Pengaruh Pengeringan, Media Pengujian, Waktu Panen dan Kondisi Ruang Simpan terhadap Viabilitas Serbuk Sari Mentimun (Cucumis sativus L.).

i

PENGARUH PEN
ENGERINGAN, MEDIA PENGUJIA
IAN, WAKTU
PANEN DAN
AN KONDISI RUANG SIMPAN TERHADAP
TER
VIABILITAS SER
SERBUK SARI MENTIMUN (Cucumi
mis sativus L.)

INDRI FARIROH
A24070043

DEPARTEM
TEMEN AGRONOMI DAN HORTIKU
KULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
IN
INSTITUT

PERTANIAN BOGOR
2012

PENGARUH PENGERINGAN, MEDIA PENGUJIAN, WAKTU PANEN
DAN KONDISI RUANG SIMPAN TERHADAP VIABILITAS SERBUK
SARI MENTIMUN (Cucumis sativus L.)
Desiccation, Trial Medium, Harvesting Time and Storage of Cucumis sativus
Pollen
Indri Fariroh1, Endah Retno Palupi2, dan Dudin Supti Wahyudin3
1
Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB
(A24070043)
2
Dosen Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB
3
PT. East West Seed Indonesia. Jl. Basuki Rachmat Gg SMP 8, No. 19, Muktisari,
Tegal Besar, Jember 68132
Abstract
The objectives of this research were to study the decline of cucurbits pollen
viability during desiccation, to determine the suitable germination medium for

cucumber pollen, to determine the best time for pollen harvesting and to study
thestorability of Cucumis sativus pollen. The study was carried out during MarchAugust 2011 at Production Farm and Pollen Laboratory, PT East West Seed
Indonesia in Jember, East Java. Viability of pollen harvested on the day of
anthesis decreased after anther drying in air-conditioned room for 24 hours and
decreased further after pollen drying in MgCl2 for 24 hours. Viability of pollen
harvested one day before anthesis increased after anther drying in airconditioned room for 24 hours, then decreased after drying in MgCl2 for 24
hours. PGM 1, PGM 2 (modified from the original), Brewbacker and Kwack
(BK), E1, and E2 were pollen germination medium used in this experiment.
The male parental stock of KE010, KE014, KE018, and KE019 were used as
the pollen source. The result showed that KE014 pollen germinated in PGM 1 had
higher germination than BK, on the first trial. In the second trial, PGM 1 also
showed higher germination than E2. Pollen of KE010, KE018, and KE019
germinated in PGM 2 produced higher germination than PGM 1 in in the third
trial. The pollen harvesting was done at 07.00, 09.00, 11.00, 13.00, 15.00, 17.00
one day before anthesis and on the day of anthesis (A-1 and A) on KE010, KE018,
KE019. The result showed that the best time for pollen harvesting for the three
varieties was during 07.00-11.00 on the day of anthesis with viability at about
35%. The storage conditions under investigation for cucumber pollen were
freezer, deep freezer, and ultra freezer. The most suitable storage condition for
cucumber pollen (KE010, KE018, KE019) was ultra freezer, in which viability of

cucumber pollen more than 1% would keep for 42 HSS (6 weeks), 90 HSS (12
weeks), 9 HSS (1.5 weeks) without any significant decline on germination.
Key Words: cucumber, dessication of pollen, pollen germination medium, pollen
storage, pollen viability

ii

RINGKASAN

INDRI FARIROH. Pengaruh Pengeringan, Media Pengujian, Waktu Panen
dan Kondisi Ruang Simpan terhadap Viabilitas Serbuk Sari Mentimun
(Cucumis sativus L.). (Dibimbing oleh ENDAH RETNO PALUPI dan DUDIN
SUPTI WAHYUDIN).
Penelitian ini bertujuan mempelajari penurunan viabilitas serbuk sari
mentimun selama pengeringan, menentukan media perkecambahan yang sesuai
untuk serbuk sari mentimun, menentukan waktu panen serbuk sari mentimun yang
tepat agar diperoleh viabilitas tinggi serta mempelajari kondisi ruang simpan yang
sesuai untuk serbuk sari mentimun. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan MaretAgustus 2011 di lahan percobaan Production Farm dan Laboratorium Serbuk Sari
PT. East West Seed Indonesia kantor Jember, Jawa Timur.
Penelitian ini terdiri dari empat percobaan. Percobaan pertama yaitu

mempelajari penurunan viabilitas serbuk sari KE014 selama pengeringan.
Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor. Faktor
pertama yaitu fase perkembangan bunga yang terdiri atas sehari sebelum antesis
(A-1) dan antesis (A), dan faktor kedua adalah tahap pengeringan serbuk sari,
yang terdiri atas serbuk sari segar (sebelum pengeringan), setelah dikeringkan di
ruang ber-AC, dan setelah dikeringkan dengan MgCl2. Pengujian viabilitas
serbuk sari menggunakan media E1 dengan waktu inkubasi selama dua jam. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa serbuk sari fase A-1 mempunyai daya
berkecambah sebesar 0.16% sedangkan serbuk sari dengan fase antesis sebesar
12.02% setelah dipanen dari lahan. Serbuk sari A-1 daya berkecambahnya
menjadi 6.69% setelah dikeringkan dalam ruang ber-AC sedangkan serbuk sari
fase antesis daya berkecambahnya menjadi 6.93%. Serbuk sari A-1 daya
berkecambahnya menjadi 3.89% setelah dikeringkan dalam MgCl2 sedangkan
serbuk sari dengan fase antesis daya berkecambahnya menjadi 0.32%.
Percobaan kedua yaitu menentukan media perkecambahan serbuk sari
mentimun yang terdiri atas tiga tahap. Pengamatan dilakukan empat jam setelah
inkubasi. Tahap pertama menggunakan media PGM 1, BK, dan E1 (kontrol)
menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan satu faktor yaitu media

iii


perkecambahan serbuk sari dengan dua ulangan sehingga terdapat enam satuan
percobaan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa media tidak berpengaruh
terhadap daya berkecambah serbuk sari KE014. Pada tahap kedua digunakan
media PGM 1 dan E2 (kontrol) menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan
dua faktor yaitu media perkecambahan dan umur simpan serbuk sari dengan tiga
ulangan. Serbuk sari yang digunakan adalah mentimun KE014. Hasil pengamatan
menunjukkan tidak ada interaksi antara dua faktor yang diamati. Daya
berkecambah dipengaruhi oleh media tetapi tidak dipengaruhi oleh umur simpan.
PGM 1 menghasilkan daya berkecambah yang lebih tinggi daripada E2. Pada
tahap ketiga digunakan media PGM 1 dan PGM 2 (modifikasi) dengan Rancangan
Acak Lengkap dua faktor yaitu media perkecambahan dan umur simpan serbuk
sari dengan dua ulangan. Serbuk sari yang digunakan adalah KE010, KE018, dan
KE019. Hasil pengamatan menunjukkan tidak ada interaksi antara dua faktor yang
diamati pada KE010 dan KE019 tetapi tidak pada KE018. PGM 2 menghasilkan
daya berkecambah yang lebih tinggi dibandingkan dengan PGM 1.
Percobaan ketiga bertujuan menentukan periode viabilitas serbuk sari
selama pembungaan. Percobaan ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap
Teracak dengan dua faktor yaitu saat panen bunga (7.00, 9.00, 11.00, 13.00,
15.00, 17.00) dan fase perkembangan bunga (sehari sebelum antesis: A-1, antesis:

A) dengan tiga ulangan. Panen bunga dilakukan pada tiga varietas mentimun,
yaitu KE010, KE018, KE019. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa panen
pukul 7.00-11.00 pada hari antesis menghasilkan serbuk sari dengan viabilitas
tinggi.
Percobaan keempat bertujuan mempelajari pengaruh kondisi ruang simpan
terhadap viabilitas serbuk sari dilakukan pada KE010, KE018, dan KE019.
Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor yaitu
kondisi ruang simpan serbuk sari (freezer (-1.750C ± 1), deep freezer (-200C ± 2),
ultra freezer (-790C ± 2)) dan masa simpan serbuk sari (90 hari). Pengamatan
viabilitas serbuk sari dilakukan tiap tiga hari dengan enam ulangan. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa ultra freezer dapat mempertahankan viabilitas
serbuk sari di atas 1% pada KE010, KE018, dan KE019 masing-masing hingga
42 HSS (6 minggu), 90 HSS (12 minggu), 9 HSS (1.5 minggu).

i

PENGARUH PENGERINGAN, MEDIA PENGUJIAN, WAKTU
PANEN DAN KONDISI RUANG SIMPAN TERHADAP
VIABILITAS SERBUK SARI MENTIMUN (Cucumis sativus L.)


Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

INDRI FARIROH
A24070043

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

ii

Judul

: PENGARUH
PENGERINGAN,
MEDIA
PENGUJIAN, WAKTU PANEN DAN KONDISI

RUANG SIMPAN TERHADAP VIABILITAS
SERBUK SARI MENTIMUN (Cucumis sativus L.)
: INDRI FARIROH
: A24070043

Nama
NIM

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Ir. Endah Retno Palupi, MSc.

Dudin Supti Wahyudin, SP.

NIP. 19580518 198903 2002


NIP. 2110991172

Mengetahui,
Ketua Departemen

Dr. Ir. Agus Purwito, Msc. Agr.
NIP. 19611101 198703 1003

Tanggal Lulus:

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Probolinggo, Jawa Timur pada tanggal 29 Desember
1989. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan bapak Ali Ashar dan ibu Sri
Astutik.
Tahun 2001 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Sumber
Kedawung


III Leces-Probolinggo, kemudian

pada tahun

2004

penulis

menyelesaikan studi di SMP Taruna Dra. Zulaekha Leces-Probolinggo. Pada
tahun 2007 penulis menyelesaikan studi di SMA Darul Ulum 2 BPPT PeteronganJombang. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007. Selanjutnya pada tahun 2008
penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian.
Penulis juga aktif dalam berbagai organisasi mahasiswa baik organisasi
mahasiswa daerah maupun di unit kegiatan mahasiswa. Tahun 2007 penulis aktif
di kegiatan unit kegiatan mahasiswa Uni Konservasi Fauna dan Paserasa Seroja
Putih. Sejak tahun 2007-2011 penulis aktif dalam organisasi mahasiswa daerah
Forum Mahasiswa Probolinggo (FMP) dan Ikatan Alumni Darul Ulum IPB
(IKALUM IPB) baik sebagai anggota maupun pengurus aktif. Tahun 2009 penulis
aktif sebagai anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM A) Fakultas Pertanian

IPB Divisi Inventarisasi dan Aset BEM A.

iv

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan kekuatan, hidayah, dan ilmu pengetahuan sehingga penulis dapat
menyelesaikan

penelitian

ini.

Penelitian

dengan

judul

“PENGARUH

PENGERINGAN, MEDIA PENGUJIAN, WAKTU PANEN DAN KONDISI
RUANG SIMPAN TERHADAP VIABILITAS SERBUK SARI MENTIMUN
(Cucumis sativus L.)”, disusun oleh penulis sebagai persyaratan dalam rangka
mendapatkan gelar sarjana pertanian.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.

Dr. Ir. Endah Retno Palupi, MSc. sebagai dosen pembimbing skripsi I atas
bimbingan, masukan, kritik, dan saran yang diberikan selama penulis
melaksanakan penelitian dan proses penyelesaian skripsi.

2.

Dudin Supti Wahyudin, SP. sebagai pembimbing skripsi II atas
bimbingannya selama penulis melakukan penelitian di PT. East West Seed
Indonesia.

3.

Dr. Ir. Darda Efendi, MS. selaku dosen pembimbing akademik atas
bimbingan beliau terkait dengan akademik selama penulis di departemen
Agronomi dan Hortikultura.

4.

Ir. Diny Dinarti, MS. sebagai dosen penguji sidang atas masukan, kritik, dan
sarannya untuk perbaikan skripsi ini.

5.

Keluarga penulis yang selalu memberikan dukungan: Ayah, Ibu yang tidak
pernah habis kasih sayangnya, serta adikku Nizar yang tersayang.

6.

Keluarga Laboratorium Serbuk Sari PT. East West Seed Indonesia cabang
Jember, Pak Supri, Pak Dodik, Pak Sofyan, Pak Anang, Mas Firta, Kiki, Mb
Reni, Mb Rizki, Mas Adi, Antok, dan seluruh pihak yang membantu selama
penulis melakukan penelitian di Jember.

7.

PT. East West Seed Indonesia, Divisi Research and Development atas
dukungan dan perijinannya selama penulis melakukan penelitian di Jember.

8.

Ekowati Nursiam Harliani, sebagai rekan penulis melakukan penelitian di
Jember atas dukungan dan motivasinya.

v

9.

Teman-teman terbaikku, Pitri Ratna Asih, Elfa Najata, Dita Actaria, Rani
Farida, Cutrisni, Restiana, Indah Retnowati yang selalu memberikan makna
indahnya berbagi dan hidup bersama selama penulis di AGH.

10.

Teman-teman Agronomi dan Hortikultura 44 yang telah memberikan warna
persahabatan selama di AGH.

11.

Keluarga IKALUM IPB, terutama IKALUM 44: Dwi Noor Sukhmawati,
Atika Luthfiyyah, Yusufa Putri, Fatimatuzzahro D.P.D., Indah S.R., Nurul
H.K., Farid A.Q., Aulia M.R., Deny R.H., Dendy V., dan Soni S.B. atas
kebersamaannya selama penulis di Bogor.
Semoga hasil penelitian yang telah penulis lakukan bisa berguna bagi ilmu

pengetahuan. Semoga hasil penelitian ini bisa membuka wacana cabang ilmu
pengetahuan tentang serbuk sari yang jarang dilakukan di Indonesia.

Bogor, Januari 2012

Penulis

vi

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL …………………………………………………........

viii

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………

ix

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………

x

PENDAHULUAN ………………………………………………………
Latar Belakang …………………………………………………
Tujuan …………………………………………………………..
Hipotesis ………………………………………………………..

1
1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………...
Tanaman Mentimun …………………………………………….
Fenologi Pembungaan Mentimun ………………………………
Benih Hibrida …………………………………………………..
Viabilitas Serbuk Sari …………………………………………..
Pengelolaan Serbuk Sari ………………………………………..
Pengeringan Serbuk Sari ……………………………………….
Penyimpanan Serbuk Sari ………………………………………
Pengecambahan Serbuk Sari secara In Vitro …………………...

4
4
5
7
8
9
9
10
12

BAHAN DAN METODE ……………………………………………….
Waktu dan Tempat Pelaksanaan ………………………………..
Bahan dan Alat ………………………………………………….
Metode Penelitian ………………………………………………
Percobaan I. Pengaruh Fase Perkembangan Bunga dan Tahap
Pengeringan terhadap Viabilitas Serbuk Sari Mentimun ……….
Percobaan II. Pengaruh Media terhadap Daya Berkecambah
Serbuk Sari Mentimun …………………………………………..
1. Uji Media PGM 1, BK, E1 …………………………….........
2. Uji Media PGM 1 dan Media PGM 2 …………………........
3. Uji Media PGM 1 dan PGM 2 ………………………………
Percobaan III. Pengaruh Saat Panen terhadap Viabilitas Serbuk
Sari Mentimun …………………………………………………..
Percobaan IV. Pengaruh Kondisi Ruang Simpan terhadap
Viabilitas dan Daya Simpan Serbuk Sari Mentimun ……………
Metode Pelaksanaan …………………………………………….
Percobaan I. Pengaruh Fase Perkembangan Bunga dan Tahap
Pengeringan terhadap Viabilitas Serbuk Sari Mentimun ……….
Percobaan II. Pengaruh Media terhadap Daya Berkecambah
Serbuk Sari Mentimun …………………………………………..
Percobaan III. Pengaruh Saat Panen terhadap Viabilitas Serbuk
Sari Mentimun …………………………………………………..
Percobaan IV. Pengaruh Kondisi Ruang Simpan terhadap
Viabilitas dan Daya Simpan Serbuk Sari Mentimun ……………

14
14
14
14
14
15
15
15
16
17
18
18
18
19
19
20

vii

Metode Pengamatan …………………………………………….

20

HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………
Percobaan I. Pengaruh Fase Perkembangan Bunga dan Tahap
Pengeringan terhadap Viabilitas Serbuk Sari Mentimun ……….
Percobaan II. Pengaruh Media terhadap Daya Berkecambah
Serbuk Sari Mentimun …………………………………………..
1. Uji Media PGM 1, BK, E1 …………………………….........
2. Uji Media PGM 1 dan Media PGM 2 …………………........
3. Uji Media PGM 1 dan PGM 2 ………………………………
Percobaan III. Pengaruh Saat Panen terhadap Viabilitas Serbuk
Sari Mentimun …………………………………………………..
Percobaan IV. Pengaruh Kondisi Ruang Simpan terhadap
Viabilitas dan Daya Simpan Serbuk Sari Mentimun ……………

21
21
23
23
24
25
28
31

KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………
Kesimpulan ………………………………………………...........
Saran ……………………………………………………………..

36
36
36

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………..

37

viii

DAFTAR TABEL

Nomor

1.
2.
3.
4.
5.

Halaman

Pengaruh Media PGM 1, BK, E1 terhadap Daya Berkecambah
Serbuk Sari KE014 ………………………………………………...

23

Pengaruh Media PGM 1 dan E2 terhadap Viabilitas Serbuk Sari
KE014 ……………………………………………………………...

24

Pengaruh Media PGM 1 dan PGM 2 terhadap Daya Berkecambah
Serbuk Sari KE010 ………………..…………………………….....

25

Pengaruh Media PGM 1 dan PGM 2 terhadap Daya Berkecambah
Serbuk Sari KE018 ………………………………………………...

25

Pengaruh Media PGM 1 dan PGM 2 terhadap Daya Berkecambah
Serbuk Sari KE019 ………………………………………………...

26

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor

1.

Halaman

Viabilitas Serbuk Sari KE014 pada Tahap Penanganan Serbuk Sari
……………………………………………………………………...

22

2.

Serbuk Sari yang Pecah karena Plasmolisis ……………………….

27

3.

Bunga Mentimun: A. Sehari sebelum Antesis (A-1) dan B. Pada
saat Antesis (A) ……………………………………………………

28

4.

Serbuk Sari Mentimun: A. Tidak Berkecambah B. Berkecambah..

29

5.

Viabilitas Serbuk Sari KE010……………………………………...

29

6.

Viabilitas Serbuk Sari KE018……………………………………...

30

7.

Viabilitas Serbuk Sari KE019……………………………………...

31

8.

Tingkat Viabilitas Serbuk Sari pada Beberapa Periode Simpan
KE010…………………………………………………………........

32

Tingkat Viabilitas Serbuk Sari pada Beberapa Periode Simpan
KE018………………………………………………………………

33

Tingkat Viabilitas Serbuk Sari pada Beberapa Periode Simpan
KE019………………………………………………………………

34

9.
10.

x

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

1.
2.

Halaman

Sidik Ragam Pengaruh Fase Perkembangan Bunga dan Tahap
Pengeringan Terhadap Viabilitas Serbuk Sari …………….........

43

Uji DMRT Pengaruh Fase Perkembangan Bunga dan Tahap
Pengeringan Terhadap Viabilitas Serbuk Sari Selama
Pengeringan …………………………………………………….

43

3.

Sidik Ragam Pengaruh Media PGM 1, BK, E1 terhadap Daya
Berkecambah Serbuk Sari KE014 ……………………………...

43

4.

Sidik Ragam Pengaruh Media Perkecambahan (PGM 1 dan E2)
dan Umur Simpan terhadap Daya Berkecambah Serbuk Sari
KE014 ……………………………………………………..........

43

5.

6.

7.

8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Sidik Ragam Pengaruh Media Perkecambahan (PGM 1 dan
PGM 2) dan Umur Simpan terhadap Daya Berkecambah Serbuk
Sari KE010 ……………………………………………………...

43

Sidik Ragam Pengaruh Media Perkecambahan (PGM 1 dan
PGM 2) dan Umur Simpan terhadap Daya Berkecambah Serbuk
Sari KE018 ……………………………………………………...

44

Sidik Ragam Pengaruh Media Perkecambahan (PGM 1 dan
PGM 2) dan Umur Simpan terhadap Daya Berkecambah Serbuk
Sari KE019 ……………………………………………………...

44

Sidik Ragam Pengaruh Saat Panen dan Fase Perkembangan
Bunga terhadap Viabilitas Serbuk Sari KE010 …………………

44

Uji DMRT Pengaruh Saat Panen dan Fase Perkembangan
Bunga terhadap Viabilitas Serbuk Sari KE010 …………………

44

Sidik Ragam Pengaruh Saat Panen dan Fase Perkembangan
Bunga terhadap Viabilitas Serbuk Sari KE018 …………………

45

Uji DMRT Pengaruh Saat Panen dan Fase Perkembangan
Bunga terhadap Viabilitas Serbuk Sari KE018 …………………

45

Sidik Ragam Pengaruh Saat Panen dan Fase Perkembangan
Bunga terhadap Viabilitas Serbuk Sari KE019 …………………

45

Uji DMRT Pengaruh Saat Panen dan Fase Perkembangan
Bunga terhadap Viabilitas Serbuk Sari KE019 …………………

45

Sidik Ragam Pengaruh Ruang Simpan dan Masa Simpan
terhadap Daya Berkecambah Serbuk Sari KE010 ……………

46

xi

15.
16.
17.
18.
19.

Analisis Pengaruh Ruang Simpan dan Masa Simpan terhadap
Daya Berkecambah Serbuk Sari KE010 Menggunakan DMRT..

46

Sidik Ragam Pengaruh Ruang Simpan dan Masa Simpan
terhadap Daya Berkecambah Serbuk Sari KE018 ……………...

46

Analisis Pengaruh Ruang Simpan dan Masa Simpan terhadap
Daya Berkecambah Serbuk Sari KE018 Menggunakan DMRT..

46

Sidik Ragam Pengaruh Ruang Simpan dan Masa Simpan
terhadap Daya Berkecambah Serbuk Sari KE019 ……………...

47

Analisis Pengaruh Ruang Simpan dan Masa Simpan terhadap
Daya Berkecambah Serbuk Sari KE019 Menggunakan DMRT..

47

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Permintaan benih bermutu khususnya benih hibrida semakin meningkat
karena produktivitasnya yang tinggi. Penyediaan benih hibrida yang beredar di
pasaran jumlahnya masih terbatas. Selain itu, mahalnya harga benih hibrida juga
menjadi kendala bagi konsumen. Sebagian besar benih hibrida masih diimpor dari
luar negeri menunjukkan perlunya peningkatan peran produsen benih dalam
negeri untuk pengembangan pertanian di Indonesia. Pengembangan varietas
hibrida pada tanaman sayuran juga semakin populer, seperti pada jagung manis,
bawang merah, semangka, mentimun, dan melon. Teknik produksi benih hibrida
untuk komoditas hortikultura belum distandarisasi, sehingga belum tersedia
pedoman baku bagi produsen benih hibrida. Penggunaan benih hibrida diharapkan
dapat memaksimalkan hasil produksi pertanian untuk memenuhi permintaan
konsumen karena adanya peningkatan jumlah penduduk.
Benih hibrida adalah benih yang berasal dari persilangan antara dua tetua
yang berbeda secara genetik. Apabila tetua-tetua diseleksi secara tepat, maka
hibrida turunannya akan memiliki vigor dan daya hasil yang lebih tinggi dari tetua
tersebut (Satoto, 2006). Benih hibrida dipanen dari tetua betina yang dipilih untuk
menerima serbuk sari dari tetua jantan (Rosa, 1928). Untuk mendapatkan benih
hibrida yang unggul, materi genetik yang digunakan dalam persilangan haruslah
berasal dari tetua-tetua yang unggul juga, dalam hal ini tetua betina sebagai
sumber pistil dan tetua jantan sebagai sumber serbuk sari. Kualitas serbuk sari
dapat ditentukan dari tingkat viabilitasnya (Kelly et al., 2002). Viabilitas serbuk
sari yang digunakan akan mempengaruhi viabilitas benih yang dihasilkan
(Widiastuti dan Palupi, 2008).
Masa viabilitas serbuk sari secara alami hanya berlangsung selama
beberapa hari bahkan beberapa jam setelah bunga antesis (Song, 2001). Viabilitas
serbuk sari yang cepat menurun selama penyimpanan dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, diantaranya karena cara penyimpanan (Sumardi et al., 1995),
faktor kondisi simpan, adanya perubahan struktur membran plasma, kehilangan

2

substrat glukosa atau karena ketidakaktifan enzim seperti amilase dan phosphatase
(Barnabas dan Kovacs, 1997).
Hampir sebagian besar tanaman timun-timunan adalah monoecious yaitu
bunga jantan dan betina yang terpisah dalam satu tanaman. Oleh karena itu agar
penyerbukan terjadi, serbuk sari harus ditransfer dari bunga jantan ke bunga
betina oleh vektor (biasanya lebah madu) (Ordway et al., 1987). Bunga jantan
pada Cucurbitaceae biasanya muncul lebih dahulu pada satu hingga enam ketiak
daun dan disusul oleh bunga betina. Pada snapmelon, bunga betina hanya muncul
pada cabang yang kedua. Selain itu, bunga betina umumnya berkembang lebih
lama dibandingkan bunga jantan. Pada hari antesis bunga jantan akan gugur
beberapa jam lebih cepat dari bunga betina (Nath dan Vashistha, 1970). Oleh
karena itu ketersediaan serbuk sari perlu diupayakan kontinuitasnya.
Pada kelapa sawit yang juga merupakan tanaman berumah satu, Widiastuti
dan Palupi (2008) menambahkan bahwa salah satu masalah dalam pengelolaan
serbuk sari kelapa sawit adalah kontinuitas ketersediaannya agar pada saat bunga
betina mekar, serbuk sari telah tersedia dan dapat langsung diserbukkan. Untuk
mengantisipasi hal ini, perlu dilakukan upaya agar viabilitas serbuk sari dapat
dipertahankan untuk jangka waktu yang lama dalam penyimpanan. Serbuk sari
merupakan jaringan hidup yang mengalami kemunduran seiring lamanya waktu
penyimpanan. Dengan modifikasi suhu dan kelembaban relatif (RH) rendah, atau
salah satu di antaranya, viabilitas serbuk sari dapat dipertahankan lebih lama.
Kegiatan pengelolaan serbuk sari mencakup pemanenan, penyimpanan,
dan pengujian viabilitas serbuk sari. Pemanenan serbuk sari sebaiknya dilakukan
pada saat viabilitasnya maksimum. Kegiatan yang dilakukan dalam pemanenan
serbuk sari adalah pembersihan dan pemilahan serbuk sari agar tidak tercampur
dengan spesies atau varietas lain (Warid, 2009). Waktu pemanenan serbuk sari
dapat mempengaruhi daya simpan dan viabilitasnya. Serbuk sari salak yang
dipanen satu hari sebelum antesis mempunyai viabilitas yang lebih tinggi
dibandingkan serbuk sari yang dipanen pada saat antesis (Wahyudin, 1999).
Penyimpanan serbuk sari untuk menjamin ketersediaannya sudah banyak
dilakukan (Wahyudin, 1999; Sriwahyuni, 1999; Sumardi et al., 1995). Sumardi et
al. (1995) menyatakan bahwa kondisi penyimpanan serbuk sari harus dibuat

3

setepat mungkin, agar serbuk sari tersedia dalam jumlah yang cukup dan
viabilitasnya baik. Pengawetan serbuk sari merupakan suatu teknik yang
digunakan untuk mengawetkan sumber plasma nutfah suatu tanaman, karena
dianggap lebih efektif dibandingkan memelihara tanaman dewasa di lapangan.
Pada umumnya penyimpanan dilakukan pada suhu rendah, yaitu antara 0-(-200C).

Tujuan
1.

Mempelajari

penurunan

viabilitas

serbuk

sari

mentimun

selama

pengeringan.
2.

Menentukan media perkecambahan yang sesuai untuk serbuk sari
mentimun.

3.

Menentukan waktu panen serbuk sari mentimun yang tepat untuk
memperoleh viabilitas tinggi.

4.

Mempelajari kondisi ruang simpan yang sesuai untuk serbuk sari
mentimun.

Hipotesis
1.

Proses pengeringan berpengaruh terhadap viabilitas serbuk sari.

2.

PGM 1 adalah media yang sesuai untuk pengecambahan serbuk sari
mentimun.

3.

Viabilitas serbuk sari tertinggi diperoleh pada saat antesis (bunga mekar).

4.

Semakin rendah suhu ruang simpan, semakin baik dalam mempertahankan
viabilitas serbuk sari.

4

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Mentimun
Menurut Rukmana (1994), mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan
salah satu jenis sayuran dari famili Cucurbitaceae yang sudah populer di seluruh
dunia. Maynard dan Maynard (2000) menyatakan bahwa Cucurbitaceae dapat
ditemukan di sepanjang daratan Afrika tropis maupun subtropis, Asia tenggara,
dan benua Amerika. Beberapa Cucurbitaceae dapat beradaptasi di daerah dengan
kondisi lembab dan beberapa spesies yang lain ditemukan di daerah kering.
Sebagian besar Cucurbitaceae tidak toleran terhadap suhu dingin sehingga
membutuhkan daerah beriklim sedang atau daerah beriklim hangat untuk
mendukung pertumbuhannya. Cucurbitaceae sebagian besar merupakan tanaman
tahunan, berbentuk herba, dan tumbuhan merambat dengan sulur yang tegas.
Menurut Yamaguchi (1983) tanaman mentimun memiliki sistem perakaran
yang dangkal, batang lunak dan berbulu kasar, daun berbentuk hati berlekuk tiga
atau lima. Rukmana (1994) menambahkan bahwa mentimun termasuk tanaman
semusim yang bersifat menjalar atau memanjat hingga mencapai 1-3 meter
dengan perantaraan pemegang yang berbentuk pilin spiral (sulur). Tinggi tanaman
dapat mencapai 50-250 cm dan mempunyai batang yang bercabang.
Robinson dan Walter (1997) menyatakan bahwa bunga mentimun
dihasilkan pada buku batang dan cabang. Bunga betina berbentuk tunggal,
sedangkan bunga jantan berbentuk tandan (kluster). Buah berbentuk silinder oval
dan ada yang berbintil-bintil pada permukaan kulitnya. Sedangkan biji relatif
kecil, panjang, dan berwarna putih.
Buah yang digunakan untuk tujuan komersial umumnya berbentuk
silindris dan berwarna hijau untuk dikonsumsi (Maynard dan Maynard, 2000).
Masa berbuah pada tanaman mentimun adalah 40-60 hari. Panen dapat dilakukan
setiap hari, dengan tiap kali petik dapat diperoleh 1-2 buah atau lebih tiap
tanaman. Panen dapat dilakukan setelah tanaman berumur kira-kira 75-85 hari
tergantung tingkat pertumbuhan dan kesuburan tanaman (Imdad dan Nawangsih,
1995).

5

Fenologi Pembungaan Mentimun
Maynard dan Maynard (2000) menyatakan bahwa bunga betina pada
tanaman mentimun dapat diidentifikasi dengan lebih mudah karena ovariumnya
menyerupai miniatur buah mentimun. Bunga jantan dan bunga betina mentimun
mempunyai ukuran yang besar yaitu berdiameter 2-3 cm dengan lima daun
mahkota bunga yang terpisah berwarna kuning mencolok. Menurut Nath dan
Vahista (1970), Cucurbitaceae umumnya merupakan tanaman hari netral, akan
tetapi hampir sebagian besar bunganya lebih banyak muncul pada musim panas
dibandingkan musim dingin. Tanaman ini umumnya adalah monoecious (bunga
jantan dan bunga betina dalam satu tanaman), akan tetapi ada beberapa yang
dioecious (bunga jantan dan bunga betina pada tanaman yang berbeda), sedikit
yang mempunyai bunga hermaprodit, dan gynoecious (Maynard dan Maynard,
2000). Menurut Maynard dan Maynard (2000) pada mentimun tipe monoecious,
bunga jantan muncul pertama kali dan jumlahnya lebih banyak dibandingkan
dengan bunga betina. Bunga muncul di buku batang dan bunga jantan biasanya
muncul dalam satu gerombol atau muncul tunggal dan mekar sehari. Bunga betina
muncul secara tunggal di batang utama dan batang cabang.
Nath dan Vahista (1970) menyatakan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk
berbunga adalah sekitar 40-45 hari dari penanaman, bergantung kondisi cuaca.
Bunga jantan pada Cucurbitaceae biasanya muncul lebih dahulu pada buku batang
pertama hingga buku batang keenam, kemudian disusul oleh munculnya bunga
betina. Pada snapmelon, bunga betina hanya muncul pada cabang yang kedua dan
terjadi dalam dua siklus baik di musim panas dan musim hujan dengan interval
sembilan hari di antara dua flushes (terbentuknya bunga), sehingga terdapat dua
siklus pembentukan buah. Pada tanaman dengan tipe penyerbukan terbuka, buah
dapat terbentuk sekitar 60-80% dan dibutuhkan waktu satu bulan untuk
pematangan buah. Bunga betina umumnya berkembang lebih lama dibandingkan
bunga jantan, dimana bunga jantan akan gugur beberapa jam lebih cepat dari
bunga betina.
Delaplane dan Mayer (2009) menambahkan bahwa bunga jantan terdapat
pada tandan bunga dengan batang kecil dan mempunyai tiga benang sari. Bunga
betina berdiri sendiri dan dapat dibedakan oleh ovarium yang besar pada dasar

6

bunga. Mahkota bunga berwarna kuning pucat. Bunga jantan dan betina
menghasilkan madu dan umumnya lebah madu datang untuk mengumpulkan
madu. Lebah madu dengan cepat akan memindahkan serbuk sari pada tanaman
disekitarnya. Butiran serbuk sari mentimun ukurannya besar dan lengket sehingga
mudah menempel pada lebah madu.
Menurut Lower dan Edward (1986), pola pembungaan pada batang utama
ditandai dengan 3 fase ekspresi sex. Fase pertama hanya terbentuk bunga jantan,
fase kedua terbentuk bunga jantan dan betina, sedangkan fase ketiga hanya
terbentuk bunga betina. Pada umumnya cabang mempunyai kecenderungan untuk
menghasilkan bunga betina lebih banyak.
Menurut Galun (1980) faktor genetik, lingkungan, dan kimia merupakan
faktor yang terlibat dalam pengendalian stamen dan diferensiasi ovarium dalam
tunas bunga mentimun. Faktor lingkungan seperti panjang hari dan suhu
umumnya menentukan rasio bunga betina dan bunga jantan. Hari pendek dan suhu
rendah memicu kemunculan bunga betina, sedangkan hari panjang dan suhu tinggi
memicu kemunculan bunga jantan (Galun, 1980; Siemonsma dan Piluek, 1994)
dan hampir sebagian besar kelompok ZPT dalam kombinasi menentukan
diferensiasi kelamin pada mentimun. Ahmed et al. (2004) menambahkan bahwa
rasio terbentuknya bunga jantan dan betina juga dipengaruhi oleh kandungan N
yang tinggi.
Menurut More dan Seshadri (1998b) pada mentimun dengan tipe
monoecious rasio bunga betina dan bunga jantan adalah 1:15 sampai 1:30. Ahmed
et al. (2004) menambahkan bahwa pada pertanaman konvensional, kluster bunga
pertama selalu terdiri dari bunga jantan sebagai respon dari periode penyinaran
selama 14 jam. Bunga betina secara normal tidak muncul sampai panjang hari
mulai menurun. Pada mentimun monoecious jumlah bunga jantan yang diproduksi
jauh lebih banyak proporsinya dibandingkan bunga betina yaitu dari 25-30:1-15.
Masa antesis lebih dipengaruhi oleh intensitas cahaya dan waktu
dibandingkan suhu, akan tetapi suhu mempunyai pengaruh yang besar pada
kemunduran dan kesuburan serbuk sari (Choudhury dan Phatak, 1961). Masa
reseptif putik hanya mempunyai sisa waktu yang pendek. Perbedaan varietas yang
telah diamati adalah pada ukuran dan bentuk serbuk sari (More dan Seshadri,

7

1998a). Pada labu tipe sponge antesis terjadi sekitar pukul 4.00-8.00 dan pada
labu tipe ridge antesis terjadi saat menjelang atau setelah matahari tenggelam pada
pukul 17.00-20.00 (Singh, 1957). Kepala putik reseptif selama sehari akan tetapi
putik paling reseptif di awal pagi. Bunga jantan telah membuka 10 hari lebih awal
sebelum bunga betina mekar (Delaplane dan Mayer, 2009).
Benih Hibrida
Benih hibrida adalah benih yang berasal dari persilangan antara dua tetua
yang berbeda secara genetik. Apabila tetua-tetua diseleksi secara tepat, maka
hibrida turunannya akan memiliki vigor dan daya hasil yang lebih tinggi dari tetua
tersebut (Satoto, 2006).
Menurut McVetty (1997) mekanisme reproduksi pada sebagian besar
tanaman membuatnya sulit untuk menghasilkan benih hibrida yang berasal dari
persilangan antara dua tetua terpilih pada skala komersial. Serbuk sari dan putik
mungkin terdapat dalam satu bunga (pada gandum) atau terdapat pada bunga yang
terpisah dalam satu tanaman (pada jagung), dan penyerbukan sendiri
kemungkinan besar dapat terjadi diantara tanaman betina maupun pada populasi
tanaman tersebut. Penyerbukan sendiri ini dapat mengurangi persentase
pembentukan benih hibrida.
Menurut Dadlani dan More (1998), produksi benih hibrida pada
Cucurbitaceae membutuhkan beberapa perhatian khusus, terkait dengan biologi
bunga. Metode di bawah ini merupakan metode yang dapat digunakan dalam
memproduksi benih hibrida yaitu:
1.

Penyerbukan buatan: pada tanaman dioecious, emaskulasi tidak perlu
dilakukan. Bunga dari tetua betina diserbuk secara buatan dengan serbuk
sari dari tetua jantan.

2.

Emaskulasi dan penyerbukan: tetua betina dan jantan ditanam berselangseling pada lahan yang terisolasi. Bunga jantan dari tetua betina dibuang
terlebih dahulu sebelum antesis. Bunga betina dari tetua betina yang telah
disisakan menunggu untuk diserbuki oleh serangga dari tetua jantan.

3.

Penggunaan galur gynomonoecious: gynomonoecious (tetua betina) dan
monoecious (tetua jantan) ditanam secara terpisah. Pada tahapan awal

8

tanaman, semua bunga jantan dan bunga hermafrodit dibuang dari tetua
betina sehingga hanya bunga betina yang tersisa. Selanjutnya, benih
didapatkan dari bunga betina yang tersisa untuk produksi benih hibrida.
4.

Penggunaan galur gynoecious (menghasilkan bunga betina saja): galur
gynoecious homozigot pada mentimun diperbanyak menggunakan GA3
(1500-2000 ppm) atau Ag(NO3)2 (125-250 ppm) pada dua tahapan daun.
Galur gynoecious homozigot dan monoecious ditanam secara terpisah dan
terisolasi. Kemudian galur gynoecious disilangkan dengan tetua jantan oleh
bantuan serangga untuk menghasilkan hibrida F1. Benih dikumpulkan dari
tanaman induk gynoecious.
Viabilitas Serbuk Sari
Menurut Malik (1979), peningkatan pengetahuan mengenai viabilitas

serbuk sari, penyimpanan, dan perkecambahannya sangat membantu para pemulia
tanaman dalam menyediakan kebutuhan hidup. Ketersediaan serbuk sari dengan
viabilitas yang tinggi merupakan salah satu komponen yang menentukan
keberhasilan persilangan tanaman. Menurut Widiastuti dan Palupi (2008),
viabilitas serbuk sari juga dapat mempengaruhi viabilitas benih yang dihasilkan.
Serbuk sari dengan viabilitas yang tinggi akan lebih dahulu membuahi sel telur,
serta menghasilkan buah bermutu baik dan benih berviabilitas tinggi. Menurut
Kelly et al. (2002), kualitas serbuk sari dapat ditentukan salah satunya dengan
melihat tingkat viabilitasnya.
Menurut Galleta (1983) ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk
mengetahui viabilitas serbuk sari, diantaranya adalah 1) pengecambahan serbuk
sari secara in vitro, 2) pengamatan dengan metode pewarnaan pada serbuk sari
yang tidak dikecambahkan, 3) pengujian in vitro melalui pengamatan tabung
serbuk sari pada jaringan stylus (tangkai putik), dan 4) pengamatan terhadap
produk benih yang terbentuk (seed set) dari hasil penyerbukan pada pohon contoh.
Widiastuti dan Palupi (2008) menyatakan bahwa pengamatan viabilitas
serbuk sari bisa diketahui dari daya simpan dan daya berkecambahnya. Daya
simpan serbuk sari bisa diketahui melalui pengelolaan suhu dan RH ruang simpan.
Sedangkan pengamatan daya berkecambahnya bisa diketahui melalui teknik

9

perkecambahan secara in vitro. Daya berkecambah serbuk sari dikategorikan telah
berkecambah apabila tabung serbuk sari yang terbentuk telah mencapai paling
sedikit sama dengan panjang diameter serbuk sari.
Pengelolaan Serbuk Sari
Menurut Lubis (1993), pengelolaan serbuk sari yang mencakup saat
pemanenan yang tepat, pengolahan untuk menjamin kemurniannya, dan
penyimpanan untuk mempertahankan viabilitasnya mempunyai peranan penting
dalam produksi benih kelapa sawit. Selain itu, menurut Warid (2009) pengelolaan
serbuk sari mulai dikembangkan dan diadopsi produsen benih untuk mencegah
terjadinya pencurian materi genetik.
Galetta (1983) menyatakan bahwa waktu pengambilan serbuk sari
tergantung dari: 1) fase kemasakan ditentukan oleh ukuran, warna dan jumlah
antera yang telah pecah pada suatu bunga, 2) jumlah bunga mekar dalam satu
periode pembungaan. Antera yang diambil prematur tidak akan menghasilkan
serbuk sari secara normal atau menghasilkan serbuk sari yang sedikit. Serbuk sari
yang mempunyai kualitas tinggi diperoleh dari antera bunga jantan yang sudah
pecah dan siap melakukan penyerbukan.
Serbuk sari yang dipanen, kemudian dibersihkan, disortasi, dan dikemas
dalam wadah khusus sebelum dimasukkan ke dalam ruang penyimpanan. Menurut
Warid (2009) dalam pemanenan serbuk sari kegiatan yang dilakukan berupa
pembersihan dan pemilahan serbuk sari agar tidak tercampur dengan spesies atau
varietas lain.
Pengeringan Serbuk Sari
Proses pengeringan serbuk sari dibutuhkan untuk mengurangi kadar airnya
sebelum disimpan. Proses pengeringan yang tepat perlu dilakukan untuk menjaga
viabilitas serbuk sari tetap tinggi sebelum disimpan. Menurut Livingston dan
Ching (1966), serbuk sari segar Douglas-fir mempunyai kadar air 12-16% dan
menurun menjadi 5-8% setelah 24 jam dikeringanginkan. Hal ini terjadi karena
banyak air yang hilang setelah proses pengeringan. Freeze-drying jauh lebih
menurunkan kadar air selama periode pengeringan selama dua jam, menjadi 2%
bahkan kurang. Beineke et al. (1977) menambahkan bahwa serbuk sari black

10

walnut mempunyai kadar air bervariasi dari 10-30% saat dipanen segar.
Penyimpanan di freezer (-150C) dan perlakuan desikasi menyebabkan serbuk sari
black walnut rusak dan viabilitasnya berfluktuasi.
Livingston dan Ching (1966) menyatakan bahwa freeze-drying dapat
menurunkan kadar air serbuk sari Douglas-fir ke level yang rendah. Satu setengah
atau satu jam periode vakum sudah cukup untuk menjaga viabilitas, akan tetapi
dua jam pengeringan dapat menurunkan viabilitas lebih jauh. Menurut Wilcox
(1966) perlakuan vakum-drying berpotensi menurunkan kadar air serbuk sari
yellow-poplar (pohon tulip) dari 27% menjadi 4.2% selama setengah jam pertama,
menjadi 2.8% selama dua jam, dan menjadi 1.6% selama 8 jam. Daya
berkecambah mengalami kemunduran selama proses pengeringan. Daya
berkecambah serbuk sari segar sebesar 83%. Perkecambahan ini kemudian
menurun menjadi 20, 17, dan 7% setelah 0.5, 2, dan 8 jam setelah proses vakumdrying.
Penyimpanan Serbuk Sari
Penyimpanan serbuk sari merupakan salah satu dari metode pengelolaan
serbuk sari yang digunakan untuk menjaga viabilitasnya. Menurut Sumardi et al.
(1995), pengawetan serbuk sari merupakan suatu teknik yang digunakan untuk
mengawetkan sumber plasma nutfah suatu tanaman, karena dianggap lebih efektif
dibandingkan memelihara tanaman dewasa di lapangan. Pada umumnya kondisi
penyimpanan dilakukan dengan suhu rendah, yaitu antara 0-(-200C) dan pada
penyimpanan RH 0-30% serbuk sari memiliki viabilitas yang paling tinggi
(Sriwahyuni, 1999).
Penyimpanan serbuk sari merupakan salah satu cara untuk menjamin
ketersediaan serbuk sari, sehingga sewaktu-waktu diperlukan dapat digunakan.
Selain itu, penyimpanan serbuk sari untuk jangka panjang memberi kesempatan
untuk melestarikan dan memanipulasi sumber genetik (Warid, 2009). Menurut
Krishnamurthi (1980) karakter serbuk sari pada tebu mempunyai daya hidup
hanya 1 jam dimana dalam penyerbukan yang berlangsung, serbuk sari akan
mengarbsorbsi nutrisi dari kepala putik. Barnabas dan Kovacs (1997)
menambahkan bahwa daya simpan serbuk sari bermacam-macam mulai dari

11

hitungan menit hingga tahunan bergantung pada sifat genetik tanaman dan kondisi
lingkungan.
Berdasarkan daya simpannya, serbuk sari digolongkan ke dalam tiga
bagian besar: 1) daya simpan panjang (6 bulan-1 tahun), misalnya pada famili
Palmae, Pinaceae, Rosaceae, Leguminoceae, dan Vitaceae, 2) daya simpan sedang
(1-3 bulan), misalnya pada famili Liliaceae, Amarylidaceae, dan Solanaceae, 3)
daya simpan pendek (antara beberapa menit-beberapa hari), misalnya pada
Gramineae dan Cyperaceae (Sriwahyuni, 1999).
Beineke et al. (1977) menyatakan bahwa penyimpanan menggunakan
kulkas (0-40C) tanpa desikasi pada serbuk sari black walnut dapat digunakan
untuk penyimpanan jangka pendek selama satu sampai tiga minggu. Penyimpanan
jangka panjang serbuk sari black walnut selama lebih dari setahun di nitrogen cair
(-1960C) mempunyai viabilitas sekitar 28.9%, hampir sama dengan viabilitas
serbuk sari tanpa disimpan sekitar 31.5%.
Rajasekharan dan Ganeshan (2003) menambahkan bahwa viabilitas serbuk
sari Capsicum dengan fase antesis dapat dipertahankan selama beberapa waktu
dengan menyimpan di -1960C segera setelah dikumpulkan dari lahan. Menurut
Abreu dan Oliveira (2004) suhu yang terbaik untuk menjaga viabilitas serbuk sari
Actinida deliciosa adalah -200C (RH 51%) ditunjukkan dengan viabilitas dan daya
berkecambah yang tinggi. Pada 200C (RH 65%), serbuk sari sudah kehilangan
daya berkecambahnya kurang dari 8 minggu, sedangkan pada -800C atau -1960C
daya berkecambah menurun drastis dan hilang pada akhir periode penyimpanan.
Livingston dan Ching (1966) menyatakan bahwa serbuk sari Douglas-fir
dengan freeze-dried yang disimpan selama satu dan dua tahun pada 200C, 30C,
dan -180C menunjukkan perkecambahan yang lebih tinggi dibandingkan serbuk
sari yang tidak dilakukan freeze-dried. Menurut Wilcox (1966) daya berkecambah
serbuk sari yellow-poplar (pohon tulip) menurun seiring dengan bertambahnya
lama waktu penyimpanan. Daya berkecambah mengalami penurunan drastis dari
89% menjadi 0% pada serbuk sari yang tidak diberi perlakuan dan disimpan pada
suhu ruang (20-250C) selama 45 hari. Serbuk sari segar yellow-poplar kehilangan
viabilitasnya setelah 10-14 hari disimpan di suhu ruang.

12

Wilcox (1966) menyatakan bahwa serbuk sari yellow-poplar tanpa
pengeringan yang disimpan di 50C mempunyai daya berkecambah yang lebih baik
dibandingkan dengan yang disimpan di suhu ruang. Setelah 12 bulan, serbuk sari
yang disimpan di 50C mempunyai rata-rata daya berkecambah sebesar 7%. Serbuk
sari yang dikeringkan menggunakan vakum-drying selama 0.5 jam menunjukkan
daya berkecambah yang paling tinggi selama enam bulan penyimpanan. Daya
berkecambah serbuk sari yang disimpan selama 12 bulan di akhir pengamatan
masih menunjukkan viabilitas yang bervariasi antara 1-2% untuk serbuk sari yang
dikeringkan menggunakan vakum-drying.
Pengecambahan Serbuk Sari secara In Vitro
Metode yang umumnya digunakan dalam menguji viabilitas serbuk sari
adalah metode perkecambahan secara in vitro dan metode pewarnaan
(Warid, 2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan serbuk sari
secara in vitro diantaranya adalah spesies tanaman, waktu pengambilan serbuk
sari dari lapang, musim, metode pengambilan serbuk sari, sejarah penyimpanan,
dan kondisi perkecambahan seperti suhu, RH, media, dan pH (Brewbaker dan
Kwack, 1964).
Menurut Galetta (1983), metode pengecambahan serbuk sari secara in
vitro merupakan metode yang paling akurat untuk menduga viabilitas serbuk sari.
Warid (2009) menambahkan bahwa dalam metode pengecambahan serbuk sari
secara in vitro perlu diadakan pencarian media yang tepat terlebih dahulu sebelum
dilakukan pengujian pengecambahan, sehingga metode ini tergolong sulit, lama,
relatif mahal, dan memerlukan keterampilan khusus.
Warid (2009) menyatakan bahwa media perkecambahan polen (PGM)
dengan komposisi 10% sukrosa, 0.005% H3BO3, 10 mM CaCl2, 0.05 mM
KH2PO4, dan 4% Polyetilene Glycol 6000 (PEG) memberikan nilai viabilitas
yang lebih tinggi daripada media Brewbaker & Kwack; Brewbaker & Kwack
tanpa sukrosa; dan sukrosa 10% pada sebagian besar spesies dari empat famili
(Euphorbiaceae, Solanaceae, Poaceae, Myrtaceae). PGM dapat dijadikan alternatif
dalam pengujian viabilitas serbuk sari secara in vitro karena media ini dapat
digunakan untuk banyak spesies serta memberikan nilai viabilitas yang lebih baik

13

dibandingkan media lainnya, termasuk media Brewbaker dan Kwack. Selain itu,
media PGM memerlukan waktu pengamatan yang relatif lebih cepat (kurang dari
24 jam). Pengamatan serbuk sari dapat dilakukan rata-rata pada 4 JSP (jam setelah
pengecambahan).
Bahan pewarnaan yang digunakan dalam pengujian viabilitas serbuk sari
umumnya berbeda-beda tergantung pada spesies dan senyawa dalam serbuk sari
yang berfungsi sebagai indikator viabilitas serbuk sari tersebut. Metode
pewarnaan serbuk sari menggunakan larutan tetrazolium juga banyak digunakan
untuk menentukan viabilitas serbuk sari (Warid, 2009). Intensitas pewarnaan
serbuk sari dari tanaman apel, anggur, pir, dan peach menggunakan MTT (2,3,5triphenyl tetrazolium chloride) bervariasi, dari transparan atau tak berwarna
sampai merah gelap. Serbuk sari yang berwarna merah terang atau merah normal
merupakan serbuk sari yang viabel dan serbuk sari yang tidak berwarna
merupakan serbuk sari yang nonviabel (Norton, 1966)
Menurut Warid (2009), pewarna acetocarmine 0.75% (0.75 gram carmine
dilarutkan dalam 45 ml asam asetat glacial + 55 ml aquadest, kemudian didihkan,
setelah dingin disaring) memberikan nilai viabilitas serbuk sari tertinggi untuk
estimasi serbuk sari keempat famili (Euphorbiaceae, Solanaceae, Poaceae,
Myrtaceae) dan waktu pengamatan dapat dilakukan pada 2 JSP (jam setelah
pengecambahan). Pewarna aniline blue 0.2% (0.2 gram aniline blue dilarutkan
dalam 100 ml aquadest) dapat digunakan untuk menduga perkecambahan serbuk
sari dengan PGM dengan waktu pengamatan 4-24 JSP.

14

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian pengeringan, media pengujian, panen dan penyimpanan serbuk
sari mentimun dilaksanakan pada tanggal 1 Maret-12 Agustus 2011 di lahan
percobaan Production Farm dan Laboratorium Serbuk Sari PT. East West Seed
Indonesia Jember, Jawa Timur.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan adalah tanaman induk jantan dalam
produksi benih mentimun hibrida (KE010, KE014, KE018, KE019). Media
perkecambahan serbuk sari menggunakan media PGM 1 (Pollen Germination
Medium) dengan komposisi 5 g sukrosa, 0.025 g H3BO3, 0.025 g CaCl2, 0.032 g
KH2PO4, 3 g PEG 4000, 50 ml aquades, PGM 2 (5 g sukrosa, 0.01 g H3BO3,
0.025 g CaCl2, 0.032 g KH2PO4, 3 g PEG 4000, 50 ml aquades), Brewbacker
dan Kwack (10 g sukrosa, 0.01 g H3BO3, 0.03 g Ca(NO3)2.4H2O, 0.02 g
MgSO4.7H2O, 0.01 g KNO3, 100 ml aquades), Media E1, dan Media E2.
Alat yang digunakan dalam pengecambahan serbuk sari adalah jarum ose,
gelas ukur, tabung ukur, timbangan digital, gelas obyek, boks pengecambahan,
mikroskop cahaya, cryovial. Ruang simpan serbuk sari yang digunakan adalah
freezer (-1.750C ± 1), deep freezer (-200C ± 2), ultra freezer (-790C ± 2).
Metode Penelitian
Percobaan I. Pengaruh Fase Perkembangan Bunga dan Tahap Pengeringan
terhadap Viabilitas Serbuk Sari Mentimun
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan dua faktor. Faktor pertama adalah fase perkembangan bunga terdiri atas
sehari sebelum antesis (A-1) dan antesis (A). Faktor kedua adalah tahap
pengeringan serbuk sari, yang terdiri atas serbuk sari segar (sebelum
pengeringan), setelah dikeringkan di ruang ber-AC, dan setelah dikeringkan
dengan MgCl2 serta terdiri dari enam ulangan gelas obyek. Serbuk sari yang
digunakan adalah mentimun KE014. Adapun model linier yang digunakan adalah:

15

Yijk= µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Yijk

= nilai pengamatan pengaruh perlakuan fase perkembangan bunga ke-i,
tahap pengeringan ke-j, dan ulangan ke-k

µ

= nilai tengah umum

αi

= pengaruh fase perkembangan bunga ke-i

βj

= pengaruh tahap pengeringan ke-j

(αβ)ij = interaksi antara pengaruh fase perkembangan bunga ke-i dan tahap
pengeringan ke-j
εijk

= pengaruh acak percobaan fase perkembangan bunga ke-i, tahap
pengeringan ke-j, ulangan ke-k
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji F, apabila hasil

menunjukkan pengaruh yang nyata maka dilakukan uji lanjut menggunakan Uji
Wilayah Berganda Duncan (DMRT) dengan taraf α = 0.05.
Percobaan II. Pengaruh Media terhadap Daya Berkecambah Serbuk Sari
Mentimun
1.

Uji Media PGM 1, BK, E1
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)

dengan satu faktor yaitu media perkecambahan serbuk sari (PGM 1, BK, E1) dan
terdiri dari dua ulangan sehingga total terdapat enam satuan percobaan. Adapun
model linier yang digunakan adalah:
Yij = µ + Ti + εij
Yij

= nilai pengamatan dari media ke i ulangan ke j

µ

= rataan umum

Ti

= pengaruh media perkecambahan serbuk sari ke-i

εij

= pengaruh galat percobaan media ke-i, ulangan ke-j
Data yang diperoleh dianalisis mengguna