The Modeling of Downscaling GCM output and SST Anomaly Nino 3.4 Using Support Vector Regression (A Case Study of The monthly Rainfall In Indramayu).

(1)

NINO 3.4 MENGGUNAKAN SUPPORT VECTOR REGRESSION

(Studi Kasus Curah Hujan Bulanan Indramayu)

ARIES MAESYA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

(Studi Kasus Curah Hujan Bulanan Indramayu)

ARIES MAESYA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Pemodelan Downscaling Luaran GCM dan Anomali SST Nino 3.4 Menggunakan Suport Vector Regression (Studi Kasus

Curah Hujan Bulanan Indramayu)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan

dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di Bagian akhir tesis ini.

Bogor, April 2012

Aries Maesya G651090211


(4)

ABSTRACT

ARIES MAESYA, The Modeling of Downscaling GCM output and SST Anomaly Nino 3.4 Using Support Vector Regression (A Case Study of The monthly Rainfall In Indramayu). Under supervisioning of AGUS BUONO and MUSHTHOFA.

The objective of this research is to develop a downscaling model GCM output and SST anomaly Nino 3.4 as input in the training to predict a rainfall monthly in Indramayu. The techniques of a downscaling is used for a phenomenon indicators of El Nino and Southern Oscillation (ENSO) climate anomaly such as a Global Circulation Model (GCM) and Sea Surface Temperature (SST) nino 3.4 are commonly used as a primary study learn and understand the climate system. This research propose a method for developing a downscaling model GCM output and SST anomaly Nino 3.4 by using Support Vector Regression (SVR). The research showed that GCM output and SST anomaly Nino 3.4 can be approach the average value of monthly rainfall. The best result of prediction is Bondan station which has average correlation that is 0.700.


(5)

RINGKASAN

ARIES MAESYA, Pemodelan Downscaling Luaran GCM dan Anomali SST Nino 3.4 Menggunakan Support Vector Regression (Studi Kasus Curah Hujan Bulanan Indramayu). Dibawah bimbingan AGUS BUONO and MUSHTHOFA.

Indramayu merupakan salah satu kabupaten yang berada di provinsi Jawa Barat terletak pada garis 6.9º-25.5º LS dan 126.5º-146.2º BT disabuk hujan khatulistiwa. Akibat letak tersebut maka wilayah Indramayu memiliki iklim tropis dengan ciri khas tingginya tingkat curah hujan, suhu tinggi dan kelembaban tinggi. Pengaruh iklim terhadap pertanian di Indonesia sangat kuat karena iklim di Indonesia sangat dipengaruhi oleh fenomena global seperti ENSO (El-Nino and

Southern Oscillation). Fenomena ENSO merupakan fenomena yang

mempengaruhi keragaman iklim di Indonesia, khususnya curah hujan. (Boer dan Subbiah, 2003). Salah satu indikator fenomena ENSO yang sering digunakan untuk melihat gejala terjadinya anomali iklim adalah Global Circulation Model

(GCM) dan Sea Surface Temperature (SST) Nino 3.4.

Usaha pelaksanaan pengelolaan dampak dan resiko iklim menggunakan

downscaling sudah banyak dilakukan dan coba diterapkan. Penelitian terdahulu,

Cavazos dan Hewitson (2004) melakukan penelitian untuk melihat performance

luaran GCM NCEP-NCAR dengan mencari kombinasi peubah respon yang potensial menggunakan jaringan saraf buatan (JST). Selanjutnya, Wigena (2006) melakukan pengembangan model downscaling menggunakan projection

regression pursuit (PPR) dalam melakukan peramalan curah hujan di Indramayu

dengan salah satu kajian analisisnya adalah untuk menentukan domain yang baik pada luaran GCM. Menurut Buono (2010) dan Muttaqin (2011) melakukan pemodelan statistical downscaling menggunakan Jaringan Saraf Tiruan (JST) untuk pemodelan curah hujan daerah Indramayu dan Agmalaro (2011) melakukan pengembangan model downscaling data luaran GCM menggunakan SVR. Kemudian masih banyak penelitian lainnya mengenai downscaling yang bertujuan mengembangkan model yang dapat memberikan berbagai informasi tentang iklim yang memadai dan berguna untuk perencanaan kedepan. Oleh karena itu, studi kali ini akan mencoba mengembangkan model downscaling luaran GCM dan


(6)

anomali SST Nino 3.4 menggunakan SVR dalam melakukan peramalan curah hujan bulanan sehingga dapat dijadikan sebagai alat pendukung dalam proses penyebaran informasi iklim yang tepat guna.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengembangkan model

downscaling luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 menggunakan SVR (studi

kasus curah hujan bulanan Indramayu). Oleh karena itu, diharapkan penelitian ini dapat memberikan performasi metode SVR dalam melakukan pendugaan curah hujan bulanan dengan membandingkan hasil prediksi SVR dan hasil data observasi stasiun pengamatan curah dengan melakukan evaluasi dan validasi terhadap nilai korelasi, Root Mean Square Error (RMSE) dan Mean Absolute

Error Prediction (MAEP). Manfaat dari hasil penelitian ini dihasilkan suatu

model downscaling yang memberikan informasi iklim akurat berdasarkan dari data luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 sehingga dapat dijadikan sebagai suatu referensi dalam pendugaan curah hujan dengan lebih baik. Ruang lingkup dari penelitian ini adalah data curah hujan yang digunakan berasal dari stasiun hujan yang berada di daerah Indramayu (13 stasiun) dari tahun 1979 – 2002 serta data luaran GCM yang digunakan adalah sebanyak 6 model (1901 – 2000) dan anomali SST NINO 3.4 (1950 – 2000).

Model t-47 merupakan model paling baik untuk melakukan prediksi curah hujan bulanan di wilayah Kabupaten Indramayu, sedangkan miub-g merupakan model yang memiliki kinerja paling rendah untuk melakukan prediksi curah hujan bulanan. Berdasarkan hasil prediksi terhadap 13 stasiun pemantauan curah hujan yang didapatkan cenderung mengikuti pola yang dihasilkan oleh data observasi. Akan tetapi masih terdapat kelemahan yaitu pada beberapa titik ekstrim hasil prediksi belum sensitif menangkap pola ekstrim tersebut. Lokasi atau titik stasiun pengamatan curah hujan cukup memiliki pengaruh terhadap nilai korelasi yang dihasilkan oleh masing-masing stasiun curah hujan. Jika lokasi pengamatan berada dekat dengan laut maka nilai korelasi cenderung rendah. Sedangkan apabila lokasi pengamatan berada jauh dari laut, maka nilai korelasi yang dihasilkan cenderung lebih besar.


(7)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutka sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagain atau seluruh karya


(8)

PEMODELAN DOWNSCALING LUARAN GCM DAN ANOMALI SST NINO 3.4 MENGGUNAKAN SUPORT VECTOR REGRESSION

(Studi Kasus Curah Hujan Bulanan Indramayu)

ARIES MAESYA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Ilmu Komputer pada Program Studi Ilmu Komputer

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(9)


(10)

Judul Tesis : Pemodelan Downscaling Luaran GCM dan Anomali SST Nino 3.4 Menggunakan Suport Vector Regression (Studi

Kasus Curah Hujan Bulanan Indramayu)

Nama : ARIES MAESYA

NRP : G651090211

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Agus Buono, M.Si, M.Kom

Ketua Anggota

Mushthofa, S.Kom, M.Sc

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana, Ilmu Komputer

Dr. Yani Nurhadryani, S.Si, MT Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(11)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kepada illahi robbi Allah SWT, atas rahmat dan hidayahnya sehingga akhirnya laporan tesis ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah kecerdasan komputasional, dengan judul Pemodelan Downscaling Luaran GCM dan Anomali SST Nino 3.4 Menggunakan Suport Vector Regression (Studi Kasus Curah Hujan Indramayu)

Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan dukungan dari semua pihak yang mendukung baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan kuliah maupun penelitian yang akan dilaksanakan. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibunda Elah dan Ayahanda Sapri beserta adikku tercinta, Arief Lesmana dan Ariel Alfaro atas dukungan materil dan non-materil selama penulis kuliah di Institut Pertanian Bogor.

2. Dr. Ir. Agus Buono, M.Si, M.Kom atas bimbingan dan arahan kepada penulis. Bimbingan beliau yang selalu dinantikan dan menjadi pemicu suksesnya penulisan tesis ini.

3. Mushthofa, S.Kom, M.Sc atas bimbingan dan masukan selama kuliah dan bimbingan di Pascasarjana Ilmu Komputer IPB.

4. Dr. Yani Nurhadryani, S.Si, MT atas dukungannya kepada seluruh mahasiswa pascasarjana Ilmu Komputer IPB untuk segera menyelesaikan pendidikan. 5. Dr. Akhmad Faqih sebagai dosen penguji atas waktu dan arahan kepada

penulis dalam penulisan tesis ini.

6. Seluruh Dosen dan Staf Departemen Ilmu Komputer Institut Pertanian Bogor yang telah memberi dukungan dan bantuan selama penulis melakukan studi di Sekolah Pascasarjana IPB.

7. Ibu Dr Prasetyorini selaku Dekan FMIPA UNPAK, Ibu Dra Sri Setyaningsih, M.Si selaku Pembantu Dekan Bidang Akademik FMIPA UNPAK, Ibu Prihastuti Harsani, M.Si selaku ketua Jurusan Ilmu Komputer FMIPA UNPAK yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan sekolah pascasarjana dan selalu memberi dukungan dan semangat selama menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana IPB program studi Ilmu Komputer.


(12)

8. Muhammad Asyar Agmalaro, S.Si, M.Kom atas bantuan dan dukungan kepada penulis dalam penulisan tesis ini.

9. Bapak Iyan Mulyana, M.Kom, Ibu Arie Qur’ania, Sena Ramadona, M. Rafi Mutaqqin, M.Kom dan teman-temanku angkatan XI S2 Ilmu Komputer IPB atas kebersamaan dan bantuannya selama kuliah dan penelitian di MKOM IPB.

10.Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Ilmu Komputer FMIPA Universitas Pakuan yang telah memberi dukungan dan bantuan selama penulis melakukan studi di sekolah pascasarjana IPB

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak kekurangan. Kritik, saran dan masukan dalam penelitian ini sangat penulis harapkan, demi sempurnanya penelitian ini di kemudian hari.

Bogor, April 2012


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis (Aries Maesya) dilahirkan di Bogor pada tanggal 9 September 1986 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Sapri dan Elah. Pada saat masih kecil, penulis memulai pendidikan TK. Bhayangkari 5 Bogor, SDN Bhayangkari Bogor. Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan menengahnya ke SMP Negeri 5 Bogor (1998 – 2001), lalu SMU Negeri 7 Bogor (2001-2004). Setelah lulus SMU pada tahun 2004, penulis berkesempatan melanjutkan studi di Jurusan Ilmu Komputer-FMIPA, Universitas Pakuan Bogor dan lulus pada tahun 2008 dan Penulis sekarang bekerja sebagai Dosen Tetap di Jurusan Ilmu Komputer-FMIPA, Universitas Pakuan Bogor. Penulis berkesempatan melanjutkan ke jenjang pascasarjana (S2) Ilmu Komputer (ILKOM), Institut Pertanian Bogor sejak 2009 – sekarang. Penulis melanjutkan ke Magister (S2) Ilmu Komputer (Ilkom), Institut Pertanian Bogor.


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Tujuan ... 3

1.3Manfaat ... 3

1.4Ruang Lingkup ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1Penelitian Terkait ... 4

2.2General Circulation Model (GCM) ... 6

2.3Sea Surface Temperature Nino 3.4 ... 8

2.4Downscaling ... 10

2.5Support Vector Regression (SVR) ... 11

BAB III METODE PENELITIAN ... 13

3.1Metode Penelitian ... 13

3.1.1 Studi Literatur ... 14

3.1.2 Akuisi Data ... 14

3.1.2.1 Data Luaran GCM (Peubah Penjelas) ... 14

3.1.2.2 Data Anomali SST Nino 3.4 (Peubah Penjelas) ... 15

3.1.2.3 Data Observasi Curah Hujan (Peubah Respon) ... 15

3.1.3 Normalisasi (Standardize) Data ... 15

3.1.4 Preprocessing Luaran GCM ... 16

3.1.5 Perpaduan Luaran GCM dan Anomali SST Nino 3.4 ... 16

3.1.6 Pembagian Data menggunakan K-Fold Cross Validation ... 17


(15)

3.1.8 Evaluasi dan Validasi Model ... 18

3.2Lingkup Pengembangan Model ... 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

4.1Pemodelan Downscaling Menggunakan SVR ... 21

4.2Pengukuran Kinerja Model Berdasarkan Fungsi Kernel SVR ... 26

4.3Hasil Prediksi Untuk Setiap Stasiun Hujan ... 29

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

5.1Kesimpulan ... 34

5.2Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kawasan Nino 3.4 (NOAA, 2012) ... 9

2. Ilustrasi Anomali SST Nino 3.4 (NOAA, 2012) . ... 9

3. Ilustrasi Proses Downscaling (Sumber : Sutikno, 2008) ... 11

4. Diagram alir penelitian ... 13

5. Ilustrasi pemodelan data Luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 ... 17

6. Plot hasil rataan prediksi dan observasi curah hujan bulanan berdasarkan luaran GCM-anomali SST Nino 3.4 (Model SVR fungsi kernel linear) .... 21

7. Luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 berdasarkan perbandingan rataan prediksi dan observasi ... 25

8. Hasil Nilai rataan error dan korelasi validasi model berdasarkan kinerja fungsi kernel dari semua luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 ... 27

9. Grafik scater plot hasil observasi dengan estimasi masing-masing model SVR fungsi kernel. ... 29

10.Plot perbandingan hasil korelasi dan ukuran error antara data hasil prediksi dengan observasi pada setiap stasiun pengamatan curah hujan di Kabupaten Indramayu (Fungsi Kernel : Linear Kernel)... 31

11.Grafik perbandingan hasil observasi dan hasil prediksi pada stasiun Bondan (fungsi kernel : Linear kernel) ... 32

12.Grafik perbandingan hasil observasi dan hasil prediksi pada stasiun Krangkeng (fungsi kernel : Linear kernel) ... 33

13.Peta sebaran 13 lokasi stasiun pemantauan curah hujan di wilayah Indramayu berdasarkan ukuran nilai korelasi ... 33


(17)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Skala grid model-model GCM dan negara yang mengembangkannya (Sumber : Sutikno, 2008) ... 8 2. Model GCM dan negara pembuatnya (Sutikno, 2008) ... 14 3. Contoh data observasi curah hujan ... 15 4. Nilai error, korelasi validasi (r) berdasarkan fungsi kernel dan rataan

masing-masing model pada luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 ... 23 5. Rataan korelasi dan nilai error antara data hasil prediksi dan observasi


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indramayu merupakan salah satu kabupaten yang berada di provinsi Jawa Barat terletak pada garis 6.9º-25.5º LS dan 126.5º-146.2º BT. Kabupaten Indramayu terletak di daerah Pantura (Pantai Utara Jawa) yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten Cirebon di tenggara, Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Sumedang, serta Kabupaten Subang di barat. hujan khatulistiwa yang beriklim tropis. Pada daerah yang mempunyai iklim tropis memiliki cirri khas tingginya tingkat curah hujan, suhu tinggi dan kelembaban tinggi.

Pengaruh iklim terhadap pertanian di Indonesia sangat kuat karena iklim di Indonesia sangat dipengaruhi oleh fenomena global seperti ENSO (El-Nino and Southern Oscillation). Fenomena ENSO merupakan fenomena yang memilik keragaman iklim di Indonesia, khususnya curah hujan (Boer dan Subbiah, 2003). Peristiwa iklim ekstrim yang terjadi terkait ENSO telah menimbulkan dampak yang signifikan khususnya pada bidang pertanian di Indramayu. Pada peristiwa ENSO hangat atau biasa dikenal dengan istilah El Niño, biasanya terjadi penundaan awal musim hujan dan bertambah panjangnya musim kemarau (Kirono et al. 1999; Moron et al. 2010). Peristiwa El Niño sering dikaitkan dengan meluasnya kekeringan di berbagai daerah yang menyebabkan turunnya produksi pertanian karena kurangnya persediaan air. Sebaliknya, pada periode ENSO dingin atau dikenal dengan istilah La Niña, kejadian hujan meningkat melebihi kondisi rata-rata sehingga meningkatkan peluang terjadinya banjir di berbagai daerah di Indramayu.

Berbagai model prediksi curah hujan yang dikembangkan untuk produksi padi telah banyak dikembangkan di Indonesia seperti model dengan menggunakan peubah indikator ENSO (Boer, 2000). Model ini menghasilkan tingkat ketepatan yang tinggi pada wilayah yang dipengaruhi oleh fenomena ENSO, khususnya wilayah dengan tipe hujan monsun. Untuk mengetahui dan memahami sistem

Oleh karena itu dibutuhkan suatu ramalan informasi yang akurat, cepat dan bersifat spesifik lokasi untuk memprediksi curah hujan di masa yang akan datang agar dapat meminimalisir dampak kerugian yang terjadi.


(19)

iklim sehingga dapat digunakan dalam memprediksi jumlah curah hujan bulanan di suatu daerah maka diperlukan suatu model/alat yang dapat mensimulasikan iklim, memprediksi perubahan-perubahan iklim masa lampau, sekarang, dan membuat skenario perubahan iklim masa yang akan datang. Salah satu indikator yang sering digunakan untuk melihat gejala terjadinya anomali iklim adalah Global Circulation Model (GCM) dan Sea Surface Temperature (SST) Nino 3.4.

Secara umum, GCM diartikan sebagai penggambaran matematis dari sejumlah besar interaksi fisika, kimia, dan dinamika atmosfer bumi dan menghasilkan data dalam jumlah sangat besar yang dapat digunakan untuk membuat prakiraan iklim (Wigena, 2006). Anomali SST Nino 3.4 merupakan parameter yang berkaitan dengan berbagai fenomena ENSO El-Nino dimana peristiwa ini ditandai dengan anomali SST negatif (lebih dingin dari rata-ratanya) yang terletak di kawasan Ekuator Pasifik Tengah. Menurut Storch dan Zwiers (1999) dan beberapa penelitian di bidang meteorologi beranggapan bahwa GCM belum cukup baik untuk mendapatkan informasi iklim secara detail sehingga dapat digunakan dalam melakukan prakiraan iklim atau memprediksi curah hujan dengan sangat tepat dan akurat terutama di kawasan tropis. Proses pembentukan hujan dipengaruhi oleh topografi dan interaksi antara laut, darat dan atmosfir yang kompleks menyebabkan keragaman sifat hujan bulanan di setiap daerah sehingga menimbulkan kesulitan membuat simulasi untuk prediksi curah hujan. Oleh karena itu resolusi dari luaran GCM dianggap terlalu rendah serta menyulitkan dalam melakukan prediksi dengan mempelajari pola iklim regional/lokal yang membutuhkan resolusi yang tinggi. Akan tetapi GCM masih mungkin digunakan untuk memperoleh informasi skala regional hingga lokal bila dipadukan dengan indikator anomali SST Nino 3.4 menggunakan pemodelan downscaling.

Beberapa penelitian sebelumnya, Wigena (2006), melakukan pengembangan model Statistical Downscaling (SD) menggunakan Projection RegressionPursuit (PPR) dalam melakukan peramalan curah hujan di Indramayu dengan salah satu kajian analisisnya adalah untuk menentukan domain yang baik pada luaran GCM. Buono (2010) dan Muttaqin (2011) melakukan pemodelan SD menggunakan JST untuk pemodelan curah hujan daerah Indramayu dan Agmalaro (2011) melakukan pengembangan model downscaling data luaran GCM menggunakan support vector regression (SVR). Kemudian masih banyak penelitian lainnya mengenai


(20)

SD yang bertujuan mengembangkan model yang dapat memberikan berbagai informasi tentang iklim yang memadai untuk perencanaan masa yang akan datang. Oleh karena itu, penelitian ini akan mencoba mengembangkan model downscaling luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 menggunakan Support Vector Regression (SVR) dalam melakukan peramalan curah hujan bulanan. Pemodelan dowscaling ini dapat dijadikan sebagai alat pendukung oleh pemegang keputusan dalam kebijakan ketahanan pangan untuk menjaga kestabilan ketahanan pangan. Selain itu, baik pemerintah maupun petani diharapkan dapat menyusun strategi tanam agar tidak terjadi kegagalan panen dan hasil pertanian bisa dioptimalkan.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan model downscaling luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 menggunakan SVR (studi kasus curah hujan bulanan Indramayu). Oleh karena itu, diharapkan penelitian ini dapat memberikan performasi metode SVR dalam melakukan pendugaan curah hujan bulanan dengan membandingkan hasil prediksi SVR dengan hasil data observasi stasiun pengamatan curah hujan dengan evaluasi validasi nilai korelasi dan nilai error.

1.3 Manfaat

Manfaat penelitian ini adalah diperoleh suatu model downscaling yang memberikan informasi iklim akurat, sebagai suatu referensi untuk melakukan pendugaan curah hujan dengan lebih baik dan menjadi alat pendukung bagi pihak yang terkait dalam memprediksi curah hujan pada masa yang akan datang.

1.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah:

a. Data curah hujan yang digunakan adalah data yang berasal dari stasiun hujan yang berada di daerah Indramayu (13 stasiun) dari tahun 1979 - 2002. b. Data GCM peubah precipitation (curah hujan) yang digunakan adalah

sebanyak 6 model (1901 – 2000).


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terkait

Berbagai studi kajian untuk melakukan prediksi curah hujan telah banyak dikembangkan dengan menggunakan berbagai model dan indikator dalam melihat gejala anomali iklim. Beberapa penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya diantaranya, Wigena (2006) melakukan kajian mengenai pemodelan Statsitical Downscaling (SD) dengan Projection Pursuit Regression (PPR) untuk peramalan curah hujan bulanan (studi kasus hujan bulanan di Indramayu). Hasil penelitian yang diperoleh yaitu perkembangan teknik SD dapat ditentukan berdasarkan karakteristik data luaran GCM yang bersifat curse of dimensionality, nonlinear dan multikolinearitas dan data peubah respon. Penentuan domain dilakukan berdasarkan ukuran kedekatan hubungan antara peubah global (luaran GCM) dengan peubah lokal (observasi). Pendugaan curah hujan bulanan dengan model PPR lebih akurat dan pola nilai dugaan lebih mendekati pola nilai observasinya dari pada model Principal Component Analysis (PCR).

Selanjutnya, Buono (2010) menggunakan metode statistical downscaling dengan Jaringan Syaraf Tiruan (JST) untuk melakukan pendugaan pemodelan curah hujan di Kabupaten Indramayu. Penelitian tersebut secara umum menghasilkan nilai prediksi hampir mendekati pola dari data observasi. Akan tetapi pada kasus tertentu dimana data observasi terdapat titik, hasil prediksinya belum mampu mencapai nilai maksimum ataupun minimum dari data observasi.

Mutaqqin (2011) dalam penelitiannya melakukan kajian tentang pengembangan JST pada pemodelan downscaling data GCM curah hujan bulanan (studi kasus Indramayu) dengan melakukan pengelompokan data terlebih dahulu sebelum melakukan pelatihan. Pada penelitiannya tahapan pelatihan menggunakan metode JST backpropagation dengan jumlah neuron pada hidden layer sebanyak 50 dan 100 buah neuron. Terdapat 2 (dua) buah model JST yang digunakan yaitu penggunaan parameter dengan algoritma Levenberg-Marquardt nilai gradien minimum sebesar 1 x 10-10 untuk selanjutnya disebut (JST-1). Kedua, yaitu model JST-2 yaitu penggunaan parameter algoritma Levenberg-Marquardt nilai gradien minimum sebesar 1 x 10-100. Penelitian ini dilakukan untuk memperbaiki pola distribusi yang dihasilkan oleh Buono (2010). Secara umum


(22)

model yang dihasilkan oleh pelatihan menggunakan JST lebih baik. Dimana pola hasil prediksi yang dihasilkan oleh model JST mengikuti pola data observasi dan beberapa titik yang belum dicapai oleh Buono (2010), pada penelitian ini tercapainya beberapa titik yang pada penelitian sebelumnya tidak dapat dicapai oleh hasil prediksinya. Akan tetapi pada beberapa titik dalam keadaan ekstrim, nilai prediksi yang dihasilkan belum mampu mendekati pola sebaran dari data observasi.

Penelitian berikutnya dilakukan oleh Agmalaro (2011), pada penelitian tersebut melakukan suatu pengembangan model downscaling data luaran GCM menggunakan Support Vector Regression (SVR). Pada penelitiannya menggunakan 1 (satu) variabel masukan (inputan) yaitu data luaran GCM peubah precipitation (curah hujan) sebagai peubah penjelas dan data observasi sebagai peubah respon. Pemodelan data dilakukan dengan pembagian data berdasarkan bulan musiman (seasonal), yaitu bulan pada musim hujan dengan rataan curah hujuan yang tinggi terjadi pada bulan Desember-Januari-Februari (DJF), bulan pada musim kemarau dengan rataan curah hujan yang sedikit terjadi pada bulan Juni-Juli-Agustus(JJA) dan bulan pada masa pancaroba yang merupakan peralihan musim hujan ke kemarau terjadi pada bulan Maret-April-Mei (MAM) serta peralihan musim kemarau ke musim hujan terjadi pada bulan September-Oktober-November(SON). Sehingga PCA data matriks GCM terbagi menjadi 4 bagian menjadi GCM-DJF, GCM-MAM, GCM-JJA, dan GCM-SON. Kemudian melakukan penyusunan model SVR berdasarkan data GCM dan observasi. Penelitian ini, secara keseluruhan model yang dihasilkan cukup bagus untuk memprediksi curah hujan dengan kondisi normal, tetapi untuk keadaan ekstrim, walaupun model prediksi sudah dapat mengikuti pola dari data pengamatan namun nilai prediksi yang dihasilkan belum berhasil menjangkau dan mendekati nilai pengamatan yang sesungguhnya.

Oleh karena itu, dalam studi penelitian ini akan dilakukan pengembangan downscaling menggunakan SVR dengan melakukan perpaduan 2 (dua) variabel masukan (inputan) yaitu data luaran GCM variabel precipitation (curah hujan), data anomali SST Nino 3.4 (peubah penjelas) dan data observasi 13 stasiun pengamatan curah hujan wilayah Indramayu (peubah respons). Pada penelitian ini dilakukan proses preprocessing menggunakan Principal Component Analysis


(23)

(PCA) terhadap data luaran GCM peubah precipitation. Pemodelan data dilakukan dengan menggabungkan parameter input luaran GCM peubah precipitation dengan anomali SST Nino 3.4 menggunakan waktu (time lag) 3 (tiga) bulan sebelumnya dalam melakukan prediksi sebagai parameter masukan. Penggunaan leg-3 dilakukan untuk melihat maju mundurnya hubungan antara prediktor dan prediktan. Peubah SST yang digunakan dalam penelitian ini yaitu anomali SST Nino 3.4. Dimana SST Nino 3.4 menjadi indikator fenomena ENSO yang sering digunakan untuk melihat gejala terjadinya anomali iklim.

Menurut Pramudia (2002) Analisis faktor lag bertujuan memperoleh informasi korelasi anomali iklim pada waktu tertentu. Hubungan curah hujan dan SST Nino 3.4 dinyatakan melalui skenario tenggang waktu (time lag) 0, 1 2 dan 3 bulan.

lag 0 : curah hujan bulan ini dipengaruhi oleh SST pada bulan yang sama lag 1 : curah hujan bulan ini dipengaruhi oleh SST 1 bulan sebelumnya lag 2 : curah hujan bulan ini dipengaruhi oleh SST 2 bulan sebelumnya lag 3 : curah hujan bulan ini dipengaruhi oleh SST 3 bulan sebelumnya

Semakin besar time lag yang digunakan pada pemodelan pendugaan anomali iklim maka menjadi lag yang dominan di setiap stasiun hujan berdasarkan besarnya nilai koefisien korelasi (r) validasi tertinggi.

Diharapkan pada penelitian pemodelan downscaling luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 dengan menggunakan SVR ini dapat menghasilkan nilai prediksi lebih bagus dari penelitian oleh Agmalaro (2011) khususnya pada kasus beberapa titik yang hasil prediksinya belum sensitif menangkap pola ektrim dan belum berhasil mendekati nilai observasinya.

2.2 General Circulation Model (GCM)

GCM merupakan model numerik, deterministik dan simulasi komputer tentang kondisi iklim yang menggambarkan hubungan matematika dengan interaksi fisika, kimia maupun atmsofir bumi (Wigena, 2006). GCM dapat dijadikan sebagai alat dalam kajian studi mengenai perubahan iklim. Dalam kajian klimatologi jangka panjang mampu menghasilkan ciri sirkulasi global pada skala besar atau resolusi rendah dan merupakan sumber informasi primer untuk melihat pengaruh perubahan iklim.


(24)

Menurut Sutikno (2008) mengemukakan bahwa model GCM memiliki beberapa keuntungan dan kerugian diantaranya :

1. GCM dapat digunakan untuk melakukan estimasi anomali iklim global dalam merespon terhadap peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK).

2. Variabel prediksi dalam model GCM terdiri dari peubah-peubah iklim seperti precipitation (curah hujan), suhu, kelembaban.

3. GCM dapat melakukan sebagai alat simulasi mengenai keragaman iklim dalam siklus harian ataupun bulanan.

Sedangkan untuk kelemahan model GCM dijelaskan sebagai berikut :

1. GCM yang memiliki resolusi terlalu kasar maka akan terjadi gap antara hasil simulasi global, regional ataupun dalam simulasi skala lokal.

2. Untuk menjembatani perbedaan (gap) antara hasil global dengan regional dan lokal, maka diperlukan satu model yang dikenal dengan nama downscaling.

Selama ini GCM telah banyak dikembangkan dan digunakan di Indonesia untuk simulasi, prediksi dan pembuatan skenario iklim. GCM menghasilkan luaran untuk berbagai peubah dalam lapisan atmosfir. Jika terdapat banyak peubah iklim atau lapiasan atmosfir yang digunakan dalam pemodelan SD maka permasalahan data akan semakin kompleks. Data luaran GCM dalam suatu domain umumna bersifat curse of dimensionality dan menjadi masalah tertentu jika terjadinya dimensi atau domain yang besar. Hasil kajian perbandingan GCM mengenai dampak anomali iklim menunjukkan bahwa setiap model GCM mempunyai tingkat akurasi yang berbeda-beda pada suatu wilayah (Sutikno, 2008). Berikut ini beberapa model GCM yang telah dikembangkan oleh berbagai negara seperti disajikan pada tabel 1.


(25)

Tabel 1. Skala grid model-model GCM dan negara yang mengembangkannya (Sumber : Sutikno, 2008)

Nama GCM Skala Grid Negara

Hadley Centre’s coupled ocean/atmosphere model 2: HadCM2

2,5° x 3,75° UK

Hadley Centre’s coupled ocean/atmosphere model 3: HadCM3

2,5° x 3,75° UK

Canadian Global Coupled Model: CGCM2 3,7° x 3,7° Canada

Geophysical Fluid Dynamic Laboratory: GFDL 2,25° x 3,75° NOAA, USA

NASA/GISS Atmosphere-Ocean Model:

NASA/GISS AOM

5° x 4° NASA,US A

United Kingdom Meteorological Office Model:

UKMO

2,25° x 3,75° UK

Max Plank Institute Model ECHAM3:

ECHAM3

Spectral

Triangular 42 (T42)2,8° x2,8°

Jerman

CSIRO 5,625° x 3,214° Australia

2.3 Sea Surface Temperature Nino 3.4 (SST Nino 3.4)

SST Nino3.4 merupakan SST kawasan Samudera Pasifik Tropis bagian tengah dan timur (Philander, 1992). SST Nino 3.4 terletak antara 50LU – 50LS dan 1200 BB – 1700 BB, besarnya anomali SST ini menunjukan besarnya kekuatan fenomena El-Nino dan La-Nina. SST Nino 3.4 merupakan salah satu indikator yang berkaitan dengan berbagai fenomena ENSO El-Nino dimana peristiwa ini ditandai dengan anomali SST negatif (lebih dingin dari rata-ratanya).

SST Nino 3.4 menjadi indicator yang digunakan untuk melihat gejala terjadinya anomali iklim. Sirkulasi atmosfer skala global memiliki dinamika yang jelas karena dipicu oleh kondisi SST skala global (Ward, 2002). Selanjutnya sirkulasi atmosfer skala global ini berinteraksi dengan sirkulasi atmosfer skala yang lain yang relatif lebih kecil, seperti sirkulasi skala lokal, skala meso,maupun skala regional. Keadaan ini juga dialami oleh wilayah tropis maritime continent


(26)

Indonesia (Ramage, 1971). Berikut kawasan Nino 3.4 seperti disajikan pada gambar 1.

Gambar 1 Kawasan Nino 3.4 (NOAA, 2012).

Hubungan El-Nino dan La-Nina dengan hujan di Indonesia, secara umum hubungan antara anomali curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia dengan anomali SST yang positif akan terjadi perubahan anomali curah hujan yang negatif. Artinya bila terjadi El-Nino (anomali SST positif), maka secara umum akan terjadi penurunan curah hujan di wilayah Indonesia. Sedangkan apabila terjadi La-Nina (anomali negatif), maka secara umum akan terjadi peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia (Pramudia, 2002). Berikut ilustrasi anomali SST Nino 3.4 seperti disajikan pada gambar 2.


(27)

Anomali yaitu selisih antara nilai rata-rata satu set data yang digunakan untuk menyimpulkan penyimpangan dari kondisi ”normal”. Dimana Anomali > 0 berarti nilainya diatas rata-rata, anomali < 0 berarti nilainya dibawah rata-rata. Nilai anomali SST Nino 3.4 (Philander, 1992) dihitung berdasarkan hasil pengurangan antara nilai SST aktual dengan nilai SST rerata tempat yang bersangkutan. Persamaan yang digunakan ditulis sebagai berikut :

∆SST = SSTa – SSTm...( 1 ) Dengan:

∆SST = Nilai anomali SST pada tempat yang bersangkutan (°C); SSTa = Nilai SST aktual pada tempat yang bersangkutan (°C);

SSTm = Nilai SST mean (dari series data yang relatif panjang) pada tempat yang bersangkutan (°C).

Jika anomali SST bernilai positif, maka nilai aktual SST bernilai lebih tinggi dari pada nilai rerata SST tempat yang bersangkutan maka akan terjadi peristiwa El-Nino. Sebaliknya jika anomali SST bernilai negatif, maka nilai SST aktual suatu tempat berada di posisi yang lebih rendah dari pada nilai SST reratanya sehingga terjadi peristiwa La Nina.

2.4 Downscaling

Teknik Downscaling adalah suatu proses transformasi data dari suatu grid dengan unit skala besar menjadi data pada grid dengn unit skala yg lebih kecil (Wigena, 2006). Sedangkan menurut Wilby & Wigley (1997) menyatakan bahwa downscaling merupakan suatu cara melakukan interpolasi peubah-peubah prediktor pada atmosfir dalam skala regional terhadap peubah skala lokal.

Pendekatan Downscaling mempunyai hubungan fungsional antara skala lokal dengan skala global GCM, seperti model regresi. Dimana pendekatan Downscaling disusun berdasarkan adanya hubungan antara grid skala besar (prediktor) dengan grid skala lokal (respon) yang dinyatakan dengan model statistik dalam melakukan penterjemahan anomali skala global d a r i beberapa peubah iklim lokal (Wigena 2006). Berikut bentuk umumnya adalah :


(28)

Dengan :

Y : Peubah-peubah iklim lokal q : banyaknya peubah X X : Peubah-peubah luaran GCM dan s : banyaknya lapisan atmosfer t : periode waktu g : banyaknya grid domain GCM p : banyaknya peubah Y

Gambar 3 Ilustrasi proses downscaling, (Sumber : Sutikno, 2008).

2.5 Support Vector Regression (SVR)

Support Vector Regression (SVR) merupakan salah satu penerapan SVM untuk masalah regresi dengan pengenalan alternative kehilangan fungsi. SVR melakukan pembelajaran (learning) menggunakan hipotesa berupa fungsi-fungsi linear dalam sebuah fitur (feature space) berdimensi tinggi dan non-linear dalam ruang input. (Smola dan Schölkopf, 2003).

Pada model SVR ini, misalkan diberikan set data training (x,y) inputx ={x1,x2,x3}⊆ℜNdan y={yi,...,yλ}⊆ℜ merupakan output model. Dengan SVR, ingin menemukan suatu fungsi f(x) yang mempunyai deviasi paling besar ε dari target aktual yi untuk semua data training. Dalam tahapan menemukan

suatu fungsi regresi f (x) suatu titik didalam feature space dilakukan dengan menambahkan support vector. Support vector adalah data training yang terletak pada dan diluar batas f dari fungsi f(x), Apabila jumlah support vector mengalami penurunan atau berkurang dipengaruhi oleh naik atau menurunnya ε (Smola dan Schölkopf, 2003). Misalnya fungsi berikut merupakan suatu garis regresi:


(29)

b

x

w

x

f

(

)

=

T

ϕ

(

)

+

, ...( 3 )

dimana φ(x) menunjukkan suatu titik didalam feature space hasil pemetaan x di dalam input space. Sedangkan w dan b yaitu koefisien yang melakukan estimasi dengan cara meminimalkan fungsi resiko (risk function). Salah satu faktor yang terdapat dalam fungsi tujuan yaitu kesalahan empirik (empirical error) yang diukur dengan mentukan ε-insensitive loss function.

Apabila terdapat suatu fungsi f yang mengaproksimasi semua titik

(

xi,yi

)

dengan menambahkan presisi ε yaitu toleransi kesalahan (error). Dalam

kasus ini diasumsikan bahwa semua titik ada dalam rentang f ±ε (feasible). Jika terdapat kasus yang tidak mugkin dilakukan (infeasible), hal ini disebabkan terdapat beberapa titik yang berada dari rentang f ±ε , maka perlu ditambahkan variabel slack ξ. Dimana variabel slack (ξ*) digunakan untuk mengatasi masalah pembatas yang tidak mungkin diselesaikan (infeasible constraint) dalam masalah optimasi. Selanjutnya problem optimasi diatas bisa diformulasikan sebagai berikut:

(

)

=

+ λ

ξ

ξ

λ

1 * 2 , 1 2 1 min i i i C

w , ...( 4 )

yang memenuhi:

( )

( )

0 , ,..., 2 , 1 , ,..., 2 , 1 , * * ≥ = ≤∈ − + − = ≤∈ − − − i i i i i i i T i i b y x w i b x w y

ξ

ξ

λ

ξ

ϕ

λ

ξ

ϕ

Dimana C merupakan konstanta, jika C > 0 maka akan menentukan suatu titik berada antara ketipisan fungsi dan batas atas deviasi lebih dari sehingga masih diberikan toleransi error. Sedangkan untuk deviasi lebih besar daripada ε akan dikenakan pengurangan sebesar . Pada model SVR, nilai ε ekuivalen dengan akurasi diperoleh dari aproksimasi terhadap vektor (λ) data training. Pada nilai ε yang kecil mempunyai hubungan terhadap variabel slack ξi(*) dan akurasi aproksimasi yang tinggi. Sebaliknya, pada nilai ε yang besar berkaitan dengan nilai ξi(*) dan aproksimasi yang rendah. Nilai yang tinggi untuk variabel slack akan membuat kesalahan empirik (empirical error) mempunyai pengaruh yang besar terhadap faktor regulasi. (Smola dan Schölkopf, 2003).


(30)

(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Tahapan penelitian yang dilaksanakan disajikan pada gambar 4.

Gambar 4 Diagram alir penelitian. Start

Studi Literatur

+

SST Nino 3.4 (3 Bulan Sebelumnya)

k-fold cross validation

Data Uji GCM+SST,

Observasi

Pelatihan SVR 1. Kernel Linear 2. Kernel Polynomial 3. Kernel RBF

Selang Terpenuhi ? Pengujian Ya Hasil Parameter Baru Tidak

Analisis dan Evaluasi Dokumentasi dan Pelaporan

Preprocessing Luaran GCM menggunakan PCA

Data Latih GCM+SST, Observasi End Grid Search GCM (Precipitation)

Akuisi Data :

1. Data Luaran GCM (Domain 5 x 5) 2. Data SST Nino 3.4

3. Data Observasi

Standardize luaran GCM


(32)

3.1.1 Studi Literatur

Pada penelitian ini tahapan pertama yang dilakukan yaitu studi literatur. Tahapan ini mempelajari dan memahami suatu permasalahan yang akan diatasi atau diselesaikan dengan menentukan tujuan, ruang lingkup dan manfaat penelitian tersebut. Oleh karena itu, tahapan studi literatur ini akan menambah referensi pengetahuan dan pemahaman terhadap beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang terkait dengan penelitian, sehingga dapat diambil simpulan mengenai keluaran penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya.

3.1.2 Akuisi Data

Tahapan ini dilakukan pengumpulan data-data antara lain : data luaran GCM variabel precipitation (curah hujan), data anomali SST Nino 3.4 (peubah penjelas) dan data observasi 13 stasiun pengamatan curah hujan wilayah Indramayu (peubah respons) yang terdiri dari 22 periode (tahun 1979 – 2000).

3.1.2.1 Data Luaran GCM (Peubah Penjelas)

Data Luaran GCM yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 6 luaran terdiri dari tahun 1901 – 2000. Berikut beberapa model GCM yang digunakan beserta negara asal pembuatnya, seperti disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Model GCM dan negara pembuatnya (Sutikno, 2008)

Nama Model GCM Negara Pembuat

20c3m-cgcm3.1-t47 Canada

20c3m-cgcm3.1-t63 Canada

20c3m-giss-model-er Amerika 20c3m-gissaom Amerika

20c3m-miub-echo-g Jerman

20c3m-mri-cgcm23-2a Jepang

Pada penelitian ini proses pemilihan datanya berdasarkan koordinat titik observasi stasiun hujan sehingga dihasilkan data luaran GCM dengan grid berupa domain matriks 5x5. Proses cropping yang dilakukan mengikuti observasi


(33)

sebanyak 12x22 tahun. Luasan grid yang diperoleh dari proses cropping secara keseluruhan luaran GCM yaitu sebanyak 264 data dari bulan Januari 1979 sampai dengan Desember 2000, sehingga jumlah keseluruhan untuk data masukan Luaran GCM menjadi 264 (22x12) data dengan atribut sebanyak 25 variabel (5x5) buah.

3.1.2.2 Data Anomali SST Nino 3.4 (Peubah Penjelas)

Data anomali SST yang digunakan dalam penelitian ini adalah data anomali SST Nino 3.4 SST Nino 3.4 bulanan dari tahun 1978 – 2000 (Sumbe

3.1.2.3 Data Observasi Curah Hujan (Peubah Respon)

Data observasi curah hujan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari titik-titik stasiun observasi di Kabupaten Indramayu dari Desember Tahun 1978 – Desember Tahun 2000 diantaranya sebagai berikut : stasiun Bangkir, Bondan, Cidempet, Cikedung, Jatibarang, Jatinyuat, Kedokan bunder, Krangkeng, Lohbener, Sudikampiran, Sudimampir, Sukadana, dan Sumurwatu. Contoh data observasi curah hujan disajikan pada tabel 3.

Tabel 3. Contoh data observasi curah hujan Nama

Stasiun Cidampet Cikedung Jatibarang Sudikampiran

Kedokan Bunder Jan-89 125 167 205 112 109 Feb-89 491 430 556 389 345 Mar-89 337 304 357 278 273

Apr-89 92 348 40 156 40

Mei-89 159 215 128 153 105 Jun-89 117 173 139 152 232

3.1.3 Normalisasi (Standardize) Data

Pada tahapan ini semua data parameter input seperti luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 dilakukan proses transformasi variabel dengan normalisasi (standardize) data set dengan range nilai (-1) sampai dengan (1). Proses standardize dilakukan akibat adanya perbedaan mengenai satuan yang masing-masing parameter inputan seperti data luaran GCM (mm) dan anomali SST Nino 3.4 (0C). Dengan melakukan standardize data set tersebut akan menghasilkan data set baru luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 yang berlaku secara


(34)

universal untuk segala macam properti. Berikut ini bentuk umum perhitungan proses standardize data.

Dengan :

V’ = Nilai variabel hasil standardize V = Nilai variabel inputan

Max = Nilai variabel maksimum Min = Nilai variabel minimum

new_ max = Nilai range pembobotan maksimum new_ min = Nilai range pembobotan minimum

3.1.4 Preprocessing Luaran GCM

Preprocesing yang dilakukan pada penelitian ini adalah melakukan reduksi terhadap data luaran GCM menggunakan Principal Component Analysis (PCA). PCA merupakan teknik untuk merepresentasikan sebuah objek, dengan cara mengekstraksi ciri-ciri sebuah objek dan mereduksi dimensi dari objek tersebut dengan cara mentransformasikan sejumlah variabel korelasi ke jumlah yang lebih sedikit yang dikenal dengan feature extraction. PCA digunakan untuk memproyeksikan suatu data yang berukuran atribut besar menjadi bentuk representasi data yang lebih kecil. (Dillon & Goldstein, 1984).

Pada penelitian ini atribut matriks inputan luaran GCM masih terlalu besar yakni 25 Grid, jika matriks luaran GCM tersebut langsung digunakan sebagai parameter input maka output yang dihasilkan akan mengandung autokorelasi, maka dilakukan reduksi dimensi spasial dari matriks luaran GCM dengan menggunakan PCA sehingga didapatkan atribut data matriks PCA sebesar 5 grid.

3.1.5 Perpaduan Luaran GCM dan Anomali SST Nino 3.4

Tahapan perpaduan parameter inputan pada penelitian ini menghasilkan parameter input untuk model downscaling sebanyak 6 variabel (5 atribut hasil PCA luaran GCM dan 1 atribut data anomali SST Nino 3.4). Data inputan yang digunakan dalam pemodelan data ini keseluruhan berjumlah 264 (22x12) data


(35)

dengan atribut sebanyak 6 variabel. Pada penelitian ini pemodelan data dilakukan dengan menggabungkan parameter input luaran GCM dengan anomali SST Nino 3.4 menggunakan 3 (tiga) bulan sebelumnya dalam melakukan prediksi sebagai parameter masukan. Parameter masukan setiap musim tersebut masing-masing berjumlah 66 baris. Ilustrasi pemodelan data Luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 disajikan pada gambar 5.

Gambar 5 Ilustrasi pemodelan data Luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4.

3.1.6 Pembagian Data menggunakan K-Fold Cross Validation

Tahapan selanjutnya yaitu membangun model SVR, dimana luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 akan berperan sebagai masukan serta data observasi berperan sebagai peubah respons. Pada penyusunan model SVR terlebih dahulu melakukan tahapan pembagian data. Pembagian data tersebut dilakukan dengan menggunakan teknik -fold cross validation. K-fold cross validation merupakan salah satu variasi dari teknik cross validation. K-fold cross validation dilakukan untuk membagi training set dan test set. Inti validasi tipe ini adalah membagi data secara acak ke dalam k himpunan bagian (Tang et al, 2008). Berdasarkan teknik k-fold cross validation untukseluruh data baik luaran GCM, anomali SST Nino 3.4 maupun observasi dibagi menjadi k subset, yaitu S1, S2,…, Sk. Pada penelitian ini ditentukan nilai k sebesar 6. Proses pembagian data dilakukan secara acakdengan mempertahankan perbandingan jumlahbaris data setiap kelas. Pada tahap pertama S1 sebagai data uji maka S2, S3,...,S6 dijadikan sebagai data pelatihan, dan selajutnya tahapan tersebut dilakukan pengulangan sebanyak 6 kali.


(36)

3.1.7 Pelatihan dan Pengujian Menggunakan Model SVR

Pada tahapan pelatihan ini menggunakan data latih dengan metode SVR terhadap masing-masing fungsi kernel (Linear, Polynomial, dan Radial Basis Function (RBF). Pengujian model SVR dilakukan terhadap fungsi kernel yang digunakan berdasarkan terpenuhinya selang (range). Sebelumnya, fungsi kernel menentukan nilai parameter-parameter yang digunakan dalam tahapan pengujian, seperti parameter C untuk fungsi Linear Kernel, nilai parameter C, γ, r, dan d untuk fungsi PolynomialKernel, dan parameter C dan γ untuk fungsi kernel RBF. Apabila semakin optimal parameternya maka semakin baik model yang dihasilkan oleh model SVR. Proses pengujian ini menggunakan model SVR untuk mengestimasi nilai observasi. Untuk metode pengoptimuman parameter fungsi kernel yang dipakai dalam pada percobaan ini yaitu metode grid search yang menyerupai metode trial dan error secara manual, akan tetapi rentang nilai parameter dikumpulkan dalam grid n-dimensi, dengan n menunjukkan jumlah parameter.

3.1.8 Evaluasi dan Validasi Model

Tahapan ini digunakan untuk melihat kehandalan atau performance yang dihasilkan dari nilai prediksi dengan melakukan pengukuran ukuran error dan tingkat korelasi. Dalam menentukan kriteria kebaikan model untuk validasi dapat menggunakan nilai Root Mean Square Error (RMSE). RMSE adalah nilai varians dari residual yang dapat menunjukan keakuratan suatu model. RMSE mempunyai nilai minimal 0, semakin kecil nilai RMSE menunjukan bahwa perbedaan antara nilai dugaan hasil pemodelan dengan data aktualnya semakin kecil pula, sehingga model terbaik dengan nilai RMSE terkecil. Nilai RMSE diperoleh dengan rumus (sumber : sutikno, 2008):


(37)

Dimana : Yoi

Y

= Observasi pada periode ke-i (i=1,2, ... , n)

pi

n = Panjang periode prakiraan

= Hasil prakiraan pada periode ke-i (i=1,2, ... , n)

Kriterian kebaikan model lainnya yang digunakan yaitu Mean Absolute Error Prediction (MAEP). MAEP adalah rata-rata nilai absolute dari kesalahan meramal (tidak dihiraukan tanda positif atau negatifnya). Nilai MAEP diperoleh dengan rumus :

...( 7 ) Dimana :

Yoi

Y

= Observasi pada periode ke-i (i=1,2, ... , n)

pi

n = Panjang periode prakiraan

= Hasil prakiraan pada periode ke-i (i=1,2, ... , n)

Sedangkan kriteria kebaikan model lainnya yang juga dapat digunakan adalah nilai R2 prediction atau disebut koefisien determinasi. Koefisien determinasi

menunjukan proporsi keragaman total nilai-nilai variabel respon yang dapat diterangkan oleh variable prediktor dalam model yang digunakan. Berikut adalah rumus mencari nilai R2prediction

...( 8 ) :

Dimana : R2

Y

= Koefisien Determinasi (Korelasi)

i

Y

= Observasi pada periode ke-i (i=1,2, ... , n)

i

Y

= Rata – rata Observasi pada periode ke-i (i=1,2, ... , n)

i

Tahapan terakhir dari penelitian ini yaitu melakukan dokumentasi dan pelaporan akhir hasil penelitian.

= Hasil prakiraan pada periode ke-i (i=1,2, ... , n) ^


(38)

3.2 Lingkup Pengembangan Model

Perangkat keras yang digunakan berupa Personal Computer (PC) dengan spesifikasi :

a. Processor: Intel Core i5 3.20 GHz, b. Memory : 2 GB, dan Harddisk: 500 GB. Perangkat lunak yang digunakan yaitu:

a. Sistem Operasi: Windows 7 Ultimate, b. Matlab 7.7.0,

c. Microsoft Excel 2007, d. MS. Visual Studio 2008 e. Notepad ++


(39)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemodelan Downscaling Menggunakan Suport Vector Regression (SVR) Penelitian ini dilakukan dengan melakukan percobaan menggunakan SVR terhadap luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 serta 13 stasiun pemantauan curah hujan di Kabupaten Indramayu selama 22 tahun (1979-2000). Berdasarkan hasil ujicoba terhadap model pendugaan luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 serta observasi 13 stasiun pemantauan curah hujan menghasilkan suatu nilai pendugaan cukup baik apabila melakukan perbandingan rataan pengamatan stasiun hujan dengan rataan prediksi yang dihasilkan dari model SVR, seperti disajikan pada gambar 6.

Gambar 6 Plot hasil rataan prediksi dan observasi curah hujan bulanan berdasarkan luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 (Model SVR fungsi kernel linear).

Pada gambar 6, menunjukan bahwa secara umum hasil pendugaan yang diperoleh dengan menggunakan model fungsi SVR kernel linear menghasilkan sebuah pola distribusi hasil estimasi curah hujan bulanan sudah hampir mendekati data observasinya dari 13 stasiun curah hujan (plot hasil rataan prediksi dan observasi untuk semua model luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 fungsi kernel polynomial dan RBF disajikan pada lampiran 1). Akan tetapi


(40)

pada titik-titik tertentu terdapat beberapa jumlah curah hujan ekstrim terdapat dalam data observasi. Pada data observasi tersebut terdapat titik curah hujan ekstrim, seperti tahun 1980, antara 1993-1994 dan 1996-1997 dan beberapa titik ekstrim lainnya. Oleh karena itu, pendugaan luaran GCM dan anomali SST 3.4 pada titik ekstrim tersebut menghasilkan prediksi yang belum mendekati nilai observasi yang sesungguhnya karena hasil prediksi yang dihasilkan oleh model belum sensitif menangkap pola ekstrim tersebut. Sedangkan, jika data observasi dalam kondisi titik curah hujan dengan kondisi normal akan menghasilkan model yang relatif bagus dimana hasil prediksi mampu mendekati nilai data observasi.

Pada tahapan ujicoba terhadap luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 menghasilkan sebuah model dengan nilai hasil estimasi yang hampir mendekati pola distribusi dari nilai observasi. Akan tetapi apabila melihat nilai korelasi dan nilai error (RMSE dan MAEP) yang diperoleh dari nilai rataan estimasi luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 terhadap nilai observasi menghasilkan suatu kinerja yang cukup baik dalam melakukan pendugaan curah hujan bulanan di wilayah Indramayu menggunakan SVR.

Pada tabel 4 disajikan bagaimana kinerja dari luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 memiliki hasil kinerja yang baik apabila nilai error yang dihasilkan bernilai rendah dan nilai korelasinya bernilai tinggi. Sedangkan luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 dapat dikatakan memiliki kinerja yang kurang baik atau belum maksimal apabila nilai error yang dihasilkan bernilai tinggi dan nilai korelasinya bernilai rendah sehingga pendugaan curah hujan menjadi tidak optimal.

Secara umum, berdasarkan penjelasan table 4 dapat diperoleh kesimpulan mengenai peringkat ataupun urutan kinerja dari masing-masing luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4. Luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 yang terdiri dari model t-47, t-63, giss-er, giss-aom, miub-g dan mri-32a dilakukan tahapan pelatihan dan pengujian menggunakan model SVR dengan fungsi kernel linear, polynomial dan RBF. Hasil pengujian tersebut mendapatkan hasil yang sama yaitu nilai error yang paling terendah dan nilai korelasi validasi tertinggi adalah luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 model t-47. Sedangkan nilai error tertinggi dan nilai korelasi validasi terendah adalah luaran GCM dan anomali


(41)

SST Nino 3.4 model miub-g. Sehingga dapat disimpulkan urutan berdasarkan kinerja luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 dalam pendugaan curah hujan bulanan dari kinerja tertinggi sampai dengan terendah yaitu model t-47, model giss-er, model giss-aom, model mri-32a, model t-63, dan model miub-g.

Tabel 4. Nilai error, korelasi validasi (r) berdasarkan fungsi kernel dan rataan masing-masing model pada luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 Luaran

GCM dan SST Nino 3.4

Fungsi Kernel RMSE MAEP r

t-47 Linear Kernel 10,937 8,102 0,630 Polynomial Kernel 12,192 9,335 0,410 Radial Basis Kernel 11,136 8,213 0,605 t-63 Linear Kernel 11,233 8,210 0,605 Polynomial Kernel 12,061 9,349 0,401 Radial Basis Kernel 11,197 8,199 0,609 Giss - er Linear Kernel 11,029 8,133 0,626 Polynomial Kernel 11,558 9,335 0,455 Radial Basis Kernel 11,191 8,191 0,612 Giss – aom Linear Kernel 10,988 8,133 0,624 Polynomial Kernel 11,290 9,419 0,478 Radial Basis Kernel 11,177 8,192 0,612 Miub – g Linear Kernel 11,888 8,559 0,550 Polynomial Kernel 13,450 10,488 0,328 Radial Basis Kernel 11,914 8,514 0,561 Mri – 32a Linear Kernel 11,228 8,293 0,586 Polynomial Kernel 11,905 9,754 0,419 Radial Basis Kernel 11,159 8,200 0,611


(42)

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 4, diperoleh simpulan bahwa fungsi kernel linear menunjukan performance paling baik diantara fungsi kernel lainnya. Hal ini dapat dilihat dengan ukuran nilai error terendah dan nilai korelasi tertinggi yang diujicobakan pada semua model luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 sehingga untuk kasus pendugaan curah hujan pada penelitian ini, dimana digunakan 2 (dua) variabel masukan yaitu luaran GCM dan SST menggunakan model SVR memiliki kecenderungan mengikuti fungsi linear. Pada fungsi polynomial dan RBF, parameter yang digunakan yaitu nilai default seperti degree (d) = 3, gamma (g)= 0, dan cost parameter (C) = 1.

Pengukuran kinerja dari luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 dapat diperoleh berdasarkan hasil perbandingan nilai rataan prediksi dan observasi per-bulan. Hasil nilai prediksi dan observasi yang dilakukan pada penelitian ini memiliki durasi selama 22 tahun (1979-2000). Hasil nilai prediksi dan observasi yang didapatkan dengan melakukan proses merata-ratakan pendugaan per-bulan mulai dari bulan januari sampai dengan bulan desember (perbandingan rataan hasil prediksi dan pengamatan semua model luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 secara lengkap disajikan pada lampiran 2). Berikut ini adalah perbandingan hasil prediksi dan pengamatan dari masing-masing model luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 yang membentuk pola distribusi seperti disajikan pada gambar 7.


(43)

Gambar 7 Luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 berdasarkan perbandingan rataan prediksi dan observasi.


(44)

Berdasarkan gambar 7, menyajikan bahwa tingkat ketepatan prediksi dari luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 model t-47 mendapatkan hasil yang paling terbaik dari model luaran GCM dan anomali SST Nino 3.3 lainnya. Pada gambar 6 menunjukan bahwa pola dari nilai prediksi luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 model t-47 mengikuti pola dari nilai observasinya baik menggunakan fungsi kernel linear, polynomial dan RBF. Pola hasil prediksi yang mendekati nilai observasinya menunjukan ketepatan dan konsistensi yang cukup baik dari luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 model t-47. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 model t-47 merupakan model yang memiliki kinerja yang baik dan relevan digunakan dalam pendugaan curah hujan bulanan di Kabupaten Indramayu.

Sedangkan untuk model luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 lainnya secara umum pola distribusi hasil prediksi hampir mengikuti nilai observasi. Apabila dilihat pada gambar 7, terdapat beberapa nilai prediksi yang menghasilkan nilai prediksi tidak mendekati nilai observasi disetiap model luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4, sebagai contoh pada nilai rataan prediksi bulan Januari untuk beberapa model luaran seperti model giss-aom, t-63 dan miub-g. Tetapi hasil rataan prediksi tersebut dapat dikatakan memiliki konsistensi karena masing-masing luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 menunjukan pola distribusi nilai prediksi hampir mengikuti rataan nilai observasi pada bulan Januari sampai dengan bulan Desember. Model miub-g merupakan model yang menghasilkan perbandingan rataan nilai prediksi dan nilai observasi terendah berdasarkan rataan curah hujan bulanan. Hal ini ditunjukan pada hasil nilai prediksi yang masih jauh mendekati nilai observasi pada beberapa bulan, seperti dihasilkan pada Januari, Maret, Agustus dan November.

4.2 Pengukuran Kinerja Model Berdasakan Fungsi Kernel SVR

Pengukuran kinerja berdasarkan fungsi kernel SVR (linear, polynomial dan RBF) dapat dihasilkan dengan melakukan pengamatan terhadap nilai rataan error dan korelasi terhadap 6 (enam) model luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 terhadap data observasi 13 stasiun pemantauan curah hujan bulanan di Kabupaten Indramayu seperti disajikan pada gambar 8.


(45)

Gambar 8 Hasil Nilai rataan error dan korelasi validasi model berdasarkan kinerja fungsi kernel dari semua luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4

Pada gambar 8 menyajikan analisis grafik mengenai model SVR, dimana model SVR dengan fungsi kernel linear memiliki nilai error paling rendah dan ukuran korelasinya paling tinggi yakni sebesar (RMSE = 11,217 dan MAEP = 8,222, r = 0,603). Sedangkan fungsi kernel polynomial memiliki ukuran error paling tinggi dan ukuran korelasinya paling rendah (RMSE = 12,076 dan MAEP = 9,613, r = 0,415). Terakhir, fungsi kernel RBF memiliki ukuran error dan korelasinya hampir mendekati fungsi kernel linear yaitu (RMSE = 11,296 dan MAEP = 8,252, r = 0,602).


(46)

Model t-47 merupakan model yang memiliki nilai rataan ukuran error terendah serta nilai korelasi tertinggi. Pada model t-47, model SVR fungsi kernel linear menghasilkan nilai rataan error terendah dan ukuran korelasinya tertinggi sebesar r = 0,630. Kemudian fungsi kernel polynomial memiliki error tertinggi dan ukuran korelasinya r = 0,410. Selanjutnya yang terakhir yaitu fungsi kernel RBF memiliki nilai rataan error yaitu RMSE = 11,136, MAEP = 8,213, dan ukuran korelasinya r = 0,605.

Berdasarkan hasil analisis kinerja mengenai hasil rataan nilai error dan tingkat korelasi terhadap semua 6 (enam) model luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 disimpulkan bahwa perbandingan antara ukuran error dan korelasi menunjukan model SVR yang memiliki kinerja yang baik secara berurutan adalah fungsi kernel linear, fungsi kernel RBF dan terakhir yaitu fungsi kernel polynomial. Perbandingan kinerja model SVR dengan fungsi kernel dapat diilustrasikan seperti disajikan pada gambar 9.


(47)

Gambar 9 Grafik scater plot hasil observasi dengan prediksi masing-masing model SVR fungsi kernel.

Jika dilihat dari analisis gambar seperti yang disajikan pada gambar 9 menunjukan bahwa hubungan antara observasi dan hasil prediksi untuk setiap fungsi kernel. Pada model SVR tersebut memperlihatkan hubungan korelasi yang semakin tinggi serta semakin kecil nilai error antara hasil estimasi dan observasi dapat dilihat melalui persamaan regresi y = mx + c. Pada model SVR dengan luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 model t-47 yang menggunakan fungsi kernel linear memiliki hubungan kedekatan antara hasil estimasi dan observasi yang paling baik apabila dilakukan perbandingan dengan fungsi kernel lainnya.

4.3 Hasil Prediksi Untuk Setiap Stasiun Hujan

Tahapan pelatihan dan pengujian untuk semua luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 terhadap setiap stasiun curah hujan menghasilkan keragaman rataan nilai ukuran error dan nilai korelasi untuk setiap stasiun hujan. Berdasarkan pelatihan dan pengujian yang dilakukan dihasilkan nilai rataan prediksi yang berbeda-beda untuk setiap stasiun hujan.

Hasil rataan prediksi yang dihasilkan dari model mendapatkan nilai rataan error terendah dan validasi korelasi tertinggi yaitu stasiun hujan wilayah Bondan. Stasiun wilayah Bondan memiliki nilai korelasi sebesar 0.700. Sedangkan stasiun pemantauan curah hujan Krangkeng merupakan stasiun curah hujan yang memiliki hasil prediksi terendah dengan nilai korelasi 0.455. Rataan korelasi dan


(48)

nilai error antara data prediksi dan data observasi curah hujan bulanan di Kabupaten Indramayu secara lengkap disajikan pada tabel 5.

Tabel 5 Rataan korelasi dan nilai error antara data hasil prediksi dan observasi curah hujan bulanan di Kabupaten Indramayu.

Stasiun Linear Kernel

Korelasi RMSE MAEP

Bangkir 0,573 14,238 9,667

Bondan 0,700 9,422 8,159

Cidempet 0,603 11,009 8,289 Cikedung 0,640 10,176 8,293 Jatibarang 0,641 11,243 7,994 Jatinyuat 0,588 11,803 8,239 Kedokan 0,483 12,806 8,337 Krangkeng 0,455 13,067 8,685 Lohbener 0,675 10,118 7,847 Sudikampiran 0,629 10,050 7,545 Sudimampir 0,578 11,727 7,898 Sukadana 0,668 9,302 7,868 Sumurwatu 0,611 10,844 8,280

Kemudian, stasiun pemantauan curah hujan di wilayah Kabupaten Indramayu lainnya yang memiliki rata-rata nilai korelasi cukup baik antara lain : Lohbener, Sukadana, Jatibarang, Cikedung, dan Sudikampiran memiliki nilai korelasi 0,644. Nilai rataan korelasi dari wilayah tersebut masih lebih baik jika dilakukan perbandingan dengan stasiun pemantauan curah hujan seperti, Sumurwatu, Cidempet, Jatinyuat, Sudimampir, Bangkir dan Kedokan Bunder yang memiliki niai rata-rata korelasi sekitar 0,565. Berikut plot perbandingan hasil korelasi dan ukuran error antara data prediksi dengan observasi pada setiap stasiun pengamatan curah hujan di Kabupaten Indramayu seperti disajikan pada gambar 10.


(49)

Gambar 10 Plot perbandingan hasil korelasi dan ukuran error antara data hasil prediksi dengan observasi stasiun pengamatan curah hujan di Kabupaten Indramayu (Fungsi Kernel : Linear Kernel).

Pada gambar 10 telah disajikan bagaimana hasil prediksi dari korelasi masing-masing wilayah stasiun pengamatan curah hujan di Kabupaten Indramayu. Hasil prediksi tersebut menghasilkan suatu kecenderungan ukuran error yang hampir sama dari masing-masing wilayah stasiun pemantauan curah hujan. Stasiun pemantauan curah hujan yang memiliki pendugaan dengan korelasi tertinggi yaitu wilayah Bondan yaitu korelasi (r) = 7,00. Sedangkan wilayah Krangkeng merupakan stasiun curah hujan yang memiliki hasil pendugaan dengan korelasi terendah yakni korelasi (r) = 0,455. (Plot perbandingan hasil korelasi dan


(50)

ukuran error antara nilai prediksi dengan observasi pada setiap stasiun pengamatan curah hujan di Kabupaten Indramayu model SVR fungsi kernel : Polynomial dan RBF disajikan pada lampiran 3).

Perbandingan antara hasil prediksi dengan observasi pada stasiun Bondan menunjukkan pola hasil prediksinya mengikuti pola hasil observasinya. Akan tetapi pada titik-titik dengan jumlah curah hujan tertentu yang ditunjukan pada data observasi seperti disajikan pada gambar 11. Pada data observasi tersebut terdapat beberapa titik curah hujan ekstrim seperti pada titik tahun 1980, dan antara tahun 1996-1997 serta titik lainnya berada diatas nilai maksimum yang dihasilkan dari prediksi model SVR. Tetapi, untuk data observasi yang memiliki titik curah hujan dalam keadaan normal maka nilai prediksi yang dihasilkan hampir mendekati serta mengikuti pola distribusi observasi sesungguhnya. Sedangkan pada stasiun Krangkeng terdapat beberapa hasil prediksi yang masih jauh mengikuti pola observasi seperti disajikan pada gambar 12. Hal ini disebabkan banyaknya variasi titik ekstrim sehingga menghasilkan pendugaan yang kurang bagus. Lokasi pengamatan atau titik stasiun pengamatan curah hujan Krangkeng yang berada dekat dengan laut menyebabkan hasil rataan nilai korelasi yang dihasilkan stasiun Krangkeng lebih kecil dari nilai korelasi yang dihasilkan oleh stasiun Bondan.

Gambar 11 Grafik perbandingan hasil observasi dan hasil prediksi pada stasiun Bondan (fungsi kernel : Linear kernel).


(51)

Gambar 12 Grafik perbandingan hasil observasi dan hasil prediksi pada stasiun Krangkeng (fungsi kernel : Linear kernel).

Berdasarkan hasil pola distribusi ukuran error dan nilai korelasi juga sedikit berpengaruh karena lokasi atau titik stasiun pengamatan curah hujan tersebut. Hasil sebaran nilai korelasi stasiun pengamatan yang berada dekat dengan laut (Sudimampir, Jatinyuat, Krangkeng, Kedokan Bunder) memiliki kecenderungan nilai korelasi yang rendah. Sedangkan lokasi stasiun pengamatan curah hujan yang jauh dari laut (Bangkir, Cidempet, Lohbener, Sukadana, Bondan, Sudikmapiran, Cikedung) cenderung memiliki nilai korelasi yang lebih tinggi. Berikut peta sebaran 13 lokasi stasiun pemantauan curah hujan di wilayah Indramayu berdasarkan ukuran nilai korelasinya disajikan pada gambar 13.

Gambar 13 Peta sebaran 13 lokasi stasiun pemantauan curah hujan di wilayah Indramayu berdasarkan ukuran nilai korelasi.


(52)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat diperoleh kesimpulan antara lain : hasil estimasi rataan luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 yang diujicobakan pada 6 (enam) luaran model yaitu model t-47, t-63, giss-er, giss-aom, miub-g dan mri-32a mempunyai akurasi nilai prediksi yang berbeda-beda terhadap 13 (tiga belas) stasiun observasi curah hujan yang berada di wilayah Indramayu. Model luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 yang memiliki hasil prediksi terbaik dalam melakukan pendugaan curah hujan bulanan di Kabupaten Indramayu adalah model t-47. Model t-47 memiliki nilai rata-rata ukaran error paling terendah serta nilai korelasi yang paling tertinggi yakni korelasinya r = 0,630 sedangkan model luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 yang memiliki kinerja terendah dalam melakkan pendugaan curah hujan bulanan di Kabupaten Indramayu yaitu model miub-g.

Hasil analisis kinerja fungsi kernel SVR (linear, polynomial dan RBF) menunjukan bahwa model SVR yang memiliki kinerja paling baik yaitu fungsi kernel linear. Dimana fungsi linear kernel memiliki nilai error paling rendah dan ukuran korelasinya paling tinggi yakni sebesar r = 0,603. Sedangkan hasil prediksi stasiun pemantauan curah hujan yang memiliki korelasi tertinggi yaitu wilayah Bondan dengan nilai korelasi sebesar 0,700 dan rataan nilai korelasi terendah diperoleh stasiun Krangkeng dengan nilai korelasi sebesar 0,455. Berdasarkan hasil prediksi terhadap 13 stasiun pemantauan curah hujan tersebut memiliki kecenderungan mengikuti pola distribusi yang dihasilkan oleh data observasi. Akan tetapi masih terdapat kelemahan yaitu pada beberapa titik ekstrim, hasil prediksinya belum sensitif menangkap pola curah hujan ekstrim tersebut. Lokasi pengamatan atau titik stasiun pengamatan curah hujan cukup memiliki pengaruh terhadap nilai korelasi yang dihasilkan oleh masing-masing stasiun curah hujan. Jika lokasi pengamatan berada dekat dengan laut maka nilai korelasi cenderung rendah. Sedangkan apabila lokasi pengamatan berada jauh dari laut, maka nilai korelasi yang dihasilkan cenderung lebih besar.


(53)

5.2 Saran

Penelitian ini menggunakan jumlah grid GCM domain 5x5. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk mencoba memilih rentang grid GCM selain 5x5. Jumlah siklus atau periode data observasi dan data model GCM yang digunakan untuk pelatihan disarankan lebih banyak. Penambahan parameter masukan model GCM atau SST yang lain seperti SST Nino 3, SST Nino 4, SST Indian Ocean Dipole Mode ( IODM) sebagai parameter input. Untuk menangkap pola ekstrim disarankan mencoba membuat model berbeda dalam kasus pola titik ekstrim dan untuk peubah SST disarankan mengambil variabel anomali SST berdasarkan variability.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Agmalaro, M.A. 2011. P emodelan Statistical Downscaling Menggunakan Support Vector Regression.[Tesis]. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Buono, A. et al. 2010. A Neural Network Architecture for Statistical Downscaling Technique: A Case Study in Indramayu District. Dipublikasi dalam International Conference,The Quality Information for Competitive

Agricultural Based Production System and Commerce (AFITA)

Boer R. dan Subiah A.P. 2003. Agricultural drought in Indonesia. In Agriculture and Drought. UK: Oxford University Press.

Brusman, J. 2003 : “World Agriculture: Towards 2015/2030 – An FAO Perspective”. Earthscan Publications Ltd, London.

Brown, M.E., Funk C.C. 2008: Food Security Under Climate Change. Science; Vol.319. no. 5863, pp. 580-581.

Cavazos, T., Hewitson, B. 2002. Relative Performance of Empirical predictors of Daily Pecipitation. Proc. Of the 1st

Dillon, WR. & Goldstein, M. 1984. Multivariate Analysis Method and Applications. John Wiley & Sons, New York.

Biennal Meeting of the IEMSS. Lugano, Switzerland, 2:349:354.

Kirono, D., N. Tapper, and J. McBride, 1999: Documenting In-Idonesian rainfall in the 1997/1998 El Nino event. Phys.Geogr., 20, 422–435.

Ramage C.S. 1971. Monsoon Meteorology. Academic Press Inc., International Geophysics Series, Vol. 15

Moron, V., Qian J.H, Robertson A.W. 2010. Interactions among ENSO, the Monsoon, and Diurnal Cycle in Rainfall Variability over Java, Indonesia . Journal of the Atmospheric Sciences, Vol. 67, No. 11 : pp. 3509-3524.

Muttaqin, M. 2011. Pengembangan Metodologi Downscaling Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan. [Tesis]. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

NOAA. 2005. El-Nino Regions is_monitoring/ensostuff/nino_regions. [26 November 2011]

Philander S.G. 1992. El Nino, La Nina, and Southern Oscillation. Academic Press Inc., San diego, California, USA.


(55)

Pramudia, Aris. 2002. Analisis Sensitivitas Tingkat Kerawanan Produksi Padi di Pantai Utara Jawa Barat Terhadap Kekeringan dan El-Nino. [Tesis]. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Smola, A.J., and Scholkopf, B. 2003.”A Tutorial on Support Vector Regression”, NeuroCOLT, Technical Report NC-TR-98-030, Royal Holloway College, University of London, UK.

Storch H.V and Zwiers F.W. 1999. Statistical Analysis in Climate Research. Cambridge University Press, Cambridge.

Sutikno. 2008. Statistical Downscaling Luaran GCS dan Permanfaatannya untuk Peramalan Produksi Padi. [Disertasi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Swarinoto Y.S dan Makmur, E.S. 2009. Simulasi Prediksi Probabilitas Awal Musim Hujan dan Panjang Musim di Ambon. Buletin Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Vol.5 No.3. BMKG Jakarta

Tripathi, S., Srinivas, V.V., Nanjundiah, R. S. 2006. Downscaling of precipitation for climate change scenarios: A support vector machine approach, in Journal of Hydrology April 2006, pp.621-640.

Ward N. 2000. Forecasting technical issues. Review of Regional Climate Outlook Forums, Pretoria, South Africa, hal 11

Wigena A.H. 2006. Pemodelan Statistical Downscaling dengan Regresi Projection Persuit untuk Peramalan Curah Hujan. [Disertasi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Wilby RL, Wigley TML. 1997. Downscaling general circulation model output : A review of methods and limitations. Progress in Physical Geography, 21,4:530-548.


(56)

(57)

Lampiran 1a Plot hasil rataan prediksi dan observasi curah hujan bulanan berdasarkan luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 (Model SVR fungsi kernel polynomial).

Lampiran 1b Plot hasil rataan prediksi dan observasi curah hujan bulanan berdasarkan luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 (Model SVR fungsi kernel RBF).


(58)

Lampiran 2a Perbandingan rataan hasil estimasi dan pengamatan semua model luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 (Linear Kernel).

Lampiran 2b Perbandingan rataan hasil estimasi dan pengamatan semua model luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 (Polynomial Kernel).


(59)

Lampiran 2c Perbandingan rataan hasil estimasi dan pengamatan semua model luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 (Kernel RBF).

Lampiran 3a Plot perbandingan hasil korelasi dan ukuran error antara data estimasi dengan observasi pada setiap stasiun pengamatan curah hujan di Kabupaten Indramayu (Fungsi Kernel : Polynomial).


(60)

Lampiran 3b Plot perbandingan hasil korelasi dan ukuran error antara data estimasi dengan observasi pada setiap stasiun pengamatan curah hujan di Kabupaten Indramayu (Fungsi Kernel : Kernel RBF).


(1)

37

Pramudia, Aris. 2002. Analisis Sensitivitas Tingkat Kerawanan Produksi Padi di Pantai Utara Jawa Barat Terhadap Kekeringan dan El-Nino. [Tesis]. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Smola, A.J., and Scholkopf, B. 2003.”A Tutorial on Support Vector Regression”, NeuroCOLT, Technical Report NC-TR-98-030, Royal Holloway College, University of London, UK.

Storch H.V and Zwiers F.W. 1999. Statistical Analysis in Climate Research. Cambridge University Press, Cambridge.

Sutikno. 2008. Statistical Downscaling Luaran GCS dan Permanfaatannya untuk Peramalan Produksi Padi. [Disertasi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Swarinoto Y.S dan Makmur, E.S. 2009. Simulasi Prediksi Probabilitas Awal Musim Hujan dan Panjang Musim di Ambon. Buletin Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Vol.5 No.3. BMKG Jakarta

Tripathi, S., Srinivas, V.V., Nanjundiah, R. S. 2006. Downscaling of precipitation for climate change scenarios: A support vector machine approach, in Journal of Hydrology April 2006, pp.621-640.

Ward N. 2000. Forecasting technical issues. Review of Regional Climate Outlook Forums, Pretoria, South Africa, hal 11

Wigena A.H. 2006. Pemodelan Statistical Downscaling dengan Regresi Projection Persuit untuk Peramalan Curah Hujan. [Disertasi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Wilby RL, Wigley TML. 1997. Downscaling general circulation model output : A review of methods and limitations. Progress in Physical Geography, 21,4:530-548.


(2)

(3)

Lampiran 1a Plot hasil rataan prediksi dan observasi curah hujan bulanan berdasarkan luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 (Model SVR

fungsi kernel polynomial).

Lampiran 1b Plot hasil rataan prediksi dan observasi curah hujan bulanan berdasarkan luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 (Model SVR

fungsi kernel RBF).


(4)

Lampiran 2a Perbandingan rataan hasil estimasi dan pengamatan semua model luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 (Linear Kernel).

Lampiran 2b Perbandingan rataan hasil estimasi dan pengamatan semua model luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 (Polynomial Kernel).


(5)

41

Lampiran 2c Perbandingan rataan hasil estimasi dan pengamatan semua model luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 (Kernel RBF).

Lampiran 3a Plot perbandingan hasil korelasi dan ukuran error antara data

estimasi dengan observasi pada setiap stasiun pengamatan curah hujan di Kabupaten Indramayu (Fungsi Kernel : Polynomial).


(6)

Lampiran 3b Plot perbandingan hasil korelasi dan ukuran error antara data

estimasi dengan observasi pada setiap stasiun pengamatan curah hujan di Kabupaten Indramayu (Fungsi Kernel : Kernel RBF).