Rainfall occurence modeling with dynamic bayesian networks (Case study: rainfall occurence in Indramayu)

(1)

PEMODELAN KEJADIAN HUJAN

DENGAN

DYNAMIC BAYESIAN NETWORKS

(Studi Kasus: Kejadian Hujan di Wilayah Indramayu)

EPA ELFITRIADI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemodelan Kejadian Hujan dengan Dynamic Bayesian Networks (Studi Kasus: Kejadian Hujan di Wilayah Indramayu) adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2011

Epa Elfitriadi


(3)

(4)

ABSTRACT

EPA ELFITRIADI. Rainfall Occurence Modeling with Dynamic Bayesian Networks (Case Study: Rainfall Occurence in Indramayu). Under direction of

ERFIANI and AJI HAMIM WIGENA.

The objective of this research was to build Dynamic Bayesian Networks (DBN) model for modeling time series data and to predict occurence of dry, normal and wet month in Indramayu, West Java.

DBN is the extention of Bayesian Networks (BN) considering a sequence of time slices corresponding to different snapshots in time of the same static BN, connected by temporal links. BN itself is a direct acyclic graph in which nodes represent random variables and edges indicate conditional dependencies among them. Thus, DBN can represent spatial and temporal dependences among variables. In this research, a discrete DBN model was constructed by learning network structures and parameters from the real data. Criteria for learning are introduced by a Bayesian networks viewpoint. In this case, K2/K3 algorithm and Adaptive Importance Sampling - Bayesian Network (AIS-BN) were used as learning algorithm. The research use rainfall data in 1997 to 2008 from 14 stations at Indramayu, West Java. It was categorized into 3 states: dry (0-100 mm), normal (100-200 mm), and wet (above 200 mm). The result shows DBN could model rainfall data from 14 stations which considered spatial and temporal dependences. The state probabilities of stations could be read from conditional probability of networks and it could be changed by instanted an evidence from other station. The state occurrences prediction of 12 months in 2008 by DBN model shows 12 of 14 stations have a value greater than 75% of accuracy. The accuracy measured by way of transformed Hellinger Distance.

Keywords : dynamic bayesian network, learning algorithm, rainfall, Hellinger distance.


(5)

(6)

RINGKASAN

EPA ELFITRIADI. Pemodelan Kejadian Hujan dengan Dynamic Bayesian Networks (Studi Kasus: Kejadian Hujan di Wilayah Indramayu). Dibimbing oleh

ERFIANI and AJI HAMIM WIGENA.

Ketersediaan informasi kondisi hujan yang baik semakin dibutuhkan terutama ketika ketidakteraturan perilaku iklim semakin meningkat intensitas, frekuensi dan durasinya. Berbagai metode yang digunakan untuk memprediksi kondisi iklim seperti Markov Chains, Auto-Regressive, dan Neural Networks

umumnya tidak melibatkan pengaruh spasial yang mungkin terjadi antar wilayah pengamatan hujan. Bayesian Networks (BN) hadir sebagai metode yang dapat menggambarkan adanya hubungan spasial tersebut. BN merupakan salah satu metode yang handal dalam dunia kecerdasan buatan. Tetapi BN memiliki keterbatasan karena tidak dirancang untuk dapat menggambarkan secara eksplisit hubungan temporal yang terkandung dalam data deret waktu sehingga kemudian dikembangkan menjadi Dynamic Bayesian Networks (DBN).

Penelitian terhadap metode DBN dan penggunaannya di Indonesia masih belum banyak dilakukan, sehingga penelitian ini tertarik untuk mengkaji penggunaan DBN untuk memodelkan data deret waktu dan menggunakanya pada prakiraan kejadian hujan khususnya di wilayah Indramayu sebagai studi kasus.

DBN adalah model grafik probabilistik yang mampu menggambarkan data deret waktu dengan mempertimbangkan hubungan ketergantungan spasial dan temporal antar peubahnya. Dengan melibatkan aspek waktu, DBN mampu memodelkan hubungan cyclic pada peubah yang tidak dapat digambarkan oleh BN. Node pada DBN merepresentasikan peubah pada timeslice tertentu, hubungan ketergantungan antar peubah bisa terjadi pada satu timeslice yang menandakan hubungan lokal atau spasial (contemporaneous-links) maupun antar timeslice yang menandakan hubungan temporal (noncontemporaneous-links) Modelnya dibangun dari dua komponen: network prior dan network transisi. Network prior

adalah BN yang menentukan sebaran awal berupa tabel peluang bersyarat, sedangkan network transisi adalah BN yang memodelkan proses markov orde-k

dan menentukan peluang transisinya. Asumsinya topologi dan parameter network

tidak berubah antar timeslice.

Pada penelitian ini model DBN diskrit dibangun melalui pembelajaran dari data riil baik pada struktur maupun parameter model dengan menggunakan kriteria yang dikenal pada BN, sehingga pembelajaran untuk network prior dan

network transisi bagi struktur maupun parameter network-nya dapat dilakukan terpisah. Parameter yang dipelajari terdiri dari parameter inisial yang terdapat pada network prior dan timeslice awal dari network transisi serta parameter temporal yang terdapat pada network transisi. Dalam hal ini digunakan algoritma K2/K3 untuk membangun network transisi dan Adaptive Importance Sampling-Bayesian Networks (AIS-BN) untuk pembelajaran parameternya. Data penelitian ini menggunakan data curah hujan periode 1997 sampai dengan 2008 dari 14 stasiun hujan di wilayah Indramayu, Jawa Barat. Kategorisasi data dilakukan pada data curah hujan bulanan tersebut mengacu pada kriteria Oldeman, sehingga data


(7)

terbagi kedalam 3 kategori yaitu state 1 untuk bulan kering (0-100 mm), state 2 untuk bulan lembab (100-200 mm) dan state 3 (>200 mm) untuk bulan basah.

Model DBN yang terbentuk menggambarkan hampir di semua stasiun dipengaruhi secara temporal oleh satu waktu sebelumnya kecuali pada stasiun Bulak, Juntinyuat, Lohbener dan Sukadana juga dipengaruhi oleh dua waktu sebelumnya. Artinya kejadian bulan kering, lembab atau basah pada wilayah stasiun dipengaruhi oleh kejadian pada satu dan dua bulan sebelumnya. Selain itu, terjadinya bulan kering (state 1) untuk setiap stasiun cenderung lebih besar dibandingkan dengan terjadinya bulan lembab (state 2) atau bulan basah (state 3). Melalui model DBN, peluang tersebut dapat berubah dengan menentukan state

yang terjadi di suatu stasiun sehingga dapat diketahui peluang state di daerah stasiun lainnya.

Pendugaan peluang state menggunakan model DBN dilakukan pada setiap stasiun untuk 12 bulan di tahun 2008. Hasil prediksi menunjukkan bahwa meski mengalami penurunan seiring periode waktu prediksi namun 12 dari 14 stasiun memiliki tingkat akurasi prediksi yang baik yaitu berada di atas 75%. Hasil tersebut menujukkan bahwa model DBN cukup baik dalam memodelkan data deret waktu. Akurasi prediksi tersebut dihitung dengan mengevaluasi nilai jarak Hellinger sebagai kriteria validasi prediksi yang telah ditransformasi (HD*), sedangkan jarak Hellinger mengukur tingkat kedekatan vektor hasil dugaan dengan vektor aslinya.


(8)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya


(9)

(10)

PEMODELAN KEJADIAN HUJAN

DENGAN

DYNAMIC BAYESIAN NETWORKS

(Studi Kasus: Kejadian Hujan di Wilayah Indramayu)

EPA ELFITRIADI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Statistika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(11)

(12)

Judul Penelitian : Pemodelan Kejadian Hujan dengan Dynamic Bayesian Networks (Studi Kasus: Kejadian Hujan di Wilayah Indramayu)

Nama : Epa Elfitriadi

NRP : G151040131

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Erfiani, M.Si. Ketua

Dr. Ir. Aji Hamim Wigena, M.Sc. Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Statistika

Dr. Ir. Erfiani, M.Si.

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.


(13)

(14)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul karya ilmiah ini adalah “Pemodelan Kejadian Hujan dengan Dynamic Bayesian Networks (Studi Kasus: Kejadian Hujan di Wilayah Indramayu)”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Erfiani, M.Si. selaku pembimbing I dan Bapak Dr. Ir. Aji Hamim Wigena, M.Sc. selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dukungan dan motivasi yang sangat berarti bagi penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. I Made Sumertajaya, M.Si. selaku penguji luar komisi pada ujian tesis dan kepada seluruh jajaran civitas akademika Program Studi Statistika.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Mimih, Apa, kakak-kakak dan keluarga atas segenap doa dan dukungan tulus yang tak ternilai harganya. Terima kasih kepada teman-teman dan semua pihak atas saran, diskusi dan dukungannya terhadap penyelesaian penelitian ini.

Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan dalam penyusunan tesis ini, oleh karena itu kritik dan saran penulis harapkan demi perbaikan tulisan ini. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi khazanah keilmuan di Indonesia.

Bogor, Juli 2011


(15)

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan, Jawa Barat pada tanggal 10 Agustus 1978 sebagai putra kelima dari lima bersaudara dari pasangan ayahanda E. Djamdjuni (Alm.) dan ibunda Djudju Djuhaenah.

Tahun 1996 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Kuningan Jawa Barat kemudian melanjutkan studi program S1 di Universitas Indonesia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Matematika dengan mengambil konsentrasi Komputasi yang diselesaikan pada tahun 2001. Pada tahun 2004 penulis diterima di program studi Statistika, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.


(17)

(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Curah Hujan ... 3

Bayesian Networks ... 4

Dynamic Bayesian Networks ... 7

1. Membangun Model DBN ... 8

2. Prediksi Menggunakan Model DBN ... 11

3. Validasi Prediksi ... 12

DATA DAN METODE ... 13

Data Penelitian ... 13

Metodologi Penelitian ... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

Analisis Data Hujan ... 17

Model DBN untuk Kejadian Hujan ... 20

Prediksi Kejadian Hujan ... 24

SIMPULAN DAN SARAN ... 27

Simpulan ... 27

Saran ... 27

GLOSARIUM ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30


(19)

(20)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Kategorisasi curah hujan ... 13 2. Pengelompokan stasiun hujan di wilayah Kabupaten Indramayu ... 17

3.

Hasil prediksi peluang kejadian bulan kering, lembab dan basah di

tahun 2008 ... 24

4.

Nilai HD*dan tingkat akurasi prediksi untuk 14 stasiun ... 26


(21)

(22)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Struktur BN dan table peluang bersyaratnya ... 4 2. Struktur network (a) cyclic (b) acyclic ... 6 3. (k+1)TBN dengan k=2 (a) network prior, (b) network transisi, (c)

network hasil penggandaan sebanyak 5 timeslice ... 9 4. Representasi DBN untuk penerapan algoritma K2/K3 ... 10 5. Model DBN hasil penggabungan network prior dengan network

transisi ... 15 6. Node yang terlibat dalam pembelajaran parameter inisial (a) dan

dalam pembelajaran parameter temporal (b) ... 15 7. Pemetaan stasiun hujan di wilayah Kabupaten Indramayu (Haryoko

2003) ... 18 8. Pola curah hujan bulanan dalam 10 tahun (1997-2007) di beberapa

stasiun ... 19 9. Pola curah hujan bulan Januari tahun 1997 – 2007 ... 19 10. Plot ACF dan PACF (a) stasiun Tugu (b) stasiun Juntinyuat ... 20 11. Networkprior disajikan dalam model peluang ... 21 12. Network transisi yang menggambarkan hubungan temporal ... 22 13. Model DBN hasil penggabungan networkprior dan network transisi ... 23 14. Hasil prediksi peluang state dibandingkan state aktual ... 25 15. Hasil prediksi peluang state dan nilai HD* pada setiap bulan di


(23)

(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Algoritma K2 untuk pembelajaran struktur BN ... 33 2. Algoritma AIS-BN untuk pembelajaran parameter ... 34 3. Algoritma K2/K3 untuk pembelajaran struktur DBN ... 35 4. Kategorisasi data kejadian bulan basah, kering dan basah pada 14

stasiun di wilayah Indramayu ... 36 5. Implementasi program Matlab untuk membangun struktur transisi

DBN ... 39 6. Grafik hasil pendugaan peluang kejadian bulan kering, lembab dan


(25)

(26)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hujan merupakan salah satu faktor iklim yang penting dalam sistem produksi pertanian di daerah tropis seperti Indonesia, selain unsur iklim lainnya yaitu suhu, angin, kelembaban dan sinar matahari. Dampak dari ketidakteraturan perilaku iklim, perubahan awal musim dan akhir musim, baik musim kemarau maupun musim hujan akan langsung dirasakan oleh para petani di Indonesia. Mulai dari sulitnya merencanakan masa tanam dan masa panen, penurunan luas tanam dan luas panen hingga produksi yang merosot tajam. Begitu besarnya pengaruh hujan terhadap sektor pertanian menyebabkan kebutuhan terhadap informasi kondisi hujan yang baik dirasakan semakin penting, terlebih ketika kejadian penyimpangan atau anomali iklim semakin meningkat intensitas, frekuensi dan durasinya.

Berbagai cara telah dilakuakn untuk memprediksi, salah satunya melalui penggunaan model matematika, baik yang sifatnya stokastik maupun deterministik. Beberapa model yang biasa digunakan untuk melakukan prediksi seperti Markov Chains, Auto-Regressive, dan Neural Networks, umumnya didesain hanya untuk menjelaskan kejadian atau pengaruh secara lokal tanpa memperhatikan pengaruh spasial yang mungkin terjadi antar wilayah pengamatan hujan. Salah satu model yang dapat mempertimbangkan adanya hubungan spasial tersebut adalah Bayesian Networks (BN).

BN merupakan model grafik probabilistik yang menggabungkan teori peluang dan teori graf untuk menjelaskan peubah-peubah yang memiliki tingkat keterkaitan tinggi. Penggambaran dalam bentuk graf memberi kemudahan dalam memahami peubah-peubah mana yang saling mempengaruhi satu sama lain, selain lebih efisien dalam menghitung peluang bersyarat dan peluang marginalnya (Cheng 2001).

Penggunaan BN dikombinasikan dengan ARIMA (BNARIMA) dalam kasus curah hujan di wilayah Indramayu yang dilakukan oleh Rahmat HF (2008) mampu menggambarkan hubungan spasial dan probabilistik antar wilayah stasiun pengamatan hujan. Hasilnya menunjukkan performa yang cukup baik jika


(27)

2

dibandingkan dengan ARIMA untuk kasus yang sama. Namun demikian, untuk data deret waktu yang mengandung hubungan spasial dan temporal seperti data hujan dari beberapa stasisun pengamatan hujan tersebut, BN statis tidak secara eksplisit memodelkan hubungan temporal antar peubahnya. BN statis tidak dapat menjelaskan bagaimana kejadian hujan di satu wilayah mungkin berkaitan dengan wilayah itu sendiri (cyclic) dan kejadian hujan di wilayah lain pada rangkaian waktu sebelumnya. BN statis hanya merepresentasikan hubungan probabilistik antar peubah pada satu waktu (Neapolitan 2004), sehingga BN diperluas ke model dinamis agar dapat menggambarkan secara eksplisit pengaruh dalam waktu dan diharapkan modelnya lebih dapat mendekati fenomena yang sebenarnya. Pengembangan BN pada data deret waktu dengan kandungan hubungan spasio-temporal dikenal dengan Temporal Bayesian Networks (TBN) atau Dynamic

Bayesian Networks (DBN). DBN merupakan salah satu metode unggulan di

dalam dunia kecerdasan buatan karena kemampuannya yang cukup baik dalam menangani ”ketidakpastian” dan mempelajari hubungan antar peubah dari data (Huls 2006).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penggunaan metode DBN untuk membangun model peluang dan menduga peluang kejadian bulan kering, bulan lembab, dan bulan basah di wilayah Kabupaten Indramayu.


(28)

TINJAUAN PUSTAKA

Curah Hujan

Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap dan tidak mengalir. Curah hujan menjadi elemen iklim yang dianggap sangat penting di Indonesia karena terkait berbagai sektor kehidupan. Sebarannya tidak merata menurut dimensi ruang dan waktu sehingga curah hujan relatif sulit diprediksi. Meski demikian, curah hujan di suatu wilayah memiliki keterkaitan dengan wilayah lain dalam suatu periode waktu karena dipengaruhi oleh siklus musiman atau tahunan (muson). Hal ini memungkinkan untuk dapat mengetahui gambaran pola curah hujan beberapa waktu ke depan atau di beberapa wilayah lain. Pada periode tertentu di suatu wilayah bisa terjadi surplus yaitu pemasukan air lebih banyak, yang menjadi indikator musim penghujan atau terjadi defisit yaitu kebutuhan air lebih banyak, yang dapat dikatakan sebagai indikator musim kemarau. Oleh karena itu faktor hujan menjadi faktor penting yang menyebabkan banyak keputusan, terutama dalam usaha pertanian terkhusus pertanian tadah hujan, sangat ditentukan oleh faktor hujan.

Mohr (1933), Schmidt dan Fergusson (1951) mencirikan iklim di suatu wilayah dengan mengenalkan istilah bulan basah dan bulan kering yang didasarkan pada curah hujan yang sampai ke permukaan bumi. Menurutnya kriteria bulan basah adalah bulan yang memiliki curah hujan lebih dari 100 mm dan bulan kering memiliki curah hujan kurang dari 60 mm. Bulan yang memiliki curah hujan di antara kedua kategori tersebut merupakan bulan normal/sedang atau bulan transisi. Sedangkan Oldeman (1975) mendasarkan pembagian hal tersebut pada pemakaian air oleh tanaman. Menurutnya jika curah hujan 200 mm atau lebih yang merupakan jumlah kebutuhan minimum untuk tanaman padi sawah, maka bulan tersebut dikategorikan sebagai bulan basah dan jika curah hujannya 100 mm atau kurang yang merupakan batas kebutuhan penguapan bagi tanaman lahan kering maka dikategorikan sebagai bulan kering, sehingga terdapat tiga kategori curah hujan: bulan kering jika kurang dari 100 mm, bulan lembab di antara 100 – 200 mm dan bulan basah jika di atas 200 mm (Notohadinegoro 1999).


(29)

4

Bayesian Networks

Bayesian networks atau ”belief network” atau “probabilistik network” merupakan model yang merepresentasikan sebaran bersama dalam bentuk grafik dengan landasan teori peluang dan teori graf. Komponen pertama BN adalah struktur graf, sebut saja G, yaitu directed acyclic graph (DAG) sebagai bagian kualitatif yang menggambarkan hubungan ketergantungan antar peubah, biasanya berupa hubungan kausal. Komponen kedua, Θ, adalah bagian kuantitatif yang merupakan himpunan parameter dari sebaran peluang bersyarat setiap peubah berdasarkan graf tersebut. Komponen ini menggambarkan hubungan probabilistik lokal antara peubah-peubah terkait (Cheng 2001).

Jika X=

{

X1,X2,K,Xn

}

adalah himpunan peubah acak bernilai diskrit

atau kontinu atau kedua-duanya dengan n ≥ 2. Setiap node dalam struktur DAG,

G, berkorespondensi satu-satu dengan setiap peubah Xi, jadiXi menotasikan

node sekaligus peubah acak itu sendiri. Adapun edge atau busur berarah dari node

i

X ke node Xj atau ditulis (Xi,Xj) menunjukkan hubungan ketergantungan

j

X dengan Xi. Dalam hal ini node Xi sebagai child bagi node Xj dan node

j

X sebagai parent bagi node Xi yang dinotasikan oleh pa(Xi).

Parameter kuantitatif dalam network menunjukkan hubungan probabilistik antara child dengan parent-nya, dinyatakan oleh sebaran peluang bersyarat,

) ) ( |

(Xi ki Xi ji

P = pa = dan dinotasikan oleh θijk, dimana ki = {1,...,ri}, ji =

{1,...,qi} Dalam hal peubahnya diskrit, parameter dituliskan dalam tabel-tabel

peluang bersyarat yang disebut conditional probability tables (CPT). Dengan demikian setiap node dalam struktur network memiliki tabel peluang bersyaratnya masing-masing.


(30)

Melalui kedua komponennya yaitu struktur G dan parameter θ, BN dinyatakan dalam sebaran bersama (Huls 2006):

= = = n i i i

n P X X

X X P P

1

1,..., ) ( | ( ))

( )

(X pa

(1)

Model BN dapat dibangun dari data melalui proses pembelajaran yang meliputi pembelajaran struktur dan pembelajaran parameter. Kemampuannya melakukan pembelajaran dari data menjadikan BN sebagai salah satu metode unggulan dalam bidang kecerdasan buatan.

Hingga kini beberapa teknik pembelajaran struktur BN telah banyak dikembangkan. Salah satu algoritma pembelajaran yang menjadi pionir adalah algoritma K2 yang digagas oleh Cooper & Herskovits (1992). Algoritmanya (Lampiran 1) diawali dengan mengasumsikan bahwa semua node terurut dan tidak memiliki parent, kemudian dilakukan seleksi penambahan parent yang mampu meningkatkan kualitas struktur. Kualitas struktur dievaluasi menggunakan sebuah fungsi skor, yang didefinisikan oleh:

= =

+

=

i ri

k ijk q

j ij i

i i

N

r

N

r

i

g

1 1

!

)!

1

(

)!

1

(

)

,

(

π

(2)

Nijk adalah banyaknya node ke-i yang memiliki parent ke-j,

π

i, untuk kategori

ke-k, Nij=∑ Nijk.

Pembelajaran parameter dari data dimaksudkan untuk menduga parameter

network, θ, dengan cara meng-update peluang bersyarat atau sebaran peluang lokal (CPT) yang dimiliki oleh setiap node jika diberikan data training D = {x(1),…, x(N)} dengan x(N)={x1(N),…, xn (N)}, P(Xi =ki |pa(Xi)= ji)=θijk> 0.

Pembelajaran parameter dilakukan dengan menghitung:

θ) = argmaxθ {P(D)P(θ)} (3)

Nilai harapan dan ragam:

=

D D

P P D D

E ( |θ)(θ) ( |θ)θ( )

) ) (4)

− = D D P D

P P D D E

Var( |θ)(θ) ( |θ){θ( ) ( |θ)(θ)}2 ) )

)


(31)

6

dan penduga maksimum likelihood :

=

= r

k k

k

N N

1

θ

) (6)

Pembelajaran parameter dan proses inferensia dapat dilakukan melalui pendekatan stokastik. Pendekatan stokastik dapat menghasilkan presisi yang baik seiring dengan meningkatnya ukuran contoh tetapi cenderung tidak terpengaruh oleh ukuran network itu sendiri. Beberapa pendekatan stokastik yang pernah digunakan pada BN antara lain Probabilistic Logic Sampling, Likelihood

Weighting, Backward Sampling, dan Importance Sampling. Salah satu

pengembangan algortima Importance Sampling adalah Adaptive Importance

Sampling-Bayesian Networks (AIS-BN). AIS-BN menunjukkan performa yang

lebih baik dari algoritma stokastik lainnya, dengan kemampuannya memperbaiki konvergensi yang lambat (Cheng 2001). Algoritma AIS-BN terlampir pada Lampiran 2.

Pada banyak kasus bidang terapan, BN statis memiliki keterbatasan karena tidak diperkenankannya struktur network yang cyclic. Selain itu, meski edge pada struktur BN menunjukkan hubungan kausal yang berimplikasi pada hubungan temporal namun BN memang tidak dirancang untuk menggambarkan secara eksplisit keberadaan hubungan temporal tersebut.

Oleh karena itu BN dikembangkan menjadi Temporal Bayesian Networks

(TBN) atau Dynamic Bayesian Networks (DBN) dengan melibatkan aspek waktu di dalamnya agar dapat menggambarkan hubungan temporal antar peubahnya (Huls 2006), sehingga struktur yang cyclic jika diubah dengan melibatkan aspek waktu yaitu dua timeslice dapat menjadi struktur acyclic (Gambar 2).

Gambar 2 Struktur network (a) cyclic dan (b) acyclic.

(a)

2

X

1

X

3

X

2

X

1

X

3

X

(b)

timeslice timeslice t-1 t


(32)

Dynamic Bayesian Networks (DBN)

Pada model DBN, proses perubahan waktu dipandang sebagai barisan dari titik yang diistilahkan dengan timeslice, masing-masing menggambarkan keadaan pada waktu tertentu. Untuk mendapatkan modelnya, diperlukan struktur BN statis dan himpunan busur temporal yang akan menghubungkan struktur antar timeslice. Kemudian struktur tersebut diulang sebanyak periode waktu yang ingin dimodelkan. Dengan demikian, pada model DBN terdiri dari beberapa subnetwork

yang identik yaitu BN statis yang saling dikaitkan oleh hubungan temporal. Dalam hal ini, istilah “dynamic” pada DBN bukan karena perubahan struktur dari satu waktu ke waktu lainnya, tetapi mengacu pada hubungan terkait dimensi waktu (Kock 2008).

Node pada DBN menggambarkan peubah pada suatu timeslice t. Hubungan ketergantungan antar node dapat terjadi pada timeslice yang sama yang disebut hubungan lokal dan diistilahkan dengan contemporaneous-links, juga dapat terjadi antar timeslice yang berbeda yang disebut hubungan transisi atau temporal dan diistilahkan dengan noncontemporaneous-links. Hubungan tersebut digambarkan dengan edge atau busur berarah.

Jika

(

() ()

)

2 ) ( 1 ) ( , ,

, nt

t t t X X X K =

X adalah vektor beberapa peubah acak yang

menyatakan peubah acak Xi (misalnya kejadian hujan pada stasiun pengamatan

hujan i) pada waktu t (t = 0,...,T ; i = 1,...,n) yang dalam penelitian ini dibatasi untuk peubah acak dan timeslice yang diskrit. DBN dibangun untuk memodelkan

X(t) tersebut, yang didefinisikan melalui pasangan (B0 , BÆ), dimana

B0 adalah prior network yaitu BN yang menentukan sebaran awal untuk X(0),

P(X(0)), atau CPT untuk kasus multinomial

BÆ adalah network transisi, yaitu (k+1)TBN, yang memiliki: node/peubah X(t

-k)

...∪X(t-1)∪X(t), edges dari X(t-k),..., X(t-1) ke X(t) dan edges di dalam node

X(t), tabel sebaran peluang bersyarat (CPT) hanya untuk node di X(t). (k+1)TBN tersebut memodelkan proses Markov orde-k dan menentukan peluang transisi:

= − −

= n

i t i t i t t k t t X X P P 1 ) ( ) ( ) 1 ( ) 2 ( ) ( ) ( )) ( | ( ) , , , |


(33)

8

Asumsi umum yang dipertahankan pada model DBN adalah bahwa proses temporalnya bersifat Markovian, topologi dan parameter network tidak berubah di dalam tiap timeslice maupun antar timeslice (time-invariant), serta peluang

transisinya tidak bergantung pada t (stationary) yaitu

) |

( ) |

( (t) (t−1) =P (t') (t'−1)

P X X X X untuk tt’.

Berdasarkan hal tersebut, DBN digambarkan oleh networkB0 dan network

BÆ yang digandakan hingga T timeslice. Model tersebut mendefinisikan sebaran bersama untuk seluruh peubah acak, X(0:T) sebagai berikut:

∏∏

= = = → = T t n i t i t i B n i i i B T X X P X X P P 1 1 ) ( ) ( 1 ) 0 ( ) 0 ( ) ( ) 1 ( ) 0 ( )) ( | ( )) ( | ( ) , , , (

0 Pa Pa

X X

X K

(8)

Sebagaimana dalam model BN statis, model DBN dibangun melalui pembelajaran dari data sebagai proses pendugaan terhadap graf G yang tidak diketahui dan pendugaan parameter atau sebaran peluangnya (CPT) berdasarkan data. Nilai-nilai parameter network, θ, ditentukan melalui proses update peluang bersyarat atau sebaran peluang lokal yang dimiliki oleh setiap node sesuai dengan struktur network-nya, dengan syarat struktur network-nya telah diketahui terlebih dahulu. Ketika penduga parameter telah diperoleh maka model DBN dapat digunakan untuk melakukan inferensia, meliputi diagnosis, monitoring, filtering, dan prediksi.

Ilustrasi network prior pada timeslice t0 (Gambar 3) mengasumsikan

contemporaneous-links yang berbeda dengan timeslice lain pada network transisi, sedangkan untuk kasus lainnya network prior bisa saja memiliki

contemporaneous-links yang sama dengan network transisi.

1. Membangun Model DBN

Struktur DBN dibangun oleh BN statis yang terdiri dari networkprior

dan network transisi sehingga pembentukan strukturnya dapat dilakukan secara terpisah. Dengan demikian algoritma pembelajaran struktur BN statis dapat diterapkan untuk membentuk subnetwork DBN.


(34)

Gambar 3 (k+1)TBN dengan k=2. (a) prior network (b) network transisi. (c) network

hasil penggandaan sebanyak 5 timeslice.

Dari beberapa algoritma pembelajaran struktur BN statis yang telah diadaptasikan untuk DBN, penelitian ini mengkhususkan pada penggunaan metode pencarian heuristic yaitu algoritma K2/K3 yang telah diadaptasikan untuk pembelajaran struktur DBN tanpa ada contemperaneous-links (Tucker 2001). Tucker (2001) menyebutkan bahwa ketika ukuran dataset kecil, algoritma K2/K3 dapat menemukan struktur yang baik dalam waktu relatif singkat.

Algoritma K2/K3 untuk DBN sama dengan algoritma K2 pada BN yang memanfaatkan sebuah kriteria untuk mengevaluasi kandidat strukturnya yang disebut scoring function, sebagaimana didefinisikan pada persamaan (2). Kandidat struktur yang memiliki skor maksimum dijadikan sebagai struktur yang terbaik. Penerapan algoritma K2/K3 pada DBN mengasumsikan network

hanya memiliki noncontemporaneous-links dari sebanyak n+Q node, dengan

(c) timeslice 0 2 1 X 2 3 X 2 2 X 1 1 X 1 3 X 1 2 X 0 1 X 0 3 X 0 2 X timeslice 1 timeslice 2 4 1 X 4 3 X 4 2 X 3 1 X 3 3

X

3 2 X timeslice 3 timeslice 4 timeslice t timeslice t0 timeslice t-1 Timeslice t-2

(a) (b)

t X1 t X3 t X2 0 1 X 0 3 X 0 2 X 2 1 − t X 2 2 − t X 2 3 − t X 1 1 − t X 1 2 − t X 1 3 − t X


(35)

10

n adalah banyaknya node di timeslice t dan Q adalah himpunan node yang terdapat pada timeslice t-1 sampai dengan timeslice MaxT (|Q| ≤ n x MaxT ) serta memiliki hubungan ketergantungan langsung dengan node pada timeslice t. Misalkan didefinisikan sebagai pasangan network oleh triple (aj, ai, l),

dengan aj adalah node di Q yang menjadi parent, ai adalah child-node, dan l

adalah lag atau jarak/rentang waktu antara parent dengan child-nya. Dengan demikian ketentuan pada algoritma K2 yang mengharuskan node-node terurut terlebih dahulu menjadi tidak berlaku pada algoritma K2/K3 (Tucker 2001).

Pencarian struktur terbaik mengadopsi langkah yang dilakukan oleh Cano et al (2004) bahwa kandidat parent bagi sebuah node dipilih berdasarkan informasi kedekatannya dengan node tersebut, sehingga ruang neighbor (Q) bagi sebuah node yang sedang diamati terdiri dari node-node yang memiliki kedekatan hubungan yaitu stasiun hujan yang berdekatan lokasinya dan berpotensi sebagai calon parent bagi node tersebut.

Gambar 4 Representasi DBN untuk penerapan algoritma K2/K3.

Begitu juga dalam pembelajaran parameter DBN dapat menerapkan algoritma yang digunakan pada BN pada masing-masing network

pembangunnya. )} | ( { max

arg (0)

) 0

( θ

θ = θ P D

)

dan θ)→ =argmaxθ{P(D|θ→)} (9) Fungsi likelihood dari dataset lengkap D dituliskan:

→ ′

∏ ∏ ∏

∏ ∏ ∏

′ ′ ′ ′

=

i jiki

i j k i j k

i j k i j k

N N

i i i i

i k i j i

i i i i

G

D

P

(

|

,

)

(

(,0),

)

x

(

, ,

)

, ,

) 0 ( , ,

θ

θ

θ

(10)

a0

a1

a0

aN-1

. . . t t-1 t-2 MaxT ... Q


(36)

dengan parameter untuk networkB0 dan BÆ :

) ) ( |

( (0) (0)

) 0 (

,

,j k i i i i

i i i P X k X j

′ = ′ = = ′ ′ Pa

θ

dan

) ) ( | ( () () , , i t i i t i k j

i i i =P X =k X = j

Pa

θ

(11)

dan statistik cukup untuk networkB0 dan BÆ:

) ; ) ( ,

( (0) (0)

) 0 ( , , l i i i l i k j

i I X k X j

N

i

i′ ′ =

= ′ Pa = ′ x

dan

∑ ∑

= = = → l l i t i i t t i k j

i I X k X j

N

i

i ( , ( ) ; )

) ( )

( ,

, Pa x (12)

log-likelihood-nya dinyatakan oleh:

∑ ∑ ∑

∑ ∑ ∑

→ →

′ ′ ′ ′ ′ ′

+

=

i ji ki

N

i jik i jiki i ji ki

N

i jiki i jiki

D

B

L

, , , ,

) 0 ( , , ) 0 ( ,

,

log

log

)

:

(

θ

θ

(13) Parameter penduga maksimum likelihood-nya:

′ ′ ′

′ ′ ′

′ =

i i i i i i

i

k ij k

k j i k j i N N ) 0 ( , , ) 0 ( , , ) 0 ( , , ˆ

θ

dan

=

i i i

i i i

i

k ij k k j i k j i N N , , , , , , ˆ

θ (14)

2. Prediksi Menggunakan Model DBN

Prediksi menggunakan model DBN pada dasarnya sama dengan proses meng-update parameter seperti halnya ketika melakukan pembelajaran parameter dari data D. Jika misalnya model DBN yang akan digunakan tersebut memodelkan proses markov orde-2, yang berarti network transisinya 3TBN, maka proses prediksi untuk k-step ke depan dapat dilakukan dengan langkah skrolling berikut (Dagum P. & Horvits E. 1991):

1. Jika posisi saat ini adalah timeslicet ( 3TBNt+1), yang berarti pada model tersebut mengandung timeslice t-1, t, t+1, maka prediksi untuk k-step ke depan (t+k) sama dengan membangun network 3TBNt+2, 3TBNt+3,…, 3TBNt+k kemudian melakukan update parameter untuk masing-masing

network tersebut. Sebaran peluang marginal untuk node yang berada di

timeslice terakhir pada 3TBNt+I tersebut merupakan sebaran prediksinya. 2. Untuk membangun 3TBNt+I agar dapat melakukan prediksi i-step (t+i)

kedepan, maka hilangkan edge dari node di nework 3TBNt+i-1 berdasarkan ketentuan : jika nodeX tbelum terevaluasi di 3TBNt+i-1 maka jadikan node X t-1sebagai prior bagi node di 3TBNt+I dengan sebaran prior sama dengan peluang posterior marginal prediksi milik X t di 3TBNt+i-1


(37)

12

3. Lakukan update parameter untuk setiap 3TBNt+i

3. Validasi Prediksi

Model prediksi yang baik ditunjukkan oleh dekatnya nilai hasil prediksi dengan data 12ector. Jarak Hellinger atau Hellinger Distance (HD) digunakan untuk mengukur keragaman dua probabilitas atau menduga jarak/kedekatan hubungan antara hasil prediksi dengan hasil pengamatan. Nilai HD yang semakin mendekati nol menunjukkan kedekatan hasil prediksi dengan vektor asli (Huls 2006).

Nilai HD antara vektor dugaan ~ dan vektor sebenarnya x x, dengan

xi≥ 0, x~I≥ 0, ∑I xi = 1, dan ∑I ~xI = 1, dirumuskan sebagai berikut:

(

~

)

, 0 HD 2

HD

n

1 i

2

≤ ≤ −

=

= i i

x

x (15)

jika HD = 0 mengandung makna bahwa ~ =x x, dan sebaliknya jika HD = 1 berarti x~ dan x jauh berbeda.

Nilai rataan HD atau Mean Hellinger Distance (MHD) dari k vektor

state dirumuskan oleh:

(

~

)

, 0 MHD 2

1 MHD

1 n

1 i

2

≤ ≤

=

∑ ∑

= =

k

j

i i x

x


(38)

DATA DAN METODE

Data Penelitian

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data curah hujan bulanan yang tersedia di 14 stasiun pengamatan hujan di wilayah Kabupaten Indramayu periode Januari 1997 sampai dengan Desember 2008 (Lampiran 4).

Dalam penelitian ini data curah hujan tersebut dibagi menjadi dua bagian, yaitu data periode Januari 1997 sampai dengan Desember 2007 sebagai data pembelajaran yang digunakan untuk membangun model DBN, sedangkan data periode Januari sampai dengan Desember 2008 digunakan untuk validasi model.

Metode Penelitian

Secara umum desain dan tahapan analisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengklasifikasi data curah hujan ke dalam 3 (tiga) kategori sebagai state, yaitu:

Tabel 1 Kategorisasi curah hujan

Curah Hujan (mm) State (Kategori)

0 – 100 100 – 200 > 200

1 (bulan kering) 2 (bulan lembab) 3 (bulan basah)

2. Mencari informasi/gambaran mengenai hubungan ketergantungan yang mungkin terjadi antara stasiun satu dengan stasiun lainnya pada satu bulan maupun pada bulan lainnya dengan mengeksplorasi data curah hujan bulanan dan mengamati jarak lokasi antar stasiun. Informasi tersebut digunakan sebagai salah satu dasar pembentukan inisialisasi topologi untuk model awal. 3. Menentukan data untuk keperluan pembelajaran dan validasi. Data kejadian

hujan periode Januari 1997 s.d Desember 2007 digunakan untuk keperluan pembelajaran sedangkan data kejadian hujan periode Januari s.d Desember 2008 digunakan untuk keperluan validasi.


(39)

14

4. Selain menggunakan asumsi umum yang berlaku pada model DBN juga menggunakan asumsi bahwa:

a. Prediksi kejadian hujan didasarkan pada faktor hujan itu sendiri dengan mengabaikan faktor-faktor lain yang biasanya turut berpengaruh terhadap kejadian hujan seperti: temperatur, tekanan udara, cahaya matahari, ketinggian lokasi dan lain sebagainya.

b. Kejadian hujan di satu wilayah dipengaruhi oleh kejadian hujan di wilayah itu sendiri pada suatu periode waktu sebelumnya (pengaruh temporal) dan wilayah lain pada periode waktu yang sama (pengaruh spasial).

5. Membangun model DBN dari data pembelajaran:

a. Network prior dibangkitkan dari data pembelajaran menggunakan

perangkat lunak Genie versi 2.0 yang diunduh tahun 2009. Pembentukannya menggunakan metode Greedy Thick Thinning dengan mengambil batasan maksimal parent 8 dan parameter prior dari algoritma K2.

b. Network transisi/temporal dibangun dengan menggunakan algoritma

K2/K3 yang telah diadaptasikan untuk DBN yang hanya mengandung

noncontemporaneous-links (Lampiran 3). Tahapan yang dilakukan adalah: 1) Menentukan ruang neighbor (Q) untuk calon parent (aj) bagi sebuah

node (ai) berdasarkan informasi kedekatan lokasi antara stasiun yang

sedang diamati dengan lokasi stasiun lain.

2) Menentukan kombinasi pasangan node dengan parent-nya untuk rentang waktu ke-l, yaitu triple (aj, ai, l)

3) Untuk setiap node ai, mengevaluasi setiap kombinasi pasangan

(aj, ai, l):

a) Menghitung statistik cukup untuk pasangan (aj, ai, l)

b) Menghitung fungsi skor untuk pasangan (aj, ai, l)

c) Memilih pasangan (aj, ai, l) yang memiliki skor lebih besar

d) Lakukan secara berulang hingga semua kombinasi pasangan (aj, ai, l) terevaluasi

Implementasi algoritma K2/K3 dilakukan melalui perangkat lunak Matlab 6.5 (Lampiran 5).


(40)

c. Model DBN diperoleh dengan menggabungkan dua network tersebut, yaitu network prior dan transisi (Gambar 5). Pendugaan parameternya dilakukan melalui pembelajaran secara terpisah pada masing-masing

network pembangunnya menggunakan algoritma AIS-BN. Dalam hal ini

setidaknya ada dua himpunan parameter yang akan dipelajari melalui data:

• Parameter inisial, yaitu parameter network prior, ( | ( ))

0 X Pa X B

P dan

parameter pada timeslice awal dari nework transisi PB→(X(1)|Pa(X(1))).

• Parameter temporal, yaitu parameter network transisi

)) ( | ( (t) (t)

B

P X Pa X (t = 2, 3,... ) antara dua timeslice atau lebih dan di dalam satu timeslice. Saat pembelajaran parameter temporal, parameter

node yang telah dipelajari pada pembelajaran network awal dibuat fix

seperti node pada Gambar 6b yang bergaris putus-putus dan tanpa arsiran. Dengan demikian setiap node memiliki hanya satu CPT dan hal ini memenuhi sifat time-invariant yang dimiliki oleh DBN.

Gambar 5 Model DBN hasil penggabungan network prior dengan network

transisi

Gambar 6 Node yang terlibat dalam pembelajaran parameter inisial (a) dan dalam pembelajaran parameter temporal (b).

network prior network transisi

t3

t2

t1

t0

(a)

t1

t0

(b)

t2


(41)

16

6. Prediksi menggunakan model DBN untuk kejadian hujan, misalnya satu tahun berikutnya (Januari s.d Desember 2008), menggunakan algoritma AIS-BN pada perangkat lunak Genie 2.0.

7. Validasi model dilakukan dengan melihat nilai HD* yang memberikan gambaran kedekatan hubungan hasil prediksi dengan data aktual. Dengan mengevaluasi setiap nilai HD* maka akurasi prediksi dapat ditentukan sebagai proporsi jumlah prediksi yang benar.

HD* adalah hasil transformasi persamaan (15) untuk memperoleh rentang nilai [0,1]:

(

~

)

, 0 HD* 1

2 1 -1 HD 2 1 1 HD*

n

1 i

2

≤ ≤ −

= −

=

= i i

x

x (16)

sehingga jika HD* = 0 mengandung makna bahwa ~ danx x jauh berbeda dan sebaliknya jika HD* = 1 berarti x~ = x. Artinya bahwa prediksi yang tepat akan memiliki nilai HD* dekat dengan 1.


(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Data

Secara umum wilayah Indramayu merupakan daerah yang datar dan tidak terdapat dataran tinggi atau pegunungan. Wilayah Indramayu merupakan daerah yang sangat rentan terhadap banjir dan kekeringan. Sebagian besar wilayah pertaniannya masih sangat tergantung pada hujan, hanya sebagian kecil yang mendapatkan air dari saluran irigasi. Sebelah utara wilayah Indramayu sebagian besar merupakan daerah pantai yang mempunyai klasifikasi agroklimatik

seasonally dry (kering musiman) dan relatif lebih kering dibandingkan bagian wilayah Indramayu bagian selatan.

Haryoko (2003) memetakan stasiun hujan di wilayah Indramayu ke dalam 6 kelompok (Gambar 7) berdasarkan hasil analisis komponen utama, sedangkan Suciantini (2006) membagi wilayah Indramayu ke dalam 8 kelompok (Tabel 2) berdasarkan hasil analisis gerombol dan analisis komponen utama. Menurutnya, adanya perbedaan setiap kelompok tersebut disebabkan oleh perbedaan karakteristik, seperti kondisi vegetasi, lereng, dan pegunungan di lingkungan (kabupaten) sekitarnya, yaitu Kabupaten Cirebon, Majalengka, Subang dan Sumedang. Kedua pemetaan stasiun tersebut terdapat kesamaan, terlihat dari beberapa stasiun hujan yang cenderung mengelompok pada lokasi yang relatif berdekatan. Hal ini menjadi acuan dalam penelitian ini saat menentukan ruang

neighbor untuk memilih calon parent suatu node pada algoritma K2/K3. Tabel 2 Pengelompokan stasiun hujan di wilayah Kabupaten Indramayu

Kelompok Stasiun Hujan

Kel-1 Anjatan, Bugel, Bulak, Cigugur, Sukra, Tulangkacang

Kel-2 Bangkir, Cidempet, Indramayu

Kel-3 Bugis, Jatibarang, Juntinyuat, Kedokanbunder, Kertasemaya,

Lohbener, Losarang, Ujungaris

Kel-4 Cikedung, Kroya, Sukadana, Sumurwatu, Tugu

Kel-5 Karangasem, Lwsemut, Sudimampir, Wanguk

Kel-6 Gabuswetan, Krangkeng, Salamdarma, Sudikampiran

Kel-7 Bondan, Gantar, Sukaslamet, Tamiyang

Kel-8 Bantarhuni, Cipancuh


(43)

18

Ke-14 stasiun dalam penelitian ini terlihat yang bercetak miring pada Tabel 2 dan lokasinya terlihat pada Gambar 7 yaitu stasiun Bulak, Bangkir, Cidempet, Juntinyuat, Kedokanbunder, Lohbener, Losarang, Ujunggaris, Cikedung, Sukadana, Tugu, Sudimampir, Krangkeng, dan Bondan.

Gambar 7 Pemetaan stasiun hujan di wilayah Kabupaten Indramayu (Haryoko 2003).

Berdasarkan pengamatan periode tahun 1997-2007, curah hujan di 14 wilayah stasiun hujan yang menjadi data penelitian ini pada umumnya menunjukkan ketidakteraturan pola. Masing-masing stasiun memiliki beberapa pola data yang tidak seragam untuk bulan yang sama. Terdapat data curah hujan yang tinggi pada suatu bulan di satu tahun tetapi pada tahun lainnya diperoleh data curah hujan yang rendah untuk bulan yang sama. Hal tersebut mengindikasikan ketidakkonsistenan pola yang berimplikasi pada tidak mudahnya melakukan pendugaan yang tepat dengan kondisi curah hujan yang tidak konsisten untuk setiap tahunnya. Sebagai contoh untuk bulan Januari, curah hujan daerah Cidempet pada tahun 1997 sebesar 601 mm namun pada tahun 1998 menurun menjadi sebesar 94 mm. Ilustrasi ketidakteraturan pola hujan dapat dilihat pada Gambar 8 dan 9 di bawah ini.

Longitued

La

ttitu


(44)

c u ra h h u ja n ( m m ) Des Nov Okt Sep Ags Juli Jun Mei Apr Mar Feb Jan 800 700 600 500 400 300 200 100 0 Juntinyuat c u ra h h u ja n ( m m ) Des Nov Okt Sep Ags Juli Jun Mei Apr Mar Feb Jan 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 Cidempet

Gambar 8 Pola curah hujan bulanan dalam 10 tahun (1997-2007) di beberapa stasiun

Gambar 9 Pola curah hujan bulan Januari tahun 1997 – 2007.

Hasil plot autocorrelation function (ACF) dan partial autocorrelation

function (PACF) menunjukkan pada umumnya autokorelasi tertinggi terjadi


(45)

20

secara signifikan pada lag 1 disamping adanya pola musiman dalam periode 6 dan 12. Ilustrasi untuk 2 stasiun terlihat pada Gambar 10.

Lag A u to c o rr e la ti o n 30 25 20 15 10 5 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 Lag P a rt ia l A u to c o rr e la ti o n 30 25 20 15 10 5 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 (a) Lag A u to c o rr e la ti o n 30 25 20 15 10 5 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 Lag P a rt ia l A u to c o rr e la ti o n 30 25 20 15 10 5 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 (b)

Gambar 10 Plot ACF dan PACF (a) Stasiun Tugu (b) Stasiun Juntinyuat.

Model DBN untuk Kejadian Hujan

Pembentukan network DBN dilakukan dengan menggabungkan dua

network pembangunnya yaitu network prior dan network transisi, menggunakan data learning dengan terlebih dahulu melakukan kategorisasi data menjadi 3 (tiga)

state, state 1 sebagai bulan kering untuk curah hujan di bawah 100 mm, state 2 sebagai bulan lembab untuk curah hujan antara 100-200 mm dan state 3 untuk curah hujan 200 mm ke atas. Hasil pembentukan network prior menggunakan perangkat lunak Genie 2.0 (Gambar 11) menyajikan informasi hubungan ketergantungan (pengaruh spasial) antar stasiun pada satu waktu dalam bentuk model peluang BN statis. Dalam hal terjadinya bulan kering, lembab dan basah pada satu wilayah stasiun akan dipengaruhi oleh kejadian di stasiun lain pada


(46)

bulan yang sama. Informasi hubungan spasial antar stasiun ini menjadi prior bagi

network transisi.

Gambar 11 Networkprior disajikan dalam model peluang.

Network transisi hasil implementasi algoritma K2/K3 (Gambar 12)

memodelkan 3TBN. Terlihat hampir semua stasiun dipengaruhi secara temporal oleh satu waktu sebelumnya kecuali pada stasiun Bulak, Juntinyuat, Lohbener dan Sukadana juga dipengaruhi oleh dua waktu sebelumnya. Artinya kejadian bulan kering, lembab dan basah pada wilayah stasiun hujan dipengaruhi oleh kejadian pada satu dan dua bulan sebelumnya. Terlihat pula stasiun Tugu, Sukadana dan Bangkir memberi pengaruh temporal lebih banyak pada stasiun lainnya.


(47)

22

Gambar 12 Network transisi yang menggambarkan hubungan temporal. Network prior dan network transisitersebut adalah komponen pembentuk DBN. Dengan menggabungkan keduanya diperoleh DBN yang memodelkan peluang kejadian hujan untuk 14 wilayah stasiun hujan. Model DBN memberi informasi besaran peluang (dalam persen) terjadinya bulan kering, bulan lembab dan bulan basah. Berdasarkan tabel peluang bersyaratnya, terjadinya bulan kering untuk setiap stasiun cenderung lebih besar dibandingkan dengan terjadinya bulan lembab atau bulan basah.

Peluang setiap stasiun dapat berubah dengan menentukan nilai dari suatu stasiun, yaitu jika diketahui kejadian bulan basah atau bulan lembab atau bulan kering di suatu stasiun maka dapat diketahui peluang kejadian di daerah stasiun lainnya. Penentuan peluang berdasarkan network tersebut diperoleh dari nilai peluang bersyarat dalam network.


(48)

(49)

24

Prediksi Kejadian Hujan

Model DBN yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk melakukan prediksi kejadian bulan kering, bulan lembab dan bulan basah di 14 stasiun sepanjang 12 bulan di tahun 2008. Hasil prediksi peluang state yaitu bulan kering, lembab atau basah yang bersesuaian dengan state aktual dan nilai HD* untuk masing-masing perdiksi ditunjukkan pada tabel dan gambar di bawah ini.

Tabel 3 Hasil prediksi peluang kejadian bulan kering, lembab dan basah di tahun 2008

Ban g kir Bu la k Cid emp et

Cikedung Losa

rang Sukadana Tu gu U jun garis Lo hb en er Sudima mpir Junt inyu at Ke do ka n B und er K

rangkeng Bo

nd

an

Jan

Prediksi (%) 0.91 0.69 0.87 0.55 0.75 0.61 0.51 0.96 0.57 0.95 0.94 0.55 0.93 0.65

Aktual State 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Feb

Prediksi (%) 0.52 0.5 0.55 0.55 0.5 0.45 0.47 0.64 0.62 0.8 0.7 0.23 0.01 0.48

Aktual State 2 1 2 1 1 1 1 2 2 1 2 1 1 1

Mar

Prediksi (%) 0.6 0.4 0.4 0.26 0.39 0.28 0.28 0.14 0.41 0.1 0.4 0.2 0.09 0.19

Aktual State 3 3 2 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3

Ap

r Prediksi (%) 0.62 0.65 0.51 0.47 0.49 0.4 0.46 0.42 0.3 0.61 0.31 0.42 0.42 0.41

Aktual State 2 1 2 1 1 1 1 2 2 1 2 1 1 1

Mei

Prediksi (%) 0.41 0.68 0.51 0.48 0.52 0.45 0.43 0.48 0.42 0.62 0.53 0.47 0.49 0.46

Aktual State 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Jun

Prediksi (%) 0.59 0.68 0.46 0.42 0.42 0.43 0.43 0.42 0.43 0.56 0.47 0.44 0.46 0.46

Aktual State 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Jul

Prediksi (%) 0.62 0.67 0.5 0.5 0.49 0.41 0.44 0.45 0.44 0.59 0.51 0.46 0.47 0.43

Aktual State 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Ag

s Prediksi (%) 0.6 0.65 0.49 0.46 0.48 0.42 0.44 0.47 0.44 0.62 0.5 0.47 0.48 0.44

Aktual State 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Sep

Prediksi (%) 0.58 0.65 0.46 0.44 0.42 0.42 0.44 0.46 0.43 0.62 0.49 0.47 0.47 0.47

Aktual State 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Okt

Prediksi (%) 0.55 0.63 0.45 0.46 0.42 0.41 0.44 0.45 0.42 0.37 0.36 0.38 0.45 0.46

Aktual State 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 1

Nov

Prediksi (%) 0.42 0.62 0.32 0.28 0.42 0.39 0.22 0.46 0.46 0.43 0.5 0.45 0.42 0.45

Aktual State 2 1 2 3 2 1 2 1 1 2 1 2 2 1

De

s Prediksi (%) 0.43 0.23 0.35 0.46 0.3 0.32 0.31 0.35 0.43 0.44 0.16 0.32 0.26 0.32

Aktual State 2 2 3 2 3 3 3 2 1 2 3 3 3 3


(50)

Tabel 3 jika disajikan dalam bentuk gambar dengan nilai 1 (100%) untuk masing-masing aktual state terlihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Hasil prediksi peluang state untuk 14 stasiun.

Gambar 15 Hasil prediksi peluang state dan nilai HD* pada setiap bulan di tahun 2008 untuk 4 stasiun.

Berdasarkan nilai HD* terlihat bahwa hasil prediksi peluang state atau peluang terjadinya bulan kering, lembab atau basah lebih mendekati nilai aktualnya di dua bulan pertama, sedangkan pada bulan selanjutnya nilai HD* mengalami penurunan berbanding lurus dengan nilai peluang state-nya. Hal ini dimungkinkan karena adanya pengaruh musiman dan fase peralihan dalam proses prediksi dari model DBN yang dalam hal ini model DBN terbentuk dari network


(51)

26

transisi 3TBN yang memodelkan proses markov orde-2. Penurunan tersebut menunjukkan bahwa kemampuan prediksi untuk jangka panjang semakin berkurang tingkat kepastiannya. Terlihat melalui gambar, nilai peluang hasil prediksi monoton turun seiring waktu. Jika mengamati hasil prediksi di bulan ketiga, Maret 2008, nilai HD* dan peluangnya lebih kecil yang berarti lebih jauh dari nilai aktualnya. Kondisi seperti ini merata untuk semua stasiun.

Namun demikian, dengan mengevaluasi nilai HD* selama periode prediksi di atas nilai cutoff sebesar 0.4 yang berarti jarak antara vektor dugaan dengan vektor aktual dianggap cukup dekat, rata-rata tingkat akurasi model DBN untuk 12 stasiun yang diprediksi berada di atas 75% sedangkan 2 stasiun berada di bawah 75%. (Tabel 4). Artinya dalam 12 bulan di tahun 2008 secara rata-rata model DBN dapat memprediksi peluang kejadian bulan kering, lembab atau basah lebih dari 75% sesuai dengan state aktualnya. Hal ini menunjukkan bahwa model DBN yang digunakan dapat dikatakan cukup baik untuk digunakan dalam prediksi kejadian bulan kering, lembab dan basah suatu stasiun.

Tabel 4 Nilai HD* dan akurasi prediksi 14 stasiun

Stasiun Ba n g ki r Bu la k Cid emp et C ikedung Losaran g

Sukadana Tugu Ujun

garis Lohben er Sudima mpir Junt iny u at Ke d o ka n Bu nde r K rangkeng Bo nd an Nilai HD* untuk bulan

Jan 0.78 0.59 0.74 0.49 0.63 0.53 0.46 0.85 0.5 0.84 0.83 0.49 0.81 0.56 Feb 0.47 0.46 0.49 0.49 0.46 0.43 0.44 0.55 0.54 0.68 0.6 0.28 0.04 0.45 Mar 0.52 0.39 0.39 0.3 0.39 0.31 0.31 0.21 0.4 0.17 0.39 0.26 0.17 0.25 Apr 0.54 0.56 0.46 0.44 0.45 0.39 0.43 0.4 0.32 0.53 0.33 0.39 0.39 0.39

Mei 0.39 0.58 0.47 0.44 0.47 0.43 0.42 0.45 0.4 0.54 0.48 0.44 0.45 0.43

Jun 0.52 0.58 0.43 0.41 0.41 0.41 0.41 0.41 0.41 0.5 0.44 0.42 0.43 0.43 Jul 0.54 0.57 0.46 0.46 0.45 0.4 0.42 0.43 0.42 0.52 0.47 0.43 0.44 0.41 Ags 0.53 0.56 0.45 0.43 0.45 0.41 0.42 0.44 0.42 0.54 0.46 0.44 0.44 0.42 Sep 0.51 0.56 0.43 0.42 0.39 0.41 0.42 0.43 0.41 0.54 0.45 0.44 0.44 0.44

Okt 0.49 0.55 0.43 0.43 0.39 0.4 0.42 0.42 0.39 0.37 0.37 0.38 0.43 0.43 Nov 0.41 0.54 0.34 0.31 0.39 0.38 0.27 0.43 0.43 0.41 0.46 0.43 0.41 0.42 Des 0.41 0.28 0.36 0.43 0.33 0.34 0.34 0.36 0.41 0.42 0.44 0.34 0.3 0.34 Akurasi

Prediksi (%)

0.92 0.83 0.75 0.83 0.83 0.67 0.75 0.83 0.92 0.83 0.75 0.67 0.75 0.83


(52)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Model DBN dapat memprediksi peluang kejadian bulan kering, lembab atau basah selama masa prediksi 12 bulan di tahun 2008 relatif sesuai dengan kondisi aktualnya. Sebanyak 12 dari 14 stasiun memiliki tingkat akurasi rata-rata lebih dari 75%. Hal ini menunjukkan DBN memiliki performa yang cukup baik. Namun kemampuan prediksinya mengalami penurunan seiring rentang waktu prediksi yang semakin panjang. Tingkat kepastian, yang ditunjukkan oleh besarnya nilai peluang sebuah state atau nilai HD*, lebih tinggi pada awal interval waktu prediksi. Model DBN tersebut dapat menggambarkan secara eksplisit informasi hubungan spasial dan temporal yang terkandung dalam data deret waktu kejadian hujan. Untuk network model yang tidak mengandung contemporaneous-links, informasi hubungan spasial tidak dapat diketahui langsung secara eksplisit dari model.

Dukungan informasi prior dalam pemodelan curah hujan, seperti pemetaan jarak, karakteristik pola dan hubungan antara lokasi yang diamati, serta kriteria tertentu untuk mengevaluasi node-node potensial sebagai calon parent dalam ruang neighbor, sangat diperlukan dalam membangun struktur network agar mendapatkan model DBN yang diharapkan mampu mendekati gambaran fenomena atau kondisi sebenarnya.

Semakin banyak segmentasi/kategori kasus yang dibuat maka perbedaan peluang untuk setiap kategori kasus tersebut semakin kecil. Hal ini berdampak pada sulitnya menentukan pilihan kategori kasus yang mana yang dianggap lebih baik.

Saran

1. Kajian selanjutnya dapat mengakomodir kemungkinan perubahan topologi

network pada setiap timeslice dengan memperhatikan kondisi sebenarnya sehingga model DBN yang dibentuk memiliki struktur yang berubah pada periode timeslice tertentu misalnya untuk periode musiman atau pengaruh faktor lainnya. Dengan demikian istilah “dynamic” pada DBN selain mengacu


(53)

28

pada aspek waktu yang berubah tetapi juga struktur network berubah seiring waktu. Untuk mendukung hal tersebut, analisis pendahuluan terhadap informasi dan pola data deret waktu sebaiknya dilakukan secara lebih cermat dan pencarian kandidat struktur dapat dilakukan dengan mengevaluasi node

-node potensial sebagai calon parent menggunakan formula Haversine

Distance yang menghitung jarak antar dua titik (Kock 2008), sehingga

diharapkan dapat menentukan struktur network pembentuk model DBN secara lebih tepat.

2. Untuk menguji sensitifitas terhadap keberadaan evidence maka perlu dilakukan beberapa eksperimen yang membandingkan pengaruh jumlah


(54)

GLOSARIUM

Child : node yang berada pada ujung akhir sebuah edge

Contemperaneous-links : hubungan antar node di dalam satu timeslice

Cyclic : jalur yang berbalik kembali ke titik awal

Cutoff : konstanta yang menjadi batas suatu kriteria

DAG : singkatan dari directed acyclic graf yaitu struktur graf yang setiap node-nya dihubungkan oleh sumbu berarah dengan jalur yang tidak berbalik

Edge : sumbu atau busur pada struktur graf yang menghubungkan dua

node

Network prior : struktur BN yang menjadi awal sebuah model grafik

Network transisi : struktur BN yang menggambarkan proses markov orde tertentu

Neighbor : himpunan node yang berdekatan/tetangga dengan node

teramati

Noncontemperaneous-links : hubungan antara node pada satu timeslice dengan

node di timeslice lain

Parent : node yang berada pada ujung awal sebuah edge

State : kondisi suatu peristiwa/kejadian

Skrolling : langkah yang dilakukan bertahap dari satu timeslice ke

timeslice berikutnya

Spasial : mengacu pada aspek ruang

Temporal : mengacu pada aspek waktu

Timeslice : titik waktu yang menandakan suatu kondisi (untuk kasus waktu

yang diskrit)

Unroll : langkah menggandakan struktur network transisi sepanjang


(55)

30

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Prediksi Hujan Vs Masa Tanam. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. http://soil-climate.or.id [Desember 2009].

Bowerman BL, O’connell RT. 1993, Forecasting and Time Series: An Introduction. John Wiley & Sons, New York.

Cano R, Sordo C, Gutierrez JM. 2004. Applications of bayesian networks in meteorology. Advances in Bayesian Networks: 309-327. Berlin Heidelberg: Springer-Verlag.

Chen XW, Anantha G, Wang X. 2006. An effective structure learning methode for constructing gene networks. Bioinformatics 22:1367-1374.

Cheng J. 2001. Efficient stochastic sampling algorithms for bayesian networks. [dissertation]. Pitsburgh: Faculty of The School of Information Science University of Pitsburgh.

Cofino AS, Cano R, Sordo C, Gutierrez JM. 2002. Bayesian networks for probabilistic weather prediction. In ECAI 2002. Proceedings of the 15th European Conference on Artificial Intelligence; ISO Press. pp. 695-700. Cooper GF. 1990. The computational complexity of probabilistic inference in

bayesian belief networks. Artificial Inteligence 42(2-3):393-405.

Dagum P, Luby M. 1993. Approximating probabilistic inference in bayesian belief networks is np-hard. Artificial Intelligence 60(1): 141-153.

Friedman N, Murphy K., Russel S. 1996. Learning the structure of dynamic probabilistic network. Proc.UAI-98, Madison, Wisconsin.

Ghahramani Z. 1998. Learning dynamic bayesian networks. Lecture Notes in Artificial Intelligence:168-197. Berlin Heidelberg: Springer-Verlag. Heckerman D. 1997. Bayesian networks for Data Mining. Data Mining and

Knowledge Discovery 1:79-119.

Heckerman D, Geiger D, Chickering D. 1995. Learning bayesian networks: the combination of knowledge and statistical data. Machinge Learning

20:197-243.

Huls J. 2006. Modelling phsycological proccess with dynamic bayesian network. Pittsburgh: Mathematic and Computer Science, Faculty of Electrical Enginering, Delf University of Technology.


(56)

Kock de M. 2008. Weather forcasting with dynamic bayesian network. Honours Project Report. Department of Computer Science, University of Cape Town.

Korb KB, Niccolson AE. 2004. Bayesian Artificial Intelligence. New York: Chapmann & Hall/CRC.

Lahdesmaki H, Shmulevich I. 2008. Learning the structure of dynamic bayesian networks from time series and steady state measurements. Math Learn

71:185-217.

Murphy K. 2002. Dynamic bayesian network: representation, inference and learning. [disertation]. Berkeley: Computer Science of University of California.

Notohadinegoro T. 1999. Lingkungan Kalimantan Peluang dan Kendala bagi Pengelolaannya. Yogyakarta: Jurnal Manusia dan Lingkungan PPH UGM:17 Th. VI.

Rahmat HF. 2008. Pendugaan curah hujan dengan bayesian networks: studi kasus curah hujan di daerah Indramayu [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Suciantini. 2006. Hubungan SOI (Southern Oscillation Index) dengan awal musim di Indramayu. http://balitklimat.litbang.deptan.go.id/index.php?option= com_content& task=view&id=127&Itemid=117 [Oktober 2009].

Tucker A 2001. The automatic explanation of multivariate time series. London: Birkbeck College of University of London.


(57)

32


(58)

Lampiran 1 Algoritma K2 untuk pembelajaran struktur BN (Cooper & Herskovits, 1992)

1. Procedure K2

2. {Input: a set of N nodes, an ordering on the nodes, database D, upper bound u on the number of parents a node may have}

3. {Output: for each node, a printout of the parent of the node} 4. for i := 1 to n do

5.

π

i:=

φ

6. Pold := g(i,

π

i)

7. OKToProceed = True

8. while OKToProceed and |

π

i| < u do

9. Let z be the node in Pred(xi) -

π

i that maximises

g

(

i

,

π

i

{

z

})

10.

Pnew:=g(i,

π

i∪{z}) 11. if Pnew > Pold then

12. Pold := Pnew

13.

π

i:=

π

i∪{z}

14. else OKToProceed := false 15. end {while}

16. write(‘Node:’, xi, ‘Parent of this node:’,

π

i )

17. end {for} 18. end {K2}


(59)

34

Lampiran 2 Adaptive Importance Sampling – Bayesian Networks (AIS-BN) untuk pembelajaran parameter

1. Order the nodes according to their topological order

2. Initialize importance function P (0) (X\E) using some heuristic methods, initialize weight w(0), set the desired number of samples m and the updating interval l, initialize the score arrays for every node

3. KÅ 0, SÅ Ø, wSScoreÅ 0, wsum Å 0

4. For i Å 1 to m do

5. If (i mod l == 0) then 6. k Åk + 1

7. Update the importance function P (k) (X\E) and w(k) based on S

End if

8. si Å generate a sample according to P (k) (X\E) 9. SÅ S∪ { si }

10. wiScoreÅScore(si , P(X\E) , P (k) (X\E) , w(k) )

11. wiScoreÅ wSScore+ wiScore

12. wsumÅ wsum+ w(k)

End for

13. output estimate of P(E) as wSScore/ wsum

untuk, e E i i X i

i

k

X

j

X

P

P

i = ∉

=

=

=

(

|

(

)

)

)

\

(

E

Pa

E

X

wiScoredan bobot w(k) dihitung melalui:

) ( ) , ( ) ( ) ( i k i k iScore s P e s P w

w = dan

⎩ ⎨ ⎧ > ≤ = 9 1 9 0 ) ( k k wk


(60)

Lampiran 3 Algoritma K2/K3 untuk pembelajaran struktur DBN (Tucker A 2001)

1. Input: MTS with N nodes, database D, MaxT, MaxBranch

2. For i = 0 to N-1 3.

π

i

=

φ

4. Pold = g(i,

π

i)

5. Proceed = True

6. While Proceed

7. Let z be the node that maximises

g

(

i

,

π

i

{

z

})

where i

z

Q

z

,

π

8.

P

new

=

g

(

i

,

π

i

{

z

})

9. If Pnew is a better score than Pold then

10. Pold = Pnew

11.

π

i

=

π

i

{

z

}

12. Else

13. Proceed = False

14. End if

15. End While

16. End For


(61)

36

Lampiran 4 Kategorisasi data kejadian bulan basah, kering dan basah pada 14 stasiun di wilayah Indramayu

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)

Ba n g ki r Bu la k Cid emp et C ikedung Losaran g

Sukadana Sumurwatu Tugu Ujun

garis Lohben er Sudima mpir Junt iny u at Ked o kan Bu nder K rangkeng Bo nd an

1997 Jan 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Feb 2 1 1 1 1 3 2 1 2 2 2 3 1 2 3 Mar 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 3 2 Apr 3 2 2 1 2 2 3 1 2 3 2 3 3 2 2 Mei 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Jun 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Juli 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ags 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Sep 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Okt 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Nov 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Des 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 1 3 2 2 3

1998 Jan 2 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 2 1

Feb 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 1 3 Mar 2 1 1 2 1 3 1 1 2 1 1 1 3 2 3 Apr 3 2 3 3 2 3 2 2 2 2 2 3 3 2 3 Mei 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 1 2 1 1 3 Jun 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 2 2 1 Juli 2 1 1 2 2 1 2 1 1 1 1 2 2 2 1 Ags 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Sep 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Okt 2 1 1 2 1 2 3 1 1 2 1 2 3 2 2 Nov 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 Des 2 2 1 2 1 3 2 3 3 2 2 3 3 3 3

1999 Jan 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Feb 3 3 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 1 2 2 Mar 1 1 1 3 2 1 2 3 2 2 1 1 1 2 3 Apr 2 2 2 3 2 2 3 2 3 3 2 2 2 2 3 Mei 2 2 1 1 2 1 1 1 1 1 2 2 1 2 1 Jun 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Juli 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ags 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Sep 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Okt 2 1 1 2 1 1 1 2 1 2 1 1 1 2 1 Nov 2 2 1 1 3 3 3 3 3 2 3 2 2 2 3 Des 2 1 2 3 3 2 3 3 3 2 2 2 3 2 2

2000 Jan 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Feb 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 2 1 3 Mar 2 1 1 1 1 3 1 2 1 2 2 1 1 1 3 Apr 3 1 1 2 2 3 2 3 3 3 1 2 2 1 2 Mei 1 1 1 2 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 Jun 3 1 2 1 1 2 1 1 1 2 1 3 3 1 1 Juli 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ags 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Sep 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1


(62)

Lampiran 4 (lanjutan)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)

Okt 1 1 2 1 1 2 1 2 1 2 2 1 1 1 1 Nov 3 3 2 3 1 3 3 2 1 1 2 1 1 2 3 Des 2 2 3 2 2 3 2 3 2 2 2 1 2 2 3 2001 Jan 3 2 2 3 3 3 3 3 3 1 2 1 2 2 2 Feb 2 2 3 1 2 3 3 2 2 2 1 3 2 1 3 Mar 2 1 3 2 1 3 3 3 2 2 3 1 3 2 3 Apr 2 1 2 3 2 3 3 3 2 2 2 1 1 1 3 Mei 1 1 1 2 1 2 2 2 1 1 1 1 1 2 2 Jun 3 2 2 1 1 2 2 2 1 1 3 2 3 2 1 Juli 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ags 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Sep 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Okt 2 1 2 3 1 2 2 3 1 1 1 1 1 2 1 Nov 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 Des 3 1 2 2 1 3 3 2 2 2 3 2 3 3 2 2002 Jan 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 Feb 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 Mar 3 1 3 3 1 2 1 1 1 1 2 2 3 2 2 Apr 1 3 2 2 3 3 3 3 2 3 2 2 2 2 2 Mei 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Jun 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Juli 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ags 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Sep 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Okt 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Nov 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 2 Des 2 2 3 3 3 3 2 3 3 3 2 2 3 3 3 2003 Jan 2 2 2 1 2 1 1 1 3 2 2 3 2 3 2 Feb 3 2 2 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 Mar 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 2 2 Apr 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 2 2 Mei 2 2 2 1 1 2 1 2 2 2 1 1 2 1 1 Jun 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Juli 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ags 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Sep 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Okt 1 1 1 2 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 Nov 2 2 1 2 2 2 1 1 2 3 3 2 2 2 1 Des 3 2 1 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 1 2 2004 Jan 3 3 3 3 3 3 2 2 2 3 3 3 3 2 3 Feb 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 Mar 2 2 2 2 2 3 3 3 3 2 2 2 2 2 3 Apr 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 Mei 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 Jun 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Juli 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ags 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Sep 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Okt 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Nov 1 1 1 2 2 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 Des 1 1 2 2 3 3 1 2 2 1 3 2 2 1 3 2005 Jan 2 2 1 2 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 Feb 3 1 1 2 2 2 1 1 3 1 2 3 2 2 2


(1)

Lampiran 4 (lanjutan)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) Mar 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 Apr 1 1 2 3 1 3 3 2 2 2 2 2 2 2 3 Mei 1 1 1 1 2 2 1 1 2 2 2 2 1 2 1 Jun 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 2 Juli 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 Ags 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Sep 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Okt 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Nov 2 1 2 1 1 3 2 1 1 1 2 1 1 1 1 Des 3 1 3 3 2 3 2 3 2 2 2 2 3 3 3 2006 Jan 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 Feb 3 1 1 1 2 3 1 2 3 3 3 2 3 2 3 Mar 1 2 2 1 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 3 Apr 1 1 1 2 3 2 3 2 2 1 1 1 2 1 3 Mei 1 1 1 2 1 3 2 2 2 1 2 1 2 1 2 Jun 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Juli 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ags 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Sep 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Okt 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Nov 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Des 3 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 1 3 2007 Jan 2 3 2 3 3 2 2 3 3 3 2 2 2 2 3 Feb 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 Mar 2 3 2 3 2 3 3 3 3 1 2 2 2 2 2 Apr 1 2 2 2 2 2 2 1 2 1 1 2 2 2 3 Mei 1 1 2 1 1 2 1 2 1 1 2 1 2 1 1 Jun 2 2 2 1 1 1 2 1 1 1 2 3 1 1 1 Juli 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ags 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Sep 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Okt 2 2 1 2 1 2 2 1 2 1 1 2 2 1 1 Nov 2 1 1 1 2 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 Des 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2008 Jan 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 Feb 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 Mar 3 3 2 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 Apr 2 1 2 1 1 1 2 1 2 2 1 2 1 1 1 Mei 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Jun 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Juli 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ags 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Sep 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Okt 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 1 Nov 2 1 2 3 2 1 3 2 1 1 2 1 2 2 1 Des 2 2 3 2 3 3 3 3 2 1 2 3 3 3 3


(2)

Lampiran 5 Implementasi program Matlab untuk membangun struktur transisi DBN clear all; D=textread('state97_07.txt'); [m,n]=size(D); MaxT=6; neigh=cell([1 n]); neigh{1}=[3 8 9 10]; neigh{2}=[3 5]; neigh{3}=[1 2 5 9]; neigh{4}=[5 7 8 9 15]; neigh{5}=[2 4]; neigh{6}=[7 8 14]; neigh{7}=[4 6 8 15]; neigh{8}=[1 4 7 6 9 10]; neigh{9}=[1 3 5 8 10]; neigh{10}=[1 8 9 11 12]; neigh{11}=[8 10 12 13]; neigh{12}=[6 8 11 13]; neigh{13}=[11 12]; neigh{14}=[6]; neigh{15}=[4 7];

%============ kombinasi parent-j pada time-t bagi node-i, (j i t) ======== if MaxT==1 komb=fullfact([n n]); szkomb=size(komb,1); mm=cell([1 n]);ii=[]; for cek=1:szkomb ii=komb(cek,2); for y=1:size(neigh{ii},2) if komb(cek,1)==neigh{ii}(y)

mm{ii}=[mm{ii};[komb(cek,:) 1]]; %himpunan Q neighbor node i end

end end else

komb=fullfact([n n MaxT]); szkomb=size(komb,1); mm=cell([1 n]);ii=[]; for cek=1:szkomb ii=komb(cek,2); for y=1:size(neigh{ii},2) if komb(cek,1)==neigh{ii}(y)

mm{ii}=[mm{ii};komb(cek,:)]; %himpunan Q neighbor node i end

end end end


(3)

Lampiran 5 (lanjutan)

%============ MAIN PROGRAM ============

for inode=1:n % node 1 s.d node n di slice t0 sebagai child-node MaxP=[]; Pnew1=[]; Pnew2=[]; Pnew3=[]; idx=[];

szmm=size(mm{inode},1); if szmm<3

for i=1:szmm

xz1{i}=mm{inode}(i,:);

Pnew1(i)=zskor(D,xz1{i}); %=== mencari calon parent dg skor maksimum, untuk parent 1 node

end [MaxP(1),idx]=max(Pnew1); zmak{1}=xz1{idx}; [Poke(inode),idoke]=max(MaxP); zoke{inode}=zmak{idoke}; else for i=1:szmm xz1{i}=mm{inode}(i,:);

Pnew1(i)=zskor(D,xz1{i}); %======== mencari calon parent dg skor maksimum, untuk parent 1 node end [MaxP(1),idx]=max(Pnew1); zmak{1}=xz1{idx}; com2=combntns(1:szmm,2); sz2=size(com2,1); for j=1:sz2 xz2{j}=[mm{inode}(com2(j,1),:);mm{inode}(com2(j,2),:)];

Pnew2(j)=zskor(D,xz2{j}); %======== mencari calon parent dg skor maksimum, untuk parent 2 node end [MaxP(2),idx(2)]=max(Pnew2); zmak{2}=xz2{idx(2)}; com3=combntns(1:szmm,3); sz3=size(com3,1); for k=1:sz3 xz3{k}=[mm{inode}(com3(k,1),:);mm{inode}(com3(k,2),:);mm{inode}( com3(k,3),:)];

Pnew3(k)=zskor(D,xz3{k}); %======== mencari calon parent dg skor maksimum, untuk parent 3 node end

[MaxP(3),idx(3)]=max(Pnew3); zmak{3}=xz3{idx(3)};

% com4=combntns(1:szmm,4); sz4=size(com4,1); % for o=1:sz4

xz4{o}=[mm{inode}(com4(o,1),:);mm{inode}(com4(o,2),:);mm{inode}( com4(o,3),:);mm{inode}(com4(o,4),:)];

% Pnew4(o)=zskor(D,xz4{o}); %======== mencari calon parent dg skor maksimum, untuk parent 4 node % end


(4)

Lampiran 5 (lanjutan)

%======== mencari parent dg skor maksimum dari kasus parent 1 node, 2 node dan 3 node,

if inode==1

Pai=zoke{inode}; else

Pai=[Pai; zoke{inode}]; end

end

Pai,Poke'

function Pnew=zskor(D,xz)

[Nijk Nij]=statcukup(D,xz); % menghitung statistik cukup % if isempty(Nij)

% Pnew=0; % return; % else

[qi ri]=size(Nijk); %qi: banyaknya jenis state parent-node-i, ri: banyaknya jenis nilai state node-i

ri_1=ri-1; rr=factorial(ri_1); Pnew=1;

for j=1:qi for k=1:ri

FactN(j,k)=factorial(Nijk(j,k)); end

B1=Pnew*(rr/factorial(Nij(j)+ri_1))*prod(FactN(j,:),2); Pnew=B1; %score xz


(5)

Lampiran 6 Grafik hasil pendugaan peluang kejadian bulan kering, lembab dan basah berbanding dengan nilai HD*


(6)