1
Muhammad Ilham Gilang , 2016 PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH PADA SEKOLAH LINGKUNGAN
MILITER Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, fenomena sosial masyarakat Indonesia mengalami sebuah perilaku negatif, seperti; kekerasan, intoleransi, meningkatnya korupsi,
penggunaan bahasa buruk, penurunan etos kerja, lemahnya rasa tanggung jawab, ketidak jujuran, melemahnya kohesi sosial. Probematika kebangsaan
tersebut diyakini karena terjadi degradasi moral dalam karakter individu dan masyarakat Indonesia. Lickona 2013, hlm. 18 menyatakan bahwa
masyarakat kini banyak yang berpandangan individualisme, mementingkan egoisme, berperilaku menyimpang dari sistem yang telah berlaku. Sehingga
ketika ada seseorang yang tidak mengikuti perilaku buruk, dirinya merasa rugi. Fromm 1995, hlm. xi melihat kondisi ini merupakan lingkungan
masyarakat yang tidak sehat
unsane society
. Ironisnya, berbagai macam permasalah dalam masyarakat ini
merambah pada generasi muda, dalam hal ini peserta didik di tingkat SMA. Terdapatnya fakta di atas mengakibatkan munculnya perilaku non-edukatif
seperti; kecurangan dalam Ujian Nasional, ijazah palsu, rendahnya hormat kepada guru, tidak menghormati sesama, tawuran antar pelajar, bahkan yang
lebih ekstrem yaitu kriminalitas, seks bebas, dan penggunaan narkoba. Kondisi peserta didik itu menunjukkan sedang mengalami degradasi moral.
Warsono dalam Wati, 2012, hlm. 47-48 mengungkapkan degradasi moral generasi muda itu merupakan kegagapan dalam euforia modernisasi dan
globalisasi yang muaranya karena terjadi krisis jati diri. Senada dengan hal tersebut, Fromm 2008, hlm. 284 memandang generasi muda dalam
menghadapi arus modernisasi, cenderung mengadopsi pola
mode of having,
yakni pola untuk eksitensi dalam era modernisasi dengan cara hanya ingin memiliki segala ornamennya sebatas memenuhi gengsi dan keinginan.
Muhammad Ilham Gilang , 2016 PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH PADA SEKOLAH LINGKUNGAN
MILITER Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Sementara itu, Tilaar 2012, hlm. 216 memandang identitas generasi muda dalam modernisme sebagai identitas yang selalu berubah relativ.
Tilaar mengilustrasikan, misalkan seorang murid SMA ketika di sekolah ia seorang peserta didik, namun ketika dijalan menjadi seorang pembalap liar,
pengguna narkoba, akan tetapi bisa menjadi soleh jika berada di masjid. Krisis ini disinyalir karena generasi muda telah meninggalkan nilai-nilai Pancasila,
dan terjebak pada nilai-nilai materialis, pragmatis, dan hedonis. Mengindentifikasi problem ini, Pemerintah Indonesia menguraikan
beberapa permasalahan bangsa ini ke dalam lima poin; 1 disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila sebagai filosofi dan ideologi Bangsa,
2 keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai esensi Pancasila, 3 bergesernya nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara, 4 memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa, 5 ancaman disintegrasi bangsa, 6 melemahnya kemandirian bangsa
Pemerintah Republik Indonesia, 2010, hlm. 19. Hal tersebut di atas membuat pemerintah merespons cepat dengan
mengupayakan solusi penyelesaian. Salah satunya melalui pendidikan karakter. Visi itu secara implisit ditegaskan dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional RPJPN tahun 2005-2025. Merujuk pasal tiga Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional berbunyi;
“pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab” Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dari bunyi pasal tersebut, terdapat enam dari delapan potensi yang ingin dikembangkan lebih dekat dengan karakter, yakni manusia beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab. Potensi
tersebut merupakan amanat konstitusi yang mencakup sebagian dari nilai
Muhammad Ilham Gilang , 2016 PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH PADA SEKOLAH LINGKUNGAN
MILITER Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
karakter bangsa yang harus dilestarikan. Pada kerangka itu, Pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan
nasional, yaitu mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.
Begitu strategisnya pendidikan karakter, menempatkannya sebagai tulang punggung dalam mendukung perwujudan cita-cita yang diamanatkan
dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Ditargetkan, pendidikan karakter dapat menjadi sarana penyembuh bagi
“degradasi moral” generasi muda, sekaligus menjadi sebuah jalan keluar bagi proses perbaikan dalam
masyarakat. Salah satu upaya menjalankan pendidikan karakter berada di institusi pendidikan atau sekolah.
Pendidikan karakter penting diterapkan dalam sekolah, sebab memiliki peran dan fungsi yang penting sebagai pusat pembudayaan dan
pengembangan. Sekolah dapat menjadi sebuah ruang lingkup sasaran pembangunan karakter bangsa melalui; a pendekatan terintegrasi dalam
semua mata pelajaran, b pengembangan budaya satuan pendidikan, c pelaksanaan kegiatan kokurikuler, dan ekstrakulikuler, serta d pembiasaan
perilaku dalam kehidupan satuan pendidikan Pemerintah Republik Indonesia, 2010, hlm. 5. Lebih jauh lagi, pendidikan karakter di tingkat sekolah
merupakan langkah preventif, yang mempunyai daya tangkal kuat bagi masuknya nilai-nilai negatif pada perilaku generasi muda sejak dini. Sehingga
memperkecil rusaknya nilai karakter bangsa. Dapat dipastikan pembangunan karakter bangsa tanpa dilakukan pada tingkat sekolah, tidak akan berjalan
efektif. Mengenai pengembangan pendidikan karakter dapat diintegrasikan
dalam setiap mata pelajaran, salah satunya dalam mata pelajaran sejarah. Mata pelajaran sejarah karena mampu memberikan model-model karakter yang
konkrit melalui peristiwa sejarah, bografi pahlawan, dan semangat nasionalisme Hasan, 2012, hlm. 97. Harus disadari bahwa mata pelajaran
sejarah sesungguhnya tidak hanya menyajikan pengetahuan faktual semata, melainkan pula mampu membina peserta didik menjadi warga masyarakat dan
warga negara yang memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat, cinta dan
Muhammad Ilham Gilang , 2016 PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH PADA SEKOLAH LINGKUNGAN
MILITER Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
bangga terhadap bangsa dan negara. Pokok bahasan mata pelajaran sejarah disajikan meliputi nilai-nilai kebangsaan yang wajib melekat pada diri peserta
didik. Potensi berkembangnya pendidikan karakter dalam mata pelajaran sejarah sangatlah efektif.
Akan tetapi, sejauh ini proses belajar mengajar sejarah masih kurang mampu membangun watak peserta didik. Pembelajaran sejarah masih
terku ngkung dalam bentuk hafalan yang banyak menekankan pada “
chalk and talk
” yang sangat lemah mendorong keterlibatan murid secara aktif, sehingga pelajaran sejarah menjadi membosankan dan sulit dimengerti. Menurut
Partington dalam Widja, 1991, hlm. 92 materi sejarah terlalu menampilkan tingkah laku orang dewasa yang notabene jauh dari jangkauan pengalaman
siswa, yang artinya ialah berpusat pada guru
teacher centered
. Padahal dalam pembelajaran mutakhir, proses belajar mengajar seharusnya
berorientasi pada siswa sebagai subyek
student centered.
Dalam mengoptimalkan mata pelajaran sejarah ketika pembelajaran, dapat dimulai dari peristiwa yang paling dekat dengan lingkungan peserta
didik. Seperti yang diungkapkan Hasan 2012, hlm. 89 bahwa mata pelajaran sejarah harus dilakukan sebuah pemilihan seleksi, utamanya peristiwa
dilakukan dari sini lingkungan terdekat untuk memberi kesadaran kepada peserta didik tentang bangsa, nilai-nilai yang diperjuangkan bangsa, semangat
persatuan dengan berbagai tantangannya. Salah satu sekolah yang mengembangkan pendidikan karakter ialah
SMA Angkasa Landasan Udara Sulaiman selanjutnya disebut SMA Angkasa Sulaiman. Di tengah dominasi SMA-SMA Negeri favorit di Kabupaten
Bandung, masyarakat Kabupaten Bandung mempercayakan anak-anaknya menempuh pendidikan tingkat menengah di sekolah ini. Oleh karenanya,
secara popularitas, SMA Angkasa Sulaiman merupakan salah satu SMA swasta favorit di Kabupaten Bandung. Kepercayaan ini tidak muncul secara
tiba-tiba, sebab SMA Angkasa Sulaiman memiliki berbagai ciri khas yang membedakan dari sekolah lain. Ciri khas ini merupakan keunikan SMA
Angkasa Sulaiman. Keunikan ini pada gilirannya merepresentasikan sebuah budaya sekolah
school culture.
Muhammad Ilham Gilang , 2016 PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH PADA SEKOLAH LINGKUNGAN
MILITER Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Seperti yang telah diungkap sebelumnya, dalam mengoptimalkan mata pelajaran sejarah ketika pembelajaran, dapat dimulai dari peristiwa yang
paling dekat dengan lingkungan peserta didik, SMA Angkasa Sulaiman memiliki lingkungan terdekat dengan kawasan militer Landasan Udara
Sulaiman. Hal tersebut merupakan modal dasar yang potensial untuk memberi kesadaran kepada peserta didik tentang bangsa, nilai-nilai yang diperjuangkan
bangsa. Potensi ini ialah terdapat personil militer dan sipil dalam sebuah sekolah, yakni Kepala Sekolah dan Guru Sejarah sekaligus Wakasek
Kesiswaan, dan staff Wakasek Kesiswaan. Para anggota militer ini masih mempertahankan identitas militernya seperti seragam, pangkat, termasuk cara
penghormatan, dan lain-lain. Dari sini terdapat perpaduan antara pembelajaran sejarah dengan lingkungan militer.
Ciri khas ini merupakan keunikan SMA Angkasa Sulaiman. Keunikan ini pada gilirannya merepresentasikan sebuah
”
budaya sekolah
”
school culture.
Deal dan Peterson dalam Wagiran, 2011, hlm. 4 mengatakan bahwa ”budaya sekolah”
school culture
adalah sekumpulan nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan
oleh kepala sekolah, guru, petugas administrasi, siswa, dan masyarakat sekitar sekolah. Dalam tinjauan sosiologi-pendidikan, budaya sekolah tercipta dari
proses interaksi siswa, guru, kepala sekolah, karyawan sekolah dan orang tuamasyarakat yang bekerjasama dalam menciptakan suasana sekolah
sedemikian rupa. Senada dengan hal tersebut, Saripudin 2010, hlm. 136 mengemukakan peraturan-peraturan dan pola interaksi sekolah yang bersifat
formal maupun tidak formal menimbulkan “iklim sekolah”
school climate
yang memperlihatkan suasana umum yang membedakan antara satu sekolah dengan sekolah lain. Adanya anggota militer dan sipil dalam sekolah ini
merupakan keniscayaan interaksi. Secara cermat Hinde 2002, hlm. 3 menjelaskan mengenai efek budaya sekolah
...”the culture of a school can be
a positive influence on learning or it can seriously inhibit the functioning of
the school”. Oleh karenanya, dapat digambarkan bahwa budaya sekolah ini merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di
masyarakat luas. Untuk menghindari kebingungan dua istilah tersebut, demi
Muhammad Ilham Gilang , 2016 PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH PADA SEKOLAH LINGKUNGAN
MILITER Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
kepentingan praktis, istilah yang digunakan dalam penelitian ini ialah budaya sekolah
school culture
. Secara formal, upaya menciptakan
”
budaya sekolah
” pada SMA Angkasa Sulaiman dapat dilihat dari visinya, yakni;
“Mewujudkan S
MA Angkasa Lanud Sulaiman Menjadi Sekolah Standar Nasional Yang Unggul
Dalam Prestasi, Kedisiplinan Dengan Menjunjung Nilai Budaya Bangsa”. Dari visi tersebut terlihat bahwa SMA Angkasa Sulaiman berorientasi pada
empat aspek; 1 kemajuan intstitusi, 2 kepatuhan terhadapaturan kedisiplinan, dan 3 penghormatan terhadap masa lalu menjunjung nilai
budaya bangsa. Jika dikerucutkan dari tiga aspek ini, terdapat dua aspek yang cukup berkaitan erat dengan karakter, yakni kepatuhan terhadap aturan dan
penghormatan terhadap masa lalu. Merujuk pada visinya, terbuka kemungkinkan nilai-nilai karakter dari delapan belas nilai karakter menurut
Kemendiknas. Selain itu, pendidikan karakter dikembangkan dari kurikulum
pendidikan yang berbasis karakter, artinya kurikulum itu sendiri memiliki karakter. Saat ini pemerintah menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan Tahun 2013 atau yang lazim disebut “Kurikulum 2013”. SMA Angkasa Sulaiman menjadi salah satu sekolah sasaran Kurikulum 2013 yang
telah menerapkan selama tiga semester, artinya tetap melanjutkan Kurikulum 2013 di tengah adanya Surat Edaran untuk penghentian. Skema mata pelajaran
sejarah berupa kelompok mata pelajaran wajib dan kelompok mata pelajaran peminatan. Di samping itu, pengembangan pendidikan karakter diupayakan
melalui pembiasaan habituasi kegiatan keseharian sekolah, melalui ketrakulikuler dan kokurikuler.
SMA Angkasa Sulaiman membina kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler melalui OSIS, Pramuka, Paskibra, Remaja Masjid Sekolah dalam kegiatan
peringatan hari besar nasional lainnya yang juga rutin didukung oleh pihak sekolah. Selain itu, terdapat kegiatan kokurikuler yang dinamakan Polisi
Siswa Polsis. Untuk wilayah di Kabupaten Bandung hanya SMA Angkasa Sulaiman yang menjalankan kegiatan ini. Masih eksisnya Polisi Siswa
Polsis, karena sekolah ini berada dalam lingkungan militer.
Muhammad Ilham Gilang , 2016 PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH PADA SEKOLAH LINGKUNGAN
MILITER Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Mengenai militeristik di lingkungan sipil, Setyanto dan Loisa 2012, hlm. 8 mengatakan bahwa sebuah atmosfer militer yang berada di domain
sipil disebut “
kondisi militeristik
”. Proses intrakulikuler, kokurikuler, dan ekstrakulikuler pada SMA Angkasa Sulaiman memang acap kali terpengaruhi
oleh “
kondisi militeristik
”. Terdapat sebuah ketaatan, dan cara mencapainya dengan cara doktrin dalam sekolah ini Huntington, 2003, hlm. 81. Hal ini
merupakan kondisi yang dilematis dalam rangka pengembangan pendidikan karakter, satu sisi merupakan suasana efektif karena penanaman nilai-nilai
lebih mudah melalui pola doktrinasi. Di sisi lain, bertolak belakang dengan paradigma belajar mutakhir yang melarang adanya tekanan doktrinasi
.
Atas dasar pemikiran di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian yang mengekplorasi antara pendidikan karakter, pembelajaran sejarah, dan
sekolah di lingkungan militer. Oleh karena itu, peneliti memberi judul penelitian ini ialah:
“
Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Sejarah Pada Sekolah Lingkungan Militer Studi Kasus di SMA Angkasa Landasan
Udara Sulaiman Kabupaten Bandung
”.
1.2 Rumusan Masalah