Perencanaan Lanskap Wisata Dukuh Karangkulon di Desa Batik Wukirsari Imogiri Yogyakarta

PERENCANAAN LANSKAP WISATA
DUKUH KARANGKULON DI DESA BATIK WUKIRSARI
IMOGIRI YOGYAKARTA

LATIFA MULIAWATI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Perencanaan
Lanskap Wisata Dukuh Karangkulon di Desa Batik Wukirsari Imogiri
Yogyakarta adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
pada Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.


Bogor, April 2012

Latifa Muliawati
NRP A44070041

RINGKASAN
LATIFAMULIAWATI. Perencanaan Lanskap Wisata Dukuh Karangkulon
di Desa Batik Wukirsari Imogiri Yogyakarta. Dibimbing oleh VERA DIAN
DAMAYANTI dan AFRA D.N. MAKALEW.
Dukuh Karangkulon terletak di Desa Wukirsari , Kecamatan Imogiri,
Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara geografis, Dukuh
Karangkulon terletak pada koordinat 07°55’45”- 07°55’30” LS dan 110°23’27”110°24’30 BT. Pada bagian utara, Dukuh Karangkulon berbatasan dengan Dukuh
Nagasari I, bagian selatan dengan Dukuh Kedungbuweng, kemudian pada bagian
timur berbatasan dengan Dukuh Giriloyo dan bagian barat berbatasan dengan
Dukuh Tilaman. Dukuh Karangkulon memiliki luas 105,83 Ha dengan sembilan
Rukun Tetangga (RT).
Dukuh Karangkulon merupakan salah satu sentra kerajinan batik di Desa
Wukirsari. Budaya membatik telah ada di Dukuh Karangkulon sejak tahun 1780
bermula dari perintah pihak keraton Yogyakarta untuk memenuhi kebutuhan
sandang para abdi dalem keraton yang menjaga makam raja di Desa Wukirsari.

Sejak saat itu budaya membatik ada di Dukuh Karangkulon hingga saat ini. Hal
tersebut dapat menjadi salah satu daya tarik wisata yang dapat menjadi salah satu
upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Dukuh karangkulon.
Di samping potensi budayanya yang besar sebagai daya tarik wisata,
Dukuh Karangkulon juga memiliki kendala dalam pengembangannya untuk
menjadi kawasan wisata terkait dengan lokasinya yang dekat dengan Sesar Opak
sebagai pusat Gempa Yogya pada tahun 2006. Akibat dari aktivitas gempa
tersebut dan didukung dengan kondisi topografinya yang berbukit mengakibatkan
Dukuh Karangkulon termasuk dalam kawasan rawan bencana longsor. Melihat
potensi dan kendala ada, maka Dukuh Karangkulon memerlikan suatu
perencanaan lanskap wisata yang berorientasi pada budaya membatik dengan
mempertimbangkan kondisi bahaya lanskap bencana longsor.
Tahap studi ini mengikuti tahapan perencanaan menurut Gold (1980) yang
terdiri dari tahap persiapan, inventarisasi, analisis, sistesis, konsep dan
perencanaan. Dalam studi ini aspek yang dikaji mencakup aspek fisik, sosial
budaya dan wisata. Pada tahap analisis, metode yang digunakan yaitu analisis
deskriptif dan spasial. Pada analisis spasial dilakukan pembobotan pada tiap aspek
yaitu aspek fisik sebesar 30%, sosial budaya 40% dan wisata 30%. Pada aspek
fisik, kompinen yang dianalisis secara spasial yaitu kesesuaian lahan untuk wisata,
dan kerawanan bencana longsor. Hasil analisis spasial pada aspek fisik berupa

zona kesesuaian untuk kegiatan wisata. Kemudian pada aspek sosial budaya
komponen yang dianalisis secara spasial yaitu tata guna lahan. Parameter analisis
yaitu keterkaitan fungsi penggunaan dengan budaya membatik di Dukuh
Karangkulon. Hasil analisis dari aspek sosial budaya yaitu zona budaya. Terakhir,
pada aspek wisata komponen yang dianalisis secara spasial yaitu obyek dan
atraksi wisata, aksesibilitas dan sirkulasi serta fasilitas pendukung wisata. Hasil
analisis dari aspek ini yaitu zona potensi wisata. Hasil dari analisis dari ketiga
aspek kemudian di-overlay dan menghasilkan zona pengembangan wisata yang
terdiri dari area pengembangan intensitas tinggi, sedang dan rendah. Zona
pengembangan ini menjadi dasar untuk menghasilkan rencana blok yang terdiri
dari zona penerimaan, wisata dan konservasi.

Konsep dasar perencanaan dalam studi ini yaitu mengembangkan lanskap
Dukuh Karangkulon menjadi kawasan wisata batik yang memberi pengalaman
serta pendidikan bagi pengunjung wisata Dukuh Karangkulon dengan
mempertimbangkan kondisi fisik kawasan yang rawan bencana longsor.
Perencanaan lanskap Dukuh Karangkulon diharapkan memiliki fungsi wisata,
edukasi dan konservasi. Kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon direncanakan
terdiri dari dua tema yaitu wisata batik dan non-batik. Wisata dengan tema batik
yaitu kegiatan wisata dimana seluruh aktivitas yang dilakukan berhubungan

dengan budaya membatik mulai dari melihat kegiatan membatik yang dilakukan
masyarakat di pemukiman, melihat proses pengolahan pewarna alami kain batik,
mengunjungi showroom batik, belajar membatik hingga berbelanja kain batik.
Wisata dengan tema non-batik merupakan wisata pendukung untuk memberi
variasi kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon. Aktivitas wisata yang dilakukan
yaitu mengunjungi makam Sunan Cirebon, mengenal makanan khas Dukuh
Karangkulon, belajar menanam padi, serta mengenal permainan dan kesenian
tradisional.
Kegiatan wisata harus didukung dengan fasilitas wisata agar
pengunjung dapat memperoleh pengalaman yang menyenangkan selama
melakukan kegiatan wisata serta aman dari bahaya bencana longsor. Selain
fasilitas wisata, vegetasi juga harus dihadirkan dalam kegiatan wisata baik untuk
fungsi fisik sebagai pengarah,peneduh dan estetika, fungsi sosial budaya dalam
bentuksawah dan kebun campuran, serta untuk fungsi konservasi.
Hasil studi ini yaitu rencana lanskap wisata Dukuh Karangkulon yang terdiri
dari rencana ruang, sirkulasi, vegetasi, aktivitas dan fasilitas. Rencana tersebut
dikembangkan berdasarkan konsep yang telah dibuat sebelumnya. Rencana
lanskap dilengkapi dengan gambar potongan untuk memberi gambaran suasana di
kawasan perencanaan. Daya dukung kawasan untuk meneriman kegiatan wisata
yaitu jumlah maksimal pengunjung yang dapat diterima dalam satu hari sebesar

314 pengunjung dengan lama kunjungan 4,2 jam untuk pengunjung dengan lama
kunjungan satu hari. Selama satu hari Dukuh Karangkulon dapat
menyelenggarakan satu kali kegiatan wisata dengan tema batik dan non batik. Hal
ini bertujuan untuk memberi kepuasan bagi pengunjung dengan memberi
pelayanan yang maksimal dan masyarakat setempat tetap dapat melakukan
kegiatan sehari-hari tanpa terganggu oleh kegiatan wisata.
Kata kunci : Perencanaan lanskap, wisata, Batik, Dukuh Karangkulon

©Hak cipta milik IPB, tahun 2012
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya

PERENCANAAN LANSKAP WISATA DUKUH KARANGKULON
DI DESA BATIK WUKIRSARI IMOGIRI YOGYAKARTA

LATIFA MULIAWATI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada
Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

LEMBAR PENGESAHAN

Judul

: Perencanaan Lanskap Wisata Dukuh Karangkulon di Desa Batik
Wukirsari Imogiri Yogyakarta

Nama

: Latifa Muliawati


NRP

: A44070041

Menyetujui,
Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing II

Vera Dian Damayanti, SP, MLA.
NIP. 19740716 200604 2 004

Dr. Ir. Afra D. N. Makalew, M.Sc
NIP. 19650119 198903 2 001

Mengetahui,
Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA
NIP. 19480912 197412 2 001


Tanggal Pengesahan :

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
limpahan kekuatan dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul Perencanaan Lanskap Wisata Dukuh Karangkulon di
Desa Batik Wukirsari Imogiri Yogyakarta. Ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada:
1.

Orangtua, Bapak Ir. Suprapto dan Ibu Mahmudah Sukarwati,S.Pd, dan adik
Armen Ma’rifin atas dukungan moral dan doa selama ini kepada penulis

2.

Ibu Vera Dian Damayanti, SP, MLA dan Ibu Dr. Afra D.N. Makalew, M.Sc
selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan dan arahannya dalam
pembuatan skripsi ini.


3.

Bapak Dr. Ir. Setia Hadi,MS selaku dosen penguji atas masukannya.

4.

Bapak Prof. Dr. Ir. H. Hadi Susilo Arifin, MS selaku dosen pembimbing
akademik atas bimbingan dan perhatiannya.

5.

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA selaku ketua Departemen Arsitektur Lanskap

6.

Warga Dukuh Karangkulon, Pemerintah Desa Wukirsari, Bappeda Kabupaten
Bantul, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bantul, Badan
Penanggulangan


Bencana

Daerah

atas

bantuannya

selama

penulis

melaksanakan penelitisn
7.

Teman-teman ARL 44 atas dukungan, doa, bantuan dan kerjasamanya selama
menuntut ilmu di Arsitektur Lanskap IPB

8.


Kakak-kakak dan adik-adik angkatan ARL 42, 43, 45, 46 dan 47

9.

Seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas
bantuannya
Penulis berharap penelitian ini bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi

seluruh pihak. Segala saran dan kritik diharapkan demi kesempurnaan penelitian
ini.

Bogor, April 2012
Penulis

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah pada
tanggal 5 Desember 1989. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara
yang dilahirkan dari pasangan Bapak Suprapto dan Ibu Mahmudah Sukarwati.
Penulis memulai jenjang pendidikan di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT)
Ummul Quro’ Bogor pada tahun 1995. Kemudian pada tahun 2001 melanjutkan
jenjang pendidikannya di SMP Negeri 1 Bogor dan SMA Negeri 1 Bogor.
Pada tahun 2007 penulis berhasil memasuki Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Arsitektur
Lanskap. Selama TPB penulis aktif mengikuti kegiatan UKM Gentra Kaheman
hingga tahun 2008. Selama di Departemen Arsitektur Lanskap di dalam
kepengurusan HIMASKAP, penulis tercatat pernah menjadi Badan Pengawas
Himpro pada tahun 2010. Selain itu, penulis juga pernah mengikuti Program
Kreativitas Mahasiswa pada tahun 2009 dan 2010, serta menjadi asisten
mahasiswa pada mata kuliah Dasar-Dasar Arsitektur Lanskap tahun 2011.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ………………………………………………………..

iv

DAFTAR GAMBAR ……………………………………….……………

v

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………..…………….

vii

I.

II.

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang ……………………………….………………

1

1.2

Tujuan Studi……………………………….………….………

3

1.3

Manfaat Studi……………………………….……….………..

3

1.4

Kerangka Pikir Studi………………………………….………

3

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Lanskap Desa……………………………………....…………

5

2.2

Wisata …………………………………………..……………

6

2.3

Desa Batik Wukirsari ………………………………...………

7

2.4

Perencanaan Lanskap dan Wisata...……………………..…...

9

III. METODOLOGI
3.1

Lokasi dan Waktu ....................................................................

12

3.2

Alat dan Bahan .........................................................................

13

3.3

Batasan Studi ............................................................................

13

3.4

Metode Perencanaan ...............................................................

13

3.4.1 Persiapan ………………………………...……………

15

3.4.2 Inventarisasi …………………………………..………

15

3.4.3 Analisis ………………………………………………..

16

3.4.4 Sintesis …………………………………....…………..

21

3.4.5 Konsep ……………………………………..…………

22

3.4.6 Perencanaan…………………………………....………

22

IV. KONDISI UMUM DESA WUKIRSARI
4.1 Aspek Biofisik
4.1.1 Geografis dan Administratif ………………………..……

23

4.1.2 Topografi …………………………………………………

24

4.1.3 Geologi dan Tanah……………………………………..…

24

4.1.4 Bahaya Lanskap…………………………………………..

24

4.1.5 Iklim……………………………………………….. …….

26

4.2 Aspek Sosial
4.2.1 Kependudukan ……………………………………………

26

4.2.2 Sosial Budaya ………………………………………….…

27

4.2.3 Sosial Ekonomi…………………………………………...

28

4.3 Aspek Wisata

V.

4.3.1 Objek dan Atraksi Wisata ………………………………..

30

4.3.2 Pengunjung ………………………………………………

33

HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Data dan Analisis ………………………………………………...

34

5.1.1 Aspek Fisik……………………………………………….

34

5.1.1.1 Geografis dan Administratif……………………...

34

5.1.1.2 Topografi dan Kemiringan Lahan………………..

37

5.1.1.3 Hidrologi ………………………………………...

42

5.1.1.4 Visual…………………………………………….

42

5.1.1.5 Hasil Analisis Aspek Fisik …………………….....

43

5.1.2 Aspek Sosial Budaya…………………………………….

48

5.1.2.1 Kependudukan …………………………………

48

5.1.2.2 Ragam Budaya ………………………….……..

48

5.1.2.3 Persepsi dan Preferensi Masyarakat ……………

49

5.1.2.4 Tata Guna Lahan ……………………………….

52

5.1.3 Aspek Wisata…………………………………………….

56

5.1.3.1 Objek dan Atraksi Wisata ………………………

56

5.1.3.2 Pengunjung……………………………………....

60

5.1.3.3 Aksesibilitas dan Sirkulasi………………………

61

5.1.3.4 Fasilitas Pendukung Wisata …………………….

65

5.1.3.5 Hasil Analisis Aspek Wisata…………………….

68

5.1.4 Hasil Analisis ……………………………………………

71

5.2 Sintesis …………………………………………………………..

71

5.3 Konsep Perencanaan Lanskap
5.3.1 Konsep Dasar……………………………………………

75

5.3.2 Pengembangan Konsep
5.3.2.1 Konsep Ruang…………………………….............

76

5.3.2.2 Konsep Sirkulasi ………………………………...

79

5.3.2.3 Konsep Vegetasi ………………………………...

80

5.3.2.4 Konsep Aktivitas ………………………………...

81

5.3.2.5 Konsep Fasilitas………………………………….

81

5.4 Perencanaan Lanskap…………………………………………….

82

5.4.1 Rencana Ruang …………………………………………..

82

5.4.2 Rencana Sirkulasi ………………………………………...

85

5.4.3 Rencana Vegetasi ………………………………………..

87

5.4.4 Rencana Aktivitas……………………………………….

90

5.4.5 Rencana Fasilitas ………………………………………..

94

5.4.6 Rencana Lanskap ………………………………………..

96

5.4.7 Daya Dukung Wisata ……………………………………

102

VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ……………………………………………………...

103

6.2 Saran …………………………………………………………….

104

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………

105

LAMPIRAN ……………………………………………………………...

107

iv

DAFTAR TABEL

Nomor

1.

Halaman

Data yang Dikumpulkan Berdasarkan Aspek, Jenis,
Bentuk, dan Sumber Data…………………………………..

16

2.

Parameter dan Kriteria Analisis Spasial……………………

21

3.

Data Curah Hujan Desa Wukirsari………………………..

26

4.

Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Umur ……………….

27

5.

Mata Pencaharian Penduduk Desa Wukirsari …………...

29

6.

Data Pengrajin di Desa Wukirsari ………………………..

29

7.

Paket Wisata Jelajah Desa Wukirsari …………………….

31

8.

Analisis Visual Lanskap Dukuh Karangkulon ………….

44

9.

Data Penduduk Dukuh Karangkulon ……………………

48

10.

Ragam Kebudayaan di Dukuh Karangkulon ………………

49

11.

Tata Guna Lahan Dukuh Karangkulon …………………

52

12.

Potensi Wisata Dukuh Karangkulon……………….. ……

57

13.

Fasilitas Pendukung Wisata di Dukuh Karangkulon ……..

65

14.

Konsep Vegetasi Dukuh Karangkulon……………………..

81

15.

Rencana Jalur Sirkulasi Wisata Dukuh Karangkulon………

86

16.

Rencana Vegetasi Dukuh Karangkulon …………………..

89

17.

Rencana Aktivitas Wisata Dukuh Karangkulon ………

91

18.

Touring Plan Dukuh Karangkulon…………………………

92

19.

Rencana Fasilitas Wisata di Dukuh Karangkulon………….

95

20

Daya Dukung Wisata Dukuh Karangkulon ………………..

102

v

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1.

Kerangka Pikir Studi…………………………………………

4

2.

Ragam Corak Batik Asli Desa Wukirsari …………………...

9

3.

Peta Orientasi Lokasi Studi......................................................

12

4.

Proses Studi..............................................................................

14

5.

Peta Lokasi Desa Wukirsari ....................................................

23

6.

Peta Kerawanan Gempa Bumi dan Posisi Sesar Opak

25

7.

Aktivitas Sosial Budaya Masyarakat Desa Wukirsari.............

28

8.

Peta Wisata Desa Wukirsari...................................................

32

9.

Daya Tarik Desa Wukirsari......................................................

33

10.

Peta Dasar Inventarisasi Dukuh Karangkulon.........................

35

11.

Peta Administrasi Dukuh Karangklon....................................

36

12.

Peta Inventarisasi Topografi Dukuh Karangkulon..................

38

13.

Peta Analisis Kemiringan Lahan Dukuh Karangkulon...........

39

14.

Peta Analisis Bahaya Lanskap Bencana Longsor...................

41

15.

Peta Inventarisasi Visual Dukuh Karangkulon........................

46

16.

Peta Kesesuaian untuk Kegiatan Wisata Dukuh Karangkulon

47

17.

Tingkat Pemahaman Masyarakat terhadap Sejarah dan
Budaya.....................................................................................

50

18.

Persepsi Terhadap Upaya Pelestarian Nilai Budaya...............

51

19.

Jenis Keterlibatan Masyarakat terhadap Rencana
Pengembangan Wisata di Dukuh Karangkulon.......................

52

20.

Peta Tata Guna Lahan Dukuh Karangkulon............................

54

21.

Peta Analisis Budaya Berdasarkan Landuse...........................

55

22.

Obyek dan Atraksi Wisata Dukuh Karangkulon......................

56

23.

Peta Sebaran Obyek dan Atraksi Wisata Dukuh
Karangkulon.............................................................................

58

24.

Peta Analisis Keragaman Obyek dan Atraksi Wisata..............

59

25.

Persentase Pengunjung Berdasarkan Usia................................

60

vi

26.

Tujuan Wisata Pengunjung Dukuh Karangkulon....................

60

27.

Kebutuhan Fasilitas Pendukung Wisata...................................

61

28.

Peta Aksesibilitas Dukuh Karangkulon...................................

63

29.

Peta Analisis Aksesibilitas Dukuh Karangkulon.....................

64

30.

Peta Inventarisasi Fasilitas Wisata Dukuh Karangkulon.........

66

31.

Fasilitas Pendukung Wisata Dukuh Karangkulon ..................

67

32.

Peta Ketersediaan Fasilitas Wisata Dukuh Karangkulon........

69

33.

Peta Potensi Wisata Dukuh Karangkulon................................

70

34.

Peta Pengembangan Wisata Dukuh Karangkulon...................

72

35.

Peta Rencana Blok Dukuh Karangkulon..................................

74

36.

Diagram Konsep Ruang Wisata Dukuh Karangkulon ............

76

37.

Peta Konsep Ruang Wisata Dukuh Karangkulom ..................

78

38.

Diagram Sirkulasi Wisata Dukuh Karangkulon ……………..

79

39.

Struktur Pemgelola Wisata Dukuh Karangkulon…………….

93

40.

Rencana Lanskap Dukuh Karangkulon ……………………...

97

41.

Detail Plan Area Penerimaan ………………………………..

98

42.

Detail Plan Showroom dan Ruang Kesenian ……………….

99

43.

Detail Plan Pusat Kuliner …………………………………....

100

44.

Detail Potongan ……………………………………………...

101

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1.

Kuisioner Penduduk………………………………………...

108

2.

Kuisioner Pengunjung………………………………………

110

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan beraneka ragam kekayaan alam dan

etnis suku bangsa yang menjadikannya kaya akan budaya. Kekayaan alam dan
budaya tersebut berbeda-beda dari Sabang sampai ke Marauke. Hal ini
menjadikan Indonesia salah satu negara dengan daya tarik wisata yang mampu
menarik minat wisatawan asing maupun lokal untuk berkunjung ke daerah-daerah
di Indonesia.
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu daerah di
Indonesia yang memiliki ragam kebudayaan berupa seni dan kehidupan sosial
masyarakat yang terjaga dengan baik hingga saat ini. Bentuk seni budaya khas
yang dijumpai di DIY antara lain ketoprak, jatilan, dan wayang kulit. Selain itu,
kerajinan perak dan batik juga sangat terkenal sebagai salah satu produk seni
budaya khas DIY. Salah satu sentra kerajinan batik terletak di Kecamatan Imogiri,
Kabupaten Bantul. Desa yang dikenal dengan pola batiknya di Kecamatan Imogiri
adalah Desa Wukirsari.
Desa Wukirsari terletak di Kecamatan Imogiri sekitar ± 17 km dari pusat
Kota Yogyakarta. Sebagian besar masyarakat Desa Wukirsari menekuni kerajinan
batik yang ada sejak masa kejayaan Kerajaan Mataram. Kebudayaan membatik
diturunkan oleh pembatik keraton agar masyarakat setempat memiliki
keterampilan membatik guna membantu memenuhi kebutuhan sandang para abdi
dalem yang menjaga Makam Sunan Cirebon yang terletak di Dukuh Karangkulon.
Dahulu, masyarakat di Desa Wukirsari memasarkan hasil membatiknya ke
Keraton Yogyakarta dalam bentuk batik yang belum diberi warna. Namun sejak
tahun 2004, masyarakat mulai mempelajari proses pewarnaan batik hingga
menjadi kain batik yang siap dipasarkan.
Desa Wukirsari memiliki tiga pedukuhan yang menjadi sentra produksi
batik yaitu Dukuh Karangkulon, Dukuh Giriloyo dan Dukuh Cengkehan. Ketiga
pedukuhan ini membentuk suatu kelembagaan pengrajin batik dengan

nama

Paguyuban Batik Giriloyo yang menaungi seluruh pengrajin batik di Desa

2

Wukirsari. Dari ketiga pedukuhan sentra produksi batik tersebut, Dukuh
Karangkulon terletak paling dekat dengan jalan arteri sehingga lebih mudah
dijangkau dibandingkan dengan dua pedukuhan lainnya yang letaknya cukup jauh
dari jalan arteri..
Potensi yang dimiliki Dukuh Karangkulon dapat menjadi daya tarik wisata
yang bermanfaat untuk pengembangan dan peningkatan pendapatan bagi
masyarakat Dukuh Karangkulon. Potensi wisata tersebut saat ini sudah mulai
dikembangkan oleh masyarakat setempat, namun dalam pengembangannya masih
memerlukan perbaikan terutama dalam hal penataan lanskap untuk kawasan
wisata batik di Dukuh Karangkulon.
Namun demikian, dalam pengembangannya Dukuh Karangkulon memiliki
kendala terkait dengan lokasinya dekat dengan Sesar Opak yang merupakan pusat
Gempa Yogya tahun 2006. Hingga tahun 2011, aktivitas gempa masih sering
terjadi dengan frekuensi getaran 2-5 skala Richter (SR). Selain lokasinya dekat
dengan sumber gempa, kondisi topografi Dukuh Karangkulon yang berbukit juga
menjadi kendala dalam pengembangan wisata di Dukuh Karangkulon. Akibat dari
aktivitas gempa yang didukung dengan

kondisi topografi berbukit, memicu

terjadinya bahaya longsor yang masih sering terjadi hingga saat ini.
Dengan memperhatikan potensi dan kendala yang ada di Dukuh
Karangkulon, maka dalam pengembangan wisata di Dukuh Karangkulon
diperlukan suatu konsep perencanaan lanskap dengan memaksimalkan potensi
agar menjadi daya tarik wisata serta meminimalkan kendala agar tidak
menghambat kegiatan wisata. Untuk tujuan tersebut, maka studi ini menggunakan
pendekatan perencanaan yang berorientasi pada budaya membatik dengan tetap
menjaga keselarasan dengan alam agar terhindar dari bahaya lanskap bencana
longsor. Perancanaan ini diharapkan menjadi langkah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Dukuh Karangkulon serta salah satu upaya pelestarian
budaya membatik di Dukuh Karangkulon

3

1.2

Tujuan Studi
Tujuan umun studi ini yaitu merencanakan lanskap Dukuh Karangkulon

sebagai kawasan wisata yang berorientasi pada budaya membatik. Adapun tujuan
khusus dari studi ini adalah :
1.

Mendeskripsikan dan menganalisa karakter lanskap Dukuh Karangkulon,
baik dari aspek fisik maupun sosial budaya.

2.

Mengidentifikasi dan menganalisis potensi wisata Dukuh Karangkulon
berdasarkan aspek fisik, budaya dan wisata untuk pengembangan wisata yang
berbasis budaya masyarakat setempat yaitu budaya membatik.

3.

Merencanakan lanskap wisata batik Dukuh Karangkulon yang selaras dengan
karakter budaya dan fisik kawasan.

1.3 Manfaat Studi
Diharapkan studi ini dapat memberi manfaat :
1. Bagi masyarakat Dukuh Karangkulon diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat serta menjadi salah satu upaya untuk pelestarian
budaya membatik di Dukuh Karangkulon.
2. Bagi pemerintah Kabupaten Bantul untuk memberikan masukan bagi
pemerintah daerah khususnya Dinas Pariwisata dalam mengembangkan Desa
Wukirsari sebagai kawasan desa wisata yang berbasis budaya membatik.
3. Bagi Institut Pertanian Bogor dan perguruan tinggi lainnya, memberikan
sumbangan referensi perencanaan lanskap desa wisata berbasis pada budaya.

1.4

Kerangka Pikir Studi
Dukuh Karangkulon merupakan salah satu sentra produksi batik di Desa

Wukirsari dan saat ini telah menjadi daya tarik wisata baik bagi wisatawan lokal
maupun asing. Dalam perencanaan lanskap Dukuh Karangkulon sebagai kawasan
wisata digunakan pendekatan budaya membatik dan bahaya lanskap yaitu bencana
longsor. Aspek yang dikaji meliputi aspek fisik, sosial budaya dan wisata. Pada
aspek fisik, komponen yang perlu dipertimbangkan untuk tujuan pengembangan
wisata yaitu topografi, hidrologi, visual, dan bahaya lanskap. Dari aspek fisik

4

tersebut data yang diperoleh dikaji untuk memperoleh zona kesesuaian untuk
kegiatan wisata di Dukuh Karangkulon.
Aspek yang dikaji berikutnya yaitu aspek budaya. Pada aspek ini, komponen
yang dianalisis yaitu kependudukan, tata guna lahan (landuse), ragam budaya, serta
persepsi dan preferensi masyarakat. Komponen tata guna lahan dianalisis pada
aspek budaya untuk melihat keterkaitan fungsi penggunaan lahan dengan budaya
membatik di Dukuh Karangkulon. Aspek budaya merupakan aspek penting dalam
perencanaan ini dikarenakan perencanaan berorientasi budaya membatik di Dukuh
Karangkulon. Hasil analisis pada aspek ini akan menghasilkan zona budaya di
Dukuh Karangkulon.
Selanjutnya, pada aspek wisata komponen yang dikaji yaitu obyek dan atraksi
wisata, fasilitas penunjang wisata, aksesibilitas, serta persepsi pengunjung. Dari
hasil pengkajian data pada aspek wisata diperoleh zona potensi wisata di Dukuh
Karangkulon. Hasil pengkajian terhadap tiga aspek merupakan dasar pertimbangan
dalam pengembangan lanskap Dukuh Karangkulon sebagai kawasan wisata yang
dituangkan melalui konsep ruang, sirkulasi, vegetasi, fasilitas, dan aktivitas wisata.
Berdasarkan konsep tersebut akan dikembangkan rencana lanskap wisata Dukuh
Karangkulon Imogiri Yogyakarta. Gambar 1 menjelaskan kerangka pikir studi.
DUKUH KARANGKULON

Budaya Membatik Wukirsari

Wisata Batik Karangkulon

Aspek Fisik
- Wilayah Administrasi
- Iklim
- Kemiringan lahan
- Visual
- Hidrologi
- Bahaya Lanskap

Zona Kesesuaian untuk
Kegiatan Wisata

Aspek Budaya
- Kependuduikan
- Landuse
- Ragam Budaya
- Persepsi dan Preferensi
Masyarakat

Zona Budaya

Aspek Wisata
- Obyek dan Atraksi Wisata
- Fasilitas Penunjang
- Aksesibilitas
- Pengunjung

Zona Potensi Wisata

ZONA PENGEMBANGAN WISATA DUKUH KARANGKULON

BLOCK PLAN
KONSEP DAN PENGEMBANGAN
(Konsep Ruang, Sirkulasi, Vegetasi, Aktivitas dan Fasilita Wisata,)

RENCANA LANSKAP WISATA DUKUH KARANGKULON DI DESA
BATIK WUKIRSARI IMOGIRI YOGYAKARTA

Gambar 1. Kerangka Pikir Studi

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Lanskap Desa
Daljoeni (1998) dalam Ningrat (2004) mengemukakan bahwa desa terdiri

dari daerah, penduduk, dan tata kehidupan. Daerah mencakup tanah, pekarangan
dan pertanian beserta penggunaannya, termasuk pula aspek lokasi dan batas.
Sedangkan penduduk meliputi jumlah, pertambahan, kepadatan, penyebaran, dan
mata pencaharian. Tata kehidupan meliputi ajaran tentang hidup, tata pergaulan,
dan ikatan-ikatannya sebagai warga desa.
Dalam Undang- Undang No. 24 tahun 1992 dijelaskan bahwa kawasan
perdesaan merupakan kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian
termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat pemukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintah, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batasbatas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul, dan adat istiadat setempat yang
diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintah Negara Kesatuan Republik
(Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005).
Simonds (1983) menyatakan bahwa terdapat ciri-ciri yang khas pada
lanskap perdesaan yaitu :
1. Lahan tersedia luas
2. Suasana bebas, pandangan terbuka menuju halaman, pepohonan dan langit
3. Pemilihan tapak perdesaan menunjukkan keinginan menyatu dengan alam
4. Corak lanskap mayor dapat dibentuk
5. Karakter dan suasana lanskap alami yang dominan
6. Tanah dan permukaan lahan merupakan elemen visual yang kuat
7. Lanskap yang menyenangkan merupakan salah satu bentuk transisi
8. Struktur merupakan elemen yang timbul di tengah lanskap
9. Lanskap perdesaan bersifat lembut, dari bayangan daun, warna langit, dan
bayangan awan

6

10. Tapak perdesaan berimplikasi area yang luas dan pergerakan pola jalur
kendaraan dan pedestrian menyatu dengan batas kepemilikan
11. Indigenous material dari tapak perdesaan membentuk karakter lanskap.
Desa memiliki potensi yang menjadi karakter bagi desa tersebut. Menurut
Sajogyo (1982) potensi desa merupakan kemampuan yang dapat diaktifkan dalam
pembangunan mencakup alam dan manusianya, serta hasil kerja manusia itu
sendiri. Komponen-komponen potensi desa pada dasarnya meliputi unsur alam,
lingkungan hidup manusia, penduduk, usaha-usaha manusia, serta sarana
prasarana yang telah dibuat.

2.2 Wisata
Wisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu mempercepat
pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan,
standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktif lainnya (Pendit, 2002).
Wisata merupakan pergerakan sementara dari manusia dengan jarak lebih dari 50150 mil dari tempat tinggal atau pekerjaan rutinnya menuju suatu tempat tertentu,
dimana aktivitas tersebut dilakukan pada saat mereka berada di tempat yang dituju
dan ada fasilitas yang disediakan untuk mengakomodasi keinginan mereka
(Gunn,1993).
Menurut Holden (2000), wisata tidak sekedar mengadakan perjalanan,
tetapi juga berinteraksi dengan lingkungan dengan menggunakan sumberdaya
yang ada. Terdapat tiga ketegori wisata menurut Brunn (1995) yaitu :
1. Ecotourism, Green Tourism, atau Alternative Tourism, merupakan wisata
yang berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan
industri kepariwisataan dan perlindungan terhadap wisata alam atau
lingkungan.
2. Wisata Budaya, merupakan kegiatan pariwisata dengan kekayaan budaya
sebagai obyek wisata dengan penekanan pada aspek pendidikan.
3. Wisata Alam, merupakan aktivitas wisata yang ditujukan pada
pengalaman terhadap kondisi alam atau daya tarik panoramanya.
Sumberdaya untuk kegiatan wisata adalah tempat tujuan yang melakukan
wisata, yang merupakan suatu kesatuan ruang tertentu dan dapat menarik

7

keinginan untuk berwisata. Menurut Gunn (1993) sumberdaya wisata mencakup
obyek dan atraksi wisata, aksesibilitas dan amenitas. Klasifikasi sumberdaya
menurut tujuannya dibagi menjadi tiga yaitu tujuan komersil untuk kepuasaan
pengunjung dan direncanakan bagi kenyamanan pengunjung, untuk pelestarian
sumberdaya, dan tujuan pertengahan untuk memenuhi kebutuhan pengunjung
yang seimbang dengan pengelolaan sumberdaya (Knudson,1980).
Suatu kawasan wisata memiliki kemampuan untuk mendukung aktivitas
pengguna, hal ini disebut daya dukung wisata. Menurut Gold (1980), Daya
dukung wisata merupakan kemampuan suatu kawasan wisata secara alami, fisik,
dan sosial yang dapat mendukung penggunaan aktivitas wisata dan dapat
memberikan kualitas pengalaman rekreasi yang dinginkan.

2.3

Desa Batik Wukirsari
Desa Wukirsari terletak di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebagian besar penduduk Desa Wukirsari
bekerja pada sektor sekunder seperti kerajinan, perdagangan dan jasa pekerjaan di
swasta. Keindahan alam Desa Wukirsari menjadi salah satu daya tarik wisata desa
ini. Salah satu objek menarik di Wukirsari adalah Sungai Opak dengan alur sungai
dan letaknya yang berada di tepi bukit berpotensi sebagai salah satu objek wisata
air. Selain itu kawasan perbukitan di Desa Wukirsari yang luasnya mencapai lebih
dari separuh luas desa berpotensi menjadi area rekreasi alam dengan
pemandangan alam yang menarik seperti panorama wilayah Daerah Istimewa
Yogyakarta, Gunung Merapi, serta Keraton sebagai poros kekuatan imajiner
Yogyakarta. (Profil Desa Wukirsari, 2007)
Desa Wukirsari memiliki nilai sejarah yang tinggi dengan adanya
peninggalan situs purbakala seperti Makam Raja Mataram, Makam bangsawan
Cirebon, dan Pahlawan Singosaren. Peninggalan tersebut memiliki nilai penting
dalam sejarah peradaban kuno di pedesaan. Selain pemandangan alamnya yang
indah dan nilai sejarah yang tinggi, Wukirsari juga merupakan salah satu pusat
produksi batik di Bantul.
Budaya membaik di Desa Wukirsari merupakan warisan leluhur yang
sudah ada sebelum tahun 1654. Awalnya, pihak keraton memerintahkan kepada

8

masyarakat Wukirsari membatik hingga tahap membuat pola untuk memenuhi
kebutuhan sandang keluarga keraton. Keterampilan membatik tersebut terus
diwariskan oleh para orang tua kepada anak cucu mereka untuk menjaga
kelestarian budaya membatik tersebut. Saat ini para pembatik di Desa Wukirsari
telah mengembangkan keterampilan membatik mereka hingga tahap pewarnaan
dan siap dipasarkan. Proses membatik1 yang saat ini dijalankan oleh masyarakat
Dukuh Karangkulon yaitu :
1. Mola, memberikan pola pada kain dengan menggunakan malam.
2.

Nglowong, menggambar pada pola yang sudah dibuat pada bagian
sebaliknya.

3. Nembok, menggambar pada pola yang sama pada tahap sebelumnya dengan
menggunakan malam yang lebih kuat agar tidak terjadi rembesan warna biru
atau coklat.
4. Medel atau Nyelup, memberikan warna biru agar hasilnya sesuai dengan
keinginan. Selanjutnya lilin klowongan dihilangkan agar ketika disoga,
bekasnya berwarna coklat. Pada tahap ini digunakan alat bernama cawuk yang
terbuat dari potongan kaleng yang ditajamkan sisinya.
5. Mbironi, mempertahankan bagian-bagian yang ingin dipertahankan warna biru
dan putihnya dengan menutup bagian-bagian tersebut dengan malam
menggunakan canting khusus.
6. Nyoga, memberi warna coklat dengan ramuan kulit kayu soga, tingi, tegeran
dan lain-lain. Agar memperoleh warna coklat yang matang, maka kain dicelup
dalam bak berisi rauan soga kemudian ditiriskan. Proses ini dilakukan berkalikali sehingga dapat memakan waktu hingga berhari-hari.
7.

Mbabar atau nglorot, membersihkan kain dari malam dengen memasukkan
kain ke dalam air mendidih yang telah diberi kanji agar malam tidak
menempel lagi. Terakhir kain dicuci dan diangin-anginkan.
Bahan untuk membatik di Desa Wukirsari masih menggunakan bahan-

bahan tradisional yaitu berasal dari tumbuh-tumbuhan sekitar yang berfungsi
sebagai pewarna alami. Pemakaian bahan alami ini menyebabkan warna batik dari
Desa Wukirsari sedikit lebih kusam dibandingkan dengan daerah lain. Tanaman
yang digunakan untuk proses pewarnaan antara lain tanaman indigofera/nila/tom

1

Hasil Wawancara dengan Ibu Mukharomah (Ketua Kelompok Batik Berkah Lestari)

9

yang dapat menghasilkan warna biru atau hitam alami, tanaman tingi yang
menghasilkan warna coklat atau soga, kulit pohon jambal yang menghasilkan
warna merah kecoklatan serta kayu tegeran yang menghasilkan warna merah
kekuningan. Gambar 2 menampilkan beberapa contoh corak Batik Tulis asli dari
Desa Wukirsari :

Corak “Semen Romo”

Corak “Cenderawasih”

Corak “Sidoluhur”

Corak “Truntum Groda”

Gambar 2. Ragam Corak Batik Asli Desa Wukirsari
(Sumber : Dokumentasi Desa Wukirsari)

2.4

Perencanaan Lanskap dan Wisata

2.4.1

Perencanaan Lanskap
Perencanaan merupakan suatu alat sistematik yang digunakan untuk

menentukan saat awal suatu tapak, kondisi yang diharapkan serta cara untuk
mencapai kondisi yang diharapkan tersebut. Perencanaan bertujuan untuk
menentukan tapak yang sesuai dengan daya dukung dan keadaan masyarakat
sekitar (Simonds, 1983).
Perencanaan memegang peranan penting dalam pengembangan suatu
wilayah. Melalui perencanaan kita dapat mengatasi masalah sosial budaya yang
mungkin timbul dengan adanya pengembangan suatu wilayah terutama antara
masyarakat pendatang dan penduduk setempat (Yoeti, 1991).

10

Menurut Laurie (1985) perencanaan merupakan suatu awal proses yang
dapat mengalokasikan kebutuhan manusia serta menghubungkan satu sama lain di
dalam maupun di luar tapak. Kegiatan perencanaan diawali dengan pemahaman
terhadap kondisi tapak, manusia sebagai pengguna tapak dengan aktivitasnya,
aturan atau kebiasaan yang diinginkan
Tahapan perencanaan lanskap terdiri dari tahap persiapan, inventarisasi,
analisis, sintesis dan perencanaan. Untuk melakukan suatu perencanaan kawasan
terdapat empat pendekatan dalam perencanaan lanskap yaitu :
1. Pendekatan sumberdaya, yaitu penentuan tipe-tipe serta alternatif aktivitas
berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi sumber daya.
2. Pendekatan aktivitas, yaitu penentuan tipe-tipe serta alternatif aktivitas
berdasarkan seleksi terhadap aktivitas pada masa lalu untuk memberikan
kemungkinan apa yang dapat disediakan pada masa yang akan datang.
3. Pendekatan ekonomi, yaitu penentuan jumlah, tipe dan lokasi kemungkinankemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan ekonomi.
4. Pendekatan perilaku, yaitu penentuan kemungkinan-kemungkinan aktivitas
berdasarkan pertimbangan perilaku manusia (Gold, 1980).
Dalam merencanakan suatu kawasan terdapat hal-hal yang harus
diperhatikan menurut Nurisjah dan Pramukanto (1995), yaitu :
1. Mempelajari hubungan antara kawasan tersebut dengan lingkungan sekitar
2. Memperhatikan keharmonisan antara daerah sekitarnya dengan kawasan yang
akan direncanakan
3. Menjadikan sebagai objek (wisata) yang menarik
4. Merencanakan kawasan tersebut sehingga dapat menghasilkan suatu kawasan
yang dapat menampilkan masa lalunya.

2.4.2 Perencanaan Wisata
Wisata berbasis masyararakat adalah pola pengembangan kawasan yang
mendukung dan memungkinkan keterlibatan penuh oleh masyarakat setempat
dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan wisata. Kegiatan wisata ini
menitikberatkan pada peran aktif komunitas karena pada dasarnya masyarakat

11

memiliki pengetahuan tentan alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai
jual sebagai daya tarik wisata.
Peraturan pemerintah (PP) No. 69 tahun 1996 menyebutkan bahwa peran
serta masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat yang timbul atas kehendak
dan keinginan sendiri di tengah masyarakat untuk berminat dan bergerak dalam
penataan ruang. Sedangkan yang disebut masyarakat adalah seorang, kelompok
orang termasuk masyarakat hukum adat atau badan hukum.
Suatu perencanaan yang berbasis masyarakat dapat memelihara bahkan
meningkatkan kualitas hubungan kekerabatan antara penduduk yang telah lama
menetap dengan penduduk pendatang baru. Hal ini merupakan kelebihan dari
perencanaan metode ini dibandingkan dengan jenis metode perencanaan lainnya
(Hester,1984).
Dalam

perencanaan

berbasis

masyarakat

pengembangan

potensi

masyarakat setempat menjadi hal yang sangat diperhatikan. Menurut Jack
Rothman (1968) dalam Suharto (2005) pengembangan masyarakat lokal
merupakan salah satu dari tiga model dalam memahami pengembangan
masyarakat. Pengembangan masyarakat lokal ditujukan untuk menciptakan
kemajuan sosial dan ekonomi bagi masyarakat melalui pertisipasi aktif serta
inisiatif anggota masyarakat itu sendiri. Salah satu aspek pengembangan kawasan
lokal adalah pengembangan pariwisata.
Perencanaan wisata tidak hanya mengarah pada spesifikasi pengembangan
wisata dan promosi walaupun hal tersebut memang penting. Wisata harus
terintegrasi dengan proses perencanaan secara menyeluruh agar tujuan utama dari
pengembangan

ekonomi,

sosial,

dan

lingkungan

dapat

sesuai

dengan

pengembangan wisata (Hall, 2000).
Dalam mengembangkan kawasan wisata terdapat beberapa faktor yang
harus diperhatikan yaitu atraksi wisata, pelayanan wisata, dan transportasi
pendukung. Atraksi wisata merupakan andalan utama untuk mengembangkan
kawasan wisata. Wisata harus direncanakan untuk memastikan bahwa wisatawan
dapat dengan bebas memperkaya diri dengan mendapatkan sesuatu yang baru,
petualangan dan penghargaan terhadap diri sendiri dengan mencapai obyek yang
diinginkan (Gunn, 1993).

12

BAB III
METODOLOGI

1.1

Lokasi dan Waktu
Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa

Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta dengan luas wilayah 105,83 Ha. Kegiatan Studi dilakukan sejak
Januari 2011 hingga Januari 2012. Gambar 3 merupakan peta orientasi lokasi
studi.

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

13

3.2

Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam studi ini yaitu:

Alat :
1.

Global Positioning System (GPS), untuk menentukan koordinat beberapa
tempat di lokasi penelitian serta untuk proses peta survey topografi dan
kontur.

2.

Kamera digital dan alat gambar, untuk pengambilan gambar kondisi eksisting

3.

Software untuk mengolah data antara lain :
a. Autocad Land I, untuk koreksi geometris pada peta yang digunakan,
pengolah data awal dari GPS.
b. Autocad 2008, untuk mengolah data gambar rencana lanskap, potongan,
dan berbagai gambar yang berhubungan dengan spasial.
c. Corel Draw X4 untuk menghasilkan ilustrasi suasana kegiatan wisata.

Bahan :
1.

Peta Rupabumi Imogiri Lembar 1408-222, sebagai peta dasar.

2.

Lembar kuisioner, untuk memperoleh data primer aspek budaya.

3.

Data Primer dan sekunder aspek fisik, budaya dan wisata

3.3

Batasan Studi
Perencanaan lanskap kawasan pedesaan ini menggunakan pendekatan

budaya membatik untuk meningkatkan fungsi kawasan sebagai kawasan wisata,
batik dengan mempertimbangkan potensi dan kondisi bahaya lanskap yaitu
bencana longsor yang ada di Dukuh Karangkulon. Studi ini dibatasi hingga tahap
perencanaan, hasilnya berupa gambar rencana lanskap dan laporan tertulis.

3.4

Metode Perencanaan
Tahapan

perencanaan

yang

digunakan

mengikuti

metode

yang

dikemukakan oleh Gold (1980) dengan pendekatan budaya masyarakat khususnya
budaya membatik dan kondisi rawan bencana longsor untuk perencanaan dan
pengembangan tapak. Perencanaan suatu kawasan terdiri dari tahap persiapan,
inventarisasi, analisis, sistesis, konsep dan perencanaan lanskap. Tahapan proses
studi yang dilaksanakan ditampilkan pada Gambar 4.

14

PERSIAPAN

- Tujuan
Penelitian
- Usulan
Penelitian
- Informasi awal

INVENTARISASI

Data Primer dan
Data Sekunder

Aspek Fisik :
Topografi, Tanah,
Iklim, Hidrologi,
Visual,
Lokasi,
Bahaya Lanskap

Aspek Budaya :
Kependudukan,
Tata Guna Lahan,
Persepsi
dan
Preferensi
Masyarakat

ANALISIS

Zona Kesesuaian
untuk Kegiatan
Wisata

KONSEP

SINTESIS

RENCANA
BLOK

KONSEP DASAR
RENCANA
LANSKAP

Zona Budaya
Zona Potensi
Wisata

PENGEMBANGAN
KONSEP
(Rencana
Ruang,
Sirkulasi, Vegetasi,
Aktivitas,
dan
Fasilitas Wisata)

ZONA
PENGEMBANGAN
WISATA

Aspek Wisata:
Obyek dan Atraksi,
Fasilitas,
Akses,
Pengunjung

Gambar 4. Proses Studi Mengikuti Tahapan Perencanaan Menurut Gold (1980)

PERENCANAAN

Rencana
Lanskap Wisata
Dukuh
Karangkulon di
Desa Batik
Wukirsari
Imogiri,
Yogyakarta

15

3.4.1 Persiapan
Tahapan ini merupakan permulaan dari proses studi Perencanaan Lanskap
Wisata Dukuh Karangkulon di Desa Batik Wukirsari Imogiri Yogyakarta. Pada
tahap ini dilakukan perumusan masalah, pengumpulan informasi awal, penetapan
tujuan dan batasan studi, penyusunan usulan studi serta pengurusan surat perijinan
penelitian.

3.4.2 Inventarisasi
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data primer melalui pengamatan
tapak dan survey lapang. Tahapan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tujuan
penelitian yaitu mendeskripsikan Dukuh Karangkulon. Jenis data yang
dikumpulkan pada tahap ini adalah data primer dan data sekunder. Data yang
diambil berupa data aspek fisik, aspek sosial budaya, dan aspek wisata.
Data primer diperoleh melalui pengamatan tapak secara langsung seperti
batas tapak, visual, topografi, kehidupan sehari-hari masyarakat, serta penutupan
lahan. Kemudian dilakukan juga wawancara mengenai potensi umum Dukuh
Karangkulon dengan Bapak Bayu Bintoro sebagai Kepala Desa Wukirsari, Bapak
Suwandi sebagai Kepala Dukuh Karangkulon, Bapak Nur Ahmadi sebagai Ketua
Paguyuban Batik dan beberapa warga atau sesepuh di Dukuh Karangkulon. Untuk
data primer aspek budaya terkait dengan persepsi dan preferensi masyarakat
mengenai nilai sejarah dan budaya, dan upaya pelestarian diperoleh melalui
penyebaran kuisioner dengan responden dibagi menjadi responden pengunjung
sebanyak 30 orang dan responden penduduk setempat sebanyak 30 orang.
Data sekunder diperoleh melalui badan-badan atau instansi terkait, studi
pustaka dari buku acuan atau pustaka lainnya yang dapat mendukung. Instansiinstansi terkait diantaranya Kantor Desa Wukirsari, Badan Perencana dan
Pengembangan Daerah Kabupaten Bantul, dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.
Data yang dikumpulkan dalam studi ini ditampilkan pada Tabel 1.

16

Tabel 1. Data yang Dikumpulkan Berdasarkan Aspek, Jenis, Bentuk, dan Sumber
Data
Aspek
I. Biofisik

II. Sosial

Jenis Data
1. Batas Wilayah Perencanaan

Bentuk Data
Spasial, Deskripsi

Sumber Data
Survey lapang,
Profil Desa

2. Iklim

Tabular, Deskripsi

Dinas Pengairan

3. Topografi

Spasial, Deskripsi

Survey lapang

4. Hidrologi

Deskripsi

Survey lapang

5. Tanah dan Geologi

Deskripsi

BAPPEDA

6. Visual

Foto, Deskripsi

Survey lapang

7.Kerawanan Bencana
1. Kependudukan

Spasial, Deskripsi
Deskripsi

2. Budaya

Deskripsi

3. Tata Guna Lahan

Spasial,Tabular
Deskripsi
Deskripsi

Profil Desa
Profil Desa
Wukirsari
Survey Lapang
Wawancara
BAPPEDA

4. Persepsi Masyarakat
III. Wisata

1. Objek dan Atraksi Wisata
a. Budaya dan Sejarah

b. Alam

2. Pengunjung
3. Fasilitas Penunjang
4. Aksesibilitas

Spasial, Foto,
Deskripsi

Spasial, Foto,
Deskripsi

Tabular, Deskripsi
Spasial, Foto,
Deskripsi
Spasial, Foto,
Deskripsi

Kuisioner
Survey lapang,
wawancara, Dinas
Pariwisata
dan Kebudayaan
Survey lapang,
wawancara,
Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan
Kuisioner
Survey lapang
Survey Lapang,
BAPPEDA

3.4.3 Analisis
Tahap analisis dilakukan untuk menganalisis potensi dan kendala sumber
daya di Dukuh Karangkulon untuk tujuan pengembangan wisata yang berorientasi
pada budaya masyarakat setempat khususnya budaya membatik. Analisis yang
dilakukan berupa analisis deskriptif dan analisis spasial. Analisis dilakukan pada
aspek fisik, aspek sosial dan aspek wisata dengan pembobotan pada tiap aspek.
Menurut Gunn dalam Smith (1989) pembobotan untuk tujuan wisata memiliki
perbandingan 30% untuk aspek biofisik, 30% untuk aspek sosial budaya dan 40%
untuk aspek wisata. Pembobotan ini bertujuan untuk memperkuat pendekatan
yang digunakan dalam perencanaan. Berdasarkan tujuan studi yang berorientasi
pada budaya membatik, maka pembototan yang diberikan pada yaitu 30% untuk

17

aspek biofisik, 40% untuk aspek budaya dan 30% untuk aspek wisata. Analisis
spasial dilakukan pada beberapa komponen aspek fisik, aspek budaya dan aspek
wisata yang memiliki bentuk data spasial dengan metode skoring. Hasil
penggabungan analisis spasial aspek fisik, budaya dan wisata berupa peta
komposit yang kemudian bersama dengan data deskriptif ketiga aspek tersebut
digunakan pada tahap berikutnya, yaitu sintesis.

3.4.3.1 Analisis Aspek Fisik
Analisis aspek fisik bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisik kawasan
yang sesuai untuk tujuan pengembangan wisata. Proses analisis dilakukan
terhadap seluruh komponen baik secara spasial maupun deskriptif. Komponen
visual, iklim, hidrologi, geologi dan tanah metode analisis yang digunakan yaitu
analisis deskriptif dikarenakan kondisinya cenderung yang homogen dengan Desa
Wukirsari. Analisis spasial dilakukan pada komponen topografi.
Pada komponen visual, analisis dilakukan secara deskriptif dengan
mengidentifikasi kualitas pemandangan di Dukuh Karangkulon menjadi dua yaitu
pemandangan dengan kualitas visual yang baik (good view) dan pemandangan
dengan kualitas visual yang buruk (bad view).
Pada analisis secara spasial, setiap komponen memiliki parameter yang
harus diperhatikan agar tujuan pengembangan wisata dapat tercapai sesuai dengan
kondisi fisik yang ada. Pada komponen topografi, parameter yang diperhatikan
yaitu kemiringan lahan terkait dengan kesesuaian untuk kegiatan wisata dan
bahaya lanskap bencana longsor. Menurut Hardjowigeno dan Widyatmaka (2001)
kesesuaian lahan untuk wisata ditentukan oleh drainase tanah, bahaya banjir,
permeabilitas, lereng, tekstur tanah, kerikil dan kerakal, batu serta batuan. Dalam
studi ini par