Karakterisasi Peptida Inhibitor Angiotensin Converting Enzyme Hidrolisat Daging Kambing Kacang dalam Potensinya sebagai Ingredien Pangan Fungsional
KARAKTERISASI PEPTIDA INHIBITOR
ANGIOTENSIN CONVERTING
ENZYME
(ACE) HIDROLISAT DAGING KAMBING KACANG
(
Capra aegagrus hircus
Linn) DALAM POTENSINYA
SEBAGAI INGREDIEN PANGAN FUNGSIONAL
IRDHA MIRDHAYATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2015
(2)
(3)
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Karakterisasi Peptida Inhibitor Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Hidrolisat Daging Kambing Kacang (Capra aegagrus hircus Linn) dalam Potensinya sebagai Ingredien Pangan Fungsional adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015 Irdha Mirdhayati F261100011
(4)
RINGKASAN
IRDHA MIRDHAYATI. Karakterisasi Peptida Inhibitor Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Hidrolisat Daging Kambing Kacang (Capra aegagrus hircus Linn) dalam Potensinya sebagai Ingredien Pangan Fungsional. Dibimbing oleh JOKO HERMANIANTO, CHRISTOFORA HANNY WIJAYA dan DONDIN SAJUTHI.
Kambing kacang (Capra aegagrus hircus Linn) merupakan kambing lokal Indonesia. Isu negatif yang berkembang di masyarakat bahwa konsumsi daging kambing sering dianggap sebagai salah satu penyebab hipertensi. Peptida inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) asal protein hewani merupakan salah satu alternatif senyawa antihipertensi. Peptida inhibitor ACE dapat dihasilkan dengan menghidrolisis sumber protein dengan menggunakan enzim protease. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh fraksi larut air hidrolisat daging kambing kacang dengan kemampuan inhibitor ACE dan aktivitas antihipertensi.
Penelitian ini menggunakan sepuluh ekor kambing kacang jantan yang berasal dari peternakan rakyat di Jawa Timur dan didistribusikan oleh Mitra Tani Farm Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea Bogor. Kambing dibagi menjadi dua kelompok umur potong yakni < 1.5 tahun dan > 1.5 tahun. Kambing kacang lazim dikonsumsi masyarakat pada kedua kelompok umur ini. Bagian yang digunakan dalam penelitian ini adalah paha belakang (leg). Kadar protein, air, lemak, abu dan asam amino tidak berbeda di antara dua kelompok umur. Asam amino yang dominan dalam daging kambing kacang adalah asam glutamat, asam aspartat, leusina dan lisina.
Hidrolisat protein daging kambing kacang dibuat dengan menggunakan kombinasi enzim endoproteinase dan protease kompleks pada berbagai konsentrasi (0.5, 1.0, 1.5% b/b dari total substrat) dan dihidrolisis selama 2, 4 dan 6 jam. Hidrolisis dimulai dengan penambahan endoproteinase selama satu jam, dilanjutkan penambahan protease kompleks dengan waktu hidrolisis selama 1, 3 dan 5 jam. Hidrolisis dilakukan pada pH 7 dan suhu 50 oC, serta pengontrolan pH hidrolisat setiap 30 menit dengan menggunakan natrium hidroksida 6 N. Fraksi larut air hidrolisat protein daging kambing kacang diperoleh dengan cara memisahkan supernatan dan endapan hidrolisat.
Karakterisasi hidrolisat protein daging kambing kacang meliputi aktivitas inhibitor ACE, derajat hidrolisis, kadar protein terlarut, kadar peptida dan rendemen. Aktivitas inhibitor ACE bubuk hidrolisat pada konsentrasi 0.5 mg/mL dan 1 mg/mL secara berturut-turut adalah berkisar antara 21.2-45.2% dan 48-58%. Bubuk kering fraksi larut air hidrolisat daging kambing kacang dari semua perlakuan memiliki derajat hidrolisis berkisar antara 10.4-26.3%, kadar protein terlarut berkisar antara 534.7 – 579.9 mg/g, kadar peptida 400.4-520.8 mg/g dan rendemen berkisar antara 49.9-76.0%.
Hidrolisat yang memiliki aktivitas inhibitor ACE tertinggi berasal dari hidrolisat yang dibuat dengan penambahan 0.5% b/b endoprotease dan protease kompleks yang dihidrolisis secara berurutan selama 4 jam. Hidrolisat ini selanjutnya difraksinasi bertahap untuk mendapatkan peptida inhibitor ACE. Tahap fraksinasi dimulai dengan menggunakan membran ultrafiltrasi 3 kDa,
(5)
kemudian dilanjutkan dengan kromatografi permeasi gel menggunakan Sephadex G-10. Fraksi paling aktif kemudian dimurnikan dengan HPLC-RP secara bertahap dengan dua jenis kolom yang berbeda sehingga diperoleh peptida inhibitor ACE dengan bobot molekul 478 Da. Peptida inhibitor ACE hasil pemurnian fraksi yang paling aktif memiliki nilai IC50 : 12.91 mg/mL (27.0 µM) adalah peptida dengan sekuen Phe-Gln-Pro-Ser.
Hidrolisat kasar dan peptida Phe-Gln-Pro-Ser memiliki aktivitas antihipertensi terhadap tikus gen hipertensi spontan. Angka penurunan tekanan darah sistol tertinggi adalah 19.30±1.66 mm Hg setelah 6 jam pemberian 10 mg hidrolisat per kg bobot badan dan sebesar 10.57±1.58 mm Hg setelah 8 jam pemberian 2.39 mg peptida Phe-Gln-Pro-Ser per kg bobot badan. Peptida inhibitor ACE standard adalah Phe-Gln-Pro, mampu menurunkan tekanan darah sistol sebesar 12.6 ± 2.54 mm Hg pada 6 jam setelah pemberian oral. Hidrolisat protein daging kambing kacang menunjukkan potensinya sebagai ingredien pangan aktif dalam bentuk minuman model.
Kata kunci: hidrolisat protein, daging kambing kacang, inhibitor ACE, peptida bioaktif, antihipertensi
(6)
SUMMARY
IRDHA MIRDHAYATI. Characterization of Angiotensin Converting Enzyme Inhibitory (ACEI) Peptide on Protein Hydrolysate of Kacang Goat Meat (Capra aegagrus hircus Linn) due to Potency as Ingredient of Functional Food. Supervised by JOKO HERMANIANTO, CHRISTOFORA HANNY WIJAYA and DONDIN SAJUTHI.
The kacang goat (Capra aegagrus hircus) is indigenous to Indonesia and Malaysia, and is common throughout in Southeast Asia. The negative issue facing Indonesian people is that consumption of goat meat can lead to hypertension. Natural angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitory peptides from animal protein are considered as an alternative antihypertensive agent. ACE inhibitory peptide could be generated by hydrolysis the protein sources by using the proteolytic enzymes. The purpose of this research was to obtain the water soluble fraction of protein hydrolysates derived from kacang goat in their inhibition of ACE and antihypertensive activities.
This study used ten male of kacang goats aged 8-24 months from a local farm in East Java were brought to Bogor by Mitra Tani Farm, West Java Indonesia. The goats divided into two slaughter ages, namely < 1.5 years old and >1.5 years old. Kacang goats are generally slaughtered for consumption at these ages. The body part used for this research was the carcass leg. The contents of protein, fat, moisture, ash, and amino acid in the goat meat were not different on both of slaughter ages. The dominant amino acids found in the goat meat were glutamic acid, aspartic acid, leucyne and lysine.
Protein hydrolysate of kacang goat meat was generated by adding endoprotease into homogenate (minced meat to distilled water, 1:3) with several concentrations (0.5%, 1.0%, 1.5% w/w of the total substrate) and hydrolyzed for 60 min. The next hydrolysis was conducted by adding protease complex at several concentrations (0.5%, 1.0%, 1.5% w/w of the total substrate) to the first hydrolysate. Digestion proceeded for 1, 3, and 5 h. The pH of homogenate was kept constant by addition of 6 N NaOH and was monitored every 30 min during hydrolysis. The water soluble fraction (WSF) of hydrolysate was obtained by separating the supernatant and its residue.
The crude hydrolysates were charactherized by analysis the ACE inhibitory activity, degree of hydrolysis, soluble protein content, peptide content and yield percentage. The ACE inhibitory activity of crude hydrolysate at 0.5 mg/mL and 1.0 mg/mL ranged between 21.2-45.2% and 48-58%, respectively. The crude hydrolysates had degree of hydrolysis ranged between 10.4-26.3%, soluble protein contents ranged between 534.7 - 579.9 mg/g, peptide contents 400.4-520.8 mg/g and the yield percentage ranged between 49.9-76.0%.
The highest ACE inhibitory activity resulted from a hydrolysate digested for 4 h with 5 g kg-1 of both enzymes. The hydrolysate was further fractionated gradually to determine the sequence of ACE inhibitory peptide. Fractionation of protein hydrolysate was started by concentrating the hydrolysate through ultrafiltration system by using centrifugal filter membrane (molecular weight cut-off, MWCO; 3 kDa). Furthermore, an active fraction was separated on a Sephadex
(7)
G-10 column. The most active fraction was then purified by high performance liquid chromatography- reversed phase (HPLC-RP) gradually with two different types of columns and was obtained an ACE inhibitory peptide with a molecular weight of 478 Da. The ACE inhibitory peptide from most active fraction with IC50 : 12.91 mg/mL (27.0 µM) was identified as tetra-peptide, Phe-Gln-Pro-Ser.
Protein hydrolysate and Phe-Gln-Pro-Ser demonstrated the potent antihypertensive activities in spontaneous hypertensive rats. The reduction in systolic blood pressure (SBP) was 19.3±1.66 mm Hg at 6 h after administration 10 mg hydrolysate per kg of body weight (P < 0.01) and 10.57±1.58 mm Hg at 8 h after oral administration of 2.39 mg Phe-Gln-Pro-Ser per kg of body weight (P < 0.01). The Phe-Gln-Pro, as a reference ACE inhibitory peptide, could decrease SBP was 12.6 ± 2.54 mm Hg after 6 h orally administration. Protein hydrolysate of kacang goat meat showed a great potency as active ingredient in hydrolysate-based beverages model.
Keywords: ACE inhibitor, peptida bioactive, protein hydrolysate, meat of kacang goat, antihypertensive
(8)
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
(9)
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi Ilmu Pangan
KARAKTERISASI PEPTIDA INHIBITOR
ANGIOTENSIN CONVERTING
ENZYME
(ACE) HIDROLISAT DAGING KAMBING KACANG
(
Capra aegagrus hircus
Linn)
DALAM POTENSINYA
SEBAGAI INGREDIEN PANGAN FUNGSIONAL
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2015
(10)
Penguji pada Ujian Tertutup: Prof Dr Ir Maggy Thenawidjaja Suhartono
Staf Pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor (IPB)
Dr Drh Chusnul Choliq, MSMM
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB)
Penguji pada Ujian Terbuka : Prof Dr Ir Maggy Thenawidjaja Suhartono
Staf Pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Dr Ismeth Inounu, MS
Peneliti Utama Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian RI
(11)
Judul Disertasi : Karakterisasi Peptida Inhibitor Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Hidrolisat Daging Kambing Kacang (Capra aegagrus hircus Linn) dalam Potensinya sebagai Ingredien Pangan Fungsional
Nama : Irdha Mirdhayati
NIM : F261100011
Disetujui oleh,
Komisi Pembimbing
Dr Ir Joko Hermanianto Ketua
Prof Dr Ir C Hanny Wijaya, MAgr Prof drh Dondin Sajuthi, MST PhD Anggota Anggota
Diketahui oleh,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pangan
Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
(12)
(13)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 ini ialah peptida bioaktif asal daging merah. Disertasi ini diberi judul “Karakterisasi Peptida Inhibitor Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Hidrolisat Daging Kambing Kacang (Capra aegagrus hircus Linn) dalam Potensinya sebagai Ingredien Pangan Fungsional”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada ayah HM Gazali Dhani dan ibu Hj Syamsidar HIS atas doa, kasih sayang dan perhatian yang tak pernah putus, begitu juga kepada Bapak dan Ibu mertua, Bapak Kusni dan Ibu Nogati. Ucapan terima kasih kepada Bapak Dr Joko Hermanianto, Ibu Prof Dr Ir Christofora Hanny Wijaya MAgr dan Bapak Prof drh Dondin Sajuthi MSTPhD selaku dosen pembimbing, yang telah banyak memberi bimbingan, dukungan moril dan materil, masukan serta saran. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof Keizo Arihara selaku kepala laboratorium Food Function and Safety School of Veterinary Medicine Kitasato University Jepang beserta mahasiswa bimbingannya yang telah banyak membantu selama mengikuti Sandwich dan penulisan jurnal internasional. Penulis mengucapkan terima kasih kepada tim penguji promosi doktor yakni Ibu Prof Dr Ir Maggy Thenawidjaja Suhartono, Bapak Dr drh Chusnul Choliq, MSMM dan Prof Dr Ismeth Inounu, MS yang bersedia menguji pada ujian tertutup, ujian terbuka, memberikan masukan dan saran yang berguna dalam penulisan disertasi ini.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Rektor UIN Sultan Syarif Kasim Riau, Dekan Fakutas Pertanian dan Peternakan atas izin yang diberikan selama mengikuti tugas belajar di IPB. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Dekan Sekolah Pascasarjana IPB beserta staf dan jajarannya, kepada Ketua Program Studi Ilmu Pangan beserta staf dan jajarannya, kepada semua laboran/teknisi yang membantu selama penelitian.
Terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman S3 IPN 2010 (Bu Sri Yadial Chalid, Shanora Yuliasari, Maria Belgis, Dewi Fortuna Ayu, Diana Nur Afifah, Inneke Kusumawati, Pak Hendra Wijaya & Pak Syahrul), teman S2 IPN (Rahayu Utami dan IPN angkatan 2010), S3 IPN 2011, 2012, 2013, serta teman S1 ITP (Erni Steffi dan Alviane B Leonita). Ucapan terima kasih disampaikan kepada Sdr Dodi Dwi Handoko PhD atas bantuan penulisan jurnal internasional. Terima kasih kepada KEMENDIKNAS RI atas beasiswa BPPS tahun 2010-2013 dan KEMENAG RI atas bantuan penelitian kompetitif tahun 2012 serta bantuan PROSALE (Sandwich-like) tahun 2013.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada suami Eko Prianto, kedua putra tercinta (M Ihsan AlHabibi dan M Ikhwan AlFarabi), ketiga orang adikku Irsyadi Syukri, Irhas Mardiati, Irtiahul Azmi serta seluruh keluarga, atas segala doa, kasih sayang, perhatian dan dukungan yang telah diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2015 Irdha Mirdhayati
(14)
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI xii
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 3 Manfaat Penelitian 3 Ruang Lingkup Penelitian 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 Kambing Kacang dan Komposisi Kimia Daging 4
Daging Merah dan Kejadian Hipertensi 7
Hidrolisis Protein secara Enzimatis 8
Metode Isolasi Peptida Bioaktif 10
Hipertensi dan Faktor Penyebab 11
Peptida Bioaktif sebagai Antihipertensi 13
Sistem Renin Angiotensin 15
Mekanisme Peptida Inhibitor ACE 19
Tikus Gen Hipertensi Spontan 19
Minuman Fungsional dari Hidrolisat Daging 20
Sifat Sensori Produk Hidrolisat Daging 22
3 METODE 23 Waktu dan Tempat 23
Bahan 23 Alat 23 Metode 24
Persiapan Bahan Baku 24 Tahap I. Komposisi Kimia Daging Kambing Kacang 25
Tahap II. Karakterisasi Hidrolisat dan Identifikasi Peptida Inhibitor ACE Hidrolisat Protein Daging Kambing Kacang 26
Tahap III.Pengujian Aktivitas Antihipertensi Hidrolisat dan Peptida Sintetik 30
Tahap IV.Aplikasi Hidrolisat Protein Daging Kambing Kacang dalam Bentuk Minuman 31
Prosedur Analisis 33
Analisis Data 39
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 40 Komposisi Kimia Kambing Kacang Jantan 40
Produksi dan Karakterisasi Fraksi Larut Air Hidrolisat Protein Daging Kambing Kacang 43 Aktivitas Inhibitor ACE Hidrolisat Protein Daging Kambing Kacang
(15)
dan Peptida yang Dimurnikan 48 Aktivitas Antihipertensi Hidrolisat Protein Daging Kambing Kacang
dan Peptida Sintetik 55
Aplikasi Hidrolisat Protein Daging Kambing Kacang
dalam Bentuk Minuman 58
5 KESIMPULAN DAN SARAN 63
Kesimpulan 63
Saran 63
DAFTAR PUSTAKA 64
LAMPIRAN 71
RIWAYAT HIDUP 77
(16)
DAFTAR TABEL
1 Perbedaan karakter antara kambing dan domba 4
2 Komposisi kimia daging kambing dan jenis daging lainnya 5
3 Komposisi kimia daging kambing mentah 6
4 Komposisi asam amino yang terkandung dalam daging kambing 7 5 Kategori tekanan darah menurut British Hypertension Society
Guidelines 12
6 Penelitian peptida inhibitor ACE yang berasal dari hidrolisat daging 14 7 Metode yang digunakan dalam menganalisis komposisi kimia daging 26 8 Formulasi minuman hidrolisat daging kambing kacang 31 9 Kadar proksimat kambing kacang jantan pada dua kelompok umur
(nilai rata-rata± simpangan baku) 40
10 Komposisi asam amino kambing kacang jantan pada dua kelompok
umur (nilai rata-rata± simpangan baku) 42
11 Penelitian pendahuluan optimasi kondisi hidrolisis dengan kombinasi
dua protease 44
12 Rendemen fraksi larut air hidrolisat protein daging kambing kacang
(nilai rata-rata± simpangan baku) 45
13 Derajat hidrolisis hidrolisat protein daging kambing kacang
(nilai rata-rata± simpangan baku) 46
14 Kadar protein terlarut fraksi larut air hidrolisat protein daging kambing
kacang (nilai rata-rata± simpangan baku) 47
15 Kadar peptida fraksi larut air hidrolisat protein daging kambing kacang
(nilai rata-rata± simpangan baku) 47
16 Aktivitas inhibitor ACE dan stabilitas terhadap enzim pencerna protein minuman hidrolisat protein daging kambing kacang 60 17 Sifat sensori minuman hidrolisat protein daging kambing kacang 62
DAFTAR GAMBAR
1 Kambing kacang 5
2 Tahapan karakterisasi dan identifikasi peptida bioaktif 10
3 Mekanisme hipertensi berdasarkan penyebab 13
4 Struktur kimia angiotensin I dan angiotensin II 16
5 Peranan ACE dalam pengaturan tekanan darah 17
6 Struktur tiga dimensi ACE 18
7 Sisi aktif ACE yang menunjukkan interaksi antara ACE
inhibitor dan ACE 19
8 Diagram alir pengolahan ekstrak daging 21
9 Potongan komersil karkas kambing dan potongan paha belakang
kambing kacang 24
10 Bagan alir penelitian tahap I 25
11 Tahapan kerja penelitian tahap II 29
12 Alur penelitian tahap IV 32
13 Tahapan pembuatan minuman dari hidrolisat daging kambing kacang 33 14 Aktivitas inhibitor ACE hidrolisat protein daging kambing kacang 48
(17)
15 Fraksinasi hidrolisat protein daging kambing kacang dengan kolom yang berisi Sephadex G-10 dan aktivitas ACE inhibitor setiap fraksi 51 16 Fraksinasi hidrolisat protein daging kambing kacang dengan HPLC-RP
pada fraksinasi pertama 52
17 Aktivitas inhibitor ACE fraksi 3 (A) dan aktivitas inhibitor ACE fraksi
5 (B) dengan HPLC-RP pada fraksinasi kedua 52
18 Fraksinasi hidrolisat protein daging kambing kacang dengan HPLC-RP
pada fraksinasi ketiga 53
19 Kromatogram fraksi aktif peptida inhibitor ACE dari hasil pemurnian
HPLC tahap keempat 53
20 Aktivitas antihipertensi setelah pemberian hidrolisat protein daging kambing kacang pada konsentrasi 10 mg dan 100 mg/kg bobot badan 55 21 Aktivitas antihipertensi setelah pemberian peptida sintetik 57 22 Minuman hidrolisat protein daging kambing kacang 59
DAFTAR LAMPIRAN
1 Deskripsi morfometrik dan kondisi karkas kambing kacang jantan
menurut umur 72
2 Bubuk fraksi larut air hidrolisat protein daging kambing kacang dari
semua perlakuan 75
3 Formulir Uji Organoleptik (rating hedonik) 76
(18)
(19)
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kambing merupakan salah satu komoditas peternakan yang memiliki populasi tinggi di Indonesia. Permintaan terhadap kambing cukup tinggi karena selain untuk dikonsumsi harian juga dibutuhkan dalam ibadah qurban bagi umat Islam di Indonesia setiap tahun. Populasi kambing nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya berkisar 1.9 – 5.6% pada kurun waktu 2009-2013. Populasi kambing pada tahun 2009 sebanyak 15.81 juta ekor dan meningkat menjadi 18.57 juta ekor pada tahun 2013. Angka pemotongan ternak tercatat tahun 2012 menunjukkan bahwa kambing menempati urutan pertama, kemudian diikuti oleh sapi, babi dan domba (DITJENNAKKESWAN 2013). Namun, isu negatif yang berkembang di masyarakat bahwa konsumsi daging kambing sering dianggap sebagai salah satu penyebab hipertensi (Jenie dan Adi 2008; Sunagawa et al. 2014).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah salah satu kelompok penyakit non-communicable, disebut juga sebagai silent killer karena individu penderita hipertensi memiliki resiko tinggi mengalami stroke, penyakit jantung dan gagal ginjal (Vasdev dan Stuckless 2010). Hipertensi diderita oleh satu miliar penduduk di dunia yang sepertiga penderitanya adalah dewasa (Cohen et al. 2014). Sekitar 45% kematian penderita penyakit jantung dan 51% kematian penderita stroke disebabkan oleh hipertensi (WHO 2013). Prevalensi hipertensi di Indonesia menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 yang dihitung berdasarkan pengukuran tekanan darah secara langsung dan riwayat penyakit pasien adalah 26.5% (KEMENKES RI 2013).
Salah satu enzim yang berperan terjadinya tekanan darah tinggi adalah enzim pengonversi angiotensin (angiotensin converting enzyme, ACE), yang berhubungan dengan sistem renin angiotensin (Ahhmed dan Muguruma 2010). ACE atau kininase II, merupakan dipeptidil karboksipeptidase (EC 3.4.15.1) yang ditemukan di berbagai jaringan dalam tubuh dan berperan dalam keseimbangan tekanan darah. ACE mengatalisis konversi bentuk non aktif angiotensin I menjadi angiotensin II yang merupakan vasokonstriktor kuat dan menyebabkan deaktifasi peptida hipotensif bradykinin (Ryan et al. 2011).
Inhibitor ACE asal bahan pangan sebagai alternatif antihipertensi banyak menarik perhatian peneliti karena keunggulannya, antara lain : tidak menimbulkan efek samping seperti yang ditunjukan oleh inhibitor ACE sintetik, daya hambat lebih lemah, namun aman bagi level bradykinin di dalam tubuh (Norris dan Fitzgerald 2013). Studi in vivo pada manusia menunjukkan bahwa peptida inhibitor ACE asal makanan tidak menyebabkan efek hipotensif yang akut terhadap manusia dengan tekanan darah normal. Sehingga peptida inhibitor ACE dapat diaplikasikan sebagai pengobatan awal individu penderita hipertensi ringan atau sebagai obat suplemen. Keunggulan lainnya adalah sebagai pengobatan alternatif hipertensi yang tidak menimbulkan efek samping berbahaya seperti batuk kering, reaksi alergi, kulit memerah dan angioedema (Erdmann et al. 2008).
Inhibitor ACE asal bahan pangan yang sudah diteliti dapat dikelompokkan menurut sumber protein hewani dan jenis enzim protease yang digunakan untuk
(20)
2
menghasilkan peptida target. Sumber inhibitor ACE dari protein hewani seperti : susu dan produk fermentasinya (Korhonen 2009; Espejo-Carpio et al. 2013), daging merah (Arihara et al. 2001; Muguruma et al. 2009), unggas (Fujita et al. 2000), ikan (San et al. 2008), kerang (Wang et al. 2008), dan telur (Majumder dan Wu 2011). Protease yang digunakan untuk menghasilkan peptida inhibitor ACE terdiri atas protease tunggal dan kombinasi. Kombinasi protease dipilih karena menghasilkan rendemen dan derajat hidrolisis yang lebih tinggi (Nchienzia et al. 2010).
Hidrolisat protein daging berpotensi sebagai ingredien fungsional antihipertensi apabila peptida inhibitor ACE yang dikandungnya menunjukkan efek antihipertensi secara in vivo terhadap hewan model yang digunakan yakni tikus gen hipertensi spontan (spontaneous hypertensive rats, SHR). Fujita et al. (2000) melaporkan bahwa aktivitas inhibitor ACE yang tinggi tidak selalu berkorelasi positif terhadap efek antihipertensi yang ditimbulkan. Hidrolisat daging ayam yang dihidrolisis oleh enzim termolisin memiliki aktivitas inhibitor ACE yang potensial (IC50 45.0 µg/mL), namun beberapa jenis peptida inhibitor ACE ini tidak menunjukkan efek antihipertensi secara in vivo.
Menurut Vasdev dan Stuckless (2010), asam amino yang terkandung di dalam protein memiliki efek antihipertensi. Dua kelompok asam amino yang berperan dalam mekanisme penurunan tekanan darah yakni kelompok glutation, asam glutamat, arginina, sisteina dan kelompok leusina. Kambing kacang mengandung asam glutamat, asam aspartat, lisina, leusina, arginina, dan glisina yang cukup tinggi (Mirdhayati et al. 2014), sehingga diharapkan hidrolisat protein daging kambing kacang memiliki efek antihipertensi dan dapat digunakan sebagai ingredien utama pengembangan pangan fungsional antihipertensi.
Masih terbatasnya kajian pemanfaatan daging kambing dalam mendukung kesehatan, penelitian tentang hidrolisat protein dari daging kambing lokal sebagai sumber peptida bioaktif menarik untuk dilakukan. Pemilihan kambing kacang dalam penelitian ini karena merupakan kambing lokal Indonesia, tersebar di seluruh provinsi di Indonesia (Sutama dan Budiarsana 2011), dengan populasi terbanyak dibandingkan kambing jenis lainnya (Ginting dan Mahmilia 2008). Kambing kacang merupakan ternak penghasil daging yang memiliki nilai persentase karkas berkisar 43-44% (Sunarlim dan Setiyanto 2005).
Pemilihan jenis enzim dalam pembuatan hidrolisat menentukan peranan fisiologis dari peptida yang dihasilkan dan aplikasi pada produk akhir yang akan dikembangkan. Berbeda jenis enzim protease yang digunakan akan menghasilkan peptida dengan fungsi fisiologis yang berbeda pula. Enzim papain dapat digunakan untuk mendapatkan hidrolisat daging babi yang memiliki peptida bioaktif dengan aktivitas antioksidan tinggi, sedangkan enzim termolisin dapat digunakan untuk peptida bioaktif dengan aktivitas antihipertensi (Arihara et al. 2001). Hidrolisis protein daging ayam, ikan tuna dan ikan kod dengan berbagai jenis protease juga menunjukkan aktivitas antihipertensi. Pemilihan jenis enzim endoprotease dan protease kompleks pada penelitian ini adalah berdasarkan sifat food-grade dan aspek halal yang dimilikinya, sehingga diharapkan hidrolisat protein daging kambing kacang yang dihasilkan memiliki aktivitas inhibitor ACE, hidrolisat tidak berasa pahit serta halal.
(21)
3
Perumusan Masalah
Persepsi negatif terhadap daging kambing masih berkembang dikarenakan masih terbatasnya kajian mengenai manfaat daging kambing dalam mendukung kesehatan manusia. Beberapa masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimanakah komposisi kimia daging kambing kacang dari dua kelompok umur potong sehingga diperoleh informasi kelompok umur yang tepat untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan hidrolisat. Bagaimana kombinasi protease dan waktu hidrolisis yang optimal dalam menghasilkan hidrolisat protein daging kambing kacang, sehingga diperoleh hidrolisat yang berpotensi sebagai sumber peptida inhibitor ACE. Bagaimana aktivitas inhibitor ACE dari peptida yang sudah dimurnikan serta bagaimana sekuen asam amino penyusunnya. Bagaimana aktivitas antihipertensi hidrolisat kasar dan peptida sintetik terhadap tikus gen hipertensi spontan, apakah ada keselarasan antara aktivitas inhibitor ACE in vitro dengan uji in vivo. Dalam aplikasi minuman hidrolisat, bagaimana pengaruh pemanasan terhadap aktivitas inhibitor ACE, bagaimana stabilitas terhadap enzim pencernaan, serta bagaimana sifat sensori minuman hidrolisat daging kambing kacang yang dihasilkan.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh fraksi larut air hidrolisat daging kambing kacang dengan kemampuan inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) dan aktivitas antihipertensi.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain adalah dihasilkan informasi mengenai komposisi kimia daging kambing kacang dari dua kelompok umur potong, meningkatkan nilai tambah dan kegunaan daging kambing sebagai ingredien fungsional. Manfaat lainnya adalah menambah diversifikasi produk berbahan dasar hidrolisat daging kambing kacang.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah analisis komposisi kimia daging kambing kacang dari dua kelompok umur potong, karakterisasi hidrolisat protein daging kambing kacang yang dihidrolisis dengan endoprotease dan protease kompleks komersil, analisis aktivitas inhibitor ACE hidrolisat kasar dan fraksi yang dimurnikan, identifikasi sekuen asam amino peptida inhibitor ACE, uji aktivitas antihipertensi hidrolisat dan peptida inhibitor ACE sintetik menggunakan tikus gen hipertensi spontan dan uji aplikasi hidrolisat daging kambing kacang dalam bentuk minuman.
(22)
4
2
TINJAUAN PUSTAKA
Kambing Kacang dan Komposisi Kimia Daging
Kambing merupakan hewan ternak pertama kali dijinakkan pada 9000 sampai 11 000 tahun yang lalu. Nenek moyang ternak kambing diyakini berasal dari hewan bezoar atau kambing jinak (C. aegagrus hircus Linn.) yang merupakan sub spesies dari Capra aegagrus (kambing liar aegagrus). Hingga saat ini belum ada publikasi mengenai taksonomi kambing kacang, sehingga taksonomi yang digunakan mendekati kepada jenis kambing jinak (C. aegagrus hircus) (Sutama dan Budiarsana 2011). Penelitian Batubara et al. (2011) menunjukkan bahwa kambing kacang merupakan klaster yang relatif dekat dengan Capra aegagrus hircus dan termasuk dalam lineage B yang berasal dari Asia timur dan Asia selatan, Cina, Afrika selatan, Afrika utara, Laos, Malaysia, Pakistan dan India.
Kambing peliharaan termasuk dalam dunia Animalia, filum Chordata, kelas Mammalia, ordo Artiodactyla, sub ordo Ruminansia, famili Bovidae, sub famili Caprinae, genus Capra, species Capra aegagrus, sub spesies Capra aegagrus hircus. Secara morfologi kambing berbeda dengan domba, meskipun keduanya tergolong dalam sub famili sama yakni Caprinae, namun berbeda genus. Domba memiliki genus Ovis sedangkan kambing bergenus Capra. Perbedaan karakter antara kambing dengan domba ditunjukkan pada Tabel 1 (Sutama dan Budiarsana 2011).
Tabel 1 Perbedaan karakter antara kambing dan domba
Karakter Kambing Domba
I. Genetika
a. Jumlah kromosom b. Kelenjar sub orbitalis
(di bawah mata) c. Kelenjar intergigitalis
(di celah kuku)
d. Kelenjar pada pangkal tanduk 60 Tidak ada Tidak ada Ada (menghasilkan bau prengus) 56
Ada (menghasilkan air mata)
Ada(menghasilkan bau yang khas)
Tidak ada 2. Fenotif
a.Ekor
b.Daun telinga c.Tipe bulu d.Warna bulu
e.Tanduk
f.Kesukaan pakan
Mengarah ke atas Pendek-panjang Pendek lurus Satu macam (putih, hitam, merah/coklat)-campuran beberapa warna Tidak ada-panjang lurus, melengkung Dedaunan
Terkulai ke bawah Ramping (sangat kecil-sedang)
Gembel, wol, panjang Satu macam
(putih, hitam, merah/ coklat)-campuran beberapa warna, umumnya dominan putih Tidak ada-panjang melengkung, melingkar Rumput
(23)
5 Kambing kacang dikenal juga dengan kambing jawa, merupakan kambing asli Indonesia dan Malaysia, tersebar hampir merata di seluruh wilayah Indonesia. Kambing ini juga terdapat di Filipina, Thailand bagian selatan dan merupakan jenis yang populer di Asia Tenggara. Ciri-ciri kambing kacang adalah : berbadan kecil dengan bobot betina dewasa hanya 20 kg dan jantan dewasa 25 kg, tinggi pundak 55-65 cm, hidung rata, telinga pendek tegak dan kecil, leher pendek, punggung meninggi, bulu pundak dan warnanya beragam. Baik kambing betina maupun jantan memiliki dua tanduk yang pendek, tergolong tipe pedaging. Kambing kacang bersifat prolifik dan beranak kembar. Rata-rata litter size 1.7 anak per kelahiran. Produktivitasnya relatif rendah, namun mempunyai adaptasi yang cukup baik pada kondisi lingkungan yang beragam (Devendra dan McLeroy 1982; Mahmilia dan Tarigan 2004; Sutama dan Budiarsana 2011). Bentuk morfologi kambing kacang ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1 Kambing kacang
Ditinjau dari komposisi kimia, daging kambing mengandung kalori dan lemak yang paling rendah dibandingkan daging ayam, sapi, babi dan domba namun memiliki kadar protein yang relatif mendekati keempat jenis daging lainnya (USDA 2001). Komposisi kimia daging kambing matang dibandingkan dengan jenis daging lainnya ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Komposisi kimia daging kambing dan jenis daging lainnya
Komponen Gizi Kambing Ayam Sapi Babi Domba
Kalori (kkal) Lemak (g) Lemak jenuh (g) Protein (g) Kolesterol (mg)
122.00 2.60 0.79 23.00 63.80
162.00 6.30 1.70 25.00 76.00
179.00 7.90 3.00 25.00 73.10
180.00 8.20 2.90 25.00 73.10
175.00 8.10 2.90 24.00 78.20 Sumber : USDA Nutrient database for standard reference (2001)
(24)
6
Daging kambing tergolong ke dalam daging merah dengan kadar lemak total, lemak jenuh dan kolesterol paling rendah dibandingkan daging merah lainnya, kandungan protein relatif mendekati daging sapi, namun memiliki kadar besi yang lebih tinggi (Anaeto et al. 2010; James dan Berry 1997; USDA 2007). Daging kambing juga mengandung sejumlah mineral dan vitamin yang dibutuhkan manusia. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3, jenis mineral yang banyak terkandung di dalamnya adalah kalium, fosfor dan natrium, sedangkan jenis vitamin yang dominan adalah niasin, folat dan vitamin B-12.
Banyak etnik di Amerika Serikat mengonsumsi daging kambing sebagai makanan tradisionalnya, diantaranya adalah umat Islam, Latin, Asia, Afro-Amerika, Haiti dan Eropa timur. Keberadaan daging kambing sangat berkaitan erat dengan anggapan ekologi, kesehatan dan diet, perayaan hari keagamaan serta trend mengonsumsi pangan alami. Daging kambing dikenal sebagai trend diet sehat karena rendahnya kandungan lemak, kolesterol dan natrium (McMillin dan Brock 2005).
Tabel 3 Komposisi kimia daging kambing mentah (USDA 2007)
Komposisi Satuan Kadar per 100 g
Proksimat
Energi kkal 109.00
Air g 75.84
Protein g 20.60
Lemak g 2.31
Abu g 1.11
Karbohidrat g 0.00
Serat, serat total g 0.00
Mineral
Kalsium mg 13.00
Besi mg 2.83
Fosfor mg 180.00
Kalium mg 385.00
Natrium mg 82.00
Seng mg 4.00
Tembaga mg 0.26
Mangan mg 0.04
Selenium µg 8.80
Vitamin
Vitamin C mg 0.00
Tiamin mg 0.11
Riboflavin mg 0.49
Niasin mg 3.75
Total folat µg 5.00
Vitamin B-12 µg 1.13
Vitamin A IU 0.00
Komposisi asam amino yang terkandung dalam daging kambing ditunjukkan pada Tabel 4. Daging kambing mengandung sejumlah asam amino esensial yang dibutuhkan manusia. Asam amino esensial yang dominan dalam
(25)
7 daging kambing adalah leusina, lisina, isoleusina dan valina sedangkan asam amino non esensial yang dominan adalah arginina.
Menurut Vasdev dan Stuckless (2010), asam amino yang terkandung di dalam daging berhubungan erat dengan fungsi fisiologis bagi tubuh manusia. Terdapat dua kelompok asam amino yang berperan dalam mekanisme penurunan tekanan darah yakni kelompok GSH-glutamat, arginina, sisteina dan kelompok leusina. Kelompok pertama menurunkan tekanan darah dengan cara memperbaiki resistensi insulin, memodulasi sistem renin angiotensin, memperbaiki fungsi ginjal. Kelompok kedua menurunkan tekanan darah dengan cara menurunkan lemak tubuh, memperbaiki resistensi insulin dan memelihara massa otot dengan meningkatkan sintesis protein. Berdasarkan peranan dari asam amino tersebut, daging kambing mengandung jenis asam amino yang berperan dalam menurunkan tekanan darah.
Tabel 4 Komposisi asam amino yang terkandung dalam daging kambing
Asam amino Satuan Jumlah/100 g Asam amino Satuan Jumlah/100 g Triptofan Treonina Isoleusina Leusina Lisina Metionina g g g g g g 0.306 0.981 1.042 1.716 1.532 0.552 Sisteina Fenilalanina Tirosina Valina Arginina Histidina g g g g g g 0.245 0.715 0.633 1.103 1.512 0.429 Sumber : USDA Nutrient database for standard reference (2007)
Daging Merah dan Kejadian Hipertensi
Hasil studi epidemiologi terhadap 17 populasi di Jepang, Cina, Inggris dan Amerika Serikat yang menggunakan 4680 orang dewasa berumur 40-59 tahun menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara konsumsi daging merah (sumber besi haem) dengan peningkatan tekanan darah sistol dan diastol. Definisi daging merah dalam penelitian ini adalah semua kelompok Mammalia. Konsumsi rata-rata daging merah berbeda menurut negara, di Cina memiliki konsumsi rata-rata paling rendah yakni 24 g/hari namun prevalensi hipertensi tertinggi (26%), konsumsi daging merah di Jepang 39 g/hari, di Inggris 91 g/hari dan Amerika Serikat 76 g/hari. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tingginya asupan besi total dan besi non heme mampu menurunkan tekanan darah sistol sebesar -1.39 mm Hg dan -1.45 mm Hg (Tzoulaki et al. 2008).
Hasil yang sama dilaporkan oleh Jenie dan Adi (2008), mengkaji efek akut konsumsi daging kambing dan sapi terhadap tekanan darah pada laki-laki dewasa muda normotensif. Hasil menunjukkan bahwa konsumsi daging kambing dalam bentuk olahan sate dapat meningkatkan tekanan darah sistol responden. Stewart de Ramirez et al. (2010) melaporkan bahwa konsumsi daging sapi, babi, kambing, domba, ayam, bebek, dan lemak yang sering berkorelasi dengan kejadian hipertensi di populasi sub Sahara Afrika.
Pendapat yang berbeda berasal dari Komite Penasehat Pedoman diet Amerika Serikat pada tahun 2010 menyatakan bahwa belum jelas hubungan antara asupan produk protein hewani dengan hipertensi. Hasil berbagai penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara konsumsi daging merah dengan peningkatan tekanan darah (Schönfeldt dan Nicolette Hall 2012).
(26)
8
Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Sunagawa et al. (2014), menjelaskan bahwa meskipun ada rumor bahwa konsumsi daging kambing meningkatkan tekanan darah, tidak ada bukti ilmiah untuk mendukung hal ini. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa tekanan darah tinggi yang terjadi pada orang yang mengkonsumsi hidangan daging kambing disebabkan bumbu yang digunakan untuk membumbui masakan daripada daging itu sendiri. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa konsumsi daging ayam maupun konsumsi daging kambing dalam waktu yang lama tidak menyebabkan peningkatan tekanan darah. Banyaknya jumlah garam yang digunakan dalam persiapan daging kambing bertanggung jawab atas peningkatan tekanan darah.
Hidrolisis Protein secara Enzimatik
Protease merupakan enzim yang berperan dalam reaksi yang melibatkan pemecahan protein. Enzim ini memecah protein dengan bantuan air sehingga dikelompokkan dalam enzim hidrolase. Protease dapat dihasilkan dari tanaman, hewan atau mikrob secara ekstraseluler ataupun intraseluler. Berdasarkan klasifikasinya menurut Komisi Enzim, protease tergolong ke dalam kelompok 3 (hidrolase ) dan sub grup 4 (yang menghidrolisis ikatan peptida) (Sumantha et al. 2006). Sistem penamaan enzim, protease dibagi menjadi eksopeptidase (EC 3.4.11-19) dan endopeptidase (EC 3.4.21-24). Eksopeptidase menghidrolisis protein dari ujung N-terminal (aminopeptidase), C-terminal (karboksipeptidase) atau spesifik pada dipeptida (hidrolase dipeptidase). Endopeptidase memotong ikatan yang berada di dalam molekul. Enzim endoprotease efektif untuk memotong molekul yang besar dan tersusun atas rantai panjang menjadi fragmen yang lebih kecil (Kusnandar 2010; Buhler et al. 2012).
Protease merupakan salah satu enzim yang paling penting di bidang industri. Biokatalis proteolitik ini telah banyak digunakan di berbagai negara, pertama kali digunakan pada industri dairy sebagai agen penggumpal susu (rennet) pada pembuatan keju. Protease adalah enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis sehingga protein didegradasi menjadi peptida-peptida dan asam amino. Protease tersusun atas sejumlah besar kompleksitas enzim dan kelompok yang berbeda-beda sifatnya seperti spesifisitas substrat, sisi aktif dan mekanisme katalitik, pH dan temperatur optimal serta profil stabilitas. Spesifisitas enzim proteolitik ditentukan oleh asam amino dan gugus fungsional yang dimiliki (aromatik atau alifatik atau mengandung sulfur) yang berdekatan dengan ikatan yang dihidrolisis. Protease terdapat dalam semua kehidupan dan berperan penting dalam kondisi fisiologis normal maupun abnormal, mengkatalisis berbagai reaksi metabolisme (Sumantha et al. 2006).
Pemanfaatan protease komersil yakni protease kompleks dan endoprotease untuk menghidrolisis ikan Pasifik hake (Merluccius productus) yang menghasilkan peptida inhibitor ACE telah dilakukan (Cinq-Mars 2006). Protease yang pertama merupakan aminopeptidase yang tergolong ke dalam eksoenzim karena memotong ikatan peptida bagian N terminal, dihasilkan dari kapang Aspergillus oryzae. Kondisi reaksi hidrolisis optimal pada suhu 50 oC dan pH 5.0 – 7.0. Protease kedua dihasilkan dari bakteri Bacillus. Kondisi reaksi hidrolisis optimal pada suhu 35-69 oC dan pH 5.5 – 7.5 (Cinq-Mars 2006). Sifat alami aminopeptidase ini adalah sulit untuk menyesuaikan pH selama reaksi hidrolisis
(27)
9 namun menghasilkan hidrolisat yang tidak pahit dengan berbagai jenis peptida yang berukuran kecil. Endoprotease dari bakteri ini juga termasuk kelompok protease yang tidak menyebabkan rasa pahit pada hidrolisatnya (Cheung 2007).
Hidrolisis protein dilakukan dengan memotong ikatan peptida untuk memecahkan molekul protein menjadi peptida yang lebih kecil dengan menggunakan asam, basa atau enzim, yang diterapkan untuk memperbaiki sifat fungsional protein (Adler-Nissen 1986). Keunggulan reaksi enzimatis adalah kondisi reaksi yang tidak ekstrem seperti pada hidrolisis dengan asam dan basa, mudah mengontrol reaksi, minimal terbentuknya produk samping dan tidak mengurangi nilai nutrisi protein. Hidrolisis dengan asam atau basa cenderung lebih susah dikendalikan dan menghasilkan asam amino yang sudah dimodifikasi. Hidrolisis protein konvensional untuk menentukan dengan komposisi asam amino dengan HCl 6 M selama 24 jam dapat merusak asam amino triptofan. Hidrolisis dengan basa dapat mereduksi sistin, arginina, treonina, serina, isoleusina dan lisina, juga terbentuknya lisinolanina dan lantionina (Tavano 2013).
Hidrolisis protein memiliki beberapa tujuan, yakni membuat moiety protein menjadi larut dalam bahan pangan dengan mereduksi ukuran peptida. Hidrolisis protein juga dilakukan untuk memperbaiki sifat fungsional, organoleptik dan nilai gizi bahan pangan. Kemajuan teknologi produksi hidrolisat protein, menyebabkan sumber protein non konvensional seperti insekta dan hasil ikutan pemotongan ternak ruminansia telah digunakan dalam pembuatan hidrolisat untuk sumber pakan ternak dan juga bahan pangan (Toro dan Garcia-Carreno 2002). Hidrolisis dapat mengubah protein menjadi ingredien yang bernilai tambah melalui sifat fungsional yang dimilikinya seperti meningkatkan kelarutan, meningkatkan kemampuan mengikat air, daya emulsi, daya buih dan kemampuan penyerapan lemak ( San et al. 2008).
Menurut Adler-Nissen (1986), berbagai jenis protease yang tersedia secara komersil yang masing-masing memiliki spesifikasi yang unik dan target cleaving site. Pertama adalah enzim dengan spesifikasi pemotongan yang lebih luas, sehingga dihasilkan sekuen peptida yang lebih beragam dalam hidrolisat yang dihasilkan. Kedua, jenis proteolisis yang mengontrol distribusi panjang peptida. Secara teori, reaksi proteolisis dapat juga berlangsung secara satu per satu dimana enzim berperan pada protein tertentu sampai terhidrolisis sempurna menghasilkan produk akhir atau sebaliknya, dapat berlangsung sebagai reaksi yang dipercepat dimana molekul protein natif secara cepat dikonversi menjadi bentuk intermediet (oligopeptida) yang kemudian secara perlahan dikonversi menghasilkan produk akhir. Pada kenyataannya, hidrolisis terjadi sebagai kombinasi dari aktivitas ini sehingga menghasilkan campuran hidrolisat yang heterogen. Ketiga, penggunaan eksopeptidase yang dikombinasikan dengan endoprotease dapat memperbaiki profil flavor peptida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asam amino bebas lebih tidak pahit dibandingkan dalam bentuk peptida. Rasa pahit peptida meningkat jika residu hidrofobik menempati non-terminal, sehingga karboksipeptidase atau aminopeptidase berguna dalam debittering campuran hidrolisat (Adler-Nissen 1986).
Rasa pahit merupakan permasalahan utama dalam penggunaan hidrolisat pada berbagai aplikasi, khususnya pada produk minuman (Kamara et al. 2011). Hidrolisis protein enzimatik pada pH netral (7) atau di atasnya akan melepaskan
(28)
10
ion hidronium (H3O+) yang menyebabkan pH menjadi turun, dimana jika diikuti dengan penurunan yang konstan akan mempengaruhi sifat ionisasi enzim dan akibatnya kemampuan katalitik menyebabkan denaturasi. Seperti diketahui bahwa kesesuaian substrat terhadap hidrolisis enzim sangat dipengaruhi pH, sehingga diperlukan pengaturan pH dengan metode pH-stat (Adler-Nissen 1986).
Metode Isolasi Peptida Bioaktif
Metode yang paling umum untuk mendapatkan peptida adalah dengan menghidrolisis protein asalnya dengan menggunakan enzim proteolitik. Berbeda jenis enzim dan sumber protein yang digunakan akan menghasilkan peptida dengan fungsi dan aktivitas fisiologis yang berbeda pula. Peptida yang memiliki aktivitas bioaktif biasanya berupa peptida kecil dengan kisaran bobot molekul <5 kDa atau tersusun atas 2 – 5 residu asam amino (Geirsdottir 2009).
Menurut Arihara (2013) pada proses hidrolisis protein, hanya sedikit jumlah peptida yang memiliki peran aktivitas yang diinginkan, juga terdapat dalam konsentrasi yang rendah. Oleh sebab itu diperlukan tahap-tahap pemekatan dan pemurnian untuk mengetahui fungsi dari peptida tersebut. Tahapan karakterisasi dan identifikasi peptida bioaktif ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2 Tahapan karakterisasi dan identifikasi peptida bioaktif (Arihara 2013) Protein pangan
Larutan peptida
Perlakuan enzimatis untuk mengekstrak peptida
Peptida murni peptida
- Uji bioaktivitas (in vitro)
- Pemekatan (pengendapan), pemurnian
Peptida sintetik peptida
- Identifikasi struktur dilakukan dengan :
protein sekuenser, spektra massa
Karakterisasi uji in vitro dan in vivo
Peptida target yang sudah dikarakterisasi
Pendekatan lanjutan
Penelitian nutrigenomik
(29)
11 Berdasarkan Gambar 2 dapat dijelaskan bahwa setelah protein dihirolisis oleh enzim proteolitik, tahap selanjutnya adalah pemekatan, pemurnian dan identifikasi peptida dari hidrolisat yang diperoleh. Hidrolisat difraksinasi dan peptida dipekatkan dengan berbagai metode seperti pengendapan dengan pelarut, pemisahan dengan membran ultrafiltrasi dan sistem kromatografi. High performance liquid chromatography-reversed phase (HPLC-RP) adalah teknik standar untuk pemurnian peptida. Kombinasi HPLC dan HPLC yang dilengkapi spektra massa (mass spectra, MS) merupakan alat yang paling tepat untuk pemisahan dan identifikasi peptida. Metode degradasi protein Edmann digunakan untuk mengidentifikasi sekuen peptida, teknik baku lainnya adalah dengan menggunakan HPLC-MS-MS (Arihara 2013).
High performance liquid chromatography-reversed phase efisien untuk memisahkan peptida dari hidrolisat protein dan memberikan petunjuk mengenai hidrofilisitas dan hidrofobisitasnya. Aplikasi HPLC-RP telah dilakukan untuk memisahkan peptida dari hidrolisat tripsin kasein, dari beta-laktoglobulin A dari hormon pertumbuhan manusia. Untuk mendapatkan informasi mengenai presipitasi peptida, HPLC-RP juga dapat digunakan dengan mengetahui waktu retensi peptida yang berkorelasi dengan kelarutannya dalam asam trikloroasetat pada konsentrasi yang berbeda (Silvestre 1997).
Isolasi peptida bioaktif dari protein daging merah pertama kali dilakukan oleh Arihara et al. (2001), yakni menggunakan daging babi sebagai sumber protein dengan menggunakan sembilan jenis protease yakni papain, pepsin, tripsin, kimotripsin, termolisin, proteinase K, pronase E, ficin dan karnosin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas antihipertensi tertinggi dihasilkan dari hidrolisat yang menggunakan termolisin.
Hipertensi dan Faktor Penyebabnya
Hipertensi adalah tekanan darah berada di atas tekanan darah normal orang dewasa. Dalam pengertian medis, hipertensi adalah suatu kondisi ketika tekanan darah sistol lebih besar dari 140 mmHg dan tekanan diastol besar dari 90 mmHg (Majumder 2009).
Tekanan darah diukur secara tidak langsung sebagai tekanan tertinggi dan terendah pada bagian arteri pergelangan dengan menggunakan manset yang ditelah dikencangkan. Tekanan darah dinyatakan dalam satuan non SI yakni unit milimeter merkuri (mmHg). Tekanan darah normal biasanya di bawah 130 mm Hg (sistol atau nilai maksimum yang terjadi saat jantung berdetak dan 90 mmHg (diastol atau nilai minimum di antara detak jantung), yang ditulis sebagai 130/90 mmHg. Nilai 140/90 mmHg atau lebih disebut hipertensif. Kategori hipertensi di Amerika Serikat dikenal dengan istilah pre hipertensi yakni memiliki tekanan darah berkisar 120-139/80-89 mmHg yang beresiko mengalami hipertensi (William et al. 2004).
Terdapat dua jenis hipertensi yakni primer dan sekunder. Hipertensi primer atau esensial mewakili 90-95% kasus namun penyebab medis tertentu belum diketahui namun diduga bahwa berbagai faktor seperti obesitas, sensitifitas garam, renin homeostasis, resistensi insulin, usia, diet yang tidak seimbang terutama natrium klorida dan protein, dapat mempengaruhi terjadinya hipertensi. Hipertensi sekunder adalah hasil dari patogenesis organ yang berbeda, seperti penyakit ginjal,
(30)
12
gangguan adrenal, gangguan tiroid dan tumor. Hipertensi primer dianggap sebagai salah satu penyakit berkaitan dengan gaya hidup (Majumder 2009). Kategori tekanan darah dan pengelompokan hipertensi ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5 Kategori tekanan darah menurut British Hipertension Society Guidelines Kategori tekanan darah Tekanan darah (tekanan darah sistol
/diastol, mmHg) Tekanan darah optimal
Tekanan darah normal Tekanan darah normal-tinggi Hipertensi ringan (tingkat satu) Hipertensi moderat (tingkat dua) Hipertensi akut (tingkat tiga)
< 120 / 80 < 130 / 85 130-139 / 85-89 140-159 / 90-99 160-179/100-109
>180/110 Sumber : William et al. (2004)
Secara umum hipertensi dapat disebabkan oleh dua faktor yakni genetik dan faktor makanan yakni diet yang tinggi garam dan gula, namun rendah asupan protein dan rendah sumber antioksidan. Hipertensi primer disebabkan oleh kombinasi kelainan genetik dan bawaan yang terlibat dalam pengaturan tekanan darah yang berinteraksi dengan faktor lingkungan seperti diet dan gaya hidup. Terdapat beberapa perubahan metabolik dan efek akhir yang ditimbulkan yakni peningkatan tekanan darah yang berkaitan dengan resistensi insulin, peningkatan stres oksidatif, peningkatan pembentukan produk akhir reaksi glikasi dalam tubuh (advanced glication end product,AGE), penurunan ketersediaan nitrit oksida, berubahnya fungsi sistem renin-angiotensin (SRA) dan berkurangnya ekskresi natrium dari ginjal. Terjadinya salah satu kondisi ini dapat menyebabkan disfungsi endotelial, meningkatkan kalsium bebas dalam sitosol, resistensi vaskuler perifer dan akhirnya menyebabkan terjadinya hipertensi (Vasdev dan Stuckless 2010). Secara ringkas, mekanisme hipertensi yang disebabkan oleh berbagai faktor tersebut ditunjukkan pada Gambar 3.
(31)
13
Gambar 3 Mekanisme hipertensi berdasarkan penyebab (Vasdev dan Stuckless 2010)
Peptida Bioaktif sebagai Antihipertensi
Parameter kunci dalam regulasi tekanan darah adalah ACE. Berdasarkan hal ini, inhibitor ACE digunakan dalam terapi melawan hipertensi yang sebagian besar disebabkan oleh makanan atau komponen makanan seperti natrium dan lemak (Jang dan Lee 2005).
Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa peptida bioaktif yang berasal dari pangan hewani memiliki efek sebagai antihipertensi. Peptida bioaktif yang sudah diteliti memiliki efek antihipertensi dapat berasal dari protein telur (Miguel dan Aleixandre 2006); susu dan produk turunannya (Szwajkowska et al. 2011), dari protein daging merah (Arihara et al. 2001; Vercruysse et al. 2005; Muguruma et al. 2009), dan protein ikan (Geirsdottir 2009). Ringkasan beberapa penelitian peptida inhibitor ACE yang berasal dari hidrolisat daging ditunjukkan pada Tabel 6.
(32)
14
Tabel 6 Penelitian peptida inhibitor ACE yang berasal dari hidrolisat daging Sumber Enzim Metode isolasi dan hasil Sekuen
asam amino Nilai IC50 Peneliti Daging ayam
Termolisin Digesti dengan
proteasepurifikasi
peptida dengan kolom
ODSanalisis
sekuensintesis peptida
LKA FQKPKR LAP IVGRPRH QG 8.5M 14.0 M 3.2 M 2.4 M
Fujita et al.2000
Daging babi bagian bicep femoris Pepsin, tripsin, -kimotripsin , proteinase K, pronase E, ficin, papain, termolisin
Fraksinasi protein otot
tidak larut airhidrolisis
dengan
proteasepurifikasi
peptida dengan
HPLC-RPanalisis
sekuensintesis peptida
Termolisin
menghasilkan peptida ACE inhibitor tertinggi MNPPK MNP NPP PPK ITTNP ITT TTN TNP 945.5M 66.6M 290.5M >1000 M 549.0M 678.5M 672.7M 207.4M
Arihara et al.2001
Daging sapi bagian bicep femoris Termolisin, proteinase A, protease
XIII dan
kombinasi dua enzim
Ekstraksi protein
sarkoplasmahidrolisis
dengan
proteasepurifikasi
dengan ultrafiltrasi gel
filtrasi
HPLC-RPanalisis sekuen
*Kombinasi termolisin + proteinase A dengan derajat hidrolisis 70% memberikan peptida ACE inhibitor tertinggi
VLAQYK 23.2g/mL Jang dan Lee 2005
Daging babi bagian loin (LD)
Pepsin Ekstraksi miosin B dari
bagian loin daging babi
dihidrolisis dengan
pepsinkarakterisasi
purifikasi dengan gel
permeasi
HPLC-RPanalisis
sekuensintesis peptida
KRVIQY VKAGF
6.1 M 20.3 M
Muguruma et al.2009
Daging ikan kod
Cryotin F Daging ikan
gilingdihidrolisis
dengan
proteasefraksinasi
dengan sentrifugasi, ultrafiltrasi dan kromatografi
kolomkarakterisasi
dengan SDS PAGE
identifikasi sekuen dengan HPLC-MS. Derajat hidrolisis 12.5 % memberikan peptida ACE inhibitor tertinggi
Y,YG,
YA,YT,YV,EF,F D,YI
YD,PW, YE, WV
0.14mg/mL
0.22mg/mL
(33)
15 Tabel 6 Lanjutan
Sumber Enzim Metode isolasi dan hasil Sekuen asam amino
Nilai IC50 Peneliti
Daging ikan gabus (Channa striatus)
Proteinase K dan
termolisin
Ektraksi protein
miofibrilhidrolisis
dengan
proteasefraksinasi
dengan ultrafiltrasi, gel filtrasi dan HPLC
RPidentifikasi dengan
LC-MS-TOF Hidrolisat termolisin memberikan aktivitas ACE inhibitor tertinggi
VPAAPPK NGTWFEPP
0.45M 0.63M
Ghassem et
al. 2011
Daging ikan Alaska Pollack kering Pepsin, alkalase
Fraksi protein larut air
tepung ikan dihidrolisis
dengan protease
karakteri-sasipurifikasi dengan
kolom dan HPLCanalisis
sekuen asam amino *Alkalase menghasilkan hidrolisat dengan lipid terendah dan fraksi peptida dengan bobot molekul terendah, namun pepsin yang menghasilkan hidrolisat fungsional
G GLLP 0.23g/mL San et al.
2008
Sistem Renin Angiotensin
Sistem renin angiotensin (SRA) berperan dalam sejumlah aktivitas biologis, diantaranya adalah mekanisme patofisiologis hipertensi. SRA awalnya dikenal sebagai sistem sirkulatori atau hormon yang mengatur tekanan darah dan homeostasis elektrolit dan fluida tubuh. Penelitian ini bermula pada tahun 1898 dimana Tiergersted and Bergman menemukan bahwa ginjal mengandung senyawa pressor, melalui ekstrak garam yang tidak dimurnikan yang disebut dengan renin. Temuan ini baru menarik perhatian Goldblatt dkk pada abad ke-20, yakni tahun 1934 saat mereka melakukan penyempitan arteri renal menghasilkan hipertensi persisten pada anjing karena berkurangnya area vaskuler sebagai akibatnya terjadi peningkatan kekuatan dan tekanan darah. Enam tahun kemudian ia mendeklarasikan bahwa renin sebenarnya adalah protein yang bertindak sebagai substrat dalam plasma. Nama substrat ini selama 20 tahun kontroversial bagi kedua kelompok peneliti. Kelompok pertama dari Argentina menyebut nama substrat tersebut hipertensin sedangkan kelompok kedua dari Amerika Serikat dan negara lainnya menyebutnya angiotonin hingga kedua nama ini berubah menjadi angiotensin yang merupakan material pressor sejati. Prekursor peptida ini disebut angiotensinogen. Pada tahun 1950 berhasil diidentifikasi dua bentuk angiotensin yang dikenal dengan angiotensin I dan II. Angiotensin I memiliki 10 peptida pada rantainya sehingga disebut dekapeptida. Sebaliknya angiotensin II terbentuk akibat pemutusan dua peptida angiotensin I membentuk oktapeptida. Pemutusan ini terjadi karena peran enzim yang terdapat pada bagian lumen permukaan sel
(34)
16
endotelial dari sistem vaskuler yang dikenal dengan enzim yang mengonversi angiotensin (ACE) (Silva 2011). Struktur kimia angiotensin I dan angiotensin II ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4 Struktur kimia angiotensin I (A) dan angiotensin II (B) Enzim pengonversi angiotensin berperan penting dalam pengaturan tekanan darah. Melalui reaksi enzimatis berantai dari sistem SRA, ACE mengonversi angiotensin I dengan memotong dipeptida bagian C-terminal menjadi angiotensin II yang bersifat vasokontriktor kuat. Vasokonstriktor kuat ini terlibat dalam pelepasan steroid yang dapat menahan natrium, aldosteron dari kortek ginjal yang berperan dalam meningkatkan tekanan darah. ACE merupakan enzim multifungsi yang juga mengkatalis degradasi bradykinin yang merupakan nonapeptida yang berperan dalam menurunkan tekanan darah dalam sistem kallikrein-kinin (Li et al. 2004). Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.
Sistem renin angiotensin terdiri atas tiga komponen, yakni renin, angiotensinogen dan ACE. Renin merupakan protease utama, mampu menentukan laju produksi angiotensin II. Renin dihasilkan, disimpan dan disekresi oleh sel juxtaglomerular (SJG), yakni sel yang bersirkulasi di dalam arteri ginjal, terdapat juga dalam arteriol afferens. Pelepasan renin dilakukan melalui proses eksositosis. Substrat utama dari protease aspartil ini adalah α2-globulin dan angiotensinogen yang disekresi oleh hepatosit. Namun demikian, renin yang memotong ikatan peptida pada ujung amino terminal angiotensinogen leusil-leusina (pada mencit dan tikus) dan leusina-valina (pada manusia) membentuk angiotensin I adalah renin aktif. Sehingga sintesis protease ini dilakukan bertahap. Bentuk renin aktif mengandung 340 asam amino (Silva 2011).
Renin aktif disintesis sebagai bakal proenzim dengan 406 residu asam amino, segera selanjutnya prekursor ini dihasilkan dan membentuk prorenin yang lebih matang tetapi tidak memiliki aktivitas. Kemudian prorenin diaktivasi oleh enzim yang belum dikarakterisasi, namun memotong 43 asam amino dari ujung amino terminal menghasilkan renin yang aktif. Sekresi renin oleh SJG dikontrol
B A
(35)
17 melalui tiga cara : dua bertindak secara lokal pada ginjal dan yang ketiga bertindak tidak langsung melalui sistem syaraf pusat dengan melepaskan norepinephrin dari syaraf noradrenergic ginjal. Macula densa adalah mekanisme yang mengontrol pelepasan renin. Merupakan mekanisme yang kompleks yang melibatkan reseptor, cyclic adenosine monophosphate (cAMP) dan prostaglandin. Macula densa terletak berseberangan dengan sel juxtaglomerular dan disusun oleh sel epitelial columnar. Jika terjadi perubahan dalam aliran NaCl pada sel macula densa melepaskan sinyal kimia yang menyebabkan sel juxtaglomerular menghambat atau menstimulasi renin jika terjadi peningkatan atau pengurangan NaCl. Sinyal yang melalui macula ini dimediasi oleh adenosin dan prostaglandin dimana yang pertama menyebabkan peningkatan NaCl dan yang kedua mereduksi. Baik adenosin maupun prostaglandin, dapat mengikat protein G yang berpasangan dengan reseptor, yang akan menyebabkan sinyal bergantung pada cellular second messenger (cAMP). Peran reseptor adenosin A1 menghambat pelepasan renin sedangkan prostaglandin menstimulasi renin (Silva 2011).
Gambar 5 Peranan ACE dalam pengaturan tekanan darah (Li et al. 2004) Angiotensinogen merupakan protein globuler dengan bobot molekul 55 sampai 60 kDa adalah substrat utama renin. Angiotensinogen disintesis dalam hati meskipun transkripsinya juga terjadi pada jaringan adiposa sistem syaraf pusat dan ginjal. Terdapat hubungan yang sangat erat antara sintesis dan sekresi angiotensinogen yang distimuli oleh inflamasi, insulin, estrogen, glukokortikoid, hormon tiroid dan angiotensin II. Semua stimuli ini meningkatkan sintesis dan sekresi peptida dodekahidrat. Terdapat hubungan yang kuat antara jumlah
(36)
18
angiotensinogen yang bersirkulasi dalam plasma dan tekanan darah yang meningkat, sehingga penggunaan kontrasepsi oral yang mengandung estrogen menyebabkan peningkatan angiotensinogen serum sehingga menaikkan tekanan darah (Silva 2011).
Angiotensin converting enzyme (ACE) bersifat non spesifik dan memotong unit-unit dipeptida pada substrat yang mengandung banyak asam amino. Inhibitor ACE sintetik seperti Captopril® dan Lisinopril® dapat meningkatkan bradykinin dan mereduksi angiotensin II. Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II yang cepat secara in vivo terjadi melalui aksi ACE yang terdapat pada lumen permukaan sel endotelial menembus ke sistem vaskuler. Pengaruh ACE pada beberapa penelitian menunjukkan keberadaan enzim yang berkaitan dengan karboksipeptidase yang disebut ACE2 yang mampu memotong angiotensin I (angiotensin 1-9) dan angiotensin II (angiotensin 1-7). Enzim ini tidak dihambat oleh ACE inhibitor. Peran fisiologis enzim ini belum begitu diketahui (Silva 2011).
Angiotensin converting enzyme (ACE) termasuk Zn-metaloproteinase. Atom Zn berikatan dengan tiga gugus asam amino dan satu molekul air. Aktivitas pengikatan inhibitor ACE terhadap ACE berdasarkan interaksi yang kuat antara atom Zn dan gugus pengkelat inhibitor ACE (Ghassem et al. 2012). Struktur tiga dimensi ACE ditunjukkan pada Gambar 6.
Gambar 6 Struktur tiga dimensi ACE (PDB 1086)
Sisi aktif ACE memiliki tiga sub sisi yakni S1 (antepenultimate), S1’(penultimate) dan S2 (ultimate) yang memiliki karakter berbeda dalam mengikat tiga asam amino bagian C-terminal dari substrat atau inhibitor, berada pada dua sisi aktif yang homolog. Sisi aktif ACE ditunjukkan pada Gambar 7. ACE lebih menyukai substrat atau inhibitor kompetitif yang mengandung asam amino hidrofobik pada ketiga posisi C-terminal. Untuk interaksi antara enzim dan inhibitor, tiga sub sisi dari sisi aktif enzim dengan sekuen asam amino yang berbeda harus berikatan dengan substrat. Pengikatan inhibitor atau substrat terhadap enzim secara umum terjadi pada tripeptida bagian C-terminal. Peptida yang memiliki aktivitas inhibitor ACE tinggi memiliki residu Trp, Phe, Tyr atau Pro pada bagian C-terminalnya dan memiliki asam amino rantai cabang pada bagian N-terminal (Hong et al. 2008; Jao et al. 2012).
(37)
19
Gambar 7 Sisi aktif ACE yang menunjukkan interaksi di antara inhibitor ACE dan ACE
Mekanisme Peptida InhibitorACE
Peptida bahan pangan sebagai inhibitor ACE dapat dibagi dalam tiga kategori berdasarkan aktivitas penghambatannya setelah dipreinkubasi dengan ACE. Kelompok pertama dikenal sebagai inhibitor sejati, nilai IC50 peptida ini tidak dipengaruhi oleh pre-inkubasi dengan ACE. Kelompok kedua adalah peptida jenis substrat, merupakan peptida yang dihidrolisis oleh ACE menghasilkan aktivitas penghambatan yang lemah. Kelompok ketiga adalah inhibitor jenis pro-drug. Peptida dari kategori ini dikonversi menjadi peptida jenis inhibitor sejati oleh ACE atau protease dalam saluran pencernaan. Studi in vivo menunjukkan bahwa hanya peptida yang memiliki gugus inhibitor sejati atau jenis pro-drug yang dapat menurunkan tekanan darah sistol tikus gen hipertensi spontan. Mayoritas peptida ACE inhibitor yang berasal dari daging dikelompokkan ke dalam jenis inhibitor sejati. Peptida ini bertindak dengan dua cara, pertama peptida berikatan dengan sisi aktif enzim ACE atau kedua ia berikatan pada sisi inhibitor enzim ACE dan kemudian memodifikasi susunan protein serta mencegah substrat (angiotensin I) berikatan dengan sisi aktif enzim tersebut (Ryan et al. 2011).
Ahhmed dan Muguruma (2010) menjelaskan bahwa mekanisme kerja peptida yang terkandung dalam daging berbeda dengan obat dalam menghambat aktivitas ACE. Secara umum, obat tidak membedakan pemblokiran ACE dan mengganggu aktivitasnya sementara peptida inhibitor ACE bertindak berbeda yakni melalui kompetisi dengan ACE. Obat bekerja dengan cara langsung memblok aksi ACE. Sementara ACE lebih suka bereaksi dengan peptida inhibitor ACE tanpa menyerang angiotensin I. Penghambatan pembentukan angiotensin II oleh inhibitor ACE akan menyebabkan dinding arteri istrahat (relax) dan menurunkan volume cairan.
Tikus Gen Hipertensi Spontan
Tikus gen hipertensi spontan adalah galur tikus hipertensi secara genetik, merupakan hewan model yang paling banyak dipilih untuk menyeleksi senyawa antihipertensi. Galur ini pertama kali diperkenalkan oleh Okamoto dan Aoki pada tahun 1963 (Badyal et al. 2003). Tikus gen hipertensi spontan dihasilkan melalui inbreeding tikus Wistar yang memiliki tekanan darah tinggi. Hewan ini juga
(38)
20
mengalami kerusakan organ akibat hipertensi seperti cardiac hypertrophy, gagal jantung dan disfungsi ginjal (Sun dan Zhang 2005).
Tikus gen hipertensi spontan konsisten dalam memodelkan kejadian hipertensi primer yang terjadi pada manusia. Tahap perkembangan hipertensi pada hewan model ini sangat serupa dengan yang terjadi pada manusia (Wang et al. 2008; Balti et al. 2012).
Minuman Fungsional dari Hidrolisat Daging
Pengembangan produk baru adalah upaya penting untuk mendukung industri pengolahan daging kambing baik pada skala usaha kecil maupun skala industri. Jenis produk daging yang paling berkembang di Indonesia saat ini dari kelompok pangan tradisional adalah sate, sedangkan dari skala industri adalah sosis, pemanfaatan dalam bentuk lainnya masih terbatas (BALITBANG PERTANIAN 2005). Perkembangan industri minuman fungsional global menurut laporan Zenith's Global Functional Drinks 2009 mengalami pertumbuhan 3.3 % selama kurun waktu 2003-2008. Penyebarannya dibagi ke dalam tujuh kelompok negara yakni Amerika utara, Eropa barat, Eropa timur, Amerika latin, Asia Pasifik, Australia, serta Afrika hingga Timur Tengah. Total konsumsi per orang per tahun adalah 5.5 liter meningkat dari sebelumnya 4 liter pada tahun 2003. Konsumsi tertinggi di wilayah Amerika Utara kemudian diikuti oleh Asia Pasifik dan Eropa Barat. Kelompok minuman fungsional tersebut seperti minuman antipenuaan, energi, antioksidan, relaksasi dalam bentuk aneka teh, jus dan kelompok susu yang difermentasi seperti yoghurt (Gruenwald 2008).
Produk minuman yang berasal dari hidrolisat daging awalnya dikembangkan dari Cina dan kemudian meluas di negara Jepang dan Eropa. Produk ini awalnya ditujukan sebagai suplemen nutrisi yang mengandung senyawa nitrogen seperti asam amino bebas, peptida dan protein dengan berat molekul rendah yang diasumsikan lebih mudah diserap dan memiliki aktivitas fisiologis dalam tubuh manusia. Produk ini digunakan sebagai minuman untuk masa penyembuhan, mengatasi defisiensi zat gizi besi, pemulihan mental serta gangguan pencernaan dan metabolisme (Cheng et al. 2008).
Brand’s Essence of Chicken (BEC), merupakan produk chicken esens yang berusia lebih dari 170 tahun diproduksi melalui proses ekstraksi air dari daging ayam selama beberapa jam pada suhu tinggi, dilanjutkan dengan sentrifugasi untuk menghilangkan lemak dan kolesterol, pemekatan secara vakum hingga 3-4 kali, sterillisasi pada suhu dan tekanan yang tinggi sebelum proses pembotolan. Chicken esens ini kaya protein, rendah gula dan lemak, dapat dikonsumsi langsung dan mudah disimpan di rumah tangga. Yamano et al (2013) melaporkan bahwa pemberian chicken esens terhadap 20 orang relawan sehat setiap hari selama 4 minggu mampu memperbaiki kelelahan mental yang berupa penurunan fungsi kognitif pada laki-laki yang sehat.
Menurut Arihara dan Ohata (2008), hidrolisat protein daging dan peptida bioaktifnya sudah digunakan dalam produk daging fungsional. Hidrolisat ikan bonito kering yang mengandung peptida antihipertensi digunakan dalam produk sup di Jepang. Susu yang difermentasi juga mengandung peptida antihipertensi, dikenal tripeptida Ile-Pro-Pro dan Val-Pro-Pro yang terkandung dalam dua produk dairy komersil.
(39)
21 Penelitian Matsumura et al. (2002) membuktikan bahwa pemberian ekstrak ayam mampu mencegah penyakit hipertensi dan ginjal setelah diberikan kepada sekelompok tikus yang menderita stroke dan hipertensi (stroke-prone spontaneously hypertensive rats). Pemberian suplemen ekstrak ayam setiap hari dapat menstimulasi restorasi hemoglobin pada kelompok tikus yang defisiensi zat besi. Senyawa yang paling banyak terkandung dalam ekstrak ayam tersebut adalah karnosin (beta-alanil-L-histidina) dan anserin (beta-alanil-1-metil-L-histidina).
Teknologi pengolahan ekstrak daging berbeda dengan essens daging. Essens daging adalah ekstrak daging yang mengalami proses pembentukan flavor melalui reaksi Maillard dan tahapan seasoning kemudian dikeringkan atau dipekatkan dalam bentuk pasta atau minyak. Essens daging dapat dibuat dengan menggunakan ekstrak daging sebagai ingredien utamanya. Produk Essens daging komersil yang ditujukan sebagai minuman fungsional adalah dalam bentuk cairan yang sudah memiliki flavour tertentu sehingga dapat diterima secara sensori. Tahapan pengolahan ekstrak daging ditunjukkan pada Gambar 8.
Gambar 8 Diagram alir pengolahan ekstrak daging (Scheide-Fischer 2011) Ekstrak daging (baik dari hewan berdarah dingin atau panas) mengandung protein sekurang-kurangnya 50% atau lebih besar, berbentuk fluida atau dapat dituang pada suhu kamar, yakni 15-25 oC atau lebih. Ekstrak daging memiliki kekentalan berkisar antara 1000 cP - > 40 000 cP pada suhu 20-80 oC. Kadar air ekstrak berkisar 25-40% dan kadar garam < 5%. Protein mengandung 22% asam amino total, dengan kadar leusina 3% dan triptofan 1.2%. Proses pembuatan ekstrak daging dengan cara mengekstrak daging dengan air dan sekurang-kurangnya satu jenis enzim. Jenis enzim yang digunakan adalah enzim proteolitik seperti endopeptidase (amino-endopeptidase dan atau karboksi-endopeptidase) dan atau hanya eksopeptidase. Suhu ekstraksi berkisar antara 45-80 °C dengan kisaran waktu 30 menit hingga 5 jam, kemudian dilanjutkan dengan pemanasan pada suhu 90 °C – 120 °C dengan waktu 15 menit hingga 1 jam (Scheide-Fischer 2011).
daging segar + air digiling
dimasak pada
suhu 80oC sambil
diaduk selama 30 menit
didinginkan hingga mencapai
suhu 500C dengan
penambahan air es
pengaturan pH yang sesuai untuk kerja enzim dengan bufer
penambahan enzim dengan konsentrasi
tertentu
hidrolisis pada suhu
50-52 oC selama 50
menit ditempatkan dalam air
mendidih 120oC selama
15 menit kemudian didinginkan
ekstrak difilter dan disentrifus untuk membuang lemak
ekstrak bening dipekatkan dengan
evaporator
disimpan pada suhu -18 oC atau
(40)
22
Teknik dan formulasi pengolahan ekstrak daging yang diperoleh dari salah satu Paten Amerika Serikat adalah sebagai berikut : 360 kg daging sapi (lemak 32%) dimasukkan dalam blender tertutup dengan 22 kg air dan dimasak sambil diaduk pada suhu 80 oC selama 30 menit. Campuran didinginkan dengan 47 kg air es hingga suhu 50 oC, kemudian ditambahkan enzim papain 0.6 kg dan protease M 1 kg (campuran eksopeptidase) (aktivitas 5.500 U/g). Ekstraksi berlangsung pada suhu 50-52 oC selama 50 menit dan dilanjutkan pada suhu 120 oC selama 15 menit. Kemudian didinginkan hingga 90 oC. Ekstrak dipompa melalui filter press. Ekstrak yang bening dipisahkan dari lemaknya dengan menggunakan sentrifus. Hasil yang akan diperoleh adalah ekstrak sapi bening bebas lemak sekitar 220 kg. Ekstrak memiliki kadar air 83 %. Tahap akhir adalah pemekatan dengan menguapkan air melalui evaporator, hingga diperoleh berat ekstrak sapi 45.3 kg atau 12.6% dari bahan awal. Analisis yang dilakukan terhadap produk adalah kadar air, kadar protein dan kadar garam (Scheide-Fischer 2011).
Sifat Sensori Produk Hidrolisat Protein
Rasa pahit (bitterness) adalah masalah utama yang mempengaruhi daya penerimaan secara sensori terhadap produk yang berasal dari hidrolisat protein. Beberapa cara telah dilakukan untuk membatasi pembentukan kepahitan adalah dengan mengontrol derajat hidrolisis, menggunakan reaksi plastein atau menggunakan enzim spesifik seperti eksopeptidase. Rasa pahit disebabkan oleh asam amino hidrofobik pada bagian interior rantai peptida. Asam amino yang menimbulkan rasa pahit adalah valina, isoleusina, fenilalanina, triptofan, leusina dan tirosina (Nilsang et al. 2004; Sangtherapitikul et al. 2005). Kombinasi Flavourzyme dan Alcalase dalam pembuatan hidrolisat udang memiliki rasa pahit lebih rendah dibandingkan dengan hidrolisat yang dihidrolisis dengan Alcalasemaupun Flavourzyme secara terpisah (Cheung 2007).
Hidrolisis enzimatis merupakan salah satu metode yang digunakan untuk memodifikasi sifat fungsional protein daging. Reaksi antara protein daging dengan enzim tertentu akan menghasilkan banyak senyawa berasa. Senyawa rasa umumnya adalah asam amino, peptida dan nukleotida yang memberikan rasa manis, pahit atau tidak berasa. Jenis dan jumlah senyawa hasil hidrolisis bergantung pada jenis dan konsentrasi enzim yang digunakan, pH, suhu dan waktu (Sangtherapitikul et al. 2005).
Atribut sensori yang diuji pada produk hidrolisat daging ayam antara lain adalah chickney, meaty, mouthfeeling, rasa pahit dan umami. Flavor meaty disebabkan oleh senyawa 2-metil-3furantiol, flavor umami hidrolisat berasal dari 5’-ribonukleotida dan monosodium glutamat. Ekstrak yang berasal dari jaringan daging mengandung asam amino bebas, peptida dan senyawa non protein nitrogen yang tidak termasuk dalam protein. Asam amino bebas seperti glisina dan alanina berperan dalam memberikan rasa pada makanan (Wu et al. 2003).
(41)
23
3
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 hingga Juni 2014. Laboratorium yang digunakan selama penelitian terdiri atas : Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Kimia Pangan, Laboratorium Biokimia Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB. Fraksinasi, identifikasi peptida inhibitor ACE dan uji antihipertensi in vivo dilakukan di Laboratorium Pangan Fungsional dan Keamanan Pangan School of Veterinary Medicine Kitasato University, Towada, Jepang.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah 10 ekor kambing kacang jantan yang berasal dari peternakan rakyat di Jawa Timur dan didistribusikan oleh Peternakan Mitra Tani (MT) Farm Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea Bogor. Kambing hanya mengalami masa adaptasi selama satu minggu di distributor dengan pakan yang diberikan hijauan dan konsentrat. Bahan kimia lainnya enzim Flavourzyme® (protease kompleks dari Aspergillus oryzae, EC.3.4.11.1) dan Protamex® (Novozyme, Bagsvaerd, Denmark), angiotensin converting enzyme (ACE) dari rabbit lung dan substrat Hip-His-Leu (HHL) (Sigma), Sephadex G-10 (GE Healthcare Bioscience, Uppsala, Swedia), asetonitril LC-grade (Sigma), protein standard : bovine serum albumin, peptida standard : Gly-Leu, Reagen OPA (o-phthaldi-aldehid), buffer sodium tetraboraks, β-merkaptoetanol, serta bahan kimia analytical grade lainnya. Bahan untuk produk minuman dari hidrolisat daging kambing kacang yang meliputi air, gula batu, perisa jeruk (Toffieco) dan pewarna oranye (Sunset yellow Cl 15985, Carmoisine Cl 14720).
Alat
Alat yang digunakan meliputi timbangan analitik, oven, oven vakum, labu dekstruksi, perangkat destilasi, labu shoxlet, tanur pengabuan, peralatan gelas, desikator, kromatografi cair bertekanan tinggi reversed phase dengan kolom CAPCELL PAK C18, MG II 4.6 mm ID x 150 mm; Shiseido, Tokyo, Jepang), kromatografi gas (Shimadzu GC-9AM, Jepang), penggiling daging, blender, inkubator bergoyang, kertas saring, alat pengering beku, termometer, pH meter, penangas air, spektrofotometer uv-vis, vorteks, magnetic stirrer, dan peralatan untuk uji in vivo. Penggunaan tikus hipertensi spontan sebagai hewan model sudah mendapat perizinan dari komisi etik hewan dari School of Veterinary Medicine Kitasato University Jepang. Peralatan lainnya adalah tabung centrifugal filter unit MWCO 3 kDa (Amicon, Millipore, USA), sentrifus high speed refrigerated, kromatografi permeasi gel kolom terbuka (panjang 27 cm, diameter 2 cm), fraction collector 2110 (Bio-Rad), protein sequencer PPSQ-31A (Shimadzu-Biotech, Jepang), perangkat pengolahan pangan serta perangkat uji organoleptik.
(1)
72
Lampiran 1.
Deskripsi morfometrik dan kondisi karkas kambing kacang jantan menurut umurKode Sampel Deskripsi Gambar gigi
Kelompok umur < 1 tahun Kambing A
Kondisi gigi Bobot potong Lingkar dada Tinggi gumba Berat karkas Panjang karkas Lebar karkas
Lingkar paha belakang Lingkar paha depan Berat paha belakang Daging paha belakang
Gigi seri belum kupak 15 kg
65 cm 54 cm 5,9 kg 59 cm 23 cm 25 cm 18 cm 2,1 kg 935 g Kambing D
Kondisi gigi Bobot potong Lingkar dada Tinggi gumba Berat karkas Panjang karkas Lebar karkas
Lingkar paha belakang Lingkar paha depan Berat paha belakang Daging paha belakang
Gigi seri belum kupak 18 kg
67,5 cm 57,5 8,7 kg 66 cm 27,5 cm 31 cm 20 cm 3,1 kg 1630 g
Kelompok umur 1 -1,5 tahun Kambing E
Kondisi gigi Bobot potong Lingkar dada Tinggi gumba Berat karkas Panjang karkas Lebar karkas
Lingkar paha belakang Lingkar paha depan Berat paha belakang Daging paha belakang
1 ps gigi permanen 15 kg
69 cm 55 cm 7,5 kg 62 cm 24 cm 29 cm 20 cm 2,6 kg 1480 g
(2)
73 Kambing F
Kondisi gigi Bobot potong Lingkar dada Tinggi gumba Berat karkas Panjang karkas Lebar karkas
Lingkar paha belakang Lingkar paha depan Berat paha belakang Daging paha belakang
1 ps gigi permanen 20 kg
68 cm 61 cm 8,3 kg 62,5 cm 27 cm 34 cm 25 cm 2,95 kg 1573,5 g Kambing I
Kondisi gigi Bobot potong Lingkar dada Tinggi gumba Berat karkas Panjang karkas Lebar karkas
Lingkar paha belakang Lingkar paha depan Berat paha belakang Daging paha belakang
1 ps permanen 14 kg
59 cm 54 cm 5,6 kg 55 cm 22,4 cm 21,4 cm 17 cm 1,82 kg 884 g
Kelompok umur > 1,5 tahun Kambing C
Kondisi gigi Bobot potong Lingkar dada Tinggi gumba Berat karkas Panjang karkas Lebar karkas
Lingkar paha belakang Lingkar paha depan Berat paha belakang Daging paha belakang
Gigi permanen kedua sudah tumbuh
18 kg 70,4 cm 57,5 cm 7,9 kg 63,5 cm 25 cm 23 cm 16 cm 2,5 kg 965 g Kambing B
Kondisi gigi Bobot potong Lingkar dada Tinggi gumba Berat karkas Panjang karkas
2 ps gigi permanen 24 kg
71 cm 55 cm 9,2 kg 65 cm
(3)
74
Lebar karkas
Lingkar paha belakang Lingkar paha depan Berat paha belakang Daging paha belakang
25 cm 27 cm 20 cm 3 kg 1560 g
Kambing H Kondisi gigi Bobot potong Lingkar dada Tinggi gumba Berat karkas Panjang karkas Lebar karkas
Lingkar paha belakang Lingkar paha depan Berat paha belakang Daging paha belakang
Gigi permanen kedua mulai tumbuh
13 kg 62 cm 49 cm 4,4 kg 55,5 cm 23,5 cm 25 cm 16 cm 1,5 kg 659,1 g Kambing G
Kondisi gigi Bobot potong Lingkar dada Tinggi gumba Berat karkas Panjang karkas Lebar karkas
Lingkar paha belakang Lingkar paha depan Berat paha belakang Daging paha belakang
Gigi permanen mulai kupak
18 kg 62 cm 53 cm 7,1 kg 65 cm 24,3 cm 28 cm 22 cm 2,35 kg 1394,4 g
(4)
75 Lampiran 2. Bubuk fraksi larut air hidrolisat protein daging kambing kacang dari
semua perlakuan
Keterangan :
A1:0.5% endoprotease+0.5% protease kompleks; A2: 1.0% endoprotease +1.0% protease kompleks; A3 : 1.5% endoprotease +1.5% protease kompleks; B1 : waktu hidrolisis 2 jam; B2 : waktu hidrolisis 4 jam; waktu hidrolisis 6 jam;
(5)
76
Lampiran 3. Formulir Uji Organoleptik (rating hedonik)
Nama: ……….. Tanggal:
Sampel: Minuman Hidrolisat Protein PETUNJUK
Dihadapan Anda terdapat tiga sampel minuman. Anda diminta untuk menilai masing-masing sampel dari parameter warna, aroma, rasa, dan overall. Tulis kode sampel di tabel yang telah disediakan dan nilai parameter tersebut antara 1 (sangat tidak suka) hingga 7 (sangat suka). Pengujian sampel dimulai dari sebelah kiri ke kanan tanpa membandingkan antar sampel. Setiap selesai pengujian terhadap satu sampel, netralkan mulut Anda dengan berkumur air yang telah disediakan.
Parameter Kode sampel
Warna Rasa Aroma Overall
Keterangan Penilaian : 1. Sangat tidak suka 5. Agak suka 2. Tidak suka 6. Suka 3. Agak tidak suka 7. Sangat suka 4. Netral
(6)
77
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Midai Kabupaten Natuna, 27 Juli 1977 sebagai anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan H.M. Gazali Dhani dan Hj. Syamsidar H.Ismail. Penulis menikah dengan Eko Prianto dan dikaruniai dua orang putra, Muhammad Ihsan Al-Habibi dan Muhammad Ikhwan Alfarabi. Pendidikan sarjana di tempuh pada tahun 1994 di Program Studi Pengolahan Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan Universitas Riau, lulus pada tahun 1999. Pada tahun 2001, penulis melanjutkan pendidikan magister (S2) di Program Studi Ilmu Pangan, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan menamatkannya pada tahun 2004.
Penulis adalah dosen di Program Studi Peternakan bagian konsentrasi Teknologi Hasil Peternakan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Kementerian Agama RI sejak tahun 2004. Penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan program doktor (S3) pada Program Studi Ilmu Pangan Sekolah Pascasarjana IPB tahun 2010 melalui beasiswa BPPS dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional RI.
Selama mengikuti S3, penulis mendapat kesempatan mengikuti Sandwich di Food Function and Safety Laboratory, School of Veterinary Medicine, Kitasato University, Towada-Shi Jepang selama 3 bulan (November 2013-Februari 2014). Kegiatan ini didanai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Islam Kementerian Agama RI.
Penulis sudah mempublikasikan artikel dengan judul “Profil karkas dan karakteristik kimia daging kambing kacang (Capra aegagrus hircus) jantan”, pada Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner (JITV), Volume 19 (1) (Maret 2014). Hal 25-33. Artikel lainnya yang berjudul “Angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitory and antihypertensive activities of protein hydrolysate from meat of Kacang goat (Capra aegagrus hircus) telah dikirim ke editorial Journal of the Science of Food and Agriculture (Wiley) pada tanggal 10 Maret 2015, dan pada tanggal 23 april 2015 naskah tersebut diterima untuk diteruskan kepada reviewer. Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari disertasi penulis.