Pengaruh Gaya Hidup terhadap Kebiasaan Makan Mahasiswa

ABSTRACT
ANITA SAUFIKA. Influence of Lifestyle toward Food Habits of College Student.
Supervised by RETNANINGSIH and ALFIASARI.
The research focused to analyze the influence of lifestyle toward college
student’s food habits. This research used cross sectional study design, involved
120 samples, choosed by cluster random sampling method. In this study,
descriptive, cluster, and logistic regression analysis were used. The research
found that lifestyle was classified as two category, there are education-oriented
lifestyle as soon as entertaintment and healthy-oriented lifestyle. Sex, father’s
age, and reference group influenced student’s habits to eat three times a day.
Breakfast habits was influenced by reference group. Dinner habits was influenced
by sex, mother’s occupation and reference group. Meanwhile, snack habits was
influenced by sex and reference group. However, this study didn’t found any
influence variable toward lunch habits.
Keywords: food frequency, breakfast habits, lunch habits, dinner habits, snack
habits

ABSTRAK
ANITA SAUFIKA. Pengaruh Gaya Hidup terhadap Kebiasaan Makan Mahasiswa.
Dibimbing oleh RETNANINGSIH dan ALFIASARI
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh gaya hidup terhadap

kebiasaan makan mahasiswa. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional
study dilakukan dengan 120 contoh yang dipilih secara acak. Data dalam
penelitiaan ini dianalisis menggunakan uji deskriptif, analisis cluster, dan uji regresi
logistik. Gaya hidup dalam penelitian ini terbagi menjadi dua kategori, yaitu gaya hidup
berorientasi pendidikan serta gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan makan tiga kali sehari dipengaruhi oleh jenis
kelamin, usia ayah, dan kelompok acuan. Hanya ada satu variabel yang memengaruhi
kebiasaan sarapan, yaitu kelompok acuan sedangkan kebiasaan makan malam
dipengaruhi oleh jenis kelamin, pekerjaan ibu, dan kelompok acuan. Sementara itu,
kebiasaan makan camilan dipengaruhi oleh jenis kelamin dan kelompok acuan. Akan
tetapi hasil penelitian ini tidak menemukan satu pun variabel yang memengaruhi
kebiasaan sarapan dan makan siang.
Kata kunci: frekuensi makan, kebiasaan sarapan, kebiasaan makan siang,
kebiasaan makan malam, kebiasaan makan camilan

RINGKASAN
ANITA SAUFIKA. Pengaruh Gaya Hidup terhadap Kebiasaan Makan Mahasiswa.
Dibimbing oleh RETNANINGSIH dan ALFIASARI.
Kebiasaan makan penting untuk diperhatikan karena akan memengaruhi
keoptimalan fungsi sistem organ dan keoptimalan individu dalam menjalankan

aktivitas. Gaya hidup serta perilaku yang tidak mendukung konsumsi makanan
yang sehat dan bergizi menyebabkan individu kurang mengontrol makanan yang
dikonsumsinya. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis
pengaruh gaya hidup terhadap kebiasaan makan mahasiswa. Secara khusus,
penelitian ini memiliki tujuan: 1) mengidentifikasi gaya hidup mahasiswa, 2)
mengidentifikasi kebiasaan makan mahasiswa, 3) menganalisis pengaruh faktor
internal dan faktor eksternal terhadap gaya hidup, dan 4) menganalisis pengaruh
faktor internal, faktor eksternal, dan gaya hidup terhadap kebiasaan makan
mahasiswa.
Penelitian ini menggunakan metode survei. Institut Pertanian Bogor (IPB)
dipilih secara purposive sebagai tempat penelitian dengan pertimbangan bahwa
IPB merupakan kampus yang memiliki mahasiswa terbanyak di Bogor.
Pengambilan data berlangsung pada bulan September hingga Oktober 2011.
Mahasiswa yang dilibatkan sebagai responden penelitian ini berjumlah 120 orang
dan dipilih melalui metode cluster random sampling. Jenis data yang digunakan
dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer
dikumpulkan melalui kuesioner yang sebelumnya sudah diuji coba terlebih
dahulu. Jenis data primer yang dikumpulkan adalah: 1) faktor internal dan faktor
eksternal mahasiswa, 2) gaya hidup, dan 3) kebiasaan makan mahasiswa
(frekuensi makan dalam sehari; kebiasaan sarapan, makan siang, makan malam,

dan makan camilan; tempat makan; makanan pantangan; pertimbangan dalam
memilih makanan; cara memperoleh makanan; dan frekuensi makan
berdasarkan kelompok makanan). Data sekunder diperoleh dari Direktorat
Administrasi dan Pendidikan mengenai data jumlah mahasiswa IPB dan nilai
Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) mahasiswa. Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan program Microsoft Office Excel dan SPSS. Data dan informasi
yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji reliabilitas, analisis deskriptif,
analisis cluster dan uji regresi logistik.
Faktor internal yang diukur dalam penelitian ini adalah usia, jenis kelamin,
urutan kelahiran, lama kuliah, suku bangsa, agama, dan uang saku. Mahasiswa
yang menjadi partisipan dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang berada
pada periode remaja dan dewasa awal dengan rentang usia 18-22 tahun.
Proporsi terbesar mahasiswa adalah berjenis kelamin perempuan (58,3%).
Dilihat dari lama kuliah (bulan), lama kuliah mahasiswa berkisar antara 14-27
bulan dengan rata-rata 26,5 bulan. Sebagian besar mahasiswa dalam penelitian
ini juga berasal dari sekitar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi
(Jabodetabek), bersuku Jawa, dan menganut agama Islam. Rata-rata uang saku
mahasiswa adalah sebesar Rp811.316,67 dengan sumber uang saku utama
terbesar berasal dari orang tua dan uang saku tambahan berasal dari beasiswa.
Karakteristik keluarga, pola asuh makan, dan kelompok acuan adalah

faktor eksternal yang dilihat dalam penelitian ini. Berdasarkan karakteristik
keluarga, hampir seluruh ayah dan ibu mahasiswa termasuk pada periode
dewasa madya. Sebanyak 42,9 persen ayah mahasiswa menempuh pendidikan
sampai tingkat perguruan tinggi dan 38,3 persen ibu mahasiswa menempuh
pendidikan sampai SMA/sederajat. Sebesar 25,9 persen ayah bekerja sebagai
Pegawai Negeri Sipil (PNS), sedangkan 59 persen ibu tidak bekerja. Rata-rata
pendapatan keluarga mahasiswa setiap bulan adalah Rp3.525.432,00 dan rata-

rata jumlah anggota kelurga sebesar 4,8 orang. Proporsi terbesar pola asuh
makan mahasiswa berada pada kategori sedang (59,2%). Selain itu, hasil
penelitian juga menunjukkan bahwa kelompok acuan yang paling banyak dipilih
oleh mahasiswa adalah teman (84,2%).
Berdasarkan hasil analisis cluster, diperoleh dua tipe gaya hidup yang
terbagi menjadi gaya hidup berorientasi pendidikan serta gaya hidup berorientasi
hiburan dan kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya hidup
berorientasi hiburan dan kesehatan memiliki proporsi lebih tinggi (64,2%)
daripada gaya hidup berorientasi pendidikan (35,8%).
Sekitar enam dari sepuluh mahasiswa memiliki frekuensi makan tiga kali
sehari dengan rata-rata 3 kali sehari. Sementara itu, masih terdapat 33,3 persen
mahasiswa yang tidak terbiasa melakukan sarapan, sedangkan kebiasaan

makan yang paling tidak pernah dilewatkan oleh hampir seluruh mahasiswa
adalah pada waktu makan siang dan makan malam. Selain itu, 67,5 persen
mahasiswa juga terbiasa mengonsumsi makanan camilan setiap hari. Sementara
tempat yang paling banyak dipilih oleh mahasiswa untuk mengonsumsi
makanannya adalah kantin atau warung makan.
Berdasarkan hasil uji regresi logistik, diketahui bahwa variabel usia dan
jumlah anggota keluarga berpengaruh positif terhadap gaya hidup. Usia
mahasiswa yang lebih tinggi dan jumlah anggota keluarga yang lebih besar
membuat peluang mahasiswa untuk memiliki gaya hidup berorientasi pendidikan
pun akan lebih besar. Sementara itu, peluang untuk memiliki gaya hidup
berorientasi hiburan dan kesehatan lebih besar pada mahasiswa yang lebih
banyak memilih televisi sebagai kelompok acuannya.
Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa mahasiswa yang
berjenis kelamin laki-laki memiliki peluang lebih tinggi untuk memiliki kebiasaan
makan tiga kali sehari. Hal ini dimungkinkan terjadi karena laki-laki dewasa
memiliki kebutuhan energi yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan
dewasa. Selain itu, mahasiwa dengan usia ayah dan skor kelompok acuan
teman yang lebih tinggi akan memiliki peluang lebih besar untuk memiliki
kebiasaan makan tiga kali sehari. Selain memengaruhi kebiasaan makan tiga kali
sehari, kelompok acuan teman juga memengaruhi kebiasaan mahasiswa dalam

melakukan sarapan.
Hasil regresi logistik yang lain juga memerlihatkan bahwa mahasiswa
berjenis kelamin laki-laki memiliki peluang lebih tinggi untuk melakukan
kebiasaan makan malam, sedangkan mahasiswa berjenis kelamin perempuan
memiliki peluang yang lebih tinggi untuk melakukan kebiasaan makan camilan.
Ibu yang tidak bekerja juga membuat peluang mahasiswa lebih besar untuk
melakukan kebiasaan makan malam daripada mahasiswa dengan ibu yang
bekerja. Hal ini dimungkinkan terjadi karena ibu yang tidak bekerja memiliki lebih
banyak waktu di rumah sehingga dapat lebih memerhatikan dan menyiapkan
makanan untuk keluarganya. Sementara itu, mahasiswa yang menjadikan
keluarga sebagai kelompok acuannya memiliki peluang yang lebih besar untuk
memiliki kebiasaan makan tiga kali sehari, makan malam, dan makan camilan.
Akan tetapi, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada satupun variabel
dalam penelitian ini yang memengaruhi kebiasaan makan siang.
Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengukur gaya hidup dan
kebiasaan makan pada periode perkembangan yang lain atau melihat pengaruh
faktor-faktor lain yang mungkin dapat memengaruhi gaya hidup serta kebiasaan
makan yang belum diukur dalam penelitian ini.
Kata kunci: frekuensi makan, kebiasaan sarapan, kebiasaan makan siang,
kebiasaan makan malam, kebiasaan makan camilan.


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah pangan. Dalam proses
pemenuhan kebutuhan pangan, salah satu aktivitas yang bersifat individual
adalah konsumsi pangan. Bagi individu, konsumsi pangan tidak hanya untuk
kebutuhan perkembangan tetapi juga untuk kebutuhan

kesehatan

dan

menambah nilai gengsi.
Kebutuhan makan menurut Teori Hierarki Kebutuhan Maslow merupakan
salah satu kebutuhan dasar manusia yang bersifat fisiologis. Sebagai akibat dari
rasa lapar atau tubuh merasa kehilangan zat-zat makanan tertentu akan
memotivasi manusia untuk berperilaku dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan makan (Sumarwan 2004). Makanan atau susunan hidangan berfungsi
pula untuk memenuhi kebutuhan sosial manusia. Maslow mengemukakan
berbagai tingkat kebutuhan sosial manusia yang telah ada sejak manusia

dilahirkan akan berkembang seiring bertambahnya usia. Kebutuhan sosial yang
terbawa sejak lahir ini juga dapat disebut sebagai naluri atau instinct sosial, yaitu
naluri untuk hidup, naluri untuk perasaan aman, naluri untuk diakui kelompok,
naluri untuk gengsi, dan naluri untuk menonjolkan diri (Suhardjo 1989).
Makanan sehari-hari akan sangat menentukan kualitas kesehatan
seseorang. Oleh karena itu, sudah seharusnya setiap individu memperhatikan
apa yang dimakannya setiap hari. Kebutuhan makan juga bukan hanya untuk
menumbuhkan badan secara fisik tetapi juga memengaruhi kecerdasan serta
kondisi psikologis seseorang. Pola pemenuhan kebutuhan makan selanjutnya
menjadi perilaku yang bisa disebut dengan perilaku makan. Perilaku makan
merupakan tingkah laku yang dapat diamati dan dilakukan individu dalam rangka
memenuhi kebutuhan makan yang merupakan kebutuhan dasar individu dan
juga merupakan reaksi terhadap stimulus yang berasal dari dalam serta luar diri
individu.
Saat ini trend yang terjadi di kalangan anak usia remaja dan dewasa
muda adalah lebih terbiasa mengonsumsi makanan cepat saji atau makanan
yang tidak dipersiapkan dari rumah. Perubahan pola makan menjurus ke sajian
siap santap yang tidak sehat dan tidak seimbang membawa konsekuensi
terhadap kejadian perubahan status gizi menuju gizi lebih yang secara umum
dikenal dengan obesitas. Hal ini disebabkan makanan tersebut mengandung

kalori, lemak, protein, dan garam tinggi tapi rendah serat pangan. Pada akhirnya

2

kebiasaan tersebut akan mengakibatkan meningkatnya resiko berkembangnya
penyakit degeneratif seperti jantung, diabetes mellitus, kanker, dan hipertensi
(Nurlita 20091).
Perilaku konsumsi individu dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu
faktor yang memengaruhi perilaku konsumsi seseorang adalah gaya hidup.
Penelitian yang dilakukan oleh Phujiyanti (2004) menemukan bahwa gaya hidup
thinker, experiencer, dan believer berhubungan dengan kebiasaan sarapan
mahasiswa. Hasil penelitian Jelinic, Nola, dan Matanic (2008) juga menyebutkan
bahwa tempat mengonsumsi makanan, frekuensi konsumsi daging, dan aktivitas
fisik memengaruhi gaya hidup dan kebiasaan makan. Sementara itu, gaya hidup
juga dapat memengaruhi status zat gizi, pola konsumsi, dan tingkat konsumsi zat
gizi remaja (Sundari 2003). Temuan-temuan tersebut menegaskan bahwa gaya
hidup memengaruhi perilaku konsumsi seseorang
Perubahan gaya hidup juga dapat membawa perubahan pada selera,
kebiasaan, dan perilaku pembelian. Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard
(1994), gaya hidup merupakan konsep yang kontemporer, lebih komprehensif,

dan lebih berguna daripada kepribadian. Seperti yang dikemukakan oleh Kotler
dan Amstrong (2008), gaya hidup seseorang menunjukkan pola kehidupan orang
yang bersangkutan di dunia ini sebagaimana tercermin dalam kegiatan, minat,
dan pendapatnya. Lebih lanjut Kotler dan Amstrong (2008) juga mengatakan
bahwa gaya hidup mencerminkan keseluruhan orang tersebut dalam interaksinya
dengan lingkungannya. Interaksi seseorang dengan lingkungannya tak lepas dari
pengaruh orang-orang dan keadaan di sekitarnya.
Jenis kelamin, status pernikahan, pendapatan, dan tempat domisili
merupakan faktor-faktor yang memengaruhi gaya hidup konsumen di Thailand
(Suwanvijit & Promsa-ad 2009). Penelitian tersebut juga mengindikasikan bahwa
gaya hidup konsumen terbagi menjadi lima kelompok, yaitu gaya hidup yang
berorientasi pada pergaulan, ketergantungan dalam pengambilan keputusan,
kesadaran ekonomi, kebutuhan, dan kesempatan. Individu dengan orientasi gaya
hidup yang berbeda juga akan memiliki perilaku pembelian dan konsumsi yang
berbeda.
Gaya hidup setiap individu akan dapat berbeda-beda walaupun berasal
dari lingkungan keluarga dan budaya yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa
1

Nurlita H. 2009. Diambil dari makalah berjudul “Mari Lakukan Pengendalian Penyakit

Jantung dan Pembuluh Darah Melalui Pola Makan Bergizi Seimbang”. Jakarta:
Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes. Diakses melalui http//depkes.go.id.

3

gaya hidup dipengaruhi oleh berbagai faktor. Selain faktor-faktor yang ada dalam
dirinya (faktor internal), faktor-faktor lain di luar dirinya (faktor eksternal) pun turut
memengaruhi aktivitas, minat, dan pendapatnya dalam menjalani kehidupan
sehari-hari serta dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Gaya hidup
individu dapat berubah dan menurut Schiffman dan Kanuk (2004), berubahnya
gaya hidup memainkan peran utama dalam menentukan manfaat produk yang
penting bagi konsumen. Pada periode dewasa, individu akan menetapkan gaya
hidup yang dijalaninya (Turner & Helms 1986).
Salah satu kelompok usia dalam masa perkembangan adalah periode
remaja dan dewasa muda. Periode remaja adalah saat-saat seseorang akan
mencari identitas dirinya. Pada periode berikutnya, yaitu dewasa muda, individu
sudah terlepas dari keluarganya atau sudah mengalami tahap launching. Pada
periode ini juga individu akan beradaptasi dengan keadaan dan lingkungan yang
baru. Kebiasaan-kebiasaan yang terbentuk dari lingkungan sebelumnya akan
memengaruhi perilakunya sehari-hari yang kemudian membentuk gaya hidupnya.
Dewasa muda juga dikatakan sebagai periode seseorang untuk bekerja
dan berprestasi baik fisik, mental, maupun intelektual secara maksimal. Oleh
karena itu, diperlukan gizi yang tepat dan cukup untuk dapat beraktivitas sesuai
dengan tugas perkembangannya. Idealnya, pada periode ini telah terbentuk ideal
eating habits dan ideal body weight pada masing-masing diri individu. Individuindividu yang berada pada tahap usia dewasa muda memiliki aktivitas yang tinggi
sehingga asupan makanan yang dibutuhkannya pun berbeda. Sementara itu,
pada periode remaja gangguan-gangguan psikologis akibat gangguan makan,
seperti anoreksia nervosa dan bulimia, seringkali muncul.
Kebiasaan makan pada periode remaja dan dewasa muda ini penting
untuk diperhatikan karena akan memengaruhi keoptimalan fungsi sistem organ
selama proses penuaan. Gaya hidup serta perilaku yang tidak mendukung
konsumsi makanan yang sehat dan bergizi menyebabkan individu kurang
mengontrol makanan yang dikonsumsinya. Gaya hidup memengaruhi kebiasaan
makan seseorang atau sekelompok orang dan berdampak tertentu (positif atau
negatif) khususnya berkaitan dengan gizi (Suhardjo 1989).
Pada umumnya, mahasiswa merupakan sekelompok individu yang
termasuk dalam periode dewasa muda. Periode dewasa muda ini adalah periode
proses peralihan dari remaja menuju dewasa. Menurut Suhardjo (1989), pada
umumnya remaja mempunyai kebiasaan makan yang kurang baik. Beberapa

4

remaja khususnya remaja putri sering mengonsumsi makanan dalam jumlah
yang tidak seimbang dibandingkan dengan kebutuhannya karena takut
mengalami kegemukan. Penelitian Hurlock (1997) juga menunjukan bahwa
remaja suka sekali jajan makanan ringan, terutama kue-kue yang manis.
Sementara itu golongan sayur-sayuran dan buah-buahan yang mengandung
banyak vitamin dan mineral tidak populer dikalangan remaja. Remaja memliki
tingkat konsumsi yang rendah terhadap sayur dan buah-buahan (Sop et al. 2010).
Remaja seharusnya memiliki kebiasaan makan yang baik agar status gizinya
juga baik (Suhardjo 1989). Selain itu kebiasaan makan yang terbentuk saat di
akhir periode remaja juga akan memengaruhi kebiasaan makan seseorang saat
dewasa, karena kebiasaan makan terbentuk sejak dini dan akan terbawa sampai
waktu yang akan datang.
Hasil penelitian Jelinic, Nola, dan Matanic (2008) menyebutkan bahwa
tinggal sendiri atau indekos membuat mahasiswa lebih tidak terbiasa untuk
melakukan kebiasaan sarapan. Selain itu, mahasiswa yang tidak tinggal di rumah
juga lebih terbiasa untuk makan di kantin, sedangkan mahasiswa yang tinggal di
rumah lebih terbiasa untuk mengonsumsi makanan yang sudah disediakan
dirumah. Sarapan merupakan kebiasaan yang paling sering dilewatkan
mahasiswa, dibandingkan dengan kebiasaan makan siang dan makan malam
(Phujiyanti 2004). Penelitian Mustopa (2003) juga menemukan bahwa overweight
lebih banyak terjadi pada mahasiswa berjenis kelamin laki-laki, sedangkan tubuh
yang kurus lebih banyak dimiliki oleh mahasiswa berjenis kelamin perempuan.
Berdasarkan pemaparan di atas, gaya hidup dan kebiasaan makan mahasiswa
merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Oleh karena itu penelitian ini
bertujuan untuk melihat pengaruh gaya hidup terhadap kebiasaan makan
mahasiswa.
Perumusan Masalah
Salah satu periode pada dewasa muda adalah masa-masa mahasiswa.
Mahasiswa memiliki karakteristik dan berasal dari latar belakang keluarga serta
budaya yang beragam sehingga memiliki perilaku dan kebiasaan yang berbeda.
Banyak faktor yang memengaruhi perilaku konsumsinya, seperti aktivitas serta
pendapatan mereka. Tidak jarang perilaku konsumsi ini juga dipengaruhi oleh
gaya hidup yang dibawanya dari rumah masing-masing maupun gaya hidup yang
sudah dipengaruhi oleh lingkungan sekitar mereka yang baru.

5

Salah satu contoh, karena aktivitas yang seringkali dimulai sejak pagi hari,
banyak mahasiswa yang tidak membiasakan diri untuk makan pagi. Padahal
makan pagi atau sarapan sangat bermanfaat bagi setiap orang. Bagi orang
dewasa, makan pagi dapat memelihara ketahanan fisik, mempertahankan daya
tahan saat bekerja dan meningkatkan produktivitas kerja (Soekirman &
Atmawikarta 2011). Aktivitas yang tinggi juga membuat mahasiswa hanya
memiliki sedikit waktu untuk membuat perencanaan menu atau menyiapkan
makanan sendiri sehingga lebih sering mengonsumsi makanan yang telah diolah.
Selain itu, saat ini makanan yang dijual di sekitar lingkungan para
mahasiswa pun semakin beragam. Baik makanan pokok maupun makanan
jajanan diolah dan dikemas semenarik mungkin agar mendapat perhatian lebih.
Hal ini akan memengaruhi kebiasaan makan para mahasiswa. Makanan yang
dapat langsung dikonsumsi tersebut membuat mahasiswa semakin memilih
untuk makan di luar daripada di rumah atau indekos. Tidak jarang, makanan
yang dipilih untuk diolah sendiri pun adalah makanan instan atau menggunakan
bumbu yang siap pakai. Mie instan adalah salah satu contoh makanan favorit
bagi para mahasiswa yang tidak memiliki banyak waktu untuk mengolah
makanannya sendiri ataupun bagi mahasiswa yang memiliki uang saku dengan
jumlah terbatas. Selain dapat dimasak dengan cepat, harganya yang murah,
serta mudah diperoleh, mie instan juga dianggap dapat memenuhi kebutuhan
karbohidrat yang diperlukan tubuh. Tingkat kesehatan dan kebutuhan gizi
seringkali tidak menjadi perhatian utama dalam mengonsumsi makanan. Hal ini
dapat disebabkan karena berbagai faktor, diantaranya adalah waktu yang
tersedia untuk makan dan keterbatasan ekonomi. Berdasarkan hal-hal tersebut,
permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana gaya hidup mahasiswa?
2. Bagaimana kebiasaan makan mahasiswa?
3. Bagaimana pengaruh faktor internal dan faktor eksternal terhadap gaya
hidup mahasiswa?
4. Bagaimana pengaruh faktor internal, faktor eksternal, dan gaya hidup
terhadap kebiasaan makan mahasiswa?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gaya
hidup terhadap kebiasaan makan mahasiswa.

6

Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi gaya hidup mahasiswa.
2. Mengidentifikasi kebiasaan makan mahasiswa.
3. Menganalisis pengaruh faktor internal dan faktor eksternal terhadap gaya
hidup mahasiswa.
4. Menganalisis pengaruh faktor internal, faktor eksternal, dan gaya hidup
terhadap kebiasaan makan mahasiswa
Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini diantaranya adalah:
1. Peneliti
Penelitian ini bermanfaat untuk menerapkan pengetahuan yang selama ini
diperoleh untuk menganalisis gaya hidup konsumen.
2. Konsumen
Mahasiswa sebagai konsumen diharapkan dapat memilih gaya hidup dan
kebiasaan makan yang lebih baik lagi setelah mendapatkan informasi dari
penelitian ini.
3. Institusi
Pihak institusi terkait dapat menggunakan penelitian ini sebagai informasi
mengenai gaya hidup dan kebiasaan makan mahasiswa.
4. Ilmu pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang gaya hidup
mahasiswa beserta pengaruhnya terhadap kebiasaan makan agar dapat
menjadi dasar bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang terkait dengan
gaya hidup dan kebiasaan makan.

7

TINJAUAN PUSTAKA
Gaya Hidup
Gaya Hidup dalam Kajian Perilaku Konsumen
Engel, Blackwell, dan Miniard (1994) mengatakan bahwa perilaku
konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan,
mengonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan
yang mendahului dan menyusul tindakan tersebut yang dipengaruhi perbedaan
individu, proses psikologis dan pengaruh lingkungan. Perilaku konsumen ini
dapat dilhat dan diamati karena merupakan proses pengulangan yang terjadi dan
membentuk pola tersendiri. Selain itu, Sumarwan (2004) juga mengatakan
bahwa perilaku konsumen merupakan semua kegiatan, tindakan, serta proses
psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika
membeli, menggunakan, menghabiskan barang atau jasa.
Proses pengambilan keputusan konsumen juga dipengaruhi berbagai
faktor. Pembelian konsumen sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kultural, sosial,
pribadi, dan psikologis. Faktor kultural meliputi budaya, subbudaya, dan kelas
sosial. Lalu faktor sosial meliputi kelompok acuan, keluarga, serta peran dan
status. Selanjutnya faktor pribadi terdiri dari usia dan tahap daur hidup, jabatan,
keadaan ekonomi, gaya hidup, kepribadian, dan konsep diri. Sedangkan di dalam
faktor psikologis meliputi motivasi, persepsi, pengetahuan, kepercayaan, dan
sikap (Kotler & Amstrong 2008). Gaya hidup termasuk dalam faktor pribadi yang
memengaruhi pembelian konsumen sehingga individu-individu yang memiliki
gaya hidup yang berbeda akan memiliki proses pengambilan keputusan yang
berbeda. Gambar 1 memerlihatkan karakteristik yang memengaruhi perilaku
konsumen.
Pribadi
Kultural
- kultural
- sub kultur
- kelas sosial

Sosial
- kelompok acuan
- keluarga
- peran & status

- usia & tahap daur
hidup
- jabatan
- keadaan ekonomi
- gaya hidup
- kepribadian
- konsep diri

Psikologis
-

motivasi
persepsi
belajar
kepercayaan
sikap

Pembeli

Gambar 1 Karakteristik yang memengaruhi perilaku konsumen
Sumber: Kotler dan Amstrong (2008)

8

Memahami gaya hidup konsumen akan sangat bermanfaat bagi pemasar.
Terdapat empat manfaat yang dapat diperoleh pemasar dari pemahaman gaya
hidup konsumen. Pertama, pemasar dapat menggunakan gaya hidup konsumen
untuk melakukan segmentasipasar sasaran. Kedua, pemahaman gaya hidup
konsumen juga akan membantu dalam memposisikan produk di pasar dengan
menggunakan iklan. Ketiga, jika gaya hidup telah diketahui, maka pemasar dapat
menempatkan iklan produknya pada media-media yang paling cocok. Keempat,
mengetahui gaya hidup konsumen, berarti pemasar dapat mengembangkan
produk sesuai dengan tuntutan gaya hidup mereka (Sutisna 2001).

Ruang Lingkup Gaya Hidup
Engel, Blackwell, dan Miniard (1994) menyatakan bahwa gaya hidup
didefinisikan sebagai pola dimana orang hidup dan menghabiskan waktu serta
uang. Kotler (2000) juga mengatakan bahwa gaya hidup merupakan pola hidup
seseorang yang dinyatakan dalam tiga hal, yakni cara menggunakan waktunya,
sikap, dan pendapatnya mengenai diri dan lingkungannya. Mowen dan Minor
(1998) mendefinisikan gaya hidup sebagai bagaimana orang-orang hidup,
menggunakan uangnya, dan mengalokasikan waktu mereka.
Gaya hidup seseorang menunjukkan pola kehidupan orang yang
bersangkutan di dunia ini sebagaimana tercermin dalam kegiatan, minat, dan
pendapatnya. Gaya hidup mencerminkan keseluruhan orang tersebut dalam
interaksinya dengan lingkungannya. Gaya hidup seseorang merangkum sesuatu
yang lebih daripada kelas sosial seseorang, kita dapat menduga beberapa hal
mengenai perilaku orang tersebut tetapi tidak banyak mengenai kegiatan, minat,
dan bakatnya. Gaya hidup menggambarkan seluruh pola seseorang dalam
beraksi dan berinteraksi di dunia (Kotler & Amstrong 2008).
Secara luas, gaya hidup didefinisikan sebagai cara hidup yang
diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas),
apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa
yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri (pendapat). Gaya hidup suatu
individu akan bergerak dinamis dari masa ke masa. Namun demikian, gaya hidup
tidak cepat berubah sehingga pada kurun waktu tertentu gaya hidup relatif
permanen (Sutisna 2001). Gaya hidup juga dapat menentukan bentuk pola
konsumsi pangan. Gaya hidup memengaruhi kebiasaan makan seseorang atau

9

sekelompok orang dan berdampak tertentu (positif atau negatif) khususnya
berkaitan dengan gizi (Suhardjo 1989).
Menurut Hawkins, Best, dan Coney (2001), gaya hidup biasanya diukur
menggunakan teknik psikografik. Teknik ini fokus mengukur kegiatan (activities),
minat (interest), dan opini (opinion) individu yang biasa disebut dengan AIO
inventories. Pernyataan AIO (activities, interest, opinion) di dalam AIO inventories
dapat bersifat umum atau spesifik. Dalam melakukan pengukuran AIO
inventories konsumen ditanya apakah mereka sangat setuju, setuju, netral, tidak
setuju, atau sangat tidak setuju (Engel, Blackwell, dan Miniard 1994). Kategori
AIO dari studi mengenai gaya hidup dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Kategori AIO dari studi mengenai gaya hidup
Activities (Kegiatan)
Kerja
Hobi
Peristiwa sosial
Liburan
Hiburan
Keanggotaan klub
Komunitas
Berbelanja
Olahraga

Interest (Minat)
Keluarga
Rumah
Pekerjaan
Komunitas
Rekreasi
Mode
Makanan
Media
Prestasi

Opinion (Opini)
Diri mereka sendiri
Isu sosial
Politik
Bisnis
Ekonomi
Pendidikan
Produk
Masa depan
Budaya

Demografi
Usia
Pendidikan
Pendapatan
Pekerjaan
Ukuran keluarga
Tempat tinggal
Geografi
Ukuran kota
Tahap di dalam siklus
kehidupan

Sumber: Plummer (1974) dalam Engel, Blackwell, dan Miniard (1994)

Gaya Hidup dan Faktor-faktor Pembentuknya
Orang menggunakan konsep seperti gaya hidup untuk menganalisis
peristiwa yang terjadi di sekitar diri mereka serta untuk menafsirkan dan
meramalkan suatu peristiwa. Orang-orang yang berasal dari sub budaya, kelas
sosial, dan pekerjaan yang sama dapat memiliki gaya hidup yang berbeda.
(Engel, Blackwell, dan Miniard 1994, Kotler 1985).
Faktor internal dan eksternal individu memengaruhi gaya hidup. Menurut
Hawkins, Best, dan Coney (2001), faktor-faktor yang memengaruhi gaya hidup
adalah budaya, nilai, karakteristik demografi, subbudaya, kelas sosial, kelompok
acuan, keluarga, motivasi, emosi, dan kepribadian. Lalu menurut hasil penelitian
Suwanvijit dan Promsa-ad (2009) yang dilakukan di Thailand, ditemukan bahwa
faktor-faktor yang memengaruhi gaya hidup adalah usia, jenis kelamin, status
pernikahan, agama, pekerjaan, pendapatan, dan besar keluarga.
Suhardjo (1989) mengatakan bahwa gaya hidup adalah hasil penyaringan
dari serentetan interaksi sosial, budaya, dan keadaan. Gaya hidup merupakan

10

hasil pengaruh beragam variabel bebas yang terjadi dalam keluarga atau rumah
tangga. Faktor-faktor yang merupakan masukan (input) bagi terbentuknya suatu
gaya hidup adalah penghasilan, pendidikan, lingkungan hidup (kota atau desa),
susunan keluarga, pekerjaan, suku bangsa, kepercayaan atau agama, pendapat
tentang kesehatan, pengetahuan gizi, produksi pangan, sistem distribusi, dan
banyak hal lagi faktor sosiopolitik yang bersangkutan.
Kebiasaan Makan
Ruang Lingkup Kebiasaan Makan
Kebiasaan makan ialah tingkah laku manusia atau sekelompok manusia
dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan,
dan pemilihan makanan. Kebiasaan makan dalam kelompok memberikan
dampak pada distribusi makanan antar anggota kelompok (Khumaidi 1988).
Kebutuhan makan tidak hanya bermanfaat untuk menumbuhkan badan secara
fisik tetapi juga memengaruhi kecerdasan serta kondisi psikologis seseorang.
Suhardjo (1989) mendefinisikan perilaku makan sebagai cara individu memilih
pangan dan mengonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis,
psikologis, sosial, dan budaya.
Khumaidi (1988) juga menyatakan bahwa kebiasaan makan adalah
rakitan-rakitan dari bermacam-macam segi yang bersifat multidimensional.
Kebiasaan makan adalah berupa apa, oleh siapa, untuk siapa, kapan, dan
bagaimana makanan siap di atas meja untuk disantap. Cara seseorang atau
kelompok memilih dan memakannya sebagai tanggapan terhadap pengaruh
fisiologis, psikologis, budaya, dan sosial juga disebut kebiasaan makan (Suhardjo
et al. 1998).
Frekuensi makan yang baik adalah tiga kali dalam sehari yang terdiri dari
sarapan pagi, makan siang, dan makan malam. Menurut Khomsan (2003),
apabila kita makan hanya satu atau dua kali per hari, sulit secara kuantitas dan
kualitas untuk memenuhi kebutuhan gizi. Keterbatasan lambung menyebabkan
kita tidak bisa makan sekaligus dalam jumlah banyak. Berdasarkan waktu makan,
kebiasaan dibagi menjadi tiga, yaitu sarapan pagi, makan siang, dan makan
malam. Sarapan pagi ialah makan di waktu pagi dengan tujuan untuk persiapan
bekerja. Sarapan pagi biasanya lebih sedikit karena selera makan belum begitu
besar. Makan siang artinya makan di waktu siang dengan tujuan untuk
menghilangkan rasa lapar setelah beraktivitas. Makan siang biasanya paling

11

sering dilakukan sebab pada umumnya aktivitas sejak pagi membuat individu
merasa lapar sehingga selera makan sangat tinggi. Makan malam artinya makan
pada waktu malam dengan tujuan untuk mempersiapkan terjadinya proses
pembakaran untuk menghasilkan energi yang diperlukan pada saat tidur. Karena
dalam keadaan tidur energi tersebut dipergunakan untuk menggerakan paru-paru,
jantung, serta organ tubuh lainnya. Selain itu, terdapat juga kebiasaan makan
camilan, yaitu masakan yang dimakan sepanjang hari tidak terbatas pada waktu,
tempat, dan jumlah yang dimakan. Tujuannya ialah untuk pengurangan rasa
lapar walaupun tidak mutlak, menambah zat-zat yang tidak ada atau kurang
pada makanan utama dan lauk-pauknya, serta sebagai hiburan (Moertjipto,
Rumijah, & Astuti 1993).
Setiap orang dianjurkan makan makanan yang cukup mengandung energi,
agar dapat hidup dan melaksanakan kegiatan sehari-hari, seperti bekerja, belajar,
berolah raga, berekreasi, kegiatan sosial, dan kegiatan yang lain. Kebutuhan
energi dapat dipenuhi dengan mengonsumsi makanan sumber karbohidrat,
protein dan lemak (Soekirman & Atmawikarta 2011). Konsumsi makan yang baik
haruslah beraneka ragam dan terdiri dari sumber karbohidrat, protein (hewani
dan nabati), vitamin, dan mineral.
Dalam mengkaji kebiasaan makan, jenis makanan perlu diperhatikan
karena untuk memenuhi kebutuhan makanan individu, diperlukan pemenuhan
gizi yang seimbang. Makanan yang beragam, bergizi, dan berimbang merupakan
hal yang penting untuk diperhatikan oleh setiap individu dalam melakukan
kebiasaan makannya. Karena tubuh tidak hanya membutuhkan satu jenis
makanan saja. Makanan yang sehat harus mengandung unsur-unsur gizi yang
diperlukan oleh tubuh. Makanan yang beragam dijamin dapat member manfaat
yang lebih besar terhadap kesehatan (Khomsan & Anwar 2008). Pengelompokan
jenis makanan ini diantaranya adalah makanan pokok, lauk-pauk, sayuran, buahbuahan, dan makanan jcamilan.
Pantangan ialah suatu larangan untuk mengonsumsi jenis makanan
tertentu, karena terdapat ancaman bahaya atau hukuman apabila dilanggar.
Pantangan berdasarkan larangan agama bersifat absolut dan tidak bisa ditawar
lagi oleh penganut agama tersebut. Selain pantangan karena agama, ada juga
pantangan yang sudah diwariskan dari leluhur melalui orang tua dan akan
berlanjut

sampai generasi-generasi berikutnya.

Individu

yang

menganut

pantangan ini biasanya percaya bahwa pantangan tersebut dilanggar akan

12

memberikan kerugian yang menurutnya sebagai suatu hukuman (Suhardjo 1989).
Keadaan (status) kesehatan juga sangat memengaruhi kebiasaan makan.
Individu dengan penyakit tertentu biasanya dianjurkan untuk menghindari
beberapa jenis makanan (Khumaidi 1988). Keadaan yang bersifat terpaksa ini
tidak jarang mengakibatkan menurunnya konsumsi zat gizi.
Kebiasaan Makan dan Faktor-faktor Pembentuknya
Kebiasaan makan mulai terbentuk sejak kecil, saat anak berada dalam
lingkungan keluarganya. Akan tetapi perilaku konsumsi tidak hanya dipengaruhi
oleh

faktor

lingkungan

keluarga,

masih

ada

faktor-faktor

lain

yang

memengaruhinya. Kebiasaan makan ini dapat dipengaruhi oleh faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal dapat terdiri dari kondisi fisiologis dan
psikologis. Sedangkan faktor eksternal antara lain terdiri dari kondisi sosial
budaya, gaya hidup, perubahan sosial, faktor ekonomi, dan perubahan teknologi.
Setiap individu juga mengalami proses pembelajaran dalam perilaku konsumsi
makan. Hal inilah yang menyebabkan kebiasaan makan seseorang dapat
berubah

karena

semakin

dewasa

seseorang

maka

faktor-faktor

yang

memengaruhinya pun semakin banyak dan kompleks.
Menurut Khumaidi (1988), pada dasarnya ada dua faktor yang
memengaruhi kebiasaan makan, yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik.
Kebiasaan makan individu, kelarga, dan masyarakat dipengaruhi oleh faktor
budaya (cara-cara seseorang berfikir, berperasaan, dan berpandangan tentang
makanan), faktor lingkungan sosial (segi kependudukan dengan susunan, strata,
dan sifat-sifatnya), faktor lingkungan ekonomi (daya beli, ketersediaan uang),
lingkungan ekologi (kondisi tanah, iklim, lingkungan biologi, sistem usaha tani,
dan system pasar), faktor ketersediaan bahan makanan (kondisi-kondisi yang
bersifat hasil karya manusia), serta faktor pengembangan teknologi.
Kebiasaan Makan dalam Ruang Lingkup Perkembangan Remaja dan
Dewasa Muda
Periode dewasa dikatakan sebagai periode terpanjang dalam siklus
kehidupan. Selama periode dewasa yang panjang ini, perubahan-perubahan fisik
dan psikologis terjadi pada waktu-waktu yang dapat diramalkan seperti masa
kanak-kanak dan masa remaja (Hurlock 1980). Periode dewasa muda
merupakan masa peralihan dari remaja menuju dewasa. Berbagai permasalahan
yang ada pada periode remaja juga dapat terbawa hingga periode dewasa muda

13

ini. Gangguan makan merupakan masalah yang seringkali terlihat pada individu
yang berada pada periode remaja. Gangguan makan adalah suatu hal yang
kompleks,

melibatkan

keturunan

genetis,

faktor fisiologis,

kognitif,

dan

pengalaman yang diperoleh dari lingkungan Tiga gangguan makan yang paling
menonjol adalah anoreksia nervosa, bulimia, dan obesitas (Santrock 2003).
Anoreksia nervosa adalah gangguan makan karenan adanya keinginan
yang keras untuk mendapatkan tubuh yang kurus dengan cara melaparkan diri.
Anoreksia nervosa terutama terjadi pada perempuan selama masa remaja dan
masa dewasa awal. Mereka terus membuat diri mereka kelaparan dan jumlah
lemak di dalam tubuh terus menurun sampai batas minimum, sehingga pada
kondisi ini menstruasi biasanya terhenti. Bulimia merupakan pola makan
berlebihan dan memuntahkannya kembali secara teratur. Faktor-faktor sosial,
psikologis, dan fisiologis diyakini menjadi penyebab gangguan makan ini.
Penderita bulimia terus makan dalam jumlah yang banyak dan kemudian
mengeluarkan dengan memuntahkannya kembali atau dengan menggunakan
obat pencahar. Pada umumnya penderita bulimia adalah perempuan. Penderita
anoreksia dapat mengendalikan diri dalam hal makan, sedangkan bulimia tidak.
Depresi adalah karakteristik yang umum dari penderita bulimia (Santrock 2003).
Obesitas

pada

remaja

melibatkan

pengaruh

keturunan

genetis,

mekanisme fisiologis, faktor kognitif, dan pengaruh lingkungan. Pengaruh pola
makan barat yang tinggi kalori dan rendah serat serta peningkatan teknologi
merubah gaya hidup yang tanpa perlu banyak aktivitas tubuh yang menjadi
penyebab masalah gizi lebih (Adiningsih 2003). Para pekerja medis dan psikolog
semakin memilik keprihatinan terhadap bahaya kesehatan yang diakibatkan oleh
obesitas. Pola makan yang terbentuk di masa kanak-kanak dan remaja sangat
berhubungan dengan obesitas di masa dewasa, sebesar 80 persen remaja yang
mengalami obesitas akan terus menjadi orang dewasa yang juga mengalami
obesitas (Santrock 2003). Hal ini menunjukkan bahwa gangguan-gangguan
makan yang terbentuk saat remaja akan terus berlanjut sampai dewasa dan akan
sulit untuk disembuhkan.

14

15

KERANGKA PEMIKIRAN
Gaya hidup merupakan aktivitas, minat, dan pendapat individu dalam
kehidupan sehari-hari yang diukur menggunakan teknik psikografik. Berbagai
faktor dapat memengaruhi terbentuknya gaya hidup seorang individu, baik faktor
internal maupun faktor eksternal. Fakor internal yang memengaruhi gaya hidup
berasal dari karakteristik individu itu sendiri, yaitu usia, jenis kelamin, urutan
kelahiran, suku bangsa, pendidikan, pendapatan, dan agama. Sementara itu
karakteristik keluarga, pola asuh makan, dan kelompok acuan adalah faktor
eksternal yang diteliti dalam penelitian ini. Karakteristik keluarga yang diteliti
meliputi pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua, dan
besar keluarga.
Teori psikografik merupakan konsep yang digunakan untuk mengukur
gaya hidup. Aktivitas, minat, dan opini seorang individu dilihat untuk menentukan
gaya hidupnya. Selanjutnya gaya hidup tersebut akan memengaruhi kebiasaan
makan karena diduga aktivitas, minat, dan opini seseorang akan memengaruhi
frekuensi makan; kebiasaan sarapan, makan siang, makan malam, dan makan
camilan; tempat individu mengonsumsi makanannya; pertimbangan dalam
memillih makanan; makanan pantangan; cara memperoleh makanan; dan
frekuensi konsumsi individu berdasarkan kelompok makanan. Individu dengan
gaya hidup yang berbeda juga diduga memiliki kebiasaan makan yang berbeda
pula. Selain gaya hidup, faktor internal dan eksternal juga diduga akan
memengaruhi kebiasaan makan. Secara lengkap kerangka pemikiran pengaruh
gaya hidup terhadap kebiasaan makan mahasiswa dapat dilihat pada Gambar 2.

16

-

Faktor Internal
usia
jenis kelamin
urutan kelahiran
lama kuliah
suku bangsa
agama
uang saku

Faktor Eksternal
- karakteristik keluarga
- pola asuh makan
- kelompok rujukan

Gaya Hidup
- aktivitas
- minat
- opini

Kebiasaan Makan
- Frekuensi makan
- Kebiasaan sarapan, makan siang,
makan malam, dan makan camilan
- Tempat makan
- Makanan pantangan
- Pertimbangan dalam memilih makanan
- Cara memperoleh makanan
- Frekuensi konsumsi berdasarkan
kelompok makanan

Gambar 2

Kerangka pemikiran penelitian “pengaruh gaya hidup terhadap
kebiasaan makan mahasiswa”

17

METODE PENELITIAN
Desain, Lokasi dan Waktu
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, yaitu penelitian
yang dilakukan pada kurun waktu tertentu dan tidak berkelanjutan. Institut
Pertanian Bogor (IPB) dipilih secara purposive sebagai tempat penelitian dengan
pertimbangan bahwa IPB merupakan kampus yang memiliki mahasiswa
terbanyak di Bogor. Pengambilan data berlangsung sejak akhir bulan September
hingga akhir bulan Oktober 2011.
Teknik Pengambilan Contoh
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa mayor minor IPB Tahun
Ajaran 2011/2012 yang terdiri dari mahasiswa semester tiga, lima, dan tujuh.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) terpilih sebagai
tempat dilakukannya penelitian dengan pengambilan contoh secara acak fakultas
yang ada di IPB. Selanjutnya empat departemen di FMIPA terpilih secara acak
dari delapan departemen yang ada dan terpilihlah Departemen Statistik, Biologi,
Fisika, dan Biokimia.
Jumlah contoh yang diambil untuk penelitian ini ditentukan dengan
menggunakan rumus Slovin seperti berikut (Umar 2000):
contoh
keterangan:
n = jumlah contoh yang diambil
N = jumlah populasi
e = taraf nyata 0,09
Perhitungan menggunakan rumus Slovin tersebut menghasilkan jumlah
mahasiswa yang menjadi contoh penelitian minimal sebesar 117 orang. Namun
dalam penelitian ini mahasiswa yang dilibatkan sebagai contoh penelitian
berjumlah 120 orang. Selanjutnya, pengambilan contoh dilakukan melalui metode
cluster random sampling dengan proporsi 30 contoh pada setiap departemen
yang terpilih. Contoh selanjutnya akan disebut dengan mahasiswa. Skema
pengambilan contoh pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.

18

IPB
( 12.832 orang )
acak sederhana
FMIPA
(1938 orang)
acak sederhana
Statistika
(278 orang)

Biologi
(365 orang)

Fisika
(202 orang)

Biokimia
263 orang)
cluster random
sampling

n=30

n=30

n=30

n=30

Gambar 3. Skema cara penarikan contoh
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui kuesioner yang terdiri dari
variabel-variabel penelitian sebagai berikut:
1.

Faktor internal
Faktor internal contoh dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin,
urutan dalam keluarga, departemen, fakultas, lama kuliah, asal daerah, suku
bangsa, uang saku,

dan sumber uang saku. Seluruh faktor internal ini

ditanyakan dalam bentuk pertanyaan terbuka, sehingga contoh dapat
mengisi langsung sesuai dengan karakteristiknya masing-masing.
2.

Faktor eksternal
Faktor eksternal contoh dalam penellitian ini adalah karakteristik
keluarga, pola asuh makan, dan kelompok acuan. Karakteristik keluarga
yang dilihat adalah pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan
orang tua, dan besar keluarga. Seperti halnya faktor internal, karakteristik
keluarga juga ditanyakan pada contoh melalui pertanyaan terbuka.
Pola asuh makan diukur melalui 15 pertanyaan yang berkaitan dengan
kebiasaan makan yang dilakukan ketika contoh berada di lingkungan
keluarga. Instrumen ini memiliki empat pilihan jawaban, yaitu tidak pernah
(skor 0), jarang (skor 1), sering (skor 2) dan selalu (skor 3). Hasil uji
reliabilitas menunjukkan bahwa intrumen pola asuh makan ini sudah dapat
dikatakan reliabel dengan nilai cronbach alpha sebesar 0,678.
Kelompok acuan diukur melalui sepuluh pernyataan terkait dengan
proses konsumsi contoh. Contoh diminta memilih kelompok acuan yang

19

paling dijadikan referensi pada setiap pernyataan yang diajukan. Contoh
juga boleh memilih lebih dari satu kelompok acuan dalam setiap pernyataan.
3.

Gaya hidup
Gaya

hidup

contoh

diukur

menggunakan

konsep

psikografik,

berhubungan dengan sifat atau ciri pribadi (psyco) dan profil (graphics).
Pengukuran ini mengacu pada pengukuran kegiatan, minat, dan opini
(Activities, Interest, dan Opinion) yang biasa disebut dengan AIO inventories
(Engel, Blackwell, dan Miniard 1994). Instrumen yang digunakan merupakan
hasil pengembangan peneliti dari Mowen dan Minor (1998). Terdapat 44
pernyataan untuk mengukur gaya hidup ini yang terdiri dari 15 pernyataan
untuk activities, 14 pernyataan untuk interest, dan 15 pernyataan untuk
opinion. Jawaban untuk pernyataan dalam instrumen ini terdiri

dari lima

pilihan jawaban, yaitu sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS), cukup
setuju (CS), setuju (S), dan sangat setuju (SS). Skor yang diberikan untuk
masing-masing pilihan jawaban adalah satu untuk jawaban sangat tidak
setuju, dua untuk jawaban tidak setuju, tiga untuk jawaban cukup setuju,
empat untuk jawaban setuju, dan lima untuk jawaban sangat setuju. Nilai
cronbach alpha sebesar 0,623 diperoleh setelah dilakukan uji reliabilitas.
4.

Kebiasaan makan
Kebiasaan makan yang diukur dalam penelitian ini adalah frekuensi
makan; kebiasaan sarapan, makan siang, makan malam, dan makan
camilan; tempat individu mengonsumsi makanannya; pertimbangan dalam
memillih makanan; makanan pantangan; cara memperoleh makanan; dan
frekuensi konsumsi individu berdasarkan kelompok makanan. Variabelvariabel tersebut dikur dengan cara yang berbeda-beda.
Contoh diberi empat pilihan dalam menjawab frekuensi makan dalam
sehari. Pilihan tersebut adalah satu kali, dua kali, tiga kali, atau yang lainnya.
Pilihan lainnya diisi oleh contoh yang memiliki frekuensi makan yang tidak
tentu dalam sehari. Contoh juga diminta menyebutkan alasan sesuai dengan
frekuensi makannya dalam sehari.
Kebiasaan sarapan pagi, makan siang, makan malam, dan makan
camilan serta makanan pantangan diukur melalui pernyataan “ya rutin
dilakukan” dan “tidak rutin dilakukan”. Contoh diminta memilih pernyataan
yang sesuai dengan kebiasaan mereka beserta alasannya. Selain itu contoh
juga diminta menyebutkan tempat yang biasanya dipilih untuk melakukan

20

kebiasaan makannya sesuai waktu makan (sarapan, makan siang, makan
malam, dan makan camilan) beserta alasannya.
Pertimbangan dalam memilih makanan diukur melalui sepuluh
komponen. Pilihan jawaban untuk pertimbangan memilih makanan ini terdiri
dari tidak pernah (skor 0), jarang (skor 1), sering (skor 2), dan selalu (skor 3).
Nilai cronbach alpha sebesar 0,684 diperoleh setelah dilakukan uji reliabilitas.
Cara memperoleh makanan terbagi menjadi tiga, yaitu memasak sendiri,
masakan dari rumah, dan membeli matang. Jawaban untuk cara
memperoleh makanan terdiri dari tidak pernah, jarang, sering, dan selalu.
Contoh

juga

diminta

menuliskan

alasan

terkait

cara

memperoleh

makanannya.
Frekuensi

konsumsi

berdasarkan

kelompok

makanan

dilihat

berdasarkan kelompok makanan pokok, sayur-mayur, lauk-pauk, buah, dan
makanan camilan. Frekuensi yang dapat dipilih oleh contoh, yaitu tidak
pernah (skor 0), kurang dari satu kali seminggu (skor 1), kurang dari tiga kali
seminggu (skor 10), tiga kali seminggu (skor 15), satu kali sehari (skor 25),
dan lebih dari satu kali sehari (skor 50).
Data sekunder diperoleh dari direktorat Administrasi dan Pendidikan
mengenai data jumlah mahasiswa IPB dan nilai Indeks Prestasi Kumulatif
(IPK) contoh. Selain itu, digunakan juga literatur-literatur berupa buku, artikel,
jurnal, internet, yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga terkait serta bahan
pustaka yang diambil dari hasil penelitian sebelumnya. Jenis variabel yang
dikumpulkan dalam penelitian ini diperlihatkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Jenis variabel yang dikumpulkan
Jenis
data
mentah
Faktor Internal Contoh
Variabel

Usia
Jenis kelamin
Urutan
kelahiran

Lama kuliah

Dasar pengkategorian

Rasio

Papalia, Olds, dan Feldman
(2008)

Nominal

-

Ordinal

Rasio

Data
yang
diperoleh
merupakan urutan anak dalam
keluarga,
kemudian
data
tersebut
dikelompokkan
menjadi tiga kategori.
Lama kuliah contoh diukur
berdasarkan
bulan
dan
dihitung sejak awal kuliah
contoh hingga penelitian ini
dilakukan.

Pengkategorian

Remaja (13-19 th)
Dewasa muda (18-40 th)
[0] Laki-laki
[1] Perempuan
Anak sulung
Anak bungsu
Anak tunggal atau berada
diantara anak sulung dan
bungsu
14 dan15 bln (Semester 3)
26 dan 27 bln (Semester 5)
38 dan 39 bln (Semester 7)

Tabel 3 Jenis variabel yang dikumpulkan (Lanjutan)
21

Variabel

Jenis
data
mentah

Dasar pengkategorian

Suku bangsa

Uang saku

Sumber uang
saku

Pengkategorian

Nominal

-

[1] Sunda
[2] Jawa
[3] Betawi
[4] Batak
[5] Minang
[6] Melayu
[7] Bali
[8] Bima/Sasak/Rote
[8] Bugis/Gorontalo
[9] Lainnya

Rasio

Data mentah jumlah uang
saku berbentuk data rasio
yang selanjutnya dikategorikan
berdasarkan kelas interval dari
rata-rata uang saku contoh.

[1] ≤Rp500.000,00
[2] Rp500.001,00Rp1.000.000,00
[3] ≥Rp1.000.001,00

Nominal

-

[1] Orang tua
[2] Saudara
[3] Beasiswa
[4] Bekerja
[5] Orang tua dan lainnya
[6] Beasiswa dan lainnya

Faktor Eksternal Contoh
Rasio

Papalia, Olds, dan Feldman
(2008)

Pendidikan
orang tua

Ordinal

-

Pekerjaan
orang tua

Nominal

-

Pendapatan
orang tua

Rasio

Data
mentah
jumlah
pendapatan ayah dan ibu
berbentuk data rasio yang
kemudian
dijumlahkan
sehingga menjadi pundapatan
keluarga.
Selanjutnya,
pendapatan
orang
tua
dikategorikan
berdasarkan
kelas interval dari rata-rata
pendapatan orang tua contoh.

Besar keluarga

Rasio

BKKBN (1980)

Usia orang tua

Dewasa muda (20-40)
Dewasa madya (41-65)
Dewasa lanjut (>65)
[1] Tidak tamat SD
[2] SD
[3] SMP
[4] SMA
[5] Diploma/Akademi
[6] S1/S2/S3
[1] Tidak bekerja
[2] PNS
[3] Pegawai swasta
[4] Wirausaha
[5] Guru/dosen
[6] TNI/ POLRI
[7] Pedagang/buruh
[8] Pensiunan
[9] Lainnya
[0] tidak memiliki
pendapatan
[1] ≤ Rp2.900.000,00
[2] Rp2.900.001,00Rp5.800.000,00
[3] Rp5.800.001,0