Pengaruh Gaya Hidup terhadap Penggunaan Cream Pemutih Wajah oleh Mahasiswa Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes RI Medan

(1)

PENGARUH GAYA HIDUP TERHADAP PENGGUNAAN CREAM PEMUTIH WAJAH PADA MAHASISWA JURUSAN ANALIS

KESEHATAN POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN 2011

TESIS

Oleh :

DEWI SETIYAWATI 097032105 / IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE OF LIFE STYLE ON THE USE OF WHITENING FACIAL CREAM BY THE STUDENTS OF HEALTH ANALYST DEPARTMENT

OF HEALTH POLYTECHNIC, MINISTRY OF HEALTH, REPUBLIC OF INDONESIA

MEDAN IN 2011

T H E S I S

By

DEWI SETIYAWATI 097032105/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGARUH GAYA HIDUP TERHADAP PENGGUNAAN CREAM PEMUTIH WAJAH PADA MAHASISWA JURUSAN ANALIS

KESEHATAN POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN 2011

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

DEWI SETIYAWATI 097032105 / IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGARUH GAYA HIDUP TERHADAP PENGGUNAAN CREAM PEMUTIH WAJAH PADA MAHASISWA JURUSAN ANALIS KESEHATAN POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN 2011

Nama Mahasiswa : Dewi Setiyawati Nomor Induk Mahasiswa : 097032105

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(Dr. Fikarwin Zuska) (Sri Suryani Purnamawati, S.Si, Apt, M.Kes) Ketua Anggota

Dekan


(5)

Telah diuji pada

Tanggal : 19 Januari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Fikarwin Zuska

Anggota : 1. Sri Suryani Purnamawati, S.Si, Apt, M.Kes, 2. Dra. Jumirah, Apt, M.Kes


(6)

PERNYATAAN

PENGARUH GAYA HIDUP TERHADAP PENGGUNAAN CREAM PEMUTIH WAJAH PADA MAHASISWA JURUSAN ANALIS

KESEHATAN POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN 2011

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2012

DEWI SETIYAWATI 097032105/IKM


(7)

ABSTRAK

Meluasnya pemakaian kosmetik yang dipengaruhi oleh gaya hidup masyarakat menyebabkan meningkatnya insidensi penyakit atau kelainan kulit akibat pemakaian kosmetik. Akibat tersebut berupa reaksi yang dikehendaki atau efek samping yang tidak dikehendaki. Kelainan kulit terjadi karena cara pemakaian kosmetik yang salah atau berlebihan, pengolahan kosmetik yang kurang benar dan penggunaan bahan aktif dalam kosmetik yang tidak tepat.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh gaya hidup terhadap penggunaan cream pemutih wajah oleh mahasiswa di Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes RI Medan. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2011-Januari 2012, Jenis penelitian bersifat survei ekspalanatori. Populasi penelitian adalah seluruh mahasiswa yang ada di Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes RI Medan, yang berjumlah 239 orang, sampel sebanyak 76 orang, dengan menggunakan teknik simple random sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara signifikan variabel gaya hidup (pengetahuan, teman dan media) memiliki pengaruh terhadap penggunaan cream pemutih wajah oleh mahasiswa jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes RI Medan. Variabel media memiliki pengaruh paling kuat dan signifikan.

Disarankan kepada masyarakat agar tetap waspada terhadap memilih dan penggunaan kosmetik dengan cream pemutih wajah, jangan hanya ingin tampil cantik hingga menggunakan sembarang produk yang dapat berakibat tidak baik, untuk membantu kehalusan kulit dan tubuh, bisa dibantu dengan pola makan dan hidup yang sehat serta pada masyarakat yang ingin menggunakan cream pemutih wajah pergunakanlah cream yang telah di analisa dan diuji oleh BPOM, untuk merk-merk tertentu yang dilarang dapat diketahui pada media-media atau direlease yang dikeluarkan oleh BPOM.


(8)

ABSTRACT

The widespread cosmetic use influenced by the life style of community recently has caused the increasing incident of skin disease or disorder due to the use of cosmetic. The incident of skin disorder, among other things, is caused by the wrong or excessive use of cosmetic, the poor cosmetic process, and the inappropriate use of active ingredients in cosmetics. This condition is the background of this study. The purpose of this explanatory survey study with the description of causal relationship between the variables through hypothesis testing was to analyze the influence of life style on the use of whitening facial cream by the students of Health Analyst Department of Health Polytechnic, Ministry of Health, Republic of Indonesia, Medan.This research started at `Oktober 2011-January 2012. The population of this study was all of the 239 students in the Health Analyst Department of Health Polytechnic, Ministry of Health, Republic of Indonesia, Medan. , on 76 respondens study using simple random sampling technic. The data was analyzed by using quetioner and multiple logistic regretion.

The result showed that there statistic variable was the influence of life style (known, friend and media) on the use of whitening facial cream in the students in the Health Analyst Department of Health Polytechnic, Ministry of Health, Republic of Indonesia, Medan. Life style variable is the media was the very influence and significant.

Community members are suggested to be alert in choosing and using the cosmetics with whitening cream. The desire to looking beautiful should not be materialized by using any product that can bring bad impact to your face. Good eating pattern and healthy life can help make your skin and body smooth. If you want to use whitening facial cream, you may use the one which has been analyzed and tested by BPOM (Drugs and Food Control Agency). The prohibited certain brands can be found out in the media or releases issued by BPOM (Drugs and Food Control Agency).


(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH S.W.T. atas berkat rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul Pengaruh Gaya Hidup terhadap Penggunaan Cream Pemutih Wajah oleh Mahasiswa Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes RI Medan.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam proses penyusunan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini izinkan penulis untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H. M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si sebagai Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera


(10)

Utara serta seluruh jajarannya yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulis mengikuti pendidikan

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara serta seluruh jajarannya yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulis mengikuti pendidikan

5. Dr.Fikarwin Zuska selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Sri Suryani Purnamawati, S.Si, Apt, M.Kes sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiran dengan penuh perhatian dan kesabaran dalam memberikan bimbingan dan saran demi menyelesaikan tesis ini.

6. Dra. Jumirah, Apt, M.Kes sebagai Ketua Komisi Pembanding dan Drs. Tukiman, M.K.M, sebagai Anggota Komisi Pembanding, yang telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini.

7. Ir. Zuraidah Nasution, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Medan yang telah memberikan tugas belajar kepada penulis untuk mengikuti pendidikan ini.

8. Nelma Hasibuan, S.Si, M.Kes selaku Ketua Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes RI Medan, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di wilayah kerjanya


(11)

9. Ayah dan Almh Ibunda, suami tercinta dan anak-anak tersayang, yang turut memberikan doa restu serta kesabaran, karena kehilangan banyak waktu bersama dalam masa-masa pendidikan ini

10. Alm. Dr. Fahri Nasution, D.A.N mantan Ketua Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes RI Medan yang telah memberikan bimbingan dan arahannya sehingga penulis dapat mengikuti tugas belajar untuk mengikuti pendidikan ini.

11. Rekan-rekan dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan baik moril ataupun materil selama mengikuti pendidikan, dan penyusunan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan masih jauh dari kesempurnaan, sehingga saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan dan diucapkan terima kasih.

Medan, Januari 2012


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Dewi Setiyawati, lahir di Medan pada tanggal 5 Mei 1967 menganut agama Islam, merupakan anak ke empat dari lima bersaudara dari ayahanda Soekarno dan Ibunda Almh Syamsiar Main.

Penulis telah menikah pada tahun 1997 dengan Cece Harahap anak dari bapak Alm Faisal Efendi Harahap dan ibu Almh Ida Afni Lubis dan di karuniai dua orang putra Ahmad Arif Harahap SD kelas enam dan Ahmad RaihanHarahap SD kelas empat.

Pendidikan yang pernah ditempuh mulai dari sekolah dasar SD Perguruan Pahlawan Nasional tamat tahun 1979, SMP Perguruan Pahlawan Nasional tamat tahun 1982, SMAK Depkes RI Medan tamat tahun 1985, Diploma 1 (Satu) Analis Kesehatan Bidang Analisa Farmasi pada STLKF (Sekolah Tinggi Laboratorium Kimia Farmasi) Depkes R.I Jakarta Tamat Tahun 1989, AAK (Akademi Analis Kesehatan) Tamat tahun 1997 pada Pendidikan Ahli Madya Analis Kesehatan Depkes R.I (PAM-AK) di Bandung,Sarjana Kesehatan Masyarakat tamat tahun 2002 pada Fakultas Kesehatan Masarakat Universitas Sumatera Utara (FKM-USU).

Mulai bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Sekolah Menengah Analis Kesehatan pada tahun 1986, dari tahun 1998 sampai sekarang menjadi staf pengajar di Jurusan Analis Kesehatan yang telah bergabung di bawah naungan Politehnik Kesehatan Kemenkes RI Medan.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Hipotesis ... 10

1.5 Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Pengertian Gaya Hidup ... 11

2.1.1. Gaya Hidup Konsumen ... 17

2.1.2. Analisis Psikografis Gaya Hidup ... 19

2.2 Konsep Perilaku ... 21

2.2.1. Definisi Perilaku ... 21

2.2.2. Pengetahuan ... 22

2.2.3. Teman ... 24

2.2.4. Sikap ... 26

2.2.5. Tindakan ... 27

2.2.6. Media ... 28

2.3 Kosmetik ... 30

2.3.1. Sejarah Kosmetik ... 30

2.3.2. Pengertian Kosmetik ... 31

2.3.3. Penggolongan Kosmetik ... 32

2.4 Tinjauan tentang Kosmetik Pemutih ... 34

2.4.1. Pengertian Kosmetik Pemutih ... 34

2.4.2. Pemilihan Kosmetik Pemutih ... 35

2.4.3. Efek Kosmetik terhadap Kulit ... 36


(14)

2.4.5. Menifestasi klinis/Bentuk Reaksi Kulit Akibat Kosmetik ... 44

2.4.6. Kelainan pada Kulit ... 44

2.5 Landasan Teori ... 45

2.6 Kerangka Konsep ... 47

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 48

3.1 Jenis Penelitian ... 48

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 48

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 48

3.2.2. Waktu Penelitian ... 48

3.3 Populasi dan Sampel ... 49

3.3.1. Populasi ... 49

3.3.2. Sampel ... 49

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 50

3.4.1. Data Primer ... 50

3.4.2. Data Sekunder ... 51

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 51

3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.6 Metode Pengukuran ... 52

... 52

3.6.1. Variabel Dependen... 52

3.6.2. Variabel Independen ... 53

3.7 Metode Analisis Data ... 56

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 57

4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian ... 57

4.4.1. Sejarah Politeknik Kesehatan Medan ... 57

4.4.2. Visi dan Misis Politeknik Kesehatan Medan ... 58

4.2 Analisis Univariat ... 59

4.2.1. Karakteristik Responden ... 59

4.2.2. Jenis Cream Pemutih yang Digunakan ... 60

4.2.3. Alasan Menggunakan Cream Pemutih Wajah ... 61

4.2.4. Sejak Kapan Menggunakan Cream Pemutih Wajah ... 62

4.2.5. Tempat Membeli Cream Pemutih Wajah ... 62

4.2.6. Biaya Khusus Membeli Cream Pemutih Wajah ... 63

4.2.7. Variabel Pengetahuan ... 63

4.2.8. Variabel Sikap ... 65

4.2.9. Variabel Teman ... 68

4.2.10. Variabel Media... 70

4.3. Analisis Bivariat... 71


(15)

4.3.2. Variabel Sikap ... 72

4.3.3. Variabel Teman ... 73

4.3.4. Variabel Media ... 74

4.4. Analisis Multivariat ... 76

BAB 5. PEMBAHASAN... 78

5.1. Karakteristik Responden ... 78

5.2. Pengaruh Pengetahuan terhadap Penggunaan Cream Pemutih Wajah 83 5.3. Pengaruh Teman terhadap Penggunaan Cream Pemutih Wajah ... 87

5.4. Pengaruh Media terhadap Penggunaan Cream Pemutih Wajah ... 88

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

6.1. Kesimpulan ... 91

6.2. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 93


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Dimensi Gaya Hidup ... 18

3.1. Perhitungan Jumlah Sampel Penelitian Mahasiswa Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes RI Medan Tahun 2012 ... 50

3.2. Aspek Pengukuran variabel dependen ... 53

3.3. Aspek Pengukuran variabel Independen ... 55

4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik di Akademi Analis Kesehatan Medan ... 60

4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Cream Pemutih Wajah yang Digunakan ... 61

4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Alasan Menggunakan Cream Pemutih Wajah ... 61

4.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sejak Kapan Menggunakan Cream Pemutih Wajah ... 62

4.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tempat Membeli Cream Pemutih Wajah ... 62

4.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Biaya Khusus Membeli Cream Pemutih Wajah ... 63

4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Pengetahuan ... 64

4.8. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan ... 65

4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Sikap ... 67

4.10. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap terhadap Penggunaan Cream Pemutih Wajah ... 68


(17)

4.11. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengaruh Teman terhadap Penggunaan Cream Pemutih Wajah ... 69 4.12. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengaruh Teman terhadap

Penggunaan Cream Pemutih Wajah ... 69 4.13. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengaruh Media terhadap

Penggunaan Cream Pemutih Wajah ... 70 4.14. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengaruh Media terhadap

Penggunaan Cream Pemutih Wajah ... 71 4.15. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan terhadap

Penggunaan Cream Pemutih Wajah ... 72 4.16. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap terhadap Penggunaan

Cream Pemutih Wajah ... 73 4.17. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Teman terhadap Penggunaan

Cream Pemutih Wajah ... 74 4.18. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Media terhadap Penggunaan

Cream Pemutih Wajah ... 75 4.19. Hasil Uji Regresi Logistik untuk Identifikasi Variabel Dependen yang

Paling Berpengaruh terhadap Penggunaan Cream Pemutih Wajah

di Akademi Analis Kesehatan Kemenkes RI Medan ... 76 4.20. Hasil Uji Regresi Logistik untuk Identifikasi Variabel Dependen yang

Paling Berpengaruh terhadap Penggunaan Cream Pemutih Wajah

di Akademi Analis Kesehatan Kemenkes RI Medan ... 77


(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 2.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 47


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman 1. Kuesioner Penelitian ... 98 2. Hasil Uji Validitas ... 102


(20)

ABSTRAK

Meluasnya pemakaian kosmetik yang dipengaruhi oleh gaya hidup masyarakat menyebabkan meningkatnya insidensi penyakit atau kelainan kulit akibat pemakaian kosmetik. Akibat tersebut berupa reaksi yang dikehendaki atau efek samping yang tidak dikehendaki. Kelainan kulit terjadi karena cara pemakaian kosmetik yang salah atau berlebihan, pengolahan kosmetik yang kurang benar dan penggunaan bahan aktif dalam kosmetik yang tidak tepat.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh gaya hidup terhadap penggunaan cream pemutih wajah oleh mahasiswa di Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes RI Medan. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2011-Januari 2012, Jenis penelitian bersifat survei ekspalanatori. Populasi penelitian adalah seluruh mahasiswa yang ada di Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes RI Medan, yang berjumlah 239 orang, sampel sebanyak 76 orang, dengan menggunakan teknik simple random sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara signifikan variabel gaya hidup (pengetahuan, teman dan media) memiliki pengaruh terhadap penggunaan cream pemutih wajah oleh mahasiswa jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes RI Medan. Variabel media memiliki pengaruh paling kuat dan signifikan.

Disarankan kepada masyarakat agar tetap waspada terhadap memilih dan penggunaan kosmetik dengan cream pemutih wajah, jangan hanya ingin tampil cantik hingga menggunakan sembarang produk yang dapat berakibat tidak baik, untuk membantu kehalusan kulit dan tubuh, bisa dibantu dengan pola makan dan hidup yang sehat serta pada masyarakat yang ingin menggunakan cream pemutih wajah pergunakanlah cream yang telah di analisa dan diuji oleh BPOM, untuk merk-merk tertentu yang dilarang dapat diketahui pada media-media atau direlease yang dikeluarkan oleh BPOM.


(21)

ABSTRACT

The widespread cosmetic use influenced by the life style of community recently has caused the increasing incident of skin disease or disorder due to the use of cosmetic. The incident of skin disorder, among other things, is caused by the wrong or excessive use of cosmetic, the poor cosmetic process, and the inappropriate use of active ingredients in cosmetics. This condition is the background of this study. The purpose of this explanatory survey study with the description of causal relationship between the variables through hypothesis testing was to analyze the influence of life style on the use of whitening facial cream by the students of Health Analyst Department of Health Polytechnic, Ministry of Health, Republic of Indonesia, Medan.This research started at `Oktober 2011-January 2012. The population of this study was all of the 239 students in the Health Analyst Department of Health Polytechnic, Ministry of Health, Republic of Indonesia, Medan. , on 76 respondens study using simple random sampling technic. The data was analyzed by using quetioner and multiple logistic regretion.

The result showed that there statistic variable was the influence of life style (known, friend and media) on the use of whitening facial cream in the students in the Health Analyst Department of Health Polytechnic, Ministry of Health, Republic of Indonesia, Medan. Life style variable is the media was the very influence and significant.

Community members are suggested to be alert in choosing and using the cosmetics with whitening cream. The desire to looking beautiful should not be materialized by using any product that can bring bad impact to your face. Good eating pattern and healthy life can help make your skin and body smooth. If you want to use whitening facial cream, you may use the one which has been analyzed and tested by BPOM (Drugs and Food Control Agency). The prohibited certain brands can be found out in the media or releases issued by BPOM (Drugs and Food Control Agency).


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Munculnya penampilan perempuan dalam berbagai media baik media cetak maupun media elektronik tidak seluruhnya menggambarkan ruang lebih lebar untuk melihat secara kritis kedudukan perempuan dalam masyarakat, tetapi masih ideologis tentang perubahan gaya hidup. Gaya hidup dapat memberikan pengaruh positif atau bahkan bisa menjerumuskan ke dalam hal-hal yang negatif bagi yang menjalankannya. Kehidupan yang sangat ngetrend terdapat dikehidupan modern pada saat ini pada kota-kota besar seperti jalan-jalan ke mall, pergi clubing, hang out bersama teman-teman di cafe, menjadi ciri khas kehidupan yang biasa terlihat.

Gaya hidup adalah hasil dari pergaulan diri kita dalam pencarian identitas dan sensibilitas kita dengan lingkungan dimana kita hidup bagaimana seseorang itu bisa terlihat cantik, menarik, anggun, dan glamour untuk dapat hidup mewah seperti layaknya selebritis dunia yang menghabiskan uang dan waktunya. Gaya hidup merupakan pola hidup dimana seseorang membagi, menghabiskan dan mengelola waktu dan uangnya, yang diukur melalui pola asuh dan pola hidup (John C. Mowen dan Michel Minor, 1998), (James F. Engel,Roger D Black Well, dan Paul W. Miniard, 1994), (J. Paul Peter, Jerry C. Olsen, 1999).

Chaney (2003) juga mengatakan pada akhir modrenitas semua yang kita miliki akan menjadi budaya tontonan semua orang ingin menjadi penonton dan sekaligus di


(23)

tonton ingin melihat tapi sekaligus di lihat, kamu bergaya maka kamu ada kalau kamu tidak bergaya siap siaplah untuk di anggap “tidak ada” di abaikan, di remehkan, atau mungkin di lecehkan itulah sebabnya kita perlu bersolek atau berias diri.

Meluasnya pemakaian kosmetik yang dipengaruhi oleh gaya hidup masyarakat pada akhir-akhir ini telah menyebabkan meningkatnya insidensi penyakit atau kelainan kulit akibat pemakaian kosmetik. Pengaruh tersebut berupa reaksi yang dikehendaki atau efek samping yang tidak dikehendaki. Kelainan kulit yang terjadi antara lain disebabkan cara pemakaian kosmetik yang salah atau berlebihan, pengolahan kosmetik yang kurang baik, penggunaan bahan-bahan aktif dalam kosmetik yang tidak tepat (Purwanto, 2009).

Gaya hidup menunjukkan pola kehidupan orang yang bersangkutan yang tercermin dalam kegiatan sehari-hari, minat, perilaku, dan pendapatnya terhadap sesuatu hal yang sudah melekat pada diri seseorang, konsep ini bila di gunakan oleh pemasar secara cermat dapat membantu untuk memahami nilai-nilai konsumen yang terus berubah dan bagaimana nilai-nilai tersebut dapat mempengaruhi perilaku konsumen (Bilson Simamora, 2004).

Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BB POM), tanggal 11 Juni 2009, mengeluarkan Publik Warning No. KH.00.01.43.2503 mengenai penarikan peredaran

70 item kosmetik yang mengandung bahan berbahaya / bahan dilarang Merkuri,

Hidrokinon, Asam Retinoat, Zat Warna Merah K.3 (CI 15585), Merah K.10 (Rhodamin B) dan Jingga K.1 (CI 12075). 70 item tersebut terdiri dari: 18 produk


(24)

Kosmetik Rias Wajah dan Rias Mata, 7 produk Kosmetik Pewarna Rambut, 1 produk Kosmetik Sediaan Mandi, yang terbanyak adalah 44 produk Kosmetik Perawatan Kulit.

Larangan tersebut ditindak lanjuti dengan penarikan oleh Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di berbagai daerah di seluruh Indonesia, seperti yang dilakukan BBPOM di Medan dengan menarik 57 merk kosmetik yang dilarang termasuk kosmetik yang tidak terdaftar, diantaranya kosmetik pemutih (Sumutcyber, 2008).

Bagi banyak wanita mode atau trend baru yang muncul sangat mempengaruhi penampilannya dan sering kali yang menjadi perhatian adalah kulit, terutama kulit wajah. Hal tersebut membuat orang menggunakan berbagai kosmetik pemutih sebagai jalan pintas yang menjanjikan. Kulit sehat akan memberikan kesan segar sehingga wajah terlihat bersinar dan bersih. Berbagai kosmetik pemutih wajah dengan aneka merek, jenis, dan iklan menggiurkan pun bermunculan seperti jamur di musim hujan. Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang dilakukan bahwa 70%-80% perempuan di Asia (yaitu : Cina, Thailand, Taiwan, dan Indonesia) ingin mempunyai kulit yang lebih putih. Sedangkan di Indonesia dari 85% penduduk wanita yang berkulit gelap sebanyak 55% diantaranya ingin agar kulitnya menjadi lebih putih (Nandityasari, 2009).

Gempuran promosi akan produk pemutih kulit tampaknya telah sukses membentuk opini kaum wanita bahwa kulit putih lebih menarik dan lebih cantik


(25)

dibanding sawo matang atau hitam. Para pelaku bisnis akan mempromosikan dan memasarkan produknya melalui iklan yang menggambarkan produk mereka guna mencapai kepentingan mereka yaitu meraih keuntungan yang maksimal (Purwanto, 2009).

Penelitian Kusantati, dkk (2008), yang menyatakan bahwa perkembangan ilmu kosmetik serta industrinya baru dimulai secara besar-besaran pada abad ke 20 dan kosmetik menjadi salah satu bagian dari dunia usaha. Pada akhirnya, segala jenis produk kosmetik baik dalam bentuk lotion, pembersih wajah, sabun, cream malam, sampai bedak, yang menjanjikan warna kulit lebih putih sangat laku di pasaran (Sehatnews.com, 2011).

Pada prinsipnya, dalam jangka waktu lama cream pemutih memang dapat menghilangkan atau mengurangi hiperpigmentasi pada kulit. Berkurangnya hiperpigmentasi, maka kulit akan terlihat lebih putih. Zat pengubah pigmen seperti ini tentu dapat menimbulkan dampak dikemudian hari, sebab ada proses fisiologis normal yaitu pembentukan pigmen yang diganggu. Penggunaan terus-menerus justru akan menimbulkan pigmentasi dengan efek permanen. Akhirnya, kulit bisa menjadi

lebih hitam dari pada sebelumnya

article&id=43:whitening-cream&catid=1:news).

Biasanya semua pemutih instan akan menimbulkan efek rebound saat pemakaian dihentikan, yaitu memberikan respon yang berlawanan. Pada awalnya memang terlihat bagus (dalam beberapa hari saja, kulit menjadi lebih mulus, kenyal,


(26)

dan lebih putih), akan tetapi saat pemakaian dihentikan kulit akan menjadi gelap dan dapat timbul flek-flek atau kulit menjadi merah seperti udang rebus, kasar, bahkan mengelupas seperti kulit ular cream&catid=1:news).

Efek samping kosmetik pada kulit sudah sejak lama ditemukan. Beberapa peneliti telah melakukan berbagai penelitian mengenai hal tersebut. Menurut Tzank (1955) sebanyak 7% dari semua kasus kerusakan kulit di sebuah klinik di Paris adalah akibat kosmetik. Sidi (1956) memperkirakan bahwa untuk seluruh Perancis angka ini mencapai 20%. Schulz (1954) menemukan bahwa di Hamburg, Jerman sekitar 10% dari semua kontak dermatitis disebabkan oleh preparat kosmetik. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan Dr. Retno Tranggono (1978) terhadap 244 pasien RSCM yang menderita noda-noda hitam 18,3% disebabkan oleh kosmetik (Tranggono dkk, 2007).

Berdasarkan catatan Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI, 2009), berkali-kali menerima pengaduan konsumen akibat penggunaan produk pemutih kulit. Salah satu konsumen mengalami belang-belang pada wajah, seperti panu dengan warna kemerahan dan iritasi, akibat pemakaian cream pemutih. Pemakaian merkuri dalam cream pemutih wajah bisa menimbulkan perubahan warna kulit, alergi, bintik hitam hingga iritasi. Manifestasi gejala keracunan merkuri akibat pemakaian cream kulit muncul sebagai gangguan sistem saraf, seperti tremor, insomnia, kepikunan, gangguan penglihatan, gerakan tangan abnormal (ataxia),


(27)

gangguan emosi, gagal ginjal, batu ginjal.

Merkuri (Hg)/Air Raksa termasuk logam berat berbahaya, yang dalam konsentrasi kecilpun dapat bersifat racun. Pemakaian merkuri dalam kosmetik pemutih dapat menimbulkan berbagai hal, mulai dari perubahan warna kulit yang pada akhirnya dapat menyebabkan bintik-bintik hitam pada kulit, alergi, iritasi kulit serta pemakaian dengan dosis tinggi dapat menyebabkan kerusakan permanen otak, ginjal dan gangguan perkembangan janin bahkan paparan jangka pendek dalam dosis tinggi juga dapat menyebabkan muntah-muntah, diare dan kerusakan paru-paru serta merupakan zat karsinogenik (penyebab kanker) pada manusia (Irfan, 2007).

Disatu sisi, konsumen kosmetik selalu bertambah, dan pasti akan diikuti dengan peningkatan kejadian efek samping kosmetik, selain itu informasi mengenai produk kosmetik tidak bertambah luas dari masa ke masa. Atau sekalipun ada, keterangan tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan yang ada (Purnamawati, 2009).

Kecenderungan menunjukkan bahwa penggunaan kosmetik pemutih pada masyarakat membuat produsen kosmetik bersaing dalam memproduksi dan mempromosikan produk kosmetik pemutih. Mereka cenderung mencoba-coba dan berharap kulitnya menjadi putih dan cantik.

Penelitian yang dilakukan di Akademi Kebidanan Hafsah Medan oleh Deviana (2009) menunjukkan hasil : dari 74 mahasiswa diperoleh bahwa 36,49 % menyatakan mereka pernah menggunakan kosmetik pemutih wajah walaupun kosmetik yang digunakan tidak memiliki izin dari BPOM, 35,14% menyatakan


(28)

pernah menggunakan salah satu kosmetik yang mengandung merkuri (Hg), dan 32,43% menyatakan pernah menggunakan kosmetik yang dilarang peredarannya oleh BPOM, serta 55,41% responden membeli produk di tempat penjualan kosmetik yang tidak resmi.

Penggunaan kosmetik terutama cream pemutih wajah, hal ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, seperti terbatasnya informasi/pengetahuan baik dari media elektronik dan cetak, mengikuti trend/mode di kalangan mahasiswa, minimnya informasi dari produsen kosmetik pemutih, minimnya sosialisasi dari pemerintah mengenai kosmetik pemutih yang beredar di Indonesia.

Mahasiswa menggunakan kosmetik dikarenakan adanya dukungan dari kelompoknya (teman, media) bahwa menggunakan cream pemutih wajah akan menjadikan mereka lebih cantik. Cream pemutih wajah yang banyak digunakan oleh mahasiswa adalah cream pemutih wajah yang didapat dari warung/kedai yang menyediakan cream pemutih wajah tersebut, maupun mereka akan membeli cream pemutih wajah secara bersama-sama, dan umumnya mereka dapatkan di salah satu pasar yang ada di Kota Medan (Fina, 2006).

Penggunaan cream pemutih wajah secara terus menerus di kalangan mahasiswa akan memberikan dampak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga kebiasaan menggunakan cream pemutih wajah akan terus langgeng dan bertahan lama. Padahal belum tentu cream pemutih wajah yang mereka gunakan


(29)

adalah cream pemutih wajah yang mendapat izin resmi dari pemerintah dan tidak berbahaya.

Umumnya masalah kesehatan, seperti halnya efek samping penggunaan kosmetik pemutih pada mahasiswa, dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku dan faktor-faktor di luar perilaku. Faktor perilaku ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap status kesehatan individu maupun masyarakat. Perilaku adalah hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Selain itu perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Sarwono, 2004; Notoatmojo, 2007).

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes RI Medan, sekarang ini mahasiswi tingkat I, II maupun III cenderung memiliki masalah atau keluhan tentang kulit mereka, terutama kulit wajah seperti timbulnya adanya noda bekas jerawat, jerawat, maupun warna kulit wajah yang kurang putih dan kurang bersih. Dengan adanya berbagai macam merek kosmetik pemutih yang beredar di pasaran telah menarik minat mahsiswa untuk menggunakannya, maka mereka cenderung mencoba-coba dan berharap kulitnya menjadi putih dan cantik. Mahasiswi menggunakan kosmetik pemutih sebagai solusi masalah kulitnya tanpa memperhatikan dan mempertimbangkan dampak dari kosmetik pemutih tersebut.


(30)

Berdasarkan survei pendahuluan peneliti di kampus Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes RI Medan, banyak mahasiswi yang menggunakan cream pemutih wajah. Mahasiswi menggunakan cream pemutih wajah dengan alasan kecantikan. Dari enam (6) lokal kelas yang ada didapat 25 mahasiswa putri menggunakan cream pemutih wajah. dengan rata-rata lama pemakaian cream pemutih wajah lebih dari enam (6) bulan. Sebagian dari mahasiswi yang menggunakan cream pemutih wajah tersebut ada yang menunjukkan gejala efek samping berupa merah di wajah, rasa gatal, muncul flek hitam.

Penggunaan kosmetik pemutih pada mahasiswi Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes RI Medan diperkirakan merupakan bentuk perilaku pemeliharaan kesehatan, karena tujuan pengunaan kosmetik tersebut selain untuk menutupi wajah dari paparan sinar matahari langsung juga bagian dari merawat kecantikan. Selain itu mahasiswi menggunakan cream pemutih wajah sangat berkaitan dengan bagaimana mereka membentuk image di mata orang lain, berkaitan dengan status sosial yang disandangnya. Untuk merefleksikan image inilah, dibutuhkan simbol-simbol status tertentu, yang sangat berperan dalam memengaruhi perilaku mahasiswi.

Cream pemutih wajah yang digunakan oleh mahasiswi kebanyakan didapat dari informasi teman dan juga pengaruh media. Dari informasi yang didapat dari teman bahwa ada cream pemutih yang bisa membuat wajah kelihatan cantik.


(31)

mengetahui pengaruh gaya hidup terhadap penggunaan cream pemutih wajah di Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes RI Medan.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian permasalahan di atas maka peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana pengaruh gaya hidup terhadap penggunaan cream pemutih wajah oleh mahasiswi di Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes RI Medan.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh gaya hidup terhadap penggunaan cream pemutih wajah oleh mahasiswi di Jurusan Analis Kesehatan Poltekes Kemenkes RI Medan.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh gaya hidup terhadap penggunaan cream pemutih wajah oleh mahasiswi di Jurusan Analis Kesehatan Poltekes Kemenkes RI Medan.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan kepada Dinas Kesehatan dan Balai POM untuk melakukan pengecekan dan pengawasan penggunaan produk kosmetik yang berbahaya. 2. Sebagai masukan bagi Poltekes Kemenkes RI Medan khususnya Jurusan Analis

Kesehatan dan masyarakat pada umumnya tentang pentingnya pencegahan dari penggunaan kosmetik pemutih.


(32)

3. Sebagai pengembangan keilmuan dalam bidang kesehatan masyarakat yang bekaitan dengan penggunaan cream pemutih wajah.


(33)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Gaya Hidup

Giddens dalam Chaney (2003), ingin menunjukkan gaya hidup ini tidak lagi masuk pada wilayah kelompok tertentu saja, tetapi hampir semua bagian kehidupan. Paham ideologis gaya hidup telah menggantikan nilai-nilai kultural, yang tadinya hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup, menjadi gaya, menjadi bagian keseharian yang menjadi tanda, bahwa pecinta gaya ini ada serta menandai identitas kelompok pecinta gaya yang muncul sebagai akibat dukungan media.

Dalam pandangan Giddens yang menyatakan gaya hidup telah dikorupsi oleh konsumerisme, menunjukkan kebutuhan tentang gaya ini menjadi tidak wajar dan dibuat-buat. Pada opsi ini, konsumerisme termaknai sebagai gaya hidup yang boros dan bergaya hidup pada peningkatan pembelian barang-barang yang secara teori bukan hanya untuk kebutuhan pokok melainkan karena kesenangan saja. Alasan membeli barang sebagai kesenangan karena paham atau gaya hidup yang menganggap barang-barang mewah sebagai ukuran kebahagiaan, kesenangan dan sebagainya.

Gaya hidup sangat berkaitan dengan bagaimana seseorang membentuk image di mata orang lain, berkaitan dengan status sosial yang disandangnya. Untuk merefleksikan image inilah, dibutuhkan simbol-simbol status tertentu, yang sangat berperan dalam memengaruhi perilaku konsumsinya.


(34)

Menurut Sutisna (2002), gaya hidup secara luas didefinisikan sebagai cara hidup yang diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas), apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia di sekitarnya (pendapat). Gaya hidup secara luas didefinisikan sebagai pola hidup seseorang di dunia yang terungkap pada aktifitas, minat dan opininya. Gaya hidup menggambarkan ”keseluruhan diri seseorang” yang berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya hidup dapat dipahami sebagai sebuah karakteristik seseorang secara kasat mata, yang menandai sistem nilai, serta sikap terhadap diri sendiri dan lingkungannya. Lebih lanjut dikatakan gaya hidup merupakan kombinasi dan totalitas cara, tata, kebiasaan, pilihan, serta objek-objek yang mendukungnya, dalam pelaksanaanya dilandasi oleh sistem nilai atau sistem kepercayaan tertentu ( Sachari, A,

Dikemukakan pula oleh Chaney (2003) gaya hidup adalah pola-pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang yang lainnya. Lebih lanjut Chaney menjelaskan bahwa gaya hidup merupakan seperangkat praktik dan sikap yang masuk akal dalam kontek tertentu. Hal ini juga sejalan dengan pendapat (Kotler, 2001), gaya hidup seseorang dapat dilihat dari perilaku yang dilakukan oleh individu seperti kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan atau mempergunakan barang-barang dan jasa. Maka gaya hidup dalam hal ini dapat dikategorikan dalam pengetahuan, sikap dan tindakan.


(35)

Nilai dan Gaya hidup dalam perilaku konsumen sangat berkaitan erat dalam kaidah-kaidah menganalisa Perilaku Konsumen serta relevansinya dengan strategi market dalam membentuk sebuah konsumen yang kuat dengan produsennya. Produsen tentu memiliki standar prosedur dalam menguasai pasar, tentunya apabila ingin memperoleh dan mendapatkan hati di para konsumen, hal-hal yang berkaitan dengan ini yaitu melakukan riset pemasaran, agar memperoleh hasil yang maksimal dalam proses penjualan.

Menurut Channey (2003) gaya hidup telah menjadi ciri sebuah dunia modern. Artinya, siapapun yang hidup dalam masyarakat modern akan menggunakan gagasan tentang gaya hidup untuk menggambarkan tindakannya sendiri maupun orang lain. Tentang konsep gaya hidup, Channey memberikan suatu definisi sebagai: “Gaya hidup adalah pola-pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang lain. Gaya hidup merupakan bagian dari kehidupan sosial sehari-hari dunia modern. Gaya hidup adalah seperangkat praktik dan sikap yang masuk akal dalam konteks waktu”.

Kepribadian dan gaya hidup adalah naluri alamiah yang merupakan atribut atau sifat-sifat yang berada pada sifat manusia, bagaimana cara manusia berfikir, faktor lingkungan sebagai sebuah objek pengaruh dalam menentukan pola berfikir manusia, dan juga faktor pendapatan yang membentuk manusia pada pola-pola konsumenrisme. Menurut Kasali (2005) gaya hidup pada prinsipnya adalah bagaimana seseorang menghabiskan waktu luangnya, ia lebih jauh menambahkan


(36)

bahwa gaya hidup memengaruhi perilaku seseorang, dan akhirnya menentukan pilihan-pilihan konsumsi seseorang. Cara berfikir manusia adalah sebuah ideologi atau gagasan yang bersifat idealistis yang dimiliki setiap manusia secara alamiah untuk menentukan suatu pola terarah dan memiliki sikap dalam menentukan banyak hal, inilah yang menjadi indikator bagi para pemasar, bagaimana mereka menganalisa sebuah pemikiran masyarakat agar mau membeli produk mereka.

Faktor-faktor lingkungan adalah suatu pola eksternal dalam memengaruhi pola berfikir manusia dalam bersikap, yang akhirnya menjadi gaya hidup dan perilaku seseorang dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Pendapatan adalah sebuah hal pokok, yang akhirnya membentuk sebuah perilaku konsumen dalam bersikap dan juga memenuhi kebutuhan hidupnya, seorang yang memiliki pendapatan besar tentu memiliki gaya hidup yang berbeda dalam menjalani sebuah kehidupannya sehingga munculah sebuah perilaku konsumerisme, yaitu pola hidup yang berlebih-lebihan dalam mengambil keputusan untuk sebuah pola yang lebih dari apa yang dibutuhkan. Dalam batasan kepribadian yang dikemukakan di atas ada 4 hal yang perlu diuraikan (Kasali 2005) yakni :

1. Dinamis, berarti kepribadian selalu berubah. Perubahan ini digerakkan oleh tenaga-tenaga dari dalam diri individu yang bersangkutan, akan tetapi perubahan tersebut tetap berada dalam batas-batas bentuk polanya.

2. Organisasi sistem, ini mengandung pengertian bahwa kepribadian itu merupakan suatu keseluruhan yang bulat.


(37)

3. Psikofisis, ini berarti tidak hanya bersifat fisik dan juga tidak hanya bersifat psikis tetapi merupakan gabungan dari kedua sifat tersebut.

4. Unik, berarti kepribadian antara individu yang satu dengan yang lain tidak ada yang sama.

Kepribadian memiliki banyak segi dan salah satunya adalah self atau diri pribadi atau citra pribadi (Kasali, 2005). Mungkin saja konsep diri aktual individu tersebut (bagaimana dia memandang dirinya) berbeda dengan konsep diri idealnya (bagaimana ia ingin memandang dirinya) dan konsep diri orang lain (bagaimana dia mengganggap orang lain memandang dirinya). Keputusan membeli dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti umur dan tahap daur hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup serta kepribadian dan konsep diri pembeli.

Dimensi kepribadian Menurut (Kasali, 2005) : 1. Ekstraversi

Suatu dimensi kepribadian yang mencirikan seseorang yang senang bergaul dan banyak bicara dan tegas.

2. Sifat menyenangkan

Suatu dimensi kepribadian yang mencirikan seseorang yang baik hati, kooperatif dan mempercayai.

3. Sifat mendengarkan kata hati

Suatu dimensi kepribadian yang mencirikan seseorang yang bertanggung jawab, dapat diandalkan, tekun dan berorientasi prestasi


(38)

4. Kemantapan emosional

Suatu dimensi kepribadian yang mencirikan seseorang yang tenang, bergairah, terjamin (positif), lawan tegang, gelisah, murung dan tak kokoh (negatif).

5. Keterbukaan terhadap pengalaman

Suatu dimensi kepribadian yang mencirikan seseorang yang imajinatif, secara artistik peka dan intelektual.

Dalam teori-teori kepribadian, kepribadian terdiri dari antara lain trait dan tipe (type). Trait sendiri dijelaskan sebagai konstruk teoritis yang menggambarkan unit/dimensi dasar dari kepribadian. Trait menggambarkan konsistensi respon individu dalam situasi yang berbeda-beda. Sedangkan tipe adalah pengelompokan bermacam-macam trait. Dibandingkan dengan konsep trait, tipe memiliki tingkat regularity dan generality yang lebih besar daripada trait (Kasali, 2005).

Trait merupakan disposisi untuk berperilaku dalam cara tertentu, seperti yang tercermin dalam perilaku seseorang pada berbagai situasi.

Teori trait merupakan teori kepribadian yang didasari oleh beberapa asumsi, yaitu:

1. Trait merupakan pola konsisten dari pikiran, perasaan, atau tindakan yang

membedakan seseorang dari yang lain, sehingga: a. Trait relatif stabil dari waktu ke waktu

b. Trait konsisten dari situasi ke situasi

2. Trait merupakan kecenderungan dasar yang menetap selama kehidupan, namun


(39)

a. Ada proses adaptif

b. Adanya perbedaan kekuatan, dan kombinasi dari trait yang ada.

Gaya hidup didefinisikan sebagai cara hidup yang diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu (aktivitas), apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia disekitarnya (pendapat). Gaya hidup hanyalah salah satu cara mengelompokkan konsumen secara psikografis. Gaya hidup pada prinsipnya adalah bagaimana seseorang menghabiskan waktu dan uangnya. Ada orang yang senang mencari hiburan bersama kawan-kawannya, ada yang senang menyendiri, ada yang bepergian bersama keluarga, berbelanja, melakukan aktivitas yang dinamis, dan ada pula yang memiliki dan waktu luang dan uang berlebih untuk kegiatan sosial-keagamaan. Gaya hidup dapat mempengaruhi perilaku seseorang, dan akhirnya menentukan pilihan-pilihan konsumsi seseorang

2.1.1 Gaya Hidup Konsumen

(Engel dkk, 1992).

Para peneliti pasar yang menganut pendekatan gaya hidup cenderung mengklasifikasikan konsumen berdasarkan variabel-variabel AIO, yaitu aktivitas, interes (minat), dan opini (pandangan-pandangan). Plumer J (dalam Kasali, 2005) mengatakan bahwa segmentasi gaya hidup mengukur aktivitas-aktivitas manusia dalam hal:

(1) Bagaimana mereka menghabiskan waktunya,


(40)

(3) Pandangan-pandangan baik terhadap diri sendiri, maupun terhadap orang (Kasali, 2005).

Tabel 2.1. Dimensi Gaya Hidup Aktifitas Minat-minat

terhadap

Pandangan-Pandangan Demografi Pekerjaan Keluarga Terhadap diri

sendiri Usia

Hobi Rumah Isu-isu Sosial Pendidikan

Kegiatan-kegiatan

sosial Pekerjaan Politik Penghasilan

Liburan Komunitas Bisnis Pekerjaan

Hiburan Rekreasi Ekonomi Tempat Tinggal

Keanggotaan Klub Fashion Pendidikan Geografi Komunitas Makanan Produk-produk Besarnya Kota

Belanja Media Masa Depan Tahap dalam

family life cycle

Olah raga Prestasi Kebudayaan

Sumber asal : Joseph Plummer (1974), seperti dikutip dari Rhenald Kasali, 2005

Manfaat jika memahami gaya hidup konsumen :

1. Pemasar dapat menggunakan gaya hidup konsumen untuk melakukan segmentasi pasar sasaran.

2. Pemahaman gaya hidup konsumen juga akan membantu dalam memposisikan produk di pasar dengan menggunakan iklan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, kepribadian dan gaya hidup merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dimana dalam gaya hidup seseorang terdapat kepribadian yang bermacam-macam bentuknya yang tanpa kita sadari, dua hal tersebut memang saling berkaitan.


(41)

2.1.2 Analisis Psikografis Gaya Hidup

Analisis Psikografis (phsicographic analysis) adalah jenis riset konsumen yang menggambarkan segmen konsumen dalam hal bagaimana gaya hidup mereka, nilai-nilai kehidupan yang dianut, dan kepribadiannya (Kasali, 2005).

Lowe Indonesia bekerja sama lembaga riset Prompt pada akhir tahun 2004, melakukan survei studi tentang prilaku konsumen di Indonesia (Face of Indonesia) terhadap masyarakat Indonesia yang bersekala nasional mewakili masyarakat perkotaan dan pedasaan, yang menghasilkan delapan segmen psikografis konsumen di Indonesia (Poeradisastra, 2005), diantaranya :

1. Establish Confident (Bapak Baik-baik). Mereka ramah dan menyukai

keharmonisan di lingkungan sekitarnya. Merasa senang jika dapat menolong orang lain. Konservatif dan normatif, bagi mereka sangat penting untuk dihargai dan dianggap bertanggungjawab oleh lingkungannya. Umumnya sangat percaya diri dan merasa berada pada jalur yang benar sesuai dengan yang mereka inginkan. Kelompok ini tidak menyukai TV dan iklan.

2. The Optimistic Family Person (Ibu PKK). Menjalani hidup dengan bersahaja,

realistis, kekeluargaan, dan normatif. Wanita seperti ini menyukai memasak sebagai hobi tidak hanya sebagai kewajiban. Hidup hanya untuk keluarga dan orang di sekelilingnya. Di waktu senggang kelompok ini melakukan tidur siang, mengunjungi keluarga, berekreasi bersama keluarga, window shopping dan menyukai iklan.


(42)

3. The Change-Expectanding Lad (Demi Teman). Hidupnya berorientasi pada teman-temannya. Bagi mereka “All is one and one is all”. Menurut mereka, teman adalah segala-galanya. Segmen ini tidak terlalu optimis akan masa depan mereka namun mengharapkan perubahan. Mereka cukup toleran terhadap seks. Golongan ini suka menonton tv, mendengarkan musik dan mengamati iklan.

4. The Cheerful Humanist (Si Lembut Hati). Kelompok ini cenderung tidak suka

menjadi pusat perhatian walaupun diterima lingkungannya. Menyukai lingkungan yang damai dan penuh harmoni. Mereka sangat penuh perhatian dan berempati pada lingkungan dan orang-orang di sekitarnya. Mereka merasa dihargai jika lingkungannya menerima apa yang mereka lakukan. Kelompok ini tidak suka menonton TV dan memperhatikan iklan.

5. The Introvert Wallflower (Si Pasrah). Mereka adalah tipe orang yang tidak

menginginkan banyak hal dalam hidupnya atau bisa dibilang bukan tipe pemimpin. Mereka umumnya introvert, memiliki sedikit teman, tapi sangat loyal. Mereka tipe orang yang bijaksana, rendah hati dan pekerja keras. Golongan ini tidak terlalu optimis akan masa depan mereka. Memasak dan berkebun menjadi hobi mereka, selain gemar menonton tv, mendengarkan musik dan religius.

6. The Savvy Conqueror / City Slickers (Main untuk Menang). Tujuan hidupnya

adalah kejayaan dan kemakmuran. Mereka menyenangi kompetisi dan senang dikagumi orang lain. Mereka cenderung dominan dalam pergaulan. Kelompok ini adalah orang-orang yang senang bertindak (the man of action), menyenangi


(43)

tindakan spontan dan menantang. Mereka suka fashion, menikmati cuisine, menyukai iklan dan politik serta pandai berfilosofi. Mereka menyukai travelling, penikmat makanan di luar rumah.

7. The Networking Pleasure Seeker (Gaul Glam). Kelompok yang sangat memuja

materi dan ingin bisa tampil dalam Majalah Tatler. Mereka kerap tampil di berbagai acara informasi untuk menambah dan membina jaringan/networking. Bagi mereka, berteman adalah investasi. Kelompok ini menunggu terjadinya perubahan di Indonesia. Mereka mengikuti setiap perkembangan fashion, menyukai iklan, dan mengamati bidang-bidang lain seperti lingkungan, sejarah dan ilmu-ilmu sosial.

8. The Spontaneous Fun Loving (Bintang Panggung). Golongan individu yang suka

diperhatikan seperti halnya seorang bintang. Mereka suka bergaul, suka pamer dan menyenangi aktivitas di luar rumah seperti pesta dan kumpul-kumpul. Mereka menyukai hal-hal baru yang sedang menjadi trend seperti fashion, gadget dan hal-hal baru lain. Kelompok ini sangat menikmati hidup.

2.2. Konsep Perilaku 2.2.1. Definisi Perilaku

Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas (Notoatmodjo, 2007).


(44)

Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, sedang dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia. Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berperilaku dalam segala aktivitas, banyak hal yang mengharuskan berperilaku. Karakteristik perilaku ada yang terbuka dan ada yang tertutup. Perilaku terbuka adalah perilaku yang dapat diketahui oleh orang lain tanpa menggunakan alat bantu. Perilaku tertutup adalah perilaku yang hanya dapat dimengerti dengan menggunakan alat-alat atau metode tertentu misalnya berpikir, sedih, berkhayal, bermimpi, takut (Purwanto, 2009).

Beberapa ahli membedakan bentuk-bentuk perilaku. Misalnya Bloom yang membedakan antara perilaku kognitif (yang menyangkut kesadaran atau pengetahuan), afektif (emosi) dan psikomotor (tindakan/gerakan). Ki Hajar Dewantoro menyebutkannya sebagai cipta (peri akal), rasa (peri rasa) dan karsa (peri tindak). Ahli-ahli lain umumnya menggunakan istilah pengetahuan, sikap dan tindakan, yang acapkali disingkat dengan KAP (knowledge, attitude, practice) (Sarwono, 2004).

2.2.2. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (Notoatmodjo, 2007). Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni: indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui


(45)

mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2007).

Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan (Purwanto, 2009).

Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan, yakni:

a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai timbul.

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial, subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang

dikehendaki oleh stimulus.

e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :


(46)

1. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain. Pengalaman yang diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang.

2. Tingkat pendidikan

Secara umum, orang yang berpendidikan lebih tinggi akan memiliki pengetahuan yang lebih luas daripada orang yang berpendidikan lebih rendah.

3. Keyakinan

Biasanya keyakinan diperoleh secara turun-temurun, baik keyakinan yang positif maupun keyakinan yang negatif, tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.

4. Fasilitas

Fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah majalah, radio, koran, televisi, buku, dan lain-lain.

5. Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh secara langsung terhadap pengetahuan seseorang. Namun, jika seseorang berpenghasilan cukup besar, maka dia mampu menyediakan fasilitas yang lebih baik.

6. Sosial budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.

2.2.3. Sikap

Menentukan sesuatu pendapat dalam diri kita apakah itu menolak dan menerima yang merupakan suatu respon yang wajar (Sarwono, 2004). Sikap adalah


(47)

kecenderungan untuk berespon (secara positif atau negatif) terhadap objek Sikap mencerminkan kesenangan atau ketidaksenangan seseorang terhadap sesuatu. Sikap berasal dari pengalaman, atau dari orang yang dekat dengan kita. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain (Notoatmodjo, 2007). Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmojo, 2007).

Menurut pendapat di atas maka sikap seseorang dapat juga berbentuk pikiran pendapat ataupun reaksi yang belum dapat terlihat dengan jelas apakah itu positif ataupun negatif atau juga sikap menerima ataupun tidak. Sikap yang tercemin merupakan bagian dari prilaku seseorang karena akibat dari respon atau adaptasi adalah tindak lanjut dari penerimaan dari diri sesorang dapat. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi adalah merupakan predisposisi tindakan suatau perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmojo, 2007).

Menurut (Notoatmodjo, 2007) sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu: a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek. Artinya,

bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana

penilaian orang tersebut terhadap objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave) artinya sikap adalah komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka


(48)

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:

a. Menerima (receiving) b. Merespon (responding) c. Menghargai (valuing)

d. Bertanggung jawab (responsible) (Notoatmodjo, 2007) 2.2.4. Tindakan

Untuk melaksanakan suatu perbuatan atau pengaruh tindak lanjut dari suatu sikap belum tentu dapat terwujud dalam suatu tindakan. Maka untuk mewujudkan suatu sikap menjadi suatu perbuatan nyata dibutuhkan faktor-faktor pendukung atau suatu keadaan yang memungkinkan antara lain fasilitas. Selain faktor fasilitas, juga diperlukan faktor pendukung dari pihak lain.

Menurut Notoatmodjo (2007), tingkatan-tingkatan tindakan adalah: a. Persepsi (perception)

b. Respon terpimpin (guided response) c. Mekanisme (mecanism)

d. Adopsi (adoption)

2.3. Teman

Memiliki teman merupakan suatu yang wajar ditengah-tengah kehidupan dan bermasyarakat, kadang teman dapat kita jadikan sebagai tempat tukar pikiran atau curhat istilah zaman sekarang, berteman saling membagi rasa suka dan duka,


(49)

menolong serta berbagi pengalaman. Dorongan teman yang saling memengaruhi dalam komunitasnya dapat berdampak pada kebaikan maupun negatif, tak jarang pula sesama teman dapat juga berselisih paham, solidaritas teman menjadi ciri kehidupan remaja yang dapat membentuk kelompok-kelompok dan menentukan jati diri serta kelompoknya. Defenisi teman menurut beberapa ahli adalah :

1. Teman menjadi suatu sarana sekaligus tujuan dalam pencarian jati diri remaja. Pada dasarnya tidaklah mudah bagi remaja untuk mengikatkan diri mereka pada suatu kelompok karena setiap kelompok memiliki tuntutan yang harus dapat dipenuhi oleh setiap remaja yang bergabung (Zebua dan Nurdjayadi, 2001). 2. Teman adalah salah satu faktor yang memiliki pengaruh signifikan terhadap

gaya hidup remaja perempuan. (Hotland, 2002).

Dalam penelitian ini teman yang dimaksud adalah para remaja putri mahasiswi poltekkes jurusan analis kesehatan Kemenkes RI Medan. Remaja adalah seseorang yang berada pada rentang usia 12-21 tahun dengan pembagian menjadi tiga masa, yaitu masa remaja awal 12-15 tahun, masa remaja tengah 15-18 tahun, dan masa remaja akhir 18-21 tahun (Monks, dkk, 2004). Teori lain juga mengatakan remaja merupakan usia peralihan dari usia anak-anak menuju usia dewasa (Hurlock, 1997) Pada usia ini remaja mengalami perubahan baik secara fisik maupun psikis. Perubahan ini berlangsung begitu cepat dan sangat dipengaruhi tren dan mode. Pada usia ini, pilihan-pilihan konsumsi para remaja sangat dipengaruhi aktivitas-aktivitas yang ditekuninya, teman-temannya, dan


(50)

penampilan generasi itu (Kasali, 2005). Dalam kaitannya dengan gaya hidup menggunakan kosmetik dari komunitas mahasiwi dapat dijelaskan bahwa remaja berusaha berpenampilan menarik dengan bersolek, merawat tubuh, menggunakan pakaian dan perhiasan yang sesuai dengan nilai kelompoknya. Para remaja cenderung berpenampilan seperti yang dikehendaki kelompoknya (Hurlock, 1997).

2.4. Media

Media merupakan salah satu alat bauran promosi yang digunakan sebagai alat pengantar pesan untuk membentuk sikap konsumen, agar penyampaian pesan dapat diterima oleh konsumen dengan baik maka dibutuhkan media yang tepat. Berkembangnya media informasi di Indonesia menyebabkan banyaknya iklan yang membanjiri media, yang termasuk kelom pengaruh media sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan.

Media merupakan salah satu bentuk promosi yang paling dikenal, karena daya jangkauanya yang luas. Iklan yang disenangi konsumen terlihat menciptakan sikap merek yang positif dan keinginan untuk membeli yang lebih ketimbang iklan yang tidak mereka sukai (Peter & Olson, 1999). Salah satu strategi pemasaran dalam bisnis kecantikan untuk menawarkan berbagai produk dan program perawatan wajah dan tubuh (Prabasmoro, 2004). Oleh sebab itu, salah satu cara penyampaian pesan yang efektif dan efisien adalah dengan menggunakan media.


(51)

Masing-masing faktor memiliki mekanisme yang berbeda di dalam mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen, (Belch dan Belch, 2001) yaitu :

1. Source credibility, menggambarkan persepsi konsumen terhadap keahlian,

pengetahuan. dan pengalaman yang relevan yang dimiliki endorser mengenai merek produk yang diiklankan serta kepercayaan konsumen terhadap endorser untuk memberikan informasi yang tidak biasa dan objektif. Kredibilitas memiliki dua sifat penting, yaitu:

(a). Expertise, merupakan pengetahuan, keahlian dan pengalaman yang dimiliki endorser berkaitan dengan produk yang diiklankan.

(b). Trustworthiness, mengacu kepada kejujuran, integritas, dapat dipercayainya seorang sumber.

2. Source attractiveness, endorser dengan tampilan fisik yang baik dan/atau

karakter non-fisik yang menarik dapat menunjang iklan dan dapat menimbulkan minat audiens untuk menyimak iklan. Daya tarik endorser mencakup:

(a). Similarity, merupakan persepsi khalayak berkenaan dengan kesamaan yang dimiliki dengan endorser, kemiripan ini dapat berupa karakteristik demografis, gaya hidup, kepribadian, masalah yang dihadapi sebagaimana yang ditampilkan pada iklan, dan sebagainya.

(b). Familiarity, adalah pengenalan terhadap nara sumber melalui exposure. Contohnya, penggunaan celebrity endorser dinilai berdasarkan tingkat keseringan tampil di publik, sedangkan penggunaan typical-person endorser


(52)

dinilai berdasarkan keakraban dengan sosok yang ditampilkan karena sering dijumpai di kehidupan sehari-hari.

(c). Likability, adalah kesukaan audiens terhadap nara sumber karena penampilan fisik yang menarik, perilaku yang baik, atau karakter personal lainnya.

3. Source power, adalah karisma yang dipancarkan oleh narasumber sehingga dapat memengaruhi pemikiran, sikap, atau tingkah laku konsumen karena pernyataan atau pesan endorser tersebut.

2.5. Kosmetik

2.5.1. Sejarah Kosmetik

Dalam sejarah kosmetik, ilmu kedokteran telah ikut mengambil peranan sejak zaman kuno., dari penyelidikan antropologi, aerkologi, dan etnologi di Mesir dan India dengan ditemukannya salep-salep aromatik, bahan-bahan pengawet mayat dan lain-lain yang dapat dianggap sebagai bentuk awal dari kosmetik. Seorang bapak ilmu kedokteran Hippocrates (460-370 S.M.) dan kawan-kawan telah membuat resep-resep kosmetik dan menghubungkannya dengan ilmu kedokteran.

Ilmu Kedokteran bertambah luas dan kosmetologi terus berkembang, maka diadakan pemisahan kosmetologi dari Ilmu Kedokteran (Henri de Nodevili 1260 -1325), dikenal dua bentuk kosmetik :

1. Kosmetik untuk merias (decoratio)


(53)

(http://bugardansehat.wordpress.com/2011/03/08/sejarah-singkat-kosmetik). Pada tahun 1700-1900 kosmetik dibagi menjadi :

1. Cosmetic decorative yang lebih banyak melibatkan ahli kecantikan.

2. Cosmetic treatment yang berhubungan dengan ilmu kedokteran dan beberapa ilmu pengetahuan lainnya seperti dermatologi, farmakologi, kesehatan gigi dan lain-lain.

Pada abad modern ini kosmetologi dan kosmetik telah melibatkan banyak profesi, seperti dokter ahli kulit, ahli farmasi, ahli kimia, ahli biokimia, ahli mikrobiologi, ahli fotobiologi, ahli imunologi, ahli kecantikan dan lain-lain.

2.5.2. Pengertian Kosmetik

Sejak berabad abad yang lalu, kosmetik telah digunakan dan dikenal masyarakat. Kosmetik berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti ”berhias” (Tranggono, R.I. dkk, 2007). Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari bahan-bahan alami yang terdapat di sekitarnya. Ternyata sekarang kosmetik tidak hanya dari bahan alami tetapi juga bahan buatan dengan maksud meningkatkan kecantikan (Wasitaatmadja, S.M., 1997).

Definisi kosmetik menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.445/MenKes/Permenkes/1998 adalah sebagai berikut: “Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi, dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya


(54)

tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit”. Penggolongan kosmetik antara lain menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI, menurut sifat modern atau tradisionalnya, dan menurut kegunaannya bagi kulit.

2.5.3. Penggolongan Kosmetik

Banyaknya kosmetik yang beredar dengan segala macam bentuk dan nama, telah membingungkan baik para pemakai maupun pihak-pihak lain yang berperan serta didalamnya. Untuk itu para ahli berusaha mengelompokkan kosmetik sesederhana mungkin. Tetapi penggolongan yang dibuat masing-masing ahli ternyata tidak sepaham satu dengan lainnya, sehingga terdapat beberapa bentuk penggolongan sebagai berikut :

a. Penggolongan menurut Peraturan Menteri Kesehatan R.I. berdasarkan kegunaan dan lokalisasi pemakaian pada tubuh, kosmetik digolongkan menjadi 13 golongan.

1. Preparat untuk bayi; minyak bayi, bedak bayi, dan lain-lain. 2. Preparat untuk mandi; minyak mandi, bath capsules, dan lain-lain. 3. Preparat untuk mata; maskara, eye shadow, dan lain-lain.

4. Preparat wangi-wangian; parfum, toilet water dan lain-lain.

5. Preparat untuk rambut; cat rambut, hairspray, pengeriting rambut dan lain-lain.


(55)

7. Preparat make up (kecuali mata); pemerah bibir, pemerah pipi, bedak muka dan lain-lain.

8. Preparat untuk kebersihan mulut; mouth washes, pasta gigi, breath freshener dan lain-lain.

9. Preparat untuk kebersihan badan; deodoran, feminim hygiene spray dan lain-lain.

10.Preparat kuku; cat kuku, krem dan lotion kuku, dan lain-lain. 11.Preparat cukur; sabun cukur, after shave lotion, dan lain-lain.

12.Preparat perawatan kulit; pembersih, pelembab, pelindung dan lain-lain. 13.Preparat untuk suntan dan sunscreen; suntan gel, sunscreen foundation dan

lain-lain.

b. Penggolongan berdasarkan kegunaannya: 1. Higiene tubuh : sabun, sampo, cleansing. 2. Rias : make up, hair color.

3. Wangi-wangian : deodorant, parfum, after shave. 4. Proteksi : sunscreen dan lain-lain.

c. Pembagian yang dipakai di Bagian Kosmetologi Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, berdasarkan kegunaan dan cara bekerjanya kosmetik dibagi dalam kelompok:


(56)

a. Pembersih (cleansing) : pembersih dengan bahan dasar air (face tonic, skin freshener dan lain-lain), pembersih dengan bahan dasar minyak (cleansing cream, cleansing milk, dan lain-lain), pembersih dengan bahan dasar padat (masker).

b. Pelembab (moisturizing) : cold cream, night cream, moisturizing, base make up dan lain-lain.

c. Pelindung (protecting) : sunscreen, foundation cream, dan lain-lain. d. Penipis (thinning) : bubuk peeling dan lain-lain.

2. Kosmetik rias (decorated cosmetic) : kosmetik yang dipakai untuk make up seperti : pemerah pipi, pemerah bibir, eye shadow dan lain-lain.

3. Kosmetik wangi-wangian : parfum, cologne, deodoran, vaginal spray, after shave dan lain-lain (Tranggono, R.I. dkk, 2007).

2.6. Tinjauan tentang Kosmetik Pemutih

Wanita dengan kulit wajah yang putih bersih dan kencang selalu menjadi icon iklan produk perawatan wajah dan tubuh di media cetak dan elektronik. Gambaran seperti itu umumnya didambakan oleh setiap wanita.

Bagaimanapun, kondisi seperti itu sampai saat ini masih dianggap sebagai daya tarik wanita. Bagi pemilik kulit putih tentu bukan masalah lagi, sebab tinggal merawatnya saja agar tetap bersinar dan bersih. Bagi wanita yang memiliki kulit agak gelap atau bahkan gelap yang ingin tampil putih berseri seperti dalam iklan, saat ini sudah banyak produk kosmetik yang dapat memutihkan kulit yang tersedia di


(57)

toko-toko, salon-salon kecantikan maupun klinik dokter kulit dengan berbagai bentuk seperti sabun, krim, tablet hingga suntikan.

2.6.1. Pengertian Kosmetik Pemutih

Kosmetik pemutih merupakan campuran bahan kimia dan atau bahan lainnya yang berkhasiat mampu memucatkan noda hitam atau coklat pada kulit.

Pemutih kulit adalah produk yang mengandung bahan aktif yang dapat menekan atau menghambat melanin yang sudah terbentuk sehingga akan memberikan warna kulit yang lebih putih.

Berdasarkan uraian diatas dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kosmetik pemutih adalah kosmetik yang mengandung bahan aktif pemutih dan penggunaannya bertujuan untuk mencerahkan kulit atau memutihkan kulit. Sesuai dengan tujuan penggunaannya, pemutih kulit yang beredar di pasaran dapat berupa skin lightening untuk mencerahkan kulit dan skin bleaching untuk memudarkan noda-noda hitam. Bahan aktif yang digunakan tentu saja berbeda. Skin lightening biasanya mengandung bahan aktif seperti asam-asaman yang berkhasiat untuk mencerahkan kulit, sedangkan pada skin bleaching biasanya mengandung bahan aktif seperti hidroquinon, merkuri atau bahan lainnya yang dapat memutihkan atau memudarkan noda hitam pada kulit.

Hidroquinon merupakan bahan aktif pemutih yang masih tergolong aman

untuk digunakan tetapi hanya dibatasi 2% saja, karena jika lebih dari 2% dapat membahayakan kesehatan kulit karena dapat menyebabkan kanker sebagai akibat


(58)

terhambatnya pembentukan melanin yang berfungsi sebagai pelindung kulit dari sinar matahari. Sedangkan merkuri atau air raksa (Hg) penggunaannya sudah dilarang. 2.6.2. Pemilihan Kosmetik Pemutih

Memilih kosmetik pemutih sebaiknya lebih berhati-hati, karena tidak semua kosmetik pemutih yang beredar di pasaran aman digunakan. Banyak hal yang harus diperhatikan dalam memilih kosmetik pemutih untuk menghindari efek negatifnya. (Cyberwomen, 2004), sebelum memilih pemutih sebaiknya perhatikan hal berikut: a. Kenali jenis kulit dengan tepat

b. Memilih produk kosmetik yang mempunyai nomor registrasi dari Depkes. c. Hati-hati dengan produk yang sangat cepat memberikan hasil.

d. Membeli kosmetik secukupnya pada tahap awal

e. Perhatikan keterangan-keterangan yang tercantum pada label atau kemasan. 2.6.3. Efek Kosmetik terhadap Kulit

Ada dua efek atau pengaruh kosmetik terhadap kulit, yaitu efek positif dan efek negatif. Tentu saja yang diharapkan adalah efek positifnya, sedangkan efek negatifnya tidak diinginkan karena dapat menyebabkan kelainan-kelainan kulit (Tranggono dkk, 2007). Pemakaian kosmetik yang sesuai dengan jenis kulit akan berdampak positif terhadap kulit sedangkan pemakaian kosmetik yang tidak sesuai dengan jenis kulit akan berdampak negatif bagi kulit.

Ada empat faktor yang mempengaruhi efek kosmetik terhadap kulit yaitu : a. Faktor manusia


(59)

Perbedaan warna kulit dan jenis kulit dapat menyebabkan perbedaan reaksi kulit terhadap kosmetik, karena struktur dan jenis pigmen melaninnya berbeda.

b. Faktor iklim

Setiap iklim memberikan pengaruh tersendiri terhadap kulit, sehingga kosmetik untuk daerah tropis dan sub tropis seharusnya berbeda.

c. Faktor kosmetik

Kosmetik yang dibuat dengan bahan berkualitas rendah atau bahan yang berbahaya bagi kulit dan cara pengolahannya yang kurang baik, dapat menimbulkan reaksi negatif atau kerusakan kulit seperti alergi atau iritasi kulit. d. Faktor gabungan dari ketiganya

Apabila bahan yang digunakan kualitasnya kurang baik, cara pengolahannya kurang baik dan diformulasikan tidak sesuai dengan manusia dan lingkungan pemakai maka akan dapat menimbulkan kerusakan kulit, seperti timbulnya reaksi alergi, gatal-gatal, panas dan bahkan terjadi pengelupasan (Tranggono dkk, 2007).

2.6.4. Bahan Kosmetik yang Berbahaya

Banyak kalangan perempuan mengeluhkan tentang kegagalan pemakaian krem pemutih, biasanya mereka kecewa melihat hasil dari pemakaian pemutih yang tidak efektif. Hal ini bisa disebabkan oleh kesalahan cara perawatan. Karena pada dasarnya produk pemutih merek apapun cara kerjanya adalah sama, yaitu


(60)

mengangkat lapisan kulit teratas yang terdapat flek dan mempersiapkan kulit baru yang lebih cerah dan bebas noda. Sebelum memulai program pencerahan kulit, pastikan dahulu bahwa anda mengerti dan siap melakukan seluruh rangkaian perawatannya.

Produk pemutih ada dijual bebas dan kita bebas memilih yang akan dibeli, namun perawatan pasti dimulai dari pembersihan, perlindungan terhadap matahari sampai pemakaian zat aktif di malam hari. Seluruh rangkaian ini harus dilakukan secara teratur untuk menghindari kegagalan dari pemakaian pemutih dan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Bila tidak dilakukan dengan seksama, pemakaian pemutih justru dapat membuat warna kulit jadi tidak merata. Apalagi bila pemakaian pemutih tidak disertai dengan penggunaan tabir surya di siang harinya, dapat membuat kulit menjadi lebih sensitif terhadap sinar matahari dan lebih mudah timbul flek.

Sebaliknya, bila dilakukan dengan benar, kulit akan menjadi lebih cerah, terlihat lebih bersih dan lebih putih. Kuncinya adalah disiplin pada pemakaian cream. Pemutih wajah adalah kumpulan dari beberbagai macam zat yang dicampur menjadi cream dan kemudian dipasarkan untuk menarik para konsumen. Demi kelangsungan keuntungan produsen pembuat cream pemutih wajah dan berbagi informasi bahwa ada suatu cream yang dapat mengubah kulit wajah yang semula hitam berubah menjadi putih berseri. Menurut BPOM yang dikutip dalam


(61)

berbahaya dalam kosmetik dan

a. Merkuri (Hg) /Air Raksa

melalui siaran pers No: KH.00.01.3352 tanggal 7 September 2006, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) adalah :

Merkuri adalah logam berat berbahaya. Pemakaian dalam jumlah kecilpun dapat bersifat racun. Pemakaian merkuri dalam krim pemutih wajah bisa menimbulkan perubahan warna kulit, alergi, bintik hitam hingga iritasi. Manifestasi gejala keracunan merkuri akibat pemakaian krim kulit muncul sebagai gangguan sistem saraf, seperti tremor, insomnia, kepikunan, gangguan penglihatan, gerakan tangan abnormal (ataxia), gangguan emosi, gagal ginjal, batu ginjal.

Pemakaian merkuri dalam dosis tinggi, dapat menimbulkan kerusakan permanen otak, ginjal, gangguan perkembangan janin, diare hingga kerusakan paru-paru. Kasus keracunan merkuri, sering salah diagnosis sebagai kasus Alzheimer, Parkinson, atau penyakit gangguan otak. Ciri-ciri kosmetik produk pemutih yang berbahan merkuri umumnya tampak pearly (putih mengkilap). Kendati tidak mencantumkan kandungan merkuri, tetap tidak boleh yakin pasti tidak bermerkuri.

b. Hidroquinon

Hydroquinon adalah bahan kimia untuk mencuci foto namun banyak produsen

kosmetik memasukan zat kimia ini melebihi kadar yang aman untuk kesehatan. Di Indonesia, batas toleransi penggunaan hidrokinon maksimal 2 % namun di Negara

Eropa penggunaan obat ini sudah benar-benar dilarang. Hydroquinon, termasuk obat keras dan di Indonesia pemakaiannya harus berdasarkan resep dokter. Bahaya


(62)

pemakaian obat keras ini membuat iritasi kulit, kulit kemerah-merahan, rasa pedih dan terbakar, kulit wajah menghitam, hiperpigmentasi atau flek hitam, gangguan pada kornea dan selaput mata, gangguan peredaran darah, gangguan pendengaran, menggigil, lemas, mual, muntah kram otot, sakit kepala, sukar bernafas, koma, kanker kulit, sifilis kelainan pada ginjal, kanker darah (leukimia) dan kanker sel hati.

c. Mineral Oil, Minyak Parafin, Vaseline (Petrolatum)

Mineral Oil, Minyak Parafin, Vaseline (Petrolatum) sering digunakan sebagai bahan dasar formulasi kosmetik. Karena ukuran molekulnya lebih besar dari ukuran pori kulit maka minyak mineral tidak dapat menyerap ke dalam kulit dan dapat menyumbat pori-pori kulit. Disamping itu minyak mineral juga bersifat komedogenik (menimbulkan komedo).

d. Lanolin

Lanolin merupakan pelumas yang berasal dari lemak pada kulit domba, sering digunakan sebagai bahan pelembut pada formulasi kosmetik. Bahan ini dapat menyebabkan reaksi alergi dan bersifat komedogenik bila pemakaian dalam jumlah banyak.

e. Alkohol

Alkohol umumnya digunakan pada produk kosmetik untuk kulit berminyak dan berjerawat atau sebagai peralut. Bahan ini akan mengeringkan kulit bila pemakaian dalam jumlah banyak.


(63)

f. Pewangi Buatan

Pewangi buatan ini menyababkan reaksi iritasi dan alergi pada kulit kurang lebih 1% populasi umum dan paling sedikit 35% dari seluruh reaksi alergi karena kosmetik. Pewangi juga bersifat photo sensitif dan akan menyebabkan pigmentasi karena paparan sinar matahari, sebagai pengganti yang baik adalah wewangian alami yang berasal dari extract tumbuhan atau minyak essential.

g. Pewarna Buatan

Pewarna buatan yang disebut coal tar derivative yang digunakan sebagai dasar pewarna pada kosmetik bersifat komedogenik dan akan menyebabkan kulit jenis tertentu menjadi sensitif dan berjerawat.

h. Bahan Komedogenik

Komedogenik adalah bahan baku yang sering digunakan pada produk kosmetik menyebabkan timbulnya kelainan kulit.

i. Formaldehid

Formaldehid merupakan bahan yang sering digunakan sebagai pengawet, bersifat sangat mengeringkan dan mengiritasi kulit. Formaldehid berefek karsinogerik (menyebabkan kanker) dan paling sering menyebabkan reaksi iritasi kulit. Bahan pengawet yang terbaik adalah vitamin E alami yang berperan sebagai antioksidan.


(64)

j. Azelaic Acid

Asam azeleik terdapat dalam bentuk topical krim 20 % dan telah dikornbinasikan dengan asam glycolic (15 % dan 20 %) digunakan untuk mengatasi melasma, hiperpigmentasi pasca inflamasi dan lentigo maligna. Terjadi Efek minimal pada pigmen yang normal. Reaksi efek samping yang mungkin terjadi adalah pruritus, iritasi ringan eritema dan rasa terbakar serta terkelupas. Pada perawatan hiperpigmentasi pasien berkulit gelap dilaporkan bahwa efektifitasnya sama dengan HQ 4 % walaupun mengalami iritasi local yang lebih tinggi.

k. Arbutin

Arbutin merupakan suatu bahan depigmentasi dan pemutih kulit yang baru, yang diektraksi dari tanaman bearberry melalui proses yang ramah lingkungan. Arbutin melindungi kulit dari kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas. Cara kerjanya yaitu menghalangi pembentukan pigmen melanin dengan menghambat aktifitas enzim Tyrosinase. Saat ini arbutin dipakai untuk mencegah depigmentasi dan mencerahkan kulit serta sebagai antioksidan yang dapat melindungi kulit .terhadap radiasi sinar UV.

l. Vitamin C dan Derivatnya

Vitamin C mempunyai peranan yang sangat penting dalam kesehatan manusia. Saat ini vitamin C banyak digunakan untuk kesehatan kulit kita. Dalam bentuk ascorbil, telah diuji dan dilaporkan dalam American Academy of Dermatology bahwa vitamin C menghalangi produksi melanin sehingga kulit tampak cerah dalam


(1)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada mahasiswi di Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes RI Medan diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Sebanyak 53 orang (69,7%) mahasiswa menggunakan cream pemutih wajah dan

23 orang (30,3%) mahasiswa tidak menggunakan cream pemutih wajah.

2. Variabel gaya hidup yang memengaruhi penggunaan cream pemutih wajah pada mahasiswi di Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes RI Medan adalah pengetahuan (p=0,027), teman (p=0,012), dan media (p=0,004).

3. Variabel yang dominan berpengaruh terhadap penggunaan cream pemutih wajah adalah variabel media (Koefesien B=2,069) .

6.2 Saran

Sesuai dengan kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini, dapat disampaikan beberapa saran sebagai berikut :

1. Kepada Mahasiswa, pergunakanlah cream pemutih wajah yang telah dianalisa dan diuji oleh BPOM, dan untuk merk-merk tertentu yang dilarang dapat diketahui pada media-media atau berita yang dikeluarkan oleh BPOM.

2. Kepada BPOM dan Departemen Kesehatan, agar lebih memperketat pengawasan terhadap peredaran kosmetik yang menggunakan cream pemutih, untuk melindungi konsumen dari akibat yang ditimbulkannya dengan secara berkala


(2)

atau rutin serta membuat berita sebagai bahan pengetahuan bagi masyarakat di media baik cetak ataupun ekeltronik tentang bahaya kosmetik dan hasil uji pemeriksaan yang terus menerus diperbaharui.

3. Kepada pihak Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes RI Medan agar ikut membantu BPOM dalam penyebarluasan berita bahaya kosmetik yang menggunakan cream pemutih dan pengetahuan tentang bahaya produk lainnya yang berhubungan terhadap kesehatan dengan membuat tempat khusus sebagai media penyebaran berita dalam bentuk buletin kampus atau pada majalah dinding.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Badan POM RI. 2006. Bahan Berbahaya Dalam Kosmetik. No: KH.00.01.3352 Edisi 7 September 2006.Jakarta.

____________. 2008. Bahan Berbahaya Dalam Kosmetik. In: Kosmetik Pemutih (Whitening), Naturakos, Vol.II1 No.8. Edisi Agustus 2008.Jakarta.

Bilson Simamora. 2004. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama

Bovee CL dan WF Arens, 1986, Comtemporary Advertising, Blionis: lnvin Homewood.

Chaney, David. 2003. Lifestyles :Sebuah Pengantar Komprehensif” diterjemahkan oleh Nuraeni, Percetakan Jalasutra : Jakarta

Cyberwomen Healt. Ingin Kulit Wajah Putih, Haruskah Menggunakan Pemutih

(28

Oktober 2008)

Damsar. 2002. Sosiologi Ekonomi. Jakarta, PT Raja Grafindo Persada

Deviana, Nina. 2009. Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Mahasiswa Mengenai Kosmetik Mengandung Merkuri (Hg) di Akademi Kebidanan Hafsyah Medan Tahun 2009. Skripsi, FKM USU, Medan

Engel, James F, R.D.Blackwell and Paul W. Miniard. 1992. Perilaku Konsumen .Edisi Keenam. Jilid 1. Terjemahan oleh F.X.Budiyanto. 1994. Jakarta: Binarupa Aksara

Fina, Daulay, Y.G., 2006. Analisa Kadar Logam Merkuri (Hg) pada Beberapa Produk Kosmetik Krim Pemutih Produksi China yang Beredar di Pasar Ramai Kota Medan Tahun 2006. Skripsi, FKM USU, Medan

George, Belch E & Michael A Belch. 2001. Advertising And Promotion: An Integrated Marketing Communications Perspective. 12th edition.

Hurlock, E. 1997. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Masa. Alih Bahasa : .Jakarta: Penerbit Erlangga.


(4)

Hotland, T, Satriana, S, Kurnia, A.A. 2002. Pengelompokan Remaja Putri berdasarkan Gaya Hidup dan Persepsi tentang Kecantikan dalam Iklan. Jurnal Penelitian Mahasiswa: Thesis. Vol. 1, No. 1.

Irawan, Handi. 2009. 10 karakteristik gaya hidupkonsumen Indonesia (online), (www.handiirawan.com, diakses 6 November 2009)

Irfan, A. (2007) Merkuri Di Kosmetik Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta. Kasali, Rhenald. 2005. Membidik Pasar Indonesia:Segmentasi, Targeting, dan

Positioning .Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Keesing, Roger M. (1992) Antropologi Budaya: Suatu Perspektif Kontemporer. Jilid 1, 2. Jakarta, Erlangga Penerbit.

Kotler, P. & Amstrong. 2001. Prinsip-prinsip Pemasaran jilid I. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Kusantati, Herni. 2008. Tata Kecantikan Kulit untuk SMK Jilid I. Jakarta :Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Available from:http: //www.cosmetology.co.id/files/cdk/files/19152/pdf/ Tata Kecantikan Kulit Untuk SMK [ Accessed : 24 Maret 2010].Media Konsumen, 2006

Macmillan.Mowen, John. C dan Minor, Michael. 2001. Perilaku Konsumen. Edisi Kelima. Jilid 1.Terjemahan oleh Lina Salim. 2002. Jakarta:PT Penerbit Erlangga

Monks, F.J. Knoers, A.M.P. Haditono, S.R. 2004. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nandityasari, Ika. 2009. Hubungan Antara Ketertarikan Iklan Pond’s di Televisi Dengan Keputusan Membeli Produk Pond’s Pada Mahasiswa. Skripsi. Surakarta : Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Notoatmodjo, Soekidjo, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta:Jakarta

_______, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta

Peter, J Jaul & Jerry C Olson. 1996/1999. Consumer Behaviour. 5th Edition ; Alih Bahasa : Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran, edisi ke-4. Terjemahan: Damos Sihombing & Peter Remy Yossi Pasla. Jakarta : Erlangga


(5)

Poeradisastra, T. 2005. Menyibak Perilaku Konsumen Indonesia. Majalah Swasembada No. 06/XXI/17-30 Maret 2005

Prabasmoro, Aquarini Priyatna. 2004. Putih, Feminitas dan Seksualitas Perempuan dalam Iklan Kita. Jakarta : Yayasan Jurnal Perempuan (Edisi : Remaja Melek Media)

Purnamawati, Sri Suriani. 2009. Perilaku Pekerja Perempuan Penyapu Jalan Terhadap Kosmetik Pemutih di Kota Medan Tahun 2009. Tesis. Medan : Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Purwanto, Andi. 2009. Analisis Kesesuaian Iklan Produk Kosmetik Dengan Kep.Men.Kes Ri No: 386/Men.Kes/Sk/Iv/1994 Pada Lima Media Cetak Yang Beredar Di Kota Surakarta Periode Bulan Februari-April 2009. Sripsi. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Sachari, Agus. 2007. Budaya Visual Indonesia .Jakarta: Erlangga.

Sarwono, Solita. 2004.Sosiologi Kesehatan: Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya.

Gadja Mada University Press : Yogyakarta.

Schiffman, L.G & Kanuk, L.L. 2000. Consumer Behavior, 7th edition. New Jersey: Prentice-Hall International Inc.

Singarimbun, M., 1989. Metode Penelitian Survey, Jakarta : LP3ES

Solomon, Michael. 1994 Consumer Behaviour Second Edition. USA: Allyn and Baccon

Sutisna. 2002. Perilaku Konsumen danKomunikasi Pemasaran. Bandung: Rosda

Tranggono, Iswari, Retno; Latifah, Fatimah, 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Wasitaatmadja, S.M., 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik, UI- Press, Jakarta Yani, Mona Siska. 2008. Hubungan Faktor-faktor Risiko Terhadap Kejadian


(6)

Zaini, Hisyam, dkk. 2002. Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Center for Teaching and Staf Development, IAIN Sunan Kalijaga.

Zebua, A.S, Nurdjayadi, R.D. 2001. Hubungan antara Konformitas dan Konsep Diri dengan Perilaku Konsumtif pada Remaja Putri. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan: Phronesis. Vol. 3, No. 6.