Induksi Kalus dari Daun Muda dan Kotiledon serta Induksi Tunas dari Buku Tunggal Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) Populasi Komposit IP-2P secara In Vitro

(1)

SERTA INDUKSI TUNAS DARI BUKU TUNGGAL

JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) POPULASI

KOMPOSIT IP-2P SECARA

IN VITRO

UCU RIYANTINI MAULIDA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul ”Induksi Kalus dari Daun Muda dan Kotiledon, serta Induksi Tunas dari Buku Tunggal Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) Populasi Komposit IP-2P secara In Vitro” merupakan

gagasan dan karya saya bersama pembimbing yang belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2010

Ucu Riyantini Maulida NRP G351060551


(3)

UCU RIYANTINI MAULIDA. Callus Induction from Young Leaf and Cotyledon and Shoot Induction from Single Internode of Physic Nut (Jatropha curcas Linn.) IP-2P Composite Population through In Vitro

Culture.Under direction of HAMIM, MIFTAHUDIN and DIAH RATNADEWI.

Physic nut (Jatropha curcas Linn.) is one of the plants producing biodiesel. Development of physic nut towards mass production is an alternative way to supply biofuel in the future. However, seedling availability will be a critical factor when mass production of physic nut seed must be implemented. In vitro culture technique, such as organogenesis and somatic embryogenesis, is an alternative solution to provide seedling in large amount and short time. Unfortunately, until today there is no significant report regarding the success of in vitro culture technique to propagate physic nut either through organogenesis or somatic embryogenesis. Therefore, the objectives of this research were: (1) to find the best medium composition for callus induction from Jatropha IP-2P composite population that is potential for organogenesis and somatic embryogenesis, and (2) to induce shoot formation from single internode of Jatropha stem. The experiments were conducted in plant tissue culture laboratory of UNIT UJI, Bioproducts and Plant Tissue Culture, Department of Biology, FMIPA-IPB using young leaf, cotyledon and single stem internode of physic nut IP-2P composite population as explant materials and MS and WPM media as basal medium for callus and shoot induction. Depending on the treatments, a series of auxin and cytokinin concentrations was applied in the form of IAA, IBA, Picloram, BAP, Kinetin and TDZ to induce callus and shoot. The result showed all treatments were able to easily induce calli. The successful of callus induction from young leaf was the highest using 2 mg/l BAP on MS medium, while that of cotyledon was the highest using a combination of 3 mg/l of picloram on WPM plus medium. Attempt to induce embryogenic callus through subculturing into callus induction and differentiation media with different concentration of plant growth regulator has not been successful. In another experiment, the optimum concentration of plant growth regulator for leaves initiation was 0,1 mg/l BAP on MS medium. However, the plantlet was rosette, and at 4 week old, the callus was formed in the basal of the planlets inhibiting the plantlet to propagate and form the roots.

Keywords: Jatropha curcas, organogenesis, embryogenesis somatic, callus, explants


(4)

RINGKASAN

UCU RIYANTINI MAULIDA. Induksi Kalus dari Daun Muda dan Kotiledon serta Induksi Tunas dari Buku Tunggal Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) Populasi Komposit IP-2P secara In Vitro. Dibimbing oleh HAMIM, MIFTAHUDIN dan DIAH RATNADEWI.

Jarak pagar (Jatropha curcas Linn.) merupakan salah satu tanaman penghasil biodiesel. Pengembangan jarak pagar ke arah produksi dalam skala besar adalah suatu alternatif untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar di masa depan. Bibit berkualitas berpengaruh besar terhadap produksi biji yang dihasilkan. Namun, ketersediaan bibit akan menjadi faktor pembatas ketika produksi biji jarak pagar dalam skala besar harus dilaksanakan. Teknik kultur in vitro melalui organogenesis dan embriogenesis somatik merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk menyediakan bibit dalam skala besar dengan waktu yang relatif singkat. Penelitian pada tanaman jarak pagar secarain vitrotelah dilakukan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Namun sampai sekarang belum diperoleh laporan signifikan mengenai keberhasilan teknik in vitro untuk memperbanyak jarak pagar melalui organogenesis atau embriogenesis somatik.

Tujuan dari penelitian ini antara lain : (1) untuk mengetahui komposisi ZPT yang sesuai untuk pertumbuhan kalus yang berpotensi untuk organogenesis dan embriogenesis somatik dari populasi komposit IP-2P untuk menjadi bahan rekayasa genetik, dan (2) untuk menginduksi tunas dari buku tunggal jarak pagar untuk perbanyakan tanaman jarak pagar dari populasi komposit IP-2P.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, UNIT UJI, Bioproduk dan Kultur Jaringan Tanaman, Departemen Biologi, FMIPA-IPB. Bahan tanaman yang digunakan adalah daun muda, kotiledon, dan buku tunggal jarak pagar populasi komposit IP-2P. Pada penelitian ini, digunakan tiga jenis media dasar yaitu media MS, media WPM dan media DKW. Kalus pada eksplan daun muda diinduksi dalam media MS dengan perlakuan kinetin dan BAP masing-masing dengan konsentrasi (0, 0,5, 1, 2, 4, dan 8 mg/l), sedangkan pada eksplan kotiledon dalam media WPM yang mengandung vitamin B5, glutamin 1 mg/l, dan BAP 0,5 mg/l (selanjutnya disebut media WPM plus) yang dikombinasikan dengan sukrosa 30 g./l atau sukrosa 20 g/l dan manitol 10 g/l dengan pikloram (1, 3, dan 5 mg/l).

Subkultur kalus hasil induksi pada daun muda dan kotiledon dilakukan pada media MS, ½ MS, ¼ MS (baik dengan atau tanpa KNO3), DKW, ½ DKW, dan WPM plus yang dikombinasikan dengan berbagai zat pengatur tumbuh (ZPT) kinetin, BAP, 2,4-D, IAA, dan pikloram serta ada yang ditambah air kelapa 10% dan arang aktif 2 g/l. Induksi tunas dari buku tunggal

Berdasarkan hasil percobaan, kalus mudah terbentuk pada semua perlakuan yang dicobakan bahkan pada media tanpa ZPT, sehingga dapat dikatakan bahwa populasi komposit IP-2P sangat responsif terhadap pembentukan kalus. Induksi kalus dari daun muda cenderung tinggi pada media MS ditambah BAP 2 mg/l, sedangkan pada kotiledon, kalus terbaik dihasilkan pada perlakuan dengan pikloram 3 mg/l baik pada media WPM plus. Walaupun dengan demikian usaha untuk menginduksi kalus embriogenik melalui subkultur ke berbagai media dengan konsentrasi ZPT yang berbeda tidak berhasil dilakukan.


(5)

untuk menginisiasi daun ditemukan pada media MS ditambah BAP 0,1 mg/l, namun pembentukan kalus pada bagian bawah batang tidak dapat dihindari. Jumlah daun mengalami peningkatan yang cukup baik pada setiap minggunya. Namun, peningkatan jumlah daun ini tidak diiringi dengan pemanjangan ruas batang sehingga planlet yang dihasilkan terlihat roset. Oleh sebab itu, perbanyakan melalui stek buku tunggal ini belum dapat dilakukan.

Kata kunci: Jatropha curcas, organogenesis, embriogenesis somatik, kalus, eksplan


(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh


(7)

SERTA INDUKSI TUNAS DARI BUKU TUNGGAL

JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) POPULASI

KOMPOSIT IP-2P SECARA

IN VITRO

UCU RIYANTINI MAULIDA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Biologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(8)

Judul Tesis : Induksi Kalus dari Daun Muda dan Kotiledon serta Induksi Tunas dari Buku Tunggal Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) Populasi Komposit IP-2P secaraIn Vitro

Nama : Ucu Riyantini Maulida NRP : G351060551

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Hamim, MSi Ketua

Dr. Ir. Miftahudin, MSi Dr. Ir. Diah Ratnadewi Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dedy Duryadi S, DEA Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(9)

(10)

PRAKATA

Segala puji penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta penyusunan tesis ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa sangatlah sulit untuk menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini tanpa bantuan dari berbagai pihak.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr. Ir. Hamim, MSi dan Dr. Ir Miftahudin, MSi selaku pembimbing dan juga yang telah memberikan beasiswa dan dana penelitian serta kepada Dr. Diah Ratnadewi selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan hingga terselesaikannya penelitian dan penulisan tesis ini. Kepada Dr. Ir. Utut Widyastuti, MSi yang juga berperan dalam pembiayaan penelitian ini dan Dr. Triadiati, MSi yang selalu memberikan semangat dan arahannya serta Dr. Rita Megia, DEA sebagai penguji luar komisi penulis ucapkan terima kasih. Tak lupa kepada Unit UJI, Bioproduk dan Kultur Jaringan Tanaman, Departemen Biologi IPB yang telah membiayai penelitian dan menyediakan fasilitas pada penelitian ini. Ucapan terimakasih juga penulis haturkan kepada Dr. Ir. Theresia Prawitasari, MS (Alm) dan Yayasan Eka Tjipta Foundation serta Surfactant Bioenergi Research Center (SBRC LPPM IPB) atas beasiswa yang diberikan kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dewi, Awi, Andeng, Dini dan Amay juga Mbak Retno, Pak Kusmayadi, dan Mbak Febi atas kebersamaan, semangat, pengertian dan saran serta kritik selama pelaksanaan penelitian sampai penyusunan tesis ini.

Penulis juga sampaikan rasa terimakasih yang tulus kepada suami tercinta Richie Albert Merintha, S.iP atas dorongan semangat, kesabaran, pengertian dan doanya. Kepada ibunda tercinta dan bapak ibu mertua juga kakak-kakak dan adik-adik yang selalu mendoakan, penulis sampaikan terimakasih. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada mereka, Amin.

Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan penelitian di Indonesia.

Bogor, Februari 2010 Ucu Riyantini Maulida


(11)

Penulis dilahirkan di Majalengka, Jawa Barat pada tanggal 19 Januari 1981, sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak Drs. Moch. Aminudin (Alm) dan Ibu Hj. Onih Suwarni Nurhamid. Penulis menikah dengan Richie Albert Merintha, SiP pada tahun 2008.

Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Jurusan Biologi tahun 2004. Pada tahun 2006, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi S2 pada Program Studi Biologi, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan Beasiswa dari Yayasan Eka Tjipta Foundation, dari Proyek KKP3T melalui Dr. Ir. Hamim, MSi, dari Dr. Ir. Miftahudin, MSi, dari Dr. Ir. Utut Widyastuti, MSi, dan Unit Usaha Jasa dan Industri (Unit UJI), Bioproduk dan Kultur Jaringan Tanaman. Saat ini penulis bekerja sebagai staf Divisi SDM dan Finansial Unit Usaha Jasa dan Industri (Unit UJI) Bioproduk dan Kultur Jaringan Tanaman, Departemen Biologi, IPB.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan dan Manfaat ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Botani Jarak Pagar dan Manfaatnya... 3

Jarak Pagar Populasi Komposit IP-2P... 4

Kultur Jaringan pada Jarak Pagar... 5

Perbanyakan melalui Organogenesis... 7

Perbanyakan melalui Embriogenesis... 9

BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ... 12

Bahan Tanaman ... 12

Metode ... 12

Induksi Kalus Embriogenik... 12

Induksi Tunas dari Buku Tunggal ... 14

Pelaksanaan Percobaan... 14

Pengamatan... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Persentase eksplan bebas kontaminasi dan induksi kalus pada eksplan daun muda dan kotiledon... 16

Subkultur kalus hasil induksi pada eksplan daun muda dan daun kotiledon ... 19

Induksi tunas dari buku tunggal... 20

Pembahasan Persentase eksplan bebas kontaminasi... 22

Induksi kalus embriogenik... 23

Kematian eksplan setelah subkultur... 25

Induksi tunas dari buku tunggal... 27

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan... 29


(13)

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Pengaruh kinetin terhadap induksi kalus pada eksplan daun muda... 16 2 Pengaruh BAP terhadap induksi kalus pada eksplan daun muda... 17 3 Pengaruh perlakuan pikloram, sukrosa, dan manitol terhadap induksi


(15)

Halaman

1 Tanaman jarak pagar populasi komposit IP-2P ... 5 2 Kalus pada media WPM plus dengan perlakuan: a. pikloram 1 mg/l

dan sukrosa 30 g/l (S1P1), b. pikloram 3 mg/l dan sukrosa 30 g/l (S1P2), c. pikloram 5 mg/l dan sukrosa 30 g/l (S1P3), d. pikloram 1 mg/l, sukrosa 20 g/l, dan manitol 10 g/l (S2P1), e. pikloram 3 mg/l, sukrosa 20 g/l, dan manitol 10 g/l (S2P2), f. pikloram

5 mg/l, sukrosa 20 g/l, dan manitol 10 g/l (S2P3) pada 4 MST... 19 3 Kematian kalus akibat pencoklatan ... 19 4 Pengaruh perlakuan sitokinin yang berbeda pada media MS ditambah

IAA 0,25 mg/l terhadap pertumbuhan tunas dari buku tunggal pada 2 mst. a) TDZ 3 mg/l, b) TDZ 1,5 mg/l, c) Kinetin 1,5 mg/l, d) BAP

1,5 mg/l...…... 20

5 Pengaruh perlakuan sitokinin yang berbeda pada media MS ditambah IAA 0,25 mg/l terhadap pertumbuhan tunas dari buku tunggal pada 4 MST. a) TDZ 3 mg/l, b) TDZ 1,5 mg/l, c) Kinetin 1,5 mg/l, d) BAP

1,5 mg/l... 20 6 Pengaruh BAP tunggal terhadap jumlah daun dari buku tunggal ... 21 7 Planlet jarak pagar: a. Populasi komposit IP-2P pada media MS

dengan BAP 0,1 mg/l, b. Aksesi Dompu pada media MS dengan


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Deskripsi jarak pagar populasi komposit IP-2P……… 34

2 Perbandingan formulasi media dasar MS (Murashige & Skoog), DKW (Driver, Kuniyaki, & Walnut), WPM (Woody Plant


(17)

Latar Belakang

Jarak pagar (Jatropha curcas Linn.) merupakan anggota dari Famili Euphorbiaceae. Tanaman ini berasal dari Amerika Tengah dan telah menyebar sampai ke Afrika dan Asia. Penyebarannya telah sampai hampir di seluruh wilayah Indonesia. Bagian daging buah (kernel) dari biji jarak pagar mengandung 33-60% minyak yang berpotensi sebagai salah satu sumber bahan baku biodiesel (Thepsamran 2007). Banyak negara menjadikan jarak pagar sebagai target penting untuk substitusi energi dalam upaya menghemat pemakaian bahan bakar berbahan fosil yang keberadaannya semakin menipis karena jarak pagar termasuk sumber minyak yang terbarukan (renewable). Minyaknya tidak dapat dimakan (non edible oil) karena mengandung substansi toksik, curcine, sehingga kegunaannya tidak bersaing dengan kebutuhan konsumsi minyak makan (edible oil). Pengembangan tanaman jarak pagar diharapkan dapat mendorong kemandirian masyarakat, baik secara ekonomi maupun sosial untuk menjadikan minyak jarak sebagai sumber energi dan sumber pendapatan sehingga dapat menghemat devisa.

Di Indonesia, pengembangan jarak pagar dilakukan oleh Departemen Pertanian, khususnya Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (Puslitbangbun Cimanggu). Balai Penelitian Tanaman Industri (Balittri Pakuwon, Parung Kuda), telah melepas benih jarak pagar populasi komposit IP-1P, IP-1A, IP-1M, dan IP-2P, IP-2A, IP-2M, dan IP-3P. Berdasarkan hasil penelitian, benih bersertifikat tersebut memiliki keunggulan masing-masing. Namun karena jumlahnya yang masih sedikit, perbanyakan melalui biji saja tidak dapat mencukupi kebutuhan bibit berkualitas yang selalu meningkat.

Salah satu alternatif untuk memproduksi bibit jarak pagar berkualitas dalam jumlah yang banyak dan waktu yang singkat (Thepsamran 2007). Perbanyakan melalui kultur jaringan diketahui memiliki keunggulan antara lain dapat memperbanyak tanaman dalam jumlah besar, dalam waktu yang relatif singkat, dan relatif seragam. Oleh karena itu, perbanyakan secarain vitro cocok dilakukan untuk mengatasi permasalahan kebutuhan bibit jarak pagar tersebut.


(18)

2 Teknik kultur in vitro untuk jarak pagar telah diteliti dan dikembangkan di laboratorium di beberapa negara untuk memproduksi bibit dalam jumlah besar. Berbagai sumber eksplan dapat digunakan sebagai bahan tanaman untuk memperoleh planlet tanaman jarak pagar. Beberapa sumber eksplan yang dapat digunakan untuk memperoleh tunas adventif melalui induksi kalus antara lain hipokotil, petiol, dan daun (Sujatha & Mukta 1996, Kaewpoo & Te-chato 2009), epikotil (Lu et al. 2003, Kaewpoo & Te-chato 2009), kotiledon (Karyanti et al.

2008), dan daun muda dekat meristem apikal (Jhaet al.2007). Perbanyakan jarak pagar dengan menginduksi tunas dari buku tunggal juga telah dilakukan oleh Sujatha et al. (2005), Rajore dan Batra (2005), Kalimuthu et al. (2007), Datta et al.(2007), Srivastava dan Banerjee (2008), serta Kaewpoo dan Te-chato (2009). Hasil penelitian mengemukakan bahwa perbanyakan tunas pucuk melalui buku tunggal berhasil dilakukan pada berbagai perlakuan yang dicobakan. Tunas pucuk tertinggi dan konsentrasi optimum zat pengatur tumbuh (ZPT) tertentu yang ditemukan bervariasi tergantung dari rangkaian percobaan yang dilakukan oleh para peneliti tersebut.

Planlet yang dihasilkan dari kultur jaringan diperoleh melalui dua jalur perkembangan yaitu organogenesis dan embriogenesis somatik. Keduanya dapat menghasilkan planlet baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pembentukan kalus terlebih dahulu. Penelitian ini diarahkan ke kedua jalur perkembangan itu untuk memperoleh bibit jarak pagar yang berkualitas.

Tujuan dan Manfaat

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui komposisi ZPT yang sesuai untuk pertumbuhan kalus yang berpotensi untuk organogenesis dan embriogenesis somatik dari populasi komposit IP-2P untuk menjadi bahan rekayasa genetik.

2. Menginduksi tunas dari buku tunggal jarak pagar untuk perbanyakan tanaman jarak pagar dari populasi komposit IP-2P.


(19)

Botani Jarak Pagar dan Manfaatnya

Jarak pagar dikenal masyarakat Indonesia sejak jaman penjajahan Jepang pada tahun 1942-an. Pada saat itu masyarakat diperintahkan untuk melakukan penanaman jarak sebagai pagar pekarangan sehingga dikenal dengan nama jarak pagar. Di Indonesia, tanaman ini dikenal dengan beberapa nama daerah (nama lokal) antara lain: jarak budeg, jarak gundul, jarak cina (Jawa), baklawah, nawaih (NAD), jarak kosta (Sunda), paku kare (Timor) dan peleng kaliki (Bugis). kalekhe paghar (Madura), jarak pager (Bali), lulu mau, paku kase, jarak pageh (Nusa tenggara), kuman nema (Alor), jarak kosta, jarak wolanda, bindalo, bintalo, tondo utomene (Sulawesi), ai huwa kamala, balacai, kadoto (Maluku).

Tanaman jarak pagar termasuk famili Euphorbiaceae, satu famili dengan karet dan ubi kayu. Klasifikasi tanaman jarak pagar adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Jatropha

Species : Jatropha curcas L.

Tanaman jarak pagar merupakan tanaman multiguna yang pemanfaatannya sangat luas. Menurut Heller (1996), bahwa manfaat lain dari tanaman jarak pagar dibedakan berdasarkan bagian-bagian dari tanaman jarak pagar antara lain:

a. Bagian tanaman. Jarak pagar dibudidayakan sebagai tanaman pagar untuk memagari kebun dan lahan, menjaga tanaman kebun dari hewan yang mengganggu seperti ternak atau kambing (Henning 2004). Di daerah Cape Verde, jarak pagar ditanam di daerah gersang (kering) untuk mengontrol erosi tanah akibat air atau angin, dan kayunya digunakan sebagai bahan bakar. Di daerah Madagaskar, Pulau Comore, Papua Nugini, dan Uganda jarak pagar digunakan sebagai tanaman penunjang untuk vanila.


(20)

4 Manfaat lain jarak pagar adalah ekstrak biji, daun, dan kulit pohon jarak pagar dapat digunakan sebagai obat tradisional. Ekstrak metanol dari daun jarak pagar dapat melindungi sel limfoblastoid pada manusia melawan efek

cytopathic dari virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). Daun yang masih muda aman dimakan jika dikukus atau direbus. Air rebusannya dapat digunakan untuk mengobati batuk dan sebagai antiseptik setelah melahirkan. Daunnya digunakan juga sebagai teh untuk obat malaria (Henning 2004). Di beberapa wilayah tertentu di Meksiko jarak pagar di daerah tersebut bijinya dapat dimakan karena tidak mengandung phorbol ester sehingga tidak beracun. Minyak jarak pagar berguna sebagai obat pencuci perut, penyakit kulit dan rematik. Phorbol ester dari minyaknya digunakan untuk mengontrol berbagai hama. Di Nigeria jarak pagar digunakan untuk stik permen karet. Getah dari batang digunakan untuk menghentikan pendarahan pada luka (Heller 1996, Henning 2004). Getah mengandung agen antimikroba

Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,

Streptococcus pyogenesandCandida albicans.

b. Buah.Bagian buah terdiri dari kulit buah, kulit biji dan biji. Kulit buah maupun kulit biji digunakan untuk kayu bakar dan bahan baku pupuk organik

c. Biji. Biji jarak pagar dapat dipress sampai mengeluarkan minyak jarak dan menyisakan bungkil. Minyak jarak terutama sebagai salah satu sumber biodiesel. Hasil samping pembuatan biodiesel berupa gliserin dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun. Bungkil jarak pagar dapat diolah menjadi arang briket yang dapat merupakan salah satu sumber energi alternatif yang dapat digunakan untuk bahan bakar rumah tangga.

Jarak Pagar Populasi Komposit IP-2P

Pada penelitian ini digunakan populasi komposit IP-2P dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Departemen Pertanian. Penggunaan populasi komposit IP-2 adalah salah satu langkah untuk memenuhi keinginan konsumen yaitu produktivitas tanaman lebih dari 6 ton biji kering/Ha dengan kandungan minyak 35%. Populasi IP-2 berasal dari hasil seleksi populasi IP-1 yang telah diluncurkan tahun 2006 yang lalu (Hasnam 2007). Seleksi dilakukan dengan cara


(21)

seleksi negatif yaitu tanaman yang tidak memenuhi syarat kadar minyak < 30 % dibuang. Dengan kriteria dan standar seleksi yang lebih tinggi dari standar IP-1, akhirnya diperoleh IP-2 yang memiliki tingkat produktivitas mencapai 2,0-2,5 ton/Ha/tahun pada tahun ke-1 dan diprediksi mampu mencapai 7,0-8,5 ton/Ha mulai tahun ke-4 pada kondisi optimal. Dengan umur panen pertama pada empat bulan setelah penanaman dan kadar minyak 33-34%, diharapkan pertanaman IP-2 akan menarik minat petani dan investor yang ingin mengembangkan komoditas ini pada skala komersial. Seperti IP-1, populasi komposit IP-2 juga tersedia untuk pengembangan di daerah kering dan daerah basah. Tanaman jarak pagar populasi komposit IP-2P (Gambar 1) merupakan salah satu populasi komposit IP-2 yang dilepas oleh Departemen Pertanian, selain IP-2A dan IP-2M. Populasi komposit IP-2P ini dihasilkan dari Kebun Induk Jarak Pagar Pakuwon, Parung Kuda, Sukabumi yang diperuntukkan bagi pengembangan di daerah basah. Deskripsi tanaman jarak pagar populasi komposit IP-2P yang dikembangkan oleh Puslitbangbun disajikan pada Lampiran 1.

Kultur Jaringan Jarak Pagar

Perbanyakan melalui kultur jaringan dilakukan untuk mengatasi permasalahan perbanyakan secara konvensional yang selama ini dilakukan pada tanaman jarak pagar. Perbanyakan dengan stek batang menghasilkan tanaman dengan akar serabut dan diketahui produktivitasnya rendah, sedangkan dengan benih sangat bergantung pada ketersediaan benih (Heller 1996), viabilitas dan daya kecambahan yang rendah (Jhaet al. 2007). Variasi genetik juga ditemui pada biji dan kandungan minyaknya (Kaushiket. al 2007). Dengan demikian bibit yang dihasilkan dari benih berpotensi memiliki keragaman genetik bila dibandingkan


(22)

6 dengan bibit hasil kultur jaringan. Untuk memenuhi kebutuhan bibit jarak pagar yang berkualitas dalam jumlah yang besar dan dalam waktu yang cepat, kultur jaringan juga dapat digunakan sebagai alternatif.

Pemilihan tanaman induk dengan keunggulan tertentu sangat penting untuk menghasilkan klon tanaman unggul yang sifatnya sama dengan tanaman induknya. Namun tidak menutup kemungkinan, kultur jaringan digunakan untuk memperoleh tanaman jarak pagar klon unggul baru. Keragaman asal aksesi jarak pagar terkait genotipe juga berpengaruh pada respons eksplan terhadap perlakuan yang diberikan untuk menghasilkan planlet sesuai yang diharapkan.

Peranan ZPT sangat besar pada pertumbuhan dan perkembangan eksplan tanaman jarak pagar. Pada penelitian ini digunakan dua macam ZPT sebagai perlakuan yaitu sitokinin berupa6-Benzyl Amino Purine(BAP), 6-furfuryl amino purine (Kinetin), dan Thidiazuron (TDZ) serta auksin berupa Indole Acetic Acid

(IAA), Indole Butryric Acid (IBA), 2,4-dichlorophenoxy acetic acid (2,4-D) dan

4-amino-3,5,6-Trichloro Picolinic Acid (Pikloram).

Sitokinin BA atau BAP sering digunakan untuk perbanyakan tanaman karena didegradasi lambat dan tidak kehilangan daya aktifnya walaupun telah diautoklaf. Selain itu ZPT tersebut memiliki efektivitas untuk perbanyakan tunas cukup tinggi, mudah didapat, dan relatif murah bila dibandingkan kinetin (Srivastava & Banerjee 2008, Yusnita 2003). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Srivastava & Banerjee (2008) pada tunas aksilar dari jarak pagar yang menghasilkan tunas yang lebih banyak pada perlakuan BA yang dikombinasikan dengan IBA yang rendah. Konsentrasi rendah BA (0,5 mg/l) dan IBA (0,5 mg/l) sangat penting untuk diferensiasi tunas pucuk pada regenerasi planlet dari kalus jarak pagar, sedangkan konsentrasi yang lebih tinggi pada BA (1 mg/l) dan IBA (1 mg/l) sangat penting bagi pemanjangan tunas (Kaewpoo & Te-chato 2009).

Sitoninin TDZ diketahui digunakan untuk menginduksi proliferasi jaringan menjadi tunas adventif dan pembentukan embrio somatik (Deore & Johnson 2008). Diketahui TDZ dan BA apabila ditambah dengan IBA merupakan kombinasi terbaik untuk menginduksi tunas adventif jarak pagar dari daun muda. Kapasitas induksi tunas adventif berkurang karena ketiadaan BA, sedangkan BA


(23)

meningkatkan induksi kalus dibandingkan induksi tunas adventif karena ketiaadaan TDZ sehingga kapasitas induksi tunas adventif berkurang drastis (Deore & Jhonson 2008).

Penggunaan IBA lebih efektif dibandingkan NAA dalam memberikan respons terhadap perakaran sebab sifat kimia IBA lebih stabil, persistensinya lebih lama dan mobilitasnya dalam tanaman rendah (Wattimena 1988). Peranan IBA sangat penting bagi pemacuan akar pada planlet jarak pagar. IBA efektif memacu pembentukan akar pada konsentrasi 0,5 mg/l (Thepsamran 2007, Kaewpoo & Te-chato 2009). IAA juga diketahui efektif dalam memacu perakaran planlet jarak pagar (Kalimuthuet. al2007).

Untuk merangsang terbentuknya embrio somatik, umumnya digunakan auksin yang kuat seperti 2,4-D, pikloram dan NAA (Yusnita 2003). Purnamaningsih (2002) mengemukakan bahwa 2,4-D merupakan auksin yang efektif untuk menginduksi kalus embriogenik karena cukup kuat dan tahan terhadap degradasi karena reaksi enzimatik dan fotooksidasi. Perkembangan kultur jaringan tanaman pada jarak pagar dapat diinduksi melalui dua jalur yaitu organogenesis dan embriogenesis somatik.

Perbanyakan melalui Organogenesis

Organogenesis menghasilkan planlet yang strukturnya unipolar, membentuk tunas atau akar melalui tahap inisiasi tunas dan inisiasi perakaran. Umumnya, tunas dan akar terbentuk sebagai respons terhadap kondisi kultur terutama pada jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang dikandung pada media kultur (Jimenez 2001). Menurut Yusnita (2003), untuk menumbuhkan dan menggandakan tunas aksilar atau merangsang tumbuhnya tunas-tunas adventif, ZPT yang digunakan adalah sitokinin atau kombinasi sitokinin dengan auksin rendah.

Beberapa peneliti telah mengembangkan kultur jaringan jarak pagar. Perbanyakan tunas dapat diinduksi dari berbagai bahan tanaman sebagai sumber eksplan. Multiplikasi tunas diinduksi dari daun, petiol, batang, epikotil, hipokotil, tangkai bunga, dan bagian ruas. Seperti telah dilaporkan oleh Sujatha & Mukta (1996), diferensiasi tunas adventif melalui kalus diperoleh dari eksplan hipokotil,


(24)

8 petiol, dan daun jarak pagar, sedangkan Lu et al. (2003), mengemukakan bahwa induksi tunas adventif dan regenerasi tunas diperoleh dari eksplan epikotil melalui kalus.

Regenerasi yang efisien untuk perbanyakan jarak pagar berasal dari tunas aksilar. Umumnya media dasar yang digunakan adalah media MS. Sujatha et al.

(2005) menggunakan bahan tanaman berasal dari kebun di Palladam, Coimbatore, India untuk memperbanyak tunas adventif dengan media yang mengandung BA, kinetin, dan TDZ dengan konsentrasi 0,5-10 mg/l.

Selain itu, Kalimuthu et al. (2007) menggunakan varietas lokal di Coimbatore, India untuk menghasilkan 30-40 tunas adventif per eksplan dalam waktu 30-40 hari dengan menggunakan BAP 1,5 mg/l, Kinetin 0,5 mg/l, dan IAA 0,1 mg/l, sedangkan Dattaet al. (2007) menumbuhkan eksplan tunas aksilar pada media yang mengandung BA 5 mg/ L dan adenine sulfat 22,5 mg/l untuk menghasilkan tunas adventif dengan produksi 6,2 ± 0,56 tunas per eksplan. Biji jarak diambil dari Ramakrishna Mission, Narendrapur, West Bengal, India. Multiplikasi tunas terbaik dari tunas aksilar ditemukan pada media dengan BA 0,5 mg/l dan IBA 0,1 mg/l yang menghasilkan 5,9 tunas pada minggu ke-6. Akar dihasilkan setelah 5 minggu pada media dengan IBA 0,5 mg/l yang disubkultur ke media tanpa ZPT. Bahan tanaman diambil dari varietas lokal di Nakhon Pathom, Thailand (Thepsamran 2007), sedangkan Srivastava dan Banerjee (2008) menggunakan bahan tanaman dari Bhopal, India untuk menginisiasi tunas dengan BA 3 mg/l, IBA 1 mg/l, adenin sulfat 25 mg/l, glutamin 50 mg/l, L-Arginin 15 mg/l, dan asam Sitrat 25 mg/l. Perakaran dipacu pada media ½ MS yang ditambah IBA 1-4 mg/l danNaphtaleine Acetic Acid (NAA) (1-4 mg/l).

Rajore dan Batra (2005) melaporkan regenerasi tanaman jarak pagar yang efisien dengan menggunakan eksplan tunas apikal dari varietas lokal di Jaipur, India. Multiplikasi tunas terbaik diperoleh pada media MS dengan BAP 2 mg/l dan IAA 0,5 mg/l dengan tambahan adenin sulfat, glutamin, dan arang aktif.

Penelitian yang dilakukan oleh Kaewpoo dan Te-chato (2009) mengemukakan bahwa semua jenis eksplan (tunas aksilar, tunas apikal, dan batang) yang dikulturkan dengan BA 0,5 mg/l dan IBA 0,25 mg/l memberikan hasil terbaik pada pembentukan tunas. Tunas aksilar mampu diinduksi sampai 5,3


(25)

tunas baru per eksplan, sedangkan eksplan tunas apikal menghasilkan 5,25 tunas per eksplan dan eksplan batang menghasilkan 5,1 tunas per eksplan. Bahan tanaman diambil dari kebun di Hat-Yai, Songkla, Thailand.

Organogenesis dengan menggunakan eksplan daun muda dari hasil perkecambahanin vitrotelah berhasil didapatkan oleh Deore dan Johnson (2008). Biji yang digunakan asal klon elit dari Kakinada, South of Andhra Pradesh, India. Induksi kalus terbaik terjadi pada media MS ditambah TDZ 0,5 mg/l, BA 0,5 mg/l dan IBA 0,1 mg/l. Perbanyakan dan perpanjangan tunas dilakukan pada media yang mengandung 1 mg/l BA ditambah kinetin 0.5 mg/l, IAA 0,25 mg/l, dan GA3 0,25 mg/l. Kemudian planlet dipindahkan ke media perakaran terbaik yaitu IBA 0,1 mg/l selama 30 hari. Induksi tunas pada daun jarak pagar juga didapatkan oleh Karyantiet al.(2008) dalam media MS yang mengandung BAP 4 atau 5 mg/l dan kinetin 15 atau 20 mg/l, yang mampu memproduksi pembentukan tunas tertinggi.

Perbanyakan melalui Embriogenesis Somatik

Metode perbanyakan secara kultur jaringan dapat dilakukan melalui embriogenesis somatik. Embriogenesis somatik adalah perkembangan embrio menjadi tanaman utuh dari sel vegetatif atau sel jaringan somatik (Jha et al.2007). Shilpa (2003) menyatakan bahwa embriogenesis somatik merupakan jalur yang melibatkan perkembangan bipolar embrio dari sel atau jaringan somatik sehingga tahap induksi akar tidak dibutuhkan. Embrio somatik yang dicirikan dengan struktur yang bipolar memiliki dua calon meristem yaitu meristem akar dan meristem tunas, sehingga akan lebih menguntungkan dibandingkan dengan pembentukan tunas adventif yang unipolar. Eksplan atau sumber sel dapat berasal dari seluruh bagian tubuh tumbuhan seperti daun, batang, akar, hipokotil, dan bunga serta dapat juga termasuk sel yang terspesialisasi lebih tinggi seperti mesofil daun, epidermis, dan butir polen (Srivastava 2002).

Planlet normal dari embrio somatik diperoleh melalui tahap yang panjang. Konsentrasi ZPT yang tinggi dapat berupa sitokinin diperlukan pada saat inisiasi kalus embriogenik, selanjutnya kalus yang terbentuk disubkultur ke media yang mengandung konsentrasi ZPT lebih rendah untuk perkembangan kalus embriogenik membentuk embrio somatik. Penambahan IBA dan adenin sulfat


(26)

10 dapat dilakukan untuk memacu pemasakan embrio, selanjutnya perkecambahan embrio somatik dapat dilakukan pada media minimal seperti media ½ MS yang ditambah sukrosa 3%. Metode ini telah sukses diaplikasikan oleh Jhaet al.(2007) pertama kalinya untuk perbanyakan tanaman jarak pagar.

Selain itu Shilpa (2003) mengemukakan bahwa rangsangan eksternal sangat dibutuhkan untuk mengubah sel somatik menjadi sel embriogenik. Jimenez (2001) mengemukakan bahwa eksplan non embriogenik dapat diinduksi menjadi embriogenik dengan berbagai prosedur yang biasanya melibatkan zat pengatur tumbuh, shock pH, shock panas atau perlakuan dengan menggunakan bahan kimia. Kalus embriogenik dicirikan oleh sel yang berukuran kecil, sitoplasma padat, inti besar, vakuola kecil-kecil, dan mengandung butir pati (Purnamaningsih 2002, Kalimuthuet. al2007).

Rahman (2008) menemukan bahwa eksplan daun jarak pagar berukuran 0,5 x 0,5 cm mampu memproduksi kalus embriogenik sebesar 36,06 % pada media MS yang ditambah TDZ 1,5 mg/l dan IAA 0,25 mg/l. Lain halnya penelitian yang dilakukan oleh Kalimuthu et al. (2007), embriogenesis somatik langsung diperoleh pada eksplan yang berasal dari kotiledon hijau yang ditumbuhkan pada media MS ditambah BAP 2 mg/l yang menghasilkan 90% eksplan yang membentuk embrio somatik.

Jha et al. (2007) juga melakukan penelitian embriogenesis somatik pada jarak pagar di Kolkata, India. Hasil penelitian ini mampu menginduksi kalus embriogenik pada media MS dengan perlakuan kinetin 2 mg/l, selanjutnya disubkultur ke media pembentukan embrio somatik dengan kinetin 0,5 mg/l, IBA 0,2 mg/L selama 4 minggu.

Pada jarak pagar, Sardana et al. (2000) membagi proses embriogenesis menjadi 2 tahap, yaitu 1) Tahap induksi kalus embriogenik dan pembentukan embrio globular pada media MS yang ditambahkan BA 3 mg/l dan IAA 3 mg/l, dan 2) Tahap induksi planlet pada media MS yang ditambah dengan GA3 3 mg/l dan IAA 1 mg/l. Perkembangan embrio somatik menjadi planlet utuh pada media ½ MS tanpa ZPT.

Secara umum, pembentukan embrio somatik dipengaruhi oleh sumber nitrogen dan gula yang ditambahkan ke dalam medium (Purnamaningsih 2002).


(27)

Nitrogen berperan penting pada tahap inisiasi dan pendewasaan embrio somatik, terutama keseimbangan antara NH4+ dan NO3- yang tepat (Bhojwani & Razdan 1983). Konsentrasi NO3- yang tinggi dapat meningkatkan pH media sehingga kalus tidak dapat membentuk embrio somatik (Purnamaningsih 2002) sebaliknya pemakaian NH4+ akan menurunkan pH. Selain itu pemberian media seperti media ½ MS, ¼ MS, ½ DKW atau tanpa KNO3sebagai perlakuan berdasarkan asumsi bahwa tanaman jarak pagar mudah tumbuh di lahan marjinal, sehingga diharapkan tanaman ini secarain vitromampu tumbuh pada media minimal.


(28)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2008 sampai dengan bulan Desember 2009 di Laboratorium Kultur Jaringan, Unit Usaha Jasa dan Industri (Unit UJI), Departemen Biologi, FMIPA-IPB.

Bahan Tanaman

Bahan tanaman yang digunakan sebagai eksplan untuk induksi kalus adalah daun muda (daun kedua atau ketiga dari meristem apikal) tanaman jarak pagar populasi komposit IP-2P umur 2-3 bulan yang berukuran sekitar 2 cm x 1 cm sampai dengan 2.5 cm x 2 cm, dan kotiledon dari kecambah aseptik berumur 4 minggu dengan ukuran eksplan 1 cm x 1 cm. Bahan tanaman untuk multiplikasi tunas digunakan buku tunggal.

Metode Induksi Kalus Embriogenik

1. Induksi kalus dengan perlakuan jenis ZPT dan sumber eksplan Induksi kalus dilakukan dengan 2 percobaan sebagai berikut: a. Percobaan 1 induksi kalus pada daun muda dari lapang.

Percobaan 1 mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Jhaet al.(2007). Bahan tanaman berupa daun muda dari lapang. Media dasar berupa media MS (Lampiran 2) ditambah sukrosa 3% dengan perlakuan kinetin atau BAP tunggal. Percobaan dibedakan menjadi percobaan A dengan kinetin (A0-A5) dan percobaan B dengan BAP (B0-B5) masing-masing dengan konsentrasi 0, 0,5, 1, 2, 4, 8 mg/l. Jumlah ulangan adalah 5 botol dengan tiap botol berisi 1 eksplan. Kultur diinkubasi di bawah cahaya tampak dengan intensitas cahaya 800-900 lux dan fotoperiodisitas 16 jam terang dan 8 jam gelap pada suhu 22±20C dengan kelembaban 54%.

b. Percobaan 2 induksi kalus pada kotiledon dari kecambah aseptik.

Bahan tanaman berupa kotiledon dari kecambah aseptik berumur 4 minggu. Media dasar berupa media WPM (Lampiran 2) yang dikombinasikan


(29)

dengan sukrosa, manitol, dan pikloram. Media dasar WPM ini ditambah Vitamin B5, glutamin 1 mg/l, dan BAP 0,5 mg/l, selanjutnya disebut media WPM plus. Media WPM plus kemudian diberi perlakuan berupa sukrosa 30 g/l, pikloram (1, 3, dan 5 mg/l) dengan kode perlakuan S1P1-S1P3 dan Media WPM plus diberi perlakuan sukrosa 20 g/l ditambah manitol 10 g/l, pikloram (1, 3, dan 5 mg/l), dengan kode perlakuan S2P1-S2P3. Jumlah ulangan adalah 4 botol dengan tiap botol berisi 1 eksplan. Kultur diinkubasi di bawah cahaya tampak dengan intensitas cahaya 1200-1500 lux dan fotoperiodisitas 16 jam terang dan 8 jam gelap pada suhu 26±20C dengan kelembaban 50%.

2. Subkultur kalus hasil induksi pada daun muda dari lapang Kalus disubkultur pada media sebagai berikut:

a. Media ½ MS dan ¼ MS tanpa KNO3 masing-masing dengan perlakuan kinetin atau BAP (0, 0,5, 1, 2, 4, 8 mg/l).

b. Media dasar Driver, Kuniyaki dan Walnut (DKW, Lampiran 2) dan ½ DKW masing-masing dengan kinetin atau BAP (0, 0,5, 1, 2, 4, 8 mg/l). Kultur diinkubasi dalam kondisi terang dan kondisi gelap pada suhu 22±20C.

c. Media MS dan ½ MS ditambah air kelapa 10% dan 2,4-D 0,5 mg/l, serta media MS tanpa KNO3ditambah 2,4-D 0,5 mg/l dan BAP 2 mg/l.

d. Media ¼ MS tanpa KNO3 dengan kombinasi perlakuan BAP (2 dan 3 mg/l) dan IAA (2 dan 3 mg/l) berbentuk cair dan padat. Medium cair dikocok (orbital 90-100 rpm) dengan 1 jam goyang dan 1 jam mati.

Jumlah ulangan untuk masing-masing perlakuan di atas adalah 5 botol dengan tiap botol berisi 1 eksplan.

3. Subkultur kalus hasil induksi pada kotiledon dari kecambah aseptik

Perlakuan dengan media WPM plus ditambah pikloram (1 dan 3 mg/l), ditambah arang aktif 2 g/l. Kalus dibedakan menjadi kalus mengkilap dan tidak mengkilap. Kultur diinkubasi di bawah cahaya tampak dengan intensitas cahaya 1200-1500 lux dan fotoperiodisitas 16 jam terang dan 8 jam gelap pada suhu 26±20C dengan kelembaban 50%.


(30)

14

Induksi Tunas dari Buku Tunggal

Bahan tanaman berupa buku tunggal. Percobaan ini dilakukan sebagai berikut:

1. Perlakuan dengan tiga jenis sitokinin: media MS diberi perlakuan TDZ 3 mg/l dan IAA 0,25 mg/l, juga TDZ, BAP atau kinetin dengan konsentrasi 1,5 mg/l yang dikombinasikan dengan IAA 0,25 mg/l. Jumlah ulangan adalah 5 botol dengan masing-masing botol berisi 1 eksplan.

2. Perlakuan dengan BAP tunggal: media MS ditambah BAP (0, 0,1, 0,5, 1 mg/l). Jumlah ulangan adalah 10 botol dengan masing-masing botol berisi 1 eksplan.

Kultur diinkubasi di bawah cahaya tampak dengan intensitas cahaya 1200-1500 lux dan fotoperiodisitas 16 jam terang dan 8 jam gelap pada suhu 26±20C dengan kelembaban 50%.

Pelaksanaan Percobaan

Sterilisasi dilakukan pada bahan eksplan berupa biji, daun muda, dan buku tunggal. Eksplan biji dikupas kulitnya, sehingga diperoleh bagian kernel, sedangkan eksplan daun muda dan buku tunggal diambil dari tanaman induk di lapang yang berumur 2-3 bulan; dipilih 3 ruas dari meristem apikal. Bagian kernel, daun muda, dan buku tunggal dicuci di bawah air mengalir selama 15 menit (kernel) atau 20 menit (daun muda dan tunas dari buku tunggal), lalu direndam dalam larutan deterjen (10 menit) dan dibilas dengan air kran. Lalu bahan tanaman direndam dalam larutan fungisida (Dithane M45) dan bakterisida (Agrept) masing-masing 1 g/l selama 30 menit (kernel) atau 1 jam (daun muda dan tunas dari buku tunggal) dan dibilas dengan air kran. Sterilisasi dalam

Laminar Air Flow Cabinet (LAFC): kernel direndam dalam alkohol 70% (60 detik) dan dibilas akuades steril, lalu direndam dalam larutan Bayclin (NaOCl 5,25%) 10% (10 menit) dan dibilas akuades steril, lalu direndam dalam larutan Bayclin 5% (5 menit) dan dibilas akuades steril. Untuk kernel, embrio diisolasi dan ditanam dalam media ½ MS. Kotiledon yang muncul dipotong menjadi berukuran 1 cm x 1 cm, ditanam dalam media perlakuan dengan posisi permukaan bawah kotiledon terkena media (abaksial). Daun dipotong berukuran 1 cm x 1 cm, lalu ekplan ditanam dalam media perlakuan dengan posisi permukaan bawah


(31)

kontak dengan media. Untuk buku tunggal, eksplan dipotong per buku tunggal yang mengandung satu mata tunas.

Pengamatan

Parameter yang diamati untuk pertumbuhan kalus adalah persentase eksplan bebas kontaminasi, jumlah eksplan yang berkalus, morfologi kalus, ukuran eksplan (cm), dan waktu untuk pembentukan kalus (minggu setelah tanam = MST), sedangkan untuk induksi tunas dari buku tunggal dilakukan pengamatan pada jumlah daun.


(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Persentase Eksplan Bebas Kontaminasi dan Induksi Kalus pada Eksplan Daun Muda dan Kotiledon

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap Percobaan 1 dan Percobaan 2 yang dikulturkan dalam berbagai perlakuan diperoleh persentase eksplan bebas kontaminasi yang disajikan pada Tabel 1, 2 dan 3. Percobaan 1 dan 2 menunjukkan perbedaan yang mencolok pada persentase eksplan bebas kontaminasi; Percobaan 1 cenderung rendah dengan nilai rataan 53,3% (Tabel 1), bahkan Tabel 2 memperlihatkan rataan persentase eksplan bebas kontaminasi lebih rendah, hanya mencapai 43,3%, dengan nilai yang paling rendah 20% yaitu perlakuan B0. Musim basah saat pengambilan eksplan diperkirakan sebagai penyebab utama rendahnya persentase eksplan bebas kontaminasi tersebut.

Tabel 1 Pengaruh kinetin terhadap induksi kalus pada eksplan daun muda

Kinetin (mg/l) Kode Perlakuan Persentase eksplan bebas kontaminasi (%) Persentase eksplan berkalus (%) Ukuran kalus (cm) Waktu pembentukan kalus (MST) Morfologi kalus

0 A0 40 20 2 x 3 3 Kalus kompak,

hijau kecoklatan.

0,5 A1 80 60 2 x 2,5 2

Kalus remah halus, putih kehijauan.

1,0 A2 40 40 2 x 2 2

Kalus remah halus, putih kehijauan.

2,0 A3 60 40 2 x 2 2

Kalus kompak berwarna kehijauan.

4,0 A4 40 40 2 x 2,5 2

Kalus remah halus, berwarna hijau muda.

8,0 A5 60 0 -

-Eksplan hanya melipat, membesar tanpa berkalus. Rataan 53,3 33,3

Percobaan 2 memberikan hasil yang berbeda pada persentase eksplan bebas kontaminasi. Nilai rata-rata eksplan bebas kontaminasi cukup tinggi, yaitu mencapai nilai rataan 87,5% (Tabel 3). Penggunaan bahan tanaman berupa


(33)

kotiledon dari kecambah aseptik menunjukkan persentase eksplan bebas kontaminasi yang tinggi hingga ada yang mencapai 100%. Hasil ini sangat mencolok perbedaannya dengan hasil dari Percobaan 1 yang menggunakan bahan tanaman berupa daun muda dari lapang dengan menggunakan metode sterilisasi yang sama.

Tabel 2 Pengaruh BAP terhadap induksi kalus pada eksplan daun muda

BAP (mg/l) Kode Perlakuan Persentase eksplan bebas kontaminasi (%) Persentase eksplan berkalus (%) Ukuran kalus (cm) Waktu pembentukan kalus (MST) Morfologi kalus

0 B0 20 0 -

-Eksplan hanya melipat, membesar tanpa berkalus.

0,5 B1 40 40 2 x 2,8 2 Kalus remah,

putih kehijauan.

1,0 B2 40 40 2 x 2 2

Kalus kompak, sebagian remah halus, putih kehijauan.

2,0 B3 80 80 2 x 3 2

Kalus remah, ada yang kompak, putih kehijauan. 4,0 B4 40 40 2,25 x 2,75 2 Kalus remah,

putih kehijauan.

8,0 B5 40 20 0,5 x 2 2 Kalus remah,

berwarna putih. Rataan 43,3 36,7

Pembentukan kalus pada Percobaan 1 dan Percobaan 2, diawali pada minggu pertama yang ditandai dengan melipatnya bagian ujung daun mengarah pada media tumbuh. Selanjutnya pembentukan kalus terjadi rata-rata saat memasuki minggu kedua. Perlakuan kinetin dan BAP pada berbagai konsentrasi menghasilkan morfologi kalus yang bervariasi (Tabel 1 dan 2). Kalus umumnya mudah terbentuk pada setiap perlakuan, bahkan pada media MS tanpa kinetin (A0), eksplan mampu membentuk kalus walaupun persentasenya rendah yaitu 20%. Perlakuan kinetin 0,5 mg/l cenderung menghasilkan persentase eksplan berkalus lebih tinggi (60%) dibanding dengan perlakuan kinetin lainnya (Tabel 1), sedangkan pada perlakuan BAP, kalus cenderung lebih mudah terbentuk pada pemberian BAP 2 mg/l (Tabel 2).


(34)

18 Tabel 3 Pengaruh perlakuan pikloram, sukrosa, dan manitol terhadap induksi

kalus pada eksplan kotiledon

Kode Perlakuan Persentase eksplan bebas kontaminasi (%) Persentase eksplan berkalus (%) Ukuran kalus (cm) Waktu pembentukan kalus (MST) Morfologi kalus

S1P1 100 75 1 x 2,2 2

Kalus hijau kecoklatan, sebagian kalus putih

kecoklatan mengkilat

S1P2 75 100 2 x 2 2

Kalus hijau muda kompak dan bernodul cerah

S1P3 75 25 1 x 1,6 2

Sebagian besar pertumbuhan kalus terhambat, eksplan berubah menjadi kecoklatan.

S2P1 100 75 1,5 x 2 Kalus hijau

kecoklatan mengkilat

S2P2 100 75 1,5 x 2 2

Kalus kompak hijau, sebagian putih dan tidak segar

S2P3 75 25 1 x 1,5 3

Hanya bagian ujung eksplan yang membentuk kalus, berwarna hijau muda Rataan 87,5 62,5

Penggunaan pikloram sebagai auksin memberikan hasil yang beragam(Tabel 3). Induksi kalus tertinggi terjadi pada perlakuan dengan pikloram 3 mg/l, namun kalus yang embriogenik tidak terbentuk. Pemberian sukrosa 30 g/l atau kombinasi sukrosa 20 g/l dan manitol 10 g/l tidak berpengaruh pada induksi kalus embriogenik. Penambahan pikloram 5 mg/l baik pada media WPM plus dengan sukrosa 30 g/l atau sukrosa 20 g/l dan manitol 10 g/l cenderung menekan pertumbuhan kalus yaitu hanya sekitar 25% saja pada perlakuan S1P3 dan S2P3 (Tabel 3, Gambar 2).

Pada umumnya morfologi kalus yang teramati pada induksi kalus eksplan kotiledon pada media dengan kombinasi pikloram, sukrosa, dan manitol berupa kalus kompak, remah halus dan bernodul. Sebagian besar kalus yang dihasilkan berwarna hijau kecoklatan (Gambar 2).


(35)

Subkultur Kalus Hasil Induksi pada Eksplan Daun Muda dan Daun Kotiledon

Kalus yang disubkultur pada berbagai media perlakuan yang dicobakan, baik dalam media MS, ½ MS, ¼ MS (tanpa KNO3 atau ditambah air kelapa), DKW, dan ½ DKW tampak tidak mampu menyerap nutrisi yang terkandung di dalam media tersebut. Kalus tidak berkembang bahkan mengalami pencoklatan dan penghitaman akibat terjadinya oksidasi senyawa fenolik. Pemberian arang aktif juga tidak membantu mengatasi pencoklatan; kalus bahkan terlihat mengering.

Kalus yang mencoklat tersebut akhirnya mengalami kematian (Gambar 3). Kematian ini dapat disebabkan oleh faktor lainnya. Akibat adanya akumulasi senyawa tertentu yang dikeluarkan oleh kalus pada media nutrisi dapat menjadi penyebab kematian ini.

Gambar 3 Kematian kalus jarak pagar IP-2P akibat pencoklatan

Gambar 2 Kalus pada media WPM plus dengan perlakuan: a. pikloram 1 mg/l dan sukrosa 30 g/l (S1UP), b. pikloram 3 mg/l dan sukrosa 30 g/l (S1P2), c. pikloram 5 mg/l dan sukrosa 30 g/l (S1P3), d. pikloram 1 mg/l, sukrosa 20 g/l, dan manitol 10g/l (S2P1), e. pikloram 3 mg/l, sukrosa 20 g/l, dan manitol 10g/l (S2P2), f. pikloram 5 mg/l, sukrosa 20 g/l, dan manitol 10g/l (S2P3) pada 4 MST

c.

a. b.


(36)

20

Induksi Tunas dari Buku Tunggal

Pertumbuhan tunas dari buku tunggal mulai terlihat pada 2 mst (Gambar 4). Kombinasi IAA 0,25 mg/l dengan TDZ 3 mg/l atau 1,5 mg/l tidak memacu inisiasi bakal daun, tetapi hanya pembesaran bagian bawah batang (Gambar 4a dan 4b). Perlakuan dengan kombinasi kinetin (1,5 mg/l) dan (IAA 0,25 mg/l) hanya memberikan respons pembesaran bakal daun (Gambar 4c), sebaliknya kombinasi BAP (1,5 mg/l) dan IAA (0,25 mg/l) memberikan hasil terbaik dalam memacu inisiasi daun pertama (Gambar 4d).

Pada 4 MST, bakal daun mengalami perkembangan pada perlakuan kinetin 1,5 mg/l dan IAA 0,25 mg/l dengan menghasilkan 3 helai daun (Gambar 5c), namun terlihat daun mencoklat dan layu, sedangkan pada perlakuan lainnya tidak mengalami perkembangan lebih lanjut karena pertumbuhan kalus yang menekan pertumbuhan daun (Gambar 5). Multiplikasi tunas yang diharapkan tidak terjadi sampai 4 MST akibat pertumbuhan kalus lebih besar, sehingga pertumbuhan tunas terhambat. Ukuran kalus terbesar (4 cm) dengan morfologi putih kecoklatan dan berstruktur rapuh ditemukan pada perlakuan media MS yang ditambah TDZ 3 mg/l dan IAA 0,25 mg/l (Gambar 5a).

Gambar 4 Pengaruh perlakuan sitokinin yang berbeda pada media MS ditambah IAA 0,25 mg/l terhadap pertumbuhan tunas dari buku tunggal pada 2 MST. a) TDZ 3 mg/l , b) TDZ 1,5 mg/l, c) Kinetin 1,5 mg/l, d) BAP 1,5 mg/l

Gambar 5 Pengaruh perlakuan sitokinin yang berbeda pada media MS ditambah IAA 0,25 mg/l terhadap pertumbuhan tunas dari buku tunggal pada 4 MST. a) TDZ 3 mg/l, b) TDZ 1,5 mg/l, c) Kinetin 1,5 mg/l, d) BAP 1,5 mg/l

a. b. c. d.


(37)

Pengaruh perlakuan BAP secara tunggal terhadap pertumbuhan tunas dari buku tunggal disajikan pada Gambar 6. Pemberian BAP rendah (0,1 mg/l) mampu memacu jumlah daun tertinggi dibandingkan dengan konsentrasi BAP 0,5 mg/l dan 1 mg/l. Namun kalus yang terbentuk pada bagian bawah batang tidak dapat dihindari sehingga pertumbuhan daun pun terhambat.

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5

1 2 3 4 5 6 7

Um ur (m inggu)

J u m la h d a u n ( h e la MS0

MS + 0.1 mg/L BA P MS + 0.5 mg/L BA P MS + 1 mg/L BA P

Sebagai pembanding, pada penelitian terdahulu telah dilakukan percobaan dengan menggunakan bahan tanaman buku tunggal jarak pagar aksesi Dompu. Pertumbuhan eksplan pada media MS ditambah BAP 0,5 mg/l terlihat lebih baik dengan jumlah daun yang cukup banyak (Gambar 7b), dan kalus yang terbentuk lebih sedikit dibanding dengan pertumbuhan eksplan jarak pagar populasi komposit IP-2P pada media MS ditambah BAP 0,1 mg/l (Gambar 7a).

Permasalahan lain dari planlet yang dihasilkan pada penelitian ini, yaitu jumlah daun yang terbentuk tidak diiringi dengan pemanjangan pada ruas batang,

Gambar 6 Pengaruh BAP tunggal terhadap jumlah daun dari buku tunggal

a. b.

Gambar 7 Planlet jarak pagar: a. Populasi komposit IP-2P pada media MS dengan BAP 0,1 mg/l, b. Aksesi Dompu pada media MS dengan BAP 0,5 mg/l


(38)

22 dan planlet jarak terlihat roset (Gambar 7), sehingga perbanyakan selanjutnya dengan stek buku tunggal tidak dapat dilakukan karena subkultur tidak dapat dilakukan per buku tunggal. Selain itu akar tidak terbentuk akibat pertumbuhan kalus.

Pembahasan Persentase Eksplan Bebas Kontaminasi

Bahan tanaman dan metode sterilisasi yang digunakan sangat berpengaruh terhadap persentase eksplan bebas kontaminasi. Eksplan dari lapang sebagaimana digunakan pada Percobaan 1 memiliki kecenderungan lebih besar terkontaminasi dibandingkan dengan eksplan dari kecambah aseptik pada Percobaan 2 (Tabel 1, 2 dan 3). Eksplan dari lapang besar kemungkinan sudah mengandung kontaminan yang berasal dari lingkungan tempat hidupnya walaupun eksplan diambil dari bagian meristematik yang baru muncul dan dipelihara dalam jaring serangga dan disterilisasi dengan cara dan metode yang sama.

Kemungkinan lain penyebab rendahnya eksplan yang bebas kontaminasi adalah musim saat pengambilan eksplan sebagaimana yang dijelaskan oleh Gunawan (1987). Pengambilan eksplan pada Percobaan 1 dilakukan pada musim basah. Curah hujan dan kelembaban yang tinggi menyebabkan hama dan penyakit tumbuh subur. Pada jarak pagar, hama berupa kutu putih merajalela pada musim hujan mengakibatkan pucuk-pucuk daun yang baru muncul mudah terkontaminasi, akibatnya tingkat keberhasilan eksplan untuk hidup menjadi rendah. Kontaminan terbanyak berupa berbagai jenis cendawan, terlihat dari warnanya yang bervariasi. Pada Percobaan 2, persentase eksplan bebas kontaminasi cukup tinggi bahkan ada yang mencapai 100%.

Permasalahan lain yang menjadi kendala dalam kultur jaringan jarak pagar adalah getah, terutama pada bahan tanaman berupa buku tunggal. Penyebab utama terjadinya kematian eksplan pada bahan tanam berupa buku tunggal adalah produksi getah yang berlebihan. Kematian diduga akibat keracunan dan penyerapan nutrisi oleh jaringan eksplan terhambat oleh getah yang berlebihan itu. Getah merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan sebagai proteksi terhadap pelukaan. Hal ini serupa dengan yang dikemukakan oleh Srivastava dan Banerjee


(39)

(2008) serta Rajore dan Batra (2005), bahwa jarak pagar memproduksi getah pada bagian batangnya sehingga rekalsitran pada perlakuan dengan kultur jaringan.

Induksi Kalus Embriogenik

Pada penelitian ini induksi kalus cukup mudah dilakukan baik pada media perlakuan dengan eksplan daun muda dari lapang (Percobaan 1) maupun eksplan kotiledon (Percobaan 2), sehingga dapat dikatakan bahwa eksplan jarak pagar populasi komposit IP-2P sangat responsif dalam pembentukan kalus pada berbagai perlakuan yang dicobakan, baik pada media MS maupun media WPM plus (Tabel 1, 2, dan 3). Kalus mudah terbentuk pada setiap perlakuan yang dicobakan baik menggunakan sitokinin berupa BAP atau kinetin maupun auksin berupa pikloram. Persentase jumlah eksplan berkalus paling tinggi pada perlakuan kinetin 0,5 mg/l dibandingkan dengan perlakuan kinetin lainnya (Tabel 1) dan perlakuan BAP 2 mg/l (Tabel 2). Pemberian pikloram 3 mg/l memberikan persentase jumlah kalus tertinggi dibandingkan dengan perlakuan pikloram lainnya (Tabel 3). Namun penggunaan BAP, kinetin, maupun pikloram pada berbagai konsentrasi yang diberikan belum mampu menghasilkan kalus yang embriogenik.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kalimuthu et al. (2007) dan Jha et al. (2007) bahwa BAP dan kinetin mampu menginduksi embriogenesis somatik. Kalimuthu et al. (2007) memperoleh embriogenesis somatik langsung, dimana BAP berperan penting menginduksi embriogenesis somatik dari eksplan kotiledon jarak pagar, sedangkan Jha et. al

(2007) mengemukakan bahwa kinetin 2 mg/l lebih mampu menginduksi kalus embriogenik dari eksplan daun muda dibandingkan dengan BAP. Pikloram memiliki aktivitas memacu pembentukan kalus lebih tinggi pada embrio dewasa gandum (Triticum aestivum L.) tetapi rendah dalam meregenerasi tanaman (Mendoza & Kaeppler 2002). Pada eksplan epikotil Arachis hypogaea L. yang diberi perlakuan pikloram persentase kalus juga tertinggi dan ukuran epikotil bertambah Cucco & Jaume (2000).

Selain ZPT penggunaan sukrosa juga berpengaruh besar terhadap induksi kalus menjadi kalus embriogenik. Mendoza & Kaeppler (2002) mengemukakan


(40)

24 bahwa sumber karbon untuk induksi kalus dan regenerasi tanaman sangat dibutuhkan. Sukrosa lebih efektif dalam mengatur terjadinya embriogenesis somatik kultur sereal (Vengadesan et al. 2002). Pierik (1987) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur embrio antara lain adalah sukrosa. Sukrosa digunakan sebagai sumber gula yang merupakan kebutuhan primer terpenting sebagai sumber energi pada pembentukan embrio. Gula sebagai sumber karbon juga berguna untuk mempertahankan tekanan osmotik media. Penambahan sukrosa ke dalam media kultur menghasilkan jumlah embrio somatik terbanyak dibandingkan sumber gula lainnya pada kultur suspensi Cajanus cajan

(Purnamaningsih 2002). Penambahan manitol 3% pada media induksi kalus embriogenik jagung dapat meningkatkan diameter kalus dan menghasilkan persentase kalus embriogenik lebih tinggi (75%) dibanding tanpa manitol yang hanya 34% (Aisyah et. al 2007). Diduga manitol yang merupakan gula alkohol, berperan di dalam memperbaiki potensial osmotik media sehingga sel-sel menjadi lebih aktif membelah dan beregenerasi. Namun pada penelitian ini, sukrosa yang diberikan baik secara tunggal maupun kombinasi dengan manitol belum mampu menginduksi kalus embriogenik.

Belum diperolehnya kalus yang embriogenik pada kalus-kalus yang terbentuk pada semua media perlakuan memberikan gambaran bahwa pembentukan kalus embriogenik pada tanaman jarak pagar populasi komposit IP-2P ini memerlukan perlakuan yang berbeda dengan perlakuan yang diberikan pada percobaan-percobaan lain. Hal ini kemungkinan diakibatkan media dan ZPT yang digunakan belum cocok untuk IP-2P meskipun pada genotipe lain berhasil. Menurut Giridhar et al. (2004), secara umum induksi dan perkembangan embrio somatik diregulasi oleh zat pengatur tumbuh endogen dan eksogen.

Percobaan 1 mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Jhaet al. (2007) yaitu induksi kalus embriogenik pada jarak pagar varietas lokal Kolkata, India. Perbedaan respons yang terjadi antara percobaaan Jhaet al. (2007) dan percobaan ini disebabkan aksesi tanaman jarak yang digunakan berbeda sehingga memberikan respons yang berbeda pula. Kemungkinan lainnya karena IP-2P masih memiliki keragaman genetik yang cukup tinggi karena berasal dari hasil seleksi negatif populasi komposit IP-1P. Kondisi ini memberikan gambaran


(41)

bahwa dengan komposisi media dan ZPT yang sama belum tentu cocok pada varietas yang dicobakan walaupun dari satu spesies yang sama. Pierik (1987) memperkuat hal ini dengan mengemukakan bahwa faktor utama dalam keberhasilan kultur embrio adalah faktor genotipe. Setiap genotipe memberikan respons yang berbeda dalam menyerap ZPT dalam medium dan juga memiliki kandungan ZPT endogen yang berbeda (Wattimena 1988).

Pada umumnya morfologi kalus yang teramati pada Percobaan 1 dan 2 berupa kalus kompak, remah halus dan bernodul. Menurut Martin (2004), kalus remah yang terbentuk pada semua tipe medium dapat menginduksi embrio somatik padaCentella asiatica, sedangkan Giridhar et al. (2004) mengemukakan bahwa kalus embriogenik bernodul padaDecalepis hamiltonii dapat dipacu untuk berorganogenesis dan berembriogenesis somatik dengan penambahan ZPT GA3 dan BA, GA3 dan Zeatin, serta BA dan Zeatin. Kalus kaulogenik kompak hanya dapat dipacu untuk berorganogenesis dengan penambahan ZPT yang sama dengan kalus embriogenik bernodul. Menurut Chithra et al. (2005), rasio sitokinin dan auksin yang tinggi menyebabkan kalus menjadi kompak. Kalus menjadi hijau muda, bernodul dan kompak pada media yang mengandung BAP dan menjadi hijau kekuningan pada media yang mengandung kinetin. Namun percobaan 1 dan 2 juga tidak membentuk kalus embriogenik sehingga masih diperlukan upaya-upaya menemukan kombinasi ZPT yang tepat untuk memacu embriogenesis somatik pada jarak pagar populasi komposit IP-2P melalui kombinasi yang lebih banyak.

Percobaan 1 dan 2 dilakukan pada dua kondisi suhu yang berbeda. Menurut Jimenez (2001), shock panas dapat menginduksi kalus non embriogenik menjadi kalus embriogenik. Pada percobaan 1, ruang kultur dikondisikan pada suhu 22±20C, sedangkan percobaan 2 dilakukan pada kondisi suhu suhu 26±20C. Namun kedua perlakuan suhu tersebut juga tidak mampu menginduksi kalus embriogenik.

Kematian Eksplan Setelah Subkultur

Menurut teori, subkultur dapat membantu eksplan untuk tumbuh dan berkembang karena memperoleh nutrisi baru, namun berbeda dengan kasus yang


(42)

26 terjadi pada eksplan tanaman jarak pagar ini. Pada penelitian ini, kalus yang disubkultur ke media baru tampak tidak mampu menyerap nutrisi yang terkandung di dalam media tersebut. Kalus yang disubkultur tidak berkembang bahkan mengalami pencoklatan dan penghitaman yang menyebabkan kematian (disajikan pada Gambar 3). Kalus embriogenik biasanya diperoleh melalui subkultur berulang pada berbagai tahapan media untuk perkembangan kalus embriogenik (Jhaet. al 2007, Purnamaningsih 2002).

Penggunaan arang aktif dapat membantu mengatasi pencoklatan, seperti yang dikemukakan oleh Gunawan (1987) bahwa arang aktif dapat digunakan untuk menyerap persenyawaan toksik yang terdapat dalam media yang dapat menghambat pertumbuhan kultur terutama senyawa fenolik dari jaringan yang terluka pada saat inisiasi. Oksidasi senyawa fenolik tersebut akan menghambat pertumbuhan sel-sel yang ada di sekelilingnya sehingga berakibat kematian pada kultur (Ridge 1991). Selain itu arang aktif dapat mengadsorpsi ZPT sehingga mencegah pertumbuhan kalus yang tidak diinginkan dan dapat juga membantu embriogenesis kultur dalam media regenerasi tanpa auksin. Namun pada penelitian ini penggunaan arang aktif tidak membantu mengatasi pencoklatan dan penghitaman, bahkan kalus cenderung seperti mengering dan layu.

Tanaman jarak pagar diketahui merupakan tanaman berkayu lunak. Menurut Pierik (1987), tanaman yang berkayu lebih sulit ditanam secarain vitro. Tanaman berkayu memiliki kapasitas regenerasi yang rendah, induksi sulit, multiplikasi rendah, sering terjadi dormansi (tunas tidak membuka dan pemanjangan batang gagal), ekskresi senyawa beracun dalam media nutrisi dan sterilisasi sulit terutama dari lapang. Beberapa hal inilah kemungkinan yang menjadi penyebab tanaman jarak pagar sangat sulit untuk beregenerasi. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Jha et al. (2007) bahwa beberapa peneliti terdahulu telah melakukan penelitian pada berbagai jaringan termasuk buku tunggal dari tanaman di lapang, namun pada semua kasus disimpulkan bahwa rata-rata regenerasi masih rendah.

Kemungkinan lain dari kematian kalus pada penelitian ini disebabkan adanya ekskresi senyawa tertentu yang terakumulasi pada media nutrisi. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Khafagi (2007) yang menemukan


(43)

adanya sekresi metabolit beracun ke media kultur kalus jarak kepyar (Ricinus communis L.). Berbagai akumulasi metabolit sekunder dari kultur kalus jarak kepyar yang disekresikan ke dalam media ini berhasil diisolasi, antara lain ricin, antimikroba berupa quercetin dan kaempferol, antihelmentik, dan sejumlah fitokimia berupa tanin, alkaloid, flavonoid, antosianin, glikosida dan karbohidrat. Kemungkinan yang sama dapat terjadi pada kultur jarak pagar populasi komposit IP-2P ini, sekresi metabolit sekunder beracun menghambat pertumbuhan kalus untuk terdiferensiasi membentuk tunas atau akar.

Induksi Tunas dari Buku Tunggal

Buku tunggal digunakan sebagai sumber eksplan untuk menginduksi tunas untuk perbanyakan tanaman jarak pagar melalui organogenesis. Penggunaan sitokinin berupa TDZ, BAP dan kinetin 1,5 mg/l yang dikombinasikan dengan IAA 0,25 mg/l tidak mampu menginduksi tunas dari buku tunggal. Pertumbuhan tunas tertekan oleh pertumbuhan kalus. Kemungkinan hal ini akibat konsentrasi ZPT yang diberikan terlalu tinggi karena dengan media tanpa ZPT pun berkalus sehingga perlakuan ini berespons hanya pada pemacuan pertumbuhan kalus.

Konsentrasi BAP yang rendah yaitu 0,1 mg/l mampu memacu pertumbuhan jumlah daun tertinggi tetapi terbentuknya kalus pada bagian bawah batang tidak dapat dihindari (Gambar 7). Perbedaan respons terjadi pada tanaman jarak pagar aksesi Dompu yang diberi perlakuan BAP 0,5 mg/l yang menghasilkan daun yang cukup banyak tetapi kalus yang lebih sedikit dibandingkan pada populasi komposit IP-2P.

Perbanyakan melalui induksi dari tunas aksilar tanaman jarak pagar dilakukan oleh peneliti dari Thailand, Kaewpoo dan Te-chato (2009), yang menggunakan tunas aksilar dari kotiledon aseptik sebagai eksplan terbaik pada media MS yang ditambah BA 0,5 mg/l dan IBA 0,25 mg/l. Sitokinin BAP dipilih untuk tujuan multiplikasi karena memiliki efektivitas yang tinggi terhadap multiplikasi tunas, mudah didapat dan relatif murah dibandingkan kinetin (Yusnita 2003). Perbanyakan tunas dengan merangsang percabangan tunas samping lebih sering digunakan karena peluang untuk mendapatkan tanaman yang


(44)

28

true to type lebih tinggi dibandingkan dengan organogenesis tidak langsung dan embriogenesis (Yusnita 2003).

Permasalahan lain dari planlet yang dihasilkan pada penelitian ini, yaitu jumlah daun yang terbentuk tidak diiringi dengan pemanjangan ruas batang sehingga terlihat roset, akibatnya perbanyakan dengan stek buku tunggal belum dapat dilakukan karena subkultur selanjutnya tidak dapat dilakukan per buku tunggal. Ruas yang pendek antar buku kemungkinan diakibatkan tanaman kekurangan giberelin. Penambahan giberelin (GA) pada tanaman yang roset dapat berfungsi untuk menginduksi pemanjangan batang (Srivastava 2002).


(45)

Simpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa induksi kalus pada kultur daun muda dan kotiledon jarak pagar populasi komposit IP-2P mudah dilakukan tetapi belum diperoleh kalus yang embriogenik. Induksi kalus dari daun muda cenderung lebih baik pada media MS dengan BAP 2 mg/L, sedangkan dari kotiledon induksi kalus cenderung lebih baik pada media WPM plus dengan pikloram 3 mg/l. Pada percobaan inisiasi tunas dari buku tunggal, media terbaik adalah MS dengan BAP 0,1 mg/l, namun persentase pertumbuhannya masih rendah. Selain itu batang planlet berupa roset.

Saran

Perlu dilakukan penelitian untuk mencari metode yang tepat untuk menginduksi kalus embriogenik juga memacu inisiasi tunas untuk perbanyakan tanaman jarak pagar khususnya populasi komposit IP-2P. Selain itu perlu diteliti metode yang tepat untuk mengatasi kematian eksplan akibat akumulasi metabolit sekunder pada kultur jaringan jarak pagar.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah SI, Sutjahjo SH., Rustikawati, Herison C. 2007. Induksi kalus embriogenik pada kultur in vitro jagung (zea mays l.) dalam rangka peningkatkan keragaman genetik melalui variasi somaklonal. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 3:344–350.

Bhojwani SS, Razdan MK. 1983. Plant Tissue Culture Theory and Practice.

Amsterdam: Elsevier.

Chithra M, Martin KP, Sunandakumari C, Madhusoodanan. 2005. Somatic embryogenesis, encapsulation, and Plant Regeneration of Rotula aquatica

Lour., a rare rhoeophytic woody medicinal plant. In Vitro Cell. Dev. Biol

41:28-31.

Cucco MF, Jaume ADR. 2000. Protocol for regeneration in vitro of Arachis hypogaeaL.EJB 3(2):154-160.

Datta MM, Mukherjee P, Ghosh Biswajit , Jha TB. 2007. In vitro clonal propagation of biodiesel plant (Jatropha curcas L.). Current Science

93(10): 1438-1442.

Deore AC, Johnson TS. 2008. High-frequency plant regeneration from leaf-disc cultures of Jatropha curcas L.: An important biodiesel plant. Plant Biotechnol Rep 2:7–11

Gamborg OL, Phillips GC. 1995. Plant Cell, Tissue and Organ Culture ; Fundamental Methods.German; Springer Lab Manual.

Giridhar P, Kumar V, Ravishankar GA. 2004. Somatic embryogenesis, organogenesis, and regeneration from leaf callus culture of Decalepis hamiltonii Wight & Arn., an endangered shrub.In Vitro Cell. Dev. Biol 40: 567-571.

Gunawan LW. 1987. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB.

Hasnam. 2007. Populasi komposit jarak pagar IP-2. Infotek Jarak Pagar (Jatropha curcasL.).Agro Inovasi2(7): 26

Heller J. 1996.Physic Nuts:Jatropha curcas L. Rome: International Plant Genetic Resources Institute.

Henning RK. 2004. The Jatropha system: economy & dissemination strategy integrated rural development by utilisation of Jatropha curcas l. (JCL) as


(47)

raw material and as renewable energy. The International Conference Renewables 2004, 1-4 June 2004 in Bonn, Germany.

Jha TB, Mukherjee P, Datta MM. 2007. Somatic embryogenesis in Jatropha curcas Linn., an important biofuel plant.Plant Biotechnol Rep 1:135–140.

Jiménez VM. 2001. Regulation of in vitrosomatic embryogenesis with emphasis on the role of endogenous hormone.R. Bras. Fisiol. Veg13(2):196-223.

Kaewpoo M, Te-chato S. 2009. Influence of explant types and plant growth regulators on multiple shoot formation from Jatropha curcas. ScienceAsia

35: 353-357.

Kalimuthu K, Paulsamy S, Senthilkumar R, Sathya M. 2007.In vitroPropagation of the Biodiesel Plant Jatropha curcas L. Plant Tissue Cult. & Biotech

17(2): 137-147.

Karyanti, Purwoko D, Tajuddin T. 2008. The induction of shoots on leaf explants of Jatropha curcas L. with cytokinins: BAP and Kinetin. International Jatropha Conference. June 24–25th, IPB International Convention Center, Bogor, Indonesia

Kaushik N, Kumar K, Kumar S, Kaushik N, Roy S. 2007. Genetic variability and divergence studies in seed traits and oil content of Jatropha (Jatropha

curcas L.) accessions. Biomass and Bioenergy

doi:10.1016/j.biombioe.2007.01.021

Khafagi IK. 2007. Variation of callus induction and active metabolite accumulation in callus cultures of two varieties of Ricinus communis L.

Biotechnology 6(2): 193-201.

Lu W, Qim W, Lin Tang, Fang Y, Fang C. 2003. Induction of callus from

Jatropha curcas and Its Rapid Propagation. Ying Yong Yu Huan Jing Sheng Wu Xue Bao 9:127–130.

Martin KP. 2004. Plant regeneration through somatic embryogenesis in medicinally importantCentella asiatica L.In Vitro Cell. Dev. Biol 40: 586-591.

Mendoza MA, Kaeppler HF. 2002. Auxin and sugar effects on callus induction and plant regeneration frequencies from mature embryos of wheat (Triticum aestivumL.).In Vitro Cell. Dev. Biol. 38: 39-45.

Pierik RLM. 1987. In Vitro Culture of Higher Plants. Dordrecht: Martinus Nijhoff.

Purnamaningsih R. 2002. Regenerasi tanaman melalui embriogenesis somatik dan beberapa gen yang mengendalikannya.Buletin AgroBio 5(2) : 51-58.


(48)

32 Rahman N. 2008. In vitro propagation of Jatropha curcas. http://www.biotek.lipi.go.id/.

Rajore S, Batra A . 2005. Efficient plant regeneration via shoot tip explant in

Jatropha curcas.J Plant Biochem Biotech 14:73-75.

Ridge I. 1991.Plant Physiology. London: Hodder & Stoughton The Open Univ.

Sardana J, Batra A, Ali DJ. 2000. An expenditious method for regeneration of somatic embryos inJatropha curcas.Phytomorphology 50:239-242.

Shilpa G. 2003. Studies onin vitromorphogenetic response of horticultural crop–

cashew [Thesis]. India: University of Pune, Tissue Culture Pilot Plant National Chemical Laboratory.

Srivastava LM. 2002.Plant Growth and Development. London: Academic Pr.

Srivastava S, Banerjee M. 2008. In vitro clonal propagation of physic nut (Jatropha curcasL.): influence of additive.IJIB 3(1): 73-79.

Sujatha M, Mukta N. 1996. Morphogenesis and plant regenaration from tissue cultures of Jatropha curcas.Plant Cell Tissue Organ Cult 44:135-141.

Sujatha M, Makkar HPS, Becker K. 2005. Shoot bud proliferation from axillary nodes and leaf sections of non-toxic Jatropha curcas. Plant Growth Regulation 47:83-90.

Thepsamran N. 2007. In vitro multiple shoot induction of physic nut (Jatropha curcas) Chockpisit Thepsithar and Aree Thongpukdee Department of Biology, Faculty of Science, Silpakorn University, Nakhon Pathom 73000, Thailand.

Vengadesan G, Ganapathi A, Ramesh Anbazhagan, Anand RP. 2002. Somatic embryogenesis in cell suspension cultures ofAcacia sinuate (Lour.) Merr.In Vitro Cell. Dev. Biol.Plant. 38:52-57.

Wattimena GA. 1987. Diktat Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Bogor: Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman PAU Bioteknologi IPB.

Yusnita. 2003. Kultur Jaringan Tanaman: Cara Memperbanyak Tanaman secara Efisien. Jakarta: Agromedia Pustaka.


(49)

(50)

34

Lampiran 1 Deskripsi jarak pagar populasi komposit IP-2P

Populasi Komposit IP-2P

Asal : Hasil seleksi massa populasi IP-1P Mulai berbunga dan panen : 4 bulan; 5 bulan setelah

penanaman di lapang

Daun : Hijau tua, tulang daun menjari, ujung daun agak meruncing, pinggir daun berlekuk dangkal sedikit bergelombang, panjang/ lebar daun 15/13 cm.

Panjang tangkai daun : 12– 24 cm Bunga mekar : Protandri Jumlah malai per tanaman (Tahun I) : 300 malai Jumlah buah per malai : 7,5 (2– 15) Jumlah buah per tanaman (Tahun I) : 540– 640 buah Berat 1000 biji : 700– 850 gram

Potensi produksi (optimal) : Tahun– 1 : 2.3– 2.7 ton/ha/th; Tahun– 4 : 7.2– 8.3 ton/ha/th Kadar minyak (rendemen) : 32% - 34%


(51)

Lampiran 2 Perbandingan formulasi media dasar MS (Murashige & Skoog), DKW (Driver, Kuniyaki, & Walnut), WPM (Woody Plant Medium) Garam Mineral MS (mg/L) DKW (mg/L) WPM (mg/L) Hara Makro 1. KNO3 2. NH4NO3 3. CaCl2.2H2O 4. MgSO4.7H2O 5. KH2PO4 6. Ca(NO3)2.4H2O 7. K2SO4 Hara Mikro 1. MnSO4.4H2O 2. MnSO4.H2O 3. ZnSO4.7H2O 4. H3BO3 5. KI 6. Na2MoO4.2H2O 7. CuSO4.5H2O 8. CoCl2.6H2O 9. Zn(NO3)2.6H2O 10. FeSO4.7H2O 11. Na2EDTA.2H2O Vitamin 1. Mioinositol 2. Thiamin HCl 3. Asam nikotinat 4. Piridoksin HCl Asam Amino 1. Glisin 2. Glutamin 1900 1650 440 370 170 -22.3 -8.6 6.2 0.83 0.25 0.025 0.025 -27.85 37.25 100 0.1 0.5 0.5 2 -1417 147 740 258.4 1960 1559.5 -33.8 -4.8 -0.39 0.25 -17 33.4 45 1000 2 1 -2 -400 -370 170 576 -22.3 -8.6 6.2 -0.25 -27.8 37.3 100 1 0.5 0.5 -Sumber: Gamborg dan Philips (1995), Gunawan (1987)


(52)

INDUKSI KALUS DARI DAUN MUDA DAN KOTILEDON,

SERTA INDUKSI TUNAS DARI BUKU TUNGGAL

JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) POPULASI

KOMPOSIT IP-2P SECARA

IN VITRO

UCU RIYANTINI MAULIDA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(53)

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul ”Induksi Kalus dari Daun Muda dan Kotiledon, serta Induksi Tunas dari Buku Tunggal Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) Populasi Komposit IP-2P secara In Vitro” merupakan

gagasan dan karya saya bersama pembimbing yang belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2010

Ucu Riyantini Maulida NRP G351060551


(54)

ABSTRACT

UCU RIYANTINI MAULIDA. Callus Induction from Young Leaf and Cotyledon and Shoot Induction from Single Internode of Physic Nut (Jatropha curcas Linn.) IP-2P Composite Population through In Vitro

Culture.Under direction of HAMIM, MIFTAHUDIN and DIAH RATNADEWI.

Physic nut (Jatropha curcas Linn.) is one of the plants producing biodiesel. Development of physic nut towards mass production is an alternative way to supply biofuel in the future. However, seedling availability will be a critical factor when mass production of physic nut seed must be implemented. In vitro culture technique, such as organogenesis and somatic embryogenesis, is an alternative solution to provide seedling in large amount and short time. Unfortunately, until today there is no significant report regarding the success of in vitro culture technique to propagate physic nut either through organogenesis or somatic embryogenesis. Therefore, the objectives of this research were: (1) to find the best medium composition for callus induction from Jatropha IP-2P composite population that is potential for organogenesis and somatic embryogenesis, and (2) to induce shoot formation from single internode of Jatropha stem. The experiments were conducted in plant tissue culture laboratory of UNIT UJI, Bioproducts and Plant Tissue Culture, Department of Biology, FMIPA-IPB using young leaf, cotyledon and single stem internode of physic nut IP-2P composite population as explant materials and MS and WPM media as basal medium for callus and shoot induction. Depending on the treatments, a series of auxin and cytokinin concentrations was applied in the form of IAA, IBA, Picloram, BAP, Kinetin and TDZ to induce callus and shoot. The result showed all treatments were able to easily induce calli. The successful of callus induction from young leaf was the highest using 2 mg/l BAP on MS medium, while that of cotyledon was the highest using a combination of 3 mg/l of picloram on WPM plus medium. Attempt to induce embryogenic callus through subculturing into callus induction and differentiation media with different concentration of plant growth regulator has not been successful. In another experiment, the optimum concentration of plant growth regulator for leaves initiation was 0,1 mg/l BAP on MS medium. However, the plantlet was rosette, and at 4 week old, the callus was formed in the basal of the planlets inhibiting the plantlet to propagate and form the roots.

Keywords: Jatropha curcas, organogenesis, embryogenesis somatic, callus, explants


(55)

UCU RIYANTINI MAULIDA. Induksi Kalus dari Daun Muda dan Kotiledon serta Induksi Tunas dari Buku Tunggal Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) Populasi Komposit IP-2P secara In Vitro. Dibimbing oleh HAMIM, MIFTAHUDIN dan DIAH RATNADEWI.

Jarak pagar (Jatropha curcas Linn.) merupakan salah satu tanaman penghasil biodiesel. Pengembangan jarak pagar ke arah produksi dalam skala besar adalah suatu alternatif untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar di masa depan. Bibit berkualitas berpengaruh besar terhadap produksi biji yang dihasilkan. Namun, ketersediaan bibit akan menjadi faktor pembatas ketika produksi biji jarak pagar dalam skala besar harus dilaksanakan. Teknik kultur in vitro melalui organogenesis dan embriogenesis somatik merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk menyediakan bibit dalam skala besar dengan waktu yang relatif singkat. Penelitian pada tanaman jarak pagar secarain vitrotelah dilakukan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Namun sampai sekarang belum diperoleh laporan signifikan mengenai keberhasilan teknik in vitro untuk memperbanyak jarak pagar melalui organogenesis atau embriogenesis somatik.

Tujuan dari penelitian ini antara lain : (1) untuk mengetahui komposisi ZPT yang sesuai untuk pertumbuhan kalus yang berpotensi untuk organogenesis dan embriogenesis somatik dari populasi komposit IP-2P untuk menjadi bahan rekayasa genetik, dan (2) untuk menginduksi tunas dari buku tunggal jarak pagar untuk perbanyakan tanaman jarak pagar dari populasi komposit IP-2P.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, UNIT UJI, Bioproduk dan Kultur Jaringan Tanaman, Departemen Biologi, FMIPA-IPB. Bahan tanaman yang digunakan adalah daun muda, kotiledon, dan buku tunggal jarak pagar populasi komposit IP-2P. Pada penelitian ini, digunakan tiga jenis media dasar yaitu media MS, media WPM dan media DKW. Kalus pada eksplan daun muda diinduksi dalam media MS dengan perlakuan kinetin dan BAP masing-masing dengan konsentrasi (0, 0,5, 1, 2, 4, dan 8 mg/l), sedangkan pada eksplan kotiledon dalam media WPM yang mengandung vitamin B5, glutamin 1 mg/l, dan BAP 0,5 mg/l (selanjutnya disebut media WPM plus) yang dikombinasikan dengan sukrosa 30 g./l atau sukrosa 20 g/l dan manitol 10 g/l dengan pikloram (1, 3, dan 5 mg/l).

Subkultur kalus hasil induksi pada daun muda dan kotiledon dilakukan pada media MS, ½ MS, ¼ MS (baik dengan atau tanpa KNO3), DKW, ½ DKW, dan WPM plus yang dikombinasikan dengan berbagai zat pengatur tumbuh (ZPT) kinetin, BAP, 2,4-D, IAA, dan pikloram serta ada yang ditambah air kelapa 10% dan arang aktif 2 g/l. Induksi tunas dari buku tunggal

Berdasarkan hasil percobaan, kalus mudah terbentuk pada semua perlakuan yang dicobakan bahkan pada media tanpa ZPT, sehingga dapat dikatakan bahwa populasi komposit IP-2P sangat responsif terhadap pembentukan kalus. Induksi kalus dari daun muda cenderung tinggi pada media MS ditambah BAP 2 mg/l, sedangkan pada kotiledon, kalus terbaik dihasilkan pada perlakuan dengan pikloram 3 mg/l baik pada media WPM plus. Walaupun dengan demikian usaha untuk menginduksi kalus embriogenik melalui subkultur ke berbagai media dengan konsentrasi ZPT yang berbeda tidak berhasil dilakukan.


(1)

Pada percobaan induksi tunas dari buku tunggal, konsentrasi optimum ZPT untuk menginisiasi daun ditemukan pada media MS ditambah BAP 0,1 mg/l, namun pembentukan kalus pada bagian bawah batang tidak dapat dihindari. Jumlah daun mengalami peningkatan yang cukup baik pada setiap minggunya. Namun, peningkatan jumlah daun ini tidak diiringi dengan pemanjangan ruas batang sehingga planlet yang dihasilkan terlihat roset. Oleh sebab itu, perbanyakan melalui stek buku tunggal ini belum dapat dilakukan.

Kata kunci: Jatropha curcas, organogenesis, embriogenesis somatik, kalus, eksplan


(2)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh


(3)

INDUKSI KALUS DARI DAUN MUDA DAN KOTILEDON,

SERTA INDUKSI TUNAS DARI BUKU TUNGGAL

JARAK PAGAR (

Jatropha curcas

Linn.) POPULASI

KOMPOSIT IP-2P SECARA

IN VITRO

UCU RIYANTINI MAULIDA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Biologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(4)

Judul Tesis : Induksi Kalus dari Daun Muda dan Kotiledon serta Induksi Tunas dari Buku Tunggal Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) Populasi Komposit IP-2P secaraIn Vitro

Nama : Ucu Riyantini Maulida

NRP : G351060551

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Hamim, MSi Ketua

Dr. Ir. Miftahudin, MSi Dr. Ir. Diah Ratnadewi

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dedy Duryadi S, DEA Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(5)

(6)

PRAKATA

Segala puji penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta penyusunan tesis ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa sangatlah sulit untuk menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini tanpa bantuan dari berbagai pihak.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr. Ir. Hamim, MSi dan Dr. Ir Miftahudin, MSi selaku pembimbing dan juga yang telah memberikan beasiswa dan dana penelitian serta kepada Dr. Diah Ratnadewi selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan hingga terselesaikannya penelitian dan penulisan tesis ini. Kepada Dr. Ir. Utut Widyastuti, MSi yang juga berperan dalam pembiayaan penelitian ini dan Dr. Triadiati, MSi yang selalu memberikan semangat dan arahannya serta Dr. Rita Megia, DEA sebagai penguji luar komisi penulis ucapkan terima kasih. Tak lupa kepada Unit UJI, Bioproduk dan Kultur Jaringan Tanaman, Departemen Biologi IPB yang telah membiayai penelitian dan menyediakan fasilitas pada penelitian ini. Ucapan terimakasih juga penulis haturkan kepada Dr. Ir. Theresia Prawitasari, MS (Alm) dan Yayasan Eka Tjipta Foundation serta Surfactant Bioenergi Research Center (SBRC LPPM IPB) atas beasiswa yang diberikan kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dewi, Awi, Andeng, Dini dan Amay juga Mbak Retno, Pak Kusmayadi, dan Mbak Febi atas kebersamaan, semangat, pengertian dan saran serta kritik selama pelaksanaan penelitian sampai penyusunan tesis ini.

Penulis juga sampaikan rasa terimakasih yang tulus kepada suami tercinta Richie Albert Merintha, S.iP atas dorongan semangat, kesabaran, pengertian dan doanya. Kepada ibunda tercinta dan bapak ibu mertua juga kakak-kakak dan adik-adik yang selalu mendoakan, penulis sampaikan terimakasih. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada mereka, Amin.

Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan penelitian di Indonesia.

Bogor, Februari 2010 Ucu Riyantini Maulida