HASIL REVIU PELAKSANAAN TRANSPARANSI FISKAL

Level kriteria PF-7 : Good

Keterangan Level

Laporan fiskal meliputi klasifikasi administrasi, ekonomi dan fungsional yang konsisten dengan standar internasional, jika dapat diterapkan

Ringkasan Reviu

Pemerintah telah menyusun laporan fiskal berupa LKPP dengan mengacu pada SAP, dan telah mengklasifikasikan belanja berdasarkan unit organisasi, jenis belanja (ekonomi), dan fungsi.

Prinsip kriteria Klasifikasi Informasi adalah laporan fiskal mengklasifikasikan informasi secara jelas mengenai penggunaan sumber daya publik dan dapat diperbandingkan secara internasional. Untuk memenuhi prinsip ini, Pemerintah telah menerbitkan SAP, pedoman penyusunan penganggaran dan Manual Statistik Keuangan Pemerintah Indonesia dengan mengacu standar internasional.

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

Pemerintah telah menyusun LSKP Sektor Pemerintah Umum Tahun 2008 – 2013, sesuai GFS Manual 2014 yang diterbitkan International Monetary Fund (IMF). Laporan Statistik Keuangan Pemerintah juga dapat diperbandingkan dengan Laporan Statistik Keuangan Pemerintah Negara Lain. Dalam LKPP yang disusun dengan mengacu pada SAP telah mengklasifikasikan belanja berdasarkan unit organisasi, jenis belanja(ekonomi) dan fungsi.

Namun demikian, Pemerintah masih perlu menegaskan kepada para pimpinan Kementerian Negara/Lembaga selaku pengguna anggaran agar dalam penganggaran dan pelaksanaan belanja, dapat konsisten atas klasifikasi belanja (nature of account). Hasil pemeriksaan LKPP Tahun 2014 masih mengungkapkan permasalahan terkait klasifikasi belanja sebagai berikut.

1) Ketidaksesuaian antara klasifikasi anggaran Belanja Barang dan Belanja Modal dengan realisasinya sebesar Rp1,42 Triliun terjadi pada 38 KL

2) Kesalahan pengklasifikasian Belanja Bansos pada Kementrian Agama sebesar Rp845,15 Milyar

3) Penatausahaan atas Pelaksanaan Belanja Pemerintah Pusat yang Dianggarkan dan Direalisasikan Melalui BA 999.08 Tidak Sesuai dengan Nature of Account Belanja Lain-Lain mengakibatkan penyajian realisasi Belanja Lain-lain sebesar Rp11,67 Triliun dalam LK BA 999.08 belum mampu memberikan informasi yang tepat mengenai substansi belanja sesuai Nature of Account-nya dan bentuk pertanggungjawaban realisasi belanja tidak transparan.

PF-8. Konsistensi Internal

PF-8 -

Level kriteria PF-8 : Advanced

Konsistensi

Internal

Keterangan Level

Laporan fiskal mencakup tiga rekonsiliasi berikut: (i) keseimbangan fiskal dan pembiayaan; (ii) penerbitan utang dan penahanan utang (debt holding), atau (iii) pembiayaan dan perubahan saldo utang (debt stock).

Ringkasan Reviu

Laporan fiskal Pemerintah telah memuat informasi realisasi pembiayaan yang pada dasarnya dapat direkonsiliasi dengan kondisi keseimbangan fiskal, penerbitan surat utang dan saldo utang

Prinsip kriteria Konsistensi Internal adalah laporan fiskal konsisten secara internal dan memuat rekonsiliasi antar pengukuran alternatif atas kondisi fiskal secara keseluruhan. Untuk memenuhi prinsip ini, UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara mengamanatkan Pemerintah untuk menyusun laporan keuangan dan LSKP. Berdasarkan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dan GFS, Pemerintah dapat menjaga defisit anggaran maksimal 3% dan jumlah pinjaman maksimal 60% dari PDB sebagaimana diamanatkan UU Nomor 17 Tahun 2003. Pengaturan tersebut ditujukan untuk menjaga keseimbangan dan kesinambungan fiskal.

Berdasarkan laporan fiskal berupa LKPP dan data PDB menurut BPS, rasio defisit dan utang terhadap PDB dapat diketahui sebagai berikut.

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

Tabel 3.2 Rasio Defisit dan Utang terhadap PDB Tahun

Rasio Defisit Rasio Utang

Sumber: LKPP dan BPS (Diolah) Tabel 3.2 diatas menunjukkan bahwa Pemerintah dapat menjaga rasio defisit

dan rasio utang sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2003. Namun

demikian, Pemerintah

masih

harus mempertimbangkan

kesinambungan fiskal berdasarkan primary balance. Berikut ini adalah perkembangan primary balance yang terus mengalami penurunan hingga bernilai negatif (Tabel 3.3)

Keseimbangan fiskal utama (primary balance) merupakan selisih antara pendapatan negara dan hibah dengan belanja negara tidak termasuk belanja pembayaran bunga utang. Kondisi primary balance yang negatif menunjukkan bahwa adanya potensi ancaman terhadap fiscal sustainability karena sumber pembayaran bunga utang bukan berasal dari pendapatan negara melainkan berasal dari pembiayaan, misalnya dengan tambahan utang baru.

Tabel 3.3 Perkembangan Primary Balance

Primary Balance

Tahun Anggaran

Sumber: LKPP (diolah) Kondisi primary balance yang negatif tersebut apabila berlangsung terus

menerus dapat mengakibatkan defisit anggaran semakin tidak terkendali, sehingga diperlukan pembiayaan untuk menutup defisit anggaran. Di lain pihak, kondisi primary balance yang positif menunjukkan bahwa fiscal sustainability masih terjaga karena kapasitas dalam membayar bunga utang masih cukup tersedia dan potensi defisit bisa diminimalkan.

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

PF-9. Histori Perubahan

PF-9 – Histori

Level kriteria PF-9 : Basic

Perubahan

Keterangan Level

Histori perubahan mayor statistik fiskal dilaporkan

Ringkasan Reviu

LSKP yang disusun tidak diketahui tanggal laporannya, dan dalam penyajian penjelasan LSKP belum konsisten antar tahunnya sehingga sulit untuk mengetahui ada tidaknya perubahan mayor.

Prinsip kriteria Histori Perubahan adalah perkembangan perubahan mayor atas statistik fiskal diungkapkan dan dijelaskan. Untuk memenuhi prinsip ini, Pemerintah telah menyusun LSKP (Government Finance Statistics) dengan tahapan data sangat sementara (unaudited) dan akan direvisi menjadi data final

audited. Pengungkapan/penerbitan kembali laporan statistik keuangan pemerintah dilakukan jika terdapat perubahan. Penyusunan tersebut Sebagaimana diatur dalam PMK 275/PMK.05/2014 tentang Manual Statistik Keuangan Pemerintah Indonesia.

Laporan Statistik Keuangan Pemerintah terdiri dari empat laporan, yang masing-masing memuat informasi sebagai berikut.

1) Laporan operasional, adalah ringkasan transaksi, yang berasal dari interaksi yang disepakati bersama antara unit institusi, pada suatu periode akuntansi yang mengakibatkan perubahan posisi keuangan.

2) Laporan arus ekonomi lainnya, menyajikan perubahan dalam aset, kewajiban dan kekayaan neto (net worth) yang berasal dari sumber selain transaksi.

3) Neraca, yang dapat dikombinasikan untuk menunjukkan semua perubahan posisi keuangan yang berasal dari arus. Neraca menyajikan aset, kewajiban dan kekayaan neto pada akhir periode akuntansi.

4) Laporan Sumber dan Penggunaan Kas, yang menyediakan informasi likuiditas. Laporan sumber dan penggunaan kas mencatat arus kas masuk dan arus kas keluar menggunakan klasifikasi yang sama dengan laporan operasi.

Namun berdasarkan hasil reviu atas jenis dan konten informasi yang dimuat dalam Laporan Statistik Keuangan, Pemerintah perlu melakukan perbaikan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut.

1) Pada Laporan Statistik Keuangan Pemerintah Tahun 2012, tanggal laporan tidak diketahui, laporan arus ekonomi lainnya belum disusun, penjelasan pos-pos Laporan Statistik Keuangan Pemerintah hanya berisi angka-angka yang pada dasarnya telah tersaji dalam tabel Laporan Statistik Keuangan Pemerintah secara series Tahun 2009 s.d. 2012, tanpa ada informasi lebih lanjut mengenai makna capaian angka-angka statistik tersebut.

2) Pada Laporan Statistik Keuangan Pemerintan Tahun 2013, tanggal laporan tidak diketahui, laporan arus ekonomi lainnya belum disusun, tanpa ada penjelasan pos-pos Laporan Statistik Keuangan Pemerintah, format laporan berbeda dengan format laporan Tahun sebelumnya.

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

Perbaikan tersebut diharapkan dapat memudahkan Pemerintah untuk menunjukkan ada tidaknya perubahan mayor atas statistik fiskal. Selain itu, perbaikan juga akan memudahkan pengguna laporan untuk memahami Laporan Statistik Keuangan Pemerintah.

Dimensi Integritas

Dimensi

Prinsip Dimensi Integritas adalah Statistik Fiskal dan laporan keuangan harus dapat Integritas diandalkan, obyek bagi pengawasan eksternal, dan mendukung akuntabilitas.

Dimensi ini meliputi tiga kriteria: Integritas Statistik (PF-10); Audit Eksternal (PF-

11) dan Komparabilitas Data Fiskal (PF-12), dengan uraian sebagai berikut.

PF-10. Integritas Statistik

PF-10 - Integritas

Statistik

Level kriteria PF-10 : Good

Keterangan Level

Statistik fiskal disusun oleh sebuah badan pemerintah tertentu dan disebarkan sesuai dengan standar internasional.

Ringkasan Reviu

LSKP telah disusun oleh DJPB c.q. Dit APK dan penyusunannya telah mengacu standar internasional dan disebarkan kepada stakeholders.

Prinsip kriteria Integritas Statistik adalah statistik fiskal disusun dan disebarkan sesuai dengan standar internasional. Untuk memenuhi prinsip ini, Pemerintah menerbitkan PMK Nomor 275/PMK.05/2014 tentang Manual Statistik Keuangan Pemerintah Indonesia sesuai dengan GFSM 2014, menyatakan bahwa Penyusun dan Pengguna Statistik Keuangan Pemerintah melibatkan berbagai instansi, yaitu sebagai berikut.

1) Kementerian Keuangan sebagai penyusun LSKP.

2) Badan Pusat Statistik (BPS) bertanggungjawab untuk menyelenggarakan Sistem Statistik Nasional yang andal, efektif, dan efisien. Peran data statistik keuangan pemerintah mutlak diperlukan dalam penyusunan neraca nasional.

3) Kementerian Dalam Negeri sebagai pengguna data statistik keuangan pemerintah dalam menyelenggarakan fungsi tersebut di atas terutama dalam rangka pengawasan dan analisis kebijakan di bidang pemerintahan dalam negeri

4) Bank Indonesia sebagai pengguna data statistik keuangan pemerintah dalam penyusunan neraca pembayaran dan data statistik moneter lainnya

5) Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai pengguna data statistik keuangan pernerintah dalarn rnenyelenggarakan fungsinya

6) Pernerintah Daerah sebagai pengguna data statistik keuangan pernerintah dalarn perencanaan dan penganggaran daerah serta pengarnbilan kebijakan fiskal daerah

7) Lernbaga rating sebagai pengguna data statistik keuangan pernerintah dalarn rnenilai dan memberikan rating surat berharga suatu negara

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

Namun demikian, Pemerintah perlu melakukan perbaikan dalam hal penyebaran LSKP. PMK Nomor 275/PMK.05/2014 hanya mengatur bahwa pemangku kepentingan terdiri dari Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Laporan Statistik Keuangan Pemerintah diharapkan dapat ditujukan kepada pemangku kepentingan yang lebih luas daripada yang disebutkan dalam PMK 275/PMK.05/2014.

PF-11. Audit Eksternal

PF-11 - Audit

Eksternal

Level kriteria PF-11 : Good

Keterangan Level

Sebuah lembaga audit independen tertinggi menerbitkan laporan hasil pemeriksaan yang menyatakan bahwa laporan keuangan tahunan pemerintah menyajikan kebenaran dan kewajaran posisi keuangan dan tanpa opini disclaimer (Tidak Memberikan Pendapat) atau opini audit Tidak Wajar.

Ringkasan Reviu

BPK sebagai lembaga audit independen tertinggi telah memeriksa LKPP setiap tahun, untuk menyatakan opini atas kewajaran LKPP. Hingga tahun 2013, BPK memberikan opini WDP.

Prinsip kriteria Audit Eksternal adalah Laporan Keuangan Tahunan tunduk pada audit yang dilakukan oleh lembaga audit independen tertinggi untuk memvalidasi keandalannya. Untuk memenuhi prinsip ini, UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara mengamanatkan kepada BPK untuk melakukan pemeriksaan atas LKPP. BPK melakukan pemeriksaan secara independen sejak tahun 2005.

Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2013 dan Tahun 2014, BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Untuk memperoleh keyakinan yang memadai atas kewajaran laporan keuangan tersebut, BPK juga melakukan pemeriksaan terhadap SPI dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas SPI dan LHP atas Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan masing-masing disajikan dalam laporan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.

PF-12. Komparabilitas Data Fiskal

PF-12 –

Level kriteria PF-12 : Good Komparabilitas

Data Fiskal

Keterangan Level

Perkiraan/anggaran

output dapat diperbandingkan dan output direkonsiliasi dengan statistik fiskal atau rekening akhir.

fiskal

dan

Ringkasan Reviu

Laporan fiskal berupa LRA dan Neraca Pemerintah telah disusun sehingga anggaran fiskal dapat diperbandingkan dengan realisasi, dan angka realisasi bisa direkonsiliasi.

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

Prinsip kriteria Data Fiskal yang Diperbandingkan adalah perkiraan fiskal, anggaran, dan laporan fiskal dapat diperbandingkan, dengan penjelasan jika terdapat perbedaan. Untuk memenuhi prinsip ini, Pemerintah telah menyusun laporan fiskal berupa LRA yang membandingkan antara anggaran dan realisasinya, serta menyajikan realisasi pada Tahun anggaran sebelumnya.

Namun demikian, Pemerintah perlu melakukan perbaikan agar informasi yang diperbandingkan bukan hanya nilai anggaran dan realisasi, tetapi juga menyajikan informasi anggaran dan realisasi output. Lebih lanjut, perbedaan anggaran dan realisasi baik nilai maupun output dapat dijelaskan kepada masyarakat.

3.2. Pilar Perkiraan Fiskal dan Penganggaran

Pilar Perkiraan

Prinsip Pilar Perkiraan Fiskal dan Penganggaran adalah anggaran dan dasar

Fiskal dan

perkiraan fiskal harus memberikan pernyataan yang jelas tentang tujuan anggaran Penganggaran pemerintah dan niat kebijakan, serta proyeksi yang komprehensif, tepat waktu, dan

kredibel dari evolusi keuangan publik. Pilar Perkiraan Fiskal dan Penganggaran terdiri dari empat dimensi yaitu Dimensi Ketercakupan, Dimensi Ketertiban, Dimensi Orientasi Kebijakan dan Dimensi Kredibilitas. Hasil reviu atas Pilar Perkiraan Fiskal dan Penganggaran tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

Dimensi Ketercakupan

Dimensi

Prinsip Dimensi Ketercakupan adalah Perkiraan Fiskal dan anggaran harus Ketercakupan memberikan gambaran yang komprehensif tentang prospek fiskal. Dimensi

Komprehensif ini meliputi empat kriteria, yaitu: Kesatuan Penganggaran (PA-1); Perkiraan Makro Ekonomi (PA-2); Kerangka Penganggaran Jangka Menengah (PA-3); dan Proyek Investasi (PA-4), dengan uraian sebagai berikut.

PA-1. Kesatuan Penganggaran

PA-1 - Kesatuan

Level kriteria PA-1 : Advanced Penganggaran

Keterangan Level

Dokumentasi

seluruh pendapatan, pengeluaran, dan pembiayaan domestik dan eksternal bruto oleh kementerian pemerintah pusat, lembaga, dana di luar anggaran, dan dana jaminan sosial.

anggaran

menggabungkan

Ringkasan Reviu

Pemerintah melalui RAPBN, Nota Keuangan dan dokumen tambahan lainnya yang diajukan kepada DPR, telah menyajikan secara bruto, seluruh pendapatan, pengeluaran dan pembiayaan.

Prinsip kriteria Kesatuan Anggaran adalah pendapatan, pengeluaran, dan pembiayaan seluruh entitas pemerintah pusat disajikan secara bruto dalam dokumentasi anggaran dan disahkan oleh legislatif.

LKPP disusun menggunakan standar yang ditetapkan oleh KSAP, dan disahkan oleh pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Pada bagian Akuntansi Pendapatan poin 25 menyatakan bahwa “Akuntansi pendapatan dilaksanakan

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014 LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

Mengacu pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan Undang-undang tentang APBN, disertai Nota Keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan Agustus Tahun sebelumnya. Nota Keuangan memuat secara lengkap asumsi makro, pokok-pokok kebijakan fiskal Pemerintah, rencana dan kebijakan pendapatan Negara, rencana dan kebijakan belanja Pemerintah Pusat, rencana dan kebijakan desentralisasi fiskal dan kebijakan defisit dan pembiayaan serta risiko fiskal dan proyeksi APBN dalam jangka menengah.

Anggaran yang disahkan oleh DPR pada dasarnya telah disajikan secara bruto, baik pendapatan, pengeluaran dan pembiayaan. Pemerintah menyampaikan dokumen lifting minyak bumi dan gas bumi serta cost recovery-nya sebagai suplemen pengajuan RAPBN kepada DPR yang menunjukkan bahwa penganggaran secara bruto atas lifting minyak bumi dan gas bumi telah terpenuhi, meskipun pelaporan realisasinya menggunakan asas netto. Oleh karenanya, pemerintah perlu melaporkan LKPP secara bruto, termasuk lifting minyak bumi dan gas bumi serta cost recovery-nya sebagai bentuk akuntabilitas atas pengelolaan kedua sumber pendapatan yang signifikan tersebut kepada publik. Disamping itu, berdasarkan hasil pemeriksaan LKPP 2014, BPK juga masih menemukan penerimaan hibah langsung pada beberapa KL yang belum masuk dalam pembahasan anggaran.

PA-2. Perkiraan Makro Ekonomi

PA-2 - Perkiraan

Makro Ekonomi

Level kriteria PA-2 : Advanced

Keterangan Level

Dokumentasi anggaran meliputi perkiraan dan penjelasan dari variabel makro ekonomi kunci dan komponen penyusunnya, serta asumsi yang mendasarinya.

Ringkasan Reviu

Pemerintah telah melakukan penganggaran dengan memperhatikan perkiraan asumsi dasar makro ekonomi yang disusun oleh sebuah tim yang kredibel, meliputi variabel, sebagai berikut; Pertumbuhan ekonomi, Laju inflasi, Rata-rata perkembangan nilai tukar rupiah, Suku bunga SPN 3 bulan, Harga ICP, dan Lifting minyak dan gas bumi, komponen penyusunnya, dan asumsi yang mendasarinya.

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

Prinsip kriteria Perkiraan Makro Ekonomi adalah proyeksi anggaran didasarkan pada perkiraan makroekonomi yang komprehensif, yang diungkapkan dan dijelaskan.

Kerangka Ekonomi Makro (KEM) dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (PPKF) TA 2014 merupakan pemenuhan amanat konstitusi seperti tertuang dalam UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, yaitu pada pasal 157. Pasal tersebut mewajibkan pemerintah untuk menyampaikan KEM dan PPKF pada tanggal 20 Mei Tahun sebelum dimulainya Tahun anggaran, sebagai bahan pembicaraan pendahuluan dalam rangka penyusunan RAPBN kepada DPR.

Materi dokumen KEM dan PPKF TA 2014 didasarkan pada reviu terhadap hasil-hasil kegiatan pembangunan untuk mencapai target dan sasaran pembangunan dalam RPJMN 2010 – 2014, serta upaya untuk mengejar hal- hal yang belum dapat dicapai sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut, maka strategi kebijakan Tahun 2014 lebih diarahkan untuk mencapai pemenuhan sasaran-sasaran pembangunan dalam kerangka RPJMN, serta kebijakan yang sesuai dengan kondisi dan perkembangan ekonomi global dan domestik yang terjadi saat KEM dan PPKF 2014 disusun.

Secara garis besar, KEM dan PPKF Tahun 2014 berisi tentang; (1) Kinerja perekonomian Tahun 2012 dan prognosa 2013, (2) Tantangan dan sasaran pembangunan Tahun 2014, dan (3) Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok- Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2014. Kebijakan tersebut untuk mendukung peran strategis APBN yang memiliki tiga fungsi kebijakan fiskal, yaitu (1) fungsi alokasi, (2) fungsi distribusi, dan (3) fungsi stabilisasi.

Secara garis besar, pemerintah telah melakukan penganggaran dengan memperhatikan perkiraan asumsi dasar yang disusun oleh sebuah tim yang kredibel. Variabel asumsi makro ekonomi yang digunakan dalam penyusunan APBN adalah sebagai berikut.

1) Pertumbuhan ekonomi

2) Laju inflasi

3) Rata-rata perkembangan nilai tukar rupiah

4) Suku bunga SPN 3 bulan

5) Harga ICP

6) Lifting minyak dan gas bumi Proses penyusunan perkiraan asumsi makro ekonomi diatas didasarkan pada

hasil:

a) Perhitungan dan simulasi asumsi makro berdasarkan metode atau model

forecasting yang dimiliki oleh BKF. Model asumsi tersebut dikembangkan baik secara individual (satelite model) maupun model simultan (comprehensive approach), dengan menggunakan kaidah akademis dan teori ekonomi yang berlaku.

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014 LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

c) Hasil perhitungan asumsi ekonomi makro yang disusun oleh BKF akan dipresentasikan dan dibahas bersama dalam rapat kerja Tim Koordinasi Penentuan Asumsi Dasar Penyusunan RAPBN/RAPBN-P dan Nota Keuangan, yang beranggotakan Kemenkeu, Bappenas, KemenESDM, BI dan SKK Migas untuk berkoordinasi menentukan besaran asumsi makro yang akan digunakan dalam penyusunan RAPBN/RAPBN-P dan NK.

d) Rapat kerja tim Asumsi Dasar akan menyampaikan besaran asumsi dalam format rentang kisaran (range) maupun titik, sebagai dasar pengajuan RAPBN/RAPBN-P dan NK, untuk selanjutnya memperoleh persetujuan dan penetapan dari Presiden.

PA-3. Kerangka Penganggaran Jangka Menengah

PA-3 – Kerangka

Level kriteria PA-3 : Advanced Penganggaran Jangka

Keterangan Level

Dokumentasi anggaran termasuk keluaran dari dua tahun Menengah sebelumnya dan proyeksi jangka menengah pendapatan, pengeluaran, dan pembiayaan berdasarkan kategori ekonomi dan kementerian atau program.

Ringkasan Reviu

Pemerintah telah menyampaikan laporan ringkasan APBN enam tahun terakhir (2008-2013) untuk variabel Kinerja Ekonomi Makro, Pendapatan Negara, Anggaran Belanja Pemerintah Pusat, Kebijakan Desentralisasi Fiskal, dan Defisit, Pembiayaan Anggaran dan Resiko Fiskal dan proyeksi tiga Tahun ke depan atau MTBF untuk Proyeksi APBN Jangka Menengah (2015, 2016, dan 2017) sebagai dasar penyusunan MTEF yang telah tertuang dalam Nota Keuangan 2014 dan APBN 2014 berdasarkan kategori ekonomi dan kementerian atau program.

Prinsip kriteria Kerangka Penganggaran Jangka Menengah adalah dokumentasi anggaran meliputi keluaran dan proyeksi pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam jangka menengah sebagaimana anggaran tahunan.

Nota Keuangan APBN 2014 mengungkapkan bahwa sesuai amanat paket perundang-undangan di bidang keuangan negara (Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara), pengelolaan keuangan negara sejak Tahun anggaran 2005 mengalami perubahan yang cukup mendasar, khususnya pada sisi pendekatan penganggaran, antara lain, (a) penerapan anggaran terpadu (unified budget); (b) pendekatan penyusunan kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framework ); dan (c) pendekatan penyusunan penganggaran

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014 LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

Pendekatan dengan perspektif jangka menengah (KPJM) memberikan kerangka kerja perencanaan penganggaran yang menyeluruh, dengan manfaat optimal yang diharapkan berupa:

1) Transparansi alokasi sumber daya anggaran yang lebih baik (allocative

efficiency );

2) Meningkatkan kualitas perencanaan penganggaran (to improve quality of

planning );

3) Fokus yang lebih baik terhadap kebijakan prioritas (best policy option);

4) Meningkatkan disiplin fiskal (fiscal dicipline); dan

5) Menjamin adanya kesinambungan fiskal (fiscal sustainability). Dalam proyeksi penganggaran jangka menengah, tingkat ketidakpastian

ketersediaan alokasi anggaran di masa mendatang dapat dikurangi, baik dari sisi penyediaan kebutuhan dana untuk membiayai pelaksanaan berbagai inisiatif kebijakan prioritas baru maupun untuk terjaminnya keberlangsungan kebijakan prioritas yang tengah berjalan (on-going policies), sehingga pembuat kebijakan dapat menyajikan perencanaan penganggaran yang berorientasi kepada pencapaian sasaran secara utuh, komprehensif dan dalam konteks yang tepat, sesuai dengan kerangka perencanaan kebijakan yang telah ditetapkan. Dengan memusatkan perhatian pada kebijakan-kebijakan prioritas yang dapat dibiayai, tercapainya disiplin fiskal yang merupakan kunci bagi efektivitas penggunaan sumber daya publik, sehingga diharapkan akuntabilitas pemerintah dalam penyelenggaraan kebijakan fiskal secara makro dapat tercapai.

KPJM adalah pendekatan penyusunan anggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan yang menimbulkan implikasi anggaran dalam jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun anggaran. Untuk menerapkan KPJM dengan baik, maka perlu memahami kerangka konseptual KPJM yang meliputi (1) penerapan sistem anggaran bergulir (rolling budget) sebagai paradigma baru penganggaran untuk memperbaiki sistem penganggaran zero based yang mengabaikan alokasi anggaran Tahun sebelumnya (historical budgetary allocations ) dan mengidentifikasi kembali biaya-biaya yang diperlukan bagi implementasi program dan kegiatan yang telah disetujui, sehingga dampak anggaran yang dibutuhkan melebihi satu tahun anggaran dapat diproyeksikan secara baik; (2) angka dasar (baseline) yang merupakan indikasi pagu prakiraan maju dari kegiatan-kegiatan yang berulang, kegiatan- kegiatan Tahun jamak berdasarkan kebijakan yang telah ditetapkan, serta menjadi acuan penyusunan Pagu Indikatif dari Tahun anggaran yang direncanakan yang dibuat ketika menyusun anggaran; (3) parameter, yaitu nilai-nilai yang digunakan sebagai acuan, berupa keterangan atau informasi yang dapat menjelaskan batas-batas atau bagian-bagian tertentu dari suatu sistem terdiri dari parameter ekonomi yaitu acuan dalam bidang ekonomi yang

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

digunakan dalam perhitungan besaran KPJM, seperti indeks inflasi yang mengacu pada asumsi dasar ekonomi makro dalam penyusunan APBN dan parameter nonekonomi yaitu acuan perhitungan biaya yang spesifik atau bersifat khusus yang digunakan dalam perhitungan besaran angka KPJM, seperti indeks Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada Tahun 2013, atau harga daging sapi pada Pasar Senen bulan Januari 2013, atau yang lainnya; (4) penyesuaian terhadap angka dasar yang dilakukan dengan menggunakan parameter-parameter yang telah ditetapkan, baik parameter ekonomi maupun nonekonomi; serta (5) pengajuan usulan anggaran untuk kebijakan baru yang diatur untuk memberikan kepastian mekanisme dan prosedural bagi para pihak yang berkepentingan dan mempersyaratkan adanya sisa ruang fiskal (fiscal space ) berdasarkan penghitungan terhadap proyeksi sumber daya anggaran yang tersedia (resources availibility) dikurangi dengan kebutuhan angka dasar (baseline). Seperti halnya dalam penyusunan MTBF, penyusunan KPJM yang komprehensif memerlukan suatu tahapan proses penyusunan perencanaan jangka menengah (1) penyusunan proyeksi/rencana kerangka (asumsi) ekonomi makro untuk jangka menengah yang dikombinasikan dengan kinerja Tahun-Tahun sebelumnya untuk menghasilkan besaran APBN baseline; (2) penyusunan proyeksi/rencana/target-target fiskal (seperti tax ratio, defisit, dan rasio utang pemerintah) jangka menengah; (3) rencana kerangka anggaran (penerimaan, pengeluaran, dan pembiayaan) jangka menengah (medium term budget framework ), yang menghasilkan pagu total belanja pemerintah (resources envelope); dan (4) pendistribusian total pagu pengeluaran jangka menengah kepada masing-masing K/L (line ministries ceilings). Indikasi pagu K/L dalam jangka menengah tersebut merupakan perkiraan batas tertinggi anggaran belanja dalam jangka menengah; serta (5) penjabaran pengeluaran jangka menengah kepada masing-masing K/L (line ministries ceilings) untuk setiap program dan kegiatan berdasarkan indikasi pagu jangka menengah yang telah ditetapkan.

Pemerintah mengungkapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014 sebagai dasar penyusunan APBN. Selain itu, pemerintah telah menyampaikan laporan ringkasan APBN tujuh enam terakhir (2008-2013) untuk variabel Kinerja Ekonomi Makro, Pendapatan Negara, Anggaran Belanja Pemerintah Pusat, Kebijakan Desentralisasi Fiskal, dan Defisit, Pembiayaan Anggaran dan Resiko Fiskal dan proyeksi tiga Tahun ke depan atau MTBF untuk Proyeksi APBN Jangka Menengah (2015, 2016, dan 2017) sebagai dasar penyusunan MTEF yang telah tertuang dalam Nota Keuangan 2014 dan RAPBN 2014, seperti diantaranya ditunjukkan data berikut ini.

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

Gambar 3.2 Perkembangan Pendapatan SDA Migas

Tabel 3.2 Perkembangan PNBP pada Tujuh KL Besar 2008-2013

No Kementerian

2012 20013 Negara/Lembaga

Real. APBNP

1 Kementerian Komunikasi dan

9,8 10,4 Informatika 2 Kementerian Pendidikan dan

2,1 2,0 Kebudayaan 3 Kementerian Kesehatan

0,9 0,3 4 Kepolisian Negara Republik

3,6 4,8 Indonesia 5 Badan Pertahanan Nasional

1,5 1,7 6 Kementerian Hukum dan HAM

2,4 2,6 7 Kementerian Perhubungan

21,4 22,6 *) perbedaan angka di belakang koma karena pembulatan Sumber: Nota Keuangan RAPBN TA 2014

Pemerintah juga menyampaikan bahwa Nota Keuangan dan RAPBN yang disampaikan Pemerintah setiap tahun kepada DPR, memproyeksikan APBN dalam jangka menengah atau medium term budget framework (MTBF) yang terbuka untuk publik. Tidak hanya memuat perkiraan maju APBN dalam jangka menengah, MTBF berisi ringkasan mengenai (a) proyeksi asumsi dasar ekonomi makro yang menjadi dasar penyusunan postur APBN; (b) prioritas APBN; (c) sasaran dan tujuan yang hendak dicapai Pemerintah melalui kebijakan fiskal ke depan; dan (d) proyeksi mengenai sumber-sumber pembiayaan yang tersedia dalam jangka waktu 3 —5 Tahun ke depan.

Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah, 2015 —2017. Dalam penyusunan KPJM untuk alokasi anggaran kementerian

negara/lembaga, pengalokasiannya berdasarkan pada fungsi dan organisasi.

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

(1) Berdasarkan fungsi Alokasi anggaran kementerian negara/lembaga berdasarkan fungsi terdiri atas:

pelayanan umum, pertahanan, keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, kesehatan, fasilitas umum, pariwisata dan budaya, agama, pendidikan, dan perlindungan sosial. Daftar rincian alokasi anggaran kementerian negara/lembaga menurut fungsi dalam periode 2015 —2017.

Tabel 3.5 Daftar Rincian Alokasi Anggaran KL (Baseline) 2015-2017

No KODE

KPJM 2017 1 01 PELAYANAN UMUM

90.043,5 3 03 KETERTIBAN DAN

36.584,8 KEAMANAN 4 04 EKONOMI

91.933,2 5 05 LINGKUNGAN HIDUP

12.599,9 6 06 PERUMAHAN DAN

21.985,9 FASILITAS UMUM 7 07 KESEHATAN

12.641,4 8 08 PARIWISATA DAN

943,5 EKONOMI KREATIF 9 09 AGAMA

5.780,6 10 10 PENDIDIKAN DAN

117.008,5 KEBUDAYAAN 11 11 PERLINDUNGAN SOSIAL

612.550,3 Sumber: Nota Keuangan RAPBN TA 2014

(2) Berdasarkan organisasi Alokasi anggaran kementerian negara/lembaga berdasarkan organisasi terdiri

atas 86 Kementerian/Lembaga.

PA-4. Proyek Investasi

PA-4 - Proyek

Level kriteria PA-4 : Advanced Investasi

Keterangan Level

Semua dari hal-hal berikut dilakukan: (i) pemerintah teratur mengungkapkan nilai total kewajibannya di bawah proyek investasi multi-years; (ii) semua proyek-proyek besar dilakukan analisis biaya-manfaat dan diterbitkan sebelum persetujuan; atau (iii) mengharuskan semua proyek-proyek besar yang akan dilaksanakan melalui tender terbuka dan kompetitif.

Ringkasan Reviu

LKPP 2014 mengungkapkan tentang persetujuan Kontrak Tahun Jamak (multyyears contract) per 31 Desember 2014, dimana Menteri Keuangan telah mengatur mengenai Tata Cara Pengajuan Multiyears Contract, termasuk analisis biaya dan manfaatnya. Pemerintah juga telah mengatur tata cara pengadaan secara terbuka yang mudah diakses melalui situs Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

Prinsip kriteria Proyek Investasi adalah pemerintah secara teratur mengungkapkan kewajiban keuangan dalam proyek-proyek investasi multi- years, dan menjadi subjek bagi analisis biaya-manfaat dan tender secara terbuka dan kompetitif.

Perpres 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan perpres 4 Tahun 2015 mengatur tata cara dan mekanisme pengadaan barang atau jasa Pemerintah berdasarkan besaran tertentu, termasuk mengatur pengadaan barang/jasa dalam Tahun jamak. Peraturan tersebut ditujukan agar setiap pengadaan barang dan jasa Pemerintah dilakukan secara efisien, terbuka dan kompetitif.

Menurut Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 pasal 52 ayat 2 disebutkan bahwa kontrak Tahun jamak merupakan kontrak yang pelaksanaan pekerjaannya untuk masa lebih dari 1 (satu) Tahun Anggaran atas beban anggaran yang dilakukan setelah mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan untuk kegiatan yang nilainya diatas Rp10.000.000.000 dan Menteri/Pimpinan Lembaga yang bersangkutan untuk kegiatan yang nilai kontraknya sampai dengan Rp10.000.000.000.

LKPP 2013 audited dan 2014 (unaudited) mengungkapkan tentang persetujuan Kontrak Tahun Jamak (Multy years contract) per 31 Desember 2014. Dalam daftar tersebut dijelaskan mengenai proyek-proyek di kementerian apa saja dan pada Tahun-Tahun berapa harus didanai oleh pemerintah pusat. Setiap Tahunnya, dalam LKPP Pemerintah menyajikan proyek-proyek multiyears atau Tahun jamak di K/L yang sudah disetujui, sebagian telah dilaksanakan dan masih memerlukan alokasi di Tahun-Tahun yang akan datang. Daftar ini juga menjadi dasar Pemerintah dalam menghitung APBN Tahun berikutnya serta prakiraan maju APBN dalam jangka menengah. Data kontrak Tahun jamak Tahun 2015 sampai dengan 2019 tertuang dalam Tabel 3.4.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 157/PMK.02/2013 mengatur mengenai Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak (Multiyears Contract) dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Menteri/Pimpinan Lembaga dan Menteri Keuangan dapat memberikan persetujuan atas kontrak Tahun jamak dengan nilai tertentu serta kriteria barang/jasa tertentu berdasarkan peraturan tersebut. Dalam hal kontrak Tahun jamak memerlukan persetujuan Menteri Keuangan, Menteri/Pimpinan Lembaga menyampaikan permohonan persetujuan kepada Menteri Keuangan yang salah satu lampirannya adalah Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) dari Pengguna Anggaran yang menyatakan bahwa pekerjaan Kontrak Tahun Jamak yang akan dilaksanakan

teknis berdasarkan

penilaian/rekomendasi dari instansi/tim teknis fungsional yang kompeten. Dengan demikian, menurut pemerintah untuk proyek-proyek besar atau Tahun jamak, telah dilakukan analisis terlebih dahulu di internal masing-masing K/L sebelum diajukan persetujuan kepada Menteri Keuangan.

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

Tabel 3.4 Daftar Nilai Kontrak Tahun Jamak

No

Tahun

Nilai Kontrak Tahun Jamak

17.731.451.152.000 Sumber: LKPP TA 2014.

Pemerintah menyampaikan bahwa aturan pengadaan relatif mudah diakses dalam situs LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) bagian regulasi. Sedangkan dalam hal, pengawasan pengadaan, dilakukan oleh pengawas internal maupun pemeriksa ekternal dengan mendasari pada dokumen pengadaan yang dipersyaratkan dalam ketentuan.

Terdapat beberapa kementerian yang menerapkan spesifikasi dan standar harga terpusat untuk pengadaan barang/jasa yang berlaku di unit/lembaga di bawah kewenangannya, misalnya Kementerian Kesehatan yang menerapkan e-catalogue untuk pengadaan obat generik yang diberlakukan pada seluruh Rumah Sakit Umum Pemerintah dan Rumah Sakit Umum Daerah di Indonesia. Informasi yang dimuat dalam e-catalogue obat generik ini adalah daftar nama obat, jenis, spesifikasi teknis, harga satuan terkecil, dan pabrik penyedia. Harga yang tercantum dalam e-catalogue ialah harga satuan terkecil yang sudah termasuk pajak dan biaya distribusi. Diharapkan, dengan dibuatnya e-catalogue obat generik ini, proses pengadaan obat generik di sektor pemerintah dapat lebih transparan, akuntabel, efektif, dan efisien.

Jumlah Komoditas Jumlah Penyedia

Gambar 3.3 Perkembangan Komoditas dan Penyedia e-Katalog (Sumber: Inaproc) Selain itu, untuk mendukung proses pengadaan yang adil dan mencegah

kecurangan, pemerintah telah menerapkan Whistleblowing System dalam pengadaan barang dan/atau jasa pemerintah yang melekat pada setiap Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Intitusi dengan LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) mengacu kepada Peraturan Kepala LKPP Nomor 7 Tahun 2012.

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

Gambar 3.4 Perkembangan Efisiensi e-Tendering (Sumber: Inaproc)

Dimensi Ketertiban

Dimensi

Prinsip Dimensi Ketertiban adalah kekuasaan dan tanggung jawab eksekutif dan Ketertiban legislatif dalam proses anggaran harus didefinisikan dalam hukum, dan anggaran harus disajikan, diperdebatkan, dan disetujui pada waktu yang tepat. Dimensi ini meliputi dua kriteria, yaitu: Ketentuan Penganggaran (PA-5), dan Kecukupan Waktu Penganggaran (PA-6), dengan uraian sebagai berikut.

PA-5. PA-5 – Ketentuan Ketentuan Penganggaran

Penganggaran

Level kriteria PA-5 : Advanced

Keterangan Level

Kerangka hukum mendefinisikan semua (i) jadwal untuk persiapan dan persetujuan anggaran; (ii) persyaratan isi utama bagi usulan anggaran eksekutif; atau (iii) kekuasaan legislatif untuk mengubah usulan anggaran eksekutif.

Ringkasan Reviu

Kalender anggaran telah diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pasal 11 – 15 yang mengatur mengenai penyusunan dan penetapan APBN, yang berisi antara lain: (1) Isi dari APBN, (2) Penyusunan APBN, (3) Penyusunan dan batas waktu pembahasan KEM dan PPKF, (4) Penyusunan Renja KL dan RKAKL, dan (5) Pengajuan NK dan RUU APBN beserta pembahasan bersama DPR dan Pasal 27 ayat (3) dan (5) tentang kewenangan DPR untuk merubah APBN berdasarkan syarat-syarat tertentu. Undang-Undang No.27/2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) Pasal 177 mengatur mengenai kegiatan yang dilaksanakan oleh DPR terkait dengan tugas dan wewenang DPR dalam proses penetapan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN.

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

Prinsip kriteria Ketentuan Penganggaran adalah kerangka hukum jelas mendefinisikan jadwal untuk persiapan dan persetujuan anggaran, isi utama dari dokumentasi anggaran, dan kekuasaan serta tanggung jawab eksekutif dan legislatif dalam proses anggaran.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pada Bab

III tentang Penyusunan dan Penetapan APBN, menjelaskan tentang jadwal- jadwal penyusunan APBN, sebagai berikut:

a. Pemerintah Pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan

kerangka ekonomi makro Tahun anggaran berikutnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat selambatlambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan.

b. Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat membahas kerangkaekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh Pemerintah Pusat dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN Tahun anggaran berikutnya.

c. Berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal,

Pemerintah Pusat bersama Dewan Perwakilan Rakyat membahas kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian negara/lembaga dalam penyusunan usulan anggaran.

d. Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan Undang-undang tentang APBN, disertai nota keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan Agustus Tahun sebelumnya.

e. Pembahasan Rancangan Undang-undang tentang APBN dilakukan sesuai

dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat.

f. Dewan Perwakilan Rakyat dapat mengajukan usul yang mengakibatkan

perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Undang-undang tentang APBN.

g. Pengambilan keputusan oleh Dewan Perwakilan Rakyat mengenai Rancangan Undang-undang tentang APBN dilakukan selambat- lambatnya 2 (dua) bulan sebelum Tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.

h. APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.

i. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui Rancangan Undang-

undang, Pemerintah Pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi- tingginya sebesar angka APBN Tahun anggaran sebelumnya.

Pemerintah menyampaikan bahwa Kalender anggaran telah diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pasal 11 – 15 mengatur

mengenai penyusunan dan penetapan APBN, antara lain:

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

1) Content dari APBN

2) Penyusunan APBN

3) Penyusunan dan pembahasan KEM dan PPKF, termasuk batas waktu

penyampaian KEM dan PPKF oleh Pemerintah kepada DPR.

4) Penyusunan Renja KL dan RKAKL.

5) Pengajuan NK dan RUU APBN beserta pembahasan bersama DPR,

termasuk kewenangan DPR untuk mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam RUU APBN serta batas waktu penyampaian NK dan RUU APBN serta batas waktu pengambilan keputusan oleh DPR terkait RUU APBN.

Selain itu, dalam Pasal 27 UU nomor 17 Tahun 2003 mengatur mengenai kewajiban Pemerintah untuk menyusun dan menyampaikan Laporan Realisasi Semester Pertama APBN dan Prognosis semester II kepada DPR, serta pengajuan dan pembahasan Perubahan APBN antara Pemerintah Pusat dan DPR.

Secara garis besar, kalender anggaran tersebut meliputi pengaturan pengajuan rancangan anggaran yang tercantum pada Pasal 15 ayat (1) dan pengajuan perubahan anggaran yang tercantum pada Pasal 27 ayat (3) dan (5). Pengaturan atas jangka waktu pembahasan rancangan anggaran dengan legislatif terdapat pada Pasal 15 ayat (4).

Undang-Undang No.27/2009 yang diubah menjadi Undang-Undang nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) Pasal 177 mengatur mengenai kegiatan yang dilaksanakan oleh DPR terkait dengan tugas dan wewenang

pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN, diantaranya:

1) pembicaraan pendahuluan dengan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam

rangka menyusun rancangan APBN;

2) pembahasan dan penetapan APBN yang didahului dengan penyampaian

rancangan undang-undang tentang APBN beserta nota keuangannya oleh Presiden;

3) pembahasan:

a) laporan realisasi semester pertama dan 6 (enam) bulan berikutnya;

b) penyesuaian APBN dengan perkembangan dan/atau perubahan dalam rangka penyusunan perkiraan perubahan atas APBN Tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi:

 perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN;  perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;  keadaan yang menyebabkan harus dilakukannya pergeseran

anggaran antar-unit organisasi; dan/atau  keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih Tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran Tahun berjalan;

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

 pembahasan dan penetapan rancangan undang-undang tentang

perubahan atas undang-undang tentang APBN; dan  pembahasan dan penetapan rancangan undang-undang tentang

pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Sedangkan alat kelengkapan DPR yang menjalankan fungsi terkait APBN

diantaranya adalah: Pimpinan, Badan Musyawarah, Komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara, Badan Kehormatan, Badan Kerjasama Antar-Parlemen, Badan Urusan Rumah Tangga, Panitia Khusus dan alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna.

PA-6. Kecukupan Waktu Penganggaran

PA-6 -

Level kriteria PA-6 : Advanced

Kecukupan Waktu

Keterangan Level

Anggaran diserahkan kepada legislatif dan tersedia untuk Penganggaran umum setidaknya tiga bulan sebelum dimulainya tahun

anggaran dan disetujui serta diterbitkan setidaknya satu bulan sebelum dimulainya tahun anggaran.

Ringkasan Reviu

Pemerintah telah mengirimkan RUU APBN dan Nota Keuangan TA 2014 pada bulan 16 Agustus 2013 dan kemudian disahkan oleh DPR pada tanggal 14 November 2014, yang kesemua proses ini bisa diakses oleh publik.

Prinsip kriteria Kecukupan Waktu Penganggaran adalah legislatif dan publik secara konsisten diberikan waktu yang cukup untuk meneliti dengan cermat dan menyetujui anggaran Tahunan.

Pemerintah telah menetapkan tanggal-tanggal proses penganggaran dan penetapan RUU APBN dan Nota Keuangan sesuai dengan UU No. 17 Tahun 2003, UU No. 27 Tahun 2009 dan Tata Tertib DPR RI. Sebagai produk hukum, jadwal-jadwal ini harus dipatuhi oleh penyelenggara negara, baik eksekutif maupun legislatif.

Pemerintah telah mematuhi kalender anggaran, baik kalender pengajuan anggaran dan kalender perubahan anggaran. Pemerintah telah mengirimkan RUU APBN dan Nota Keuangan TA 2014 pada bulan 16 Agustus 2013 dan kemudian disahkan oleh DPR pada tanggal 14 November 2014. Waktu yang cukup telah disediakan untuk pembahasan rancangan anggaran dan perubahan anggaran dengan legislatif. Memenuhi ketentuan Pasal 15 Ayat (1) Undang- undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mengharuskan Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan Undang-undang tentang APBN, disertai nota keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan Agustus tahun sebelumnya, Pemerintah Pusat senantiasa memenuhi ketentuan dimaksud. Bersamaan dengan penyampaian dokumen nota keuangan dan RUU APBN, Kementerian Keuangan pun menyajikan dokumen dimaksud di website Kemenkeu maupun Direktorat Jenderal Anggaran sehingga mudah diakses oleh publik.

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

Selanjutnya, mengacu pada Pasal 15 ayat (4) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa “pengambilan keputusan oleh Dewan

Perwakilan Rakyat mengenai Rancangan Undang-undang tentang APBN dilakukan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum Tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan”. Pemerintah menyampaikan bahwa pembahasan RAPBN antara Pemerintah dan DPR pun selalu dapat dilaksanakan dengan baik dan konstruktif sehingga DPR dapat menyatakan persetujuan atas RUU APBN yang diajukan oleh Pemerintah tepat pada waktunya. Ditambahkan pula bahwa waktu yang cukup telah disediakan untuk pembahasan rancangan anggaran dan perubahan anggaran dengan pihak legislatif, termasuk mengundang partisipasi dan debat publik dengan merilis di dalam website Kemenkeu, DJA dan melalui press release yang rutin dilakukan.

Dimensi Orientasi Kebijakan

Dimensi Orientasi

Prinsip kriteria Orientasi Kebijakan adalah Perkiraan fiskal dan anggaran harus Kebijakan disajikan dengan cara yang mendukung analisis kebijakan dan akuntabilitas.

Dimensi Komprehensif ini meliputi tiga kriteria: Tujuan Kebijakan Fiskal (PA-7), Informasi Kinerja (PA-8), dan Partisipasi Publik (PA-9), dengan uraian sebagai berikut.

PA-7. Tujuan Kebijakan Fiskal

PA-7 - Tujuan

Kebijakan Fiskal

Level kriteria PA-7 : Advanced

Keterangan Level

Pemerintah menyatakan dan secara berkala melaporkan tujuan dari target agregat fiskal utama, terkait ketepatan dan keterikatan waktu dan telah dilaksanakan selama 3 tahun atau lebih.

Ringkasan Reviu

Pemerintah Pusat setiap tahunnya menyampaikan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal kepada DPR selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan, yang dijadikan dasar penyusunan Nota Keuangan dan RAPBN tahun berikutnya. Praktik ini telah dilaksanakan setidaknya tiga tahun terakhir secara tepat waktu sesuai UU Keuangan Negara.

Prinsip kriteria Tujuan Kebijakan Fiskal adalah pemerintah menyatakan dan melaporkan tentang tujuan yang jelas dan terukur bagi keuangan publik.

Setiap Tahun pemerintah membentuk Tim Koordinasi Penentuan Asumsi Dasar Penyusunan RAPBN, yang terdiri dari Pengarah, Penanggung jawab, dan Tim pelaksana. Tim yang memiliki masa tugas 12 bulan yang bertanggungjawab dan melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada Menteri Keuangan ini memiliki tugas-tugas, antara lain sebagai berikut.

1) Melakukan kajian terhadap prakiraan atas asumsi ekonomi makro yang riil dan memadai sebagai dasar penyusunan RAPBN Tahun tertentu dan

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

RAPBN jangka menengah, dengan memperhatikan rencana pembangunan jangka menengah.

2) Melakukan kajian terhadap konsistensi asumsi dasar penyusunan RAPBN

dengan variabel ekonomi makro lainnya, seperti tingkat konsumsi, investasi, likuiditas perekonomian, kredit, neraca pembayaran serta kebijakan-kebijakan yang telah dan akan diambil oleh Pemerintah.

3) Memberikan rekomendasi pilihan kebijakan yang mendukung pencapaian

sasaran asumsi dasar ekonomi makro kepada Menteri Keuangan.

4) Melakukan koordinasi dalam rangka penerapan dan pengembangan

model ekonomi makro untuk digunakan dalam penentuan asumsi dasar penyusunan RAPBN Tahun di depan dan kajian konsekuaensinya terhadap APBN Tahun berjalan.

5) Memantau perkembangan asumsi dasar APBN serta konsekuensinya

terhadap APBN, Laporan Semester, serta APBN-P tahun berjalan, dan pemutakhiran asumsi dasar ekonomi makro jangka menengah.

Dalam rangka pelaksanaan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat setiap tahunnya menyampaikan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM dan PPKF) Tahun anggaran berikutnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan. KEM dan PPKF merupakan gambaran ringkas dari kebijakan fiskal yang akan ditempuh oleh Pemerintah di tahun yang akan datang beserta dengan kerangka kebijakan makro ekonomi yang akan ditempuh dan dicapai. Selain itu, KEM dan PPKF merupakan pernyataan kebijakan yang akan ditempuh oleh Pemerintah untuk melaksanakan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan mencapai target-target pembangunan yang ditetapkan dalam RPJMN. Dokumen PPKF dan KEM yang untuk Tahun Anggaran 2014 ditetapkan pada Bulan Mei 2013 telah mengulas kebijakan fiskal tahunan yang akan digunakan untuk menyusun APBN, APBN-P dan Nota Keuangan.

Selanjutnya, berdasarkan KEM dan PPKF yang telah dibahas bersama DPR dalam pembicaraan pendahuluan serta prioritas pembangunan nasional yang tertuang dalam RKP, Pemerintah menyusun Nota Keuangan dan RAPBN Tahun berikutnya. Tidak hanya berisi tentang kebijakan-kebijakan yang akan ditempuh oleh Pemerintah, dalam Nota Keuangan juga disajikan alokasi anggaran belanja, target pendapatan serta pembiayaan dalam rencana operasi fiskal Pemerintah Pusat untuk melaksanakan 3 fungsi kebijakan fiskal yaitu alokasi, distribusi dan stabilisasi dalam rangka pencapaian target pembangunan.

Asumsi dasar ekonomi makro mencakup variabel yang dinilai memiliki dampak signifikan terhadap postur APBN. Dalam kondisi tertentu, asumsi dasar ekonomi makro dapat menjadi acuan dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN. Asumsi dasar ekonomi makro dalam penyusunan postur APBN 2014 adalah sebagai berikut.

1) Perekonomian nasional dalam Tahun 2014 diperkirakan mampu tumbuh

lebih baik jika dibandingkan kondisinya dalam Tahun 2013.

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

2) Tekanan inflasi dalam Tahun 2014 diperkirakan akan mereda seiring

dengan kecenderungan penurunan tekanan harga-harga komoditas dan energi di pasar internasional.

3) Rata–rata nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dalam Tahun

2014 diperkirakan relatif lebih stabil.

4) Tingkat suku bunga SPN 3 bulan dalam Tahun 2014 diperkirakan relatif

sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat suku bunganya di Tahun 2013.

5) Rata–rata harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price

(ICP) di pasar internasional dalam Tahun 2014 diperkirakan bergerak tidak jauh dari harga di Tahun 2013.

6) Lifting minyak dan gas bumi Indonesia dalam Tahun 2014 diperkirakan

mengalami peningkatan. Perkembangan realisasi beberapa indikator ekonomi makro yang dijadikan

sebagai asumsi dasar ekonomi makro 2008 –2012 dan proyeksinya dalam Tahun 2013 –2014, disajikan berikut ini:

Tabel 3.7 Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2008-2014

No Indikator

(APBNP) (APBN)

1. Pertumbuhan

6,3 6,0 Ekonomi (%) 2. Inflasi (%)

7,2 5,5 3. Nilai Tukar

9.600 10.500 (RP/USD) 4. Suku Bunga

5,0 5,5 SPN 3 Bulan (%) 5. Harga Minyak

108,0 105,0 ICP (USD/barel) 6. Lifting Minyak

840,0 870,0 (ribu barel/hari) 7. Lifting Gas (ribu

1.240,0 1.240,0 barel setara minyak/hari)

Sumber: Nota Keuangan RAPBN TA 2014

Pelaksanaan penyusunan KEM dan PPKF serta Nota Keuangan dan RAPBN termasuk pembahasannya bersama DPR telah dilaksanakan selama setidaknya tiga tahun terakhir secara tepat waktu sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

PA-8. Informasi Kinerja

PA-8 - Informasi

Level kriteria PA-8 : Good Kinerja

Keterangan Level

Dokumentasi anggaran melaporkan target, dan kinerja terhadap, output yang akan disampaikan di bawah masing- masing bidang kebijakan utama pemerintah.

Ringkasan Reviu

Selain menyajikan Ringkasan Program, Indikator Kinerja (output), dan outcome KL yang akan dilaksanakan pada Tahun berikutnya, Nota Keuangan juga menyajikan data pencapaian tahun-tahun sebelumnya. Namun demikian, pemerintah belum bisa mengintegrasikan laporan kinerja Pemerintah secara keseluruhan bersama dengan LKPP Tahun 2014.

Prinsip kriteria Informasi Kinerja adalah dokumentasi anggaran memberikan informasi mengenai tujuan dan hasil yang dicapai di bawah setiap bidang kebijakan utama pemerintah.

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kementerian, merupakan perwujudan akuntabilitas pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian sebagai perwujudan good governance dan kebijakan yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu LAKIP Kementerian merupakan wujud dari kinerja dalam pencapaian visi dan misi, sebagaimana yang dijabarkan dalam tujuan/sasaran strategis, yang mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010- 2014 dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap Tahun.

Salah satu azas penyelenggaraan good governance yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 adalah asas akuntabilitas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akuntabilitas tersebut salah satunya diwujudkan dalam bentuk penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP).

LAKIP disusun sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban Kementerian dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam rangka melaksanakan misi dan mencapai visi Kementerian dan sekaligus sebagai alat kendali dan pemacu peningkatan kinerja setiap unit organisasi, serta sebagai salah satu alat untuk mendapatkan masukan bagi stakeholders demi perbaikan kinerja Kementerian. Selain untuk memenuhi prinsip akuntabilitas, penyusunan LAKIP tersebut juga merupakan amanat Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

Laporan kinerja pemerintah juga seharusnya bisa ditampilkan secara agregat, sehingga memberikan gambaran yang utuh dan tidak parsial per Kementerian. Gambaran itu menyangkut pencapaian setiap bidang kebijakan utama pemerintah, sebagai capaian output dan outcome dari pelaksanaan RPJMN oleh Pemerintah Pusat.

Pemerintah menyampaikan bahwa, meskipun berfungsi sebagai dokumen perencanaan anggaran, Nota Keuangan tidak hanya menyajikan Ringkasan

Program, Indikator Kinerja (output), dan outcome Kementerian Negara/Lembaga yang akan dilaksanakan pada Tahun berikutnya, namun juga menyajikan data pencapaian Tahun-Tahun sebelumnya. Sehingga secara tidak langsung, melalui dokumen Nota Keuangan, Pemerintah melaporkan capaian kinerja tahun-tahun sebelumnya.

Laporan Kinerja Pemerintah Pusat masih belum dapat disajikan bersama dengan LKPP Tahun 2014. Terpisahnya instansi penyusun LKPP (Menteri Keuangan) dan Laporan Kinerja (Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi) masih menjadi kendala dalam pengintegrasian kinerja pemerintah secara keseluruhan. Disamping itu, Pemerintah masih belum dapat menciptakan suatu koordinasi internal antara dua kementerian tersebut dalam menyusun pedoman akuntabilitas kinerja yang terintegrasi. Laporan kinerja yang dihasilkan selama ini (LAKIP) belum dapat memberikan gambaran komprehensif tentang pencapaian program dan kegiatan, terutama terkait pencapaian bidang kebijakan utama yang dilakukan pemerintah pusat. Upaya pemerintah untuk memecahkan permasalahan tersebut diatas diantaranya dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Pemerintah tanggal 21 April 2014, yang mendesak untuk segera direalisasikan.

PA-9. Partisipasi Publik

PA-9 - Partisipasi

Level kriteria PA-9 : Good

Publik

Keterangan Level

Pemerintah menerbitkan informasi yang mudah diakses terkait kinerja ekonomi dan fiskal tahun berjalan dan prospeknya serta penjelasan rinci (account) tentang implikasi anggaran bagi seluruh warga negara, dan menyediakan warga negara akses formal dalam penyusunan anggaran.

Ringkasan Reviu

Pemerintah menyampaikan dokumen anggaran, seperti Nota Keuangan dan RAPBN, yang mudah diakses oleh

publik melalui website Kementerian Keuangan. Pembahasan RAPBN antara DPR dengan Pemerintah selalu dilaksanakan secara terbuka untuk umum. Secara berkala, Kementerian Keuangan juga mengadakan press release terkait pelaksanaan APBN dalam Tahun berjalan serta melalui news advertorial.

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

Prinsip kriteria Partisipasi Publik adalah pemerintah menyediakan kepada warga ringkasan laporan yang mudah diakses tentang implikasi kebijakan anggaran dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembahasan anggaran.

Prinsip good governance mempersyaratkan terpenuhinya secara bersamaan praktik transparansi dan akuntabilitas. Sebagai agent, pemerintah harus mendengarkan dan mengakomodir suara dari prinsipal, yaitu masyarakat secara luas. Selain bertujuan agar program dan kegiatan yang dijalankan oleh pemerintah menjawab kebutuhan riil masyarakat, dengan transparansi serta akuntabilitas akan membangun trust dari masyarakat sekaligus rasa kepemilikan atas program dan kegiatan tersebut. Sehingga ujungnya diharapkan peran serta aktif dan dukungan masyarakat dalam proses eksekusi kebijakan-kebijakan pemerintah agar pencapaiannya jauh lebih berhasil.

Pemerintah menyampaikan bahwa untuk tujuan keterbukaan informasi publik, dokumen anggaran seperti Nota Keuangan dan RAPBN mudah diakses oleh publik melalui website Kementerian Keuangan maupun Direktorat Jenderal Anggaran. Demikian pula, pembahasan RAPBN antara DPR dengan Pemerintah selalu dilaksanakan secara terbuka untuk umum, baik untuk masyarakat maupun media. Ringkasan APBN maupun data APBN tahun- tahun sebelumnya (budget statistics) dan budget in brief sangat mudah diakses masyarakat.

Secara berkala, Kementerian Keuangan juga mengadakan press release terkait pelaksanaan APBN dalam Tahun berjalan serta melalui news advertorial. Ditambahkan pula bahwa anggaran-anggaran prioritas (misal: anggaran pendidikan, anggaran kesehatan) disajikan dan mudah diakses oleh publik secara online. Lebih lanjut, agar bisa mencapai level penilaian yang lebih tinggi, pemerintah perlu membuat penjelasan rinci untuk kelompok demografis yang berbeda atas kinerja ekonomi dan fiskal yang telah dibuat.

Dimensi Kredibilitas

Dimensi

Kredibilitas Prinsip kriteria Kredibilitas adalah Perkiraan ekonomi dan fiskal serta anggaran

harus kredibel. Kriteria Kredibilitas ini meliputi tiga kriteria: Evaluasi Independen (PA-10); Tambahan Anggaran (PA-11); dan Dokumentasi Proses Penganggaran (PA-12), dengan uraian sebagai berikut.

PA-10. Evaluasi Independen

PA-10 - Evaluasi

Level kriteria PA-10 : Good

Independen

Keterangan Level

Entitas independen mengevaluasi kredibilitas perkiraan ekonomi dan fiskal pemerintah.

Ringkasan Reviu

Analisis atas perkiraan ekonomi makro yang disusun oleh lembaga independen seperti Bank Dunia, IMF dan ADB serta lembaga forecasters lainnya menjadi bahan pertimbangan oleh pemerintah dalam menyusun APBN.

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

Prinsip kriteria Evaluasi Independen adalah perkiraan ekonomi dan fiskal pemerintah serta kinerja tunduk pada evaluasi independen.

Dalam pembahasan dan penetapan asumsi dasar ekonomi makro yang akan dijadikan bahan untuk penyusunan APBN dan Nota Keuangan, kredibilitas penyusun sangat diperlukan. Oleh karena itu hasil kajian dan analisis asumsi dasar tersebut perlu dievaluasi atau merujuk pada para ekonom, akademisi, forcaster yang independen. Sebab ketepatan asumsi dasar yang ditentukan akan menumbuhkan kepercayaan pasar selain tentu saja mengurangi deviasi atas pelaksanaan APBN di lapangan. Asumsi dasar yang ditentukan juga harus mempertimbangkan analisis independen terkait pengaruh iklim ekonomi domestik maupun internasional dan kebijakan fiskal serta moneter yang diambil oleh banyak negara yang berpengaruh.

Diantara tugas Menteri Keuangan dalam pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal (Pasal 8 UU 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara) adalah (a) menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro; dan (b) menyusun rancangan APBN dan rancangan perubahan APBN. Dengan demikian, kewenangan penyusunan perkiraan atau kerangka ekonomi makro serta fiskal, termasuk APBN sebagai instrumen fiskal Pemerintah berada pada Menteri Keuangan.

Pemerintah menyatakan bahwa mengacu pada sistem Keuangan Negara berdasarkan UU 17 Tahun 2003, dalam pelaksanaan dua tugas tersebut, tidak dikenal adanya proses evaluasi oleh lembaga independen, selain audit atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat yang dilaksanakan oleh BPK selaku auditor independen.

Namun demikian, dalam penyusunan APBN, Pemerintah juga mempertimbangkan perkiraan ekonomi makro yang disusun oleh lembaga independen seperti Bank Dunia, IMF dan ADB serta lembaga forecasters lainnya. Sebagai contoh, dalam menyusun perkiraan kinerja perekonomian Indonesia dalam Nota Keuangan dan RAPBN, Kementerian Keuangan banyak mengacu pada publikasi World Economic Outlook (WEO) yang diterbitkan oleh IMF.

Dalam pelaksanaannya, lembaga independen pun melakukan evaluasi atas kinerja fiskal dan ekonomi makro Indonesia dari sisi kebijakan-kebijakan yang ditempuh. Sebagai contoh, IMF melalui mission Article IV memberikan overview atas kebijakan fiskal dan makro yang diambil oleh Pemerintah, serta memberikan rekomendasi perbaikan. Demikian halnya dengan World Bank, melalui publikasi resmi Indonesia Economic Quarterly (IEQ).

Pemerintah menambahkan bahwa meskipun tidak tunduk atas evaluasi dan rekomendasi yang diberikan oleh lembaga-lembaga independen, Kementerian Keuangan senantiasa mempertimbangkan rekomendasi dan masukan yang dapat memberikan manfaat bagi pelaksanaan kebijakan Pemerintah, baik di sisi fiskal maupun ekonomi makro secara keseluruhan.

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

Belum adanya entitas independen yang mengevaluasi kinerja atas pencapaian tujuan (outcome) kebijakan fiskal tersebut, tidak memungkinkan pemerintah mencapai level yang lebih tinggi. Oleh karena itu, pemerintah perlu mempertimbangkan masukan dari pakar-pakar independen terkait penilaian pencapaian outcome kebijakan fiskal yang telah dibuat.

PA-11. Tambahan Anggaran

PA-11 -

Level kriteria PA-11 : Advanced Tambahan

Anggaran

Keterangan Level

Sebuah rancangan anggaran tambahan (suplemen) diperlukan sebelum perubahan material terhadap total belanja yang dianggarkan sebelumnya atau secara substansial mengubah komposisinya.

Ringkasan Reviu

Berdasarkan realisasi indikator ekonomi makro pada triwulan I tahun 2014 Pemerintah melakukan perubahan terhadap asumsi dasar ekonomi makro dalam APBNP tahun 2014, yang kemudian juga mempengaruhi kebijakan APBN dan postur APBN yang tergambar dalam perubahan target pendapatan, pembelanjaan dan pembiayaan pemerintah. Pemerintah menyerahkan RUU APBN-P dan Nota Keuangan APBNP TA 2014 dan disahkan oleh DPR pada sidang paripurna tanggal 30 Juni 2014.

Prinsip kriteria Tambahan Anggaran adalah setiap perubahan material terhadap anggaran yang disetujui, disahkan oleh legislatif.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara dalam rangka mewujudkan perekonomian yang berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, berkeadilan, efisiensi, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, dan kemandirian, guna mencapai Indonesia yang aman dan damai, adil dan demokratis, meningkatkan kesejahteraan rakyat serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Namun, pada kenyataannya dengan berjalannya pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara biasanya terjadi perkembangan dan perubahan asumsi dasar ekonomi makro yang disertai dengan perubahan kebijakan fiskal yang berdampak cukup signifikan terhadap besaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Oleh karena itu, untuk mengamankan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, biasanya perlu dilakukan penyesuaian terhadap sasaran pendapatan negara, belanja negara, defisit anggaran, serta kebutuhan dan sumber pembiayaan anggaran, agar menjadi lebih realistis dan mampu mendukung pencapaian sasaran pembangunan ekonomi dan jangka menengah, baik dalam rangka mendukung kegiatan ekonomi nasional dalam memacu

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014 LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

Mengacu pada Pasal 27 Undang-undang nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat harus mengajukan rancangan undang-undang tentang Perubahan APBN Tahun anggaran yang bersangkutan berdasarkan perubahan sebagai berikut.

1) perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang

digunakan dalam APBN;

2) perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;

3) keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar

unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja;

4) keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya

harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan untuk mendapatkan persetujuan DPR sebelum Tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.

Secara eksplisit, menurut Pemerintah perubahan pada poin 1) 2) dan 4) menunjukkan adanya kondisi yang menyebabkan Pemerintah harus melakukan tambahan belanja. Dalam melaksanakan perubahan APBN baik itu dalam rangka mengubah target penerimaan Negara maupun perubahan anggaran belanja Negara, Pemerintah senantiasa mengajukan Nota Keuangan dan RAPBNP kepada DPR untuk memperoleh persetujuan.

Berdasarkan realisasi indikator ekonomi makro pada triwulan I tahun 2014 Pemerintah melakukan perubahan terhadap asumsi dasar ekonomi makro dalam APBN tahun 2014, yang kemudian juga mempengaruhi perubahan kebijakan APBN dan postur APBN yang tergambar dalam perubahan target pendapatan, pembelanjaan dan pembiayaan pemerintah.

Pemerintah menyampaikan bahwa setiap penyusunan dan perubahan APBN selalu disampaikan kepada DPR untuk mendapat persetujuan, sesuai amanat UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. APBN perubahan telah disahkan oleh DPR tanggal 30 Juni 2014 dan ditetapkan menjadi UU Nomor

12 Tahun 2014 tanggal 1 Juli 2013 tentang APBN Perubahan UU No 23 Tahun 2013 tentang APBN (APBN-P). Penyajian APBN-P telah dilakukan dengan mekanisme yang konsisten dengan APBN TA 2014.

Pemerintah perlu meningkatkan ketepatan waktu pembahasan dan penetapan APBNP dan dokumen pelaksanaannya oleh Kementerian/Lembaga, agar pelaksanaannya tidak terbentur pada kurangnya waktu yang menyebabkan APBNP tidak bisa direalisasikan, atau dilaksanakan dengan dokumentasi pelaksanaan proforma.

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

PA-12. Dokumentasi Proses Penganggaran

PA-12 –

Level kriteria PA-12 : Basic

Dokumentasi Proses

Keterangan Level

Perbedaan substansi tahun ke tahun perkiraan pendapatan, Penganggaran belanja, dan pembiayaan pemerintah akan ditampilkan pada tingkat agregat, dengan diskusi kualitatif atas dampak kebijakan baru pada perkiraan sebelumnya.

Ringkasan Reviu

Penjelasan Pemerintah atas

perubahan-perubahan kebijakan sebagai dampak dari perubahan asumsi dasar ekonomi makro yang telah ditentukan sebelumnya lebih bersifat kualitatif, dan pemerintah perlu merinci dampak kebijakan terhadap perkiraan-perkiran untuk mecapai level yang lebih tinggi

Prinsip kriteria Dokumentasi Proses Penganggaran adalah dokumentasi anggaran dan setiap update selanjutnya menjelaskan perubahan material terhadap perkiraan fiskal pemerintah (sebelumnya), membedakan dampak fiskal dari langkah-langkah kebijakan baru dari baseline-nya.

Pemerintah menjelaskan dalam Nota Keuangan APBNP TA 2014 bahwa berdasarkan realisasi indikator ekonomi makro pada Triwulan I Tahun 2014 Pemerintah perlu melakukan perubahan terhadap asumsi dasar ekonomi makro dalam APBN Tahun 2014, sebagai berikut:

1) Pertumbuhan ekonomi dari 6,0 persen menjadi 5,5 persen. Koreksi ke bawah pertumbuhan ekonomi pada Tahun 2014 dipengaruhi

oleh faktor masih lemahnya perekonomian global dan penurunan kinerja perdagangan internasional.

2) Inflasi dari 5,5 persen menjadi 5,3 persen. Laju inflasi diperkirakan cenderung lebih rendah didukung oleh

membaiknya pasokan barang kebutuhan masyarakat dan harga komoditas internasional yang cenderung turun. Selain itu, koordinasi kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil diharapkan dapat menjaga laju inflasi sepanjang Tahun 2014.

3) Tingkat bunga SPN tiga bulan dari 5,5 persen menjadi 6,0 persen. Kondisi likuiditas global yang semakin ketat dan masih tingginya

ketidakpastian di sektor keuangan merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat bunga obligasi pemerintah. Namun, masih tingginya permintaan obligasi pemerintah menjadi faktor positif.

4) Nilai tukar Rupiah dari Rp10.500 per USD menjadi Rp11.700 per USD. Isu kebijakan tapering off oleh The Fed telah menimbulkan tekanan yang

sangat signifikan pada nilai tukar di berbagai kawasan termasuk Indonesia. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat diperkirakan akan mencapai keseimbangan baru yang mencerminkan kondisi

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014 LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

5) Lifting minyak dari 870 ribu barel per hari menjadi 818 ribu barel per hari

dan lifting gas dari 1.240 ribu barel setara minyak per hari menjadi 1.224 ribu barel setara minyak per hari.

Dengan mempertimbangkan realisasi lifting minyak dan gas bumi pada triwulan I Tahun 2014, sampai dengan akhir Tahun 2014 lifting minyak dan gas bumi diperkirakan masingmasing mencapai 818 ribu barel per hari dan 1.224 ribu barel setara minyak per hari atau lebih rendah dari asumsi yang ditetapkan dalam APBN Tahun 2014. Faktor-faktor yang mempengaruhi tidak tercapainya target lifting tersebut antara lain: permasalahan lisensi dan lahan, kompensasi serta masalah internal perusahaan.

Penjelasan diatas merupakan penjelasan kualitatif atas perubahan-perubahan asumsi dasar ekonomi makro yang disusun sebelumnya, dari APBN ke APBNP. Lebih lanjut, LKPP 2014 (unaudited) tidak memberikan penjelasan terkait ketidaktercapaian asumsi dasar yang telah disusun sebelumnya, seperti dalam kasus kenaikan signifikan angka inflasi pada Tahun 2014 sebesar 3,06% diatas asumsi APBNP TA 2014 sebesar 5,3%, dimana penjelasan ada pada NK APBNP 2015 sehingga memerlukan jarak waktu yang relatif lama.

Lebih lanjut, Pemerintah menjelaskan dalam NK APBNP TA 2014 bahwa selain menampung perubahan asumsi dasar ekonomi makro, perubahan APBN Tahun 2014 dimaksudkan untuk menampung perubahan-perubahan kebijakan dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN Tahun 2014. Perubahan kebijakan fiskal dan langkah-langkah pengamanan pelaksanaan APBN Tahun 2014 dilakukan baik pada sisi pendapatan negara, belanja negara, maupun pembiayaan anggaran.

Di bidang pendapatan negara, langkah pengamanan dilaksanakan melalui tiga kebijakan pokok yaitu (1) extra effort penerimaan perpajakan nonmigas, (2) optimalisasi penerimaan yang berasal dari migas (penerimaan SDA Migas dan PPh Migas), serta (3) optimalisasi bagian Pemerintah atas laba BUMN. Sementara itu, di bidang belanja negara, langkah pengamanan dilaksanakan melalui beberapa kebijakan, antara lain (1) kebijakan pengendalian subsidi BBM; (2) kebijakan pengendalian subsidi listrik; dan (3) penghematan dan pemotongan belanja kementerian negara/lembaga (K/L) secara terstruktur. Selanjutnya yang dilakukan di bidang pembiayaan anggaran, langkah pengamanan berupa tambahan penerbitan Surat Berharga Negara untuk menutup pelebaran defisit anggaran dan penambahan penarikan pinjaman program.

Untuk pencapaian level transparansi kriteria yang lebih tinggi, maka Pemerintah perlu merinci dari tahun ke tahun atas dampak perubahan kebijakan individual, penentu ekonomi makro, dan faktor-faktor lainnya terhadap perkiraan pendapatan, belanja, dan pembiayaan pemerintah.

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

3.3. Pilar Analisis dan Manajemen Risiko Fiskal

Pilar Analisis dan

Bahwa Pemerintah harus mengungkapkan, menganalisis, dan mengelola risiko atas Manajemen Risiko Fiskal keuangan publik dan memastikan koordinasi yang efektif atas pengambilan

keputusan fiskal pada sektor publik. Hasil reviu atas Pilar Analisis dan Manajemen Risiko Fiskal tersebut dapat diungkapkan lebih rinci sebagai berikut.

Dimensi Pengungkapan dan Analisis Risiko Dimensi

Prinsip Dimensi Pengungkapan dan Analisis Risiko adalah Pemerintah harus Pengungkapan

dan Analisis

menerbitkan ringkasan laporan berkala terkait risiko terhadap prospek fiskal Risiko mereka. Dimensi pengungkapan dan analisis risiko meliputi tiga kriteria: Risiko Ekonomi Makro (RM-1); Risiko Fiskal Tertentu (RM-2); dan Analisis Kesinambungan Fiskal Jangka Panjang (RM-3), dengan uraian sebagai berikut.

RM-1. Risiko Ekonomi Makro

RM-1 - Risiko

Level kriteria RM-1 : Advanced Ekonomi Makro

Keterangan Level

Dokumentasi anggaran meliputi analisis sensitivitas, skenario alternatif, dan prakiraan probabilistik outcome fiskal.

Ringkasan Reviu

Pemerintah telah melakukan analisis sensitivitas atas kemungkinan bertambahnya defisit, menyusun skenario alternatif dan prakiraan probabilistik outcome fiskal.

Prinsip kriteria Risiko Ekonomi Makro adalah Laporan Pemerintah tentang bagaimana outcome fiskal mungkin berbeda dari perkiraan baseline sebagai akibat dari asumsi ekonomi makro yang berbeda. Dalam memenuhi prinsip ini, Pemerintah menyusun APBN sebagai instrumen fiskal berdasarkan atas asumsi-asumsi makro yang mungkin berubah dalam pelaksanaan anggaran, sehingga terdapat potensi risiko meningkatnya belanja negara atau menurunnya pendapatan sebagai akibat dari perubahan asumsi makro tersebut. Untuk itu dalam Nota Keuangan APBN, Pemerintah menyajikan sensitivitas APBN terhadap asumsi-asumsi makro, mengidentifikasi sumber risiko utama, menganalisis dan menghitung potensi risiko, serta mengelola risiko fiskal melalui alternatif-alternatif mitigasi risiko yang dimutakhirkan dari tahun ke tahun.

Pemerintah telah melakukan pembahasan sensitivitas perkiraan fiskal, penyusunan alternatif skenario atas perubahan asumsi dasar dalam kondisi darurat, dan prakiraan probabilistik yang berpengaruh terhadap kenaikan defisit anggaran. Pembahasan sensitivitas atas asumsi dasar ekonomi makro disajikan dalam NK APBN dan APBNP. Analisis sensitivitas didesain dengan satuan perubahan yang mengakibatkan potensi tambahan defisit.

Pemerintah menyajikan sensitivitas asumsi dasar ekonomi makro pada APBN ditujukan dalam rangka early warning bagi Pemerintah jika kondisi menyimpang dari asumsi. Besaran dampak sensitivitas dapat disesuaikan dengan kondisi apabila masih belum sesuai dengan satuan perubahan.

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

Dalam kondisi darurat dimana kondisi jauh melebihi asumsi dasar, Pemerintah dapat melakukan beberapa kebijakan. Langkah-langkah Pemerintah antara lain dengan melakukan pergeseran anggaran berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2013 tentang APBN pasal 17 ayat (1). Selain itu, pasal 35 yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk melakukan langkah-langkah menghadapi kondisi darurat akibat deviasi asumsi ekonomi makro dengan persetujuan DPR.

Akan tetapi terdapat substansi yang perlu mendapatkan perhatian. Pemerintah juga belum menyajikan analisis skenario yang lebih operasional dan dampaknya apabila asumsi dasar ekonomi makro berada diluar rentang sensitivitas. Fungsi sensitivitas asumsi dasar sebenarnya bukan hanya sebagai early warning , akan tetapi juga berhubungan dengan risiko dan langkah operasional yang harus dilakukan Pemerintah. Hal ini karena deviasi terhadap indikator ekonomi makro dapat berpengaruh dalam pelaksanaan APBN. UU Nomor 23 Tahun 2013 tentang APBN TA 2014 pasal 14 ayat (13) menyatakan bahwa Belanja Subsidi BBM dan Belanja Subsidi Listrik dapat disesuaikan dengan kebutuhan realisasi dan proyeksi pada Tahun anggaran berjalan berdasarkan realisasi dan proyeksi asumsi dasar ekonomi makro, dan/atau parameter subsidi energi, dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara. Selain itu UU Nomor 12 Tahun 2014 tentang APBN-P TA 2014 pasal

14 ayat (13) menyatakan bahwa anggaran untuk subsidi energi dapat disesuaikan dengan kebutuhan realisasi dan Tahun anggaran berjalan berdasarkan realisasi harga minyak mentah (ICP) dan nilai tukar rupiah.

Sehubungan dengan hal ini, BPK menyajikan temuan mengenai realisasi subsidi listrik melampaui pagu anggaran sebesar Rp13,55 Triliun. Temuan ini menguatkan kebutuhan analisis selisih asumsi dasar ekonomi makro dengan realisasinya dalam rangka transparansi fiskal. Analisis tersebut diharapkan dapat menjelaskanalternatif ekonomi makro dan skenario perkiraan fiskal yang dilakukan Pemerintah.

RM-2. Risiko Fiskal Tertentu

RM-2 - Risiko

Fiskal Tertentu

Level kriteria RM-2 : Basic

Keterangan Level

Risiko spesifik utama perkiraan fiskal diungkapkan dalam laporan ringkasan dan dibahas secara kualitatif.

Ringkasan Reviu

Risiko spesifik utama yaitu risiko utang dan mandatory spending telah disajikan pada NK RAPBN dan telah dibahas secara kualitatif.

Prinsip kriteria Risiko Fiskal Tertentu adalah Pemerintah menyediakan ringkasan laporan berkala tentang risiko tertentu utama pada perkiraan fiskal. Dalam memenuhi prinsip ini, Pemerintah menyajikan risiko fiskal tertentu dalam NK APBN TA 2014 yaitu risiko utang pemerintah dan pengeluaran negara yang dimandatkan(mandatory spending).

Risiko utang Pemerintah Pusat diungkapkan dalam NK APBN TA 2014 yang digunakan untuk menilai optimal atau tidaknya pengelolaan portofolio utang pemerintah. Risiko ini mencakup risiko tingkat bunga (interest rate risk),

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014 LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

NK APBN TA 2014 menyajikan analisis risiko utang secara kualitatif. Risiko tingkat bunga mengalami penurunan karena adanya kebijakan penerbitan SBN dan pinjaman luar negeri yang memiliki bunga tetap. Demikian pula risiko nilai tukar utang Pemerintah membaik karena penurunan rasio utang valas terhadap PDB. Risiko pembayaran kembali semakin baik karena rata-rata jatuh tempo utang mengalami peningkatan sehingga dapat dimaknai dengan tenor utang semakin panjang. Kondisi tersebut menggambarkan risiko utang Pemerintah masih berada pada tingkat yang aman.

Risiko terkait dengan pengeluaran yang dimandatkan (mandatory spending) merupakan risiko akibat belanja negara pada program-program tertentu yang dimandatkan oleh undang-undang. Pengeluaran ini diantaranya meliputi: (1) kewajiban penyediaan anggaran pendidikan sebesar 20 % dari APBN sesuai UUD 1945 Pasal 31 Ayat 4 tentang Penyediaan Anggaran Pendidikan dari APBN; (2) kewajiban penyediaan Dana Alokasi Umum (DAU) minimal 26% dari penerimaan dalam negeri neto, dan Dana Bagi Hasil (DBH) sesuai ketentuan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah; (3) penyediaan alokasi anggaran kesehatan sebesar 5% dari APBN sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan;dan (4) penyediaan dana otonomi khusus sesuai dengan Undang-Undang Otonomi Khusus Provinsi Aceh dan Papua masing-masing sebesar 2 persen dari DAU Nasional.

Mandatory spending tersebut menyebabkan ketersediaan sumberdaya keuangan untuk membiayai kebijakan melalui anggaran (fiscal space) menjadi terbatas. Keterbatasan tersebut memiliki risiko APBN tidak berfungsi secara optimal karena tidak dapat mengalokasikan anggaran untuk belanja produktif. Oleh karena itu untuk mempertahankan fiscal space, Pemerintah berupaya untuk mengendalikan subsidi BBM dan listrik.

Pemerintah belum memberikan penjelasan mengenai perkiraan besarnya risiko atas utang pemerintah dan mandatory spending yang berpotensi dihadapi. Besarnya risiko yang disajikan Pemerintah bukan risiko yang mungkin dihadapi pada tahun berjalan melainkan data historis pada tahun-tahun sebelumnya.

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

RM-3. Analisis Kesinambungan Fiskal Jangka Panjang

RM – 3 - Analisis

Level kriteria RM-3 : Basic Kesinambungan Fiskal Jangka

Keterangan Level

Pemerintah secara berkala menerbitkan proyeksi Panjang keberlanjutan agregat utama fiskal dan setiap dana

kesehatan dan jaminan sosial selama setidaknya 10 tahun ke depan.

Ringkasan Reviu

Pemerintah secara berkala menerbitkan proyeksi keberlanjutan agregat utama fiskal dan setiap dana kesehatan dan jaminan sosial selama setidaknya 10 Tahun ke depan melalui MTBF dan RPJMN.

Prinsip kriteria Analisis Kesinambungan Fiskal Jangka Panjang adalah, Pemerintah secara berkala menerbitkan proyeksi perkembangan keuangan publik dalam jangka panjang. Dalam memenuhi prinsip ini, Kementerian

Keuangan menyusun sebuah model APBN jangka menengah dan panjang sampai dengan 2025 sebagai bagian dari penyajian Medium Term Budgeting Framework (MTBF). Model tersebut mencakup perkiraan kebutuhan anggaran untuk program-program jaminan sosial dan pensiun yang menjadi tanggung jawab Pemerintah. Dengan adanya model tersebut, Pemerintah mempunyai gambaran mengenai kesinambungan APBN dalam jangka panjang serta

kebijakan-kebijakan yang harus ditempuh untuk dapat menjaga kesinambungan fiskal. Namun demikian, model tersebut tidak dipublikasikan

dan sebatas menjadi alat exercise APBN oleh Kementerian Keuangan. Pemerintah juga menerbitkan RPJMN yang juga menjadi panduan kesinambungan fiskal jangka menengah.

Pemerintah telah menerbitkan RPJMN untuk kurun waktu lima tahunan yang menjadi proyeksi kesinambungan fiskal dalam jangka waktu lima Tahun. RPJMN mengungkapkan target-target utama dalam pencapaian prospek perekonomian. Selanjutnya Pemerintah menerbitkan Rencana Kerja Pemerintah untuk memfokuskan pencapaian kinerja Tahunan.

RPJMN menekankan prospek ekonomi Tahun 2010-2014 untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan stabilitas ekonomi yang kokoh. Pemerintah meperkirakan pertumbuhan ekonomi pada Tahun 2014 sebesar 7,0%-7,7%. Pertumbuhan tersebut diharapkan dapat didorong oleh peningkatan konsumsi masyarakat, investasi, dan ekspor. Stabilitas ekonomi diarahkan untuk mempertahankan inflasi pada tingkat 4%-6%. Selain itu, ketahanan fiskal diupayakan dengan menurunkan defisit menjadi 1,2% dari PDB dan meningkatkan penerimaan pajak 16,8% per Tahun sehingga mencapai tax ratio sebesar 14,2%. Untuk membiayai defisit anggaran, RPJMN mengarahkan pada penggunaan utang secara efektif sehingga rasio stok utang terhadap PDB dapat turun mencapai 24% pada Tahun 2014.

Dalam rangka merencanakan pembangunan pada Tahun 2014, Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2013 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2014. RKP menyatakan arah kebijakan fiskal Tahun 2014 diantaranya adalah (1) menyediakan stimulus fiskal dengan tetap menjaga

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014 LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

Namun demikian, Pemerintah masih perlu memperhatikan kondisi perekonomian terutama terkait dengan pertumbuhan ekonomi, rasio defisit terhadap PDB, tax ratio, current fiscal deficit, primary balances, dan pemanfaatan SAL untuk pembiayaan anggaran. Hal ini karena kondisi perekonomian tersebut masih belum mencapai target dan dapat mempengaruhi risiko kesinambungan fiskal jangka panjang.

Dimensi Manajemen Risiko

Dimensi Manajemen

Prinsip Dimensi Manajemen Risiko adalah risiko spesifik untuk keuangan publik Risiko harus dipantau secara berkala, diungkapkan, dan dikelola. Dimensi manajemen risiko meliputi tujuh kriteria: Penganggaran untuk Kontinjensi (RM-4); Manajemen Aset dan Kewajiban (RM-5); Jaminan (RM-6); Kerjasama Pemerintah- Swasta (RM-7) ; Stabilisasi Sektor Keuangan (RM-8); Sumber Daya Alam (RM-9) dan Risiko lingkungan (RM-10), dengan uraian sebagai berikut.

RM-4. Penganggaran untuk Kontinjensi

RM-4 –

Level kriteria RM-4 : Advanced Penganggaran untuk

Keterangan Level

Anggaran mencakup alokasi untuk keadaan kontinjensi Kontinjensi dengan kriteria akses yang transparan dan pelaporan- tahunan atas pemanfaatannya secara teratur.

Ringkasan Reviu

Pemerintah telah menyusun anggaran dan melaporkan kewajiban kontinjensi pada NK APBN dan LKPP. Pemerintah

penganggaran kewajiban kontinjensi untuk jaminan infrastruktur berdasarkan proyek yang dijamin. Pemerintah juga telah melaporkan

probability of default pada LKPP.

Prinsip kriteria Penganggaran untuk Kontinjensi adalah anggaran memiliki alokasi yang memadai dan transparan bagi keadaan kontinjensi yang muncul selama pelaksanaan anggaran. Dalam memenuhi prinsip ini, NK APBN 2014 mengungkapkan risiko fiskal dari kewajiban kontinjensi yang dapat mengakibatkan bertambahnya pengeluaran. Kewajiban kontinjensi yang diungkapkan dalam NK APBN 2014 meliputi dukungan dan jaminan pemerintah pada proyek pembangunan infrastruktur.

Sehubungan dengan proyek pembangunan infrastruktur, Pemerintah menjamin pembangunan Pembangkit Listrik 10.000 MW, penyediaan air minum, dan fasilitas penjaminan infrastruktur melalui PT Penjaminan Infrasturktur Indonesia (PT PII). Pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW mendapatkan jaminan dari Pemerintah melalui Perpres Nomor 71 Tahun 2006,

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

Perpres Nomor 86 Tahun 2006 jo Nomor 91 Tahun 2007, dan Perpres Nomor

4 Tahun 2010. Pemberian jaminan dan subsidi bunga juga diberikan kepada kepada PDAM untuk memperoleh kredit investasi dalam rangka penyediaan air minum. Hal ini sesuai dengan Perpres 29 Tahun 2009 dan PMK No 229/PMK.01/2009 jo No 91/PMK.011/2011 tentang Pelaksanaan Pemberian Jaminan dan Subsidi Bunga oleh Pemerintah Pusat dalam Rangka Percepatan Penyediaan Air Minum. Pemerintah memberikan penjaminan infrastruktur melalui PT PII sebagai upaya mitigasi risiko fiskal atas pelaksanaan penjaminan infrastruktur. Pada Tahun 2014 terdapat dua proyek KPS yang mendapatkan penjaminan yaitu Proyek Kereta Api Bandara Soekarno Hatta- Manggarai dan Proyek Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Umbulan, Jawa Timur.

Penjaminan pemerintah lainya berupa kewajiban menjaga modal minimum lembaga keuangan yaitu pada BI, LPS dan LPEI. Sesuai dengan UU Nomor

23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia setelah diubah terakhir dengan UU Nomor 6 Tahun 2009, Pemerintah memiliki kewajiban untuk mempertahankan modal BI sebesar Rp2,00 Triliun. Berdasarkan UU Nomor

24 Tahun tentang LPS, Pemerintah dengan persetujuan DPR memiliki kewajiban untuk menutup kekurangan modal jika modal LPS berkurang dari modal awal sebesar Rp4,00 Triliun. Selain itu, Pemerintah juga perlu memberikan pinjaman apabila LPS mengalami kesulitan likuiditas. Demikian pula sesuai UU Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, Pemerintah juga memiliki kewajiban untuk menutup kekurangan modal jika modal LPEI berkurang dari modal awal sebesar Rp4,00 Triliun.

Pemerintah telah melakukan estimasi dampak finansial terhadap kewajiban kontinjensi. LKPP menyajikan alokasi anggaran kewajiban kontinjensi dengan metode probability of default dari lembaga pemeringkat. Pemerintah juga mengelola dana penjaminan pada rekening dana cadangan penjaminan Pemerintah. Pada Tahun 2014, Pemerintah membentuk Dana Cadangan Penjaminan Pemerintah sebesar Rp964,07 Miliar sebagaimana diungkap pada LKPP.

RM-5. Manajemen Aset dan Kewajiban

RM-5 - Level kriteria RM-5 : Good Manajemen Aset

dan Kewajiban

Keterangan Level

Semua pinjaman disahkan dengan peraturan perundang- undangan dan risiko sekitar kepemilikan aset dan kewajiban keuangan pemerintah

dianalisis dan

diungkapkan.

Ringkasan Reviu

Pemerintah telah berupaya untuk memanfaatkan kerangka ALM dalam pengelolaan utang. Pemerintah menerbitkan utang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pemerintah juga berupaya mengelola struktur aset dan kewajiban melalui Subdirektorat Pengelolaan Risiko Aset dan Kewajiban Negara di DIPPR Kementerian Keuangan.

Prinsip kriteria Manajemen Aset dan Kewajiban adalah risiko yang berkaitan dengan aset dan kewajiban utama diungkapkan dan dikelola. Untuk memenuhi

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014 LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

Untuk menjalankan strategi ALM tersebut, Kementerian Keuangan melakukan reorganisasi dengan menetapkan PMK Nomor 206/PMK.01/2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan. Berdasarkan PMK tersebut, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) memiliki Subdirektorat Pengelolaan Risiko Aset dan Kewajiban Negara. Subdirektorat ini mempunyai tugas melaksanakan analisis terhadap struktur aset dan kewajiban dalam neraca keuangan pemerintah dan negara (konsolidasian) maupun item-item non-neraca (off balance sheet) dari sisi akuntansi dan cashflow, identifikasi, pengukuran, dan perumusan rekomendasi mitigasi risiko, serta melakukan fungsi koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam rangka pengelolaan ALM Kementerian Keuangan dan Negara, penyiapan bahan negosiasi dan perjanjian kerja sama kelembagaan dalam rangka mitigasi risiko keuangan Negara, serta perencanaan dan evaluasi kinerja Direktorat.

Pembentukan subdirektorat tersebut diharapkan dapat menambah tingkat kehati-hatian dalam mengelola utang. Sebagaimana disebutkan dalam UU Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara, SUN diterbitkan untuk tujuan membiayai defisit APBN, menutup kekurangan kas jangka pendek akibat ketidaksesuaian antara arus kas penerimaan dan pengeluaran dari Rekening Kas Negara, dan mengelola portofolio utang. Berdasarkan tujuan tersebut, kerangka ALM menjadi perhatian terutama dalam upanya pemenuhan kekurangan kas jangka pendek melalui penerbitan utang dengan biaya yang paling efisien.

Pemerintah mengupayakan penerapan ALM setelah mendapatkan rekomendasi dari IMF dan Bank Dunia dalam rangka meperkuat permodalan Bank Indonesia untuk mengkonversi Surat Utang Pemerintah (SUP) menjadi SUN tradable. Akan tetapi Pemerintah dan Bank Indonesia belum menyepakati konversi tersebut dan belum pula meminta persetujuan DPR.

Pemerintah masih perlu mempertimbangkan pemanfaatan SAL sebagai bentuk implementasi ALM. Sesuai dengan LKPP 2014 Pemerintah tidak memanfaatkan SAL sebagai sumber pembiayaan dalam negeri. Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, Pembiayaan dari SAL selalu dianggarkan secara signifikan, tetapi Tahun 2014 hanya dianggarkan sebesar Rp1,00 Triliun.

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

RM-6. Jaminan

Level kriteria RM-6 : Advanced RM-6 - Jaminan

Keterangan Level

Semua jaminan pemerintah, penerima manfaat, risiko yang timbul, dan kemungkinan pencairannya, diterbitkan setidaknya setiap tahun. Nilai jaminan baru atau saldo maksimal disahkan oleh peraturan perundang-undangan.

Ringkasan Reviu

Pemerintah telah mengatur sistem jaminan sosial nasional berdasarkan UU SJSN dan BPJS. LKPP telah mengungkapkan Belanja Bantuan Sosial, Dana Bantuan Sosial, dan Dana Cadangan Penjaminan.

Prinsip kriteria Jaminan adalah risiko jaminan pemerintah secara teratur diungkapkan dan disahkan oleh peraturan perundang-undangan. Untuk memenuhi prinsip ini Pemerintah membuat sistem jaminan sosial nasional

berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS.

Sesuai dengan NK APBN TA 2014, Potensi risiko fiskal pelaksanaan SJSN terbesar berasal dari program jaminan kesehatan dengan beberapa alasan,

yaitu (1) data pendukung perhitungan iuran belum memadai; dan (2) tata cara mewajibkan warga negara untuk bergabung masih belum efektif. Untuk memitigasi risiko tersebut, pada Tahun 2014 Pemerintah mengusulkan pengingkatan iuran kesehatan per orang per bulan lebih dari dua kali lipat.

Selain itu, pendanaan pensiun pegawai negeri seluruhnya menjadi beban APBN sehingga menimbulkan risiko fiskal dari unfunded past service liability seiring dengan kebijakan peningkatan gaji pokok PNS. Pemerintah menerbitkan PMK Nomor 25/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Perhitungan, Pengakuan, dan Pembayaran Unfunded Past Service Liability Program Tabungan Hari Tua Pengawai Negeri Sipil yang Dilakukan oleh PT Taspen (Persero). Ketentuan ini memberikan jaminan bahwa unfunded past service liability yang diakui Pemerintah akan dibayarkan baik secara langsung maupun bertahap dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara dan tingkat solvabilitas PT Taspen (persero).

Pemerintah mengungkapan risiko fiskal dari jaminan sosial pada NK APBN 2014. Selain itu, Pemerintah juga telah menyajikan realisasi belanja sehubungan dengan jaminan sosial melalui Belanja Bantuan sosial dan Dana yang Dibatasi Penggunaannya dalam rangka mencadangkan dana Bantuan sosial untuk Jaminan Kesehatan Masyarakat.

Jaminan sosial bersifat social security, sehingga bukan termasuk kewajiban kontinjensi melainkan menjadi Belanja Bantuan Sosial jika jaminan tersebut direalisasikan. Pemerintah juga memiliki risiko atas jaminan sosial ini jika Dana Jaminan Sosial Kesehatan mengalami kesulitan keuangan. Dalam hal Dana Jaminan Sosial Kesehatan mengalami kesulitan keuangan, Pemerintah telah memitigasi risiko sesuai PP 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan pasal 37 yaitu akan melakukan langkah penyesuaian dana operasional, besaran iuran, atau manfaat. Pemerintah telah merealisasikan Belanja Bantuan Sosial sebesar Rp38,38 Triliun.

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

RM-7. Kerjasama Pemerintah-Swasta

Level kriteria RM-7 : Advanced RM-7 -

Kerjasama

Keterangan Level

Pemerintah setidaknya setiap tahun menerbitkan jumlah

Pemerintah-

Swasta hak, kewajiban, dan risiko lainnya di bawah kontrak

Kerjasama Pemerintah-Swasta dan penerimaan serta pembayaran tahunan yang diharapkan selama masa kontrak. Batasan hukum (legal limit) telah mengatur terhadap kewajiban akumulatif.

Ringkasan Reviu

Pemerintah berupaya untuk memanfaatkan skema Kerjasama

telah mengungkapkan jumlah hak, kewajiban, dan eksposur lainnya di bawah kontrak KPS melalui NK APBNP dan LKPP. Selanjutnya, batasan hukum terkait KPS telah diatur dalam Peraturan Presiden.

Selanjutnya,

Pemerintah

Prinsip kriteria Kerjasama Pemerintah-Swasta adalah kewajiban berdasarkan Kerjasama Pemerintah-Swasta diungkapkan secara teratur dan dikelola secara aktif. Terkait dengan pemenuhan prinsip ini, Pemerintah mencari terobosan skema untuk optimalisasi pembangunan infrastruktur di Indonesia karena keterbatasan kemampuan APBN. Pemerintah membuat skema Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 67 Tahun 2005 beserta perubahannya. Untuk mendukung implementasi skema ini, Pemerintah melalui Menteri Keuangan memberikan dukungan berupa jaminan atas risiko infrastruktur dalam rangka meningkatkan kelayakan kredit (credit worthiness) sebagai upaya mendorong partisipasi swasta dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia.

Adapun disclosure mengenai jaminan Pemerintah telah dilakukan di NK APBN. Pengungkapan meliputi dasar hukum, profil penjaminan, kewajiban kontinjensi yang timbul dan dana cadangan penjaminan.

Pemerintah berupaya untuk memanfaatkan skema Kerjasama Pemerintah- Swasta dalam proses pembangunan. Upaya pemanfaatan KPS diwujudkan Pemerintah dengan menerbitkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Melalui MP3EI, Pemerintah mengharapkan adanya perubahan pola pikir yang mendasar bahwa pembangunan ekonomi membutuhkan kerjasama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, dan swasta. Selain itu kemampuan Pemerintah melalui APBN dan APBD untuk membiayai pembangunan masih sangat terbatas. Oleh karena itu keterlibatan dunia usaha baik BUMN, BUMD, maupun swasta dapat memberikan kontribusi dalam percepatan pembangunan..

RPJMN menjelaskan upaya optimalisasi KPS melalui pengembangan, penyempurnaan, dan harmonisasi berbagai kebijakan dan peraturan sektoral dan regional, serta pengembangan peraturan untuk memperluas bidang prioritas KPS selain di bidang infrastruktur. Untuk Tahun Anggaran 2014, Pemerintah merencanakan implementasi harmonisasi kebijakan melalui

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014 LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

Selain itu, KPS juga menjadi program prioritas infrastruktur dalam pokok- pokok rencana kerja Pemerintah Tahun 2014. Pemerintah berupaya untuk mempercepat pembangunan infrastruktur melalui skema KPS. Untuk mendukung program prioritas ini, Pemerintah menyusun skema kebijakan melalui: penyiapan KPS bankable, peningkatan kapasitas dukungan viability gap fund (VGF) dan jaminan pemerintah serta lembaga pembiayaan, serta peningkatan kapasitas dan kelembagaan penanggung jawab proyek kerjasama (PJPK).

NK APBN TA 2014 mengungkapkan proyek kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur sebagai bagian dari risiko fiskal. Pemerintah memberikan jaminan kepada PT PLN dalam skema KPS untuk proyek Independen Power Producer (IPP) PLTU Jawa Tengah.

Pemerintah membentuk Dana Penjaminan untuk Proyek KPS melalui Badan Penjaminan Infrastruktur sebesar Rp48,18 Miliar. Nilai tersebut merupakan exposure atas expected loss dalam kewajiban kotinjensi. Pemerintah mengungkapkan bahwa exposure pembayaran penjaminan Pemerintah pada proyek KPS melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur untuk Tahun 2014 sebesar Rp6.786 Miliar dengan probabilitas gagal bayar sebesar 0,71%, recovery rate sebesar 0%, dan pertimbangan lainnya.

RM-8. Stabilisasi Sektor Keuangan Level kriteria RM-8 : Advanced RM-8 - Stabilisasi Sektor Keuangan

Keterangan Level

Pihak berwenang mengukur (mengkuantifikasi) dan mengungkapkan dukungan bagi sektor keuangan setidaknya setiap tahun, dan secara teratur melakukan penilaian atas stabilitas sektor keuangan, berdasarkan pada berbagai kemungkinan makroekonomi dan skenario pasar keuangan.

Ringkasan Reviu

Pemerintah telah memiliki mekanisme untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, alur koordinasi, mekanisme pertukaran informasi dalam berbagai skenario kondisi ekonomi. FKSSK melakukan rapat berkala untuk melakukan penilaian atas stabilitas sektor keuangan.

Prinsip kriteria Stabilisasi Sektor Keuangan adalah dukungan potensi fiskal pemerintah untuk sektor keuangan dianalisis, diungkapkan, dan dikelola.

Sehubungan dengan kriteria ini, Pemerintah mengatur sektor keuangan berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan mengamanatkan pembentukan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) sesuai pasal 44, 45, dan 46. FKSSK terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur BI, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner LPS. FKSSK memiliki tugas untuk memantau dan mengevaluasi stabilitas sistem keuangan yang selanjutnya memberikan rekomendasi kebijakan untuk memelihara stabilitas sistem keuangan. Dalam kondisi yang berpotensi krisis,

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

FKSSK melakukan koordinasi untuk memutuskan langkah-langkah pencegahan atau penanganan krisis.

Untuk menindaklanjuti amanat UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK terkait dengan FKSSK, Menteri Keuangan, Gubernur BI, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner LPS membuat Nota Kesepahaman tentang Koordinasi dalam Kerangka Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan pada Tahun 2012. Nota Kesepahaman tersebut mengatur mengenai ruang lingkup koordinasi dan tugas, crisis management protocol, rapat FKSSK, mekanisme data dan pertukaran informasi, kerahasiaan dan penggunaan informasi, serta alur penyampaian informasi ke publik. Sesuai dengan UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK Pasal 46, kebijakan FKSSK yang terkait dengan keuangan negara wajib diajukan untuk mendapatkan persetujuan DPR.

Pemerintah telah memiliki mekanisme untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, alur koordinasi, mekanisme pertukaran informasi dalam berbagai skenario kondisi ekonomi, dan penyampaian informasi kepada publik. Mekanisme tersebut telah disepakati oleh Menteri Keuangan, Gubernur BI, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner LPS sebagai Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK).

Akan tetapi terdapat permasalahan stabilisasi sektor keuangan yang perlu mendapatkan perhatian. BPK mengangkat permasalahan terkait dengan stabilitas sistem keuangan dalam LHR Transparansi Fiskal TA 2013. BPK mengungkapkan bahwa Pemerintah mengajukan RUU tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) yang sampai saat ini masih dalam proses pembahasan di DPR. Lebih dari itu, RUU JPSK masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2015-2019. Dengan telah berjalannya FKSSK sesuai dengan UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK, RUU JPSK perlu direviu kembali untuk memperjelas lingkup pengaturannya agar harmonis dengan peraturan perundang-undangan lainnya.

RM-9. Sumber Daya Alam

RM-9 – Sumber

Level kriteria RM-9 : Basic Daya Alam

Keterangan Level

Pemerintah menerbitkan perkiraan tahunan volume dan nilai aset sumber daya alam yang utama, serta volume dan nilai penjualan tahun sebelumnya dan pendapatan fiskal.

Ringkasan Reviu

Pemerintah telah mengungkapkan volume dan nilai lifting serta cost recovery minyak dan gas bumi walaupun belum diperiksa dan direkonsiliasi. PNBP dan PPh Migas juga telah disajikan dalam LKPP.

Prinsip kriteria Sumber Daya Alam adalah kepentingan pemerintah terkait aset sumber daya alam tak terbaharui eksploitasinya dinilai, diungkapkan, dan dikelola. Untuk memenuhi prinsip ini, Pemerintah telah menyajikan realisasi pendapatan negara yang berasal dari sumber daya alam pada LKPP. Penerimaan migas merupakan penerimaan yang signifikan dalam PNBP yaitu sebesar Rp216,88 Triliun atau 54,41% dari Total PNBP. Atas PNBP migas tersebut, Pemerintah menerbitkan perkiraan tahunan volume dan nilai aset

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014 LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

Pemerintah belum mengungkapkan volume dan nilai aset sumber daya alam yang utama secara memadai. Minyak dan gas merupakan sumber daya alam yang utama sehingga volume dan nilai lifting serta cost recovery diungkapkan dalam Informasi Keuangan Kontrak Kerjasama dari Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang diterbitkan oleh SKK Migas. Akan tetapi informasi tersebut masih belum diperiksa dan direkonsiliasi dengan Kementerian ESDM.

Pemerintah mengungkapkan informasi keuangan kontrak kerjasama dari kegiatan hulu migas yang mencakup pengiriman migas untuk ekspor, pengiriman migas ke kilang domestik, dan kewajiban pemenuhan kebutuhan migas dalam negeri/Domestic Market Obligation (DMO). Akan tetapi pengungkapan tersebut hanya menyajikan volume dan nilai setelah titik pisah bagi hasil antara Pemerintah dan kontraktor. Hal tersebut tidak mencerminkan volume dan nilai lifting migas yang sebenarnya. Selain itu tidak dapat diketahui berapa nilai cost recovery yang diakui untuk memperoleh lifting migas .

Sehubungan dengan pencatatan pendapatan migas dan panas bumi, LKPP mengecualikan dari asas bruto walaupun Standar Akuntansi Pemerintahan melaksanakan akuntansi pendapatan berdasarkan asas bruto. Pemerintah berpendapat bahwa pengecualian tersebut karena earning process atas penerimaan migas dan panas bumi masih belum selesai. Pemerintah masih harus memperhitungkan kewajiban yang menjadi unsur pengurang yaitu under /over lifting, DMO fee, pengembalian (reimbursement) PPN dan PBB, pembayaran anggaran SKK Migas, dan kewajiban lainnya.

Selain itu, terdapat permasalahan yang harus mendapat perhatian dan tindak lanjut Pemerintah. Penetapan target lifting oleh Pemerintah masih belum memadai dan sistem monitoring lifting belum dioptimalkan. Pemerintah juga belum dapat menindaklanjuti temuan BPK terkait dengan inkonsistensi tarif PPh migas yang berisiko kehilangan penerimaan negara dari sektor migas.

Pada Tahun 2014, BPK menemukan penetapan target lifting, penyelesaian kendala pencapaiannya belum dilakukan secara memadai, dan belum ada ketentuan formal yang mengatur koordinasi monitoring pencapaian target lifting tersebut. BPK juga menemukan perbedaan data lifting migas antara Kementerian ESDM dan SKK Migas yang mempengaruhi kewajaran nilai lifting serta sistem monitoring lifting migas belum dioptimalkan pemanfaatannya. Atas temuan tersebut, Pemerintah masih belum dapat menindaklanjuti rekomendasi BPK untuk menyelaraskan waktu penyusunan Work Program and Budget dengan APBN atau APBNP, menetapkan pola koordinasi antar instansi, dan menetapkan mekanisme pengawasan lifting.

BPK mengungkapkan bahwa Pemerintah memiliki risiko kehilangan penerimaan negara dari sektor migas akibat inkonsistensi penggunaan tarif PPh migas pada LHP atas LKPP. BPK merekomendasikan untuk mengamandemen Production Sharing Contract (PSC) agar permasalahan

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014 LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

RM-10. Risiko Lingkungan

RM-10 - Risiko

Level kriteria RM-10 : Advanced Lingkungan

Keterangan Level

Pemerintah mengidentifikasi dan membahas risiko fiskal utama dari bencana alam, mengukurnya berdasarkan pengalaman historis, dan mengelolanya sesuai dengan strategi yang telah dibuat/dipublikasikan.

Ringkasan Reviu

Pemerintah telah mengantisipasi risiko bencana, penyediaan

upaya penanggulangan bencana sejak pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan pemulihan.

Prinsip kriteria Risiko Lingkungan adalah potensi paparan fiskal (fiscal exposure ) terkait bencana alam dan risiko lingkungan utama lainnya dianalisis, diungkapkan, dan dikelola. Dalam memenuhi prinsip ini,

Pemerintah menerbitkan PP Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana mengatur sumber dana, penggunaan dana, pengelolaan bantuan, pengawasan, pelaporan dan pertanggungjawaban

pendanaan dan pengelolaan bantuan bencana. Untuk mengantisipasi bencana, Pemerintah mengatur penyediaan dana kontinjensi, dana siap pakai, dan dana bantuan sosial. PMK Nomor 105/PMK.05/2013 tentang Mekanisme

Pelaksanaan Anggaran Penanggulangan Bencana mengatur mengenai teknis pelaksanaan anggaran penanggulangan bencana oleh BNPB pada tahap prabencana atau sitoasi berpotensi terjadi bencana, keadaan darurat bencana, dan pasca bencana.

Pemerintah telah memiliki landasan hukum untuk menghadapi risiko bencana yaitu UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, PP Nomor

22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana dan PMK Nomor 105/PMK.05/2013 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Penanggulangan Bencana. Pemerintah juga telah menerbitkan Rencana Nasional Pembangunan Bencana Tahun 2010-2014 sebagai upaya penanggulangan bencana sejak pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan pemulihan.

NK APBN TA 2014 menjelaskan bahwa bencana alam merupakan salah satu risiko fiskal karena berpotensi memberikan tekanan pada kesinambungan APBN. Selain itu NK APBN TA 2014 juga menyatakan bahwa BA BUN Pengelola Belanja Lainnya (BA 999.08) menampung dana cadangan bencana

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014 LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

Dimensi Koordinasi Fikal

Dimensi

Prinsip Dimensi Koordinasi Fiskal adalah hubungan fiskal dan kinerja di sektor

Koordinasi

publik harus dianalisis, diungkapkan, dan dikoordinasikan. Dimensi koordinasi Fiskal fiskal meliputi dua kriteria, yaitu: Pemerintahan Daerah (RM-11), dan Perusahaan

publik (RM-12), dengan uraian sebagai berikut.

RM-11. Pemerintahan Daerah

RM-11 - Level kriteria RM-11 : Good Pemerintahan

Daerah

Keterangan Level

Kondisi keuangan dan kinerja pemerintah daerah diterbitkan setiap tahun, dan terdapat batasan atas besaran kewajiban atau pinjaman mereka.

Ringkasan Reviu

Pemerintah telah menerbitkan Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian dan Laporan Statistik Keuangan Pemerintah

Prinsip kriteria Pemerintah Daerah adalah informasi komprehensif tentang kondisi keuangan dan kinerja pemerintahan daerah, secara individu dan sebagai sebuah konsolidasi sektoral, dikumpulkan dan dipublikasikan. Untuk memenuhi prinsip ini, Pemerintah telah menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian dan Laporan Statistik Keuangan Pemerintah (Government Finance Statistics) Sektor Pemerintah Umum Tahun 2008 – 2013 yang telah dipublikasikan pada website Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Bank Indonesia. Pemerintah juga telah menerbitkan PMK 275/PMK.05/ 2014 tentang Manual Statistik Keuangan Pemerintah Indonesia, yang disusun sesuai GFS Manual 2014 yang diterbitkan International Monetary Fund (IMF), mengatur mengenai konsolidasi data pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara statistik keuangan pemerintah.

Pemerintah telah menyusun Laporan Keuangan Konsolidasian TA 2013 yang mengonsolidasikan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Proses konsolidasi mencakup beberapa LKPD walaupun belum seluruh LKPD dan belum seluruhnya audited .

Proses konsolidasi LKPP dan LKPD merupakan implementasi atas penjelasan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyatakan bahwa laporan keuangan pemerintah dapat menghasilkan statistik keuangan yang mengacu kepada manual Government Finance Statistics (GFS). Walaupun UU Nomor l Tahun 2004 secara eksplisit tidak menyebutkan kewajiban pemerintah untuk membuat laporan khusus terkait dengan hal tersebut tetapi proses konsolidasi menjadi salah satu upaya untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara.

Pemerintah menyatakan bahwa konsolidasi LKPP dan LKPD bukan untuk tujuan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan, tetapi untuk tujuan

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014 LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

1) Proses konsolidasi dilakukan terhadap laporan keuangan 539 Pemerintah Daerah yang mencakup 530 LRA dan 323 Neraca. Neraca yang dikonsolidasikan terdiri dari 101 neraca yang ditetapkan dalam peraturan daerah, 61 neraca audited, dan 161 neraca unaudited.

2) Nilai yang disajikan dalam Laporan Keuangan Konsolidasian masih merupakan angka sangat-sangat sementara.

3) Proses eliminasi akun resiprokal masih terkendala dengan tidak adanya informasi rinci untuk mengidentifikasi akun yang bersifat resiprokal antara LKPP dan LKPD.

4) Eliminasi akun resiprokal dilakukan keseluruhan untuk pengeluaran transfer daerah dari Pemerintah Pusat, akan tetapi konsolidasi belum dilakukan dengan seluruh LKPD.

RM-12. Perusahaan Publik

RM-12 - Perusahaan

Level kriteria RM-12 : Good Publik

Keterangan Level

Semua transfer antara pemerintah dan perusahaan publik diungkapkan, dan berdasarkan kebijakan kepemilikan yang dipublikasikan, laporan tentang kinerja keuangan secara keseluruhan dari perusahaan publik diterbitkan setidaknya secara tahunan.

Ringkasan Reviu

Pemerintah telah mengungkapkan transfer antar Pemerintah dengan perusahaan publik dalam LKPP dan mempublikasikan laporan kinerja keuangan perusahaan publik sebagai lampiran atas LKPP

Prinsip kriteria Perusahaan Publik adalah Pemerintah secara rutin mempublikasikan informasi komprehensif tentang kinerja keuangan perusahaan publik, termasuk aktivitas kuasi-fiskal yang dilakukan oleh mereka. Sehubungan dengan prinsip ini, Pemerintah telah menyajikan Laporan perusahaan negara dalam Ikhtisar Laporan Keuangan Perusahaan Negara BUMN Tahun 2014 sebagai lampiran LKPP TA 2014. LKPP TA 2014 juga menyajikan pendapatan pemerintah dari bagian laba perusahaan BUMN dan investasi Penyertaan Modal Negara (PMN) pada perusahaan BUMN maupun pada perusahaan non BUMN.

Pemerintah telah mengungkapkan transfer antar Pemerintah dengan perusahaan publik dalam LKPP TA 2014. Pemerintah juga mempublikasikan laporan kinerja keuangan perusahaan publik sebagai lampiran atas LKPP TA 2014. Lampiran tersebut meliputi ikhtisar laporan keuangan perusahaan negara, badan layanan umum, dan badan lainnya.

NK APBN TA 2014 mengungkapkan risiko fiskal yang bersumber dari BUMN yang diukur dari indikator posisi transaksi fiskal dengan BUMN, nilai utang bersih BUMN, dan kebutuhan pembiayaan bruto BUMN. Posisi transaksi fiskal dengan BUMN merupakan selisih penerimaan negara yang

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014 LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014

Pemerintah memperoleh penerimaan negara dari Bagian Pemerintah atas Laba BUMN sebesar Rp40,31 Triliun atau melebihi target anggaran sebesar Rp40,00 Triliun. Pemerintah juga memperoleh hasil privatisasi dari penjualan saham milik negara pada PT Kertas Padalarang dan PT Sarana Karya dengan total nilai Rp 3,57 Miliar. Selanjutnya, Pemerintah mengeluarkan pembiayaan dalam rangka Penyertaan Modal Negara sebesar Rp3,00 Triliun pada PT Asuransi Kredit Indonesia, Perum Jaminan Kredit Indonesia, dan PT Sarana Multigriya Finansial.

LHR Transparansi Fiskal – LKPP Tahun 2014