Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Status Kesehatan Lanjut Usia (Lansia) Di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan

(1)

PENGARUH GAYA HIDUP TERHADAP STATUS KESEHATAN LANJUT USIA (LANSIA) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

DARUSALAM MEDAN

TESIS

OLEH

PONIYAH SIMANULLANG 097032051/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE OF LIFE STYLE ON THE HEALTH STATUS OF THE ELDERLY IN THE WORKING AREA OF DARUSALAM HEALTH

CENTER MEDAN CITY

T H E S I S

By

PONIYAH SIMANULLANG 097032051/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGARUH GAYA HIDUP TERHADAP STATUS KESEHATAN LANJUT USIA (LANSIA) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

DARUSALAM MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

PONIYAH SIMANULLANG 097032051/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGARUH GAYA HIDUP TERHADAP STATUS KESEHATAN LANJUT USIA (LANSIA) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DARUSALAM MEDAN

Nama mahasiswa : Poniyah Simanullang Nomor Induk Mahasiswa : 097032051

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Fikarwin Zuska) (Asfriyati, S.K.M, M.Kes

Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah di uji

Pada tanggal : 17 Januari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Fikarwin Zuska Anggota : 1. Asfriyati, S.K.M, M.Kes

2. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M 3. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes


(6)

PERNYATAAN

PENGARUH GAYA HIDUP TERHADAP STATUS KESEHATAN LANJUT USIA (LANSIA) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

DARUSALAM MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu program tinggi, dan sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2012

(Poniyah Simanullang) 097032051


(7)

ABSTRAK

Populasi penduduk lanjut usia (lansia) mengalami peningkatan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Peningkatan tersebut diikuti dengan perubahan gaya hidup yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Di Puskesmas Darusalam Medan banyak lansia yang sakit rata-rata 100 orang per bulan dengan keluhan sering mengalami nyeri sendi, sakit kepala, sulit tidur, batuk-batuk dan kebas-kebas di seluruh tubuh dan didapatkan juga informasi bahwa penyakit yang sering dialami lansia adalah tekanan darah tinggi, stroke ringan, diabetes mellitus dan rematik dan ada juga lansia yang merokok.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh gaya hidup terhadap status kesehatan lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan Tahun 2011. Jenis penelitian yang dilakukan pada Januari 2011 hingga Januari 2012 menggunakan metode observasional analitik dengan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang terdaftar dan mendapatkan pelayanan kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan yang berumur 60-69 tahun yang berjumlah 1339 orang. Sampel pada penelitian ini berjumlah 107 orang lansia dengan teknik pengambilan sampel proporsi. Analisis data menggunakan uji Regresi Logistik dengan α = 0,05.

Semua variabel gaya hidup signifikan memengaruhi status kesehatan lansia yaitu pola makan, aktivitas fisik, kebiasaan istirahat dan riwayat merokok. Variabel yang dominan memengaruhi status kesehatan lansia adalah variabel kebiasaan istirahat.

Dinas Kesehatan Kota Medan agar membuat kebijakan khusus dengan cara meningkatkan penyuluhan yang terkait dengan gaya hidup. Puskesmas Darusalam Medan agar lebih meningkatkan penyuluhan yang terkait dengan gaya hidup dengan melibatkan keluarga khususnya cara mengelola istirahat/tidur yang baik dan benar. Lansia diharapkan dapat memenuhi kebutuhan istirahat/tidurnya dengan cara rileksasi.

Kata kunci : Gaya Hidup, Status Kesehatan, Lansia


(8)

ABSTRACT

The population of the elderly is increasing all over the world including Indonesia. This increase is followed by the change of life style, it can make problem in health. In Darusalam health center Medan City many elderly who are sick an average of 100 elderly per month, are also obtained information that a frequent complaint in the nature joint pain, headaches, insomnia, coughs, and numbs all over the body and also obtained information that the disease is often experienced high blood pressure, mild stroke, diabetes mellitus and arthritis and there are elderly who smoke.

The study was to analyze the influence of life style on health status of the elderly in the working area of Darussalam health center Medan city in 2011. This observational analytical with cross-sectional design, was conducted from January 2011 until January 2012. The population of this study was all of the 1339 elderly registered in the working area of Darusalam health center Medan City. The samples for this study were 107 elderly who were selected through proportional sampling technique. The data obtained were analyzed throug logistic regression tests at α = 0.05.

The result of statistic test showed that all variables of life style had a significant influence on the health status such as eating pattern, physical activity, resting habit, and smoking history. The result of logistic regression test showed that the variable of resting habit had the biggest influence.

The management of Medan Health Service is suggested to make a special policy by increasing to counseling of life style. Darusalam health center Medan City should provide more extension associated with counseling about life style whit support their family a special how to manage the rest/sleep’s elderly is good and true. Elderly expected to manage their sleep well.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasihNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sampai selesai. Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan minat studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penulisan tesis ini, penulis dapat melaksanakannya dengan baik berkat dukungan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, dan dengan segala ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Dr. Fikarwin Zuska selaku ketua komisi pembimbing dan Hj. Asfriyati, S.K.M, M.Kes selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan


(10)

waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan, arahan serta dukungan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

6. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M selaku ketua penguji dan Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes selaku anggota penguji yang telah banyak memberikan masukan, kritik dan saran kepda penulis untuk kesempurnaan tesis ini.

7. dr. Heryati Hasibuan selaku Kepala Puskesmas Darusalam Medan serta seluruh pegawai Puskesmas Darusalam Medan khususnya kepada Ibu Helmina Ginting, SKep, Ns yang telah memberikan dukungan dalam penulisan tesis ini

8. Prof. Dr. Binsar Panjaitan, M.Pd selaku Rektor Universitas Darma Agung Medan, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesekatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

9. Rosita Saragih, S.K.M, M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Darma Agung Medan, yang telah banyak memberikan kesempatan dan dukungan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

10. Seluruh staf dosen dan staf pegawai di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

11. Seluruh teman-teman dosen dan staf pegawai di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Darma Agung Medan, yang telah banyak memberikan dukungan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.


(11)

12. Seluruh teman-teman mahasiswa Angkatan 2009 di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan, khususnya teman-teman di Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi semoga sukses selalu

13. Orang tuaku S. Simanullang (+) dan R. Br Hutabarat terima kasih yang sebesar-besarnya buat dukungan moral dan doa yang sudah diberikan bagi saya dan juga kepada ibu mertuaku Naema Br. Sinaga dan seluruh keluarga besar penulis abang, kakak dan adik-adik serta keponakan terima kasih kalian semua sumber inspirasi bagi penulis

14. Teristimewa buat suamiku tersayang Gami Gultom, S.Pd yang telah banyak memberikan dukungan, pengertian, perhatian, kesabaran dan doa yang tak henti-hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan untuk itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2012 Penulis


(12)

RIWAYAT HIDUP

Poniyah Simanullang, lahir di Perkebunan Maligas A Kabupaten Simalungun pada tanggal 21 September 1973, merupakan anak ke empat dari delapan bersaudara dari pasangan Ayahanda Sailor Simanullang (+) dan Ibu Rosdina boru Hutabarat.

Pendidikan formal penulis dimulai tahun 1981 di Sekolah Dasar Negeri Bosar Maligas tamat tahun 1987, Sekolah Menengah Pertama di SMP Pasar Baru tamat tahun 1990, Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Pematang Siantar tamat tahun 1993, Fakultas Ilmu Keperawatan Program D III Keperawatan Universitas Darma Agung Medan tamat tahun 1999, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara tamat tahun 2003. Akta Mengajar IV pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Darma Agung Medan tamat tahun 2005.

Tahun 2003 penulis bekerja sebagai ibu asrama di Fakultas Ilmu Keperawatan Program D III Keperawatan Universitas Darma Agung dan menjadi dosen tetap pada Fakultas Ilmu Keperawatan Program D III Keperawatan Universitas Darma Agung Medan tahun 2005 sampai sekarang. Tahun 2006 penulis menikah dengan Gami Gultom, S.Pd. Tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan dengan Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi dan menyelesaikan studi pada tahun 2012.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... ... 1

1.2. Permasalahan ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Hipotesis ... 9

1.5. Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Status Kesehatan ... 11

2.1.1. Indikator Status Kesehatan ... 15

2.2. Gaya Hidup ... 24

2.2.1. Pengertian Gaya Hidup ... 24

2.2.2. Pola Makan ... 25

2.2.3. Aktivitas Fisik ... 31

2.2.4. Kebiasaan Istirahat ... 34

2.2.5. Riwayat Merokok ... 35

2.3. Pengertian dan Batasan Lanjut Usia ... 37

2.3.1. Faktor-faktor yang Memengaruhi Penuaan ... 38

2.3.2. Permasalahan yang Terjadi pada Lansia ... 39

2.3.3. Karakteristik Lansia ... 41

2.4. Landasan Teori ... 43

2.5. Kerangka Konsep ... 45

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 46

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 46

3.3. Populasi dan Sampel ... 46

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 48

3.4.1. Data Primer ... 48


(14)

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 49

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 50

3.5.1. Variabel Penelitian ... 50

3.5.2. Definisi Operasional ... 50

3.6. Metode Pengukuran ... 51

3.6.1. Pengukuran Variabel Independen ... 51

3.6.2. Pengukuran Variabel Dependen ... 52

3.6.3. Aspek Pengukuran ... 53

3.7. Metode Analisis Data ... 53

3.7.1. Analisis Univariat ... 53

3.7.2. Analisis Bivariat ... 54

3.7.3. Analisis Multivariat ... 54

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 55

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 55

4.1.1. Kegiatan Santun Lansia ... 56

4.2. Karakteristik Responden ... 57

4.3. Analisis Univariat ... 58

4.3.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pola Makan di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan Tahun 2011 ... 59

4.3.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Aktivitas Fisik di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan Tahun 2011 ... 59

4.3.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kebiasaan Istirahat di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan Tahun 2011 ... 60

4.3.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Riwayat Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan Tahun 2011 ... 60

4.3.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan Tahun 2011 ... 61

4.4. Analisis Bivariat ... 61

4.4.1. Hubungan Pola Makan dengan Status Kesehatan Lansia (Lanjut Usia) di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan Tahun 2011 ... 62

4.4.2. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status Kesehatan Lansia (Lanjut Usia) di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan Tahun 2011 ... 63


(15)

4.4.3. Hubungan Kebiasaan Istirahat dengan Status Kesehatan Lansia (Lanjut Usia) di Wilayah Kerja Puskesmas

Darusalam Medan Tahun 2011 ... 64

4.4.4. Hubungan Riwayat Merokok dengan Status Kesehatan Lansia (Lanjut Usia) di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan Tahun 2011 ... 65

4.5. Analisis Multivariat ... 66

BAB 5. PEMBAHASAN ... 72

5.1. Pengaruh Gaya Hidup yang Memengaruhi Status Kesehatan Lansia (Lanjut Usia) di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan tahun 2011 ... 72

5.1.1. Pengaruh Pola Makan terhadap Status Kesehatan Lansia (Lanjut Usia) di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan tahun 2011 ... 72

5.1.2. Pengaruh Aktivitas Fisik terhadap Status Kesehatan Lansia (Lanjut Usia) di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan tahun 2011 ... 76

5.1.3. Pengaruh Kebiasaan Istirahat terhadap Status Kesehatan Lansia (Lanjut Usia) di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan tahun 2011 ... 79

5.1.4. Pengaruh Riwayat Merokok terhadap Status Kesehatan Lansia (Lanjut Usia) di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan Tahun 2011 ... 83

5.2. Keterbatasan Penelitian ... 85

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

6.1. Kesimpulan ... 86

6.2. Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 88


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Pola Susunan Makanan Lansia dalam Sehari ... 27

2.2. Menu untuk Lansia dalam Sehari ... 28

2.3. Berbagai Kelompok Makanan Pengganti/Penukar ... 29

3.1. Distribusi Sampel Menurut Kelurahan... 48

3.2. Aspek Pengukuran variabel Independen dan Dependen ... 53

4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan Tahun 2011 ... 58

4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pola Makan di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan Tahun 2011 ... 59

4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Aktivitas Fisik di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan Tahun 2011 ... 60

4.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kebiasaan Istirahat di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan Tahun 2011 ... 60

4.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Riwayat Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan Tahun 2011 ... 61

4.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan Tahun 2011 ... 61

4.7. Hasil Analisis Bivariat antara Pola Makan dengan Status Kesehatan Lansia (Lanjut Usia) di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan Tahun 2011 ... 62

4.8. Hasil Analisis Bivariat antara Aktivitas Fisik dengan Status Kesehatan Lansia (Lanjut Usia) di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan Tahun 2011 ... 63


(17)

4.9. Hasil Analisis Bivariat antara Kebiasaan Istirahat dengan Status Kesehatan Lansia (Lanjut Usia) di Wilayah Kerja Puskesmas

Darusalam Medan Tahun 2011 ... 64 4.10. Hasil Analisis Bivariat antara Riwayat Merokok dengan Status

Kesehatan Lansia (Lanjut Usia) di Wilayah Kerja Puskesmas

Darusalam Medan Tahun 2011 ... 65 4.11. Analisis Multivariat Gaya Hidup (Pola Makan, Aktivitas Fisik,

Kebiasaan Istirahat dan Riwayat Merokok) terhadap Status Kesehatan Lansia (Lanjut Usia) di Wilayah Kerja Puskesmas

Darusalam Medan Tahun 2011 ... 67 4.12. Tabel Probabilitas ... 71


(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 90

2. Uji Validitas ... 93

3. Uji reliabilitas ... 97

4. Master Data ... 101

5. Uji Univariat ... 104

6. Uji Bivariat ... 105

7. Uji Multivariat ... 109

8. Surat Izin Penelitian ... 121

9. Surat Keterangan Selesai Penelitian ... 122


(20)

ABSTRAK

Populasi penduduk lanjut usia (lansia) mengalami peningkatan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Peningkatan tersebut diikuti dengan perubahan gaya hidup yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Di Puskesmas Darusalam Medan banyak lansia yang sakit rata-rata 100 orang per bulan dengan keluhan sering mengalami nyeri sendi, sakit kepala, sulit tidur, batuk-batuk dan kebas-kebas di seluruh tubuh dan didapatkan juga informasi bahwa penyakit yang sering dialami lansia adalah tekanan darah tinggi, stroke ringan, diabetes mellitus dan rematik dan ada juga lansia yang merokok.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh gaya hidup terhadap status kesehatan lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan Tahun 2011. Jenis penelitian yang dilakukan pada Januari 2011 hingga Januari 2012 menggunakan metode observasional analitik dengan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang terdaftar dan mendapatkan pelayanan kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan yang berumur 60-69 tahun yang berjumlah 1339 orang. Sampel pada penelitian ini berjumlah 107 orang lansia dengan teknik pengambilan sampel proporsi. Analisis data menggunakan uji Regresi Logistik dengan α = 0,05.

Semua variabel gaya hidup signifikan memengaruhi status kesehatan lansia yaitu pola makan, aktivitas fisik, kebiasaan istirahat dan riwayat merokok. Variabel yang dominan memengaruhi status kesehatan lansia adalah variabel kebiasaan istirahat.

Dinas Kesehatan Kota Medan agar membuat kebijakan khusus dengan cara meningkatkan penyuluhan yang terkait dengan gaya hidup. Puskesmas Darusalam Medan agar lebih meningkatkan penyuluhan yang terkait dengan gaya hidup dengan melibatkan keluarga khususnya cara mengelola istirahat/tidur yang baik dan benar. Lansia diharapkan dapat memenuhi kebutuhan istirahat/tidurnya dengan cara rileksasi.

Kata kunci : Gaya Hidup, Status Kesehatan, Lansia


(21)

ABSTRACT

The population of the elderly is increasing all over the world including Indonesia. This increase is followed by the change of life style, it can make problem in health. In Darusalam health center Medan City many elderly who are sick an average of 100 elderly per month, are also obtained information that a frequent complaint in the nature joint pain, headaches, insomnia, coughs, and numbs all over the body and also obtained information that the disease is often experienced high blood pressure, mild stroke, diabetes mellitus and arthritis and there are elderly who smoke.

The study was to analyze the influence of life style on health status of the elderly in the working area of Darussalam health center Medan city in 2011. This observational analytical with cross-sectional design, was conducted from January 2011 until January 2012. The population of this study was all of the 1339 elderly registered in the working area of Darusalam health center Medan City. The samples for this study were 107 elderly who were selected through proportional sampling technique. The data obtained were analyzed throug logistic regression tests at α = 0.05.

The result of statistic test showed that all variables of life style had a significant influence on the health status such as eating pattern, physical activity, resting habit, and smoking history. The result of logistic regression test showed that the variable of resting habit had the biggest influence.

The management of Medan Health Service is suggested to make a special policy by increasing to counseling of life style. Darusalam health center Medan City should provide more extension associated with counseling about life style whit support their family a special how to manage the rest/sleep’s elderly is good and true. Elderly expected to manage their sleep well.


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Populasi penduduk lanjut usia (lansia) mengalami peningkatan termasuk di Indonesia yang awalnya hanya terjadi di negara maju (Watson, 2003; Nugroho, 1995; Bustan, 2007). Peningkatan penduduk lansia tersebut menurut Nugroho (1995), disebabkan oleh karena meningkatnya umur harapan hidup. Peningkatan umur harapan hidup ini disebabkan oleh 3 hal yaitu: (1) kemajuan dalam bidang kesehatan, (2) meningkatnya sosial ekonomi dan (3) meningkatnya pengetahuan masyarakat.

Peningkatan pertumbuhan penduduk lansia ini mulai dirasakan sejak tahun 2000 yaitu jumlah lansia 14,4 juta orang dengan peningkatan 7,18% dengan usia harapan hidup 64,5 tahun, pada tahun 2006 jumlah lansia 19 juta orang dengan peningkatan sekitar 8,9% dengan usia harapan hidup 66,2 tahun. Tahun 2010 penduduk lansia diperkirakan sebanyak 23,9 juta orang dengan peningkatan 9,7% dengan usia harapan hidup 67,4 tahun. Dan diperkirakan pada tahun 2020 jumlah penduduk lansia di Indonesia akan mencapai 28,8 juta orang dengan peningkatan sekitar 11,34% dan usia harapan hidup 71,1 tahun. Diperkirakan pada tahun 2020-2025 Indonesia akan berada di peringkat empat dunia di bawah Cina, India, dan Amerika Serikat (Nugroho, 2008).

Menurut Nugroho (1999), jika pemerintah dan berbagai program pembangunan tidak mengantisipasi keadaan ini maka keberadaan lansia akan menjadi


(23)

bom waktu. Dengan meningkatnya jumlah lansia maka akan membutuhkan penanganan yang serius karena secara alamiah lansia itu mengalami kemunduran, baik secara fisik, biologi, maupun mentalnya. Menurunnya fungsi berbagai organ tubuh akan membuat lansia menjadi rentan terhadap penyakit yang bersifat akut atau kronis. Selain itu pada lansia juga sering terjadi ketergantungan fisik, tidak dapat lagi melakukan aktivitas sehari-hari sendiri oleh karena adanya penyakit. Adanya peningkatan jumlah lansia juga akan membuat masalah kesehatan yang dihadapi akan semakin kompleks terutama yang berkaitan dengan masalah penuaan (Nugroho, 1995).

Agar tetap sehat sampai tua, sejak muda seseorang perlu membiasakan gaya hidup sehat. Gaya hidup sehat dapat dilakukan dengan mengonsumsi makanan yang bergizi seimbang, melakukan aktivitas fisik/olahraga secara benar dan teratur dan tidak merokok. Hal ini tidak semudah yang dibayangkan. Gaya hidup sehat ini semestinya sudah dilakukan sejak masih muda sehingga ketika memasuki masa lansia seseorang dapat menjalani hidupnya dengan bahagia terhindar dari banyak masalah kesehatan. Demikian halnya dengan gaya hidup yang salah dapat memengaruhi kesehatan antara lain kurang minum air putih, kurang gerak, mengonsumsi makanan yang berkalori tinggi, kebiasaan istirahat yang tidak teratur dan kebiasaan merokok (Sediaoetama, 2004; Santoso, 2004; Darmojo, 1999).

Menurut Syumanda (2009), melalui gaya hidup yang tidak baik dapat menimbulkan berbagai penyakit. Perubahan gaya hidup seperti konsumsi makanan cepat saji, pola makan yang tidak baik, kebiasaan merokok dan kurangnya aktivitas


(24)

fisik, aktivitas fisik yang serba praktis merupakan salah satu pemicu untuk timbulnya penyakit berbahaya seperti Diabetes Mellitus, Tekanan Darah Tinggi (hipertensi), Penyakit Jantung dan Stroke (Bustan, 2007).

Menjadi tua merupakan suatu fenomena alamiah sebagai akibat proses menua. Fenomena ini bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu keadaan yang wajar yang bersifat universal. Proses menua bersifat regresif dan mencakup proses

organobiologis, psikologik serta sosiobudaya. Menjadi tua ditentukan secara genetik dan dipengaruhi oleh gaya hidup seseorang (Tamher, 2009).

Menurut Bustan (2007), secara umum kondisi fisik seseorang yang telah memasuki masa lanjut usia mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa perubahan: (1) perubahan penampilan pada bagian wajah, tangan, dan kulit, (2) perubahan bagian dalam tubuh seperti sistem saraf: otak, isi perut: limpa, hati, (3) perubahan panca indra: penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan (4) perubahan motorik antara lain berkurangnya kekuatan, kecepatan di dalam bergerak. Perubahan-perubahan tersebut pada umumnya mengarah pada kemunduruan kesehatan fisik dan psikis yang secara umum akan berpengaruh pada aktivitas kehidupan sehari-hari (Watson, 2003; Nugroho, 2008).

Secara individu pengaruh proses ketuaan menimbulkan berbagai masalah. Salah satu permasalahan yang berkaitan dengan penduduk lansia adalah permasalahan kesehatan, sebab perjalanan penyakit pada lansia mempunyai ciri tersendiri yaitu bersifat menahun, semakin berat dan sering kambuh. Masalah kesehatan lansia sangat bervariasi, selain erat kaitannya dengan degeneratif juga


(25)

secara progresif tubuh akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi, disamping itu juga dengan bertambahnya usia muncul masalah psikologis. Sejalan dengan bertambahnya umur, lansia sudah tidak produktif lagi, kemampuan fisik maupun mental mulai menurun, tidak mampu lagi melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih berat, memasuki masa pensiun, ditinggal mati pasangan, stress menghadapi kematian, depresi, munculnya berbagai macam penyakit dan lain-lain (Darmojo, 1999; Maryam, 2008). Masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda dari orang dewasa, yang menurut Kane dan Ouslander sering disebut dengan istilah 14 I, yaitu immobility

(kurang bergerak), instability (berdiri dan berjalan tidak stabil atau mudah jatuh),

incontinence (beser buang air kecil dan atau buang air besar), intellectual impairment

(gangguan intelektual/dementia), infection (infeksi), impairment of vision and hearing, taste, smell, communication, convalescence, skin integrity (gangguan panca indera, komunikasi, penyembuhan, dan kulit), impaction (sulit buang air besar),

isolation (depresi), inanition (kurang gizi), impecunity (tidak punya uang),

iatrogenesis (menderita penyakit akibat obat-obatan), insomnia (gangguan tidur),

immune deficiency (daya tahan tubuh yang menurun), impotence (impotensi) (Bustan, 2007, Tamher, 2009). Selanjutnya menurut Bustan (2007), penyakit atau gangguan yang menonjol pada kelompok lansia adalah: gangguan pembuluh darah (dari hipertensi sampai stroke), gangguan metabolik (Diabetes Mellitus), gangguan persendian (arthritis, encok dan terjatuh), gangguan psikososial (kurang penyesuaian diri dan merasa tidak berfungsi lagi).


(26)

Dari hasil sebuah studi tentang kondisi sosial ekonomi dan kesehatan lansia yang dilaksanakan Komnas Lansia di 10 propinsi tahun 2006, diketahui bahwa penyakit yang terbanyak diderita lansia adalah penyakit sendi (52,3%), hipertensi (38,8%), anemia (30,7%) dan katarak (23%). Penyakit-penyakit tersebut merupakan penyebab utama disability ataupun kelemahan pada lansia. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala untuk mengetahui penyakit/masalah sedini mungkin. Dengan demikian proses penyakit dapat dihambat atau dicegah sedini mungkin agar tetap dalam keadaan sehat, baik fisik maupun mental serta sosial (Nugroho, 2008).

Menurut WHO, gaya hidup kurang sehat dapat merupakan 1 dari 10 penyebab kematian dan kecacatan di dunia. Lebih dari dua juta kematian setiap tahunnya disebabkan oleh kurangnya bergerak atau kurang aktivitas fisik, hal ini karena kalori yang masuk tidak sebanding dengan kalori yang keluar sehingga makin lama makin banyak kalori yang menumpuk sehingga menjadi beban bagi tubuh dan tubuh menjadi terganggu yang kemudian menyebabkan kemunduran fisik yang pada akhirnya dapat menimbulkan berbagai penyakit, misalnya Diabetes Mellitus, Tekanan Darah Tinggi, Penyakit Jantung dan Stroke (Dennysantoso, 2011).

Angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) penduduk merupakan salah satu faktor yang dapat memberikan gambaran mengenai derajat kesehatan penduduk secara umum. Di Sumatera Utara, jumlah penduduk yang berumur 60 tahun ke atas berjumlah 631.604 jiwa dan diantaranya masih banyak yang memiliki status kesehatan kurang baik atau status kesehatan buruk yaitu sebanyak


(27)

172.818 jiwa dan yang paling banyak jumlah lansia ada di Kota Medan sebanyak 77.837 jiwa dengan status kesehatan kurang baik sebanyak 77.837 (BPS, 2010).

Batasan lansia menurut Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia di Indonesia dikatakan lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun. Namun menurut WHO, batasan lansia dibagi atas: usia pertengahan (middle age) yaitu antara 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) yaitu 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun (Hadywinoto, 1999; Maryam, 2008). Dalam penelitian ini batasan umur lansia yang digunakan adalah batasan umur lansia menurut Depkes (2008) yang juga dipakai untuk pencatatan Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia di Puskesmas yaitu: usia pra senilis 45-59 tahun, lanjut usia (lansia) 60-69 tahun dan usia lanjut resiko tinggi yaitu usia 70 tahun atau lebih.

Menurut Penelitian Anggraini (2008), yang dilaksanakan di Puskesmas Pekayon Jaya Kota Bekasi menunjukkan bahwa status kesehatan rendah pada lansia binaan puskesmas Pekayon Jaya sebesar 66,9%. Hasil analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara pola makan dengan status kesehatan (nilai p=0,914) dan kebiasaan merokok dengan status kesehatan (nilai p=0,975), serta ada hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan status kesehatan (nilai p=0,004) dan kebiasaan istirahat dengan status kesehatan (nilai p=0,000). Berdasarkan hasil penelitian diatas maka disarankan untuk meningkatkan pengetahuan lansia mengenai gaya hidup dan dampak terhadap status kesehatan


(28)

melalui promosi kesehatan di wilayah binaan Puskesmas Pekayon Jaya Kota Bekasi (Anggraini, 1999).

Penelitian yang dilakukan di Malang oleh Indarwati ( 2006) tentang Peran Perawat Dalam Upaya Membantu Mempertahankan Status Kesehatan Lansia Dinoyo Malang memberikan gambaran bahwa status kesehatan lansia didapatkan 10% status kesehatan lansia baik, 83,3% status kesehatan lansia cukup dan 6,7% status kesehatan lansia kurang. Secara keseluruhan hasil penelitian menjelaskan bahwa perlunya memberikan informasi tentang kesehatan (Bustan, 2007).

Untuk menghasilkan penduduk lanjut usia yang sehat tidaklah muda dan memerlukan kerja sama para pihak, antara lain: lansia itu sendiri, keluarga, masyarakat, pemerintah, organisasi dan pemerhati kesejahteraan serta profesi dibidang kesehatan yang lebih penting adalah peran aktif dari lansia sendiri dan keluarga dalam melaksanakan gaya hidup sehat. Seiring dengan semakin meningkatnya populasi lansia, pemerintah telah merumuskan berbagai kebijakan. Pelayanan kesehatan di tingkat masyarakat adalah Posyandu lansia, pelayanan kesehatan lansia tingkat dasar adalah Puskesmas, dan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan adalah Rumah Sakit (Watson, 2003; Wirakusumah, 2002).

Menurut penelitian Fitri (2008) di Bali, pada umumnya lansia perempuan mengalami keluhan sakit akut dan sakit kronis yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki, keluhan sakit kronis dan sakit akut lebih banyak dialami oleh lansia yang berstatus kawin dibandingkan dengan lansia yang berstatus tidak kawin, pendidikan tidak langsung memengaruhi status kesehatan, tetapi melalui jenis pekerjaan dan


(29)

pendapatan yang diperoleh sehubungan dengan pekerjaan, orang yang bekerja mempunyai status kesehatan yang lebih buruk dibandingkan orang yang tidak bekerja, orang yang tinggal di kota memiliki persentase yang tinggi untuk menderita keluhan sakit akut tetapi memiliki persentase keluhan sakit kronis lebih rendah daripada orang yang tinggal di desa.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan Anna (2007) di 27 propinsi di Indonesia didapatkan hasil persentase lansia perempun (53,0%) lebih besar dari persentase lansia laki-laki (47%). Tetapi persentase lansia yang sakit lebih banyak pada lansia laki-laki daripada lansia perempuan. Sebagian besar lansia mengakui tidak mengalami gangguan kesehatan selama 1 minggu terakhir sebelum pengambilan data dan hanya 27,5% lansia yang mempunyai keluhan kesehatan seperti batuk, pilek, panas dan sakit kepala berulang yang sampai mengganggu aktivitas sehari-hari.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Darusalam Medan didapatkan informasi bahwa wilayah kerja Puskesmas Darusalam Medan terdiri dari 2 kelurahan, yaitu kelurahan Sei Putih Baru dan kelurahan Sei Sikambing D. Didapatkan juga informasi bahwa program unggulan di Puskesmas Darusalam adalah program santun lansia. Dari survei ini didapatkan data awal lansia umur 60-69 tahun di kelurahan Sei Putih Barat adalah sebanyak 743 orang dan di kelurahan Sei Sikambing D sebanyak 596 orang, jumlah seluruhnya 1.339 orang. Selanjutnya didapatkan juga informasi bahwa banyak lansia yang sakit. Rata-rata per bulan jumlah lansia yang sakit kira-kira 100 orang dengan keluhan yang sering dialami nyeri sendi, sakit kepala, sulit tidur, batuk-batuk dan kebas-kebas di seluruh tubuh.


(30)

Dan penyakit yang sering dialami adalah tekanan darah tinggi, stroke ringan, diabetes mellitus dan rematik. Pengamatan lebih lanjut di Puskesmas dan menurut keterangan petugas puskesmas yang biasa menangani lansia bahwa sewaktu di Puskesmas ada lansia yang merokok. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Gaya Hidup (pola makan, aktivitas fisik, istirahat dan riwayat merokok) terhadap Status Kesehatan Lanjut Usia (lansia) di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan Tahun 2011.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah: apakah ada pengaruh gaya hidup (pola makan, aktivitas fisik, istirahat dan riwayat merokok) terhadap status kesehatan lanjut usia (lansia) di wilayah kerja Puskesmas Darusalam Medan tahun 2011?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh gaya hidup (pola makan, aktivitas fisik, istirahat dan riwayat merokok) terhadap status kesehatan lanjut usia (lansia) di wilayah kerja Puskesmas Darusalam Medan tahun 2011.

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh Gaya Hidup (pola makan, aktivitas fisik, istirahat dan riwayat merokok) terhadap Status Kesehatan Lanjut Usia (Lansia).


(31)

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Sebagai masukan dan informasi bagi Puskesmas Darusalam Medan dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat khususnya pelayanan kesehatan bagi lansia.

1.5.2. Sebagai informasi bagi masyarakat agar membiasakan gaya hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari agar dapat menghadapi masa lansia yang sehat dan bahagia.

1.5.3. Bagi pengembangan ilmu kesehatan masyarakat khususnya yang terkait dengan gaya hidup dan status kesehatan lansia.


(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Status Kesehatan

Pengertian sehat menurut WHO (1975) adalah suatu kondisi yang terbebas dari segala jenis penyakit, baik fisik, mental, dan sosial. Batasan kesehatan ini mencakup tiga dimensi atau aspek, yakni: fisik, mental, dan sosial. Dalam Undang- Undang No. 36 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1 mengenai kesehatan, dikatakan sehat adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU No. 36, 2009).

Status kesehatan seseorang terwujud oleh ke empat dimensi kesehatan tersebut antara fisik, mental, sosial dan ekonomi yang saling memengaruhi dalam mewujudkan tingkat kesehatan seseorang. Pengertian sehat tersebut tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat, serta produktif secara ekonomi dan sosial. Pengertian kesehatan saat ini memang lebih luas dan dinamis, dibandingkan dengan batasan sebelumnya. Hal ini berarti bahwa kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik, mental, dan sosial saja, tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau menghasilkan sesuatu secara ekonomi. Bagi yang belum memasuki dunia kerja, anak dan remaja, atau bagi yang sudah tidak bekerja (pensiun) atau lansia, berlaku arti produktif secara sosial. Misalnya produktif secara sosial-ekonomi bagi siswa sekolah atau mahasiswa adalah mencapai prestasi yang baik,


(33)

sedang produktif secara sosial-ekonomi bagi lansia atau para pensiunan adalah mempunyai kegiatan sosial dan keagamaan yang bermanfaat, bukan saja bagi dirinya, tetapi juga bagi orang lain atau masyarakat (Darmojo, 1999). Keempat dimensi kesehatan tersebut saling memengaruhi dalam mewujudkan tingkat kesehatan seseorang, kelompok atau masyarakat. Seseorang yang sehat fisik nya belum tentu sehat mental nya, demikian juga orang yang sehat fisik dan mental nya belum tentu sehat spiritual nya, sebaliknya orang yang sehat fisik, mental dan spiritual nya belum tentu sehat sosial nya. Itulah sebabnya, maka kesehatan bersifat menyeluruh mengandung ke empat aspek. Perwujudan dari masing-masing aspek tersebut dalam kesehatan seseorang antara lain sebagai berikut:

1. Kesehatan fisikterwujud apabila seseorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.

2. Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran, emosional, dan spiritual.

a. Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.

b. Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan sebagainya.

c. Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana ini. Dengan perkataan lain, sehat spiritual adalah keadaan dimana


(34)

seseorang menjalankan ibadah dan semua aturan-aturan agama yang dianutnya.

3. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.

4. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa) produktif, dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial.

Pengertian sehat lansia mengacu pada rumusan sehat WHO tersebut yang maknanya bagi lansia adalah kemandirian dalam perikehidupan biopsiko-sosiologiknya. Seorang lansia untuk terbebas sama sekali dari penyakit dan kelemahan adalah merupakan hal yang hampir mustahil. Namun yang terpenting, apapun penyakit yang menyertai lansia, penyakit itu dapat dikelola dengan baik sehingga lansia mampu mandiri secara paripurna (bio-psiko-sosiologik). Secara sosial pengertian sehat bagi lansia diartikan mempunyai kegiatan sosial, keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan lainnya (Darmojo, 1999; Maryam, 2008).

Dalam penelitian ini peneliti hanya mengambil 2 asfek fisik (badan) dan asfek mental dalam status kesehatan lansia, dimana kesehatan fisik terwujud apabila seseorang tidak merasa sakit atau tidak ada keluhan dan memang secara klinis tidak adanya penyakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak ada gangguan fungsi tubuh. Sedangkan kesehatan mental dapat terlihat dari 3 komponen, yaitu:


(35)

pikiran, emosional dan spiritual (Notoatmodjo, 2007). Status kesehatan dikatakan baik apabila sewaktu diadakan pemeriksaan secara fisik tidak ada keluhan penyakit, tekanan darah normal, status mental emosional negatif (tidak ada gangguan) sesuai dengan data yang didapatkan dari KMS lansia. Sebaliknya status kesehatan lansia dikatakan tidak baik adalah apabila kondisi kesehatan lansia secara menyeluruh baik fisik maupun mental sewaktu diadakan pemeriksaan kesehatan fisik ada keluhan penyakit, tekanan darah tidak normal (tekanan darah tinggi/rendah), status mental emosional positif, ada gangguan (Nugroho, 2008).

Menurut Mc. Kenzie (2006), banyak yang beranggapan bahwa status kesehatan lansia telah membaik selama beberapa tahun ini karena banyak lansia yang hidup lebih lama, namun di sisi lain menurut Darmojo (1999) penduduk lansia sangat rentan terhadap infeksi, mudah terserang penyakit. Faktor resiko yang paling konsisten dari sakit dan kematian untuk seluruh penduduk adalah usia, dan secara umum, status kesehatan lansia tidak sebaik saat mereka muda. Seperti sudah dikemukakan di atas oleh Nugroho (2008) bahwa pada lansia akan terjadi berbagai kemunduran organ tubuh. Jadi yang diharapkan pada lansia walaupun usia sudah lanjut, harus tetap menjaga kesehatan dengan memperhatikan gaya hidup seperti pola makan, aktivitas fisik, kebiasaan istirahat, tidak merokok dan lain-lain (Sediaoetama, 2004).


(36)

2.1.1. Indikator Status Kesehatan

Indikator status kesehatan lansia ataupun gambaran kondisi kesehatan lansia dapat dilihat dari mortalitas (angka kematian), morbiditas (angka kesakitan) dan Perilaku Kesehatan serta pilihan Gaya Hidup.

1. Mortalitas (Angka Kematian)

Pada tahun 1998, lima penyebab utama kematian untuk lansia berdasarkan jumlah kematian adalah: penyakit Jantung, Kanker, Stroke, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), dan Pneumonia serta Influenza. Penyakit Jantung, Stroke, dan PPOK merupakan penyebab kematian tertinggi, hampir tujuh dari setiap sepuluh kematian. Selama 50 tahun terakhir angka mortalitas keseluruhan lansia menurut usia secara kontinu menunjukkan penurunan. Alasan utamanya adalah menurunnya angka kematian akibat penyakit jantung dan stroke. Walaupun menurun, penyakit jantung tetap menjadi penyebab utama kematian untuk kelompok lansia, sekitar 35% dari seluruh kematian. Tidak seperti angka kematian untuk penyakit jantung dan stroke, angka kematian akibat kanker tetap sama setiap tahun. Peningkatan tertinggi angka kematian untuk lansia terjadi pada kasus Diabetes dan PPOK. Antara tahun 1980-1997, angka kematian menurut usia akibat Diabetes meningkat 32%, sementara akibat PPOK 57% (Depkes RI, 2008; Bustan, 2007; Mc. Kenzi, 2003).

Makna penting penyebab utama lainnya terhadap kematian lansia bervariasi bergantung pada ras, etnis dan jenis kelamin. Pada tahun 1997, Diabetes merupakan penyebab utama ketiga untuk kematian di kalangan penduduk Indian Amerika dan penduduk asli Alaska serta yang keempat untuk orang Amerika keturunan Hispanik,


(37)

sementara untuk ras lainnya pada urutan keenam. Penyakit Alzaimer menempati urutan kesembilan untuk kematian di kalangan orang Amerika kulit putih dan yang ke enam di kalangan wanita kulit putih usia di atas 85 tahun, tetapi tidak termasuk dalam sepuluh besar penyebab kematian untuk ras lainnya (Bustan, 2007).

2. Morbiditas (Angka Kesakitan)

Mutu kehidupan lansia menurun jika lansia sering sakit, dan jika kondisi sering kronis atau cedera yang mengakibatkan selalu membatasi kemampuan. Jika lansia dapat mempertahankan kemandirian mereka tentu akan menghindari jasa perawatan yang mahal, misalnya belanja sendiri, masak sendiri makanan mereka, mandi dan berpakaian sendiri, dan berjalan serta menaiki tangga tanpa bantuan orang lain. Untuk lansia umur 70 tahun ke atas yang tidak dirawat, hampir sepertiganya mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan seperempatnya tidak dapat melakukan aktivitas sedikitnya satu dari aktivitas fisik (misalnya: berjalan seperempat mil, berjalan menanjak sepuluh langkah tanpa beristirahat, berdiri atau bertumpu pada kedua kaki selama dua jam duduk selama dua jam, membungkuk, berjongkok atau berlutut, menjangkau sesuatu yang tinggi, menjulurkan tangan seolah-olah hendak menjabat tangan orang dengan menggunakan jari-jari untuk menggenggam atau memegang, mengangkat atau membawa sesuatu seberat 5 kg). Keterbatasan aktivitas fisk pada lansia semakin bertambah seiring dengan semakin bertambahnya usia dan wanita lebih berkemungkinan daripada pria untuk mengalami keterbatasan fisik. Berkurangnya aktivitas itu dapat dikelompokkan ke dalam dua tipe, kondisi kronis dan kerusakan.


(38)

3. Prilaku Kesehatan dan Pilihan Gaya Hidup

Prilaku kesehatan dan faktor sosial merupakan hal yang memengaruhi lansia dalam hal membantu lansia memelihara kesehatan dan menjalani hidup sehari-hari. Beberapa lansia percaya bahwa mereka terlalu tua untuk mendapatkan manfaat apapun dari perubahan perilaku kesehatan mereka. Hal itu tentu saja tidak benar, tidak pernah ada kata terlambat untuk melakukan perubahan untuk kebaikan.

Pada umumnya lansia memiliki lebih banyak perilaku kesehatan yang baik daripada orang yang lebih muda. Lansia akan lebih kecil kemungkinannya untuk mengkonsumsi minuman beralkohol, merokok karena kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan. Pada tahun 1995, didapatkan data bahwa 28% pria lansia dan 39% wanita lansia lebih banyak duduk daripada mereka yang aktif, tipe aktivitas yang paling umum dilakukan adalah aktivitas ringan sampai menengah, misalnya berjalan-jalan, berkebun, dan melemaskan diri (Koswara, 2011).

Berikut ini adalah patofisiologi dari beberapa penyakit degeneratif pada lansia, yaitu:

a. Diabetes Mellitus (DM).

Perubahan gaya hidup dan pola makan meningkatkan timbulnya penyakit degeneratif, seperti Diabetes Melitus (DM), Hipertensi dan Jantung Koroner. Prevalensi penderita DM di Indonesia diperkirakan mencapai 5 juta pada tahun 2020 (Bustan, 2007). Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2003, DM adalah penyakit kronik yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah, membutuhkan perawatan medis berkelanjutan dan memerlukan kerjasama dengan


(39)

penderitanya untuk dapat mengelola secara mandiri, dalam rangka mencegah komplikasi akibat penyakitnya. Keadaan ini disebabkan karena adanya faktor yang menghambat kerja insulin atau jumlah insulin menurun. Insulin merupakan salah satu hormon yang diproduksi oleh kelenjar pankreas. Hormon insulin berfungsi mengendalikan kadar gula darah dalam tubuh. Bila kadar gula berlebihan akan menimbulkan hiperglikemia, sedangkan pada kekurangan atau cukup tetapi tidak efektif akan menyebabkan hipoglikemia.

Selanjutnya menurut ADA (2003), dikenal ada 4 jenis DM, yaitu DM tipe I disebabkan karena kerusakan sel beta pancreas sehingga penderita mengalami kekurangan insulin, DM tipe II disebabkan karena gangguan pengeluaran insulin secara progresif dengan latar belakang resistensi insulin, DM tipe khusus disebabkan karena beberapa hal, misalnya gangguan genetik fungsi sel beta pancreas, gangguan genetik kerja insulin, karena obat-obatan atau zat kimia, dan DM Gestasional, yaitu DM pada kehamilan. Penyebab penyakit DM terutama karena faktor keturunan, namun keturunan DM belum tentu akan mengidap penyakit DM, karena ada kemungkinan bakat DM ini tidak tampak secara klinis bila tidak ada faktor lain, seperti kurang gerak, makanan berlebihan, kehamilan, kekurangan hormon insulin yang disebabkan oleh pankreatomi atau pankreatitis, dan hormon insulin yang terpacu berlebihan.

Pembagian DM tersebut berdasarkan insulin terbagi atas dua jenis yaitu: IDDM (insulin dependent diabetes melitus) dan NIDDM (Non-insulin dependent diabetes melitus). IDDM atau juvenil DM merupakan penyakit DM yang terjadi


(40)

karena kerusakan sel beta penghasil insulin, sehingga dalam pengobatannya selalu tergantung pada ketersediaan insulin. DM IDDM biasanya timbul sebelum usia 40 tahun, sering mengalami komplikasi ketosis, dan biasanya dihubungkan dengan morfologi sel beta dan kandungan insulin yang normal bila sel beta tidak mengalami kelelahan. Hampir semua penderita dengan DM IDDM badannya gemuk dan toleransi glukosanya kembali normal atau mendekati normal bila berat badannya dikurangi. Sebaliknya DM NIDDM merupakan penyakit DM yang terjadi karena pola makan yang tidak seimbang sehingga dalam pengobatannya tidak selalu tergantung pada ketersediaan insulin tetapi dengan merubah pola makannya. NIDDM biasanya timbul setelah usia lanjut. Hampir semua penderita DM NIDDM berat badannya kurus (Bustan, 2007).

Gejala khas seperti poliuria, polidipsi, polifagia, rasa lemas, dan turunnya berat badan merupakan petunjuk penting disamping rasa kesemutan, gatal, dan mata kabur serta impotensia pada pria dan pruitosvulvae pada wanita. Dibandingkan dengan non-DM, penderita DM mempunyai kecenderungan mengidap penyakit menahun seperti trombosis serebri, kebutaaan, penyakit jantung koroner, gagal ginjal,

selulitis, dan gangren.

Berdasarkan fenomena tersebut perlu adanya tindakan preventif terhadap timbulnya penyakit degeneratif terutama hipertensi dan DM. Salah satu usaha untuk mengatasi penyakit tersebut adalah dengan mengatur diet pada pasien atau penderita dan latihan fisik sederhana yang semua bertujuan meminimalkan komplikasi yang mungkin timbul. Tubuh manusia membutuhkan aneka ragam makanan untuk


(41)

memenuhi semua zat gizi. Agar tidak terjadi kekurangan atau kelebihan zat gizi, perlu diterapkan kebiasaan makanan yang seimbang sejak usia dini dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu agar tercapainya kondisi kesehatan yang prima (Depkes, 2008): (Supariasa, 2002).

Mengatur menu makanan sangat dianjurkan bagi penderita DM untuk menghindari dan membatasi fluktuasi kadar glukosa darah yang tidak terkontrol sehingga penderita tidak mengalami hipoglikemia atau koma karena hiperglikemia. Menurut Harvey (2003), tujuan terapi diet DM adalah untuk mencapai kadar gula darah normal, melindungi jantung, mengontrol kadar kolesterol dan tekanan darah, mencapai berat badan ideal, mencegah timbulnya komplikasi. Menu makanan yang dianjurkan adalah karbohidrat dari biji-bijian, kacang-kacangan, sayuran, buah, dan susu rendah lemak atau tanpa lemak. Karbohidrat dan lemak tidak jenuh sebaiknya menyediakan 60-70% kebutuhan kalori. Lemak jenuh harus dihindari. Protein dibatasi, menyediakan 15-20 % kebutuhan kalori. Protein ikan dan kedelai lebih baik bagi penderita DM. Kebutuhan gula dari makanan sebaiknya dipenuhi dari buah-buahan dengan jumlah sesuai kebutuhan (Bustan, 2007).

b. Hipertensi

Hipertensi adalah suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah melebihi batas normal, yang diperoleh dari dua kali pengukuran tekanan darah pada dua kesempatan yang berbeda. Batas tekanan darah normal bervariasi sesuai dengan usia. Hipertensi bisa menyerang semua usia. Jenis kelamin laki-laki lebih cenderung mengalami hipertensi dari pada wanita. Derajat hipertensi dapat dibagi menjadi


(42)

ringan, sedang, dan berat. Pembagian tersebut digunakan untuk menentukan intervensi yang akan digunakan. Semua tingkat hipertensi membutuhkan penanganan yang komprehensif, bukan mengandalkan pengobatan medis semata. Intervensi dalam hal pola makan dan aktivitas fisik/olah raga juga memegang peranan penting.

Berbagai faktor diketahui dapat menyebabkan terjadinya hipertensi, walaupun sebagian besar (90%) penyebab hipertensi tidak diketahui (hipertensi esensial). Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) pembuluh darah tepi dan peningkatan volume aliran darah. Faktor gizi yang sangat berhubungan dengan terjadinya hipertensi melalui berbagai mekanisme.

Faktor penyebab utama terjadinya hipertensi adalah aterosklerosis yang didasari dengan konsumsi lemak berlebih. Oleh karena itu untuk mencegah timbulnya hipertensi adalah mengurangi konsumsi lemak berlebih disamping pemberian obat-obatan bila perlu. Pembatasan konsumsi lemak sebaiknya dimulai sejak dini sebelum hipertensi muncul, terutama pada orang yang mempunyai riwayat keturunan hipertensi dan pada orang menjelang usia lanjut. Sebaiknya mulai umur 40 tahun pada wanita agar lebih hati-hati dalam mengkonsumsi lemak pada usia mendekati menopause (Anie Kurniawan, 2002). Hal ini ditegaskan lagi oleh Federal Bureau of Prison (2004), bahwa saat hipertensi sudah terdiagnosis, maka modifikasi gaya hidup harus menjadi terapi awal. Mengurangi berat badan bagi yang kegemukan, membatasi asupan garam, dan melakukan latihan fisik/olah raga adalah bagian dari modifikasi gaya hidup. Pembatasan kolesterol dan lemak jenuh harus dilakukan. Sementara


(43)

asupan kalium dan kalsium harus tetap ada, yaitu dengan banyak mengkonsumsi buah dan sayuran. Di sisi lain, rokok dan alkohol harus dihindari karena akan meningkatkan risiko timbulnya komplikasi.

Hipertensi merupakan keadaan yang bersifat kronis, membutuhkan pengobatan kontinyu, dan sering menimbulkan berbagai komplikasi. Penyakit tersebut juga dikenal sebagai silent killer, karena jika tak terdeteksi dengan baik, sewaktu-waktu bisa menimbulkan keadaan emergensi seperti stroke, penyakit jantung koroner, dan gagal ginjal (Dennysantoso, 2011): (Bustan, 2007).

C. Penyakit jantung (cardiovasculer)

Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit penyebab kematian utama di negara maju. Namun ternayata penyakit ini sekarang juga mulai mendominasi angka

mortalitas dan morbiditas negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Prevalensi penyakit kardiovaskular pada tahun 1972 adalah 1,1 per 1000 penduduk dan meningkat 5 kali menjadi 5,9 per 1000 penduduk pada tahun 1980. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1986, 1992, dan 1995 menunjukkan adanya peningkatan proposi kematian akibat penyakit kardiovaskular masing-masing 9,7%, 16,4%, dan 24,5%. Hasil SKRT 1995 menunjukkan bahwa proporsi penyakit kardiovaskular sebesar 24,5% menduduki tempat teratas sebagai penyebab kematian. Penyakit tersebut timbul karena berbagai faktor risiko, seperti kebiasaan merokok,

hipertensi, dislipidemia (konsumsi makanan yang banyak mengandung lemak), DM, usia lanjut, dan riwayat keluarga (Annie Kurniawan, 2002). Menurut Maria C. Linder, Ph.D dari California State University, Fullerton, CA, masih menjadi


(44)

perdebatan tentang pengaruh faktor diet dan cara hidup terhadap terjadinya penyakit jantung, namun beberapa penelitian menduga bahwa penyebab utama terjadinya penyakit jantung adalah karena pola makan yang berhubungan dengan diet seseorang, walaupun faktor usia juga berperan, karena pada usia lanjut pembuluh darah cenderung menjadi kaku dan elastisitasnya berkurang.

Pembuluh darah jantung yang mengalami ateroklerosis, akan mengalami peningkatan resistensi. Hal ini akan memicu jantung untuk meningkatkan denyutannya agar aliran darah dapat mencapai seluruh bagian tubuh. Merokok, tekanan darah tingi, dan peningkatan kadar kolesterol plasma/serum adalah faktor risiko utama terjadinya aterosklerosis, sedangkan penyebab sekunder adalah stres, kurang gerak, pola makan yaitu terlalu banyak mengkonsumsi lemak yang akan meningkatkan trigiserida plasma ditambah dengan konsumsi kolesterol. Rasio kolesterol HDL (high density level) dengan LDL (low density level) berbanding terbalik dengan terjadinya aterosklerosis dan ini lebih berarti daripada hubungan dengan total kolesterol serum LDL yang berlebihan memicu terjadinya aterosklerosis

pada dinding pembuluh darah. Selain konsumsi lemak yang berlebih, kekurangan konsumsi zat gizi mikro (vitamin dan mineral) dapat menyebabkan terjadinya

aterosklerosis, seperti vitamin C, vitamin E, dan vitamin B6 yang dapat meningkatkan kadar homosistein (Bustan, 2007): (Sunita, 2003).


(45)

2.2. Gaya Hidup

2.2.1. Pengertian Gaya Hidup

Menurut Kotler (2002), Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungan. Menurut Minor dan Mowen gaya hidup adalah menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana orang membelanjakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu (Tamher, 2009).

Gaya hidup individu, yang dicirikan dengan pola perilaku individu, akan memberi dampak pada kesehatan individu dan selanjutnya pada kesehatan orang lain. Dalam kesehatan, gaya hidup seseorang dapat diubah dengan cara memberdayakan individu agar merubah gaya hidupnya, tetapi merubahnya bukan pada si individu saja, tetapi juga merubah lingkungan sosial dan kondisi kehidupan yang memengaruhi pola perilakunya. Dan tidak ada aturan ketentuan baku tentang gaya hidup yang berlaku untuk semua orang. Budaya, pendapatan, struktur keluarga, umur, kemampuan fisik, lingkungan rumah dan lingkungan tempat kerja yang berbeda, menciptakan berbagai gaya yang berbeda pula ( Hadywinoto, 1999).

Dalam Deklarasi Vientiane dikatakan gaya hidup adalah sebagai praktek perilaku dan praktek sosial yang mendukung kesehatan dan merupakan cerminan dari nilai-nilai dan jati diri dari kelompok dan masyarakat dimana penduduk hidup dan menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk memenuhi kehidupan ekonomi, sosial dan lingkungan fisik (Darmojo, 1999).


(46)

Menurut Belloc & Breslow (1972), yang termasuk gaya hidup sehat adalah: 1. Pola makan yang baik

2. Aktivitas fisik 3. Olahraga

4. Istirahat/tidur 7 – 8 jam perhari 5. Tidak merokok

6. Tidak minum-minuman keras

7. Tidak mengonsumsi obat-obatan (Watson, 2003). 2.2.2. Pola Makan

Pola makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang yang memilih dan mengkonsumsi makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, budaya dan sosial. Pola makan sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang berhubungan dengan kebiasaan makan setiap harinya (Sediaoetama, 2000).

Menurut Sri (2007) yang mengutip pendapat Khumaidi dan Suhardjo menyatakan bahwa pola konsumsi pangan atau kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Pola konsumsi pangan atau kebiasaan makan adalah berbagai informasi yang dapat memberikan gambaran mengenai jumlah, jenis dan frekwensi bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh seseorang dan merupakan ciri khas untuk satu kelompok masyarakat tertentu (Supariasa dkk, 2002).

Pola makan individu meliputi bahan makanan pokok (sumber karbohidrat), lauk pauk (sumber protein hewani dan nabati), sayur dan buah. Susunan makanan


(47)

lansia harus mengandung semua unsur gizi yaitu: karbohidrat, protein, lemak, mineral, air dan serat dalam jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan serta seimbang dalam komposisinya. Menurut Sediaoetama (2000) pola makanan yang tidak baik akan menimbulkan beberapa gangguan seperti kolesterol tinggi, tekanan darah meningkat dan kadar gula yang meningkat (Maryam, 2008; Sediaoetama, 2004).

Belum ada standard menu untuk lansia di Indonesia. Tetapi sebagai bahan acuan dapat dibuat menu makanan lansia dalam sehari berdasarkan konsep “empat sehat lima sempurna” atau konsep “gizi seimbang”. Sebagai contoh menu berdasarkan “empat sehat lima sempurna” terdiri atas kelompok makanan pangan pokok (utama = sumber karbohidrat) yaitu nasi (1 porsi), kelompok lauk pauk (protein nabati atau protein hewani) misalnya daging (1 potong) atau tahu (1 potong), kelompok sayuran misalnya sayur bayam (1 mangkok), kelompok buah-buahan misalnya pepaya (1 potong) dan susu (1 gelas). Menu seimbang untuk lansia adalah susunan makanan yang mengandung semua unsur zat gizi yang dibutuhan lansia (Denysantoso, 2011; Nugroho, 2008).

Kebutuhan akan serat yang dapat larut dalam air seperti apel, jeruk, pir, kacang merah dan kedelai juga perlu untuk lansia. Selain sebagai sumber serat, buah dan sayuran juga merupakan sumber vitamin dan mineral. Mengonsumsi Serat dan buah sangat penting untuk lansia untuk mencegah sulit buang air besar. Selain itu konsumsi susu dapat menambah kebutuhan air yang kurang pada lansia. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan makan untuk lansia adalah: porsi


(48)

makan jangan terlalu kenyang akan lebih baik jika porsi makannya sedikit tapi sering, banyak minum air putih sekitar 7-8 gelas/hari dan batasi minum kopi dan teh, kurangi garam, makanan hendaknya mudah dicerna lembek tidak keras, hindari makanan yang terlalu manis, terlalu asin dan yang terlalu gurih/gorengan (Nugroho, 2008; Rimbana, 2004; Sunita, 2003; Supariasa, 2002).

Berdasarkan konsep “gizi seimbang”, seperti tersebut di atas sebagai contoh menu lansia dalam sehari disajikan pada Tabel 2.1. berikut:

Tabel 2.1. Pola Susunan Makanan Lansia dalam Sehari Berdasarkan Menu Seimbang

No. Kelompok Makanan Jenis Pangan per Porsi

Jumlah Porsi per Hari Laki-

Laki Perempuan 1. Bahan Pokok (Sumber

Karbohidrat) Nasi (1 piring) 3 2

2. Lauk pauk/sumber protein hewani/nabati

Daging (1 potong) Tahu (1potong)

1,5 5

2 4

3. Sayuran Bayam (1

mangkok) 1,5 1,5

4. Buah-buahan Pepaya (1 potong ) 2 2

5. Susu Skim (1 gelas) 1 1

Sumber : Ditjen Binkesmas, Depkes RI (1992); Leaflet Depkes RI(2008)

Menu ini disusun berdasarkan kecukupan energi dan gizi bagi lansia dalam sehari, 3 kali makanan pokok/utama dan 2 kali makanan selingan. Makanan selingan dikonsumsi untuk menunggu jadwal makanan pokok. Hal ini perlu dilakukan supaya jangan samapi perut kosong yang dapat menyebabkan peningkatan asam lambung.


(49)

Tabel 2.2. Menu untuk Lansia dalam Sehari

No. Waktu makan Menu Porsi

1. Pagi Sumber karbohidrat Protein

Susu

1piring 1 potong 1 gelas 2. Selingan Makanan jajajan 1 potong

3. Siang Karbohidrat

Protein nabati/hewani Sayuran Buah-buahan 1piring 1 potong 1 mangkok 1 buah 4. Selingan Makanan jajanan 1 potong

5. Malam Karbohidrat

Protein nabati/hewani Sayuran Buah-buahan 1piring 1 potong 1 mangkok 1 buah

Sumber : Amini Nasoetion dan Dodik Briawan (1993)

Menurut Nugroho (2008) untuk menjaga agar menu harian tidak monoton, tetapi bervariasi maka perlu menyajikan berbagai bahan makanan pengganti atau penukar bagi kelompok makanan yang akan disajikan pada Tabel 2.3. Variasi dalam menu harian sangat diperlukan karena dapat menghindari rasa bosan dan baik bagi kelengkapan zat gizi (komplementasi zat gizi).

Pola makanan yang tidak seimbang antara asupan dengan kebutuhan baik jumlah maupun jenis makanannya, seperti makan makanan tinggi lemak, kurang mengonsumsi sayuran, buah dan sebagainya juga makan makanan yang melebihi kebutuhan tubuh bisa menyebabkan obesitas atau kegemukan.


(50)

Tabel 2.3. Berbagai Kelompok Makanan Pengganti/Penukar

Kelompok Makanan Jenis Makanan

Sumber Karbohidrat Nasi, jagung, ketan, bihun, biskuit, kentang, mie instan, mie kering, roti tawar, singkong, talas, ubi jalar, pisang nangka, makaroni

Sumber Protein Hewani Daging ayam, daging sapi, hati (ayam atau sapi), telur unggas, ikan mas, ikan kembung, ikan sarden, bandeng, baso daging

Sumber Protein Nabati Kacang tanah, kedelai, kacang hijau, kacang merah, kacang tolo, tahu, tempe, oncom

Buah-buahan Pepaya, belimbing, alpukat, apel, jambu biji, jeruk, mangga, nangka, pisang ambon, sawo, semangka, sirsak, tomat

Sayuran Bayam, buncis, beluntas, daun pepaya, daun singkong, katuk, kapri, kacang panjang, kecipir, sawi, wortel, selada

Makanan Jajanan Bika ambon, dadar gulung, getuk lindri, apem, kroket, kue pia, kue putu, risoles

Susu Susu sapi, susu kambing, susu kerbau, susu kedelai, skim

Sumber : Amini Nasoetion dan Dodik Briawan (1993)

Kejadian penyakit infeksi dan kekurangan gizi dapat diturunkan jika pola makan seimbang sebaliknya penyakit degeneratif dan penyakit kanker meningkat jika pola makan tidak seimbang. Di beberapa daerah masalah penyakit infeksi masih menonjol sehingga dalam transisi epidemiologi kita menghadapi beban ganda

(Double Burden), peningkatan kemakmuran diikuti oleh perubahan gaya hidup karena pola makan, di kota-kota besar berubah dari pola makanan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat, serat dan sayuran, ke pola makanan masyarakat barat yang komposisinya terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula dan garam tetapi rendah serat (Mien, 1998; Darmojo, 1999; Depkes RI, 2008).


(51)

Sedangkan menurut WHO (2003) meningkatnya industrialisasi, urbanisasi, mekanisasi yang terjadi di sebagian besar negara di dunia, berhubungan dengan perubahan makanan dan perilaku, termasuk ke dalamnya makanan yang tinggi lemak dan tinggi energi serta gaya hidup yang lebih santai, melakukan aktivitas bisa dibantu dengan peralatan yang tidak banyak mengeluarkan energi. Tingginya kandungan sukrosa dalam makanan meningkatkan tekanan arteri pada beberapa orang dengan tensi normal yang kemudian memberikan efek meningkatkan penyerapan NaCl (natrium klorida) pada orang yang memiliki tekanan darah normal dan hipertensi (Kotchen dan Jane,1995). Sukrosa mungkin dapat menurunkan kadar lemak darah dan memiliki efek merugikan pada toleransi glukosa (Willet, 1990). Konsumsi lemak mempunyai pengaruh kuat pada resiko penyakit kardiovaskuler seperti penyakit jantung koroner dan stroke, efek lain pada lipid darah, trombosis, tekanan darah tinggi (Tamher, 2009).

Sedangkan menurut Willet (1990) efek dari protein dan jenis protein pada manusia belum jelas dan hubungan jenis protein dengan resiko PJK (Penyakit Jantung Koroner) diterima dengan sedikit perhatian pada studi-studi epidemiologi (Wirakusumah, 2002).

Konsumsi natrium dari berbagai sumber makanan memengaruhi tekanan darah dan seharusnya membatasi konsumsi Natrium untuk mengurangi resiko hipertensi yang dapat berakibat pada Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan stroke, dianjurkan komsumsi tidak lebih dari 1,7 gr Natrium per hari. Konsumsi Serat,


(52)

sayuran dan buah setiap hari akan memberi perlindungan terhadap PJK dan juga menurunkan tekanan darah dan stroke (Maryam, 2008).

Menurut Depkes RI (2008), dengan bertambahnya usia seseorang, kecepatan metabolisme tubuh cenderung turun. Kebutuhan kalori pada lanjut usia berkurang, hal ini disebabkan karena berkurangnya kalori dasar dari kegiatan fisik. Kalori dasar adalah kalori yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tubuh dalam keadaan istirahat, misalnya: untuk jantung, usus, pernafasan, ginjal, dan sebagainya. Jadi kebutuhan kalori bagi lansia harus disesuaikan dengan kebutuhannya

Gaya hidup pada zaman modern ini telah mendorong orang mengubah gaya hidupnya seperti makan makanan siap saji, makanan kalengan, sambal botolan, minuman kaleng, buah dan sayur yang memakai bahan pengawet, makanan kaya lemak, makanan kaya kolesterol. Gaya hidup seperti ini tidak baik untuk tubuh dan kesehatan karena tubuh kita menjadi rusak karena makan yang tidak sehat sehingga tubuh menjadi lembek dan rentan penyakit (Depkes RI, 2008).

Pada lansia akan tejadi berbagai macam kemunduran organ tubuh, sehingga metabolisme di dalam tubuh menurun. Hal tersebut menyebabkan pemenuhan kebutuhan sebagian zat gizi pada sebagian besar lansia tidak terpenuhi secara adekuat dan lengkap. Untuk itu perlu mengonsumsi suplemen makanan tetapi harus sesuai dengan anjuran dokter (Depkes RI, 2008).

2.2.3. Aktifitas fisik

Aktivitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga secara sederhana yang sangat penting bagi pemeliharaan fisik,


(53)

mental dan kualitas hidup yang sehat dan bugar (Mien, 1998).

Perubahan gaya hidup ” sedentary” merupakan gaya hidup dimana gerak fisik yang dilakukan minimal sedang beban kerja mental maksimal. Keadaan ini besar pengaruhnya terhadap tingkat kesehatan termasuk keadaan gizi seseorang dan selanjutnya berakibat sebagai penyebab dari berbagai penyakit. Latihan fisik secara teratur ke dalam kegiatan sehari-hari adalah penting untuk mencegah hipertensi dan penyakit jantung (Sunita, 2003).

Gaya hidup juga bisa memengaruhi kerentanan fisik terutama karena kurangnya aktivitas fisik akibatnya timbul penyakit yang sering diderita antara lain

diabetes melitus atau kencing manis, penyakit jantung, hipertensi, kanker atau keganasan dan lain-lain. Gaya hidup pada jaman modern ini telah mendorong orang mengubah gaya hidupnya seperti jarang bergerak karena segala sesuatu atau pekerjaan dapat lebih mudah dikerjakan dengan adanya teknologi yang modern seperti mencuci dengan mesin cuci, menyapu lantai dengan mesin penyedot debu, bepergian dengan kendaraan walupun jaraknya dekat dan bisa dilakukan dengan jalan kaki. Gaya hidup seperti itu tidak baik untuk kesehatan karena tubuh kita menjadi manja, karena kurang bergerak, sehingga tubuh menjadi lembek dan rentan penyakit.

Untuk menciptakan hidup yang sehat segala sesuatu yang kita lakukan tidak boleh berlebihan karena hal tersebut bukannya menjadikan lebih baik tetapi sebaliknya akan memperburuk keadaan. Jadi lakukan atau kerjakanlah sesuatu hal itu sesuai dengan kebutuhan. (Depkes RI, 2008).


(54)

dinamis mampu meningkatkan aliran darah sehingga sangat menunjang pemeliharaan jantung dan sistem pernafasan. Sedangkan olahraga apapun baik untuk kesehatan kita seperti senam, berenang, jalan kaki, yoga, waitangkung, karena dapat bersosialisasi, berjumpa dengan teman-teman, dan mendapat kenalan baru, mengadakan kegiatan lainnya, seperti bisa berwisata dan makan bersama. Kebanyakan olahraga dilakukan pada pagi hari setelah subuh. Dimana udara masih bersih. Berolah raga dapat menurunkan kecemasan dan mengurangi perasaan depresi dan merasa rendah diri. Selain fisik sehat jiwa juga terisi, membuat kita merasa mudah dan sehat di usia tua (Koswara, 2011).

Sejumlah studi menunjukkan bahwa olahraga teratur, mengurangi faktor resiko terhadap penyakit jantung koroner, termasuk hipertensi (Soerharto, 2000). Kemampuan aktivitas fisik yang berhubungan dengan kesehatan akan mempengaruhi kemampuan tubuh untuk berfungsi secara baik, komponen tersebut antara lain efisiensi kardiovaskuler, kelenturan, pengendalian gerak badan dan pengurangan stress (Mien, 1998).

Usia bertambah, tingkat jasmani akan turun. Penurunan kemampuan akan semakin terlihat setelah umur 40 tahun, sehingga saat lansia kemampuan akan turun antara 30-50%. Oleh karena itu, bila usia lanjut ingin berolahraga harus memilih sesuai dengan umur kelompoknya, dengan kemungkinan adanya penyakit. Olahraga usia lanjut perlu diberikan dengan berbagai patokan, antara lain beban ringan atau sedang, waktu relatif lama, bersifat aerobik dan atau kalsistenik, tidak kompetitif atau bertanding. Beberapa contoh olah raga yang sesuai dengan batasan diatas yaitu, jalan


(55)

kaki, dengan segala bentuk permainan yang ada unsur jalan kaki misalnya golf, lintas alam, mendaki bukit, senam dengan faktor kesulitan kecil dan olahraga yang bersifat rekreatif dapat diberikan. Dengan latihan otot manusia lanjut dapat menghambat laju perubahan degeneratif (Depkes, 2008).

2.2.4. Kebiasaan Istirahat

Menurut Maryam (2008), istirahat dapat berarti bersantai menyegarkan diri atau diam tidak melakukan aktivitas apapun setelah melakukan kerja keras. Istirahat dapat berarti pula menghentikan sementara semua kegiatan sehari-hari bahkan sampai tertidur. Istirahat yang cukup diperlukan agar tubuh dapat kembali ke kondisi normal setelah digunakan untuk beraktifitas. Istirahat terbaik adalah tidur. Kebutuhan tidur untuk lansia adalah 6-8 jam sehari. Kebiasaan atau pola tidur lansia dapat berubah yang terkadang mengganggu kenyamanan anggota keluarga yang lain yang tinggal serumah. Perubahan pola tidur dapat berupa tidak bisa tidur sepanjang malam dan sering terbangun pada malam hari. Tidur terlalu lama, akan cenderung mengganggu kesehatan. Sebagaimana dijelaskan diatas, saat tidur pun tubuh butuh nutrisi. Bila tidur terlalu lama, tubuh akan mengalami katabolik. Akibatnya, akan semakin merasa malas, tidak bertenaga, dan memboroskan waktu. Kurang tidur dapat mengurangi kemampuan seseorang untuk mengingat informasi yang lengkap atau kompleks. Penelitian di Universitas de Lille, Prancis, mengindikasikan bahwa otak memerlukan tidur untuk mempertahankan kemampuan mengingat informasi yang kompleks. Umumnya manusia bisa tidur dalam 6-8 jam sehari. Tetapi ada orang yang bisa tidur dibawah 6 jam. Kurang tidur berdampak negatif terhadap tubuh kita seperti kurang


(56)

konsentrasi, cepat marah, lesu, lelah (Maryam, 2008).

Istirahat yang cukup sangat dibutuhkan badan kita. Banyak orang yang tidur jadi lemas, tidak ada semangat, lekas marah dan stress. Hasil riset terbaru para ahli di Chicago membuktikan, 3 hari mengalami kurang tidur, kemampuan tubuh dalam memproses glukosa akan menurun secara drastis, sehingga dapat meningkatkan resiko mengidap diabetes. Selanjunya menurut mereka, tidur tidak nyenyak selama 3 hari berturut-turut akan menurunkan toleransi tubuh terhadap glukosa, khususnya pada orang muda dan orang dewasa (Santoso, 2009).

Sepertiga dari waktu dalam kehidupan manusia adalah untuk tidur. Diyakini bahwa tidur sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan proses penyembuhan penyakit, karena tidur bermanfaat untuk menyimpan energi, menigkatkan imunitas tubuh dan mempercepat proses penyembuhan penyakit juga pada saat tidur tubuh mereparasi bagiaan-bagian tubuh yang sudah aus. Umumnya orang akan merasa segar dan sehat sesudah istirahat. Jadi istirahat dan tidur yang cukup sangat penting untuk kesehatan ( Depkes RI, 2008).

2.2.5. Riwayat Merokok

Merokok bukanlah gaya hidup yang sehat. Merokok dapat menganggu kerja paru-paru yang normal, karena Hemoglobin lebih mudah membawa Karbondioksida daripada membawa Oksigen. Jika terdapat Karbondioksida dalam paru-paru, maka akan dibawa oleh Hemoglobin sehingga tubuh memperoleh oksigen yang kurang dari biasanya. Kandungan nikotin dalam rokok yang terbawa dalam aliran darah dapat mempengaruhi berbagai bagian tubuh yaitu mempercepat denyut jantung sampai 20


(57)

kali lebih cepat dalam satu menit daripada dalam keadaan normal. Menurunkan suhu kulit sebesar setengah derajat karena penyempitan pembuluh darah kulit dan menyebabkan hati melepaskan gula ke dalam aliran darah (Bustan, 2007).

Merokok merupakan faktor resiko terpenting untuk terjadinya penyakit tidak menular, karena dapat menyebabkan Arterio Skleorosis dini, penyakit jantung koroner, penyakit paru obstruktif menahun, kanker paru, larynx, rongga mulut, pancreas, dan Osephagus, selain itu juga dapat meningkatkan tekanan darah dan kadar lemak dalam darah sebagai faktor resiko terjadinya Stroke, penyakit jantung dan pembuluh darah (Bustan, 2007; ).

Merokok sigaret dengan kandungan nikotin menyebabkan peningkatan frekuensi denyut jantung serta meningkatkan tekanan sistolik dan diastolik, meskipun nikotin dan merokok menaikkan tekanan darah secara akut, namun tidak selalu muncul pada perokok (Kaplan dan Stamle,1994). Zat-zat kimia beracun yang terdapat dalam rokok seperti nikotin dan karbondioksida yang diisap melalui rokok dibawa masuk kedalam aliran darah. Selanjutnya zat ini merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, sehingga mengakibatkan proses Aterosklerosis dan tekanan darah tinggi. Selain itu dapat meningkatkan tekanan darah, merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung (Karyadi, 2002).

Farmingham Heart Study menemukan bahwa merokok menurunkan kadar kolesterol baik High Density Level (HDL). Penurunan HDL ini berbeda, pada perempuan penurunannya lebih tinggi dari pada laki-laki. Pada laki-laki rata-rata 4,5 mg/dl dan pada perempuan 6,5 mg/dl.


(58)

Perokok dikategorikan sebagai berikut:

1. Perokok ringan : <10 batang/hari 2. Perokok sedang : 10-20 batang/hari 3. Perokok berat : > 20 batang/hari

Penelitian yang dilakukan oleh Lipid Research Program Prevalance Study

menunjukan bahwa mereka yang merokok dua puluh batang atau lebih perhari, mengalami penurunan kadar HDL sekitar 11% pada laki-laki dan 14% pada perempuan. Merokok juga mengurangi usia harapan hidup, rata-rata 10 tahun. Atau apabila tidak merokok berarti menambah usia harapan hidup rata-rata 10 tahun. Demikian antara lain hasil penelitian selama 50 tahun di Inggris mengenai dampak merokok terhadap kesehatan (Depkes RI, 2008).

2.3. Pengertian dan Batasan Lanjut Usia (Lansia)

Menurut pengertian gerontologi, lansia adalah suatu tahap dalam hidup manusia mulai dari bayi, anak-anak, remaja, tua dan lansia dan bukan penyakit malainkan suatu proses alami yang tidak bisa dihindarkan. Tidak ada batasan yang pasti mengenai umur lansia (Nugroho, 2008).

Menurut Undang-Undang R.I. No. 13 / tahun 1998, Bab I pasal 1 ayat 2 dikatakan bahwa Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas.

Menurut WHO, Lansia dikategorikan menjadi 4 golongan usia yaitu: usia pertengahan (middle age) adalah kelompok usia 45-59 tahun, usia lanjut (elderly)


(59)

sedangkan usia sangat tua (very old) adalah kelompok usia diatas 90 tahun (Maryam, 2008; Nugroho, 2008, Darmojo, 1999).

Menurut Watson (2003), lansia adalah kelompok penduduk yang rentan terhadap masalah baik masalah ekonomi, sosial budaya, kesehatan maupun psikologis. Dari beberapa pengertian lansia diatas disimpulkan bahwa untuk penelitian ini pembagian usia yang dipakai adalah lansia dengan kelompok umur ≥ 60 Tahun ke atas.

Tujuan hidup manusia adalah menjadi tua tetapi tetap sehat (healthy aging). Healthy aging artinya menjadi tua dalam keadaan sehat. Menurut Darmojo (1999), menjadi tua harus disertai dengan usaha menjaga kesehatan untuk mencegah agar proses menua tidak disertai dengan proses patologik atau sakit.

2.3.1. Faktor-faktor yang Memengaruhi Penuaan

Proses menua dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor dari dalam tubuh individu (endogenic aging) dan faktor dari luar individu (exogenic aging).

1. Endogenic aging, terjadi dari dalam tubuh individu yang secara alami tubuh akan mengalami kemunduran terus menerus. Proses ini terjadi seperti jam yang terus berputar.

2. Exogenic aging, yaitu lingkungan (environment) dimana seseorang hidup dan faktor sosio budaya yang disebut dengan gaya hidup (life style). Faktor exogenic aging lebih dikenal dengan faktor resiko. Faktor-faktor exogenic ini yaitu lingkungan dan gaya hidup (pola makan, aktivitas fisik, kebiasaan istirahat dan kebiasaan merokok) saling memengaruhi satu sama lain.


(1)

[DataSet1] C:\Users\user\Documents\SPSS PONIAH.sav

Case Processing Summary

107 100.0

0 .0

107 100.0

0 .0

107 100.0

Unweighted Casesa

Included in Anal ysis Mis sing Cases Total

Selected Cases

Unselected Cas es Total

N Percent

If weight is in effect, s ee class ification table for the total number of cases.

a.

De pe n de n t V a ria ble Enc odi ng

0 1 Or igina l Va lue

Ba ik Bu ruk

Int erna l Va lue

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

0 45 .0

0 62 100.0

57.9 Observed

Baik Buruk Status Kes ehatan

Overall Percentage Step 0

Baik Buruk

Status Kes ehatan Percentage Correct Predicted

Constant is included in the model. a.

The cut value is .500 b.

Va riables in the Equa tion

.320 .196 2.678 1 .102 1.378

Constant St ep 0


(2)

Va riables not in the Equa tion

24.557 1 .000

24.557 1 .000

mK Variables

Overall Statistic s St ep 0

Sc ore df Sig.

Block 1: Method = Forward Stepwise (Wald)

Omnibus Tests of Model Coefficients

26.073 1 .000

26.073 1 .000

26.073 1 .000

Step Block Model Step 1

Chi-square df Sig.

Model Summar y

119.548a .216 .291

Step 1

-2 Log likelihood

Cox & Snel l R Square

Nagelkerke R Square

Es timation term inated at iteration num ber 4 because param eter estim ates changed by les s than .001. a.

Classification Tablea

37 8 82.2

21 41 66.1

72.9 Observed

Baik Buruk Status Kes ehatan

Overall Percentage Step 1

Baik Buruk

Status Kes ehatan Percentage Correct Predicted

The cut value is .500 a.

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper 95.0% C.I.for EXP(B)


(3)

[DataSet1] C:\Users\user\Documents\SPSS PONIAH.sav Case Processing Summary

107 100.0

0 .0

107 100.0

0 .0

107 100.0

Unweighted Casesa

Included in Anal ysis Mis sing Cases Total

Selected Cases

Unselected Cas es Total

N Percent

If weight is in effect, s ee class ification table for the total number of cases.

a.

De pe n de n t V a ria ble Enc odi ng

0 1 Or igina l Va lue

Ba ik Bu ruk

Int erna l Va lue

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

0 45 .0

0 62 100.0

57.9 Observed

Baik Buruk Status Kes ehatan

Overall Percentage Step 0

Baik Buruk

Status Kes ehatan Percentage Correct Predicted

Constant is included in the model. a.

The cut value is .500 b.

Va riables in the Equa tion

.320 .196 2.678 1 .102 1.378

Constant St ep 0


(4)

Va riables not in the Equa tion

24.731 1 .000

26.419 1 .000

30.076 1 .000

24.557 1 .000

61.827 4 .000

Pola afK itK mK Variables

Overall Statistics St ep

0

Sc ore df Sig.

Block 1: Method = Forward Stepwise (Wald)

Omnibus Tests of Mode l Coeffic ient s

31 .592 1 .00 0

31 .592 1 .00 0

31 .592 1 .00 0

26 .969 1 .00 0

58 .562 2 .00 0

58 .562 2 .00 0

16 .796 1 .00 0

75 .358 3 .00 0

75 .358 3 .00 0

6.0 48 1 .01 4

81 .405 4 .00 0

81 .405 4 .00 0

Ste p Blo ck Mo del Ste p Blo ck Mo del Ste p Blo ck Mo del Ste p Blo ck Mo del Ste p 1

Ste p 2

Ste p 3

Ste p 4

Ch i-sq uare df Sig .

Mo de l Su mm ary

114.029a .256 .344

87.059b .421 .567

70.263b .506 .680

64.216b .533 .716

St ep 1 2 3 4

-2 Log lik elihood

Cox & Snell R Square

Nagelk erke R Square

Es timation term inated at it erat ion number 4 bec aus e param eter esti mat es c hanged by less than .001. a.

Es timation term inated at it erat ion number 6 bec aus e b.


(5)

35 10 77.8

15 47 75.8

76.6

23 22 51.1

1 61 98.4

78.5

38 7 84.4

6 56 90.3

87.9

36 9 80.0

4 58 93.5

87.9 Observed

Baik Buruk Status Kes ehatan

Overall Percentage Baik Buruk Status Kes ehatan

Overall Percentage Baik Buruk Status Kes ehatan

Overall Percentage Baik Buruk Status Kes ehatan

Overall Percentage Step 1

Step 2

Step 3

Step 4

Baik Buruk

Status Kes ehatan Percentage Correct

The cut value is .500 a.

Va riables in the Equa tion

2.395 .465 26.489 1 .000 10.967 4.406 27.299

-.847 .309 7.538 1 .006 .429

2.823 .664 18.051 1 .000 16.828 4.576 61.891

3.051 .663 21.154 1 .000 21.128 5.758 77.523

-2.739 .655 17.517 1 .000 .065

2.815 .734 14.713 1 .000 16.695 3.962 70.357

3.253 .740 19.322 1 .000 25.866 6.065 110.321

2.374 .640 13.770 1 .000 10.737 3.065 37.614

-3.990 .884 20.350 1 .000 .019

2.541 .774 10.793 1 .001 12.697 2.788 57.833

1.922 .819 5.511 1 .019 6.831 1.373 33.982

3.475 .822 17.870 1 .000 32.306 6.449 161.826

1.926 .674 8.154 1 .004 6.861 1.829 25.732

-5.156 1.181 19.044 1 .000 .006

itK Constant Step 1a Pola itK Constant Step 2b Pola itK mK Constant Step 3c Pola afK itK mK Constant Step 4d

B S.E. W ald df Sig. Ex p(B) Lower Upper

95.0% C.I.for EXP(B)

Variable(s) entered on step 1: itK. a.

Variable(s) entered on step 2: Pola. b.

Variable(s) entered on step 3: mK. c.

Variable(s) entered on step 4: afK. d.


(6)

Va riables not in the Equa tion

25.407 1 .000

23.785 1 .000

22.571 1 .000

42.064 3 .000

13.556 1 .000

16.358 1 .000

21.211 2 .000

6.152 1 .013

6.152 1 .013

Pola afK mK Variables

Overall Statistic s St ep 1

afK mK Variables

Overall Statistic s St ep 2

afK Variables

Overall Statistic s St ep 3