Keragaman Spesies Trips dan Musuh Alaminya pada Tanaman Mawar di Taman Bunga Nusantara Kabupaten Cianjur Jawa Barat

KERAGAMAN SPESIES TRIPS DAN MUSUH ALAMINYA
PADA TANAMAN MAWAR DI TAMAN BUNGA
NUSANTARA KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT

IRMA UTAMI SIAGIAN

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

ABSTRAK

IRMA UTAMI SIAGIAN. Keragaman Spesies Trips dan Musuh Alaminya pada
Tanaman Mawar di Taman Bunga Nusantara Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Dibimbing oleh RULY ANWAR dan DEWI SARTIAMI.
Identifikasi spesies trips perlu dilakukan untuk mengetahui statusnya pada
pertanaman mawar. Pemantauan populasi trips dapat dilakukan dengan menggunakan perangkap likat berwarna. Cendawan entomopatagen merupakan salah satu
musuh alami bagi trips, akan tetapi di Indonesia belum diketahui keberadaan trips
terinfeksi cendawan Entomophthorales. Penelitian ini bertujuan mengetahui keragaman spesies trips dan musuh alaminya, terutama cendawan entomopatogen,
pada tanaman mawar. Penelitian ini dilakukan di Taman Bunga Nusantara, Desa
Kawungluwuk, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.

Penghitungan populasi trips yang terperangkap pada perangkap likat serta identifikasi trips dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, sedangkan identifikasi cendawan entomopatogen yang ditemukan pada trips sampel dilakukan di
Laboratorium Patologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kegiatan penelitian ini dilakukan dari bulan Maret
2011 sampai dengan bulan Agustus 2011. Evaluasi perangkap likat warna biru,
putih, dan kuning yang dipasang secara acak di pertanaman mawar lokal, mawar
impor, dan barrier. Trips diidentifikasi dan dilakukan penghitungan jumlah trips
yang terperangkap. Pengamatan populasi trips per bunga mawar lokal dan mawar
impor dilakukan di lapangan dengan menepuk bunga sebanyak 10 kali di atas baki
putih. Trips yang diperoleh dihitung dan dimasukkan ke dalam eppendorf berisi
alkohol 70%. Trips sampel untuk eksplorasi cendawan entomopatogen diambil
dari tanaman mawar lokal dan mawar impor, serta dibuat preparat dengan menggunakan pewarna lactophenol-cotton blue dan diidentifikasi. Selama penelitian
ditemukan spesies trips dari subordo Terebrantia dan Tubulifera. Trips subordo
Terebrantia yang diidentifikasi sampai tingkat spesies yaitu Thrips parvispinus,
Frankliniella intonsa, Thrips palmi, Scirtothrips dorsalis, Microcephalothrips abdominalis, dan Megalurothrips usitatus,. Dari semua spesies trips yang diidentifikasi, T. parvispinus dan F. intonsa yang paling banyak ditemukan. Selain itu,
hanya kedua spesies trips tersebut yang ditemukan terinfeksi cendawan entomopatogen, ordo Entomophthorales, genus Neozygites. Stadia cendawan yang ditemukan yaitu konidia primer dan konidia sekunder. Populasi trips per bunga pada
mawar lokal lebih tinggi daripada mawar impor. Hal ini dikarenakan mawar lokal
memiliki jumlah petal yang lebih banyak dan ukuran bunga yang lebih besar dibandingkan dengan mawar impor. Berdasarkan evaluasi warna perangkap likat,
warna biru dan putih lebih disukai T. parvispinus dan F. intonsa dibandingkan
dengan warna kuning.

KERAGAMAN SPESIES TRIPS DAN MUSUH ALAMINYA

PADA TANAMAN MAWAR DI TAMAN BUNGA
NUSANTARA KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT

IRMA UTAMI SIAGIAN

Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar sarjana pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

Judul usulan

:


Keragaman Spesies Trips dan Musuh Alaminya pada
Tanaman Mawar di Taman Bunga Nusantara Kabupaten
Cianjur Jawa Barat

Nama mahasiswa :

Irma Utami Siagian

NRP

A34070057

:

Disetujui,
Dosen Pembimbing 1

Dosen Pembimbing 2

Dr. Ir. Ruly Anwar, M.Si


Dra. Dewi Sartiami, M.Si

NIP 19641224 199103 1 003

NIP 19641204 199103 2 001

Diketahui,
Ketua Departemen

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si.
NIP 19650621 198910 2 001

Tanggal Lulus:

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Muara Bangun, tanggal 24 Maret 1989. Anak kedua
dari empat bersaudara dari pasangan bapak Abdul Manap Siagian (Alm) dan ibu
Jurriah Pasaribu.

Penulis lulus dari Madrasah Ibtidaiyah Negeri Muara Bangun pada tahun
2001 dan pada tahun 2004, lulus dari SLTP N 2 Rao. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah lanjutan atas di SMA N 1 Rao (2004-2007). Tahun 2007, penulis
melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI) pada kurikulum berbasis mayor-minor. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian dan
selama 1 tahun pertama mengikuti masa Tingkat Persiapan Bersama (TPB).
Selama menjalani pendidikan di IPB, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa
Proteksi Tanaman (HIMASITA) yaitu salah satu pengurus Divisi Pengembangan
Minat dan Bakat periode 2008/ 2009, dan periode 2009/2010 sebagai salah satu
pengurus Divisi Fasilitas dan Properti serta pernah mengikuti kepanitian pada beberapa acara kampus. Selain itu, penulis juga pernah melaksanakan Kuliah Kerja
Profesi sekitar 2 bulan di Desa Batumirah, Kabupaten Tegal (2010). Selama masa
kuliah, penulis memperoleh beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) IPB.

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul
”Keragaman Spesies Trips dan Musuh Alaminya pada Tanaman Mawar di Taman
Bunga Nusantara Kabupaten Cianjur Jawa Barat”. Penelitian ini dilaksanakan di
Taman Bunga Nusantara, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat
dan Laboratorium Patologi Serangga serta Laboratorium Biosistematika Serangga,

Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari
bulan Maret 2011 sampai Agustus 2011.
Penulis pada kesempatan ini menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Ruly Anwar, M.Si dan Dra. Dewi Sartiami, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabarnya membimbing, memberikan ilmu, dan
perhatian kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.
2. Kedua orang tua penulis, Alm. Abdul Manap, S.Pd. dan Jurriah Pasaribu
serta saudara penulis Arif Andi Siagian, Iyerni Hida Siagian, dan Gusni
Amini Siagian atas doa, motivasi, kasih sayang, dan perhatian yang diberikan kepada penulis.
3. Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan saran dan arahan kepada penulis.
4. Prof. Dr. Ir. Meity Suradji Sinaga, M.Sc. selaku dosen penguji tamu yang
telah memberikan kritikan dan saran kepada penulis.
5. M. Iqbal Harraz, SE.MM sebagai General Manager, Agus Taryat, SP sebagai Manager Hortikultura dan Lingkungan, Novinaldi, SP sebagai Kepala
Unit Litbang, Tatep Sopiyullah sebagai Asisten Manager Hortikultura dan
Lingkungan, dan keluarga besar Taman Bunga Nusantara atas kerjasamanya, saran, dan perhatian selama penulis menjalankan penelitian.
6. Kurniatus Ziyadah, SP, Nurul Widyanti, SP, Rita Kurnia Apindiati, SP, Ida
Parida, SP, Listika Minarti, SP, Anik Nurhayati, SP, Ahmad Khoerudin Latif, SP, Ibu Aisyah, dan teman-teman di Laboratorium Patologi Serangga
dan Laboratorium Biosistematika serangga, serta keluarga besar di Departemen Proteksi Tanaman khususnya angkatan 44 yang memberikan semangat
dan perhatian kepada penulis.
7. Drh. Linda Sayuti, Patmawati, S.Pi, Amelia Susan Anggraeni, S.Si, Siti Mawaddah, S.Pt, Lusi Triyani, dan keluarga besar Wisma Wahdah Indah yang

memberikan dorongan semangat dan perhatian kepada penulis.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat sebesar-besarnya bagi perkembangan
ilmu pengetahuan.

Bogor, 27 Januari 2012

Irma Utami Siagian

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .....................................................................................

viii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................


x

PENDAHULUAN ....................................................................................
Latar Belakang .................................................................................
Tujuan Penelitian .............................................................................
Manfaat Penelitian ...........................................................................

1
1
2
3

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................
Cendawan Entomophthorales ...........................................................
Taksonomi Cendawan Entomophthorales ..................................
Struktur Cendawan Entomophthorales ......................................
Siklus Hidup Cendawan Entomophthorales ...............................
Trips (Ordo Thysanoptera) ...............................................................
Bioekologi ................................................................................

Karakter yang Digunakan dalam Identifikasi Trips ....................
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Populasi Trips ....................
Metode Sampling untuk Trips ...................................................
Perangkap Likat ...............................................................................
Tanaman Mawar ..............................................................................

4
4
4
4
6
7
7
7
8
10
10
11

BAHAN DAN METODE .........................................................................

Tempat dan Waktu Penelitian ..........................................................
Metode Penelitian ............................................................................
Pengujian Perangkap Likat ........................................................
Eksplorasi Cendawan Entomopatogen dan Pengamatan
Populasi Trips ...........................................................................
Analisis Data ...................................................................................

14
14
14
14
15
16

HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................
Gambaran Umum .............................................................................
Keragaman Spesies Trips .................................................................
Eksplorasi Cendawan Entomopatogen pada Trips ............................
Populasi Trips pada Bunga Mawar ...................................................
Ketertarikan Trips pada Warna Perangkap Likat ..............................


17
17
18
27
30
31

KESIMPULAN .........................................................................................
Kesimpulan ......................................................................................
Saran ...............................................................................................

36
36
36

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

37

LAMPIRAN .............................................................................................

40

DAFTAR TABEL

Halaman
1

2
3
4
5

Persentase Thrips parvispinus dan Frankliniella intonsa terinfeksi
cendawan entomopatogen pada delapan kali pengamatan tahun 2011
............................................................................................................

29

Populasi trips pada bunga mawar lokal dan mawar impor tahun 2011
............................................................................................................

31

Rataan trips (individu/perangkap) pada tiga warna perangkap likat
yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier ...............................

33

Rataan T. parvispinus (individu/perangkap) pada tiga warna
perangkap likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier .......

34

Rataan F. intonsa (individu/perangkap) pada tiga warna perangkap
likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier ........................

35

DAFTAR GAMBAR

1

2

3
4
5

6

7

8

9
10

11
12

Halaman
Thrips parvispinus, (A) imago betina, (B) antena segmen III & IV
sense cone berbentuk garpu, (C) kepala memiliki 2 pasang seta
oseli, (D) pronotum, (E) metanotum, (F) sayap depan, (G) ctenedia
pada abdomen tergit VIII, dan (H) abdomen sternit VI-VII ..............
19
Frankliniella intonsa, (A) imago betina, (B) antena (C) kepala
memiliki 3 pasang seta oseli, (D) pronotum memiliki 5 pasang seta
utama, (E) metanotum, (F) sayap depan, (G) ctenedia pada
abdomen tergit VIII, (H) comb posteromarginal pada abdomen
tergit VIII, dan (I) imago jantan .......................................................
20
Thrips palmi, (A) imago betina, (B) pronotum, (C) metanotum
dengan campaniform sensilla, dan (D) abdomen tergit VIII .............
21
Scirtothrips dorsalis, (A) imago betina, (B) kepala, (C) pronotum,
(D) sayap depan, dan (E) abdomen tergit VIII ..................................
22
Microcephalothrips abdominalis, (A) imago betina, (B) antena
berjumlah 7 segmen, (C) metanotum, dan (D) abdomen tergit VIII
memiliki ctenedia dan comb dengan microtrichia pada dasar
segitiga ...........................................................................................
23
Megalurothrips usitatus, (A) imago betina, (B) antena, (C) kepala,
(D) pronotum, (E) metanotum, (F) sayap depan, dan (G) abdomen
tergit VIII memiliki kelompok microtrichia dan memiliki comb
dengan microtrichia tapi kosong di bagian tengah . ..........................
24
Spesies A, (A) imago betina, (B) antena berjumlah 7 segmen, (C)
kepala memiliki 2 pasang seta oseli dan barisan seta postokular
berjajar ke arah posterior, (D) metanotum, (E) sayap depan, (F)
abdomen tergit VII memiliki ctenidia dibagian lateral, dan (G)
abdomen tergit VIII dengan ctenedia di posteromesad spirakel .......
25
Spesies B, (A) imago betina, (B) kepala, (C) metanotum, (D) sayap
depan, (E) abdomen tergit VIII memiliki comb dengan microtrichia
yang panjang dan ramping, dan (F) imago jantan .............................
26
Trips Subordo Tubulifera .................................................................
26
Trips terinfeksi cendawan entomopatogen, (A) konidia primer,
konidia sekunder, dan ghost conidia pada abdomen trips dan (B)
konidia sekunder menempel pada antena trips ..................................
28
Persentase stadia cendawan entomopatogen pada trips mawar lokal
tahun 2011 .......................................................................................
30
Persentase stadia cendawan entomopatogen pada trips mawar
impor tahun 2011 .............................................................................
30

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Rataan Thrips palmi (individu/perangkap) pada tiga warna perangkap
likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier ........................

41

Rataan Scirtothrips dorsalis (individu/perangkap) pada tiga warna
perangkap likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier .......

42

Rataan Microcephalothrips abdominalis (individu/perangkap) pada
tiga warna perangkap likat yang dipasang di pertanaman mawar dan
barrier ...............................................................................................

43

Rataan Megalurothrips usitatus (individu/perangkap) pada tiga warna
perangkap likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier .......

44

Rataan spesies A (individu/perangkap) pada tiga warna perangkap
likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier ........................

45

Rataan spesies B (individu/perangkap) pada tiga warna perangkap
likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier .........................

46

Rataan Tubulifera (individu/perangkap) pada tiga warna perangkap
likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier ........................

47

Rataan trips tidak diidentifikasi (individu/perangkap) pada tiga warna
perangkap likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier .......

48

Data curah hujan bulan Januari sampai bulan Mei tahun 2011 ............

49

10 Pestisida yang digunakan untuk mengendalikan hama dan penyakit
tanaman mawar ..................................................................................

49

11 Denah lokasi penelitian ......................................................................

50

12 Kondisi petak pengamatan populasi trips ............................................

51

13 Kondisi petak pemasangan perangkap likat ........................................

51

1
2
3

4
5
6
7
8
9

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Mawar merupakan salah satu tanaman hias yang dikenal karena keharumannya serta memiliki bentuk, ukuran, dan warna yang beragam. Selain digunakan
sebagai penghias taman dan buket bunga, bunga mawar juga digunakan dalam
upacara ritual keagamaan dan upacara adat. Bunga mawar juga dapat digunakan
sebagai bahan pembuatan makanan, minuman, dan bahan baku industri minyak
wangi (Satuhu & Murtiningsih 2005).
Taman Bunga Nusantara (TBN) merupakan salah satu aset wisata berbasis
wisata agro nasional dengan standar berskala internasional menyajikan taman mawar dan tanaman hias lainnya. Taman mawar mendapat perlakuan khusus agar
dapat bertahan hidup terutama dari serangan hama dan penyakit tanaman. Salah
satu hama penting yang menyerang tanaman mawar adalah hama trips (Novinaldi
31 Januari 2010, komunikasi pribadi).
Hama trips menyerang tanaman mawar terutama pada bagian bunga, tunas,
dan daun. Trips mulai menyerang bunga pada stadia kuncup dan memakan bagian
tepi petal bunga, sehingga petal menjadi warna coklat mengkilap dan berubah
bentuk pada saat bunga mekar. Serangan trips yang berat menyebabkan kuncup
mengeras dan gagal membuka. Serangan trips pada tunas akan mengakibatkan tunas mengering, sedangkan serangannya pada daun akan mengakibatkan daun berwarna coklat keperakan, keriput, ukuran daun mengecil, dan tepi daun menggulung ke bawah (Wijayanti 1990; Muharram 1995).
Spesies trips yang dilaporkan menyerang tanaman mawar yaitu hama trips,
yaitu Frankliniella intonsa (Chang 1999), Frankliniella occidentalis (Park et al.
2002), dan Scirtothrips dorsalis (Talekar 1999). Ketiga spesies tersebut termasuk
famili Thripidae, ordo Thysanoptera. Frankliniella intonsa menyerang berbagai
macam bunga di Eropa, menjadi hama tanaman kapas di Turki, dan vektor penyakit TSWV (Tomato spotted wilt tospovirus) (Moritz et al. 2004). F. occidentalis
menjadi hama penting pada beberapa bunga potong, salah satunya tanaman krisan
(Fauziah & Saharan 1999). S. dorsalis menjadi hama yang merugikan pada pertanaman cabai di Thailand (Bansiddhi & Poonchaisri 1999). Identifikasi spesies

2
trips yang menyerang tanaman mawar perlu dilakukan untuk mengetahui status
hama tersebut pada pertanaman.
Perubahan status hama trips pada pertanaman dapat diketahui dengan pemantauan secara rutin. Salah satu cara untuk memantau populasi trips pada pertanaman dan memperkirakan kemungkinan terjadinya serangan trips yang dapat
menyebabkan kerusakan yang serius yaitu dengan pemasangan perangkap likat.
Sebagian besar petani menggunakan perangkap likat berwarna kuning. Hal tersebut dikarenakan warna kuning secara luas mampu menarik serangga hama (Shipp
1995). Trips sendiri banyak yang tertarik terhadap warna biru, putih, dan kuning
(Teulon & Penman 1992; Chu et al. 2000). Untuk mengetahui warna perangkap
yang efektif memantau populasi trips di pertanaman dilakukan evaluasi warna perangkap likat terhadap trips.
Pengendalian terhadap trips oleh sebagian besar petani, hanya mengandalkan insektisida (Prabaningrum & Moekasan 2007). Cara pengendalian tersebut
dapat berdampak buruk bagi lingkungan dan mengakibatkan hama menjadi resisten. Berdasarkan prinsip pengendalian hama terpadu (PHT), pengendalian secara
biologi merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi penggunaan insektisida.
Pengendalian secara biologi dapat dilakukan dengan menggunakan musuh alami
seperti cendawan entomopatogen.
Salah satu spesies cendawan entomopatogen dari ordo Entomophthorales dilaporkan menginfeksi F. occidentalis (Montserrat et al. 1998). Di Indonesia, infeksi cendawan Entomophthorales ditemukan pada kutu putih pepaya Paracoccus
marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae) pada pertanaman pepaya (Anwar et al.
2010; Shylena 2010). Namun, belum diketahui kemungkinan trips terinfeksi cendawan entomopatogen tersebut. Untuk mengetahui keberadaan trips yang terinfeksi cendawan Entomophthorales, maka perlu dilakukan eksplorasi cendawan
Entomophthorales dengan mengambil sampel trips di lapangan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui keragaman spesies trips dan musuh alaminya, terutama cendawan entomopatogen, pada tanaman mawar di Taman Bunga
Nusantara.

3
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang keragaman
spesies trips dan keberadaan cendawan entomopatogen pada trips di pertanaman
mawar. Penggunaan warna perangkap likat yang cocok dapat digunakan juga untuk memantau populasi trips di lapangan.

4

TINJAUAN PUSTAKA

Cendawan Entomophthorales
Taksonomi Cendawan Entomophthorales
Ordo Entomophthorales termasuk dalam divisi Zygomycota, kelas Zygomycetes (Roy et al. 2006). Famili dalam ordo Entomophthorales yaitu Entomophthoraceae, Neozygitaceae, Completoriaceae, Ancylistaceae, Meristacraceae, dan
Basidiobolaceae (Pell et al. 2001). Genus cendawan entomopatogen dalam famili
Entomophthoraceae yaitu Entomophaga, Entomophthora, Erynia, Eryniopsis, Furia, Massospora, Pandora, Strongwellsea, Tarichium, dan Zoopthora, sedangkan
dalam famili Neozygitaceae yaitu Neozygites (Roy et al. 2006).
Struktur Cendawan Entomophthorales
Identifikasi Entomophthorales biasanya dilakukan berdasarkan pengetahuan
tentang inang (spesies, genus) dan struktur cendawan (Keller 2007). Tipe konidia
sekunder dan model pembentukan merupakan kriteria yang penting. Terdapat 5
tipe pembentukan konidia sekunder (Ben-Ze’ev dan Kenneth 1982 dalam Keller
2007). Tipe I menghasilkan konidia sekunder satu persatu dan kemudian dikeluarkan dengan sedikit tekanan. Biasanya, konidia sekunder dihasilkan dari pertumbuhan yang pendek dari konidia primer. Tipe I tersebut dibagi menjadi tipe Ia
dan Ib. Tipe 1a ditandai dengan bentuk konidia sekunder mirip dengan konidia
primer dan merupakan tipe yang hampir ada di semua jenis cendawan Entomophthorales. Tipe 1b ditandai dengan bentuk konidia sekunder yang berbeda dengan
konidia primer. Ciri tersebut ditemukan pada Erynia, Furia, Pandora, Strongwellsea, Eryniopsis carolinina, Entomophaga ptychopterae, dan Entomophaga
transitans. Tipe II atau kapilikonidia, konidia sekunder dihasilkan satu-persatu,
memiliki tabung kapiler langsing yang muncul pada konidia primer, dan kapilikonidia dilepaskan secara pasif. Konidia sekunder Tipe II ditemukan pada Zoophthora, Neozygites, Orthomyces, dan Eryniopsis lampyridarum. Tipe III atau microconidia, konidia dilepaskan dengan sedikit tekanan, dihasilkan satu persatu dari
pertumbuhan tabung yang muncul dari konidia primer, konidia sekunder mirip
dengan konidia primer tapi ukuran lebih kecil dan biasanya ditemukan pada

5
spesies Conidiobolus. Tipe IV atau microspora, tidak ditemukan pada spesies patogen bagi arthropoda. Tipe V dikenal dengan istilah aquatic secondary conidia,
tetraradiate propagules, tetraradiate conidia, branched, stellate, coronate. Konidia sekunder dihasilkan di dalam air atau ketika kontak dengan air. Ciri tersebut
ditemukan pada beberapa spesies Erynia yang berasosiasi dengan air.
Badan hifa terdapat pada semua spesies, merupakan tahap pertama yang
berkembang dalam infeksi inang atau yang berkembang dari protoplas. Badan hifa pada genus Conidiobolus dan Batkoa berbentuk polymorphic, amoeboid atau
composed dengan sedikit membulat. Badan hifa pada genus Entomophaga berbentuk kecil, pendek, spherical sampai subsperical. Genus Entomophthora memiliki badan hifa yang berbentuk spherical, subsperichal, ellipsoidal sampai bentuk lingkaran kecil (short rod-shaped). Bentuk badan hifa Neozygitaceae yaitu
spherical. Genus Erynia dengan karakteristik badan hifa yaitu spherical sampai
subspherical (Keller 2007).
Konidiofor muncul dari badan hifa. Konidiofor yang terbentuk dapat bercabang (Erynioideae) atau tidak bercabang (Entomophthoroideae). Adapun Tipe cabang konidiofor berupa dikotomus dan digital. Konidia primer tunggal diproduksi
di ujung konidiofor dan dilepaskan secara aktif. Konidia primer yang diproduksi
pada konidiofor tidak bercabang, akan mengandung dua nukleat atau lebih, sedangkan konidia primer yang diproduksi pada konidiofor yang bercabang, biasanya mengandung satu nukleat. Bentuk konidia genus Conidiobolus dan famili Entomophthorideae sebagian besar spherical dan pyriform. Genus Entomophthora
memiliki tubuh konidia spherical dengan papilla demarcated. Konidia primer
Eryniopsis berbentuk memanjang dan sebagian besar epapillate. Konidia tersusun
dari tubuh konidia dan papila. Konidia Neozygitaceae dan Entomophthoroideae
tidak memiliki membran luar (unitunicate), kecuali genus Entomophthora (Keller
2007).
Spora istirahat memiliki struktur dinding berukuran tebal untuk bertahan hidup pada kondisi yang kurang menguntungkan. Umumnya, cendawan Entomophthorales memiliki bentuk spora istirahat spherical, hialin, dan ada beberapa yang
dikelilingi episporium. Spora istirahat spesifik genus hanya dapat ditemukan pada
Neozygites. Spora istirahat pada Neozygites berwarna coklat gelap sampai hitam,

6
spherical atau ellipsoid, berstruktur halus dan binucleate. Spora istirahat lainnya
berbentuk multinucleate. Spora istirahat biasanya tidak cepat menyebar. Spora
tersebut berkecambah dengan tabung kecambah tunggal yang terbentuk dari kecambah konidium (Entomophthoroideae dan Neozygites) atau terbentuk dari beberapa konidia (Keller 2007).
Siklus Hidup Cendawan Entomophthorales
Siklus hidup cendawan Entomophthorales biasanya terdiri dari konidia dan
spora istirahat. Konidia merupakan bentuk spora yang memungkinkan untuk infeksi selama inang aktif. Konidia melekat pada kutikula dan membentuk suatu tabung penetrasi. Multiplikasi atau proses perbanyakan cendawan di dalam inang
berlangsung dari protoplas atau badan hifa. Kolonisasi cendawan dapat terlihat
pada abdomen ataupun seluruh tubuh inang. Umumnya badan hifa akan membentuk konidiofor. Selanjutnya, konidiofor menembus kutikula inang. Konidia primer secara aktif dilepas dengan adanya tekanan hidrostatik. Konidia sekunder dibentuk secara lateral pada konidia primer. Konidia primer relatif mudah pecah
dan lama hidupnya pendek tapi berkecambah dengan cepat. Konidia sekunder
biasanya lengket, ditutupi oleh mukus, dan alat bantu untuk melekat pada inang
(Pell et al. 2001; Keller 2007).
Pertumbuhan cendawan berhenti setelah nutrisi habis dan inang biasanya
mati pada keadaan tahap ini. Pada beberapa spesies, sporulasi terjadi saat inang
masih hidup atau aktif. Saat inang mati, cendawan entomopatogen akan menghasilkan konidia baru untuk menyebar dan menghasilkan spora istirahat untuk bertahan. Spora istirahat merupakan jalan terpenting bagi cendawan Entomophthorales
pada periode bertahan ketika tidak ada inang atau keadaan lingkungan tidak mendukung. Spora istirahat merupakan penggabungan dua badan hifa (zygospora)
atau satu badan hifa (azygospora). Spora istirahat biasanya resisten dan memiliki
dua dinding yang tebal (Pell et al. 2001; Keller 2007).
Aktivitas cendawan dipengaruhi oleh lingkungan abiotik dan biotik. Cendawan entomopatogen membutuhkan kelembaban lebih dari 95% untuk konidia berkecambah, infeksi, sporulasi, dan kecepatan membunuh inang diatur oleh suhu.
Spesis dalam ordo Entomophthorales tidak menghasilkan toksin untuk infeksi dan

7
merupakan patogen yang obligat. Cendawan Entomophthorales biasanya menjaga
inang tetap hidup sampai semua sumber dimanfaatkan (Roy et al. 2006).
Trips (Ordo Thysanoptera)
Bioekologi
Siklus hidup trips terdiri atas telur, dua instar larva yang aktif makan, dua
atau tiga instar tidak aktif makan (prapupa dan satu atau dua instar pupa). Trips
famili Phlaeotripidae menyimpan telur pada substrat makanan secara horizontal,
tapi kadang-kadang secara vertikal. Semua anggota famili Phlaeotripidae memiliki dua instar pupa dan ditemukan bersama-sama dengan larva dan imago. Sebagian besar trips subordo Terebrantia memasukkan telur ke dalam jaringan tanaman
dengan ovipositor yang bergerigi tajam. Semua spesies subordo Terebrantia memiliki satu instar pupa, begitu pula dengan prapupa. Proses berpupa pada subordo
Terebrantia biasanya terjadi pada tanah yang jauh dari tempat larva makan. Siklus
hidup biasanya membutuhkan paling sedikit 21 hari pada kondisi panas (Mound
& Kibby 1998).
Karakter yang Digunakan dalam Identifikasi Trips
Kepala. Identifikasi spesies trips melalui kepala dapat dilakukan dengan
mengamati sculpture, seta oseli, dan antena. Skulptur pada permukaan kepala dapat terlihat halus atau jelas. Panjang dan posisi seta oseli merupakan salah satu
yang penting dalam identifikasi pada bagian kepala. Trips dalam famili Thripidae
memiliki tiga pasang seta oseli, sepasang seta oseli I berada di bagian depan oseli
(biasanya tidak ditemukan pada spesies Thrips), sepasang seta oseli II berada di
samping oseli, sepasang seta oseli III berada di dalam atau di luar segitiga oseli.
Trips famili Phlaeothripidae biasanya memiliki sepasang seta postocular. Antena
trips biasanya terdiri atas 7 atau 8 segmen, tapi ada juga antara 4 sampai 9 segmen, segmen III dan IV biasanya muncul dalam bentuk sense cone (menggarpu
atau sederhana) (Mound & Kibby 1998).
Toraks. Trips dalam famili Phlaeothripidae memiliki sepasang epimeral
kecil (notopleural) pada bagian posterolateral pronotum, dan biasanya memiliki
lima pasang seta major: anteromarginal, anteroangular, midlateral, epimeral, dan
posteroangular. Protoraks trips dalam famili Phlaeothripidae pada bagian ventral

8
sering memiliki basantra (praepectal plates), sedangkan pada bagian posterior terdapat sepasang ferna (probasiternal plates) dan mesoprasternum transversal. Mesosternum famili Phlaeothripidae memiliki sepasang benang longitudinal di dekat
mesokoksa, yaitu sternopleural suture. Mesofurka dan metafurka trips famili
Thripidae mirip dengan bentuk spinula internal spesies dari Dendothrips yang disebut dengan lyre-shaped. Sayap subordo Terebrantia memiliki venasi costal dan
dua venasi longitudinal, biasanya menghasilkan rangkaian seta kuat yang permukaan sayapnya ditutupi mictrotrichia dan silia yang terbentuk pada pinggiran posteromarginal yang disebut soket. Sayap trips Phlaeothripidae ditandai dengan venasi longitudinal yang tidak kelihatan, permukaan sayap halus, silia tidak nyata
bersambung dengan permukaan sayap, dan sayapnya sering berkurang panjangnya
atau absen. Tungkai trips memiliki tarsi dengan satu atau dua segmen (Mound &
Kibby 1998).
Abdomen. Tergit II-VII famili Phlaeothripidae pada trips yang makroptera
sering muncul satu pasang atau lebih seta penahan sayap (wing-retaining setae)
yang sigmoid, pada tergit IX terdapat tiga pasang seta posteromarginal panjang
(B1,B2,B3), tubular tergit X yaitu berbentuk silindris dengan lubang genital pada
bagian dasar, dan ujung anal dikelilingi oleh seta terminal. Jantan Phlaeothripidae
memiliki tubular basal yang menggali secara anterolateral sampai bisa menekan
genitalia, ujung tubular (aedeagus) biasanya digunakan untuk mengenali spesies
pada Haplothrips. Jantan Phlaeothripidae memiliki area glandular (kelenjar) pada
sternit VIII dan seta B2 pada tergit IX kuat dan pendek (Mound & Kibby 1998).
Trips Subordo Terebrantia ditandai dengan tergit VIII memiliki comb posteromarginal dengan microtrichia, pada beberapa genus terdapat kelompok microtrichia secara lateral di dekat spirakel, dan beberapa genus microtrichia tersusun
menjadi sepasang ctenedia yang teratur. Pada sternit muncul seta diskal yang dikenal dengan seta marginal. serangga jantan sering memiliki area glandular dan
betina memiliki ovipositor (Mound & Kibby 1998).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Populasi Trips
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan populasi trips yaitu sumber makanan, musuh alaminya, dan lingkungan fisik. Keberhasilan pemanfaatan sumber

9
makanan terjadi jika sumber melimpah dan tidak ada halangan trips dalam eksploitasi sumber (Morse & Hoddle 2006)
Kesesuaian trips terhadap tanaman inang bervariasi. Pemilihan peletakan
telur oleh betina pada tanaman menjadi penting untuk kelangsungan hidup trips.
Rambut-rambut pada daun menjadi faktor resisten trips terhadap tanaman. Rambut tebal menghalangi akses trips kepermukaan daun untuk makan dan meletakkan telur karena rambut-rambut daun tersebut dapat menjebak atau melukai serangga. Trips berukuran kecil dan fitofag, hidup di tempat yang beruang sempit
seperti pelepah daun dan didalam inflorescens, sehingga kesulitan dalam pengendaliannya dengan insektisida dan sukar mendeteksinya saat di karantina (Kirk
1997).
Serangan trips yang hebat dapat muncul ketika musuh alami (predator, parasitoid, parasit, dan patogen) gagal mengendalikan trips. Hal tersebut terjadi karena ketiadaan musuh alami khusus di ekosistem ketika terjadi serangan spesies
trips, se-hingga peningkatan populasi trips berlangsung cepat. Selain itu, cendawan entomopatogen juga jarang menyebabkan infeksi alami untuk mengatur populasi trips. Musuh alami lainnya, Hymenoptera parasitoid yang menyerang telur
dan larva trips, biasanya hanya mampu menyebabkan mortalitas yang rendah. Siklus hidup trips yang singkat juga meminimalkan munculnya musuh alami. Selain
itu, prilaku bertahan trips dengan lingkungan, dapat mengurangi keberhasilan musuh alami (Morse & Hoddle 2006).
Musuh alami yang dapat digunakan untuk mengendalikan trips yang menyerang tanaman hias dan sayuran di rumah kaca dan di lapangan yaitu tungau
Phytoseiidae, kepik Anthocoridae, dan nematoda predator atau kombinasinya.
Musuh alami lainnya seperti cendawan entomopatogen dan parasitod dapat digunakan untuk menekan serangan hama trips. Cendawan entomopatogen terutama
Beauveria bassiana, Metarhizium anisoplae, dan Verticillium lecanii dapat digunakan mengendalikan trips tanaman baik secara tunggal maupun dikombinasikan
dengan musuh alami lainnya (Morse & Hoddle 2006).
Musim juga mempengaruhi populasi trips. Kehilangan hasil pada musim
kemarau lebih besar dibandingkan dengan musim hujan. Kehilangan hasil pada
musim kemarau diduga karena adanya peningkatan intensitas kerusakan tanaman

10
akibat terjadinya peningkatan populasi trips. Kelembaban rendah dan suhu yang
tinggi pada musim kemarau, merupakan lingkungan yang cocok bagi hama trips
sehingga perkembangbiakannya lebih cepat (Prabaningrum & Moekasan 2007).
Hujan deras dapat berperan menjatuhkan trips dari daun kepermukaan tanah. Hujan kadang-kadang tidak hanya memindahkan trips secara mekanik, tetapi juga
merangsang laju pertumbuhan daun baru yang mengurangi kepadatan trips per
daun dan meningkatkan proporsi daun sehat (Kirk 1997).
Metode Sampling untuk Trips
Metode sampling dapat digunakan untuk memantau populasi trips di pertanaman dan memperkirakan terjadinya serangan trips yang dapat menyebabkan
kerusakan yang serius. Metode sampling terbagi menjadi destructive dan nondestructive methods. Metode destructive dilakukan dengan mengamati secara
langsung larva dan imago pada sampel bunga atau buah. Metode non-destructive
dilakukan dengan menepuk bunga atau tunas dan pemasangan perangkap. Menepuk bunga atau tunas lebih mudah dan cepat dibandingkan dengan pengamatan
destructive pada bunga (Pearsall & Myers 2002).
Perangkap Likat
Perangkap untuk serangga yang memiliki kemampuan terbang, biasanya diletakkan di atas tanaman dan merupakan cara yang relatif mudah untuk memantau
kehadirannya lebih awal, pertambahan populasi hama, musim perubahan aktivitas
spesies hama. Perangkap juga digunakan untuk menentukan kebutuhan, waktu,
tindakan pengendalian dan dampak penafsiran. Perangkap likat dan perangkap air
digunakan secara luas di lapangan terbuka, sedangkan di rumah kaca lebih memilih menggunakan perangkap likat (Lewis 1997).
Di rumah kaca, perangkap likat lebih baik digantung secara vertikal karena
perpindahan angin sedikit. Selain itu, lebih murah dan mudah dilakukan. Akan
tetapi, di lapangan terbuka perangkap likat dengan bentuk silindris lebih efektif
digunakan karena aliran udara di sekitarnya yang sedikit bergolak dan serangga
yang terperangkap berasal dari tiupan angin segala arah (Lewis 1997).
Posisi perangkap juga berpengaruh. Perangkap untuk tujuan memantau perkembangan serangga, akan lebih baik jika diletakkan lebih tinggi dari permukaan

11
tanaman (Lewis 1997). Banyak trips yang terperangkap di atas kanopi tanaman,
meskipun ada juga yang dilaporkan terperangkap yang setara dengan tinggi tanaman, akan tetapi jumlah yang terperangkap pada perangkap setara tanaman sangat
sedikit. Serangga yang terperangkap di atas tanaman, mungkin sedang memencar
atau mencari pasangannya, ketika baru muncul dari pupa (Jacobson 1997).
Ukuran perangkap likat tergantung pada kepadatan populasi yang diharapkan dan frekuensi pengamatan (Lewis 1997). Trips mungkin lebih banyak terperangkap pada perangkap yang berukuran lebih besar, tetapi tidak ada hubungan
yang linear antara jumlah yang terperangkap dengan ukuran perangkap (Shipp
1995).
Warna digunakan serangga untuk membedakan inang dan lingkungan. Satu
warna dapat menarik beberapa spesies trips. Komponen warna yang kritis untuk
membedakan inang dan non-inang adalah panjang gelombang dominan yang dipantulkan permukaan, kejenuhan (kemurnian hue), dan kecerahan (total energi,
persentase refleksi panjang gelombang maksimun) (Terry 1997).
Ketertarikan trips terhadap warna dipengaruhi oleh panjang gelombang yang
dipantulkan (Terry 1997). Cahaya ultraviolet (UV) dengan panjang gelombang
350-445 nm dipantulkan oleh warna biru, sedangkan cahaya biru dengan panjang
gelombang 455-500 nm dipantulkan oleh warna biru dan kuning. Selain itu, warna putih dan warna biru paling kuat memantulkan cahaya ultraviolet dan panjang
gelombangnya sekitar 300-400 nm (Ranamukhaarachchi & Wickramarachchi
2007). Menurut Natwick et al. (2007), warna biru memiliki panjang gelombang
yang kuat memantulkan cahaya ultraviolet dan cahaya biru dibandingkan dengan
warna kuning, sedangkan warna kuning lebih banyak memantulkan cahaya kuning dan merah. Menurut Chu et al. (2000) warna kuning memantulkan cahaya
hijau, kuning, dan jingga dengan panjang gelombang 490-600 nm.
Tanaman Mawar
Tanaman mawar termasuk kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Rosales, famili Rosaceae, genus
Rosa, species Rosa damascena Mill., Rosa multiflora Thunb., Rosa hybrida Hort.,
dan lain-lain (BPP Teknologi 2000).

12
Mawar berasal dari dataran Cina, Timur Tengah dan Eropa Timur. Seiring
perkembangannya, tanaman mawar menyebar luas di daerah-daerah beriklim dingin (subtropis) dan panas (tropis). Daerah pusat tanaman mawar terdapat di Kawasan Alaska atau Siberia, India, Indonesia dan Afrika Utara. Sentra penanaman
bunga potong, tabur, dan tanaman pot di Indonesia berada di daerah Jawa Barat,
Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jakarta. Mawar yang berkembang di Indonesia merupakan mawar jenis hibrida yang berasal dari Belanda (BPP
Teknologi 2000).
Tanaman mawar merupakan tanaman semak atau perdu berduri dengan
tinggi antara 0,3 sampai 5 meter. Mawar termasuk tanaman berakar tunggang
dengan banyak cabang akar. Batang mawar berkayu dan bercabang-cabang dari
bagian bawah atau beberapa cm di atas permukaan tanah. Tipe batang mawar ada
yang tegak dan ada yang menjalar. Daun mawar termasuk daun majemuk dengan
3 atau 5 helai daun berselang dan beririp ganjil yang dilengkapi penumpu. Setiap
pangkal tangkai daun terdapat titik tumbuh yang akan berkembang menjadi tunas
bunga atau cabang (Kartapradja 1995).
Bunga mawar ada yang tunggal dan ada yang tersusun indah dalam bentuk
payung. Mawar termasuk jenis bunga sempurna dengan benang sari dan putik tersusun pada dasar bunga yang berbentuk guci. Buah mawar adalah buah buni (hip)
yang di dalamnya berisi biji (Kartapradja 1995). Mawar memiliki dua jenis pembungaan yaitu mawar berbunga terus menerus sepanjang tahun (recurrent flowering) dan mawar yang tidak berbunga terus menerus (non recurrent flowering)
(Darliah 1995).
Berdasarkan mahkota bunga, mawar dibedakan atas mawar berbunga tunggal, berbunga semi ganda dan berbunga ganda. Mawar yang berbunga tipe tunggal memiliki mahkota bunga yang terdiri atas 5-7 helai yang berada dalam satu
lingkaran. Mawar yang berbunga semi ganda memiliki mahkota bunga terdiri atas
10-20 helai tanaman dalam beberapa lingkaran. Mawar yang berbunga ganda memiliki mahkota lebih dari 20 helai dan tersusun dalam tandan bunga (Kartapradja
1995).
Berdasarkan sifat tumbuh dan penampilannnya, mawar dikelompokkan
menjadi kelompok Hybrid tea, Polyantha dan Baby rose, Floribunda, Grandi-

13
flora, dan Climbing rose (mawar merambat). Kelompok Hybrid tea berbentuk
perdu dan semak, berbunga besar, kompak, padat, tangkai bunga panjang serta
berbau harum. Contohnya Camelot, golden lustee, Queen Elisabeth, Charleston,
Mr. Lincoln, dan Cherry brandy. Kelompok Polyantha dan Baby rose memiliki
ciri berbentuk perdu atau semak, berbunga kecil-kecil dalam cluster bunga dengan
diameter kuntum kurang dari 2 cm. Contoh dari kelompok ini yaitu Gloria mundi, Katharina zeimet, dan Irian merah. Kelompok Floribunda merupakan gabungan sifat baik Hybrid tea dan Polyantha. Contohnya Fashion, Else poulsen, dan
Cimacan merah. Kelompok Grandiflora merupakan gabungan sifat-sifat Hybrid
tea dengan Floribunda. Jenis ini sering digunakan sebagai bunga potong atau tanaman taman. Contohnya Queen Elizabeth, Granada, dan John Amstrong. Pertumbuhan tanaman kelompok Climbing rose ini memanjat dan memerlukan penunjang, ukuran bunga beraneka ragam, berbunga tunggal dan rangkap, seperti
pada var. Gadenza, Crimpson glory, dan Golden shower (Kartapradja 1995).

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Taman Bunga Nusantara, Desa Kawungluwuk,
Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Penghitungan populasi
trips pada perangkap likat dan identifikasi trips dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, sedangkan identifikasi cendawan entomopatogen pada trips
dilakukan di Laboratorium Patologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kegiatan penelitian ini dilakukan dari
bulan Maret 2011 sampai bulan Agustus 2011.
Metode Penelitian
Pengujian Perangkap Likat
Pembuatan Perangkap Likat. Perangkap likat dibuat dari papan triplek
dengan dimensi 0,3 x 21,5 x 15 cm. Cat yang digunakan yaitu Altex dengan nomor 99 untuk warna biru, Masterlac dengan nomor 17-103 (Yellow ribbon) untuk
warna kuning, dan Cap Kuda Terbang untuk warna putih. Triplek yang sudah dicat dipakukan pada bambu dengan panjangnya 50 cm, 150 cm, dan 200 cm. Plastik bening dengan dimensi 17 cm x 47 cm dilapisi dengan lem tikus. Plastik bening tersebut dipasang pada triplek yang dicat dengan bagian yang dilapisi lem tikus menghadap keluar.
Penentuan Petak. Sampel petak tanaman mawar dipilih 6 petak untuk
mawar lokal dan 3 petak untuk mawar impor. Selain itu, ditentukan juga 3 petak
barrier yaitu petak yang berada di antara lahan mawar dengan pagar, petak tersebut lapangan terbuka yang ditumbuhi rumput gajah (Axonopus compressus).
Setiap petak dipasang 3 perangkap likat yang berwarna biru, putih, dan kuning.
Posisi warna perangkap pada petak ditentukan dengan cara acak.
Pemasangan dan Pelepasan Perangkap Likat.

Perangkap diletakkan

pada petak lahan mawar dan barrier. Tinggi perangkap sekitar 10 cm dari pucuk
tanaman mawar, sedangkan perangkap di barrier sekitar 30 cm dari permukaan
rumput. Permukaan perangkap menghadap kearah timur-barat. Pemasangan perangkap dilakukan selama 3 hari dan diulangi selama 8 minggu. Setelah 3 hari

15
perangkap dilepas dan dibawa ke laboratorium. Pemasangan perangkap pertama
kali dilakukan pada minggu ke-4 bulan Maret 2011.
Pembuatan Preparat. Trips yang terperangkap diambil dan dimasukkan
ke dalam larutan carboxylen untuk menghilangkan lem tikus yang menempel pada
tubuh trips. Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam larutan alkohol 100%, alkohol 80%, dan alkohol 70%. Trips sampel kemudian dibuat preparat sementara
dengan menggunakan media Hoyers (Mound & Kibby 1998).
Identifikasi Trips. Identifikasi trips sampai tingkat spesies dilakukan di
bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 4, 10, dan 40 kali pada masingmasing spesimen. Identifikasi trips dilakukan berdasarkan pada Mound & Kibby
(1998) dan Moritz et al. (2004).
Pengamatan Populasi Trips pada Perangkap Likat. Trips yang terperangkap, diamati di bawah mikroskop stereo dengan bantuan cahaya lampu. Trips
diamati dan dikelompokkan berdasarkan spesiesnya untuk subordo Terebrantia,
sedangkan spesies lain dikelompokkan ke dalam satu kelompok lain, yaitu subordo Tubulifera. Trips yang tubuhnya hancur dan sulit dibedakan spesiesnya dimasukkan pada kelompok trips tidak diidentifikasi.
Eksplorasi Cendawan Entomopatogen dan Pengamatan Populasi Trips
Penentuan Petak Pengamatan. Petak sampel untuk tanaman mawar dipilih 6 petak mawar lokal dan 3 petak mawar impor. Setiap petak ditentukan 5 tanaman sampel dengan masing-masing tanaman dipilih 2 bunga sampel.
Pengamatan Populasi Trips dan Pengambilan Sampel Trips. Pengamatan populasi trips per bunga dilakukan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Pearsall dan Myers (2002) dengan cara menepuk bunga sebanyak 10 kali
di atas baki putih. Jumlah trips yang yang diperoleh dihitung langsung di lapangan dan dimasukkan kedalam tabung eppendorf yang berisi alkohol 70%. Tabung
tersebut diberi label tanggal, lokasi, tanaman inang, petak, dan kolektor. Pengamatan populasi trips per bunga dilakukan sekali seminggu dan diulang selama 8
minggu. Pengambilan sampel trips untuk identifikasi cendawan patogenik dilakukan dua kali seminggu dan diulang selama 4 minggu. Jumlah trips sampel yaitu
50 ekor per petak mawar.

16
Identifikasi Cendawan Entomophthorales. Identifikasi cendawan dilakukan dengan metode yang dikembangkan oleh Steinkraus et al. (1995). Sampel
trips yang diperoleh ditiriskan sebelum dibuat preparat. Pewarna yang digunakan
adalah lactophenol-cotton blue. Untuk setiap preparat berjumlah 10 ekor trips.
Identifikasi dilakukan di bawah mikroskop cahaya dengan melihat stadia cendawan yang terbentuk pada atau dalam tubuh trips. Sampel trips yang diamati diklasifikasikan berdasarkan metode yang dikembangkan oleh Steinkraus et al. (1995),
yaitu trips terinfeksi konidia sekunder, terinfeksi badan hifa, terinfeksi konidiofor
dan konidia primer, mengandung spora istirahat, terdapat cendawan saprofitik,
dan trips sehat.
Jumlah trips terinfeksi cendawan
Persentasi infeksi cendawan =

x 100%
Jumlah trips
Analisis Data

Analisis untuk populasi trips per bunga mawar lokal dan mawar impor
menggunakan pendugaan nilai tengah 2 populasi (uji t) yang diolah dengan menggunakan program Minitab 13.3.

Analisis populasi trips yang terperangkap

menggunakan Rancangan Split Plot Acak Lengkap dengan petak utamanya jenis
tanaman (mawar lokal, mawar impor, dan barrier) dan anak petaknya warna perangkap (biru, putih, dan kuning). Perbandingan nilai tengah dilakukan dengan
uji berganda Duncan pada taraf 5% yang diolah dengan program SAS 9.1.3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum
Taman Bunga Nusantara, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur berada
pada ketinggian 824 m dpl serta berada 060.43.57 lintang selatan dan 1070.04.77
bujur timur. Intensitas curah hujan pada bulan Maret, April, dan Mei tahun 2011
berturut-turut yaitu 65,61 ml/hari, 118,77 ml/hari, dan 113,90 ml/hari. Jumlah
hari hujan pada Maret, April, dan Mei tahun 2011 berturut-turut yaitu 23 hari, 27
hari, dan 21 hari. Luas taman mawar sekitar 2.000 m2 dan jenis mawar yang ditanam adalah mawar lokal dan mawar impor (Baby rose, Miss american beauty,
camelot, playboy). Budidaya tanaman mawar meliputi pengolahan media tanam,
penanaman, penyulaman, penyiangan, pemupukan, penyiraman, pemangkasan,
perbanyakan tanaman dilakukan dengan cangkok dan stek, serta pengendalian hama dan penyakit tanaman mawar.
Lahan mawar lokal ditambahkan dengan campuran pupuk kandang, dolomit, furadan, dan dekastar. Lahan mawar impor ditambahkan dengan campuran
pasir (10 kg), pupuk kandang (5 kg), dolomit (250 gr), dekastar (20 gr), dan humus bambu. Sebelum dan setelah tanam, pada lubang tanam dimasukkan EM4
500 ml yang dicampur dengan 50 liter air. Lubang tanam dibuat dengan kedalaman 50 cm dan lebar 50 cm. Jarak tanam mawar berkisar 120 cm × 120 cm atau 30
cm × 30 cm, tergantung jenis mawar.
Pemupukan menggunakan NPK (16:16:16) dan pupuk kandang dilakukan
sekali 2 minggu. Pupuk NPK yang diberikan pada mawar lokal sebanyak 50 gram
per tanaman dengan cara disebar pada larikan yang dibuat di sekitar tanaman, sedangkan mawar impor diberi pupuk NPK sebanyak 20 gram/tanaman dengan cara
membuat lubang di sekitar tanaman dan pupuk NPK dimasukkan ke dalam lubang
tersebut. Pupuk kandang sebanyak 10-15 kg dicampur dengan 50 liter air dan ditambahkan EM4 sebanyak 200 ml.

Pupuk tersebut sebanyak 10 liter dapat

digunakan untuk 4 sampai 6 tanaman.
Pemangkasan pada tanaman mawar terdiri dari pemangkasan berat dan pemangkasan ringan. Pemangkasan berat dilakukan dengan cara memotong cabang
atau ranting 20 cm dari batang utama, bertujuan meremajakan tanaman kembali

18
dan membuang bagian tanaman yang terserang penyakit dan sulit ditanggulangi.
Pemangkasan ringan dilakukan sekali seminggu dengan cara membuang tunastunas yang kecil, tunas atau cabang yang terserang penyakit, dan tunas-tunas yang
tidak produktif atau tangkai bunga yang sudah rontok. Pemangkasan ini bertujuan
merangsang tumbuhnya tunas-tunas yang produktif.
Pengendalian hama dan penyakit tanaman mawar dilakukan secara mekanik
dan kimiawi. Pengendalian secara mekanik dilakukan dengan cara sanitasi pada
gulma yang ada di sekitar pertanaman, mengambil langsung bekicot yang ada di
pertanaman, memotong bagian tanaman yang terserang penyakit, dan mengorek
bagian tanaman yang terserang lumut. Selain itu, pada lahan mawar impor dilakukan pemasangan perangkap kuning (yellow sticky trap) dan mulsa plastik hitam
yang ditutupi dengan