Development of national park zoning system: a synthesis of the importance of biodiversity conservation and the livelihood of costumary people

PENGEMBANGAN ZONASI TAMAN NASIONAL:
Sintesis Kepentingan Konservasi Keanekaragaman Hayati
dan Kehidupan Masyarakat Adat

NANDI KOSMARYANDI

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengembangan Zonasi Taman
Nasional: Sintesis Kepentingan Konservasi Keanekaragaman Hayati dan
Kehidupan Masyarakat Adat ini adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.


Bogor, Januari 2012
Nandi Kosmaryandi
E 061050051

DAFTAR ISTILAH
Boan makan
Dema
DP3K

: Hak ulayat pada masyarakat adat Malind-anim
: Leluhur pada mitologi Malind-anim
: Dewan Pembina dan Pengendali Pengelolaan Kolaboratif, yaitu
lembaga kolaboratif yang dibentuk dalam pengelolaan Taman
Nasional Kayan Mentarang
FoMMA
: Forum Musyawarah Masyarakat Adat, yaitu forum yang dibentuk
untuk menampung aspirasi masyarakat adat di Taman Nasional Kayan
Mentarang
FPIC

: Free, Prior Informed Consent, yaitu prinsip tanpa paksaan dan
pemberitahuan diawal yang harus digunakan dalam pengelolaan
kawasan lindung (kawasan konservasi)
Gotad
: Bangunan asrama para pemuda yang sedang menjalani inisiasi adat
pada masyarakat Malind-anim
Haindun milah : Dunia abadi dalam mitologi Malind-anim (istilah lain: haindu mirav)
Lamin
: Rumah tradisional Dayak berbentuk rumah panjang (istilah lain: uma’
dado)
Lepo’
: Permukiman masyarakat adat Dayak Kenyah
LMA
: Lembaga Masyarakat Adat, yaitu lembaga masyarakat-masyarakat
adat di Taman Nasional Wasur
Milah/mirav
: Lahan/tanah (bahasa Malind-anim)
Otiv
: Rumah tradisional Malind-anim yang berbentuk rumah panggung
Sasi

: Aturan dalam pemanfaatan sumber daya alam untuk menjaga
keseimbang alam pada masyarakat Malind-anim
Tana’ ulen
: Hutan yang dilindungi dan diatur secara ketat oleh aturan adat pada
Dayak Kenyah (atau tana’ jaka pada Dayak Punan, tana’ ang pada
Dayak Kayan)
Terra nullius
: Tidak berpenghuni; terminologi digunakan untuk menyatakan
kawasan hutan tidak dihuni masyarakat
Totem
: Perubahan wujud Dema kedalam bentuk tumbuhan, binatang ataupun
benda dan menjadi simbol kelompok
Ulen leppo'
: Wilayah adat masyarakat adat Dayak Kenyah
Unam
: Alam semesta (bahasa Malind-anim)
WPC
: World Park Congress, yaitu forum global untuk menetapkan agenda
kawasan lindung yang diselenggarakan sepuluh tahun sekali oleh
lembaga konservasi internasional (IUCN)

WCPA
: World Commission on Protected Areas, yaitu jaringan ahli-ahli
kawasan lindung dunia yang dikelola oleh IUCNs Global Protected
Areas Programme dan memiliki lebih dari 1.600 anggota dari 140
negara

ABSTRACT
NANDI KOSMARYANDI. Development of National Park Zoning System: a
synthesis of the importance of biodiversity conservation and the livelihood of
costumary people. Under supervision of SAMBAS BASUNI, LILIK BUDI
PRASETYO, and SOERYO ADIWIBOWO.
The objectives of this research is to develop such policies for park zonation
that amalgamating the national-global interests for conservation on the one side
and the customary community interests on the other side. More specifically, this
research is directed for developing new criteria for park zonation that integrating
conservation policies and regulations with indigenous knowledge. Two national
parks i.e. the Wasur National Park and the Kayan Mentarang National Park that
have overlapping areas with customary territories were studied. The field research
was carried out in relations with participatory planning activities for park zonation
that conducted from October 2008 to July 2011. Literatures review, in-depth

interviews, field observations as well as participant observations during park
zonation process are fields methods applied for data collections. Three important
findings are found. First, the sustainable use of natural resource would be in place
where customary community still keeps their traditional way of life particularly
that in relations to conservation. Second, so far the park zonation policy does not
take into account the values, norms and livelihoods of the customary community.
Third, the regulations and criteria for park zonation hinder the traditional access
and control of customary community over national park. The last two mentioned
factors could potentially create conflicts between customary community and
parks. Through spatial analysis and participatory planning carried out in the two
national parks studied, zones that integrating or amalgamating indigenous
knowledge and conservation policy and regulations can be produced. Five genuine
zones are produce from this process i.e. cultural core zone, customary wilderness
zone, the multi use zone, historical, cultural and religious zone and the traditional
use zone. The first four mentioned zones are produced through amalgamation
processes. However, the last zone is produced through similar requirements
address in the Decree of the Minister of Forestry No P.56/Menhut-II/2006. Hence,
it can be said that park zonation process that could integrating or amalgamating
indigenous knowledge and biodiversity conservation policy and regulations are
conservation policies that built upon the customary community perspective.

Key words: conservation, customary community, amalgamation process, zonation

RINGKASAN

NANDI KOSMARYANDI. Pengembangan Zonasi Taman Nasional: Sintesis
kepentingan konservasi keanekaragaman hayati dan kehidupan masyarakat adat.
Dibimbing oleh SAMBAS BASUNI, LILIK BUDI PRASETYO, dan SOERYO
ADIWIBOWO.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan kebijakan zonasi taman
nasional yang merupakan amalgamasi kepentingan konservasi nasional-global dan
kepentingan kehidupan masyarakat adat, dan khususnya membangun kriteria baru
zonasi taman nasional hasil amalgamasi kebijakan dan peraturan perundangan
konservasi dengan kearifan lokal masyarakat adat. Untuk menjawab tujuan
tersebut, dilakukan penelitian di dua taman nasional yang kawasannya
bertumpang tindih dengan wilayah adat, yaitu Taman Nasional Wasur dan Taman
Nasional Kayan Mentarang. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2008
sampai bulan Juli 2011 disesuaikan dengan tata waktu proses perencanaan zonasi
partisipatif pada kedua taman nasional tersebut. Metode penelitian yang
digunakan meliputi studi literatur, wawancara dengan para informan, pengamatan
lapang terbatas dan pelibatan peneliti dalam proses partisipatif penyusunan zonasi.

Fakta-fakta penting yang diperoleh adalah sebagai berikut: Pertama,
masyarakat adat yang masih kental dengan praktek-praktek konservasi
tradisionalnya dapat melakukan pelestarian pemanfaatan sumberdaya alam.
Kedua, kebijakan zonasi dalam pengelolaan taman nasional belum tepat atau
bahkan belum mengakomodir norma-norma dan tata kehidupan masyarakat adat
yang direfleksikan dalam ruang kelola wilayah adat. Ketiga, persyaratan dan
kriteria juridis-formal zonasi yang diterapkan dalam pengelolaan taman nasional
telah menyebabkan akses masyarakat adat menjadi terbatas. Implikasi lebih jauh
dari hal ini adalah timbulnya sengketa dan konflik antara masyarakat adat dengan
taman nasional.
Melalui proses perencanaan partisipatif yang didukung dengan analisis
spasial, dihasilkan zona yang merupakan amalgamasi antara pengetahuan dan
kearifan lokal masyarakat adat di satu fihak dengan kebijakan dan peraturan
perundangan taman nasional di lain fihak. Zona-zona dimaksud adalah sebagai
berikut: Pertama, zona inti budaya (cultural core zone). Zona ini berfungsi untuk
perlindungan ekosistem, flora dan fauna khas beserta habitatnya dan bernilai
penting secara adat, sumber plasma nutfah, kepentingan penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya hayati
dan/atau berfungsi untuk perlindungan tempat-tempat sakral yang berada pada
lanskap yang tidak diganggu. Kedua, zona rimba adat (customary wilderness

zone). Zona ini berfungsi untuk pengawetan dan pemanfaatan sumberdaya alam
dan lingkungan alam melalui pola-pola konservasi tradisional dan dimungkinkan
secara aturan adat dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian, pendidikan
konservasi, wisata terbatas, habitat satwa dan menunjang budidaya pertanian
tradisional. Ketiga, zona pemanfaatan tradisional (multi use zone). Zona ini
berfungsi untuk menjamin keberlangsungan tradisi masyarakat adat, permukiman
dan sekaligus dapat menjadi daya tarik ekowisata, pendidikan dan penelitian.

Keempat, zona religi, budaya dan sejarah (historical, cultural and religious zone)
namun dengan pemaknaan yang lebih mendalam dari Permenhut No
P.56/Menhut-II/2006. Zona ini berfungsi untuk menjaga keberlangsungan ritual,
kepercayaan dan perlindungan nilai-nilai hasil karya, budaya, sejarah, arkeologi
maupun keagamaan. Kelima, zona pemanfaatan tradisional (traditional use zone).
Zona ini sepenuhnya bersesuaian dengan zona tradisional menurut Permenhut No
P.56/Menhut-II/2006.
Zonasi dengan kriteria baru tersebut dapat diimplementasikan dengan cara:
a) pengembangan zonasi diarahkan pada pencapaian fungsi taman nasional bukan
diarahkan pada pencapaian kelengkapan zona seperti yang dipersyaratkan secara
juridis-formal dalam Permenhut No. P.56/Menhut-II/2006, dan b) adaptasi bentuk
dan kriteria zonasi dengan memperhatikan tata guna lahan tradisional sebagai

upaya untuk mengakomodir kepentingan konservasi keanekaragaman hayati dan
kehidupan masyarakat adat. Kebijakan zonasi yang mengamalgamasikan
kebijakan konservasi keanekaragaman hayati dengan pengetahuan dan kearifan
lokal akan menjadi kebijakan pengelolaan taman nasional yang sarat dengan
perspektif masyarakat adat..
Kata kunci: konservasi, masyarakat adat, tata guna lahan tradisional, proses
amalgamasi, zonasi

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang
wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa seijin IPB

PENGEMBANGAN ZONASI TAMAN NASIONAL:

Sintesis Kepentingan Konservasi Keanekaragaman Hayati
dan Kehidupan Masyarakat Adat

NANDI KOSMARYANDI

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Penguji pada Ujian Tertutup

: Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA
Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F.trop


Penguji pada Ujian Terbuka

: Dr. Ir. Bambang Supriyanto, M.Sc
Dr. Satyawan Sunito

Judul Disertasi

: Pengembangan Zonasi Taman Nasional : Sintesis
Kepentingan Konservasi Keanekaragaman Hayati dan
Kehidupan Masyarakat Adat

Nama

: Nandi Kosmaryandi

NIM

: E061050051

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS
Ketua

Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc
Anggota

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: 25 Januari 2012
.......................

Tanggal Lulus:........................

PRAKATA

Penulis bersyukur kepada Allah SWT karena telah dapat menyelesaikan
karya ilmiah ini setelah melalui pengamatan panjang proses partisipatif
pembangunan kesepakatan zonasi taman nasional dan konsultasi intensif dengan
komisi pembimbing. Isi dalam karya ilmiah ini merupakan sintesis terhadap
kepentingan konservasi keanekaragaman hayati dan kepentingan kehidupan
masyarakat adat untuk menemukan efektivitas pengelolaan taman nasional di
Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS,
Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc dan Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS selaku
pembimbing yang telah banyak memberikan saran. Dalam pelaksanaan penelitian
ini, penulis didukung oleh Balai Taman Nasional Wasur, Balai Taman Nasional
Kayan Mentarang, dan WWF Indonesia, khususnya WWF Region Sahul Papua
dan WWF Kayan Mentarang Project, serta masyarakat adat di Taman Nasional
Wasur, untuk itu penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan sebesarbesarnya atas bantuan data, informasi dan fasilitasi selama di lapangan. Terima
kasih juga penulis ucapkan kepada rekan kerja di Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, dan di Hutan Pendidikan Gunung Walat,
Fakultas Kehutanan IPB atas semua dukungan yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyajian karya ilmiah ini masih terdapat
kekurangan-kekurangan, oleh karena itu saran dan kritikan yang bersifat
konstruktif senantiasa penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat
untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan dapat menjadi sumbangan dalam
pengembangan kebijakan dan pengelolaan taman yang lebih efektif.
Bogor, Januari 2012
Nandi Kosmaryandi

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Garut pada tanggal 28 Juni 1966 sebagai anak kedua dari
ayah Engkos Kosasih (Alm) dan ibu Siti Mariah Kusdiningsih (Almh). Pada tahun
1993 penulis menikah dengan Deyah Nurdiniyah dan dikaruniai tiga orang anak,
yaitu Muhammad Lazuardi Allauddin, Nadya Riska Rahmadina dan Muhammad
Andya Nurrahman.
Jenjang pendidikan penulis, untuk pendidikan Sarjana diselesaikan di
Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor, lulus pada tahun 1991, selanjutnya pendidikan Master diselesaikan di
Fakultät für Forstwissenschaften und Waldökologie, Georg-August-Universität
Göttingen Germany pada tahun 2001 dengan beasiswa dari DAAD. Pendidikan
Doktoral ditempuh pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan sekolah
Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa BPPS Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi.
Sejak tahun 1998 penulis bekerja sebagai tenaga pendidik di Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor, dimana sebelumnya penulis menimba
pengalaman sebagai tenaga ahli di PT. BITA Enarcon Engineering dan di
beberapa konsultan kehutanan dan lingkungan. Di Institut Pertanian Bogor, saat
ini penulis juga mendapat tugas sebagai Kasubdit Hubungan Alumni pada
Direktorat Pengembangan Karir dan Hubungan Alumni, Pengelola Agro-EduTourisme, Ketua Komisi Praktik Lapang di Departemen Konservasi Sumberdaya
Hutan dan Ekowisata, dan Pengelola Hutan Pendidikan Gunung Walat.

DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... vi
PENDAHULUAN....................................................................................................1
Latar Belakang ................................................................................................1
Perumusan Masalah ........................................................................................6
Kerangka Pikir Penelitian .............................................................................13
Tujuan Penelitian ..........................................................................................15
Manfaat Penelitian ........................................................................................15
Novelty/Kebaruan .........................................................................................15
DISKURSUS PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL ......................................17
Perkembangan Cara Pandang Konservasi Sumberdaya Alam .....................17
Perkembangan Pengakuan Hak-hak Adat dalam Kebijakan Konservasi
Sumberdaya Alam ........................................................................................18
Perkembangan Pengelolaan Taman Nasional di Indonesia ..........................27
Praktik-praktik Konservasi Tradisional di Kawasan Taman Nasional .........30
METODE PENELITIAN .......................................................................................35
Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................35
Bahan dan Alat .............................................................................................36
Sumber dan Jenis Data .................................................................................36
Tahapan Penelitian dan Cara Pengumpulan Data .........................................37
HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................................39
Tradisi Masyarakat Adat dalam Mengelola Sumberdaya Alam ...................39
Cara Pandang terhadap Sumberdaya Alam ...........................................39
Sistem Pengelolaan Lahan sebagai Bentuk Konservasi Tradisional .....42
Perubahan Situasi Sosial sebagai Pemicu Peluruhan Tradisi ................52
Peluang Kelestarian Sumberdaya Alam melalui Praktik-praktik
Konservasi Tradisional ..........................................................................64

i

Halaman

Kebijakan Pengelolaan Taman Nasional ..................................................... 85
Implikasi Implementasi Kebijakan Taman Nasional di Wilayah
Adat ....................................................................................................... 85
Menuju Cara Efektif Pengelolaan Taman Nasional ............................ 115
Kriteria Zonasi Taman Nasional ................................................................ 135
Perjalan Panjang Penyusunan Zonasi Taman Nasional di Wilayah
Adat ..................................................................................................... 135
Adaptasi Kriteria Zonasi Taman Nasional .......................................... 147
SIMPULAN DAN SARAN................................................................................. 157
Simpulan .................................................................................................... 157
Saran........................................................................................................... 159
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 161
LAMPIRAN ........................................................................................................ 167

ii

DAFTAR TABEL
Halaman

1.

Masyarakat adat dan bentuk interaksinya di kawasan taman nasional .............6

2.

Inkonsistensi dalam peraturan perundangan pengelolaan taman nasional........8

3.

Paradigma baru kawasan konservasi (protected area) ...................................19

4.

Tipe lahan masyarakat Dayak Kenyah............................................................48

5.

Jumlah penduduk dan mata pencaharian di desa-desa dalam dan sekitar
kawasan Taman Nasional Wasur ....................................................................57

6.

Jumlah penduduk di setiap lokasi yang berada dalam kawasan Taman
Nasional Kayan Mentarang.............................................................................59

7.

Suku utama dan sub-kelompok di dalam dan sekitar Taman Nasional
Kayan Mentarang ............................................................................................60

8.

Nilai persetujuan responden tentang dua topik adat .......................................70

9.

Rencana zonasi dan luas tiap-tiap zona berdasarkan wilayah adat di
Taman Nasional Wasur ...................................................................................98

10. Tipe vegetasi di kawasan Taman Nasional Wasur .......................................101
11. Luas tata guna lahan tradisional di kawasan Taman Nasional Kayan
Mentarang .....................................................................................................103
12. Zonasi indikatif Taman Nasional Wasur pada setiap wilayah adat ..............112
13. Luas setiap zona indikatif pada setiap wilayah adat di kawasan Taman
Nasional Kayan Mentarang...........................................................................114
14. Jenis, kriteria dan arahan pengelolaan zona hasil kesepakatan di Taman
Nasional Wasur .............................................................................................139
15. Zonasi hasil kesepakatan di Taman Nasional Wasur ....................................143
16. Zonasi Taman Nasional Kayan Mentarang usulan Forum Musyawarah
Masyarakat Adat (FoMMA) .........................................................................145
17. Kriteria-indikator dan arahan pengelolaan zonasi Taman Nasional
Kayan Mentarang hasil rumusan Ditjen PHKA, BTNKM, DP3K dan
FoMMA ........................................................................................................145
18. Akomodasi fungsi zona-zona taman nasional oleh fungsi ruang-ruang
pada tataguna lahan tradisional .....................................................................150

iii

DAFTAR GAMBAR
Halaman

1.

Kerangka pikir penelitian ............................................................................... 14

2.

Tahap penelitian ............................................................................................. 38

3.

Wilayah Adat Malind-anim. ........................................................................... 43

4.

Tempat-tempat penting Malind-anim di kawasan Taman Nasional
Wasur .............................................................................................................. 46

5.

Lepuvung di Desa Long Alango ..................................................................... 48

6.

Peta tata guna lahan tradisional di kawasan Taman Nasional Kayan
Mentarang ....................................................................................................... 51

7.

Rumah-rumah masyarakat di Desa Rawa Biru, Taman Nasional Wasur ....... 54

8.

Situasi permukiman di Desa Yanggandur, Taman Nasional Wasur .............. 55

9.

Rumah tradisional Malind-anim ..................................................................... 55

10. Situasi permukiman di Long Bawan, ibu kota Kecamatan Krayan,
Kabupaten Nunukan yang terletak di sekitar Taman Nasional Kayan
Mentarang ....................................................................................................... 63
11. Situasi permukiman di Long Alango, ibu kota Kecamatan Bahau Hulu
yang terletak di sekitar Taman Nasional Kayan Mentarang .......................... 63
12. Peta tempat penting masyarakat adat dan tipe tutupan lahan di kawasan
Taman Nasional Wasur .................................................................................. 69
13. Peta tata guna lahan tradisional dan tempat penting budaya masyarakat
adat di kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang ..................................... 72
14. Luas perubahan tipe ekosistem di kawasan Taman Nasional Wasur ............. 74
15. Peta perubahan penggunaan lahan tahun 2002 dan 2009 di kawasan
Taman Nasional Wasur .................................................................................. 75
16. Sebaran spesies asing di kawasan Taman Nasional Wasur ............................ 76
17. Lanskap di kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang............................... 77
18. Persentase perubahan tutupan lahan tahun 2000, 2005 dan 2010 di
kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang ................................................. 78
19. Perubahan tutupan lahan di kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang
pada tahun 2000, 2005 dan 2010 .................................................................... 79
20. Tumpang tindih kawasan Taman Nasional Wasur dengan Wilayah Adat
Malind-anim ................................................................................................... 91
21. Tumpang tindih kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang dengan
Wilayah Adat Suku-suku Dayak .................................................................... 92

iv

Halaman

22. Ritual sasi penambangan pasir di Ndalir Taman Nasional Wasur..................94
23. Kondisi aksesibilitas dan perekonomian di jalur trans Irian dan menuju
wilayah perbatasan negara ..............................................................................96
24. Kondisi aksesibilitas untuk pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat di
wilayah Krayan dari wilayah negara tetangga ................................................96
25. Peta rencana zonasi Taman Nasional Wasur ..................................................99
26. Peta potensi zona inti Taman Nasional Kayan Mentarang ...........................100
27. Overlay peta vegetasi dan dusun (lahan pemanfaatan tradisional) di
kawasan Taman Nasional Wasur ..................................................................102
28. Peta tata guna lahan tradisional di kawasan Taman Nasional Kayan
Mentarang .....................................................................................................104
29. Penggunaan wilayah adat untuk tempat penting adat dan dusun-dusun
tradisional di kawasan Taman Nasional Wasur ............................................106
30. Overlay peta tempat penting adat dengan rencana zonasi Taman
Nasional Wasur .............................................................................................108
31. Overlay peta tata guna lahan tradisional dan budaya dengan potensi
zona inti Taman Nasional Kayan Mentarang ................................................109
32. Peta zonasi indikatif Taman Nasional Wasur berdasarkan kriteria zonasi
dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P.56/Menhut-II/2006 ...................111
33. Peta zonasi indikatif Taman Nasional Kayan Mentarang berdasarkan
kriteria zonasi dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P.56/MenhutII/2006 ...........................................................................................................113
34. Posisi DP3K-Taman Nasional Kayan Mentarang berdasarkan SK
Menhut No 347/Menhut-II/2007 ...................................................................120
35. Zonasi Taman Nasional Wasur hasil kesepakatan dengan masyarakat
adat ................................................................................................................141
36. Ritual pengukuhan secara adat kesepakatan zonasi dan pengangkatan
staf Balai Taman Nasional Wasur sebagai anak adat dan polisi adat ...........142
37. Zonasi Taman Nasional Kayan Mentarang berdasarkan usulan Forum
Musyawarah Masyarakat Adat (FoMMA) ....................................................146
38. Penapisan parameter ruang dalam penyusunan zonasi adaptif di taman
nasional yang berada dalam wilayah adat .....................................................153

v

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

1.

Daftar taman nasional yang memiliki perencanaan zonasi .......................... 168

2.

Permohonan Masyarakat Adat Kanum Korkari ........................................... 171

3.

Tempat-tempat penting Suku Kanume di Taman Nasional Wasur .............. 173

4.

Tempat-tempat penting Suku Marori Meng-gey di Taman Nasional
Wasur ............................................................................................................ 174

5.

Tempat-tempat penting Suku Imbuti di Taman Nasional Wasur ................. 175

6.

Tempat-tempat penting Suku Yeinan di Taman Nasional Wasur ................ 176

7.

Peta tata guna lahan di wilayah masyarakat adat Apokayan ........................ 177

8.

Peta potensi sumberdaya alam di wilayah masyarakat adat Apokayan ....... 178

9.

Peta tata guna lahan di wilayah masyarakat adat Hulu Bahau ..................... 179

10. Peta sebaran budaya di wilayah masyarakat adat Hulu Bahau..................... 180
11. Peta tata guna lahan di wilayah masyarakat adat Krayan Darat ................... 181
12. Peta tata guna lahan di wilayah masyarakat adat Krayan Hilir .................... 182
13. Peta tata guna lahan di wilayah masyarakat adat Krayan Hulu.................... 183
14. Peta sebaran budaya dan sumberdaya alam di wilayah masyarakat adat
Krayan Hulu ................................................................................................. 184
15. Peta tata guna lahan di wilayah masyarakat adat Krayan Tengah................ 185
16. Peta sebaran budaya dan sumberdaya alam di wilayah masyarakat adat
Krayan Tengah ............................................................................................. 186
17. Peta tata guna lahan di wilayah masyarakat adat Lumbis ............................ 187
18. Peta sebaran budaya dan sumberdaya alam di wilayah masyarakat adat
Lumbis .......................................................................................................... 188
19. Peta tata guna lahan di wilayah masyarakat adat Mentarang Hulu .............. 189
20. Peta sebaran budaya dan sumberdaya alam di wilayah masyarakat adat
Mentarang Hulu ............................................................................................ 190
21. Peta tata guna lahan di wilayah masyarakat adat Pujungan ......................... 191
22. Peta potensi sumberdaya alam di wilayah masyarakat adat Pujungan ......... 192
23. Peta sebaran budaya di wilayah masyarakat adat Pujungan ......................... 193
24. Peta tata guna lahan di wilayah masyarakat adat Tubu ................................ 194
25. Peta sebaran budaya dan potensi sumberdaya alam di wilayah
masyarakat adat Tubu ................................................................................... 195

vi

Halaman

26. Luas tata guna lahan di setiap wilayah adat di Taman Nasional Kayan
Mentarang .....................................................................................................196
27. Kesepakatan pengukuhan nilai-nilai kearifan tradsional masyarakat adat
di Taman Nasional Wasur .............................................................................198
28. Susunan pengurus Badan Pengelola Tana Ulen Desa Long Alango ............200
29. Jenis, kriteria dan fungsi zona berdasarkan Peraturan Menteri
Kehutanan No. P.56/Menhut-II/2006 ...........................................................201
30. Nota kesepahaman pengelolaan Tana’ Ulen Hulu Bahau .............................205
31. Kesepakatan tata batas Taman Nasional Kayan Mentarang .........................207
32. Pernyataan sikap masyarakat adat Krayan terhadap keberadaan Taman
Nasional Kayan Mentarang...........................................................................215

vii

viii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembentukan taman nasional di Indonesia dilakukan untuk memenuhi
kepentingan pelestarian sumberdaya alam yang dalam pemanfaatannya ditujukan
bagi kepentingan sains modern dan kepariwisataan. Hal ini tersirat dalam UU No.
5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya,
UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan PP No 28 tahun 2011 tentang
Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, bahwa taman
nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli,
dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Suatu
kawasan ditunjuk sebagai kawasan taman nasional apabila telah memenuhi
kriteria sebagai berikut:
a. Kawasan yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin
kelangsungan proses ekologis secara alami;
b. Memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan
maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan alami;
c. Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh;
d. Memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan sebagai
pariwisata alam;
e. Merupakan kawasan yang dapat dibagi ke dalam zona inti, zona pemanfaatan,
zona rimba dan zona lain yang karena pertimbangan kepentingan rehabilitasi
kawasan, ketergantungan penduduk sekitar kawasan, dan dalam rangka
mendukung upaya pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya,
dapat ditetapkan sebagai zona tersendiri.
Berdasarkan kriteria tersebut di atas, aspek kewilayahan, baik wilayah
administratif pemerintahan maupun wilayah adat, bukan menjadi aspek yang
dipertimbangkan dalam pembentukan taman nasional. Oleh karena itu, sedikitnya
24 (dua puluh empat) dari 50 (lima puluh) taman nasional yang sudah dibentuk,
kawasannya bertumpang tindih dengan wilayah adat atau terait dengan
masyarakat adat. Pengabaian keberadaan masyarakat adat sangat terlihat dalam

2

pertimbangan keputusan penunjukan taman nasional, yaitu hanya satu taman
nasional yang secara jelas memasukkan pertimbangan keberadaan masyarakat
adat sebagai dasar pembentukannya, yaitu Taman Nasional Bukit Duabelas.
Dimunculkannya pertimbangan keberadaan masyarakat adat di Taman Nasional
Kayan Mentarang, adalah akibat dari adanya penolakan masyarakat adat terhadap
pembentukan Cagar Alam Kayan Mentarang di wilayah adatnya sehingga
pemerintah melakukan perubahan fungsi menjadi taman nasional. Masyarakat
adat yang wilayahnya dibentuk menjadi kawasan taman nasional, tidak
mendapatkan informasi diawal, alih-alih dilibatkan dalam pembentukan taman
nasional tersebut.
Disisi lain, ketidakberdayaan masyarakat adat dalam menghadapi berbagai
kepentingan eksternal terhadap sumberdaya alam yang berada wilayah adatnya
memerlukan perhatian pemerintah dalam melindungi praktik-praktik konservasi
tradisional mereka. Di wilayah Gunung Lumut, Kalimantan Tengah, misalnya,
kepentingan eksternal dalam pemanfaatan sumberdaya hutan secara langsung
dirasakan sebagai salah satu bentuk ancaman bagi kelestarian tempat penting
(sakral) Suku Dayak Tonyoi dan Benuaq. Oleh karena itu, masyarakat adat disini
sedang mencari alternatif formal untuk melindungi dan melestarikan wilayah
adatnya. Salah satu alternatif yang dipertimbangkannya adalah menjadikan
kawasan tersebut sebagai kawasan taman nasional.
Berdasarkan situasi yang dihadapi tersebut di atas, aspek sosial budaya
dalam pengelolaan taman nasional menjadi penting untuk dikedepankan. Selama
ini pengelolaan terhadap masyarakat, terutama masyarakat adat, yang ada di
dalam kawasan taman nasional ditujukan untuk kepentingan pengembangan
pariwisata ataupun dilakukan akibat dari keterlanjuran pembentukan kawasan
taman nasional di wilayah tersebut. Sementara itu, hal-hal yang tumbuh di
masyarakat yang berupa kearifan tradisional tidak dijadikan acuan dalam
pengelolaan taman nasional, sehingga masyarakat adat menjadi termarjinalkan
oleh kebijakan yang sesungguhnya bertujuan untuk melestarikan sumberdaya
alam.
Alih-alih mengadopsi kearifan tradisional, pemerintah lebih mengutamakan
adopsi sains modern dalam sistem pengelolaan taman nasional, sehingga muncul

3

permasalahan yang cukup pelik dalam pengelolaan tamanan nasional yang
kawasannya bertumpang tindih dengan wilayah masyarakat adat, antara lain
dalam penerapan sistem zonasi. Kriteria pembentukan zonasi taman nasional
belum dibangun dengan pola pikir kesetaraan dan mutual benefit dengan
masyarakat adat, sehingga terjadi ketidakselarasan kriteria antara pola penggunaan
ruang yang diterapkan pemerintah (zonasi) dengan pola penggunaan ruang
tradisional yang menyebabkan tidak terpenuhinya persyaratan zonasi pengelolaan
taman nasional.
Kekeliruan dalam pembentukan dan pengelolaan kawasan konservasi
(protected area) yang terkait dengan masyarakat telah pula disadari oleh dunia
internasional. The International Union for Conservation of Nature (IUCN) dalam
Kongres Taman Sedunia (World Park Congress/WPC) ke lima pada bulan
September 2003 di Durban, Afrika Selatan, menghasilkan Durban Accord yang
terkait dengan penghormatan hak-hak masyarakat asli, tradisional dan berpindah
(indigenous, traditional and mobile people) yang berada dalam protected area.
Kekeliruan konsep pembentukan dan pengelolaan protected area adalah telah
mengabaikan keberadaan dan hak-hak masyarakat adat sebagai ‘pemilik’ kawasan
secara turun temurun. Padahal, berdasarkan kesejarahan kawasan, sesungguhnya
keberadaan protected area lebih belakangan dibandingkan dengan keberadaan
kawasan yang dijadikan sumber kehidupan masyarakat adat, yaitu kawasankawasan yang biasa disebut sebagai hutan adat, tanah ulayat ataupun wilayah adat.
Kepentingan masyarakat adat dalam pengelolaan protected area secara
tegas dihasilkan dalam WPC kelima ini yang salah satu deklarasinya menyatakan
bahwa semua protected area, baik yang sudah ada maupun yang akan datang,
harus dibangun dan dikelola dengan menghormati hak-hak masyarakat adat,
mengadopsi sistem adat dan membayarkan ganti rugi (restitusi) dari penggunaan
sumberdaya alam yang digunakan. Implikasinya, setiap negara harus mulai
melaksanakan identifikasi masyarakat adat dan peraturan perundangan yang
terkait dengan pengelolaan protected area dan masyarakat adatnya. Dalam
deklarasi ini juga dinyatakan bahwa penghormatan terhadap hak-hak masyarakat
adat melalui prinsip tanpa paksaan dan pemberitahuan diawal (free, prior
informed consent/FPIC) atas segala tindakan yang mempengaruhi tanah, wilayah

4

serta sumber daya alam mereka dianggap sebagai alat penting dalam mencapai
kelestarian sosial dan lingkungan. Penghormatan hak tersebut oleh badan-badan
konservasi harus dapat mengakhiri konflik yang menyengsarakan pada
masyarakat adat dan pihak-pihak yang ingin membangun protected area di
wilayah mereka. Dengan menghormati hak masyarakat adat, dan khususnya hak
atas FPIC, protected area masa depan dapat dibentuk di wilayah masyarakat adat
bila telah ada saling sepakat tentang cara-cara pengelolaan wilayah itu yang
didasarkan atas pengakuan atas hak masyarakat adat untuk memiliki dan
memegang kontrol atas tanah dan wilayah tersebut.
Lebih dari itu, dalam deklarasi Durban dinyatakan bahwa terhadap hutanhutan adat, tanah-tanah ulayat ataupun tanah-tanah adat yang diambil alih untuk
protected area tanpa persetujuan di masa lalu, harus dikembalikan kepada
masyarakat adat. Observasi terhadap hak masyarakat adat untuk FPIC juga harus
membantu memastikan bahwa skema-skema pembangunan hanya dapat
diselenggarakan di tanah-tanah mereka apabila dampak terhadap masyarakat adat
telah ditanggapi sampai masyarakat adat sendiri yakin bahwa proyek-proyek itu
akan membawa manfaat jangka panjang bagi mereka. Penghormatan terhadap hak
untuk berkata ‘tidak’ harus bisa menghentikan berbagai skema-skema
pembangunan yang memaksa dan merusak budaya, sehingga akan berkontribusi
pada penggunaan dan konservasi sumber daya alam secara lestari.
Dengan telah disepakatinya deklarasi tersebut, pada kawasan-kawasan
taman nasional di Indonesia yang bertumpang tindih dengan wilayah masyarakat
adat seharusnya dikelola secara kolaborasi dengan cara membangun kesepakatan
dan kesetaraan dengan masyarakat asli, tradisional atau berpindah bukan hanya
sekedar melakukan pengelolaan terhadap masyarakat adat yang berada dalam
kawasan taman nasional, tetapi menempatkan masyarakat adat sebagai penentu
keputusan penting dan berperan aktif dalam pengelolaan. Hal ini karena pada
kenyataannya, taman nasional yang dibentuk oleh pemerintah secara nyata telah
menempati wilayah-wilayah adat mereka. Melalui cara ini akan jelas posisi dan
peran masyarakat adat maupun pemerintah dalam pengelolaan suatu kawasan
taman nasional.

5

Di beberapa belahan dunia, seperti di Afrika, Asia Selatan dan Australia,
upaya-upaya memposisikan masyarakat adat dalam proyek-proyek konservasi
sudah banyak dilakukan yang difasilitasi oleh lembaga internasional, seperti
IUCN dan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization
(UNESCO), sebagai bagian dari implikasi konvensi dan deklarasi internasional
yang sudah disepakati dalam berbagai pertemuan. Di Indonesia, berbagai program
pelibatan masyarakat yang didukung lembaga-lembaga dunia tersebut sudah
pernah dijalankan, diantaranya adalah Integrated Conservation and Development
Project (ICDP) dan Integrated Protected Area System (IPAS) pada awal tahun
1990-an, namum karena sifatnya keproyekan dan sehingga tidak ada
kelanjutannya. Selain itu mekanisme perencanaan programnya juga tidak
melibatkan para

pihak yang terlibat

(utamanya

masyarakat), sehingga

implementasinya cenderung “memaksa” para pihak untuk berpartisipasi.
Demikian halnya dengan lembaga swadaya masyarakat juga sudah menyuarakan
hak-hak masyarakat adat yang selama ini dinilai termarjinalkan dan belum
tersentuh pembangunan. Namun, upaya ini belum dapat mencapai sasaran
perubahan kebijakan seperti yang diharapkan.
Untuk itu, agar hak-hak masyarakat adat ini tidak hanya muncul pada
tataran wacana

saja

maka

diperlukan penelitian-penelitian yang dapat

membuktikan secara ilmiah bahwa pengetahuan masyarakat adat dapat digunakan
sebagai bagian penting dalam kebijakan konservasi serta dapat meyakinkan
pemangku kebijakan bahwa pengetahuan masyarakat adat dapat diterapkan pada
tataran implementasi dan dapat menjadi bagian penting dalam kebijakan formal
konservasi di Indonesia. Implementasi praktik-praktik pengetahuan tradisional
dengan prinsip tanpa paksaaan dan informasi diawal dapat dilakukan apabila
dibuat pengaturan zona yang dapat dikelola dan dimanfaatkan secara aman dan
legal oleh masyarakat adat. Oleh karena itu, menjadi penting untuk dilakukan
pengembangan zonasi taman nasional melalui pertimbangan hak-hak masyarakat
adat agar tercapai keefektifan pengelolaan taman nasional sesuai kriteria IUCN
bahwa kawasan konservasi dapat dikelola secara legal ataupun dengan cara efektif
lainnya.

6

Perumusan Masalah
Zonasi taman nasional adalah pengaturan ruang dalam taman nasional
menjadi zona-zona. Zona adalah wilayah yang dibedakan menurut fungsi, serta
kondisi ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Zonasi sebagai
prasyarat pengelolaan belum dapat disusun pada semua taman nasional karena
berbagai latar belakang penyebabnya, baik karena belum memadainya data
kondisi biofisik kawasan maupun karena masih adanya permasalahan sosio
budaya. Adanya permasalahan sosio budaya karena beberapa kawasan taman
nasional berada pada wilayah yang berpenghuni maupun terdapat berbagai
interaksi dengan masyarakat adat. Beberapa taman nasional yang kawasannya
dihuni masyarakat adat secara turun temurun maupun memiliki interaksi budaya
ataupun sejarah disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Masyarakat adat dan bentuk interaksinya di kawasan taman nasional
No
1.
2.
3.
4.
5.

Taman Nasional
Wasur
Lorenz
Manusela
Kayan Mentarang
Betung Kerihun

Suku/budaya/situs
Kanum, Marin, Marori-Men, Yeinan
Nduga, Dani Barat, Amungme, Sempan, Asmat
Desa enclave (Manusela, Ilena Mariana, Selumena, Kanike)
Peninggalan arkeologi (makam dan alat-alat batu) etnis Dayak
Dayak Iban: pusaka dan alat tradisonal di Dusun Sadap, rumah panjang di
Dusun Sungai Sedik; Dayak Tamambaloh: tradisi dan budaya di dusun
tertua,
6.
Bali Barat
Pura Bakungan yang dibangun abad ke 16 dan makam Jayaprana
7.
Alas Purwo
Pura Luhur Giri Salaka yang digunakan umat Hindu untuk upacara
Pagerwesi
8.
Baluran
Candi Bang, makam putra Maulana Malik Ibrahim
9.
Bromo Tengger Semeru Upacara ritual masyarakat Tengger
10. Gunung Merapi
Upacara ritual masyarakat
11. Karimun Jawa
Makam Sunan Nyamplungan (Sunan Muria), sumur wali
12. Halimun Salak
Tradisi masyarakat Kasepuhan
13. Ujung Kulon
Gua Sanghiang Sirah yang dikeramatkan, Arca Ganesha
14. Bukit Duabelas
Orang Rimba
15. Bukit Tigapuluh
Talang Mamak dan Anak Dalam
16. Siberut
Tradisi masyarakat Mentawai
17. Manupeu Tanadaru
Upacara adat ritual (hamayang) kepercayaan Marapu dari suku Sumba
18. Kelimutu
Agroforestri tradisional “napu”
19. Lore Lindu
Tata kelola hutan Suku Sinduru
20. Kepulauan Togean
Masyarakat adat Togian Lipu Bangkang
21. Bukit Baka Bukit Raya
Hutan adat Ketemenggungan Siyai
22. Rawa Aopa Watomohai Masyarakat adat Moronene
23. Kerinci Seblat
Masyarakat Adat Jurukalang
24. Teluk Cendrawasih
Suku Wandamen,Umar, Yaur, dan Yerisiam
Sumber: diolah dari PHKA (2007, 2008), Pokja Kebijakan Konservasi (2008) dan berbagai sumber lainnya.

7

Dari sebanyak 50 (lima puluh) taman nasional, baru sebanyak 30 (tiga
puluh) yang sudah memiliki rencana zonasi, namun yang sudah disahkan baru di
25 (dua puluh lima) taman nasional (Lampiran 1). Sebanyak 10 (sepuluh) dari 24
(dua puluh empat) taman nasional yang terkait dengan wilayah adat sudah
memiliki rencana zonasinya. Namun demikian zonasi pada kawasan-kawasan
taman nasional tersebut dan kawasan taman nasional lainnya yang terkait dengan
masyarakat adat masih menyisakan permasalahan alokasi ruang, seperti hasil-hasil
penelitian yang dilakukan Harada et al. 2001 di Taman Nasional Gunung Halimun
Salak, Purnama et al. 2006 di Taman Nasional Manupeu Tanadaru, Manembu
1991 di Taman Nasional Lorentz, Muda 2005 di Taman Nasional Kelimutu,
Golar 2007 di Taman Nasional Lore Lindu, Ikhsan et al. 2005 di Taman Nasional
Batang Gadis, Kuswijayanti et al. 2007 di Taman Nasional Gunung Merapi dan
Eghenter dan Sellato 1998 di Taman Nasional Kayan Mentarang.
Zonasi taman nasional berdasarkan UU No. 5 tahun 1990 terdiri dari zona
inti, zona pemanfaatan dan zona lain sesuai dengan keperluan, sedangkan dalam
PP No. 28 tahun 2011 meliputi zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan, dan atau
zona lain sesuai kebutuhannya. Selanjutnya, penjabaran dalam Peraturan Menteri
Kehutanan (Permenhut) No. P.56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi
Taman Nasional terdapat upaya untuk mempertimbangkan keberadaan masyarakat
dalam kawasan taman nasional, yaitu dengan menambahkan “budaya” sebagai
tujuan pemanfaatanya, walaupun tidak dapat disimpulkan apakah hal ini
merupakan sesuatu yang disengaja atau tidak karena tidak ada dalam
penjelasannya. Penambahan “budaya” ini menjadi payung untuk zona tradisional,
religi dan budaya sebagai bagian dari zona lain taman nasional. Inkosistensi yang
terdapat dalam hirarki perundangan tersebut disajikan pada Tabel 2.
Dalam Permenhut No. P.56/Menhut-II/2006, keberadaan masyarakat adat di
dalam taman nasional diakomodir dengan memberikan ruang kelola dalam kriteria
zona lain yang ditetapkan sesuai dengan kebutuhan, seperti pada zona khusus,
zona tradisional, serta zona religi, budaya dan sejarah setelah persyaratan
minimal, yaitu zona inti, zona pemanfaatan dan zona rimba, terpenuhi. Adapun
kriteria penetapan zona-zona untuk ruang kelola masyarakat adalah:

8

Tabel 2. Inkonsistensi dalam peraturan perundangan pengelolaan taman nasional
Peraturan Perundangan
Aspek

Permenhut No. P.56/MenhutII/2006
Pengertian/ Taman nasioanal adalah
Kawasan Taman Nasional
Taman nasional adalah kawasan
Definsi
kawasan pelestarian alam
adalah kawasan pelestarian alam pelestarian alam baik daratan
yang mempunyai ekosistem yang mempunyai ekosistem asli, maupun perairan yang
asli, dikelola dengan sistem dikelola dengan sistem zonasi mempunyai ekosistem asli,
zonasi yang dimanfaatkan yang dimanfaatkan untuk tujuan dikelola dengan sistem zonasi
untuk tujuan penelitian,
penelitian, ilmu pengetahuan,
yang dimanfaatkan untuk tujuan
ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang
penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang
budidaya, pariwisata, dan
pendidikan, menunjang budidaya,
budidaya, pariwisata, dan
rekreasi.
budaya, pariwisata dan rekreasi
rekreasi
Zonasi
Kawasan taman nasional
Zonasi pengelolaan pada
Zona dalam kawasan taman
dikelola dengan sistem
Kawasan Taman Nasional
nasional terdiri dari:
zonasi yang terdiri dari zona meliputi:
a. Zona inti;
inti, zona pemanfaatan, dan a. zona inti;
b. Zona rimba; Zona
zona lain sesuai dengan
b. zona rimba;
perlindungan bahari untuk
keperluan
c. zona pemanfaatan; dan atau
wilayah perairan
d. zona lain sesui keperluannya. c. Zona pemanfaatan;
d. Zona lain, antara lain: 1) Zona
tradisional; 2) Zona
rehabilitasi; 3) Zona religi,
budaya dan sejarah; 4) Zona
khusus.
UU No.5 Tahun 1990

PP No.28 Tahun 2011

1. Zona khusus adalah bagian dari taman nasional karena kondisi yang tidak
dapat dihindarkan telah terdapat kelompok masyarakat dan sarana penunjang
kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditetapkan sebagai
taman nasional antara lain sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi dan
listrik.
2. Zona tradisional adalah bagian dari taman nasional yang ditetapkan untuk
kepentingan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat yang karena kesejarahan
mempunyai ketergantungan dengan sumber daya alam.
3. Zona religi, budaya dan sejarah adalah bagian dari taman nasional yang
didalamnya terdapat situs religi, peninggalan warisan budaya dan atau sejarah
yang dimanfaatkan untuk kegiatan keagamaan, perlindungan nilai-nilai
budaya atau sejarah.
Namun demikian, kriteria yang dibangun dalam Permenhut tersebut untuk
kawasan-kawasan taman nasional yang berada dalam wilayah adat menjadi sulit
diterapkan karena penerapan kriteria akan menyebabkan tidak terpenuhinya zonazona yang dipersyaratkan. Hal ini terjadi karena salah satu kriteria dalam
menentukan zona inti adalah mempunyai kondisi alam, baik biota maupun
fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia, sebaliknya salah

9

satu kriteria yang harus dipenuhi dalam penentuan zona tradisional adalah adanya
potensi dan kondisi sumberdaya alam hayati non kayu tertentu yang telah
dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat setempat guna memenuhi
kebutuhan hidupnya. Pada kawasan taman nasional yang berada dalam wilayah
adat, seperti di Taman Nasional Wasur dan Taman Nasional Kayan Mentarang,
relatif sangat sulit untuk mendapatkan areal yang belum “diganggu” manusia
karena cara pandang, pola hidup dan sejarah pemanfaatan oleh masyarakat adat
terhadap sumberdaya hutan menyebabkan keseluruhan wilayah adat menjadi
daerah jelajah dan menjadi tempat yang digunakan untuk sumber pemenuhan
hidup dan kehidupannya, sehingga keseluruhan kawasan dapat memenuhi kriteria
sebagai zona tr