2 BAB I SYARIAH DAN FIQH Pengertian Syariah

BAB I SYARIAH DAN FIQH

Pengertian Syariah

Islam dibagi menjadi aqidah (kepercayaan), syariah (aturan) dan akhlak (etika). Ketiganya adalah trilogi yang tidak terpisahkan, sebab jika dimisalkan Islam itu seperti bangunan, maka akidah seperti fondasi, syariah seperti tiang-tiangnya dan akhlak adalah penutup yang memperindah bangunan tersebut. Jadi, Islam bukan hanya menghendaki kekuatan keimanan di dalam hati, namun juga kepatuhan dan ketundukan terhadap aturan-aturannya serta kesesuaian keduanya dengan perilaku (kebiasaan yang nampak secara lahiriah) manusia.

Syara’ berasal dari kata syariat yang secara bahasa (lughawi) adalah “jalan menuju mata air”. Syariah adalah jalan yang ditempuh atau garis yang mesti dilalui. Artinya untuk mencapai “mata air” kita harus mencapainya lewat “jalan”, dengan kaidah analogi (qiyas), hal ini berarti untuk mencapai ridha Allah SWT, kita harus menjalankan syariat Allah SWT.

Walaupun pemahaman ini adalah kesepakatan masyhur ulama-ulama dari zaman ke zaman, tidak semua penafsiran setuju terhadap trilogi ini. Misalnya kelompok- kelompok tarikat-tarikat sufi yang menganggap bahwa jika seseorang sudah mencapai makrifat dengan Tuhannya, maka ia tidak perlu lagi menjalankan syariat. Begitulah, gerakan sufistik ini muncul ketika umat Islam sedang mengalami kekalahan tragis pasca kejatuhan Baghdad yang mengakibatkan sebagian umat muslim mencari “pelarian” kepada gerakan melupakan dunia-fatalistik: sufisme.

Secara terminologis, syariah diartikan menurut Syaikh Mahmud Syalthut sebagai “peraturan dan hukum yang telah digariskan Allah, atau telah digariskan pokok- pokoknya dan dibebankan kepada kaum muslimin supaya mematuhinya, supaya syariah ini diambil oleh orang Islam sebagai penghubung di antaranya dengan Allah dan diantaranya dengan manusia .”

Karakteristik Syariah

Dari pengertian yang disimpulkan oleh Syaltut di atas, syariah memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Syariat berasal dari sisi Allah SWT Syariat Islam yang diturunkan kepada Rasulullah SAW adalah langsung dari Allah

SWT sehingga syariat terbebas dari hawa nafsu karena pembuatnya adalah Allah SWT, Tuhan Alam Semesta yang tidak mempunyai kepentingan terhadap makhluknya.

2. Syariat memiliki kewibawaan dan penghormatan di hati orang mukmin, baik rakyat maupun penguasa.

Syariat Islam sebagai aturan memiliki fondasi akidah yaitu keimanan di dalam hati, sehingga pelaksanaan syariat memang harus didahului oleh penanaman keimanan kepada Allah, Rasul-Nya dan hari akherat, sehingga tanpa ada sanksi dunia sekalipun, syariat tetap akan dilaksanakan akibat ketaatan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya serta keyakinan terhadap adanya hari pembalasan.

Gagalnya hukum sekuler yang diterapkan tanpa adanya akidah yang menuntunnya ternyata terbukti di dunia Barat. Misalnya kegagalan undang-undang tentang minuman keras di AS yang diterbitkan tahun 1930. Pada tahun 1933, undang- undang ini ternyata dicabut kembali karena undang-undang ini tidak berpengaruh pada konsumsi minuman keras walaupun sudah menghabiskan banyak biaya.

3. Sanksi dunia dan akherat dalam syariat Sanksi dunia terbatas sifatnya, karena negara tidak berkuasa untuk urusan akherat,

sehingga kedua sanksi ini sesungguhnya saling melengkapi.

4. Syariat berlaku universal dan abadi Syariat meliputi semua manusia dan waktu, karena yang berhak menghapus syariat

hanyalah sesuatu yang sama kuat atau lebih kuat darinya. Syariat berlaku universal dan abadi dengan beberapa ciri: (1) syariat tegak di atas prinsip mendatangkan maslahat dan menolak kerusakan, (2) dasar-dasar syariat dan watak hukum- hukumnya yaitu hukum terperinci (tafshiliyah) dan hukum dalam bentuk kaidah dan prinsip umum (kulli). (3) sumber-sumber hukumnya yang lengkap berupa sumber statik (Quran dan Sunnah) serta sumber dinamik (Ijma, Qiyas dan sebagainya). (4) syariat bersifat menyeluruh, yang mencakup hukum perdata, pidana, keluarga dan hukum internasional.

Ushul Fiqh

Karena syariah adalah aturan yang diturunkan Allah kepada Rasulullah SAW, maka syariah bersifat sempurna. Sedangkan fiqh adalah tafsiran ulama atas syariah yang pernah berlaku pada zaman Rasulullah SAW, sehingga mungkin sekali timbul perbedaan pada berbagai penafsiran fiqh akibat banyaknya dan beragamnya ulama pada berbagai tempat dan zaman. Walaupun demikian, perbedaan ini tidak muncul pada hal- hal yang pokok, seperti tata cara ibadah shalat, melainkan pada hal-hal terperinci saja.

Karena ia adalah tafsiran ulama atas perilaku manusia, maka fiqh berurusan dengan ucapan dan tindakan manusia, yang memang nampak di dalam Islam. Sedangkan niat yang ada di dalam hati berada di luar jangkauan fiqh untuk menilainya.

Dengan demikian, segala ucapan dan perbuatan yang timbul dari manusia maka semua itu mempunyai hukum dalam syariat Islam. 1 Implikasi dari hal ini berarti bahwa segala

sesuatu yang masih ada dalam pikiran dan perasaaan manusia belum dapat dikenakan aturan-aturan hukum. Hal ini terlihat misalnya dari ayat sebagai berikut:

4t öΝä3Å¡àΡr& þ’Îû óΟçF⊥oΨò2r& ÷ρr& Ï™!$|¡ÏiΨ9$# Ïπt7ôÜÅz ô⎯ÏΒ ⎯ÏμÎ/ ΟçGôʧtã $yϑŠÏù öΝä3ø‹n=tæ yy$oΨã_ Ÿωuρ Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu 2 dengan sindiran 3 atau

kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. (Q.S. Al Baqarah 235)

Definisi Fiqh

Ilmu fiqh adalah pengetahuan tentang hukum-hukum syara’ yang praktis, yang diambil dari dalil-dalilnya secara terinci. Ilmu fiqh adalah kompilasi hukum-hukum syara’ yang

bersifat praktis yang diambil dari dalil-dalilnya secara terinci. 4

Sedangkan, hukum adalah seluruh peraturan tingkah laku yang ditetapkan pemerintah. 5 Cicero, seorang filsuf Yunani, mengartikan hukum dengan cara sebagai berikut

“Hukum yang sesungguhnya adalah akal yang benar yang selalu dengan alam; ia bisa diterapkan dimanapun, tidak berubah dan abadi; ia menuntut kewajiban

2 Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh. 1994. Semarang: Dina Utama. h. 1 3 Yang suaminya telah meninggal dan masih dalam 'iddah. Wanita yang boleh dipinang secara sindiran ialah wanita yang dalam 'iddah karena meninggal suaminya, atau karena talak bain,

sedang wanita yang dalam 'iddah talak raji'i tidak boleh dipinang walaupun dengan sindiran. 4 5 Abdul Wahhab Khallaf, ibid. L.J. van Appeldorn, Pengantar Ilmu Hukum. 1993. Jakarta: Pradnya Paramita. hlm.3 sedang wanita yang dalam 'iddah talak raji'i tidak boleh dipinang walaupun dengan sindiran. 4 5 Abdul Wahhab Khallaf, ibid. L.J. van Appeldorn, Pengantar Ilmu Hukum. 1993. Jakarta: Pradnya Paramita. hlm.3

orang yang sesat ia tidak mempunyai pengaruh. (Bodenheimer, 174: 13 – 14) 6

Sejak awal kita sudah menetapkan niat bahwa yang ingin kita ingin raih adalah ridha Allah dengan beribadah kepadaNya. Dan, ibadah itu berupa menerapkan dan menyemai seluruh kehendak-kehendak Allah –yang Ia turunkan dalam bentuk syariat- dalam kehidupan kita sebagai individu, masyarakat dan negara. Maka kerja kita adalah

membangun kehidupan berdasarkan desain Allah swt. 7

Menurut Imam Syatibi dan Al Ghazali, tujuan syariah (maqashid syariah) adalah memelihara manusia pada agama (dien), jiwa (nafs), akal (aql), keturunan (nasl) dan

harta (maal). 8 Pada intinya, syariah adalah aturan yang Allah turunkan kepada manusia untuk keselamatan hidup di dunia dan akherat.

∩⊄⊃⊇∪ Í‘$¨Ζ9$# z>#x‹tã $oΨÏ%uρ ZπuΖ|¡ym ÍοtÅzFψ$# ’Îûuρ ZπuΖ|¡ym $u‹÷Ρ‘‰9$# ’Îû $oΨÏ?#u™ !$oΨ−/u‘ ãΑθà)tƒ ⎯¨Β Οßγ÷ΨÏΒuρ Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan

di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka" 9 . (Q.S. Al Baqarah 201)

Perlu dicatat bahwa, syariah tidak diturunkan Allah ke dunia untuk membuat manusia dalam keadaan susah.

t,n=y{ ô⎯£ϑÏiΒ WξƒÍ”∴s? ∩⊂∪ 4©y´øƒs† ⎯yϑÏj9 ZοtÅ2õ‹s? ωÎ) ∩⊄∪ #’s+ô±tFÏ9 tβ#u™öà)ø9$# y7ø‹n=tã $uΖø9t“Ρr& !$tΒ ∩⊇∪ μÛ ∩∈∪ 3“uθtGó™$# ĸöyèø9$# ’n?tã ß⎯≈oΗ÷q§9$# ∩⊆∪ ’n?ãèø9$# ÏN≡uθ≈uΚ¡¡9$#uρ uÚö‘F{$#

Thaahaa 10 Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah; Tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah), Yaitu diturunkan dari

7 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum. 2000. Bandung: Citra Aditya Bakti. hlm. 259 8 Anis Matta, Menikmati Demokrasi: Strategi Dakwah Meraih Kemenangan. 2002. Jakarta: Penerbit Pustaka SAKSI, hlm. 7 Muhammad Umer Chapra, Relevance and Importance of Islamic Economics, hlm. 105. Disampaikan dalam buku Lessons in

Islamic Economic , sebagai proceedings of the seminar pada Teaching of Islamic Economic for University Level in Dhaka, Bangladesh 23 Juli – 5 Agustus 1991, yang dilaksanakan oleh IRTI Islamic Development Bank and Islamic Foundation, Bangladesh. Berbicara mengenai maqasid al-syariah Chapra mengutip pendapat Imam Ghazali bahwa “tujuan dari syariah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dalam hidup manusia yang menjaga agama (dien), jiwa (nafs), akal (aql), keturunan (nasl) dan harta (maal) mereka. Apapun yang menjaga lima hal dasar ini harus disediakan dan menjadi kepentingan publik dan harus diutamakan.” Lihat juga Abu Hamid Al-Ghazali (1937). Vol. I pp. 139 – 140. Leicester, U.K. 9

10 Inilah doa yang sebaik-baiknya bagi seorang Muslim. Thaahaa termasuk huruf-huruf abjad yang terletak pada permulaan sebagian daripada surat-surat Al Quran, ialah huruf-huruf abjad yang terletak pada permulaan sebagian dari surat-surat Al Quran seperti: Alif laam miim, Alif laam raa, Alif laam miim shaad

Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi. (yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy 11 . (Q.S. Thaahaa 1 – 5).

Pembagian Islam dan kaitannya dengan muamalah

SPECIAL RIGHTS

PUBLIC RIGHTS

CRIMINAL LAWS

CIVIL LAWS

INTERIOR AFFAIR

EXTERIOR AFFAIR INTERNATIONAL RELATIONS

FINANCE BANKING

Islam Comprehensive Way of Life, Zarqa: 1959

Fiqh Muamalah

Kata muamalah berasal dari bahasa Arab yang secara etimologi sama dan semakna dengan al-mufa’alah (saling berbuat). Kata ini menggambarkan suatu aktivitas yang

dan sebagainya. diantara Ahli-ahli tafsir ada yang menyerahkan pengertiannya kepada Allah karena dipandang Termasuk ayat-ayat mutasyaabihaat, dan ada pula yang menafsirkannya. golongan yang menafsirkannya ada yang memandangnya sebagai nama surat, dan ada pula yang berpendapat bahwa huruf-huruf abjad itu gunanya untuk menarik perhatian Para Pendengar supaya memperhatikan Al Quran itu, dan untuk mengisyaratkan bahwa Al Quran itu diturunkan dari Allah dalam bahasa Arab yang tersusun dari huruf-huruf abjad. kalau mereka tidak percaya bahwa Al Quran diturunkan dari Allah dan hanya buatan Muhammad 11 s.a.w. semata-mata, Maka cobalah mereka buat semacam Al Quran itu. Bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dan kesucian-Nya.

dilakukan oleh seorang dengan seorang atau beberapa orang dalam memenuhi kebutuhan masing-masing. Sedangkan fiqh muamalah didefinisikan sebagai hukum-

hukum yang berkaitan dengan tindakan hukum manusia dalam hal-hal keduniaan. 12 Misalnya dalam persoalan jual beli, utang piutang, kerjasama dagang, perserikatan,

kerjasama dalam penggarapan tanah, sewa menyewa dan lain sebagainya.

Prinsip Ibadah dan Muamalah

Dalam masalah ibadah, semuanya adalah haram kecuali yang dicontohkan atau diperintahkan oleh Rasulullah. Hal inilah yang dimaksud dengan, “Prinsip dasar dalam

bidang ibadah adalah menunggu dalil dan mengikutinya 13 .” Sedangkan dalam muamalah, hukum dasarnya adalah boleh sampai ditemukan dalil yang melarangnya.

Hal ini didasarkan pada hadits Rasulullah sebagai berikut

“Dari Abi Tsa’labah al-Khutsani berkata dia: Rasullah SAW telah bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah memfardhukan beberapa ketentuan, jangan kamu sia-siakan (hilangkan), Dia telah mengharamkan beberapa yang diharamkan jangan kamu langgar, Dia telah menetapkan hudud (batasan-batasan) yang kamu melampauinya, dan dia mendiamkan (tidak menentukan hukum) pada banyak hal bukan

(karena) kelupaan, jangan kamu membahasnya (H.R. ad-Daruquthnil). 14

Sekalipun demikian, berbagai jenis mumalah yang dilakukan manusia tidak dapat terlepas dari pengabdian kepada Allah sebagai raison d’etre manusia itu sendiri. Oleh karena itu, terdapat beberapa kaidah umum untuk menjaga nilai-nilai syariat Islam dalam perkara muamalah, yaitu

(1) Seluruh tindakan muamalah manusia tidak terlepas dari nilai ketuhanan (2) Muamalah tidak terlepas juga dari nilai kemanusiaan atas pertimbangan

mashlahat pribadi dan mashlahat umum serta persamaan hak dan kewajiban antar sesama manusia

(3) Seluruh yang kotor-kotor adalah haram, baik berupa perbuatan, perkataan seperti penipuan, manipulasi dan eksploitasi dan sebaliknya seluruh yang baik dihalalkan

Kaidah Fiqh Islam

Abdullah as-Sattar Fatullah Sa’id, Al-Mu’amlat fi al-Islam, (Mekkah: Rabithah al-Alam al-Islami: Idarah al-Kitab

Al Islami, 1402 H), hlm. 12 13 14 Abdul Hamid, Al Bayan. 1976. Jakarta: Bulan Bintang, hlm. 198 Ali Ibn ‘Umar ad-Duruquthni, Sunan ad-Duruqhutni, (Beirut: dar al-Fikr, 1994), juz IV, hlm. 91

Untuk mempermudah pemahaman terhadap fiqh, para ulama telah mengembangkan kaidah-kaidah yang bersifat umum dan dapat digunakan untuk memandu menilai suatu peristiwa-peristiwa khusus. Kaidah-kaidah itu adalah sebagai berikut:

1. Segala perkara tergantung tujuannya. Kaidah ini didasarkan pada hadits Rasulullah SAW, “Sesungguhnya amal

tergantung pada niat, dan bagi setiap orang mendapat apa yang diinginkannya.” (Riyadush Shalihin, Imam Nawawi).

2. Yang teranggap dalam akad adalah tujuan dan makna, bukan lafadzh dan kalimat.

Hukum-hukum dalam akad tidak didasarkan pada lafazh, melainkan didasarkan pada tujuan dan makna hakiki yang dimaksudkan oleh dua orang yang melakukan akad dalam mengucapkan lafazh yang dipergunakan dalam akad, karena tujuan dari sebuah ucapan adalah maknanya.

3. Pada dasarnya ucapan bermakna hakiki. Bahwa ketentuan yang kuat (rajih) adalah memahami perkataan sesuai

maknanya yang hakiki, bukan majazi, kecuali ada halangan untuk memahaminya dengan makna hakiki, sehingga harus dialihkan ke makna majazi.

4. Memberlakukan pembicaraan itu lebih baik daripada mengabaikannya. Maksudnya adalah tidak boleh mengabaikan pembicaraan dan

menganggapnya tanpa makna selama dimungkinkan memahami pembicaraan pada makna hakiki atau majazi. Karena pembicaraan itu pada prinsipnya bermakna hakiki, dan selama tidak ada halangan untuk memahaminya dengan makna hakiki, maka ia tidak boleh dipahami dengan pengertian majazi.

5. Perkataan tidak dinisbantkan kepada orang yang diam, tetapi diam pada saat diperlukan berarti penjelasan.

Maksudnya adalah orang yang diam tidak dianggap berbicara. Namun diam pada saat wajib berbicara berarti pengakuan dan penjelasan.

6. Tidak boleh melakukan ijtihad saat ada nash.

Ijtihad adalah mempergunakan dan mengerahkan kemampuan untuk mencapai sebuah hukum syar’i dari dalil syar’i. Arti kaidah ini, bahwa ijtihad dilakukan pada masalah-masalah yang tidak dijelaskan oleh nash secara tegas.

7. Keyakinan tidak hilang akibat keraguan. Makna kaidah ini adalah sesuatu yang diyakini tidak dapat digantikan oleh

keraguan yang menghampirinya, melainkan hanya dapat digantikan dengan keyakinan semisalnya.

8. Pada dasarnya bebas tanggungjawab. Makna kaidah ini adalah pada dasarnya seseorang tidak punya

tanggungjawab terhadap orang lain, karena setiap individu dilahirkan dalam keadaan terbebas dari tanggungjawab atas hak orang lain.

9. Bukti wajib bagi penggugat dan sumpah wajib atas orang yang mengingkari. Jika penggugat tidak mampu menetapkan bukti atas kebenaran dakwaannya,

dan tergugat mengingkari dakwaannya, maka tergugat dapat bersumpah. Jika tergugat bersumpah, maka ia tidak bertanggungjawab apapun kecuali sumpah itu, dan dakwaan penggugat ditolak karena munculnya kebenaran tergugat.

10. Sesuatu yang haram diambil, haram pula diberikan. Memberikan sesuatu yang haram kepada orang lain atau mengambilnya

sama-sama haram hukumnya, karena yang dituntut syariat adalah menghilangkan perkara munkar, rusak dan haram. Jika seseorang tidak mampu berpartisipasi dalam menghilangkan kerusakan maka paling tidak ia harus menahan diri untuk tidak serta menambah atau membantu terlaksananya kerusakan.

11. Kebijakan menyangkut rakyat terikat dengan kemashlahatan. Siapa yang memegang otoritas atas suatu urusan manusia, maka ia harus

melakukan kebijakan yang dapat mewujudkan kemashlahatan bagi mereka, karena ia tidak dilimpahi kewenangan atau kekuasaan kecuali dengan tujuan berkhidmat kepada masyarakat dan menegakkan keadilan di antara mereka.

12. Tidak boleh berbuat mudharat dan tidak boleh membalas dengan mudharat.

Kaidah ini berdasar pada bahwa mudharat merupakan kezhaliman sedangkan kezhaliman diharamkan dalam seluruh syariat. Mudharat yang dilarang adalah mudharat yang secara umum signifikan, meskipun timbul dari perbuatan yang dibolehkan. Pihak yang dirugikan harus merujuk pada keputusan pengadilan untuk penggantian kerugiannya.

13. Mudharat harus dihilangkan. Tindakan mudharat adalah kezaliman sehingga harus dihilangkan. Caranya

adalah mencegahnya dengan sarana yang mungkin dipergunakan untuk mencegahnya.

14. Mudharat yang khusus ditanggung (boleh dilakukan) untuk mencegah mudharat yang umum.

Mudharat umum itu terjadi pada masyarakat luas, sedangkan mudharat yang khusus terjadi pada individu atau kelompok kecil, sehingga mudharat khusus berada di bawah mudharat umum.

15. Mudharat yang lebih berat boleh dihilangkan dengan mudharat yang lebih ringan.

Mudharat boleh dihilangkan dengan mudharat yang lebih ringan, misalnya seseorang yang terancam kematian boleh memakan milik orang lain, selama orang itu tidak terancam kematian juga.

16. Keadaan darurat membolehkan hal yang dilarang. Darurat merupakan alasan yang karenanya boleh melakukan sesuatu yang

dilarang dan melanggar larangan itu. Dharurat merupakan kondisi yang memaksa seseorang melakukan perbuatan yang haram.

17. Hajat menduduki keadaan darurat secara umum dan khusus. Hajat umum adalah hajat yang tidak khusus pada satu manusia tanpa

dirasakan manusia lain, melainkan mencakup seluruh masyarakat.

18. Menolak kerusakan lebih utama daripada menarik manfaat. Mashalahat murni dan mudharat murni sangat sedikit, biasanya unsur

keduanya saling menyatu. Jika unsur kerusakan dan maslahat saling berbenturan, maka menolak unsur kerusakan lebih diutamakan dari tindakan keduanya saling menyatu. Jika unsur kerusakan dan maslahat saling berbenturan, maka menolak unsur kerusakan lebih diutamakan dari tindakan

19. Adab kebiasaan bisa dijadikan acuan hukum. Adat kebiasaan hanya hanya dapat dijadikan hukum jika tidak aturan syar’i

yang secara jelas mengaturnya. Adat bisa teranggap jika berlangsung terus menerus dan bersifat dominan.

20. Tidak diingkari adanya perubahan hukum dengan sebab perubahan zaman. Hukum-hukum yang berubah dengan sebab perubahan zaman adalah

hukum-hukum yang didasarkan pada urf atau adat, karena dengan berubahnya zaman berubah pula kebutuhan manusia. Berdasarkan perubahan ini, berubah pula urf, dan dengan perubahan urf berubah pula hukum-hukum yang berdasarkan urf itu.

21. Yang teranggap adalah yang dominan dan tersebar luas, bukan yang jarang terjadi.

Maksud yang tersebar luas itu adalah perkara yang sudah diketahui luas oleh masyarakat dan populer di kalangan mereka. Maksud yang jarang adalah yang sedikit terjadi. Hal yang dijadikan sandaran hukum adalah hal yang sering terjadi, bukan hal yang jarang terjadi.

22. Kerugian (risiko) dengan keuntungan. Maksudnya adalah orang mendapatkan keuntungan sesuatu harus pula

menanggung kerugian (risiko)nya.

23. Kejahatan hewan adalah kasus force majeur. Makasudnya adalah apa yang dirusak oleh binatang atau kerugian yang

dialami manusia akibat perbuatan itu dianggap kecelakaan yang kerugiannya tidak ditanggung oleh pemilik binatang, kecuali jika hal tersebut terjadi secara sengaja atau kelalaian pemiliknya. Hal ini karena hewan tak memiliki akal, sehingga tidak dikenai hukum

24. Seseorang tidak boleh bertindak terhadap milik orang lain tanpa seizinnya. Milik orang lain harus dihormati, sehingga tidak boleh merusak

kehormatannya dengan bertindak terhadapnya tanpa izin pemiliknya.

25. Upah dan jaminan tidak bisa berkumpul. Maksudnya adalah apa yang wajib diberi jaminan (ganti rugi), maka tidak

wajib diberi upah. Karena dalam jaminan ada makna kepemilikan. Orang yang menjamin (membayar ganti rugi) sama dengan pemiliki, sedangkan pemilik tidak harus membayar upah untuk sesuatu yang dimilikinya.

26. Siapa yang terburu-buru mendapatkan sesuatu sebelum waktunya maka dia dihukum dengan tidak memberikannya.

Maknanya adalah bahwa orang yang menggunakan cara-cara atau sarana- sarana yang tidak syar’i karena terburu-buru mencapai tujuannya, maka dia dihalang-halangi dari tujuannya itu sebagai balasan perbuatannya dan sikap terburu-burunya itu.

Periode-Periode Fiqh

1. Masa Nabi Pada masa Rasulullah SAW masih hidup, fiqh tidak berbeda dengan syariah,

karena setiap perbedaan akan dikembalikan kepada Rasulullah SAW, sehingga hukum yang ada bersifat tunggal.

2. Masa Khalifah Rasyidin Pada masa ini, para sahabat sering bermusyawarah mengenai suatu hukum.

Lagipula pada waktu ini banyak sahabat utama yang sering memberi fatwa, yaitu Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Abdullah ibnu Abbas, Abdullah ibnu Mas’ud, Abdullah ibnu Umar, Zaid bin Tsabit dan Aisyah binti Abu Bakar.

3. Masa Daulah Umayyah (tahun 41 H s.d. akhir abad 2 H). Fiqh pada periode ini mengikuti metode sahabat, karena para tabi’in menerima

fiqh dari mereka dan menempuh metode mereka dalam istinbath hukum-hukum. Pada periode ini muncul madrasah ahli hadits yang berpusat di Madinah dan madrasah ahli ra’yu yang berpusat di Iraq. Perkembangan ini disebabkan oleh: (1) meluasnya wilayah fiqh dan banyaknya perbedaan pendapat dalam berbagai masalahnya, (2) tersebarnya periwayatan hadits dan pengaruhnya di bidang fiqh dan lainnya, (3) munculnya berbagai madrasah.

4. Abad ke-2 s.d. ke-4 H.

Periode ini adalah puncak kejayaan fiqh. Hasil periode ini sampai sekarang masih menjadi rujukan bagi umat Islam sampai sekarang. Kecemerlangan fiqh ini disebabkan oleh : (1) perhatian para khalifah Abbasiyah terhadap fiqh dan fuqaha, (2) meluasnya negara Islam, (3) lahirnya mujtahid-mujtahid besar yang memiliki kemampuan fiqh yang mendalam. Pada periode ini juga lahir mahzab- mahzab yang diikuti oleh umat Islam di berbagai negara.

5. Abad ke-4 s.d. tahun 656 H. Pasca kejatuhan Baghdad akibat serangan pasukan Mongol, fiqh semakin

mengalami kemunduran yang sangat signifikan. Hal ini disebabkan oleh kehidupan masyarakat yang mengalami penurunan kualitas akibat perang. Penyebab lainnya adalah kecenderungan taklid pada ulama-ulama sebelumnya. Hal yang menjadi latar belakangnya adalah: (1) lemahnya kekuasaan politik para khalifah Abbasiyah, (2) mahzab-mahzab Islam telah dibukukan dengan sempurna, (3) lemahnya kepercayaan diri dan takut melakukan ijtihad.

6. Dari 656 H s.d. sekarang Pada masa ini ada kerajaan Islam yang kuat bernama Turki Utsmani yang

menggunakan hukum Islam sebagai hukum positifnya misalnya dalam kitab undang-undang Majallah Al Ahkam al-Adliyyah, yang diterbitkan pada 26 Sya’ban 1293 H. Sejak kesultanan Turki Utsmani bubar, hukum ini menjadi tidak berlaku lagi.

Namun, hingga hari ini fiqh belum bangkit, karena sebagian besar umat Islam terjebak pada kebodohan, penjajahan dan kejumudan terhadap hukum-hukum Islam. Bahkan, hukum Islam telah secara efektif digantikan dengan hukum sekuler. Penjajahan Barat di tanah umat Islam yang sekarang sudah berakhir, masih menyisakan warisan pemikiran dan hukum yang tidak berlandaskan fiqh Islam.

Mahzab Ahli Fiqh

1. Mahzab Imam Abu Hanifah (ahli ra’yu) Pendiri mahzab ini adalah Nu’man bin Tsabit al-Kufi al Farisi, lahir 80 H dan

wafat 150 H. Pada mulanya ia adalah pedagang sutra, sehingga ketika menjadi ulama sangat menguasai ilmu perdagangan. Ia menjadi pemimpin ahli ra’yu dalam pengertian tidak sekedar mengikuti hadits Rasulullah tapi juga melakukan wafat 150 H. Pada mulanya ia adalah pedagang sutra, sehingga ketika menjadi ulama sangat menguasai ilmu perdagangan. Ia menjadi pemimpin ahli ra’yu dalam pengertian tidak sekedar mengikuti hadits Rasulullah tapi juga melakukan

2. Mahzab Imam Malik bin Anas Pendiri mahzab ini adalah Imam Malik bin Anas al-Ashbani, lahir 93 H di

Madinah dan wafat tahun 179 H. Dikenal sebagai Imam fiqh Madinah, kitabnya yang terkenal adalah Al-Muwatha’ dan Al-Mudawwanah. Pengikut mahzab ini banyak ditemukan di Mesir dan Maroko.

3. Mahzab Imam Syafi’i Pendiri mahzab ini adalah Imam Abu Abdullah Muhammad bin Idris Asy-

Syafii. Ia dilahirkan di Gaza 150 H dan wafat di Mesir 204 H. Beliau belajar di Mekkah dan karena kecerdasannya, diizinkan memberi fatwa pada usia 15 tahun. Ketika tinggal di Irak ia mengeluarkan fatwa yang kemudian dikenal dengan nama qaul qadim, ketika tinggal di Mesir fatwanya dinamakan qaul jadid . Ia menulis kitab Al-Umm dan Ar-Risalah (yang meletakkan dasar-dasar ushul fiqh). Pengikut mahzab ini banyak ditemukan di Indonesia, Mesir, Irak dan Pakistan.

4. Mahzab Ahmad bin Hambal Pendiri mahzab ini adalah Abu Abdullah bin Ahmad bin Hanbal bin Hilal bin

Asad asy-Syaibani, lahir di Baghdad 164 H dan wafat 241 H. Ia menulis kitab Musnad Ibnu Hanbal yang mencakup lebih dari empat puluh ribu hadits. Ia pernah dipaksa Khalifah Al Ma’mun untuk mengatakan bahwa Al Quran adalah makhluk namun ia tidak mau, akibatnya ia dipenjarakan. Pengikut mahzab ini banyak ditemukan di Saudi Arabia, Kuwait, Suriah, Irak dan Emirat Arab.

5. Mahzab Zaid bin Ali Pendiri mahzab ini adalah Zaid bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi

Thalib, lahir di Madinah 70 H dan mati syahid 122 H. Ia menulis kitab Al Majmu’ . Pengikut mahzab ini banyak ditemukan di Yaman.

6. Mahzab Ja’far Ash Shiddiq Pendiri mahzab ini adalah Imam Ja’far ash-Shiddiq bin Muhammad al-Baqir,

imam keenam Syiah Imamiyah, lahir di Madinah 80 H dan wafat pada usia 68 imam keenam Syiah Imamiyah, lahir di Madinah 80 H dan wafat pada usia 68

7. Mahzab yang punah: Al-Auzai, Sufyan Ats-Tsauri, Laits bin Sa’d, Daud azh- Zhahiri, Ibnu Jarir ath-Thabari.

Pendirinya masing-masing adalah : (1) Abu Umar Abdurrahman bin Muhammad al Auza’i, lahir di Syam 88 H dan wafat 157 H di Beirut. Menyebar ke Syam dan Andalusia. (2) Abu Abdullah Fusyan bin Said ats-Tsauri al Kufi, lahir di Kufah 97 H dan wafat di Basrah 161 H.

(3) Laits bin Sa’d, lahir di Mesir dan wafat pada tahun 175 H, tidak bertahan menghadapi mahzab Syafi’i yang kuat di Mesir. (4) Abu Sulaiman Daud bin Ali al- Ashfahani, lahir 200 H dan wafat 270 H. Ia tidak menerapkan qiyas dan logika lainnya. Muridnya yang terkenal adalah Ibnu Hazm al Andalusy, putra seorang menteri yang wafat 456 H), mengarang kitab Al Muhalla dan kitab cinta termashyur Thauqul Hamamah (kalung merpati). (5) Ibnu Jarir ath-Thabari, wafat tahun 310 H yang

mengarang Tarikh Thabari (kitab mengenai sejarah) dan Jamiul Bayan Ta’wil Al Quran

atau Tafsir Thabari.

ÉΟŠÏm§9$# Ç⎯≈uΗ÷q§9$# «!$# ÉΟó¡Î0

BAB II DALIL DALAM HUKUM ISLAM

Pentingnya Dalil dalam Hukum Islam

Dalil dalam bahasa Arab adalah yang menunjukkan kepada sesuatu, baik bersifat inderawi ataupun maknawi, baik ataupun buruk. Sedangkan dalil secara terminologis berarti sesuatu yang daripadanya diambil hukum syara’ yang berkenaan dengan perbuatan manusia secara pasti baik dengan jalan pasti (qath’i) atau dengan jalan

dugaan kuat (zhanni). 15 Dalil menjadi begitu penting dalam Islam salah satunya ditunjukkan oleh ayat berikut ini

ª!$# tΑt“Ρr& !$tΒ ÇÙ÷èt/ .⎯tã š‚θãΖÏFøtƒ βr& öΝèδö‘x‹÷n$#uρ öΝèδu™!#uθ÷δr& ôìÎ7®Ks? Ÿωuρ ª!$# tΑt“Ρr& !$yϑÎ/ ΝæηuΖ÷t/ Νä3ôm$# Èβr&uρ ∩⊆®∪ tβθà)Å¡≈xs9 Ĩ$¨Ζ9$# z⎯ÏiΒ #ZÏWx. ¨βÎ)uρ 3 öΝÍκÍ5θçΡèŒ ÇÙ÷èt7Î/ Νåκz:ÅÁムβr& ª!$# ߉ƒÌム$uΚ¯Ρr& öΝn=÷æ$$sù (#öθ©9uθs? βÎ*sù ( y7ø‹s9Î)

Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati- hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), Maka ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa- dosa mereka. dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (Q.S. Al Maidah 49)

Dalil menjadi penting bagi muamalah karena apabila seseorang berpendapat wajiblah ia mendatangkan dalil bagi pendapat itu. Ada 11 jenis dalil yang dikenal dalam Islam, yaitu:

(1) Al Quran (2) Sunah Rasul (3) Ijma (4) Qiyas (5) Istishan

Abdul Wahhab Khallaf, loc.cit. hlm 13

(6) Maslahih Mursalah (7) ‘Urf (8) Istishab (9) Syariat Orang Sebelum Kita (10) Mazhab Shahabat (11) Saaudz Dzarra

Para ulama bersepakat bahwa diantara 11 dalil diatas, empat dalil pertama tidak diragukan lagi untuk menjadi dasar hujjah dalam hukum Islam, sementara tujuh yang lain tidak semua ulama menerima sebagai dasar hukum dalam Islam.

Sumber dalil-dalil itu adalah:

(1) Al Quran

Al Quran adalah kalam Allah yang diturunkan oleh-Nya melalui perantaraan malaikat Jibril ke dalam hati Rasulullah Muhammad bin ‘Abdullah dengan lafadz bahasa Arab dan makna-maknanya yang benar, untuk menjadi hujjah bagi Rasul atas pengakuannya sebagai Rasulullah, menjadi undang-undang bagi manusia yang mengikuti petunjuknya, dan menjadi qurbah di mana mereka beribadah dengan membacanya. Al Quran juga adalah yang dihimpun antara tepian lembar mushaf yang dimulai dengan surat Al Fatihah dan ditutup dengan surat An Nas, yang diriwayatkan kepada kita secara mutawatir, baik secara tulisan maupun lisan, dari generasi ke generasi, dan tetap terpelihara dari perubahan dan penggantian apapun.

∩®∪ tβθÝàÏ≈ptm: …çμs9 $¯ΡÎ)uρ tø.Ïe%!$# $uΖø9¨“tΡ ß⎯øtwΥ $¯ΡÎ) Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami

benar-benar memeliharanya 16 (Q.S. Al Hijr 9)

Al Quran menjadi hujjah bagi hukum dikarenakan: (1) Ketidakmampuan manusia untuk membuat Al Quran (I’jaz) (2) Keharmonisan struktur redaksinya, maknanya, hukum-hukumnya dan teori-

teorinya (3) Persesuaian Al Quran dengan teori-teori ilmiah (Q.S. Yasiin 39, Q.S. Yunus 5) (4) Berita-berita Gaib Al Quran (5) Kefasihan lafazh Al Quran, kepetahan redaksinya dan kuatnya pengaruhnya

Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al Quran selama-lamanya.

Hukum yang dikandung oleh Al Quran mencakup pada tiga hal (1) Hukum I’tiqadiyah (Akidah) (2) Hukum Amaliyah (Syariah) (3) Hukum Moralitas (Akhlak)

Hukum amaliyah terdiri dari dua macam: (1) Hukum-hukum ibadah: shalat, puasa, zakat, nadzar, sumpah dan ibadah-

ibadah lainnya yang dimaksudkan untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya

(2) Hukum-hukum muamalah: akad, pembelanjaan, hukuman, pidana dan hubungan lainnya yang bukan ibadah dan yang dimaksudkan untuk mengatur hubungan antara sesama mukallaf, baik sebagai individu, bangsa atau kelompok.

Hukum muamalat ini dibagi menjadi: (1) Hukum-hukum keluarga (70 ayat) (2) Hukum-hukum perdata (70 ayat) (3) Hukum-hukum pidana (30 ayat) (4) Hukum-hukum acara (13 ayat) (5) Hukum-hukum perundang-undangan (10 ayat) (6) Hukum-hukum tata negara (25 ayat) (7) Hukum-hukum ekonomi dan keuangan (10 ayat)

Namun demikian, menurut Ali Syariati ayat-ayat Al Quran yang mengatur tentang hukum jumlahnya tidak lebih dari 14% saja.

(2) As Sunah

As Sunah adalah sesuatu yang datang dari Rasulullah, baik berupa perkataan, perbuatan ataupun pengakuan (taqrir). Sunah qauliyah ialah hadits-hadits Rasulullah yang beliau katakan dalam berbagai tujuan dan konteks. Selain ada sunah qauliyah ada juga sunah fi’liyah dan sunah taqririyyah. Dalilnya adalah sebagai berikut:

∩⊂⊄∪ t⎦⎪ÍÏ≈s3ø9$# =Ïtä† Ÿω ©!$# ¨βÎ*sù (#öθ©9uθs? βÎ*sù ( š^θß™§9$#uρ ©!$# (#θãè‹ÏÛr& ö≅è% Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". (Q.S. Ali Imran 32)

&™ó©x« ’Îû ÷Λä⎢ôãt“≈uΖs? βÎ*sù ( óΟä3ΖÏΒ ÍöΔF{$# ’Í<'ρé&uρ tΑθß™§9$# (#θãè‹ÏÛr&uρ ©!$# (#θãè‹ÏÛr& (#þθãΨtΒ#u™ t⎦⎪Ï%©!$# $pκš‰r'¯≈tƒ ∩∈®∪ ¸ξƒÍρù's? ß⎯|¡ômr&uρ ×öyz y7Ï9≡sŒ 4 ÌÅzFψ$# ÏΘöθu‹ø9$#uρ «!$$Î/ tβθãΖÏΒ÷σè? ÷Λä⎢Ψä. βÎ) ÉΑθß™§9$#uρ «!$# ’n<Î) çνρ–Šãsù

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q.S. An Nisa 59)

Adapun hubungan As-Sunnah dengan Al Quran dari segi hukum yang telah datang di dalamnya, maka sebenarnya sunnah tidak melampaui salah satu dari tiga hal: (1) Ada kalanya As Sunnah itu menetapkan atau mengukuhkan hukum yang

telah ada dalam Quran (2) Ada kalanya As Sunnah itu memerinci dan menafsirkan terhadap sesuatu yang datang dalam Al Quran secara global, membatasi hal-hal yang ada di dalam Quran secara mutlak, dan mentakhsish sesuatu yang datang di dalamnya secara umum.

(3) Ada kalanya sunnah itu menetapkan dan membentuk hukum yang tidak terdapat di dalam Quran. Hukum ini ditetapkan berdasarkan sunnah dan nash Al Quran tidak menunjukinya.

Pembagian As-Sunnah berdasarkan sanad-nya: (1) Sunnah Mutawatirah

Sunnah mutawatirah adalah sunnah yang diriwayatkan dari Rasulullah saw oleh sekumpulan perawi yang menurut kebiasaannya, individu-individu itu tidak mungkin sepakat untuk berbohong, disebabkan jumlah mereka yang banyak, sikap amanah mereka, dan berlainannya orientasi dan lingkungan mereka, kemudian dari kelompok perawi ini, sejumlah perawi yang sepadan dengannya meriwayatkan sunnah itu, sehingga sunnah itu sampai kepada kita dengan sanad masing-masing tingkatan dari para perawinnya yang merupakan sekumpulan orang yang tidak mungkin mengadakan kesepakatan untuk berdusta, mulai dari penerimaan sunnah itu dari Rasul sampai datang kepada kita. Contoh: “Innamal a’maalu binniyyat.”

“Islam bersendikan lima perkara…”

(2) Sunnah Masyhurah Sunnah Masyhurah adalah sunnah yang diriwayatkan dari Rasulullah saw oleh seorang atau dua orang atau tiga orang sahabatnya yang tidak mencapai jumlah tawatur (perawi hadits mutawatir).

(3) Sunnah Ahad Sunnah Ahad adalah sunnah yang diriwayatkan dari Rasulullah saw oleh perseorangan yang tidak mencapai jumlah kemutawatiran.

(3) Ijma’

Ijma menurut istilah adalah kesepakatan seluruh para mujtahid di kalangan ummat Islam pada suatu masa setelah Rasulullah saw wafat atas hukum syara’ mengenai suatu kejadian.

Rukun ijtihad adalah:

1) Adanya sejumlah mujtahid pada suatu peristiwa

2) Adanya kesepakatan seluruh mujtahid di kalangan umat Islam terhadap hukum syara’ mengenai suatu kasus/peristiwa pada waktu terjadinya tanpa memandang negeri mereka, kebangsaan mereka, ataupun kelompok mereka.

3) Kesepakatan mereka mereka adalah dengan mengemukakan pendapat mereka masing-masing orang dari para mujtahid itu tentang pendapatnya yang jelas mengenai suatu peristiwa

4) Bahwa kesepakatan dari seluruh mujtahid atas suatu hukum itu terealisasi.

Kehujjahan ijma adalah dalil sebagai berikut: ÌøΒF{$# ’Í<'ρé& #†n<Î)uρ ÉΑθß™§9$# ’n<Î) çνρ–Šu‘ öθs9uρ ( ⎯ÏμÎ/ (#θãã#sŒr& Å∃öθy‚ø9$# Íρr& Ç⎯øΒF{$# z⎯ÏiΒ ÖøΒr& öΝèδu™!%y` #sŒÎ)uρ

z⎯≈sܸФ±9$# ÞΟçF÷èt6¨?]ω …çμçGuΗ÷qu‘uρ öΝà6øŠn=tã «!$# ã≅ôÒsù Ÿωöθs9uρ 3 öΝåκ÷]ÏΒ …çμtΡθäÜÎ7/ΖoKó¡o„ t⎦⎪Ï%©!$# çμyϑÎ=yès9 öΝåκ÷]ÏΒ ∩∇⊂∪ WξŠÎ=s% ωÎ) Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun

ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. dan kalau mereka menyerahkannya ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. dan kalau mereka menyerahkannya

ulil Amri) 18 . kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).

(Q.S. An Nisa 83)

Macam-macam Ijma’ ditinjau dari segi menghasilkannya, maka ia ada dua macam:

Pertama, ijma’ sharih. Kesepakatan para mujtahid suatu masa atas hukum suatu kasus, dengan cara masing-masing dari mereka mengemukakan pendapatnya secara jelas melalui fatwa atau putusan hukum.

Kedua, ijma’ sukuti. Sebagian dari mujtahid suatu masa mengemukakan pendapat mereka dengan jelas mengenai suatu kasus, baik melalui fatwa atau suatu putusan hukum, dan sisa dari mereka tidak memberikan tanggapan terhadap pendapat tersebut, baik merupakan persetujuan terhadap pendapat yang telah dikemukakan atau menentang pendapat itu.

(4) Qiyas

Qiyas adalah mempersamakan suatu kasus yang tidak ada nashnya hukumnya dengan suatu kasus yang ada nash hukumnya, dalam hukum yang ada nashnya, karena persamaan kedua itu dalam illat hukumnya.

Contoh: (1) Jual beli (Q.S. Al Jumuat 9) dianalogikan dengan “kesibukan yang

melalaikan terhadap shalat” (2) Meminum khamar (Q.S. Al Maidah 90) dianalogikan dengan “memabukkan” (3) Kertas yang dibubuhi cap jempol mempunyai hujjah yang serupa kertas yang dibubuhi tanda tangan

Rukun qiyas adalah: (1) Al-ashlu, sesuatu yang ada nash hukumnya

(2) Al-far’u, sesuatu yang tidak ada nash hukumnya

18 Tokoh-tokoh sahabat dan para cendekiawan di antara mereka. Menurut mufassirin yang lain Maksudnya ialah: kalau suatu berita tentang keamanan dan ketakutan itu disampaikan kepada Rasul dan ulil Amri, tentulah Rasul dan ulil amri yang ahli dapat menetapkan kesimpulan (istimbat) dari berita itu.

(3) Hukum ashl, hukum syara’ yang ada nashnya pada al-ashl (pokok)nya dan ia dimaksudkan untuk menjadi hukum pada al-far’u (cabangnya). (4) Bahwa kesepakatan dari seluruh

mujtahid atas suatu hukum itu terealisasi.

Kehujjahan qiyas adalah dalil sebagai berikut: t,ƒÏ‰óÁs? ⎯Å6≈s9uρ 2”utIøム$ZVƒÏ‰tn tβ%x. $tΒ 3 É=≈t6ø9F{$# ’Í<'ρT[{ ×οuö9Ïã öΝÎηÅÁ|Ás% ’Îû šχ%x. ô‰s)s9

∩⊇⊇⊇∪ tβθãΖÏΒ÷σム5Θöθs)Ïj9 ZπuΗ÷qu‘uρ “Y‰èδuρ &™ó©x« Èe≅à2 Ÿ≅‹ÅÁøs?uρ Ïμ÷ƒy‰tƒ t⎦÷⎫t/ “Ï%©!$# Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-

orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (Q.S. Yusuf 111)

(5) Istihsan

Istishan adalah menganggap sesuatu itu baik. Secara terminologi, arti istishan adalah berpalingnya seorang mujtahid dari tuntutan qiyas yang jali (nyata) kepada tuntuta qiyas yang khafiy (samar), atau dari hukum kulli (umum) kepada hkum istisnainy (pengecualian) ada dalil yang menyebabkan dia mencela akalnya dan memenangkan perpalingan ini.

Jenis istishan: (1) pentarjihan qiyas khafi (yang tersembunyi) atas qiyas jali (nyata) karena

suatu dalil (2) pengecualian kasuistis (juz’iyyah) dari suatu hukum kulli (umum) dengan adanya suatu dalil

Contoh: (1) Wakaf tanah pertanian (2) Sumpah pada jual beli

Imam Asy-Syatibi dalam kitab Al Muwafaqat berkata, “Barang siapa yang mempergunakan dalil istishan, ia tidaklah kembali kepada semata-mata perasaannya dan kemauannya saja, akan tetapi ia kembali kepada apa yang ia Imam Asy-Syatibi dalam kitab Al Muwafaqat berkata, “Barang siapa yang mempergunakan dalil istishan, ia tidaklah kembali kepada semata-mata perasaannya dan kemauannya saja, akan tetapi ia kembali kepada apa yang ia

(6) Mashlahah Mursalah

Mashlahah Mursalah adalah suatu kemaslahatan dimana syar’i tidak mensyariatkan suatu hukum untuk merealisasi kemashlahatan itu, tidak ada dalil yang menunjukkan atas pengakuan atau pembatalannya. Syarat mashlahah mursalah adalah (1) suatu kemashlahatan yang hakiki, (2) kemashlahatan umum dan (3) berdasarkan kemashlahatan ini tidak bertentangan dengan hukum atau prinsip yang telah berdasarkan nash atau ijma’. Contohnya adalah pembukuan Quran yang dilakukan pada masa khilafaturrasyidin.

(7) ‘Urf

‘Urf adalah sesuatu yang telah dikenal oleh orang banyak dan telah menjadi tradisi mereka, baik berupa perkataan, perbuatan atau keadaan meninggalkan. Ia juga disebut: adat. Urf yang shahih ialah sesuatu yang saling dikenal oleh manusia dan tidak bertentangan dengan dalil syara’, tidak menghalalkan sesuatu yang haram dan tidak pula membatalkan sesuatu yang wajib. Urf yang fasid adalah sesuatu yang sudah menjadi tradisi manusia, akan tetapi tradisi itu bertentangan dengan syara’, atau menghalalkan sesuatu yang diharamkan, atau membatalkan sesuatu yang wajib. Contoh ‘urf yang baik adalah memberikan garansi pada penjualan alat rumah tangga. Contoh urf yang fasid misalnya tahlilan 1000 hari yang dianggap sebagai ritual ibadah.

(8) Istishhab

Istishhab adalah menetapkan hukum atas sesuatu berdasarkan keadaanya sebelumnya, sehingga ada dalil yang menunjukkan atas perubahan keadaan tersebut. Ia juga berarti menetapkan hukum yang telah tetap pada masa yang lalu dan masih tetap pada keadaannya itu sehingga ada dalil yang menunjukkan atas perbuatannya.

Misalnya kaidah yang mengatakan, “Sesungguhnya asal mula dalam segala sesuatu adalah dibolehkan” berdasarkan Q.S. Al Baqarah 29

;N≡uθ≈yϑy™ yìö7y™ £⎯ßγ1§θ|¡sù Ï™!$yϑ¡¡9$# ’n<Î) #“uθtGó™$# §ΝèO $YèŠÏϑy_ ÇÚö‘F{$# ’Îû $¨Β Νä3s9 šYn=y{ “Ï%©!$# uθèδ ∩⊄®∪ ×Λ⎧Î=tæ >™ó©x« Èe≅ä3Î/ uθèδuρ 4

Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.

(9) Syariat Orang Sebelum Kita

Jika ada suatu hukum yang disyariatkan kepada kaum sebelum kita dan hukum itu tidak dihapus dalam Al Quran, maka syariat itu berlaku pula untuk kita. Misalnya Q.S. Al Baqarah 183

öΝä3ª=yès9 öΝà6Î=ö7s% ⎯ÏΒ š⎥⎪Ï%©!$# ’n?tã |=ÏGä. $yϑx. ãΠ$u‹Å_Á9$# ãΝà6ø‹n=tæ |=ÏGä. (#θãΖtΒ#u™ t⎦⎪Ï%©!$# $y㕃r'¯≈tƒ ∩⊇∇⊂∪ tβθà)−Gs? Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana

diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

(10) Mazhab Sahabat

Para sahabat memiliki perilaku yang berbeda dalam menyikapi sunah Rasulullah saw. Misalnya dua ayah-anak yang berada pada dua kutub ekstrem antara mengikuti secara mutlak dan mengikuti selektif (sesuai dengan perilaku Rasul sebagai nabi saja yang diikuti) yaitu Abdullah Ibnu Umar dan Umar bin Khattab. Sebagai kaum muslimin, kita wajib mengikuti sunah Rasulullah yang bersifat esensial (asasiyah) dan bertolerensi pada perkara yang percabangan (khilafiyah).

(11) Sadd adz-Dzara’i

Dzara’i berarti sarana-sarana. Jika sarana itu membawa kepada haram atau kerusakan, maka sarana itu haram hukumnya.

Penutup

Sepuluh hal itulah yang menjadi dalil dalam hukum Islam, walaupun tidak semuanya dapat dijadikan dalil standar dalam hukum Islam, namun sebagai pelajar fiqh muamalah alangkah baiknya jika kita menguasai semua dalil dalam hukum Islam ini.

ÉΟŠÏm§9$# Ç⎯≈uΗ÷q§9$# «!$# ÉΟó¡Î0

BAB III HALAL DAN HARAM DALAM ISLAM

$Z‹Ïè|Ê ß⎯≈|¡ΡM}$# t,Î=äzuρ 4 öΝä3Ψtã y#Ïesƒä† βr& ª!$# ߉ƒÌムAllah hendak memberikan keringanan kepadamu 19 , dan manusia dijadikan bersifat lemah. (Q.S. An Nisa 28).

Cakrawala halal dan haram dalam Islam:

Ketika Rasulullah mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman, Rasulullah bertanya, “Bagaimana kamu memutuskan suatu hukum ketika kamu diminta untuk menentukan suatu keputusan? Muadz menjawab, “Aku akan memutuskan dengan kitab Allah (Al Quran). Rasulullah bertanya lagi, “Jika kamu tidak menemukan dalam kitab Allah? Muadz menjawab, “Dengan sunnah Rasulullah.” Rasulullah bertanya lagi, “Jika kamu tidak menemukan di dalam sunnah Rasul-Nya?” Muadz menjawab, “Aku akan melakukan ijtihad dan aku tidak akan menyempitkan ijtihadku.”

Definisi

Halal adalah sesuatu yang dengannya terurailah tali yang membahayakan, dan Allah memperbolehkan untuk dikerjakan. Haram adalah sesuatu yang Allah melarang untuk dilakukan dengan tegas. Setiap orang yang menentangnya akan berhadapan dengan siksaan Allah di akherat. Bahkan ia terancam juga sangsi di dunia. Makruh adalah Allah melarang sesuatu namun larangan itu tidak keras. Inilah yang dinamakan dibenci. Ia lebih rendah dari haram dalam peringkat hukumnya dan pelakunya tidak dikenai sangsi

Yaitu dalam syari'at di antaranya boleh menikahi budak bila telah cukup syarat-syaratnya.

hukum haram. Namun orang yang mempermudah dan mengabaikannya, cenderung terjerumus ke dalam keharaman. 20

Prinsip Halal dan Haram

Tidak memungkinkan semua hal yang terjadi di dunia ini sudah tersedia hukumnya secara jelas di dalam hukum-hukum Islam. Oleh karena itu kita membutuhkan prinsip- prinsip yang dengannya akan mudah bagi kita memutuskan hal-hal mendasar (asasiyah) dan hal-hal percabangan (furu’iyah) dalam hukum Islam. Sebelas prinsip dibawah ini dikompilasi oleh Yusuf Qardhawi sebagai ijtihad beliau atas berbagai permasalahan dalam hukum Islam.

(1) Pada dasarnya semua hal itu diperbolehkan

Dalam Islam, pada dasarnya semua hal dan manfaat yang Allah ciptakan adalah untuk kepentingan manusia. Oleh karena itu, semuanya diperbolehkan. Tidak

ada yang haram kecuali apa yang Allah larang dalam nash 21 secara logis dan ekplisit. Jika nash tidak logis, misalnya dalam hadits dhaif (lemah) atau tidak

jelas dalam menyatakan larangan, maka yang berlaku adalah prinsip pembolehan.

Dasar prinsip ini adalah sebagai berikut:

ZοtÎγ≈sß …çμyϑyèÏΡ xt7ó™r&uρö Νä3ø‹n=tæ ÇÚö‘F{$# ’Îû $tΒuρ ÏN≡uθ≈yϑ¡¡9$# ’Îû $¨Β Νä3s9 t¤‚y™ ©!$# ¨βr& (#÷ρts? óΟs9r& ∩⊄⊃∪ 9ÏΖ•Β 5=≈tGÏ. Ÿωuρ “W‰èδ Ÿωuρ 5Οù=Ïæ ÎötóÎ/ «!$# †Îû ãΑω≈pgä† ⎯tΒ Ä¨$¨Ζ9$# z⎯ÏΒuρ 3 ZπuΖÏÛ$t/uρ

Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan. (Q.S. Luqman 20)

Yang halal adalah apa yang Allah halalkan dalam kitab-Nya dan yang haram adalah apa yang Allah larang. Dan termasuk apabila Dia diam berarti dibolehkan sebagai bentuk kasih sayang-Nya. (H.R. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

(2) Menghalalkan dan mengharamkan sesuatu hanyalah milik Allah

21 Yusuf Qaradhawi, Halal dan Haram. 2007. Bandung: Penerbit Jabal Nash adalah ayat Al Quran atau sunnah yang jelas, otentik dan ekplisit baik perkataan atau perbuatan Nabi Muhammad SAW.

Prinsip Islam yang mencakup halal dan haram yang kedua adalah Islam membatasi kewenangan untuk memutuskan haram dan halal. Islam mencabut hak itu dari tangan manusia tanpa memandang status manusia tersebut. Islam menetapkan hanya pada Allah saja.

Dasar dari prinsip ini adalah sebagai berikut: ωÎ) (#ÿρãÏΒé& $tΒuρ zΝtƒötΒ š∅ö/$# yx‹Å¡yϑø9$#uρ «!$# Âχρߊ ⎯ÏiΒ $\/$t/ö‘r& öΝßγuΖ≈t6÷δâ‘uρ öΝèδu‘$t6ômr& (#ÿρä‹sƒªB$# 26

∩⊂⊇∪ šχθà2Ìô±ç„ $£ϑtã …çμoΨ≈ysö7ß™ 4 uθèδ ωÎ) tμ≈s9Î) Hω ( #Y‰Ïm≡uρ $Yγ≈s9Î) (#ÿρ߉ç6÷èu‹Ï9 Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan

selain Allah 22 dan (juga mereka mempertuhankan) Al masih putera Maryam, Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (Q.S. At Taubah 31)

Adi bin Hatim, yang beragama Kristen sebelum masuk Islam, sekali waktu datang kepada Rasulullah. Saat dia mendengar Rasulullah membacakan ayat di atas, dia berkata, “Wahai Rasulullah, tetapi mereka tidak menyembahnya.” Nabi menjawab, “Ya, tapi mereka melarang apa yang dihalalkan dan menghalalkan yang haram, kemudian orang-orang yang menaati mereka. Sungguh, ini termasuk bentuk penyembahan kepada mereka. ” (H.R. Tirmidzi dan yang lainnya mengatakan hadits ini hasan).

Dalam ayat Al Quran yang lain, Allah berfirman

z>É‹s3ø9$# «!$# ’n?tã (#ρçtIøtGÏj9 ×Π#tym #x‹≈yδuρ ×≅≈n=ym #x‹≈yδ z>É‹s3ø9$# ãΝà6çGoΨÅ¡ø9r& ß#ÅÁs? $yϑÏ9 (#θä9θà)s? Ÿωuρ ∩⊇⊇∉∪ tβθßsÎ=øムŸω z>É‹s3ø9$# «!$# ’n?tã tβρçtIøtƒ t⎦⎪Ï%©!$# ¨βÎ) 4

Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (Q.S. An Nahl (16): 116)

Maksudnya adalah mereka mematuhi ajaran-ajaran orang-orang alim dan rahib-rahib mereka dengan membabibuta, biarpun orang-orang alim itu menyuruh membuat maksiat atau mengharamkan yang halal.

(3) Mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram sama dengan

perbuatan syirik

Islam mengecam orang yang menyatakan mana yang halal dan mana yang haram atas dasar kewenangannya sendiri. Islam cenderung mengecam orang yang mengharamkan sesuatu karena hal itu dapat menyebabkan kesulitan dan penderitaan bagi manusia. Tidak dapat dibenarkan jika kita mempersempit apa yang Allah lapangkan untuk makhluk-Nya. Rasulullah melwan orang yang terlalu fanatik dalam beragama dengan bersabda,

“Orang fanatik akan binasa.” Beliau mengulangnya sebanyak tiga kali. (H.R. Muslim, Ahmad dan Abu Dawud). Menyangkut ajarannya Rasulullah mengatakan, “Aku diutus dengan jalan yang lurus dan mudah.” (H.R. Ahmad).

Dasar dari prinsip ini dalam Al Quran adalah =Ïtä† Ÿω ©!$# χÎ) 4 (#ÿρ߉tG÷ès? Ÿωuρ öΝä3s9 ª!$# ¨≅ymr& !$tΒ ÏM≈t6Íh‹sÛ (#θãΒÌhptéB Ÿω (#θãΖtΒ#u™ t⎦⎪Ï%©!$# $pκš‰r'¯≈tƒ

šχθãΖÏΒ÷σãΒ ⎯ÏμÎ/ ΟçFΡr& ü“Ï%©!$# ©!$# (#θà)¨?$#uρ 4 $Y7Íh‹sÛ Wξ≈n=ym ª!$# ãΝä3x%y—u‘ $£ϑÏΒ (#θè=ä.uρ ∩∇∠∪ t⎦⎪ωtF÷èßϑø9$# ∩∇∇∪ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik

yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya. (Q.S. Al Maidah 87-88)

(4) Larangan atas sesuatu dikarenakan keburukan dan bahayanya