesehatan baru mencapai 64,6 persen dari kondisi ideal. Angka indeks harapan hidup yang lebih besar dibandingkan tahun 2009 menunjukkan tingkat kesehatan masyarakat Pandeglang semakin membaik.

8.2. Indikator Pengetahuan

Indeks pengetahuan disusun oleh dua indikator pendidikan, yaitu angka melek huruf dan rata‐rata lama sekolah.

8.2.1. Angka Melek Huruf

Harkat dan martabat manusia akan meningkat diantaranya apabila yang bersangkutan cerdas. Hidup sehat dan cerdas diyakini akan meningkatkan kemampuan produktivitas seseorang sehingga akan meningkatkan mutu peran warga tersebut sebagai pelaku (agent) pembangunan. Tingkat kecerdasan (intelligence) seseorang pada titik

82 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011 82 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Perkembangan tingkat pendidikan salah satunya dapat dievalusi dengan melihat besarnya indikator angka melek huruf (AMH). Yang dimaksud dengan AMH adalah Persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin. Batasan usia 10 tahun ke atas hanya membatasi proporsi penduduk yang usianya dianggap telah cukup untuk belajar membaca dan menulis di sekolah. Persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin merupakan nilai indeks dari AMH. Pada tahun 2010 angka melek huruf (indeks AMH) Kabupaten Pandeglang sebesar 96,35 persen.

8.2.2. Rata ‐rata Lama Sekolah (RLS ) / Mean Years of Schooling

Selain angka melek huruf, indikator penyusun indeks pengetahuan lainnya adalah rata‐rata lama sekolah (RLS). AMH dan RLS diharapkan mencerminkan tingkat pengetahuan dan keterampilan penduduk.

∑fi x ji RLS = ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ ∑fi

Keterangan: RLS = Rata‐rata Lama Sekolah

Fi = Frekuensi penduduk 10 tahun keatas pada jenjang pendidikan i Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

J = Lama sekolah untuk masing‐masing jenjang pendidikan yang ditamatkan atau tingkat pendidikan yang pernah diduduki

I = Jenjang pendidikan Rata ‐rata lama sekolah didefinisikan sebagai jumlah lamanya

penduduk 10 tahun ke atas bersekolah dibagi dengan jumlah penduduk usia

10 tahun ke atas. Angka rata‐rata lama sekolah dihitung dengan mengolah dua variabel secara simultan, yaitu tingkat/kelas yang sedang/pernah diduduki dan jenjang pendidikan yang ditamatkan.

Penghitungan rata‐rata lama sekolah dilakukan secara bertahap. Tahap pertama, dihitung lama sekolah untuk masing‐masing individu dengan menggunakan pola hubungan antar variabel, tahap selanjutnya dihitung indeks rata‐rata lama sekolah dengan formula sebagai berikut.

RLS 2010 – RLS Min Indeks RLS = ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐

Sasaran Ideal – RLS Min

Pada tahun 2010 angka rata‐rata lama sekolah penduduk Kabupaten Pandeglang adalah 6,47 tahun. Angka RLS yang dibawah angka wajib pendidikan dasar 9 tahun harus mendapat perhatian yang serius dari pemerintah untuk sesegera mungkin melakukan evaluasi pelaksanaan pembangunan di bidang pendidikan. Dengan berpatokan sasaran ideal RLS adalah 15 tahun, maka didapat indeks RLS sebesar 43,13 persen. Dengan demikian dapat diartikan bahwa rata‐rata lama

84 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011 84 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

8.2.3. Indeks Pengetahuan (Indeks AMH + Indeks RLS)

Indeks angka melek huruf dan indeks rata‐rata lama sekolah digabung menjadi satu dengan perbandingan 2 : 1, sehingga diperoleh indeks pendidikan dengan formula sebagai berikut:

IP = ‐‐‐‐‐ Indeks AMH + ‐‐‐‐‐ Indeks RLS

Indeks pengetahuan akan bernilai antara 0 (kondisi terburuk) sampai dengan 100 (kondisi terbaik). Angka melek huruf dan rata‐rata lama sekolah dapat menggambarkan tingkat pengetahuan dan keterampilan masyarakat suatu wilayah.

Pada tahun 2010 angka indeks pengetahuan Kabupaten Pandeglang sebesar 78,6. Hal ini berarti pembangunan yang selama ini dilakukan baru membawa tingkat pengetahuan dan keterampilan masyarakat Kabupaten Pandeglang mencapai 78,6 persen dari kondisi ideal (pencapaian maksimal). Pencapaian angka indeks pengetahuan meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 78,5 persen.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

8.3. Indikator Ekonomi

Indikator Ekonomi digambarkan melalui angka indeks tingkat daya beli masyarakat/Purchasing Power Parity (PPP). Kemampuan daya beli merupakan kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhan

dasar minimal untuk hidup secara layak . Komponen standar hidup layak diukur dengan indikator rata‐rata konsumsi riil yang telah

disesuaikan. Sebagai catatan, UNDP menggunakan indikator PDB per kapita riil yang telah disesuaikan (adjusted real GDP per capita) sebagai ukuran komponen tersebut karena tidak tersedia indikator lain yang lebih baik untuk keperluan perbandingan antar negara.

Dengan dimasukannya variabel PPP kedalam penghitungan IPM, maka IPM jelas lebih ”lengkap” dalam merefleksikan kondisi suatu masyarakat yang memiliki peluang hidup panjang dan sehat serta memiliki tingkat pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Namun demikian, UNDP melihat bahwa kondisi seperti itu belum memberikan gambaran yang ideal. Menurutnya, masyarakat ideal selain harus memiliki peluang hidup panjang dan sehat serta memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai, juga harus mempunyai peluang/kesempatan kerja/berusaha yang memadai sehingga akan memperoleh/menghasilkan sejumlah ”uang” yang memiliki daya beli (Purchasing Power).

86 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Penghitungan indikator konsumsi riil per kapita yang telah disesuaikan dilakukan melalui tahapan pekerjaan sebagai berikut :

1. Hitung pengeluaran konsumsi perkapita dari Susenas Modul (=A).

2. Mendeflasikan nilai A dengan IHK ibukota propinsi yang sesuai (=B).

3. Menghitung daya beli per unit (=PPP/unit). Metode penghitungan sama seperti metode yang digunakan International Comparison Project (ICP) dalam menstandarkan nilai PDB suatu negara.

Data dasar yang digunakan adalah data harga dan kuantum dari suatu basket komoditi yang terdiri dari nilai beberapa komoditi yang telah ditentukan (27 komoditi) dan diperoleh dari Susenas Modul.

4. Membagi nilai B dengan PPP/unit (=C).

5. Menyesuaikan nilai C dengan formula Atkinson sebagai upaya untuk memperkirakan nilai marginal utility dari C.

Penghitungan PPP/unit dilakukan dengan rumus :

∑ E ( i, j )

j PPP / unit = ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐

∑ (p ( 9, j ) . q ( I,,j )

dimana,

E ( : pengeluaran untuk komoditi j di kabupaten ke‐i I, j ) P ( : harga komoditi j tahun dasar IHK di DKI Jakarta 9, j ) q ( I,,j ) : jumlah komoditi j (unit) yang dikonsumsi di kabupaten ke‐I

Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Angka indeks tingkat daya beli (PPP) menunjukan tingkat kemampuan daya beli masyarakat. Semakin besar angka indeks PPP maka semakin tinggi pula kesempatan masyarakat untuk dapat memenuhi standar kehidupan yang layak. Pada tahun 2010, angka konsumsi perkapita riil yang disesuaikan Kabupaten Pandeglang tercatat sebesar Rp. 626.730. Dengan demikian, maka indeks tingkat daya beli masyarakat Kabupaten Pandeglang mencapai 61,6. Angka tersebut mengindikasikan bahwa tingkat daya beli masyarakat Kabupaten Pandeglang sebagai jalan untuk memenuhi standar kehidupan yang layak baru mencapai 61,6 persen dari kondisi ideal.

Tabel 8.2 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pandeglang dan Komponen Penyusunnya Tahun 2008 – 2010

2008 2009 2010 (1) (2) (3) (4) Indeks Angka Harapan Hidup

Komponen IPM

63,8 64,2 64,6 Indeks Pengetahuan

78,4 78,5 78,6 Indeks Tingkat Daya Beli

61,1 61,3 61,6 Sumber : BPS Kabupaten Pandeglang

8.4. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai alat ukur tingkat pencapaian pembangunan manusia, merupakan indeks gabungan dari tiga komponen ‘penilai’ kualitas sumber daya manusia. Jika ketiga komponen tersebut memiliki kualitas yang baik, maka secara otomatis

88 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011 88 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Indeks (Kesehatan + Pendidikan + Ekonomi ) IPM = ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐

Secara keseluruhan, sebagaimana terlihat pada tabel 8.3, tingkat keberhasilan pembangunan manusia Kabupaten Pandeglang pada tahun 2010 yang meliputi bidang kesehatan, pendidikan dan ekonomi yang digambarkan melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM) baru mencapai 68,29. Kondisi ini mengalami sedikit peningkatan dibanding tahun 2009 yang hanya sebesar 67,99. Jika digolongkan menurut pencapaian skor, maka angka IPM Kabupaten Pandeglang pada tahun 2010 termasuk golongan angka IPM menengah atas.

Penggolongan skor/nilai IPM

Nilai IPM

Keterangan

80 ‐ 100 IPM Tinggi

65 ‐ 80 IPM Menengah Atas

50 ‐ 65 IPM Menengah Bawah < 50

IPM Rendah

Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Berdasarkan Tabel 8.3, terlihat apabila dibandingkan dengan kabupaten/kota se‐Provinsi Banten, maka pencapaian pembangunan manusia di Kabupaten Pandeglang pada tahun 2010 berada pada peringkat ke‐7 dari 8 kabupaten/kota. Nilai pembangunan manusia terendah adalah Kabupaten Lebak dengan nilai IPM sebesar 67,67. Sedangkan nilai pembangunan manusia tertinggi adalah Kota Cilegon dengan nilai IPM sebesar 75,29.

Tabel 8.3 Indeks Pembangunan Manusia Berdasarkan Komponen IPM dan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2010

Rata ‐

Pengeluaran Angka Angka IPM

Propinsi/ rata per Harapan Kapita Melek

Lama Riil Rank Kabupaten/Kota Hidup Huruf Sekolah disesuaikan

(Tahun) (Persen)

(Tahun)

(Rp. 000)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Kab. Pandeglang

63.77 96.35 6.47 626.73 67,99 68.29 7 Kab. Lebak

63.28 94.60 6.24 629.44 67,45 67.67 8 Kab. Tangerang

65.79 95.78 8.94 635.19 71,45 71.76 4 Kab. Serang

63.51 95.23 7.05 631.19 68,27 68.67 6 Kota Tangerang

68.37 98.39 9.98 643.18 74,89 75.17 3 Kota Cilegon

68.58 98.72 9.67 645.43 74,99 75.29 1 Kota Serang

65.13 96.47 7.33 636.77 69,99 70.48 5 Kota Tangsel

68.54 98.15 10.01 643.75 75,01 75.27 2 Provinsi Banten

Sumber : BPS Provinsi Banten Keterangan : *) Angka Sementara, **) Angka Perbaikan

90 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Pembangunan manusia di Kabupaten Pandeglang dengan nilai IPM dan posisi yang dicapainya masih berada di bawah nilai IPM Provinsi Banten. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan manusia di Kabupaten Pandeglang di bawah rata‐rata pembangunan manusia di Provinsi Banten. Kerja keras dan usaha sungguh‐sungguh yang berkelanjutan dalam melaksanakan program pembangunan masih perlu ditingkatkan agar Kabupaten Pandeglang dapat berdiri sejajar dengan kabupaten/kota lain di Provinsi Banten.

Grafik 8.1 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pandeglang dan Provinsi Banten Tahun 2003‐2010

Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

BAB IX KESIMPULAN

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indeks komposit dari tiga dimensi pembangunan manusia yaitu lamanya hidup, pengetahuan dan standar kehidupan yang layak, yang menggambaran tingkat keberhasilan pembangunan manusia suatu negara atau wilayah. Pembangunan manusia Kabupaten Pandeglang dalam kurun waktu dua tahun terakhir (2009‐2010), pada umumnya menunjukan perbaikan khususnya pada tiga bidang pokok pembangunan, yaitu bidang kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Namun demikian beberapa indikator kesejahteraan penduduk lainnya masih menunjukkan angka yang cukup mengkhawatirkan sehingga perlu mendapat perhatian lebih serius seperti tingkat kemiskinan, pengangguran, partisipasi sekolah tingkat atas, angka kesakitan, angka melek huruf dan lain sebagainya.

Jumlah penduduk Kabupaten Pandeglang tahun 2010 sebanyak 1.149.610 jiwa yang terdiri dari 589.056 laki‐laki dan 560.554 perempuan. Berdasarkan data tersebut maka rata‐rata kepadatan penduduk sekitar 4189jiwa/Km2 dengan sex ratio sebesar 105,08.

Sementara itu pada bidang kesehatan, indikator angka harapan hidup (AHH) meningkat dari 63,5 tahun pada tahun 2009 menjadi 63,7 7tahun pada tahun 2010. Begitu juga dengan angka angka kematian bayi

Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

(AKB) yang turun dari 53,8 per 1000 kelahiran pada 2009 menjadi 52,8 per 1000 kelahiran di tahun 2010. Untuk indikator angka kesakitan, persentasenya meningkat dari 22,74 persen pada tahun 2009 menjadi 48,06 persen pada tahun 2010, dengan rata‐rata lama sakit selama 6,86 hari pada tahun 2009 dan 5,02 hari di tahun 2010.

Tingkat pendidikan masyarakat Pandeglang pada umumnya masih relatif rendah khususnya pencapaian tingkat pendidikan formal. Persentase penduduk Pandeglang yang melek huruf tahun 2010 sekitar 94,32 persen. Angka tersebut sekaligus mengindikasikan masih terdapat sekitar 5,68 persen penduduk yang buta huruf. Indikator angka melek huruf mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2009 yang sudah sudah mencapai 94,22 persen. Sementara itu rata‐rata lama sekolah penduduk Pandeglang tahun 2010 baru mencapai 6,87 tahun. Dengan kata lain rata‐rata penduduk pandeglang hanya mampu menamatkan jenjang pendidikan hingga tingkat sekolah dasar (SD).

Partisipasi sekolah penduduk Pandeglang tahun 2010 secara umum mengalami penrunan, terutama untuk anak usia 16‐18 tahun. Partisipasi sekolah anak usia 7‐12 tahun mencapai 96,42 persen, sedikit mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2009 yang mencapai 96,36 persen. Untuk partisipasi sekolah anak usia 13‐15 tahun menurun dari 72,09 persen menjadi 70,54 persen. Sedangkan untuk anak usia 16‐18 tahun, partisipasi sekolah menurun cukup signifikan dari 46,96 persen pada tahun 2009 menjadi 41,34 persen di tahun 2010.

94 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

Pada bidang ketenagakerjaan, tingkat pengangguran yang tinggi di Pandeglang merupakan masalah yang cukup serius sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus. Pada tahun 2010, tingkat pengangguran terbuka di Kabupaten Pandeglang sebesar 11,34 persen, mengalami kenaikan dibanding tahun 2009 yang sebesar 10,98 persen, namun di tahun 2010 tingkat pengangguran terbuka masih berada pada level dua digit dan harus menjadi perhatian serius dari stakeholder terkait untuk mengurangi tingkat pengangguran ini. Untuk persentase penduduk miskin juga berkurang dari 12,01 persen pada tahun 2009 menjadi 11,14 persen di tahun 2010. Tingkat kesejahteraan penduduk Pandeglang yang masih rendah diantaranya terlihat dari pola konsumsi penduduk Pandeglang dimana persentase konsumsi untuk makanan jauh lebih tinggi dibanding konsumsi untuk non makanan.

Pada bidang perumahan, kondisi ekonomi rumah tangga sangat berpengaruh terhadap kepemilikan dan kualitas rumah tinggal. Pada tahun 2010 sekitar 97,21 persen rumah tangga di Pandeglang menempati rumah milik sendiri/orangtua/saudara. Dan sebagian besar rumahtangga di Kabupaten Pandeglang masih menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar untuk memasak yaitu sebsar 76,46 persen.

Sementara itu, tingkat keberhasilan pembangunan manusia Kabupaten Pandeglang pada tahun 2010 yang meliputi bidang kesehatan, pendidikan dan ekonomi yang digambarkan melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM) baru mencapai 68,29. Kondisi ini

Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011

96 Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011