Perencanaan Lanskap Wisata Budaya Tionghoa di Desa Riding Panjang Pulau bangka

PERENCANAAN
LANSKAP WISATA BUDAYA TIONGHOA
DI DESA RIDING PANJANG PULAU BANGKA

SUARNO SIMATUPANG

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan
Kawasan Wisata Budaya Tionghoa adalah benar karya saya dengan arahan dari
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2014

Suarno Simatupang
NIM A44080003

4

ABSTRAK
SUARNO SIMATUPANG. Perencanaan Lanskap Wisata Budaya Tionghoa Di
Desa Riding Panjang Pulau Bangka.Dibimbing oleh Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA.
Pulau Bangka merupakan bagian dari Provinsi Bangka Belitung memiliki
peninggalan sejarah dan budaya yang kaya. Salah satunya adalah perkampungan
orang -orang Tionghoa yang dibangun pada tahun 1710. Kedatangan orang
Tionghoa ini terkait dengan kegiatan penambangan timah oleh kolonial Belanda.
Orang-orang Tionghoa ini merupakan tenaga kerja tambang yang didatangkan
dari daerah utara di daratan Cina terutama dari suku Xinke atau orang Khek.
Penelitian ini bertujuan untuk menyusun rencana lanskap wisata budaya

Tionghoa di Desa Riding Panjang Pulau Bangka. Manfaat penelitian ini adalah
sebagai dokumen dan masukan untuk perencanaan pelestarian dan pengembangan
wisata budaya serta untuk melestarikan peninggalan sejarah dan budaya yang
ada, khususnya di Pulau Bangka. Pengumpulan data dilakukan melalui dua cara
yaitu studi lapang dan studi pustaka. Alat yang digunakan untuk pengumpulan
data dalam penelitian ini adalah kamera digital, GPS, alat ukur, alat tulis gambar
dan computer. Aspek yang dianalisis adalah seleksi kawasan untuk menentukan
batas kawasan wisata budaya, analisis aspek kepariwisataan untuk menentukan
ruang wisata dalam kawasan, analisis aspek sosial budaya untuk mengetahui
pengetahuan masyarakat terhadap sejarah desa dan keadaan tapak serta kesiapan
masyarakat apabila desa ini dijadikan sebagai salah satu daerah wisata budaya
Tionghoa.
Hasil dari analisis seleksi kawasan didapatkan tiga dusun dari tujuh dusun
yang akan rencanakan sebagai kawasan wisata budaya yaitu Dusun Air Dayung,
Dusun Sinar Rembulan dan Dusun Batu Tunggal. Rencana lanskap
menggambarkan tatanan lanskap dengan pengembangan konsep menjaga
kelestarian situs budaya dan kawasan budaya Tionghoa. Pengembangan konsep
ini terdiri dari empat zona wisata budaya yaitu zona penerimaan (6.14 ha/5.74 %),
zona transisi (22.93 ha/21.42 %), zona pelayanan (21.05 ha/19.67%) dan zona
utama (56.9 ha/53.16%).Jalur wisata budaya dikembangkan dengan klasifikasi

jalur primer, sekunder dan tersier sehingga pengunjung dapat mengunjungi semua
potensi objek dan atraksi yang dimiliki tapak. Daya dukung kawasan wisata
budaya Tionghoa ini adalah sebesar 5492 orang dan daya dukung untuk mobil
adalah sebesar 187 unit mobil. Dalam mendukung terwujudnya rencana lanskap
wisata budaya Tionghoa perlu bantuan pemerintah setempat, masyarakat dan
pelaku bisnis untuk mendukung, mengawasi, memelihara dan menjaga kualitas
lingkungan, mempertahankan budaya Tionghoa serta mendukung berkembangnya
perokonomiaan masyarakat di Desa ini.
Kata kunci : Atraksi budaya, objek wisata budaya, wisata budaya Tionghoa, daya
dukung, perencanaan.

5

ABSTRACT
SUARNO SIMATUPANG. Landscape Planning of Tionghoa cultural tourism
Riding Panjang Bangka Island. Supervised by Siti Nurisjah and Vera Dian
Damayanti.
Bangka island is part of the province of Bangka Belitung has relics of the
rich history and culture. One of these is the Tionghoa built in 1710. The arrival of
Tionghoa's Tin mining activities linked to by colonial Netherlands. People

Tionghoa is mining labor brought from the North in mainland Tionghoa
particularly from tribes Xinke or Khek.
This research aims to develop a cultural landscape plan of the Tionghoa
cultural tourism in the village of Riding Panjang of Bangka island. The benefits of
this research are as documents and input to the planning of preservation and
development of cultural tourism as well as to preserve the historical and cultural
heritage, particularly in Bangka island. Data is collected through two methods
such as study literature and land survey. The tools used for data collection in this
research are digital cameras, GPS, measuring tape, stationery images and
computer. Aspects of the area of selection was analyzed to determine the
boundaries of the cultural tourism area, the analysis of aspects of tourism to
determine space travel within the region, socio-cultural aspects of analysis to find
out the knowledge society on the history of the village and the State as well as the
readiness of the community footprint in this village as one of the cultural tourism
area of Tionghoa culture.
From the result of area selection analysis, there are three dusun among
seven dusun will have planned as a tourist area culture such as Dusun Air Dayung,
Dusun Sinar Rembulan and Dusun Batu Tunggal. Landscape planning describe
landscape arragement by develop the concept of keeping the sustainability in this
cultural site and Tionghoa culture region. The development of this concept consist

offour tourism culture zone such welcome zone (6.14 ha/5.74 %), transition zone
(22.93 ha/21.42 %), service zone (21.05 ha/19.67%) and main zone (56.9
ha/53.16%). The interpretation of cultural tourism developed by classify prime,
secondary and tertiary circulation, so that the visitor could visit all of the potential
object and the attraction of the area. The caring capacity of this Tionghoa cultural
tourism are 5492 people and 187 cars. For carriying the implementation of this
Tionghoa cultural tourism landscape planning, needed participation of local
government, society and business subject to support, control, maintain and keep
the environment quality, keep Tionghoa Culture and caring as the development of
society economy in this village.
Key words : cultural attraction, cultural objek, Tionghoa cultural tourism, carying
capacity, planning.

6

7

PERENCANAAN LANSKAP WISATA BUDAYA TIONGHOA
DI DESA RIDING PANJANG PULAU BANGKA


SUARNO SIMATUPANG

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

8

9

Judul penelitian : Perencanaan Lanskap Wisata Budaya Tionghoa di Desa Riding
Panjang Pulau bangka
Nama

: Suarno Simatupang
NIM
: A44080003

Disetujui oleh

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA

Diketahui oleh

Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

10

11

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat
dan karunia penyertaan-Nya dalam proses pembuatan dan penyelesaian usulan
penelitian ini yang berjudul Perencanaan Lanskap Wisata Budaya Tionghoa di
Desa Riding Panjang, Pulau Bangka sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
Dalam proses pembuatannya penulis menemukan kendala tetapi dengan
penenyertaan-Nya kendala itu dapat diatasi.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak dalam
proses dan penyelesaiannya. Terimakasih kepada Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA dan
Vera Dian Damayanti SP, MLA selaku pembimbing skripsi saya yang
memberikan arahan dan membimbing dalam proses penyelesaian tulisan ini. Saya
ucapkan terimakasih kepada ibu (Rumia Nainggolan), kakak (Rouli Simatupang),
serta saudara-saudara yang selalu mendukung saya dalam memberikan doa,
dukungan, dan kasih sayangnya selama studi dan penyelesaian tulisan ini. Dan
tidak lupa juga saya ucapakan terimakasih kepada teman-teman, dan Fema serta
semua orang yang berperan dalam menyelesaikan studi dan skripsi ini. Ucapan
terimakasih saya tidak cukup untuk semuanya. Tuhan Yang Maha Esalah yang
membalas kebaikan sahabat dan semua orang yang berperan dalam menyelesaikan
skripsi saya ini.
Bogor, Maret 2014


Suarno Simatupang

12

13

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Manfaat
Kerangka Berpikir
TINJAUAN PUSTAKA
Lanskap Budaya
Pelestarian Lanskap Budaya
Kawasan Wisata Budaya
Perencanaan Lanskap

KONDISI UMUM WILAYAH
Pulau Bangka
Desa Riding Panjang
Lokasi, Batas, dan Luas Wilayah Riding Panjang
Sirkulasi dan transportasi
Penggunaan Lahan
Kondisi Sosial dan Ekonomi
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Studi
Metode Perencanaan Lanskap
Pengumpulan Data
Metode Analisis
Sintesis
Perencanaan Lanskap
Keluaran Studi
DATA DAN ANALISIS
Aspek Administrasi
Deliniasi Kawasan Budaya
Aspek Kesejarahan Kawasan
Seleksi Pemilihan Dusun

Objek dan Atraksi Wisata Budaya Desa Riding Panjang
Objek Wisata Budaya
Atraksi Wisata Budaya
Pengunjung Potensial
Aktivitas Wisata
Fasilitas Penunjang Wisata
Aksesibilitas
Sintesis
PERENCANAAN LANSKAP WISATA BUDAYA TIONGHOA
Konsep dan Pengembangan Konsep
Pengembangan Kawasan Ruang
Area Penerimaan
Area Transisi

Hal
i
i
ii
1
1
2
2
4
5
8
8
10
10
11
11
12
12
13
14
14
16
17
18
18
18
19
19
20
23
23
30
34
35
35
36
37
38
39
39
39

14

Area Pelayanan
Area Utama (Main Area)
Rencana Aktifitas dan Fasilitas Wisata Budaya
Rencana Jalur Wisata Budaya
Rencana Vegetasi
Rencana Blok
Rencana Lanskap Kawasan Wisata Budaya Tionghoa
Rencana Daya Dukung
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

40
40
41
41
42
43
44
49
50
50
50
52

15

DAFTAR TABEL
1 Luas dan Produksi Pertanian dan Perkebunan Desa Riding Panjang
2 Jenis, Metode Pengumpulan dan Sumber Data
3 Jumlah Responden yang Diwawancarai
4 Analisis Seleksi Dusun untuk Kawasan Wisata Budaya Tionghoa
5 Seleksi Dusun untuk Kawasan Wisata Budaya Tionghoa
6 Luas Dusun yang Dijadikan Sebagai Kawasn Wisata Budaya Tionghoa
7 Objek dan Atraksi Wisata Budaya
8 Hasil Analisis Objek dan Atraksi Wisata
9 Aktifitas dan Fasilitas Wisata Budaya Tionghoa
10 Luas dan Persentase Pembagian Ruang
11 Pembagian Ruang Aktifitas dan Fasilitas
12 Rencana Vegetasi pada Tiap Ruang
13 Rencana Daya Dukung

13
15
15
16
20
21
24
32
37
39
41
43
49

DAFTAR GAMBAR
1 Beberapa Gambar Bangunan Berarsitektur Tionghoa di Desa Riding Panjang 2
2 Kerangka Pikir Penelitian
3
3 Kepulauan Bangka
10
4 Peta Lokasi Desa Riding Panjang
11
5 Jalan Desa Riding Panjang
12
6 Peta Lokasi Penelitian
14
7 Klenteng Tionghoa yang Terdapat di Air Dayung dan Sinar Rembulan
19
8 Peta Pembagian Dusun Desa Riding Panjang
20
9 Kuburan Cina Dusun Air dayung dan Sinar Rembulan
22
10 Peta Seleksi Kawasan
22
11 Peta Persebaran Objek dan Atraksi Budaya
24
12 Klenteng Darmajaya Abadi Dusun Air Dayung
25
13 Klenteng Dusun Sinar Rembulan
25
14 Contoh Rumah Tionghoa
26
15 Rumah Tua Tradisional Tionghoa
27
16 Pemakaman Dusun Air Dayung
27
17 Pemakaman Sinar Rembulan
28
18 Pemakaman Batu Tunggal
29
19 Gambaran Lanskap Dusun
30
20 Peta Hasil Analisis obejk dan Atraksi
31
21 Pertunjukan Ronggeng
34
22 Model Jalan Aspal dan Tanah di Desa Riding Panjang
36
23 Kondisi Jalan Desa di Kawasan Wisata Budaya Tionghoa Riding Panjang 36
24 Peta Analisis Aksesibilitas dan Sirkulasi
38
25 Peta Komposit Wisata Budaya Tionghoa
40
26 Rencana Pengembangan Ruang Wisata Budaya
42
27 Rencana Jalur Wisata Budaya Desa Riding Panjang
42
28 Rencana Vegetasi
43
29 Rencana Ruang
44

16

30 Rencana Lanskap Wisata Budaya Tionghoa Desa Riding Panjang
31 Potongan Gerbang Utama
32 Ilustrasi Signage Area Penerimaan
33 Area penerimaan (welcome area)
34 Ilustrasi Tempat Wisata Kuliner
35 Ilustrasi Pusat Informasi

45
47
47
48
48
49

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bangka Belitung merupakan dua pulau yang kaya potensi objek wisata
alam, sejarah, seni dan budaya. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dulunya
merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Selatan, tetapi sejak tahun 2000
menjadi provinsi sendiri. Kedua pulau ini tidak hanya kaya akan kandungan timah
namun juga memiliki kekayaan wisata alam dan wisata budaya yang sangat
potensial untuk dikembangkan.
Pulau Bangka dihuni oleh berbagai macam etnis masyarakat. Selain etnis
Melayu, salah satu etnis yang banyak bermukim di Bangka Belitung adalah
Tionghoa. Orang Tionghoa adalah suku pendatang yang menambah keragaman
budaya yang unik sebagai salah satu ciri khas budaya Bangka Belitung. Karena
itu, terjadi pembauran antara bahasa Bangka dengan bahasa Tionghoa, Dalam
bahasa Bangka disebut dengan orang Tionghoa (orang Cen atau orang Cin).
Menurut catatan Belanda, perpindahan orang Tionghoa ini berlangsung sejak awal
abad ke-18 atau sekitar tahun 1710 Masehi.
Komunitas Tionghoa terbesar di Bangka Belitung berasal dari suku Ke Jia
yang sering disebut sebagai orang Khe dari Propinsi Guang Dong, Tiongkok.
Mereka berangkat dari kampung-kampung di distrik tertentu seperti Sin Neng, San
Wui, Hoi P’eng, dan lain-lain. Perpindahan mereka dari Tionghoa ke Bangka
dilakukan dengan migrasi sistem bedol desa. Sebagian besar mereka berasal dari
satu kampung halaman. Saat pulang kampung ke Tiongkok mereka sendirian,
ketika kembali lagi ke Bangka mereka mengajak kawan dan sanak saudaranya
ikut serta dan hal tersebut terus berlangsung hingga abad ke-20. Awalnya arus
pertama migrasi tersebut tidak disertai kaum wanita dan dengan berjalannya
waktu terjadilah perkawinan campuran antara buruh migran dengan wanita
setempat.
Bertambahnya penduduk Tionghoa ini juga menambah keragaman budaya
di Bangka dan salah satunya berada di Desa Riding Panjang. Tatanan lanskap dan
bangunan yang unik berciri khas bangunan Tionghoa merupakan salah satu ciri
dan contoh kebudayaan Tionghoa di Bangka (Gambar 1). Bentuk dan arsitektur
bangunan yang unik ini dapat dijadikan sebagai salah satu daya tarik wisata
budaya. Keunikan dan kekayaan budaya ini perlu untuk dilestarikan dan salah satu
strategi untuk melestarikannya adalah melalui program wisata budaya. Oleh
karena itu studi ini penting dilakukan untuk memberikan informasi dan gambaran
serta rekomendasi dalam perencanaan lanskap wisata budaya. Perencanaan ini
merupakan salah satu strategi pelestarian supaya budaya Tionghoa serta situs
sejarahnya dapat dilestarikan.

Tujuan

Tujuan umum dari penelitian ini adalah menyusun rencana lanskap wisata
budaya Tionghoa di perkampungan Riding Panjang, Kabupaten Bangka. Tujuan
khusus diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

2

1.

2.

3.

Mengidentifikasi dan menganalisis elemen-elemen lanskap budaya
untuk mendelineasi batas kawasan wisata budaya di Desa Tionghoa di
Desa Riding Panjang.
Mengidentifikasi, memetakan dan menganalisis objek dan atraksi
wisata budaya Tionghoa untuk mengetahui potensi objek dan atraksi
budaya Tionghoa yang ada di Desa Riding Panjang.
Menyusun rencana lanskapkawasan wisata budaya Tionghoa untuk
menjagapelestariannyaagar menjadi salah satu wisata budayaunggulan
di PulauBangka.

Gambar 1 Contoh gambar bangunan berarsitektur Tionghoa di Desa Riding
Panjang.

Manfaat
Manfaat dari penelitian antara lain :
1. Sebagai sarana untuk menerapkan dan memaparkan ilmu yang
dipelajari serta untuk menambah pengetahuan tentang perencanaan
lanskap wisata budaya.
2. Bagi masyarakat, mendapatkan informasi mengenai kekayaan budaya
setempat dan dapat memelihara kelestariaannya.
3. Bagi pemerintah setempat, bermanfaat sebagai bahan masukan dalam
perencanaan dan pengembangan objek wisata budaya yang ada di
Bangka.
4. Bagi Negara Indonesia, bermanfaat sebagai dokumen dan masukan
untuk perencanaan pelestarian dan pengembangan wisata budaya yang
lebih baik lagi.

Kerangka Berpikir
Penelitian ini didasari oleh pentingnya pelestarian lanskap budaya sebagai
salah satu bentuk kekayaan budaya Indonesia. Kawasan budaya Tionghoa ini
belum dikembangkan dengan baik dan dapat sebagai salah satu contoh pelestarian
budaya yang dimiliki oleh Provinsi Bangka Belitung. Perkampungan ini
cenderung dibiarkan berkembang tanpa ada pengawasan dari pemerintah setempat
sehingga akan menyebabkan hilangnya karakter kawasan dan kebudayaan yang
ada dan bernilai tinggi ini.

3

Kerangka pemikiran merupakan metode pengembangan ide serta langkah
yang dilakukan untuk melaksanakan penelitian ini. Pada tahap pertama melakukan
identifikasi objek dan atraksi wisata serta batas kawasan wisata budaya.
Selanjutnya dilakukan analisis aspeksosial dan budaya, biofisik, danaspek wisata
budaya yang akan menghasilkan zona budaya Desa Tionghoa dan zona wisata
budaya Desa Tionghoa. Langkah selanjutnya direncanakan fasilitas dan aktifitas
pendukung wisata. Selanjutnya disusun Rencana Lanskap wisata budaya
Tionghoa di Desa Riding Panjang, Pulau Bangka. Kerangka berfikir penelitian
dapat dilihat pada Gambar 2.
Perkampungan Tionghoa di Desa
Riding Panjang, Bangka

Identifikasi dan deliniasi kawasan

zona budaya Desa Tionghoa

Identifikasi objek dan
atraksi budaya

Analisis aspek fisik dan visual

Analisis aksesibilitas

Zonasi wisata budaya Desa Tionghoa

Fasilitaspendukung wisata

Aktifitas wisata

Rencana lanskap wisata budaya Tionghoa di Desa
Riding Panjang Pulau Bangka
Gambar 2 Kerangka pikir penelitian.

4

TINJAUAN PUSTAKA

Lanskap Budaya
Lanskap budaya merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam dari waktu
ke waktu (Placher dan Rossler, 1995). Lanskap budaya pada beberapa negara di dunia
menonjol sebagai model interaksi antara manusia, sistem sosial dan cara manusia
mengatur ruang. Lanskap budaya dapat teridentifikasi menjadi komponen teraba dan
tidak teraba. Komponen tidak teraba berupa suatu ide dan interaksi yang berdampak
pada persepsi dan pembentukan lanskap, seperti keyakinan yang sudah terlebur dengan
lanskap terkait. Lanskap budaya merupakan cerminan dari budaya yang membentuk
lanskap itu sendiri. Sedangkan lanskap budaya menurut Lewis dalam Melnick (1983)
semua lanskap yang diciptakan oleh manusia memiliki pengertian budaya.Lingkup
lanskap budaya adalah semua lanskap yang sudah mendapat campur tangan manusia.
Melnick (1983) menyatakan bahwa terdapat setidaknya tiga belas komponen
yang merupakan karakter atau identitas lanskap budaya. Ketiga belas komponen
tersebut dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu konteks, organisasi, dan elemen. Uraian
pengelompokan sebagai berikut:
A. Lanskap budaya dalam kelompok konteks:
1. Sistem organisasi lanskap budaya.
2. Kategori penggunaan lahan secara umum.
3. Aktivitas khusus dari pengguna lahan.
B. Lanskap budaya dalam kelompok organisasi:
1. Hubungan bentuk bangun dari elemen mayor alami.
2. Sirkulasi jaringan kerja dan polanya.
3. Batas pengendalian elemen.
4. Penataan tapak.
C.Lanskap budaya dalam kelompok elemen:
1. Hubungan pola vegetasi dengan penggunaan lahan.
2. Tipe bangunan dan fungsinya.
3. Bahan dan teknik konstruksi.
4. Skala terkecil dari elemen.
5. Makam atau tempat simbolik lainnya.
6. Pandangan sejarah dan kualitas persepsi.
Lanskap budaya pada suatu kawasan merupakan cerminan dan identitas
dari suatu kawasan yang dipengaruhi oleh kepercayaan dan gaya hidup manusia
pendahulunya sehingga sebagai arsitek lanskap perlu menjaga dan melestarikan
lanskap budaya agar dapat dipertahankan sebagai warisan budaya. Manusia adalah
salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang mempunyai akal budi. Makhluk Tuhan
yang ada dimuka bumi ini ada empat macam yaitu alam, tumbuhan, binatang dan
manusia. Sifat-sifat yang dimiliki ciptaan Tuhan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Alam memiliki sifat wujud.
2. Tumbuhan memiliki sifat wujud dan hidup.
3. Binatang memiliki sifat wujud, hidup, dan dibekali nafsu.
4. Manusia memiliki sifat wujud, hidup, dibekali nafsu, serta akal budi.
Dengan akal budinya, manusia mampu menciptakan, mengkreasi,
memperlakukan, memperbaharui, memperbaiki, mengembangkan, dan

5

meningkatkan sesuatu yang ada untuk kepentingan hidup manusia. Secara umum,
kebutuhan manusia dalam kehidupan dapat dibedakan menjadi dua. Pertama,
kebutuhan yang bersifat jasmani. Contohnya adalah makan,minum, bernapas,
istirahat, dan seterusnya. Kedua, kebutuhan yang bersifat rohani atau mental atau
psikologi. Contohnya adalah kasih sayang, pujian, rasa aman, kebebasan dan lain
sebagainya (Tarigan, 2005).
Menurut Herimanto dan Winarno (2008), dengan akal budi manusia
mampu menciptakan kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil akal budi
manusia dalam interaksinya, baik dengan alam maupun manusia lainnya. Manusia
merupakan makhluk yang berbudaya. Manusia adalah pencipta kebudayaan.
Lebih lanjut Herimanto dan Winarno (2008) mengemukakan bahwa
budaya sebagai hasil karya manusia sesungguhnya diupayakan untuk memenuhi
unsur keindahan. Budaya yang estetik berarti budaya itu memiliki unsur
keindahan.Keindahan secara luas dapat diartikan sebagai keindahan yang
mengandung nilai kebaikan. Secara sempit yaitu indah yang terbatas pada lingkup
persepsi penglihatan. Disinilah manusia berusaha berestetika dalam berbudaya.
Semua kebudayaan pastilah dipandang memiliki nilai-nilai estetika bagi
masyarakat pendukung budaya tersebut.
Namun, suatu produk budaya yang dipandang indah oleh masyarakat
pemiliknya belum tentu indah bagi masyarakat budaya lain. Oleh karena itu,
estetika berbudaya harus memenuhi nilai-nilai keindahan. Lebih dari itu, estetika
berbudaya mensyaratkan perlunya manusia (individu atau masyarakat) untuk
menghargai keindahan budaya yang dihasilkan manusia lainnya. Keindahan
adalah subjektif, tetapi itu dapat dilepas dengan dengan melihat adanya estetika
dari budaya lain.

Pelestarian Lanskap Budaya
Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2001), pelestarian lanskap bersejaraha
dalah usaha manusia untuk melindungi peninggalan atau sisa budaya dan sejarah
terdahulu yang bernilai dari berbagai perubahan negatif yang merusak
keberadaannya atau nilai yang dimilikinya. Tujuan dari upaya ini adalah untuk
memberikan kualitas kehidupan masyarakat yang lebih baik berdasar kekuatan
aset-aset budaya lama, dan melakukan pencangkokan program-program yang
menarik dan kreatif, berkelanjutan, partisipatif dengan memperhitungkan estimasi
ekonomi. Nurisjah dan Pramukanto (2001) juga mengemukakan bahwa tujuan
pelestarian lanskap terkait dengan aspek dan budaya secara lebih spesifik adalah
untuk :
1. Mempertahankan warisan budaya/sejarah yang memiliki karakter
spesifik suatu kawasan, seperti Jalan Malioboro di Yogyakarta,
berbagai kawasan/areal Pecinan, kota-kota peninggalan budaya/sejarah
terdahulu.
2. Menjamin terwujudnya ragam dan kontras yang menarik dari suatu
kawasan tertentu yang relatif modern akan memiliki kesan visual dan
sosial yang berbeda.
3. Memenuhi kebutuhan psikis manusia, untuk dapat melihat dan
merasakan eksistensi dalam alur kesinambungan masa lampau-masa

6

kini-masa depan yang tercermin dalam objek/lanskap untuk selanjutnya
dikaitkan dengan harga diri, percaya diri, dan sebagai identitas diri
suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu.
4. Menjadikan motivasi ekonomi, dapat mendukung perekonomian
kota/daerah bila dikembangkan sebagai kawasan tujuan wisata.
5. Menciptakan simbolisme sebagai manifestasi fisik dari identitas suatu
kelompokmasyarakat tertentu.
Selanjutnya Nurisjah dan Pramukanto (2001) juga mengemukakan
beberapa pilihan bentuk tindakan teknis yang umumnya dilakukan dalam upaya
pengelolaan lanskap bersejarah, yaitu sebagai berikut :
1. Adaptive use (penggunaan adaptif)
Mempertahankan dan memperkuat lanskap dengan mengakomodasikan
berbagai penggunaan, kebutuhan, dan kondisi masa kini. Kegiatan model ini
memerlukan pengkajian yang cermat dan teliti terhadap sejarah, penggunaan,
pengelolaan dan faktor lain yang turut berperan dalam pembentukan lanskap
tersebut. Pendekatan ini akan memperkuat arti sejarah dan memepertahankan
warisan sejarah yang terdapat pada lanskap itu dan mengintergrasikannya
dengan kepentingan, penggunaan dan kondisi sekarang yang relevan.
2. Rekonstruksi
Pembangunan ulang suatu bentuk lanskap, baik secara keseluruhan atau
sebagian dari tapak asli, yang dilakukan pada kondisi :
a. Tapak tidak dapat bertahan lama pada kondisi yang asli atau mulai hancur
karena faktor alam.
b. Untuk menampilkan suatu babakan sejarah tertentu
c. Lanskap yang hancur sama sekali sehingga tidak terlihat seperti kondisi
aslinya.
d. Karena alasan kesejarahan yang harus ditampilkan seperti artis, simbolis dan
wisata. Pendekatan ini dapat diterapkan bila memenuhi syarat :
Sudah tidak terdapat lagi peninggalan bersejarah, baik yang disebabkan
karena hilang, hancur, rusak atau berubah.
Data sejarah, arkeologi, etnografis, dan lanskap memungkinkan
pelestarian dapat dilakukan secara akurat dengan persyaratan minimal.
Rekonstruksi dilakukan pada lokasi tapak asli (original site)
Tindakan yang dilakukan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap
sumber daya lain.
Alternatif kebijakan dan studi kelayakan sudah dipertimbangkan dan
pilihan alternatif dilakukan sejauh hanya untuk kepentingan tertentu,
yaitu agar dapat memperlihatkan kepada masyarakat akan suatu makna
sejarah dan untuk meningkatkan apresiasi terhadap nilai-nilai tersebut.
3. Rehabilitasi
Merupakan tindakan untuk meperbaiki utilitas, fungsi atau penampilan suatu
lanskap bersejarah. Dalam kasus ini, keutuhan lanskap dan struktur/susunannya
secara fisik dan visual serta nilai yang terkandung harus dipertahankan.
Tindakan ini dilakukan dengan pertimbangan terhadap kenyamanan,
lingkungan, sumber daya alam, dan segi administratif.
4. Restorasi
Merupakan model pelestarian yang paling konservatif, yaitu pengembalian
penampilan lanskap pada kondisi aslinya dengan upaya mengembalikan

7

penampilan sejarah dari lanskap ini sehingga apresiasi terhadap karya lanskap
ini tetap ada. Tindakan ini dilakukan melalui penggantian atau pengadaan
elemen yang hilang atau yang tidak ada, atau menghilangkan elemen tambahan
yang mengganggu. Tindakan ini dapat dilakukan secara keseluruhan (murni)
atau hanya sebagian.
5. Stabilisasi
Merupakan tindakan dalam melestarikan lanskap atau objek yang ada dengan
memperkecil pengaruh negatif (seperti gangguan iklim, deterioration, dan
suksesi alam) terhadap tapak.
6. Konservasi
Merupakan tindakan yang pasif dalam upaya pelestarian untuk melindungi
suatu lanskap bersejarah dari kehilangan atau pelanggaran atau pengaruh yang
tidak tepat. Tindakan ini bertujuan untuk melestarikan apa yang ada saat ini,
mengendalikan tapak sedemikian rupa untuk mencegah penggunaan lahan yang
tidak sesuai dengan kemampuan dan daya dukung serta mengarahkan
perkembangan di masa depan. Untuk memperkuat karakter spesifik yang
menjiwai lingkungan/tapak dan menjaga keselarasan antara lingkungan lama
dan pembangunan baru mendekati perkembangan aspirasi masyarakat. Dasar
tindakan yang dilakukan umumnya adalah hanya untuk tindakan pemeliharaan.
7. Interpretasi
Merupakan usaha pelestarian mendasar untuk mempertahankan lanskap
asli/alami secara terpadu dengan usaha yang dapat menampung kebutuhan dan
kepentingan baru serta berbagai kondisi yang akan dihadapi masa ini dan yang
akan datang. Pendekatan pelestarian dengan tindakan interpretasi ini mencakup
pengkajian terhadap tujuan desain dan juga penggunaan lanskap
sebelumnya.Desain yang baru haruslah mampu untuk memperkuat integritas
nilai historis lanskap ini dan pada saat yang bersamaan juga
mengintegrasikannya dengan program kegiatan tapak yang baru
diintroduksikan.
8. Period setting, replikasi dan imitasi
Merupakan tindakan penciptaan suatu tipe lanskap pada tapak tertentu yang
non orginial site. Tindakan ini memerlukan adanya data dan dokumentasi yang
dikumpulkan dari tapak serta berbagai pengkajian akan sejarah tapaknya
sehingga pembangunan lanskap tersebut akan sesuai dengan suatu periode yang
telah ditentukan sebelumnya (rencana baru). Penerapannya umumnya tidak
secara luas tetapi hanya untuk situasi atau kasus tertentu.
9. Release
Merupakan tindakan pengelolaan yang memperbolehkan adanya suksesi alam
yang asli. Misalnya diperbolehkannya vegetasi menghasilkan suatu produk
tertentu secara alami pada suatu lanskap sejauh tidak merusak keutuhan atau
merusak nilai historiknya. Tetapi tindakan ini memiliki kekurangan karena
dapat memberikan andil terhadap kemungkinan hilang atau terhapusnya arti
dan nilai sejarah dari lanskap dalam sistem budaya tersebut.
10. Replacement
Merupakan tindakan substitusi atas suatu komuniti biotik dengan lainnya.
Misalnya penggunaan jenis tanaman penutup tanah (ground cover) yang dapat
menampilkan bentukan lahan. Contoh yang lain adanya substitusi spesies
dengan spesies lain yang berkarakter sama pada tamantaman barat. Hal yang

8

sama tidak dapat dilakukan pada taman timur karena taman timur memiliki
nilai spiritual sehingga tidak dapat disubstitusikan atau digantikan dengan
spesies lain.

Kawasan Wisata Budaya
Wisata merupakan kumpulan aktivitas, layanan, industri yang
menyediakan pengalaman dalam perjalanan/ travel yaitu transportasi, akomodasi,
makanan-minuman, toko-toko, hiburan, fasilitas kegiatan dan layanan ramah lain
yang tersedia bagi perorangan maupun kelompok yang melakukan perjalanan jauh
dari tempat tinggalnya. Menurut Suwantoro (2004), definisi luas pariwisata adalah
perjalanan ke suatu tempat lain, bersifat sementara, dilakukan dengan berbagai
kepentingan antara lain ekonomi, sosial, kebudayaan, politik, agama, kesehatan
maupun kepentingan lain.
Menurut Yoeti (1997) wisata budaya adalah jenis pariwisata dimana
motivasi orang-orang untuk melakukan perjalanan dikarenakan adanya daya tarik
seni budaya suatu tempat atau daerah. Wisata budaya merupakan perjalanan yang
dilakukan atas dasar keinginan untuk memperluas pandangan hidup seseorang
dengan jalan mengadakan kunjungan atau peninjauan ke tempat lain atau luar
negeri untuk mempelajari keadaan rakyat, kebiasaan dan adat istiadat mereka,
cara hidup mereka, budaya dan seni mereka. Wisata budaya merupakan wisata
yang daya tariknya bersumber dari obyek kebudayaan, seperti peninggalan
sejarah/ purbakala, museum, atraksi kesenian, peristiwa khusus, obyek lain yang
berkaitan dengan obyek wisata budaya.

Perencanaan Lanskap
Tarigan (2005) menyatakan perencanaan adalah menetapkan suatu tujuan
dan memilih langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Kesulitan dalam perencanaan adalah apabila ada faktor luar yang berpengaruh
dalam pencapaian tujuan. Faktor luar bersifat eksternal dan tidak dapat diatur dan
dikendalikan.Dalam tahapan ini Tarigan (2005) mengatakan perencanaan adalah
menetapkan suatu tujuan setelah memperhatikan pembatas internal dan pengaruh
eksternal, memilih, serta menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan
tersebut.
Faktor-faktor yang cukup besar yang tidak dapat dikendalikan, peranannya
terkadang cukup besar. Dalam menanggapi masalah ini harus dibuat proyeksi atau
peramalan atas berbagai variabel yang nanti turut berpengaruh terhadap sasaran
yang ingin dicapai.Yang diramalkan bukan hanya faktor internal tetapi juga faktor
eksternal. Dengan demikian perencanaan adalah mengetahui dan menganalisis
kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor yang noncontrollable yang relevan, memperkirakan faktor-faktor pembatas, menetapkan
tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, serta mencari langkahlangkah untuk mencapai tujuan tersebut (Tarigan, 2005).
Menurut Conyers dan Hills (1994) dalam Arsyad (1999), perencanaan
adalah suatu proses yang berkesinambungan yang mencakup keputusan-keputusan
atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumberdaya untuk mencapai

9

tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan datang. Berdasarkan defenisi diatas,
Arsyad (1999) berpendapat ada empat elemen dasar perencanaan yaitu :
1. Merencanakan berarti memilih.
2. Perencanaan merupakan alat pengalokasian sumber daya.
3. Perencanaan merupakan alat untuk mencapai tujuan.
4. Perencanaan berorientasi ke masa depan.
Dalam perencanaan lanskap dibutuhkan juga perencanaan ruang dan
wilayah. Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1996), ruang adalah wadah yang
meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara ; termasuk didalamnya air,
tanah atau lahan, udara dan benda lainnya serta daya dan keadaan, sebagai suatu
kawasan wilayah tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan
kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Setiap rencana tata ruang
harus mengemukakan kebijakan makro pemanfatan ruang berupa:
1. Tujuan pemanfaatan ruang.
2. Struktur dan pola pemanfaatan ruang.
3. Pola pengendalian pemanfaatan ruang.
Perencanaan ruang wilayah adalah perencanaan penggunaan atau
pemanfaatan ruang wilayah yang intinya adalah perencanaan penggunaan lahan
(land use planning) dan perencanaan pergerakan pada ruang tersebut.
Perencanaan pemanfaatan ruang wilayah adalah agar pemanfaatan itu dapat
memberikan kemakmuran yang sebesar-besarnya kepada masyarakat baik jangka
pendek maupun jangka panjang termasuk menunjang daya pertahanan dan
terciptanya keamanan.
Menurut Nurisjah dan Pramukanto (1995) perencanaan daerah kawasan
bersejarah dan bangunan arsitektural harus dilakukan secara menyeluruh dengan
mempertimbangkan bagian-bagian lain dari kota atau lokasi dimana obyek
tersebut berada, dan juga permasalahan fisik, ekonomi dan sosial dari daerah
tersebut. Beberapa hal yang penting diperhatikan dalam perencanaan kawasan
bersejarah, yaitu:
1. Mempelajari hubungan antara daerah bersejarah dengan daerah dan
lingkungan sekitarnya.
2. Memperhatikan keharmonisan antar daerah dengan tapak yang
direncanakan.
3. Menjadikan obyek menarik.
4. Merencanakan obyek sehingga menghasilkan suatu tapak yang dapat
menampilkan masa lalunya.
Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata budaya pada hakekatnya adalah
usaha pemanfaatan seni budaya sebagai tempat/sasaran wisata. Daya tarik wisata
budaya dapat berupa adat yang unik, tata cara kehidupan sosial yang khas, hasilhasil kerajinan tangan dan seni arsitektural bangunan serta cerita sejarah itu
sendiri yang menarik bagi para pengunjung atau wisatawan dan sebagai sarana
pengenalan budaya.

10

KONDISI UMUM WILAYAH

Pulau Bangka
Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terdiri dari wilayah daratan
dan laut dengan luas seluruhnya 18.725 km2. Luas wilayah daratan lebih kurang
16.424 km2 atau 20,10% dari luas keseluruhan, terdiri dari luas daratan
Kabupaten Bangka 11.534,14 km2, Kabupaten Belitung 4.800,60 km2. Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung merupakan gugusan dari 2 (dua) pulau besar yaitu
Pulau Bangka dan Pulau Belitung, sehingga daerah ini disebut Kepulauan
Bangka Belitung.
Letak geografis Pulau Bangka terdapat dipesisir timur Sumatera bagian
selatan yaitu 1°20’-3°7 Lintang Selatan dan 105° - 107° Bujur Timur memanjang
dari barat laut ke tenggara sepanjang ± 180 km. Pulau ini terdiri dari rawa-rawa,
daratan rendah, bukit-bukit. Pada puncak bukit terdapat hutan lebat, sedangkan
pada daerah rawa terdapat hutan bakau. Keistimewaan pantainya dibandingkan
dengan daerah lain yaitu pantai yang terdapat di Pulau Bangka landai berpasir
putih dengan dihiasi hamparan batu granit. Penelitian yang dilakukakan terdapat
di Kabupaten Bangka. Jumlah penduduk Kabupaten Bangka pada tahun 2011
sebanyak 297.091 jiwa dan luas daerah Kabupaten Bangka ± 2.950,68 km2.Peta
Kabupaten Bangka dapat dilihat pada Gambar3.

Gambar 3 Kepulauan Bangka (Sumber : Pemerintah Kabupaten Bangka, 2012).
Batas Kepulauan Bangka adalah sebagai berikut
- Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Bangka.
- Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Karimun.
- Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Natruna.
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Jawa.

Desa Riding Panjang
Desa Riding Panjang terletak disebelah selatan dari kabupaten Bangka.
Desa ini merupakan salah satu tempat tinggal orang etnis Tionghoa yang datang

11

dari Cina.Penduduk asli (Melayu) ditempat ini menjadi kelompok yang minoritas.
Orang Tionghoa berkembang sangat pesat di Desa ini disebabkan karena
bertambahnya penduduk Tionghoa yang datang dari Cina. Mereka menetap dan
bertempat tinggal di Desa ini. Peta Desa Riding Panjang dapat dilihat pada
Gambar 4.

Gambar 4 Peta lokasi Desa Riding Panjang.
(Sumber: Pemerintah Kabupaten Bangka, 2012)

Lokasi, Batas, dan Luas Wilayah Desa Riding Panjang
Desa Riding Panjang terdiri dari 7 Dusun yaitu dusun Riding Panjang, Air
Dayung, Sinar Rembulan, Batu Tunggal, Batu Amper, TebingTinggi I, dan
Tebing Tinggi II. Desa ini berbatasan dengan Desa Dwi Makmur sebelah Utara,
sebelah Selatan berbatasan dengan Dusun Desa Kimak, sebelah barat berbatasan
dengan Desa Jurung dan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Baturusa. Luas
Desa Riding Panjang ini adalah ± 47.141 ha (Profil Desa, 2010).

Sirkulasi dan Tranportasi
Sarana tranportasi umum yang tersedia di Desa Riding Panjang saat ini
terdiri dari angkutan pedesaan dan truck umum. Transportasi yang ada ditunjang
dengan jalan aspal untuk kelancaran berjalannya aktifitas warga. Bus atau
angkutan lainnya belum tersedia di desa ini.
Jalur sirkulasi di Desa Riding Panjang berupa sirkulasi darat. Sirkulasi
darat yang ada seperti jalan desa, jalan setapak dan jalan kecamatan. Jalan desa
dengan aspal sepanjang 11,85 km, dan panjang jalan tanah/yang belum di aspal
sepanjang 7 km dan jalan setapak sepanjang 200 m. Sedangkan jalan kecamatan/
jalan antar desa terdiri dari jalan 3 km dan jalan tanah 6 km. Sirkulasi untuk
pejalan kaki seperti trotoar atau pedestrian belum tersedia atau belum disediakan
oleh pemerintah setempat (Profil Desa Riding Panjang, 2011). Kondisi jalur jalan
di Desa Riding Panjang dapat dilihat pada Gambar 5.

12

Jalan aspal
Jalan tanah
Gambar 5Jalan Desa Riding Panjang.

Penggunaan Lahan
Luas lahan Desa Riding Panjang ± 47.141 ha yang merupakan lahan
kering dan basah. Lahan kering digunakan untuk pemukiman seluas 6.429 ha dan
fasilitas umum seperti kantor desa, lapangan, perkantoran dan lainnya terdiri dari
19.098 ha. Untuk lahan pertanian seluas 7,95 ha, perkebunan 12.333,05 dan lahan
basah 9.273 ha. Jenis-jenis tanaman pangan dan perkebunan dapat dilihat pada
Tabel 1. Penggunaan lahan basah seperti rawa digunakan untuk perikanan dan
cadangan air yang di gunakan untuk air mandi dan mencuci pakaian. Lahan yang
digunakan untuk tambak ikan seluas 3 ha.

Kondisi Sosial dan Ekonomi
Potensi desa adalah kekuatan atau sumber daya yang dimiliki oleh desa
untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Sumber daya desa
yang dimaksud meliputi sumber daya alam,sumber daya manusia, kelembagaan,
dan prasarana dan sarana. Desa Riding Panjang masih dipengaruhi oleh tokohtokoh masyarakat serta agama dalam menyampaikan masukan atau kritikan untuk
keberlangsungan pemerintahan desa. Berdasarkan data kependudukan, jumlah
penduduk Desa Riding Panjang sampai bulan Oktober 2011 berjumlah 2648 jiwa
dengan jumlah kepala keluarga (KK) berjumlah ± 792 KK (Profil Desa Riding
Panjang, 2011).
Kondisi ekonomi masyarakat Desa Riding Panjang secara ekonomis
berkecukupan. Mata pencaharian mayoritas penduduk Desa Riding Panjang
adalah penambang timah (tambang ilegal), pedagang, karyawan swasta, dan
sebagian kecil pegawai negeri sipil (PNS). Pekerjaan lain yang dilakukan
masyarakat Desa Riding Panjang adalah berkebun seperti lada, kelapa, coklat dan
buah-buahan.
Penduduk Desa Riding Panjang masih menjunjung tinggi adat istiadat
yang masih berlaku turun temurun dari dahulu misalnya sepintu sedulang.
Sepintu sedulang merupakan semboyan dan moto masyarakat Bangka yang
bermakna adanya persatuan dan kesatuan serta gotong royong. Ritual adat ini
adalah satu kegiatan penduduk pulau Bangka pada waktu pesta desa membawa
dulang berisi makanan untuk dimakan tamu. Kepercayaan yang dianut oleh

13

masyarakat Desa Riding Panjang juga sangat beragam seperti agama Islam,
Kristen, Katolik, Budha, dan Khonghucu.
Tabel 1 Luas dan produksi pertanian dan perkebunan Desa Riding Panjang
No
1

2

3

Tanaman Pertanian dan Perkebunan
Tanaman pangan
a. Cabe
b. Kacang panjang
c. Mentimun
d. Ubi jalar
e. Ubi kayu
f. Sawi
g. Terong
Buah-buahan
a. Duku
b. Durian
c. Jeruk
d. Mangga
e. Nenas
f. Pepaya
g. Pisang
h. Rambutan
i. Semangka
Tanaman perkebunan
a. Cengkeh
b. Coklat
c. Karet
d. Kelapa
e. Kelapa sawit
f. Lada

Luas (ha)

Hasil (ton/ha)

0.5
0.5
1
0.2
3.5
1.25
1

0.2
0.5
1.5
0
9
2.5
1

0.2
3
5
0.3
0.5
0.2
1
2
2

2
1.5
8
0.2
1
0.2
1.3
3.5
40

0.2
1
5
7
10
12

0.02
0.1
0.5
0.7
1
1.2

Sumber : Profil Desa, 2010

METODOLOGI
Tempat dan Waktu Studi
Studi ini dilakukan di Desa Riding Panjang, Kecamatan Merawang
Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung. Luas total Desa Riding Panjang
adalah 47.141 ha dan luas total kawasan penelitian adalah 107.2 ha. Kegiatan
penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2012, berlangsung
selama 5 bulan sampai tahap penyusunan skripsi. Peta orientasi lokasi dan daerah
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6.

14

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.
(Sumber : Pemerintah Kabupaten Bangka, 2012)

Metode Perencanaan Lanskap
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui dua cara yaitu studi lapang dan studi
pustaka. Studi lapang dilakukan untuk mendapatkan data primer sedangkan studi
pustaka untuk mendapatkan data sekunder. Data yang dikumpulkan berupa aspek
biofisik dan sosial yang berhubungan dengan lanskap budaya Tionghoa dan
lanskap pendukung wisata.
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari tapak melalui
pengamatan dan pengukuran, Pengambilan gambar atau foto. Untuk pengumpulan
data sosial dilakukan melalui wawancara dan penyebaran kuisioner (Lampiran 1).
Data sekunder diperoleh dari studi pustaka. Jenis data yang diperlukan untuk studi
ini berupa data fisik, biofisik, data sosial dan kesejarahan. Jenis, bentuk dan
sumber data dapat dilihat pada Tabel 2. Alat yang digunakan untuk pengumpulan
data dalam penelitian ini adalah kamera digital, GPS, alat ukur, alat tulis gambar
dan komputer.

15

Tabel 2 Jenis, metode pengumpulan dan sumber data
Jenis data
Metode
A. Data Fisik dan Visual
1. View (visual)
2. Tata guna lahan
B. Data Demografi
1. Etnik
2. Agama
3. Pendidikan
4.Jumlah penduduk
5. Mata pencaharian
C. Data Kebudayaan dan Sejarah
1.Sejarah terbentuknya perkampungan Tionghoa
2. Aktifitas budaya
3. Kesenian tradisional
4. Adat istiadat dan kepercayaan
5. Bangunan dan site furniture
D. Data Wisata
1.Obyek wista
2. Atraksi wisata
3. Aksesibilitas jalur lalu lintas
4. Fasilitas pendukung wisata

Sumber data

Survey, studi
pustaka
Observasi, studi
pustaka dan
kuisioner

Lapangan dan
literatur
Lapangan, pustaka,
masyarakat dan
pemerintah setempat

Observasi,
wawancara dan
studi pustaka

Lapangan, pustaka,
kepala adat,
pemerintah
setempat, dan
masyarakat sekitar

Observasi.
wawancara dan
studi pustaka

Lapangan, pustaka
dan masyarakat

Wawancara dilakukan dengan teknik pemilihan responden secara sengaja
(purposive sampling) dengan pertimbangan responden adalah pengguna atau
pengelola lahan atau orang yang mengetahui situs-situs budaya atau tempattempat yang dijadikan sebagai pusat budaya, dan adat istiadat dan pemakaman
dikawasan Desa Riding Panjang. Ada 2 tipe dan tujuan dari wawancara yang
dilakukan yaitu untuk mengetahui kesejarahan dan mengetahui keinginan dan
harapan masyarakat terhadap wisata budaya yang akan dikembangkan. Jumlah
responden yang diwawancarai berjumlah 4 (empat) orang yaitu Bapak Junaidi, Sin
Fut, Ahian dan Thom Chong Kung (Tabel 3). Informasi yang diharapkan
diperoleh dari empat reponden yang diwawancarai ini adalah informasi mengenai
sejarah, klenteng dan kegiatan masyarakat Dusun Air Dayung, Sinar Rembulan
dan Batu Tunggal.
Kuisioner yang disebar kepada responden sebanyak 45 (empat puluh lima)
orang dengan sengaja memilih responden berdasarkan arahan kepala dusun
dimana responden dianggap dapat menjawab pertanyaan yang ada dalam
kuisioner. Kuisioner disebar ke tiga dusun yaitu Dusun Air Dayung, Sinar
Rembulan, dan Batu Tunggal. Kuisioner yang disebar berjumlah 45 dan yang
kembali sebanyak 39 buah (86.66%). Tujuan dari wawancara dan penyebaran
kuisioner ini adalah untuk mengetahui keinginan dan harapan untuk
pengembangan kawasan sebagai objek wisata budaya dan untuk mengetahui
kesiapan warga setempat jika desa dijadikan sebagai objek wisata budaya
Tionghoa.
Tabel 3 Responden yang diwawancarai
Nama
Junaidi
Sinfut
Ahian
Thom Chong Kung

Keahlian
Kepala dusun
Pengurus klenteng
Penatuah dan pengurus klenteng
Kepala Dusun

Tempat tinggal
Dusun Air Dayung
Dusun Air Dayung
Dusun Sinar Rembulan
Dusun Batu Tunggal

16

Metode Analisis
Data dan informasi yang dikumpulkan selanjutnya dianalisis. Analisis
dilakukan untuk seleksi tapak dan aspek yang berperan terhadap tapak sehingga
diketahui potensi dan kendala tapak guna menunjang rencana lanskap wisata
budaya Tionghoa di Desa Riding Panjang. Ada tiga aspek ayang dianalisis yaitu
seleksi untuk kawasan wisata budaya, kepariwisataan, dan aspek sosial budaya
(harapan masyarakat).
Analisis dilakukan untuk menentukan batas wilayah yang akan
dikembangkan sebagai wilayah wisata budaya Tionghoa. Analisis yang dilakukan
adalah analisis deskriptif dan spasial. Adapun kriteria yang digunakan untuk
menganalisis adalah komunitas Tionghoa, artifak budaya Tionghoa, suasana
budaya Tionghoa, aksesibilitas, visual. Selanjutnya data dinilai dengan teknik
skoring. Nilai/skoring yang diberikan adalah nilai 1 (buruk), nilai 2 (sedang), nilai
3 (baik). Semua data yang dianalisis hasilnya akan dijumlahkan sehingga didapat
nilai totalnya yang digunakan untuk mendapatkan nilai untuk menentukan batas
kawasan wisata budaya Tionghoa yang akan direncanakan. Selanjutnya hasil
analisis yang didapat akan diterjemahkan secara spasial. Sehingga mendapat
gambaran dalam langkah awal membuat rencana lanskapnya. Kriteria analisis
dapat dilihat pada Tabel 4.
Analisis aspek kepariwisataan terdiri dari analisis data potensi lanskap,
objek dan atraksi yang ada dalam kawasan, fasilitas pendukung serta aksesibilitas.
Analisis yang dilakukan adalah analisis deskriptif dan spasial. Analisis
kepariwisataan yang dilakukan juga menggunakan wawancara. Adapun responden
yang diwawancarai adalah kepala dusun, pengelola klenteng dan penatuah atau
kepala adat. Analisis terhadap kepariwisataan bertujuan untuk menentukan ruang
wisata dalam kawasan. Hasil analisis ini menentukan kelayakan daerah. Dengan
menggunakan metode overlay dari data objek dan atraksi budaya, aspek fisik dan
aksesibilitas akan dihasilkan zona wisata budaya Tionghoa. Selanjutnya membuat
rencana aktifitas wisata, fasilitas pendukung wisata dan jalur wisata yang
menghasilkan rencana lanskap wisata budaya Tionghoa di Desa Riding Panjang
Pulau Bangka.
Tabel 4 Analisis seleksi dusun untuk kawasan wisata budaya Tionghoa
Dusun

Komunitas
Tionghoa

Artifak
budaya
Tionghoa **

Suasana
Budaya
Tionghoa

Aksesibilitas

Visual

Nilai

Riding Panjang *
Air Dayung
Sinar Rembulan
Batu Tunggal
Batu Amper
Tebing Tinggi I
Tebing Tinggi II

Sumber : Siti Nurisjah dan Q. Pramukanto, 2001
Keterangan : ** Penilaian utama, * Pusat desa, nilai setiap kriteria yaitu 1 (baik/tinggi), 2
(sedang/cukup) , atau 3 (kurang/tidak)

17

Analisis aspek sosial budaya dilakukan terhadap data yang didapatkan dari
hasil wawancara dan kuisioner dengan pengelola klenteng/situs budaya dan
masyarakat yang terkait pengembangan dan pelestarian kawasan Desa Riding
Panjang (Dusun Air Dayung, Sinar Rembulan dan Batu Tunggal) sebagai
kawasan wisata sejarah Tionghoa. Data yang dihasilkan dari wawancara dan
kuisoner diharapkan dapat memberikan data pendukung untuk mengetahui
pengetahuan masyarakat terhadap sejarah desa dan keadaan tapak, serta kesiapan
masyarakat apabila desa ini dijadikan sebagai salah satu daerah wisata budaya
Tionghoa di Kabupaten Bangka. Hasilnya ditulis secara deskriptif dan tabular
untuk menjelaskan kondisi sosial budaya masyarakat dan persepsi mereka
terhadap pengembangannya tapak sebagai wisata sejarah budaya Tionghoa.
Boulon dalam Siti Nurisjah et.al, (2003), rumus daya dukung kawasan
wisata alam yang diperhitungkan berdasar standar rata-rata individu dalam
m2/orang. Rumus analisis daya dukung dapat dihitung dengan menggunakan
rumus:

Keterangan:
DD = daya dukung
A = luas area yang digunakan (m²)
S = standar rata-rata individu
T = total hari kunjungan yang diperkenankan
K = koefisien rotasi
N = jam kunjungan per hari area yang diijinkan
R = rata-rata waktu kunjungan
Sintesis
Tahap sintesis merupakan tahap lanjutan setelah dilakukan analisis
terhadap tiga aspek yang dianalisis. Hasil yang diperoleh dari tahap analisis
dikembangkan sebagai masukan untuk mendapatkan hasil perencanaan yang
sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Kendala pada tapak dicari penanggulangan
yang terbaik yang sesuai dengan tujuan studi dan kondisi tapak sehingga tujuan
perencanaan tercapai. Potensi yang terdapat dalam tapak diperhitungkan juga
dampak perencanaan yang akan dilakukan.
Hasil tahap sintesis akan didapatkan dan disajikan dalam rencana tata
ruang yang menggambarkan zona/ruang fungsional untuk wisata budaya. Pada
tahap ini akan dibuat konsep perencanaan yang meliputi konsep dasar dan konsep
pengembangan. Rencana blok atau tata ruang ini merupakan awal untuk
merencanakan lanskap wisata budaya.

18

Perencanaan Lanskap
Perencanaan lanskap merupakan tahap penerapan dan pengembangan
konsep yang menghasilkan rencana lanskap. Tahap ini akan menghasilkan
rencana lanskap wisata budaya Tionghoa di perkampungan Riding Panjang yang
menggambarkan pengembangan tapak sebagai suatu lanskap wisata budaya.
Rencana lanskap budaya Tionghoa dihasilkan dari data yang dianalisis yang
menghasilkan konsep dan pengembangannya dalam bentuk sintesis. Tahap ini
akan disusun rencana program jalur interpretasi, rencana aktifitas wisata, serta
fasilitas pendukung wisata yang dituangkan dalam gambar rencana lanskap dan
ilustrasi pendukungnya.

Keluaran Studi
Hasil dari studi ini adalah rencana lanskap wisata budaya Tionghoa di
Desa Riding Panjang, Pulau Bangka. Studi ini akan memberikan gambaran untuk
pelestarian budaya Tionghoa melalui perencanaan kawasan wisata budaya.
Penelitian ini juga menghasilkan rekomendasi untuk merencanakan satu kawasan
wisata budaya yang menarik dan dalam pengembangannya tidak menghilangkan
nilai budayanya. Hasil dari studi perencanaan lanskap sebagai kawasan wisata
budaya meliputi :
1