TEORI AKAD

BAB IV TEORI AKAD

Sistem Kepemilikan

Harta adalah sesuatu yang disukai secara alami dan dapat disimpan untuk dipergunakan saat dibutuhkan. Harta adalah sesuatu yang bisa dimiliki dan dimanfaatkan menurut lazimnya.

Kepemilikan adalah kewenangan memanfaatkan harta secara pribadi. Macam kepemilikan terbagi menjadi: (1) Kepemilikan Sempurna, melalui istila’ (penguasaan harta tak bertuan), akad pengalihan (jual beli dan warisan). (2) Kepemilikan Tidak sempurna, yaitu sewa (kepemilikan manfaat) pinjam (manfaat secara temporer), wakaf dan wasiat dan menggunakan kepentingan umum. Istila’ (harta tak bertuan) dapat dilakukan dengan: (1) perburuan, (2) penguasaan atas rerumputan atau

Pengalihan dapat dilakukan dengan: (1) jual beli, (2) hibah, (3) wasiat dengan benda. Waris adalah peralihan secara paksa berdasarkan hukum syariat yang tidak ada campur tangan manusia dari mayit kepada ahlinya. Syuf’ah adalah hak untuk memiliki harta tak bergerak yang terjual, dari pembelinya meskipun secara paksa dengan harga pembeliannya ditambah biaya transaksi.

Cara untuk memindahkan kepemilikan adalah dengan akad.

Pengertian Akad

‘Aqd dari segi bahasa berarti mengikat dan menyimpul. Akad adalah mengikatkan dua ucapan atau menggantikan kedudukannya yang darinya timbul konsekuensi syar’i. Dua ucapan itu adalah ijab dan qabul. Tasharruf adalah setiap hal yang keluar dari individu berdasarkan kehendaknya.

Ijab dan Qabul

Ijab adalah hal yang muncul pertama kali dari salah satu pelaku akad. Qabul adalah hal yang muncul dari pelaku akad yang lain. Ijab qabul harus memenuhi : (1) setiap pelaku akad mengungkapkan keinginan yang sah untuk menwujudkan akad. (2) kesesuaian ijab dengan qabul. (3) setiap pelaku akad mengetahui hal yang keluar dengan pihak lain. (4) bersambungnya qabul dengan ijab dalam majelis akad.

Jenis-jenis ijab qabul adalah:

1. Ijab qabul bil lisan, yaitu timbang terima (sighat) yang terdiri dari penawaran (ijab) dari penjamin dan penerimaan (qabul) dari pihak terkait lainnya dalam bentuk ucapan. Contohnya adalah akad nikah.

2. Ijab qabul bil qalam, yaitu timbang terima (sighat) yang terdiri dari penawaran (ijab) dari penjamin dan penerimaan (qabul) dari pihak terkait lainnya dalam bentuk tulisan. Contohnya adalah perjanjian tertulis yang dibuat dihadapan notaris (notaril) maupun dibawah tangan.

3. Ijab qabul bil fi’il, yaitu timbang terima (sighat) yang terdiri dari penawaran (ijab) dari penjamin dan penerimaan (qabul) dari pihak terkait lainnya dalam bentuk perbuatan. Contohnya adalah jual beli di pasar swalayan.

Objek Akad

Objek yang terkena implikasi akad serta hukum-hukumnya. Objek tersebut harus: (1) bisa dikenai secara akad secara syarat. (2) keberadaan objek pada saat akad (tidak mutlak). (3) diketahui. (4) bisa diserahkan.

Pelaku Akad

Pelaku akad disyaratkan: (1) kecakapan mengemban kewajiban (2) kecakapan bertindak, yaitu tidak gila, lemah akal, tidur, pingsan, sakit, mabuk.

Akad yang Cacat

Akad dapat cacat jika terjadi: (1) kekeliruan, (2) penipuan, (3) pemaksaan.

Macam-macam Akad

Akad terbagi menjadi tiga macam:

1. Akad yang sah dan tidak sah. Akad yang tidak sah adalah akad yang tidak memenuhi syarat dan rukun.

2. Akad yang terlaksana dan tertangguhkan. Akad tertangguhkan adalah akad yang menunggu izin orang lain.

3. Akad yang mengikat dan tak mengikat. Akad yang wataknya bisa dibatalkan (fasakh) oleh salah satu pihak.

Akad yang menunjang akad utama adalah khiyar. Khiyar secara harfiah bermakna pilihan. Khiyar terdiri dari:

1. Khiyar al-syart (pilihan dengan syarat), yaitu opsi untuk mengajukan syarat-syarat tertentu sesuai dengan nilai-nilai keadilan dan seimbang dalam suatu transaksi, seperti melakukan uji terhadap barang elektronik yang akan dibeli.

2. Khiyar al-ayb (pilihan kondisi barang), yaitu jenis opsi yang diberikan kepada pihak pembeli dimana barang yang menjadi objek transaksi harus dalam keadaan baik dan bagus sesuai untuk apa dia diciptakan, jika didapati ada cacat pada objek transaksi, maka pihak pembeli berhak untuk mengundurkan diri dan membatalkan diri dan mengambil balik uangnya. Syarat-syaratnya: (1) cacat terjadi barang di tangan penjual, (2) Pembeli tidak mengetahuinya hal itu saat transaksi berlangsung. (3) Ketika menerima barang tersebut, pihak pembeli tidak mengetahui adanya cacat. (4) Cacat tersebut sulit diperbaiki oleh pembeli. (5) Cacat terus berlangsung sampai waktu pembatalan.

3. Khiyar al-ta’yin (pilihan tekad), yaitu hak opsi yang diberikan kepada pihak pembeli dan penjual untuk menentukan sendiri harga barang tertentu dalam transaksi jual beli. Hak ini berlaku pada barang yang diukur dengan harga satuan (qimiyyat), bukan barang dengan harga gabungan atau kiloan.

4. Khiyar al-ru’yah (pilihan pemeriksaan), yaitu jenis opsi yang diberikan kepada pihak pembeli untuk melihat sendiri barang yang menjadi objek transaksi. Bila transaksi terjadi sebelum melihat objek secara langsung, maka pembeli berhak untuk melihatnya dan jika barang tersebut sesuai dengan keinginannya, maka transaksi dapat dituntaskan, dan jika tidak maka pembeli berhak untuk membatalkannya

5. Khiyar kasyf, yaitu transaksi dapat dilanjutkan jika ternyata objek sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Jika tidak sesuai maka pembeli berhak untuk membatalkan transaksi tersebut.

6. Khiyar naqd, yaitu jenis opsi yang diberikan kepada pihak bertransaksi dimana pihak penjual meminta kepada pihak pembeli untuk melunaskan semua bayaran pada waktu

tertentu saja. Jika tidak maka penjual dpt membatalkan kesepakatan transaksi tersebut.

7. Khiyar al-majlis (pilihan penerimaan pada suatu tempat). Ulama Mazhab Syafii dan Hanbali menambahkan Khiyar al-Majlis. Pihak yang sedang transaksi berhak untuk membatalkan kontrak jual beli selama keduanya masih berada di tempat transaksi dan 7. Khiyar al-majlis (pilihan penerimaan pada suatu tempat). Ulama Mazhab Syafii dan Hanbali menambahkan Khiyar al-Majlis. Pihak yang sedang transaksi berhak untuk membatalkan kontrak jual beli selama keduanya masih berada di tempat transaksi dan

Prinsip Akad

Sejak Rasulullah SAW membawa risalah Islam di Mekkah dan akhirnya sampai di Madinah, beliau membawa sistem kehidupan bagi masyarakat secara sempurna, termasuk dalam perikehidupan ekonomi. Bagi umat setelahnya, perilaku ekonomi Islam berasal dari praktik keuangan Nabi sebelum menjadi nabi di Mekkah dan syariat yang diturunkan di Madinah. Dari aturan-aturan yang dilakukan dan diturunkan itu, terdapat dua jenis aturan: (1) aturan yang melarang untuk melakukan suatu jenis transaksi dan (2) aturan yang memperbolehkan atau menganjurkan suatu transaksi.

Hal ini penting sekali untuk kita ketahui, karena dalam praktik atau bentuk operasionalnya kita dapat saja menemukan kesamaan antara keuangan Islam dan yang lainnya, namun yang Islam boleh dan yang lain haram karena dasar transaksinya berbeda.

Transaksi atau aqad adalah pertukaran antara subjek hukum. Objek yang dipertukarkan dapat berupa aset real maupun aset finansial, baik saat ini maupun secara tangguh.

Pertukaran barang dengan barang memenuhi kaidah berikut ini:

Secara grafik, transaksi yang diperbolehkan dan dilarang adalah:

A. Transaksi-Transaksi yang Dilarang Pada dasarnya, hak untuk melarang sesuatu adalah hak preogratif Allah SWT,

senagai konsekuensi dari sifat ketuhananNya. Namun, jika ditelusuri lebih lanjut, hikmah dari suatu jenis transaksi dilarang adalah ia mempunyai mudharat (potensi kerusakan) lebih besar daripada mashlahatnya (kebaikannya), sedangkan salah satu fungsi utama agama adalah mencegah kerusakan dan mendatangkan manfaat. Jenis-jenis transaksi yang dilarang dalam Islam adalah:

1. Transaksi yang bersifat riba Riba secara bahasa berarti tambahan (ziyadah), secara istilah berarti

tambahan yang diperoleh secara batil atas pokok atau modal.

Jual Beli Beli

Jual

Kelebihan Ket.

Laba

Pinjaman Pinjam Kembali Kelebihan Ket. 100 120 20

Riba

Riba ada empat jenis, yaitu:

a. Riba Fadhl, yaitu pertukaran antar barang-barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda dan barang yang dipertukarkan a. Riba Fadhl, yaitu pertukaran antar barang-barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda dan barang yang dipertukarkan

b. Riba Nasi’ah, yaitu penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi dengan jenis barang ribawi lainnya..

c. Riba Jahiliah, yaitu hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.

d. Riba Qardh, yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh).

Mengapa riba dilarang? Apakah karena riba adalah larangann pada bunga semata? Menurut Frank Vogel dan Samuel Hayes, hal ini bukan alasan yang sepenuhnya tepat karena jual beli kredit pun lebih besar nilanya dibandingkan jual beli tunai. Artinya, Islam mengakui biaya kesempatan uang.

2. Transaksi yang bersifat maisir Transaksi maisir yaitu transaksi yang mengandung unsur perjudian, yaitu

dimana para pihak yang bertransaksi tidak mempunyai informasi sama sekali mengenai peluang hasil maupun hasil (outcome) yang terjadi.

3. Transaksi yang bersifat gharar Transaksi gharar yaitu transaksi yang mengandung unsur ketidakjelasan,

yaitu dimana para pihak yang bertransaksi tidak mempunyai informasi yang jelas mengenai karakteristik objek transaksi.

4. Transaksi yang bersifat tadlis Transaksi tadlis yaitu transaksi yang mengandung unsur penipuan, yaitu

dimana salah satu pihak yang bertransaksi mempunyai informasi yang berpotensi menguntungkan pihaknya dan merugikan pihak lain, sementara pihak lainnya tidak mempunyai informasi yang setara.

5. Transaksi yang berobjek haram Transaksi haram yaitu transaksi yang objek transaksinya haram.

Penggolongan barang haram adalah sebagai berikut:

a. Haram secara tegas di dalam Quran dan Sunnah

Zat yang haram secara jelas dalam Quran dan Sunnah adalah babi, anjing, bangkai, minuman keras dan sembelihan yang disembelih tidak dengan mengucap nama Allah.

b. Haram kandungan zatnya Zat yang haram secara karena zat kandungannya haram adalah

minyak babi, dan penyedap rasa mengandung minyak babi.

c. Haram perolehannya Haram karena perolehannya dilarang seperti pendapatan yang

diperoleh dari pelacuran, perjudian dan penjualan minuman keras.

d. Haram akibat saaduuz zarra (sarana bagi mudharat) Haram karena zat akan menjadi sarana bagi mudharat, seperti

percetakan majalah pornografi, perkebunan anggur penyuplai pabrik minuman keras, pembangunan konstruksi tempat hiburan malam.

6. Transaksi yang bersifat ta’alluq Taalluq adalah suatu transaksi yang tergantung dengan transaksi lainnya,

misalnya seorang pedagang beras mengingkari janji kepada pembeli beras karena petani gagal panen.

7. Transaksi yang bersifat bai najasy Bai najasy adalah sekelompok orang bersepakat dan bertindak secara

berpura-pura menawar barang dipasar dengan tujuan untuk menjebak orang lain agar ikut dalam proses tawar menawar tersebut sehingga orang ketiga ini akhirnya membeli barang dengan harga yang jauh lebih mahal dari harga sebenarnya.

8. Transaksi yang bersifat bai al ma’dum Bai al ma’dum adalah melakukan penjualan atas barang yang belum

dimiliki. Misalnya melakukan short selling di pasar saham.

9. Transaksi yang bersifat ikhtikar Ikhtikar adalah penimbunan barang untuk merekayasa penawaran.

Misalnya, tengkulak menimbun beras di waktu panen untuk dijual pada saat beras mulai langka.

10. Transaksi yang bersifat maksiat Transaksi yang bersifat maksiat misalnya prostitusi, perjudian dan

menjual minuman keras.

11. Transaksi yang mengandung risywah

Risywah adalah suap, yaitu pembayaran kepada seseorang di luar gaji resminya dalam bentuk apapun karena yang bersangkutan memegang jabatan tertentu.

12. Transaksi yang bersifat zalim Transaksi yang termasuk zalim adalah:

a. Margin trading, yaitu melakukan transaksi pembelian saham dengan menggunakan fasilitas margin yang biasanya tujuan utamanya adalah perjudian.

b. Insider trading, yaitu menyebarluaskan informasi yang menyesatkan atau memakai informasi orang dalam untuk memperoleh keuntungan.

13. Transaksi yang bersifat ghabn Ghabn adalah penjual menawarkan barang di atas harga rata-rata.

Ghabn terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Ghabn qalil, yaitu jenis perbedaan harga barang yang tidak terlalu jauh antara harga pasar dan harga penawaran dan masih dalam kategori yang dapat dimaklumi oleh pihak pembeli. Ini masih diperbolehkan oleh syariah Islam.

b. Ghabn fahish, yaitu perbedaan harga penawaran dan harga pasar yang cukup jauh bedanya.

14. Transaksi yang bersifat ikrah Ikrah adalah segala bentuk tekanan dan pemaksaan dari salah satu pihak

untuk melakukan suatu akad tertentu sehingga menghapus komponen mutual free consent . Jenis pemaksaan dapat berupa acaman fisik atau memanfaatkan keadaan seseorang yang sedang butuh atau the state of emergency . Imam Ibnu Taimiyah ra mengatakan bahwa dalam keadaan emergency seseorang yang memilik stok barang yang dibutuhkan orang banyak harus diperintahkan untuk menjualnya dengan harga pasar, jika dia enggan melakukannya pihak berkuasa dapat memaksanya untuk melakukan hal tersebut demi menyelamatkan nyawa orang banyak. (Majmu al Fatawa, vol. 29 hal.300).

15. Transaksi yang bersifat ghish

Ghish (withholding relevant information) adalah menyembunyikan fakta-fakta yang seharusnya diketahui oleh pihak yang terkait dalam akad sehingga mereka dapat melakukan kehati-hatian (prudent) dalam melindungi kepentingannya sebelum terjadi transaksi yang mengikat. Dalam Common Law akad seperti ini dikenal dengan sebutan akad Uberrime Fidae Contract dimana semua jenis informasi yang seharusnya diketahui oleh pelanggan sama sekali tidak boleh disembunyikan. Jika ada salah satu informasi berkenaan dengan subject matter akad tidak disampaikan, maka pihak pembeli dapat memilih opsi membatalkan transaksi tersebut.

16. Transaksi yang bersifat bai al mudtarr Bai al mudtarr adalah jual beli dan pertukaran dimana salah satu pihak

dalam keadaan sangat memerlukan (in the state of emergency) sehingga sangat mungkin terjadi eksploitasi oleh pihak yang kuat sehingga terjadi transaksi yang hanya menguntungkan sebelah pihak dan merugikan pihak lainnya. Jual butuh adalah merupakan contoh klasik yang sering terjadi di tengah- tengah masyarakat sehingga pihak penjual – karena sangat memerlukan uang tunai – terpaksa harus menjual asetnya dengan harga yang jauh dari harga pasar. Sangat dikuatirkan bahwa unsur kerelaan dalam transaksi seperti ini tidak wujud pada pihak penjual sehingga tidak mencerminkan transaksi ‘An Taradin Minkum’ yang sesuai dengan prinsip Syariah.

B. Transaksi Keuangan yang Diperbolehkan

1. Transaksi yang bersifat tolong menolong dalam kebaikan (ta’awun) Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT untuk bertolong-tolongan

dalam kebajikan dan takwa serta tidak bertolong-tolongan dalam kejahatan. “…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran..” (Q.S. Al Maidah 2) Pada dasarnya, perekonomian umat manusia terdiri dari jutaan aktivitas yang kaita mengait terdiri dari pertukaran yang melibatkan lebih dari satu pihak, kecuali perekonomian yang bersifat subsisten seperti perekonomian masyarakat badui.

2. Transaksi yang bersifat suka sama suka (taruddin)

Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT untuk mengerjakan perniagaan yang bersifat saling rela di antara umat manusia. Dalam istilah ekonomi modern, hal ini yang disebut sebagai market quilibrium (clearing), karena bertemunya permintaan dan penawaran secara sukarela. “…Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.…” (Q.S. An Nisa 29).

3. Transaksi yang bersifat tidak memastikan sesuatu di masa depan (tawakkal)

Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT untuk tidak memastikan hasil dari perniagaan yang dilakukan manusia, sebab masa depan adalah gaib dan hanya Allah yang mengetahuinya. “…Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok…” (Q.S. Lukman 34).

Ekonomi dalam Islam memiliki kaidah, “segala sesuatu adalah boleh kecuali yang dilarang”. Setidaknya kita sudah mengetahui 14 jenis transaksi yang dilarang dalam ekonomi Islam, selebihnya adalah hal. Memperluas pengetahuan kita akan sesuatu yang haram, tentu semakin baik sebab akan mempersempit kemungkinan kita melakukan transaksi yang tidak dilarang.